• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi MARTUMBA Bagi Masyarakat Batak Toba Di PAHAE : Kajian Folklor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi MARTUMBA Bagi Masyarakat Batak Toba Di PAHAE : Kajian Folklor"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI

MARTUMBA

BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA

DI PAHAE : KAJIAN FOLKLOR

Skripsi Sarjana O

L E H

NAMA

: BILFERI HUTAPEA

NIM

: 070703004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN

(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak,

sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, dari

lubuk hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Pembantu Dekan I, II, III Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku ketua jurusan Sastra

Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada penulis

baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I dan

juga dosen akademik penulis, yang telah banyak mengorbankan

waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Ramlan Damanik, M.Hum selaku pembimbing II yang telah

bersusah payah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi

(3)

5. Seluruh dosen yang ada di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis

dan memberikan perhatian kepada penulis semenjak berada di

Jurusan Sastra Daerah.

6. Teristimewa kepada Ayahanda HST. Hutapea dan Ibunda S.

Pardede yang telah banyak berkorban baik materi, tenaga

maupun pikiran dari sejak kanak – kanak sampai menyelesaikan

studi di Jurusan Sastra Daerah fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara. Adik penulis Sabda Hutapea dan juga adik

kecilku Trigustina Hutapea yang telah banyak memberi dorongan

dan semangat dan harapan serta hiburan kepada penulis.

7. Amang boru B. Sitompul dan keluarga yang selalu memberikan

perhatian, semangat dan juga dorongan kepada penulis.

8. Sondang Megane yang selalu memberikan perhatian dan

semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan sampai

terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Kakanda Winda, Valentina, Bob Hendro, Irwan serta kakak –

kakak stambuk ’04, ’05, ‘06 yang selalu memberikan semangat

dan masukan kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun

(4)

10. Rekan – rekan di kampus Arianus, Parsaoran, Christanto, Wico,

Elisabeth dan masih banyak lagi yang belum penulis sebutkan.

Terima kasih atas perhatian dan doanya kepada penulis.

11. Adik – adik stambuk ’08,’09,’010 terima kasih atas dukungan

yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar – besarnya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus

memberikan kehidupan yang baik kepada kita semua sekarang, yang akan

datang bahkan sampai selama – lamanya.

Medan, September 2011

Penulis

(5)

ABSTRAK

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan

dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat

erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya

tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah

tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,

khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan

menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak

dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat

untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.

Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang

dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena

tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah

pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna

tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada

penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi

masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja

sama dan juga sebagai alat pendidik.

Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba

tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak

Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba

merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita

pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “ Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak

Toba di Pahae “. Sesuai dengan judul skripsi di atas maka hal pertama yang

akan dibahas adalah mengenai deskripsi tentang martumba setelah itu

dianalisis fungsi dari martumba yang terdapat pada masyarakat Batak Toba

di Pahae.

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan,

yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan anggapan dasar. Bab kedua merupakan tinjauan

pustaka yang mencakup teori yang digunakan. Bab ketiga adalah metode

penelitian yang mencakup metode dasar, sumber data penelitian, instrumen

penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Bab keempat merupakan hasil dan pembahasan, yang menjelaskan

mengenai deskripsi tentang martumba yang ada di Pahae kemudian

menjelaskan fungsi dari martumba tersebut. Bab yang terakhir merupakan

(7)

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak

yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide,

maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen

Fakultas Ilmu Budaya USU umumnya dan Sastra Daerah khususnya serta

teman – teman yang telah memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis

dalam menyelesaikan skrpsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dalam melakukan penelitian nantinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena, itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan dan tercapainya ke arah

kesempurnaan.

Medan, September 2011

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

3.3 Instrumen Penelitian... 27

(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

4.1 Deskripsi Martumba ... 29

4.1.1 Sejarah Tarian Tumba... 29

4.1.2 Pelaksanaan Tarian Tumba... 30

4.1.3Gerakan Tarian Tumba ... 32

4.1.4 Peserta Dalam Tarian Tumba ... 34

4.1.5 Lagu Yang Dinyanyikan ... 37

4.1.6 Pakaian Yang Digunakan ... 60

4.1.7Alat Musik Yang Digunakan ... 61

4.1.8 Makna Dari Gerakan Tumba Yang Merupakan Perlambang ... 63

4. 2 Fungsi Martumba ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN :

1. Daftar Informan

(10)

ABSTRAK

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan

dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat

erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya

tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah

tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,

khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan

menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak

dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat

untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.

Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang

dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena

tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah

pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna

tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada

penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi

masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja

sama dan juga sebagai alat pendidik.

Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba

tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak

Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba

merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita

pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan

bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada

di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan

daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak – puncak

kebudayaan daerah. Maksudnya puncak – puncak kebudayaan daerah

adalah unsur - unsur kebudayaan daerah yang bersifat universal dan dapat

diterima oleh suku – suku bangsa, tanpa menimbulkan gangguan terhadap

latar belakang budaya kelompok yang menerima sekaligus mewujudkan

konfigurasi atau gugusan kesatuan budaya nasional.

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan

dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat

erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya

tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.

Tetapi tindakan demikian persentasinya kecil. Tindakan yang merupakan

kebudayaan dibiasakan melalui proses belajar ( Ihromi, 2006:13 ).

Gultom ( 1992 : 253 ) mengatakan adapun kebudayaan tersebut

(12)

a. Kebudayaan sebagai kompleks gagasan.

Wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, merupakan konsep dan

pikiran manusia. Sebagai kompleks gagasan, kebudayaan adalah bersifat

abstrak, yang tidak dapat dilihat, didengar, dan diraba. Wujud ini disebut

sistem budaya. Sistem budaya adalah rangkaian proses gagasan atau

rangkaian proses pandangan – pandangan yang paling berharga dan

bernilai dalam hidup manusia.

Gagasan – gagasan ini adalah merupakan pandangan – pandangan

terhadap sesuatu dalam hidupnya. Gagasan atau pandangan tadi

mencakup antara lain :bagaimana pandangan tentang Ketuhanan,

bagaimana pandangan manusia mengenai alam, bagaimana pandangan

manusia tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana pula pandangan manusia

tentang waktu.

b. Kebudayaan sebagai kompleks aktivitas.

Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas adalah interaksi

– interaksi manusia yang timbul berkat nilai budaya yang dihayati untuk

menghadapi lingkungannya interaksi manusia untuk menghadapi

lingkungannya adalah wujud nilai budaya dalam bentuk sosial.

Sistem sosial adalah sistem yang menata hubungan manusia dengan

(13)

manusia dengan manusia. Masyarakat mendorong aktivitas lain untuk

berkarya guna kebutuhan sosial. Melalui sistem sosial ini diketahui

bagaimana sistem kemasyarakatan, sistem kerabat kelompok keluarga dan

keluarga inti, atau keluarga satu suku bangsa.

c. Kebudayaan sebagai kumpulan benda.

Wujud kebudayaan sebagai kumpulan benda atau artipaks disebut aset

budaya yang tumbuh dari kompleks aktivitas demi kebutuhan sosial. Untuk

kebutuhan spritual maupun untuk kebutuhan material mendorong manusia

itu untuk berbuat atau berkarya. Hasil kerja demikian disebut karya budaya.

Berwujud kongkrit dan nyata dan sering disebut dengan istilah Phisical

culture. Karya budaya itu tumbuh dari sistem sosial yang merupakan

kompleks gagasan atau nilai budaya. corak dari karya budaya yang tumbuh

dari sistem sosial itu berkat ide vital nilai budaya.

Penelitian pada karya budaya akan dapat mengetahui sistem sosial

dan nilai yang bersumber dari gagasan mengapa karya budaya itu ada. Para

ahli sependapat bahwa unsur kebudayaan materi itu adalah kebutuhan sosial

antara lain tentang sistem masyarakat, bahasa, sistem ekonomi,

pengetahuan, teknologi, kesenian dan religi.

Kedudukan manusia terhadap kebudayaan yaitu sebagai penganut

(14)

kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan

pada persoalan yang memintakan pemecahan dan penyelesaian. Dalam

rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi

kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.

Begitu pula dengan sejarah perkembangan kebudayaan yang ada di

Indonesia dan daerah. Kebudayaan terus berkembang sesuai dengan

kebutuhan manusia sehingga menghasilkan beragam budaya. Khasanah

kekayaan budaya suku – suku bangsa di Indonesia sebagian masih belum

tertulis dan sebagainya telah terhimpun dalam data verbal. Berbagai adat –

istiadat, permaianan rakyat, cerita rakyat serta deskripsi tentang wujud dan

unsur – unsur kebudayaan disamping ada yang telah tertulis akan tetapi

masih banyak yang belum ditulis dan dibukukan. Masih banyaknya

khasanah kebudayaan yang belum diketahui secara luas dan belum ditulis,

tidak terlepas masih kuatnya tradisi lisan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah tarian

rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,

khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan

menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak

dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat

(15)

Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah gerakan

badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik. Tari

merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya

menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan

mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi

atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.

Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak

yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif

mendukung kesan visual yang ada ( Nursantara, 2006 )

Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi

dari sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri.

Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari

sekelompok orang atau masyarakat.

Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler,

secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan

yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu.

Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari.

Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau

mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya

(16)

Tarian yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa bagian :

1. Tarian Tradisional

Tarian tradisional merupakan bentuk tari yang sudah lama ada,

diwariskan secara turun temurun, seperti biasanya mengandung nilai

filosofis, simbolis dan religius. Semua aturan ragam, formasi dan

busana dan riasnya hingga kini tidak banyak berubah.

2. Tarian Nusantara

Jenis tarian ini merupakan tarian tradisi daerah yang sudah

dikreasikan kembali. Kreasi ini bisa merupakan kreasi bebas maupun

hasil perpaduan gerak dan gaya tari antaretnik sehingga muncul jenis

baru.

3. Tarian Kreasi

Tarian kreasi merupakan tarian yang lepas dari standart tari yang

baku. Jenis tarian ini dirancang menurut kreasi penata tari sesuai

dengan situasi dan kondisi dengan tetap memelihara nilai artistiknya.

Tari kreasi baik sebagian penampilan utama maupun sebagian tarian

(17)

bervariasi, sehingga muncul istilah tari modern. Tarian ini dapat pula

dimodifikasi dengan drama.

Seperti suku – suku yang lainnya yang ada di daerah Indonesia yang

memiliki beraneka ragam budaya dan adat istiadat, memiliki tarian rakyat

tersendiri. Salah satunya adalah suku Batak yang terdiri dari subsuku,

diantaranya adalah suku Batak Toba yang mendiami wilayah Tapanuli

yang memiliki budaya dan adat istiadat tersendiri yang memiliki tarian

rakyat.

“Tarian pada masyarakat Batak Toba berasal dari tari yang berkaitan

animisme. Pada mulanya tarian itu dimainkan untuk memuja dewa – dewa.

Tarian yang khusus disampaikan kepada dewa akhirnya menjadi tarian

umum yang kemudian menjadi seni budaya Batak Toba ( Tambunan, 1982 :

85 )”

Masyarakat Batak Toba memiliki tarian yang disebut dengan tor-tor.

Kegiatan menari ( manortor) ini diiringi dengan alat musik tradisional

( gondang sabangunan ). Tarian yang dilakukan pada waktu upacara adat

perkawinan, kematian dan lain – lain. Pada masyarakat Batak Toba di

Pahae terdapat tarian tradisonal yang unik disebut dengan martumba.

Martumba memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan

(18)

diiringi nyanyi dan gerakan. Suatu kegiatan yang dilakukan oleh

sekelompok muda – mudi. Tarian yang dilakukan sekelompok muda –

mudi di Pahae mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosinya. Muda

– mudi yang melakukan gerakan serentak dan sambil bernyanyi secara

bersamaan menyalurkan atau meluapkan perasaan kegembiraan mereka.

Martumba dahulu sering ditampilkan masyarakat Batak Toba di

Pahae pada waktu terang bulan dan kini dilakukan sewaktu kegiatan besar

dan perayaan tertentu saja dalam masyarakat Batak Toba. Sering juga

dibuat sebagai perlombaan di kalangan muda – mudi di masyarakat Batak

Toba.

Satu kegiatan yang menjunjung tinggi kebersamaan antara sesama

muda- mudi. Untuk itu penulis merasa perlu untuk meneliti ini dikarenakan

pengaruh modernisasi masyarakat sekarang khususnya muda – mudi

tingkat menjunjung nilai kebersamaan semakin berkurang. Kebersamaan

antara sesama muda – mudi sudah semakian jarang ditemukan.

Penelitian ini bermanfaat agar senantiasa tarian yang secara khusus

dari Pahae yang dilakukan muda – muda ini tidak hilang ditelan jaman

begitu saja. Sebagai penambah khasanah kebudayaan daerah Batak Toba

dan juga kebudayaan Indonesia yang berfungsi sebagai penanda identitas

(19)

1.2 Rumusan Masalah

Martumba ( tarian tumba ) merupakan kebudayaan Batak Toba yang

dilakukan oleh muda – mudi dalam mengekpresikan perasaan kegembiraan

mereka secara bersamaan. Dalam kegiatan martumba yang dilakukan muda

– mudi secara serentak diiringi alunan nyanyian . Salah satu Dalam kegitan

ini merupakan suatu acara hiburan tersendiri bagi masyarakat Batak Toba di

Pahae. Suatu kegiatan yang dipertunjukkan oleh muda – mudi.

Sesuai dengan sebuah judul penelitian, yaitu “ Fungsi Martumba

Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae “ maka dari hasil penelitian ini dapat

mengetahui fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan mengetahui perumusan

masalah yang akan dibahas, penulis memberikan rumusan masalah yaitu :

1. Apakah pengertian tentang tarian tumba pada masyarakat Batak

Toba di Pahae ?

2. Apakah fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae ?

(20)

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka yang menjadi

sasaran tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mendeskripsikan pengertian tentang tarian tumba yang ada

pada masyarakat Batak Toba di Pahae.

2. Untuk menjelaskan fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di

Pahae.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat memberi manfaat

sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah kepustakaan folklor yang ada di Indonesia.

Mendokumentasikan tarian tumba tersebut agar terhindar dari

kepunahan dan dapat diwariskan kepada generasi penerus dan juga

untuk menambah atau memperkaya teori dan konsep kebudayaan

suku Batak Toba khususnya tentang fungsi martumba bagi

masyarakat Batak Toba.

2. Secara prakis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi

masyarakat Batak Toba khususnya muda – mudi tentang tarian

tumba dan memotivasi untuk melakukan tarian tersebut. Bagi

(21)

Masyarakat Batak Toba khususnya tarian dan tertarik untuk

memahami kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri.

Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan

perhatian dalam penelitian bidang budaya daerah Batak Toba dan

menunjang program pemerintah dalam upayah mengembangkan

budaya nasional.

1.4 Anggapan Dasar

Penelitian mengenai kegiatan martumba di Pahae Kabupaten

Tapanuli Utara penulis lakukan karena penulis pernah menyaksikan

kegiatan martumba dan juga ikut melakukan kegiatan martumba tersebut

pada waktu perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.

Arikunto ( 1987:17 ) mengatakan anggapan dasar adalah sesuatu

yang diakui kebenarannya oleh peneliti dan berfungsi sebagai pijakan bagi

peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut. Oleh sebab itu, anggapan

dasar itu tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Secara umum anggapan

dasar inilah yang merupakan dasar dan titik tolak penyusunan sebuah

(22)

1. Kegiatan martumba merupakan salah satu identitas budaya dari

masyarakat Batak Toba khusunya yang berdomisili di wilayah

Pahae.

2. Tumba merupakan warisan budaya dari leluhur masyarakat Batak

Toba.

3. Tumba sangat penting untuk diteliti dan ditulis dalam bentuk karya

ilmiah, agar warisan kebudayaan semakin dapat dikenal oleh

kalangan masyarakat khususnya bagi muda – mudi Batak Toba dan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya

ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep – konsep yang

mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang semuanya itu

bersumber dari pendapat para ahli, emperisme ( pengalaman peneliti ),

dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti.

Sesuai dengan judul skripsi ini yakni : Fungsi Martumba Bagi

Masyarakat Batak Toba di Pahae : Kajian Folklor, maka kajian pustaka

mencakup tentang implementasi atau perwujudan tarhadap fungsi tarian

tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae, dan teori yang

(24)

Kepustakaan Yang Relevan Pengertian Fungsi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diketahui bahwa ada

beberapa pengertian tentang fungsi, baik secara etimologi maupun secara

leksikologi.

Secara leksikal fungsi memiliki pengertian sebagai kemampuan yang

dimiliki dari seseorang yang sesuai dengan pekerjaan dan tugasnya. Ada

juga lagi yang disebut dengan fungsi sosial yang berarti kegunaan suatu hal

bagi hidup suatu masyarakat.

Salah satu fungsi Tarian tumba yang ada pada masyarakat Batak

Toba di Pahae adalah sebagai hiburan pada masyarakat yang ada di Pahae.

Dahulu masyarakat yang ada di Pahae belum memiliki banyak hiburan

yang ada seperti saat sekarang ini. Pada saat terang bulan berlangsung

ketika masyarakat banyak berkumpul di halaman perkampungan, muda –

mudi bersaamaan melakukan tarian tumba di halaman perkampungan

tersebut. Ini merupakan sebagai hiburan yang dipertontonkan masyarakat

yang ada di Pahae yang dapat menghibur setiap masyarakat yang

menyaksikan tarian tumba tersebut.

(25)

Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah

gerakan badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik.

Tari merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya

menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan

mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi

atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.

Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi dari

sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri.

Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari

sekelompok orang atau masyarakat.

Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler,

secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan

yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu.

Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari.

Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau

mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya

untuk ekspresi, penikmatan estetika dan hiburan.

Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak

yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif

(26)

Menurut Nursantara ( 2006 ) Sebuah tarian merupakan perpaduan

dari beberapa buah unsur. Unsur – unsur ini yaitu wiraga ( raga ), wirama

(irama ) dan wirasa ( rasa ). Ketiga unsur ini melebur menjadi satu

membentuk tarian yang harmonis. Ketiganya harus dilakukan dengan

selaras. Jika salah satu unsur ini tidak dilakukan dengan baik, tarian akan

terlihat kurang indah.

Wiraga adalah dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari.

Gerak merupakan substansi baku dalam tari. Bagian fisik manusia yang

dapat menyalurkan ekspresi dalam bentuk gerak tari. Diantaranya adalah

- Jari – jari tangan - Jari – jari kaki

Wirama adalah suatu pola untuk mencapai gerakan yang harmonis.

Di dalamnya terdapat pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian.

Ada dua macam irama untuk tari :

(27)

Wirama tandak adalah wirama yang tetap dan murni dengan ketukan

dan aksen yang berulang – ulang dengan teratur.

2. Wirama bebas

Wirama bebas adalah wirama yang tidak selalu memiliki ketukan

dengan aksen yang berulang – ulang dan teratur.

Wirasa merupakan tingkatan penghayatan dan penjiwaan dalam

tarian. Penghayatan dan penjiwaan itu seperti : tegas, lembut, gembira dan

sedih, yang diekspresikan melalui gerakan dan mimik wajah sehingga

melahirkan keindahan.

Richard Sinaga ( 1994 : 399 ) mengatakan bahwa martumba adalah

tarian muda – mudi yang dilakukan sambil menyanyikan lagu – lagu

berpantun, biasa dilakukan pada malam hari pada waktu terang bulan.

Teori Yang Digunakan

Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara

umum dan akan mempermudah seorang penulis untuk memecahkan

masalah yang dihadapi dalam penelitian. Teori sangat diperlukan untuk

membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi tuntunan kerja bagi

(28)

jelas, agar masalah yang hendak diuraikan dapat terperinci dan terarah

dengan baik.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori folklore

untuk mengkaji fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di

Pahae.

Folklor merupakan sebagai sesuatu disiplin ilmu atau cabang ilmu

pengetahuan yang berdiri sendiri di Indonesia. Suatu ilmu yang belum lama

dikembangkan oleh para ahli kebudayaan di Indonesia. Berdasarkan

etimologi ( asal usul kata ), kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu

folklore. Kata itu merupakan pengabungan dari dua suku kata yaitu folk dan

lore. folk memiliki arti yang sama dengan kata kolektif.

Menurut Dundes ( dalam Dananjaya, 1986:1) :

folk merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri – ciri pengenalan fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. ciri – ciri pengenalan itu antara lain dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama yang sama, taraf pendidikan yang sama dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama.

(29)

Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa folklore adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar

yang diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja secara

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan, maupun

contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (

mnemonic device ).

Dengan demikian yang menjadi objek penelitian foklor Indonesia

adalah semua folklor dari folk yang ada di Indonesia, baik di pusat maupun

di daerah, di kota maupun di desa, pribumi maupun keturunan asing

( peranakan , baik warga negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan

identitas kelompoknya dan mengembangkan kebudayaan mereka di

Indonesia. Bahkan penelitian folklor Indonesia dapat diperluas lagi dengan

meneliti folklor dari folk Indonesia yang kini sudah lama ada berada di luar

negeri. Penelitian folklor ini menjangkau seluruh masyarakat Indonesia

dimana saja, asal saja masih ada kesadaran dalam masyarakat Indonesia

akan identitas kelompoknya.

Ciri pengenalan folklor pada umumnya dapat dirumuskan sebagai

berikut :

(a) Penyebaran dan pewarisannya biasa dilakukan secara lisan, (b) Folklor

bersifat tradisional, (c) Folklor ada (exist) dalam versi – versi bahkan varian

(30)

mempunyai bentuk berumus atau berpola, (f) Folklor mempunyai kegunaan

(function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) Folklor bersifat

pralogis (logika sendiri),

(h) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu,

(i) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali

kelihatannya kasar, terlalu spontan.

Menurut Brunvand ( Danandjaya, 1986 : 21 ) berdasarkan

bentuknya folklor dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar yaitu :

2. Folklor lisan ( verbal folklore )

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan,

bentuk – bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok

besar ini antara lain : (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat,

julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan, (b) ungkapan

tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pameo, (c) pertanyaan

tradisional, seperti teka – teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam,

dan syair, (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan

(f) nyanyian rakyat.

(31)

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan

campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat

misalnya, yang oleh masyarakat modern sering kali disebut dengan

takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan

gerak isyarat yang dianggap

mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik

yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau

ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat dapat

melindungi diri atau dapat membawa rejeki, seperti batu – batu permata

tertentu.

Bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain

kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat,

adat – istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain – lain.

4. Folklor bukan lisan ( non verbal folklore ).

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan,

walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini

dapat dibagi menjadi dua subkelompok yakni yang material dan yang bukan

material. Bentuk – bentuk folklor yang tergolong material antara lain

arsitektur rakyat ( bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan

(32)

makanan dan minuman rakyat, dan obat – obatan tradisional. Sedangkan

yang termasuk dalam bentuk bukan material antara lain gerak isyarat

tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan musik rakyat.

Tarian tumba ini merupakan folklor yang digolongkan ke dalam

folklor sebagaian lisan. Namun tarian yang dinyanyikan, dan lirik yang

dinyanyikan adalah pantun (umpasa) yang merupakan bagian dari folklor.

Tarian ini dikelompokkan ke dalam folklor sebagian lisan. Sedangkan

nyanyian rakyat dan pantun yang mengiringi tarian tersebut merupakan

bagian dari folklor lisan.

Adapun fungsi Folklor tersebut menurut Willian R. Bascom ( dalam

Dananjaya 1986 : 19 ) adalah

1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system ), yakni sebagai alat

pencermin angan – angan suatu kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga

kebudayaan

3. Sebagai alat pendidikan anak ( pedagogical device ).

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara etimologi metode penelitian berasal dari kata metode yang

artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logis adalah

ilmu atau pengetahuan. Jadi metode penelitian adalah cara melakukan

sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu

tujuan ( Naburko, 1997 : 1).

3.1 Metode dan Teknik

Penggunaan metode dalam penelitian ini merupakan metode yang

(34)

analisis dengan mengesplitasikan pada pokok masalah untuk mendapatkan

suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang akan diharapkan.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi ( 1991 : 63 ) metode deskriptif

dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan / melukiskan keadaan objek / subjek penelitian (

perorangan, lembaga, masyarakat dan lain – lain ) pada saat sekarang

berdasarkan fakta – fakta yang tampak dan sebagai mana adanya.

Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta dan sifat – sifat

populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat

penemuan fakta – fakta seadanya ( fact finding ), penelitian yang tidak

sekedar menunjukkan distribusinya, akan tetapi termasuk dalam usaha

mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek – aspek yang

diselidiki.

Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai

berikut :

1. Observasi langsung, yaitu dengan cara mengamati secara langsung

objek penelitian, dalam hal ini penglihatan dan pendengaran sangat

(35)

oleh indera penglihatan dan pendengaran tersebut dicatat dan

selanjutnya dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian.

Observasi langsung atau pengamatan langsung adalah dengan cara

pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat

standart lain untuk keperluan tersebut. Tujuan utama pengamatan adalah

mencatat dan mendeskripsikan perilaku objek serta memahaminya.

Dapat juga hanya ingin mengetahui frekuensi suatu kejadian.

Dalam hal ini penulis melakukan observasi atau pengamatan tarian

tumba pada kegiatan – kegiatan HUT kemerdekaan Indonesia di Pahae.

2. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden

dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau

panduan wawancara (Nasir 1988:234).

Suatu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, melalui

kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data ( pewawancara )

dengan sumber data ( responden ). Dengan cara ini, peneliti ingin

mendapatkan informasi ( data ) untuk menjawab atau membuktikan

hipotesis yang tidak diperoleh dengan metode pengumpulan data

lainnya. Komunikasi tersebut dilakukan secara langsung maupan tidak

(36)

Wawancara tidak langsung menggunakan daftar pertanyaan

( kuesioner ) yang dikirim kepada responden. Responden menjawab

pertanyaan – pertanyaan yang diajukan peneliti secara tertulis kemudian

mengirim kembali daftar pertanyaan yang telah dijawab. Sedangkan

wawancara langsung dilakukan dengan cara face to face artinya peneliti

( pewawancara ) berhadapan langsung dengan responden untuk

menanyakan secara lisan hal – hal yang ingin diketahuinya dan

responden memberikan jawaban secara lisan pula. Jawaban responden

tersebut dicatat maupun direkam oleh pewawancara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara secara

langsung kepada responden yang mengetahui seluk beluk tentang

martumba.

3. Kepustakaan ( library research ) yaitu pengumpulan data melalui buku

– buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut.

Metode iini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar

data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin

sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis

mencari buku – buku pendukung yang berkaitan dengan masalah

penelitian.

(37)

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis memperoleh data dari

lapangan ( field research ) dan kepustakaan ( library research ). Sumber

data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Sumber data yang berbentuk

tulisan diperoleh dari buku – buku yang berkaitan dengan kebudayaan

Batak Toba. Seperti buku Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak

karangan DJ. Gultom Raja Marpodang, Sekelumit Mengenai Masyarakat

Batak Toba dan Kebudayaannya oleh EH. Tambunan dan lain – lain.

Sedangkan sumber data dari lapangan yakni dari daerah Batak Toba

Kabupaten Tapanuli Utara di Kecamatan Pahae Jae. Kecamatan Pahae Jae

merupakan daerah pertama kali dilakukan martumba dan dari daerah ini

merupakan asal tumba dan masih sering diadakan martumba tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat perekam yang digunakan untuk mewawancarai informan

sehubungan dengan subjek penelitian.

2. Kamera, yang diperlukan dalam pengambilan foto daerah objek

penelitian, dan kegiatan martumba tersebut.

3. Alat tulis dan kertas, yang digunakan untuk mencatatat segala hal

(38)

Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara sipeneliti dalam

mengolah data yang mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah.

Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga

data diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran. Dalam analisis data

diperlukan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan peneliti

dalam menalar sesuatu.

Dalam penelitian ini untuk menganalisis data yang sudah terkumpul

di lapangan maka akan digunakan metode struktural. Adapun langkah –

langkah penulis atau peneliti menganalisis data tentang fungsi martumba

bagi masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai berikut :

1. Menerjemahkan data tentang martumba yang diperoleh dari

lapangan menjadi bahasa Indonesia

2. Mendeskripsikan kegiatan martumba dan mengidentifikasi

pantun – pantun ( umpasa ) yang dinyanyikan dalam kegiatan

martumba.

3. Mengklasifikasikan pantun – pantun yang dinyanyikan dari

kegiatan martumba tersebut

4. Menganalisis fungsi tarian tumba.

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Martumba

4. 1. 1 Sejarah Tarian Martumba

Martumba berasal dari daerah Pahae, menurut MT Nainggolan

bahwa martumba pertama sekali diadakan di desa Siburian Kecamatan

Pahae Jae. Muncul tumba diperkirakan pertama sekali diadakan pada tahun

1930 – an atau pada masa penjajahan Belanda. Kemudian berkembang pada

masa penjajahan Jepang dan sering ditampilkan pada acara – acara besar

pada waktu itu. Pada masa itu kegiatan martumba tidak dilarang oleh

(40)

dan diminati oleh warga masyarakat dan ditata oleh seorang perempuan br.

Siburian,

Sejarah mengapa dikatakan “ tumba “ adalah dahulu bahwa ketika

malam terang bulan ibu – ibu dan anak gadis yang ada diperkampungan

menganyam tikar dan juga menumbuk padi secara bersamaan. Mereka yang

menumbuk padi ( manduda ) sekali – kali sambil bernyanyi untuk

menambah semangat. Bunyi tumbukan itu terjadi secara berirama karena

menumbuk padi tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Bunyi sahut –

sahutan atau berganti – gantian berbunyi : tum...ba, tum...ba, tum...ba

dan lama kelamaan sehingga menjadi tumba.

4. 1. 2 Pelaksanaan Tarian Tumba

Pelaksanaan tumba pada dahulu dan sekarang memiliki perbedaan.

Dahulu pelaksanaannya dilakukan pada saat terang bulan, pada saat malam

tersebut seluruh ibu dan anak gadis di suatu perkampungan berkumpul di

halaman perkampungan. Saat terang bulan ibu dan gadis diperkampungan

menganyam tikar dan juga menumbuk padi, para gadis akan mengajak satu

sama lain berkumpul untuk melakukan tumba setelah berkumpul lalu

mereka pun martumba di halaman perkampungan.

Pelaksanaan tumba dilakukan dimulai malam hari ketika terang

(41)

masih bersinar. Akan tetapi, ini tidak dilaksanakan hanya pada satu

perkampungan saja. Martumba dilakukan di beberapa perkampungan yang

berbeda. Ketika suatu perkampungan pada malam hari itu melaksanakan

kegiatan tumba maka untuk malam berikutnya dilaksanakan pada

perkampungan berikutnya.

Pada pelaksanan tumba tidaklah memiliki hari yang ditentukan dan

juga tidak ditentukan dengan penanggalan hari dalam pelaksanaannya,

tidak seperti halnya dengan kegiatan muda – mudi yang ada di

Karo yang disebut dengan Guro – guro aron melainkan kegiatan tumba

dilakukan pada saat sedang terang bulan. Selama pada malam tersebut

masih terang bulan muda – mudi akan melakukan tumba. Muda – mudi

suatu perkampungan yang melaksanakan tarian tumba, mereka akan

bergabung dengan muda mudi perkampungan lain untuk melaksanakan

tarian tumba tersebut.

Pada saat sekarang ini adanya perubahan dalam pelaksanan tumba

tersebut. Dahulu yang diadakan pada malam terang bulan kini diadakan

pada kegiatan acara besar tertentu seperti hari kemerdekaan negara

Republik Indonesia, peresmian gedung sekolah, peresmian gedung gereja

dan lain - lain. Saat sekarang pelaksanaan tumba tersebut lebih singkat dan

(42)

Pelaksaanaan tumba tersebut bahkan tidak hanya pada malam hari

saja, tetapi pada siang hari tumba tersebut dilakukan. Perubahan –

perubahan ini disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dahulu hiburan pada masyarakat Batak Toba masih jarang sekali. Saat

sekarang hiburan yang ada sudah banyak seperti televisi, radio, internet dan

lain - lain. Sehingga pada saat malam terang bulan masyarakat sudah

jarang berada di halaman perkampungan. Masyarakat lebih memilih untuk

berdiam di dalam rumah dengan kesibukan lain.

4. 1. 3 Gerakan Tarian Tumba.

Sebelum kegiatan martumba dimulai setiap peserta berbaris dan

membentuk sebuah lingkaran. Setelah membentuk lingkaran maka

dimulailah gerakan tarian tumba sambil menyanyikan pantun.

Adapun bentuk gerakan tubuh saat menari tumba adalah :

1. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kanan dihempaskan ke depan

( gambar 1 ).

2. Tangan ditepuk kepinggang dan kaki bagian kanan di kembalikan

keposisi semula ( gambar 2 ).

3. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kiri kembali dihempaskan ke

(43)

4. Setiap peserta berjalan berputar sambil bertepuk tangan ketika nyanyian

pengulangan dan berbalik kembali hingga keposisi semula.

5. Jika terdiri dua barisan lingkaran maka peserta berjalan berputar

berlawanan arah dan berbalik kembali pada posisi semula ( gambar 4 )

(44)

Gambar 3 gambar 4

4. 1. 4 Peserta Dalam Tarian Tumba

Dalam kegiatan tarian tumba yang menjadi peserta tersebut adalah :

1. Muda – Mudi Desa.

Peserta dalam kegiatan tarian tumba adalah seluruh muda – mudi

yang ada di dalam perkampungan baik laki – laki maupun

perempuan.

Seluruh muda – mudi desa terlibat dalam kegiatan martumba.

Umumnya yang lebih berperan aktif dalam kegiatan tarian tumba ini

adalah anak gadis. Sedangkan pemudanya sering hanya ikut dalam

(45)

pemuda ikut menari bersama dengan anak gadis ketika tarian tumba

berlangsung.

Gbr. Muda – mudi sedang melaksanakan tarian Tumba

2. Pengetua Adat.

Pengetua adat ikut menjadi peserta dalam martumba. Mereka juga

sangat berperan dalam kegiatan martumba namun tidak secara

langsung. Para muda – mudi belajar setiap pantun ( Umpasa ) yang

akan dinyanyikan pada pelaksanaan tarian tumba kepada penatua

adat. Karena pengetua adatlah yang lebih banyak menguasai

tentang pantun, baik pantun adat maupun pantun muda – mudi.

Sebelum kegiatan tarian tumba dilaksanakan para pemuda – pemudi

datang kepada pengetua adat untuk mempelajari setiap pantun yang

(46)

juga disusun setiap pantun yang akan dinyanyikan sehingga pantun

yang dinyanyikan dapat berkaitan antara pantun yang satu dengan

yang lain.

Pada saat sekarang ini peserta dalam kegiatan martumba juga

berbeda antara lain :

1. Anak – anak

Pada saat sekarang ini anak – anak merupakan peserta dalam

kegiatan martumba. Adapun yang dimaksud anak – anak adalah

anak sekolah. Saat sekarang biasanya kegiatan martumba dilakukan

oleh anak – anak sekolah pada waktu hari kemerdekaan Republik

Indonesia. Para siswa – siswi dari setiap sekolah akan

mempersembahkan tarian tumba yang mereka bawa untuk

dipertunjukkan sebagai hiburan pada saat hari kemerdekaan tersebut.

Para peserta dari siswa yang ada di sekolah dasar. Untuk menambah

kemeriahan kadang – kadang ini kegiatan martumba yang dilakukan

(47)

Gbr. Anak – anak sekolah sedang melaksanakan tarian tumba.

2. Guru

Guru merupakan salah satu peserta dalam kegiatan martumba namun

tidak secara langsung. Guru berperan untuk mengajari para siswa

dalam melakukan tarian tumba, baik yang membacakan pantun yang

akan dinyanyikan dan juga gerakan yang akan dipertontonkan ketika

tumba dilaksanakan. Pada saat kegiatan martumba berlangsung, guru

berperan membacakan pantun yang akan dinyanyikan. Pada saat

sekarang, guru merupakan pengganti dari pengetua adat yang

mengajarkan pantun – pantun yang akan dibawakan pada saat

kegiatan martumba berlangsung.

(48)

Tarian Tumba adalah tarian yang unik, sebab tarian muda – mudi ini

diiringi dengan nyanyian – nyanyian. Nyanyian – nyanyian tersebut adalah

pantun yang memiliki berbagai makna yang tersirat yang disampaikan

kepada setiap peserta dan penonton tarian tumba. Nyanyian pada saat

dahulu dan sekarang memiliki perbedaan.

Pada saat dahulu lagu – lagu yang dinyanyikan pada pelaksanaan

martumba lebih tersusun dengan baik. Pantun yang dinyanyikanpun saling

berkaitan antara pantun pertama dengan pantun berikutnya sehingga pantun

tersebut lebih enak didengar. Lagu pertama yang dinyanyikan adalah lagu

penghormatan kepada hula – hula perkampungan atau orang yang pertama

sekali membuka perkampungan tersebut, dengan memohon kepada hula –

hula dan penatua adat untuk memperbolehkan kiranya melakukan tumba di

perkampungan tersebut. Pantun yang dinyanyikan setelah memohon

kepada hula – hula adalah pantun yang berkaitan kepada muda – mudi,

baik berupa nasehat maupun hiburan. Pantun tersebut lebih terkhusus

dinyanyikan kepada muda – mudi yang memiliki makna – makna tersirat

kepada setiap muda - mudi. Adapun lagu yang dinyanyikan dalam

pelaksanaan tumba adalah :

5 5 3 3 1 1

(49)

3 4 5 5 6 4 5 5

Asa manurbu panga - loan

4 3 2 2 5 5 4 4

hamalohon ma Anggi

1 1 2 2 3 1 2 5

unang sar di boto do - ngan

5 . 6 5 4 3 2 5

Se - edeng dainang oi nonge

5 . 3 . 3 2 1

Se - deng da i - nang

‘Hari semakin terik

Untuk membakar desa pangaloan

Semakin pintarlah adik

Jangan diketahui teman’

Sedeng ibu oh ibu

Sedenglah ibu

Pukka ma lagemi

(50)

Lage namarhasumba

‘Tikar yang berwarna merah’

Tapukka ma ende ta ende

‘Kita mulailah lagu’

Na mardongan tumba

‘Lagu mendampingi tumba’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedenglah ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Manuk jarum bosi

‘Ayam jarum bosi’

Mangeat ho dirassang bosi

‘Bertengger di kayu ransang bosi’

Nasorokkap ni tondi

‘Yang bukan jodoh’

Pangeolhon ma panotnot i

‘Tarianku inilah dilihat’

Sedeng dainang oi nonge

(51)

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Sorat motor martimbang

‘Berat mobil martimbang’

dibantu sibual – bual i

‘Dibantu mobil sibual – buali’

E surat hon mandok marsirang

‘Surat ini berkata berpisah’

Unang be sai datdat i

‘Jangan selalu kau ulangi’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedenglah ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Arirang didokkon ho

‘bunga enau kau katakan‘

Bane – bane na hubarbari

‘kayu bane ku potongi’

Marsirang didokkon ho

‘berpisah kau katakan’

(52)

‘terima kasih ku katakan’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedenglah ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Hodong do lili ku

‘Tulang kelapa lidiku’

Bane – bane na hubarbari

‘Kayu bane kupotongi’

Holan tu ho do nipikku

‘Hanya kepadamu mimpiku’

Ganup borngin ganup ari

‘Tiap malam tiap hari’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedeng ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Hutarik – hutarik

(53)

Hutarik marenet – enet

‘Kutarik dengan hati – hati’

Molo hujaha surat mi

‘Jika kubaca suratmu’

Iluki sabur manetek

‘Air mataku jatuh’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedeng ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Tiur ni bulanon

‘Terangnya bulan’

Marmeam hita di alaman

‘Bermain kita di halaman’

Tanda ma naung adong

‘Nampak sudah ada’

Namarbaju ni huta on

‘Anak gadis di kampung ini’

Sedeng dainang oi nonge

(54)

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Satallik ni gulang – gulang

‘Sepotong kayu penyanggah’

Paembang rere di alaman

‘Bentangkan tikar di halaman’

Santabi dihula – hula

‘Permisi kepada penatua’

Marembas hami di alaman

‘Menari kami di halaman’

Sedeng dainang oi nonge

‘Sedeng ibu oh ibu’

Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Setelah pantun ini habis dinyanyikan, maka untuk menyanyikan

pantun yang baru dinyanyikan terlebih dahulu pantun khusus untuk

(55)

Ta singkam ma jolo

‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari

‘Pisang sitabar diratakan’

Ta singkap nama jolo

‘Kini kita gantilah’

Lagu na asing taulahi

‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang

‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi

‘Lagu yang lain diulangi’

5 1 . 1 1 . 2 3 .

Mandurung di - a rirang

3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5

So – tar huar siala ta - no

5 1 0 1 3 3 . 2 5

Disor ma ude udeng

(56)

malungun di amang da inang

3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5

So – tar suruk toru - ni ta - no

5 2 0 2 7 5 . 2 1 1

Disor ma ude - e ude

‘Menjaring di arirang

Tak tergalik buah siala’

Disorma ude - ude

‘Rindu kepada ibu

Tak terselami bawah tanah’

Disorma ude – ude

Addilo na hinan

‘Pohon addilo yang dahulu’

Hadang – hadangan saonari

‘Menjadi tas sandang sekarang’

Disor ma ude - ude

Bagian na hinan

(57)

Mananggung badan saonari

‘Menanggung badan sekarang’

Disor ma ude – ude

Di paddurung durungan hi

‘Di tempat kolam – kolamku’

Dua – dua issor di batu

‘Ada ikan insor di batu’

Disor ma ude - ude

Di parlungunan hi

‘Di dalam rinduku’

Dua – dua ilu madabu

‘berjatuhan air mataku’

Disor ma ude – ude

Hu tatap lobu tua

‘Ku pandang desa lobu tua’

Hu tailihon lobu tolong

‘Ku toleh ke desa lobu tolong’

Disor ma ude - ude

Molo hu tatap na martua

(58)

Tar ilu – ilu simalolong

‘Berlinang air mata’

Disor ma ude - ude

Be ha bahenon i

‘Bagaimana jadinya’

Malamun pisang di balian

‘masak pisang di ladang’

Disor ma ude - ude

Beha bahenon i

‘Bagaimana jadinya’

Mardomu nasib tu bagian

‘Ketemu nasib dan kenyataan’

Disor ma ude – ude

Pitola so pitola

‘Pitola tidak pitola’

Pitola ni passur batu

‘Pitola di pancur batu’

Disor ma ude - ude

Sikkola so sikkola

(59)

Ni arsak ni namarbaju

‘Kesedihan anak gadis’

Disor ma ude – ude

Ta singkam ma jolo

‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari

‘Pisang sitabar diratakan’

Ta singkap nama jolo

‘Kini kita gantilah’

Lagu na asing taulahi

‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang

‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi

‘Lagu yang lain diulangi’

5 5 5 5 1 3 3

Duda ma - i tak mi

2 3 2 1 2 2 . 5

(60)

5 5 5 5 1 2 2

Saut i - lo mo mi

1 2 1 3 2 1 . 1

Saut ma ho sumolsolba gi

‘Tumbuklah tepung berasmu

Jadilah punya itak basi

Kehendakmu yang jadi

Kelak penyesalan nanti’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Tandiang piar – piar

‘Pohon tandiang piar – piar’

Ho narian

‘Kau tadi siang’

Inang boru gultom

‘Gadis gultom’

(61)

‘Dari mana tadi siang’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Ndada sian dia

‘Tidak dari mana – mana’

Sian passur paridian

‘Dari tempat pemandian’

Paias – ias daging

‘Bersih- bersihkan badan’

Asa lakku tu pariban

‘Agar laku kepariban’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Indion sabi tolong

(62)

Manang marsambilu – sambilu

‘Atau mempunyai sambilu’

Ingot hami ito

‘Ingatlah kami adik’

Anggo marsahali saminggu

‘Paling tidak sekali seminggu’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Ndang sambilu sambilu

‘Tidak mempunyai sambilu’

Manang marsaludeng saludeng

‘Mempunyai saludeng pun jadi’

Ndang sahali saminggu

‘Tidak sekali seminggu’

Nanggo marsahali sabulan

‘Sekali sebulan pun jadi’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

(63)

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Hodong do liliku

‘Hodong lidiku’

Goring – goring mali – mali

‘Kayu kering mali – mali’

Holan tu ho do nipingku

‘Hanya kepadamu mimpiku’

Ganup borngin ganup ari

‘Tiap malam tiap hari’

Idem taridem idem idem taridem olo

‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘

Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Ta singkam ma jolo

‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari

‘Pisang sitabar diratakan’

Ta singkap nama jolo

‘Kini kita gantilah’

(64)

‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang

‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi

‘Lagu yang lain diulangi’

Poltak mata niari

‘Terbit matahari’

Mate – mate tu hasuddutan

‘Di barat terbenam’

Madabu soro niari

‘Kelak jatuh suatu hari’

Tu ise do panggissurutan

‘Kepada siapa pengaduan’

Sekka na uli natinerawang

,Sapu tangan yang diterawang’

Natinerawang natinerawang

‘Yang diterawang yang diterawang’

Anak nauli sanggup melawan

‘Anak baik sanggup melawan’

(65)

‘Sanggup melawan sanggup melawan’

Natinittip sanggar

‘Dipotong sanggar’

Baen huru – huruan

‘Untuk membuat sangkar’

Jolo sinukkun marga

‘Dahulu bertanya marga’

Asa binoto partuturan

‘Agar tahu cara menyapa’

Bayon situdu

‘Pandan situdu’

Naripe di panggotapan

‘Tinggal dipotongi’

Oinang pangitubbu

‘Ibu yang mengandung’

Naripe di panggoaran

‘Tinggal pemanggilan’

(66)

‘Kayu di atap’

Parasaran ni borong – borong

‘Tempat sarang kumbang’

Bulan na diginjang

‘Bulan yang di atas ‘

Pardomuan ni simalolong

‘Pertemuan antara kita’

Pining di rahis – rahis

‘Pinang di tanah terjang’

Jinakkit manogot – nogot

‘Dipanjat pagi – pagi’

Gogo damang massari

‘Semangatlah nak bekerja’

Atik na rap di hita sogot

‘Mungkin sama kita kelak nanti’

Met – met do sikkoru

‘Kecil sikoru’

Nungga di haddang haddangi

(67)

Metmet dope siboru

‘Masih kecil sigadis’

Nungga di tandang tandangi

‘Sudah didekat – dekati’

Pada saat sekarang beberapa umpasa yang dinyanyikan pada waktu

martumba mengalami beberapa perubahan. Namun tetap lagu pertama yang

dinyanyikan adalah permohonan kepada penonton untuk mempertunjukkan

kegiatan martumba. Peserta dalam kegiatan martumba memberikan

penghormatan kepada setiap penonton dan sekaligus meminta ijin untuk

melaksanakan kegiatan martumba. Karena kegiatan martumba

dilaksanakan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, pantun yang

dinyanyikan juga mengenai tentang kemerdekaaan Indonesia.

Jika dilihat pada sekarang bahwa pantun yang dinyanyikan tidak

hanya terkhusus kepada muda – mudi saja. Bahwa pantun tersebut

ditujukan kepada siapa saja yang menyaksikan kegiatan martumba. Pantun

yang ditujukan kepada profesi tertentu. Misalnya pantun kepada bapak –

ibu yang bekerja sebagai petani, pedagang dan lain - lain. Bahkan pantun

yang dinyanyikan ditujukan kepada penonton yang lebih dihormati.

(68)

Pada selesai kegiatan martumba, pantun yang dinyanyikan adalah

pantun yang berisikan permohonan kepada penonton untuk permisi untuk

pulang bahwa tarian tumba telah selesai. Adapun lagu yang dinyanyikan

pada saat sekarang ini diantaranya :

Tangan do botohon

‘Seluruh bagian tangan’

Na marujungkon jari – jari

‘Diujungnya jari tangan’

Jonjong hami dison

‘Kami berdiri disini’

Jumolo hami marsantabi

‘Lebih dahulu kami permisi’

Jonjong hami dison ale amang ale inang

‘Kami berdiri bapak ibu’

Muda - mudi ( Janjinauli )

‘Muda – mudi ( Janjinauli )’

Tumba sirege – rege tumba tumba

‘Tumba sirege – rege tumba tumba’

Martumba hami on ale amang ala inang

(69)

Muda – mudi ( Janjinauli )

‘Muda – mudi ( Janjinauli )’

Beta hita tu dolok

‘Ayo ke hutan’

Na marsitiang ni bendera

‘Mengambil tiang bendera’

Sude maolop – olop

‘Semua bersuka cita’

Na hita on naung merdeka

‘Bahwa kita sudah merdeka’

Manuk jarum bosi

‘Ayam jarum bosi’

Martahuak di alaman

‘Berkokok di halaman’

Horas ma pak polisi

‘Salam sejahtera pak polisi’

Na menjagai keamanan

‘Yang menjaga keamanan’

Habang ma pitola

(70)

Sai Songgop ma tu dangka – dangka

‘Selalu hinggap di dahan’

Hita parsingkola

‘Kita yang bersekolah’

Unang lalap di parabola

‘Jangan hanya menonton’

Honas ni sapilpil

‘Nenas sapilpil’

Sai ganjang duri – duri na

‘Panjang durinya’

Horas angka pemimpin

‘Semangat para pemimpin’

Nang songon i panuturina

‘Begitu juga pengikutnya’

Untuk mengakhiri kegiatan martumba, maka dinyanyikanlah pantun

( umpasa ) yang khusus dinyanyikan untuk menyatakan bahwa kegiatan

martumba sudah berakhir. Adapun pantun tersebut adalah :

(71)

‘Terbang burung walet’

Sai songgop ma tu dakka – dakka

‘Hinggap di dahan kayu’

Marujung ma meam – meam

‘Berakhirlah permainan’

Horas be horas be

‘Salam sejahtera bagi kita semua’

Mulak ma hami

‘Pulanglah kami’

4. 1. 6 Pakaian Yang Digunakan

Pakaian yang digunakan pada dahulu tidak memiliki pakaian yang

secara terkhusus, seperti memakai pakaian adat yang secara khusus yang

bersifat formal. Hal ini dikarenakan bahwa pada dahulu acara martumba

dilakukan secara spontanitas dan juga pada dasarnya bahwa dahulu tarian

tumba yang dilakukan muda – mudi adalah hiburan. Jadi pakaian yang

digunakan hanya pakaian yang dikenakan adalah bebas apa adanya karena

pada saat tarian tumba diadakan ketika para gadis di perkampungan selesai

menganyam tikar dan menumbuk padi.

Pada saat sekarang pelaksanaan martumba, pakaian yang digunakan

(72)

pelaksaan tersebut setiap peserta telah ada menggunakan ulos. Ulos tersebut

dikenakan pada tubuh, bahkan ada yang menggunakan pakaian adat batak

secara menyeluruh. Bukan hanya ulos yang digunakan, juga memakai

pakaian kain panjang yang diikatkan pada pinggang setiap peserta

kemudian kedua ujung pakaian tersebut diikatkan pada kedua jari. Sehingga

ketika setiap peserta melakukan tepuk tangan maka pakaian tersebut terlihat

lebih indah. Perubahan pakaian ini karena seiring perubahan makna dalam

tarian tumba. Dahulu tarian tumba dilaksanakan sebagai hiburan yang

dilakukan muda – mudi kini perlahan bergeser menjadi pentas seni yang

dipertontonkan.

4. 1. 7 Alat Musik Yang Digunakan

Untuk alat musik yang digunakan pada pelaksanaan tumba tidak

menggunakan alat musik tradisional lengkap. Alat musik yang digunakan

tidak hanya alat musik tradisional Batak Toba tetapi juga alat musik yang

sering digunakan pada saat ini yang berasal dari budaya lain. Karena

kegiatan martumba tidak dilakukan pada acara adat. Martumba ini adalah

kegiatan muda – mudi. Alat musik yang sering digunakan untuk mengiringi

martumba adalah sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur cerita rakyat Batak Toba dan fungsi cerita rakyat tersebut bagi masyarakat yang memilikinya dalam hal ini masyarakat Batak

Seni tari dalam masyarakat Batak Toba disebut dengan Tor-tor, yang biasanya dilakukan pada acara tententu, seperti pernikahan, kematian, dan upacara adat lainnya.. Pada

diperoleh dari penelitian ini, bahwa makna metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba.. merupakan suatu bentuk ekspresi emosi Masyarakat Batak Toba yang

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa makna metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba merupakan suatu bentuk ekspresi emosi Masyarakat Batak Toba yang

Pangan pokok adalah makanan yang dijadikan sebagai makanan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat.Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Baktiraja ini di

Oleh sebab itu, di mana pun orang Batak Toba tinggal, hal yang paling utama yang harus dilakukan untuk mempertahankan hidup mereka adalah adalah dengan bekerja keras, sebab tanpa

Masyarakat Batak Toba: Kajian Wacana”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan belum terbentuknya keutuhan dan kepaduan wacana dalam upacara marunjuk masyarakat Batak

PERSEPSI MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DAN BATAK KARO DALAM KONTEKS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa