FUNGSI
MARTUMBA
BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA
DI PAHAE : KAJIAN FOLKLOR
Skripsi Sarjana O
L E H
NAMA
: BILFERI HUTAPEA
NIM
: 070703004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK
MEDAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak,
sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, dari
lubuk hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Syahron Lubis, M.A Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, Pembantu Dekan I, II, III Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku ketua jurusan Sastra
Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada penulis
baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I dan
juga dosen akademik penulis, yang telah banyak mengorbankan
waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Ramlan Damanik, M.Hum selaku pembimbing II yang telah
bersusah payah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi
5. Seluruh dosen yang ada di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis
dan memberikan perhatian kepada penulis semenjak berada di
Jurusan Sastra Daerah.
6. Teristimewa kepada Ayahanda HST. Hutapea dan Ibunda S.
Pardede yang telah banyak berkorban baik materi, tenaga
maupun pikiran dari sejak kanak – kanak sampai menyelesaikan
studi di Jurusan Sastra Daerah fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara. Adik penulis Sabda Hutapea dan juga adik
kecilku Trigustina Hutapea yang telah banyak memberi dorongan
dan semangat dan harapan serta hiburan kepada penulis.
7. Amang boru B. Sitompul dan keluarga yang selalu memberikan
perhatian, semangat dan juga dorongan kepada penulis.
8. Sondang Megane yang selalu memberikan perhatian dan
semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan sampai
terselesainya penulisan skripsi ini.
9. Kakanda Winda, Valentina, Bob Hendro, Irwan serta kakak –
kakak stambuk ’04, ’05, ‘06 yang selalu memberikan semangat
dan masukan kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun
10. Rekan – rekan di kampus Arianus, Parsaoran, Christanto, Wico,
Elisabeth dan masih banyak lagi yang belum penulis sebutkan.
Terima kasih atas perhatian dan doanya kepada penulis.
11. Adik – adik stambuk ’08,’09,’010 terima kasih atas dukungan
yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar – besarnya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus
memberikan kehidupan yang baik kepada kita semua sekarang, yang akan
datang bahkan sampai selama – lamanya.
Medan, September 2011
Penulis
ABSTRAK
Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat
erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya
tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.
Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah
tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,
khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan
menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak
dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat
untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.
Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang
dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena
tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah
pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna
tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada
penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi
masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja
sama dan juga sebagai alat pendidik.
Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba
tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak
Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba
merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita
pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “ Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak
Toba di Pahae “. Sesuai dengan judul skripsi di atas maka hal pertama yang
akan dibahas adalah mengenai deskripsi tentang martumba setelah itu
dianalisis fungsi dari martumba yang terdapat pada masyarakat Batak Toba
di Pahae.
Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan,
yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan anggapan dasar. Bab kedua merupakan tinjauan
pustaka yang mencakup teori yang digunakan. Bab ketiga adalah metode
penelitian yang mencakup metode dasar, sumber data penelitian, instrumen
penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
Bab keempat merupakan hasil dan pembahasan, yang menjelaskan
mengenai deskripsi tentang martumba yang ada di Pahae kemudian
menjelaskan fungsi dari martumba tersebut. Bab yang terakhir merupakan
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide,
maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen
Fakultas Ilmu Budaya USU umumnya dan Sastra Daerah khususnya serta
teman – teman yang telah memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis
dalam menyelesaikan skrpsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dalam melakukan penelitian nantinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena, itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan dan tercapainya ke arah
kesempurnaan.
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
3.3 Instrumen Penelitian... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 29
4.1 Deskripsi Martumba ... 29
4.1.1 Sejarah Tarian Tumba... 29
4.1.2 Pelaksanaan Tarian Tumba... 30
4.1.3Gerakan Tarian Tumba ... 32
4.1.4 Peserta Dalam Tarian Tumba ... 34
4.1.5 Lagu Yang Dinyanyikan ... 37
4.1.6 Pakaian Yang Digunakan ... 60
4.1.7Alat Musik Yang Digunakan ... 61
4.1.8 Makna Dari Gerakan Tumba Yang Merupakan Perlambang ... 63
4. 2 Fungsi Martumba ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN :
1. Daftar Informan
ABSTRAK
Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat
erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya
tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.
Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah
tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,
khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan
menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak
dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat
untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.
Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang
dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena
tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah
pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna
tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada
penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi
masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja
sama dan juga sebagai alat pendidik.
Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba
tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak
Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba
merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita
pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan
bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada
di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan
daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak – puncak
kebudayaan daerah. Maksudnya puncak – puncak kebudayaan daerah
adalah unsur - unsur kebudayaan daerah yang bersifat universal dan dapat
diterima oleh suku – suku bangsa, tanpa menimbulkan gangguan terhadap
latar belakang budaya kelompok yang menerima sekaligus mewujudkan
konfigurasi atau gugusan kesatuan budaya nasional.
Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat
erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya
tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.
Tetapi tindakan demikian persentasinya kecil. Tindakan yang merupakan
kebudayaan dibiasakan melalui proses belajar ( Ihromi, 2006:13 ).
Gultom ( 1992 : 253 ) mengatakan adapun kebudayaan tersebut
a. Kebudayaan sebagai kompleks gagasan.
Wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, merupakan konsep dan
pikiran manusia. Sebagai kompleks gagasan, kebudayaan adalah bersifat
abstrak, yang tidak dapat dilihat, didengar, dan diraba. Wujud ini disebut
sistem budaya. Sistem budaya adalah rangkaian proses gagasan atau
rangkaian proses pandangan – pandangan yang paling berharga dan
bernilai dalam hidup manusia.
Gagasan – gagasan ini adalah merupakan pandangan – pandangan
terhadap sesuatu dalam hidupnya. Gagasan atau pandangan tadi
mencakup antara lain :bagaimana pandangan tentang Ketuhanan,
bagaimana pandangan manusia mengenai alam, bagaimana pandangan
manusia tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana pula pandangan manusia
tentang waktu.
b. Kebudayaan sebagai kompleks aktivitas.
Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas adalah interaksi
– interaksi manusia yang timbul berkat nilai budaya yang dihayati untuk
menghadapi lingkungannya interaksi manusia untuk menghadapi
lingkungannya adalah wujud nilai budaya dalam bentuk sosial.
Sistem sosial adalah sistem yang menata hubungan manusia dengan
manusia dengan manusia. Masyarakat mendorong aktivitas lain untuk
berkarya guna kebutuhan sosial. Melalui sistem sosial ini diketahui
bagaimana sistem kemasyarakatan, sistem kerabat kelompok keluarga dan
keluarga inti, atau keluarga satu suku bangsa.
c. Kebudayaan sebagai kumpulan benda.
Wujud kebudayaan sebagai kumpulan benda atau artipaks disebut aset
budaya yang tumbuh dari kompleks aktivitas demi kebutuhan sosial. Untuk
kebutuhan spritual maupun untuk kebutuhan material mendorong manusia
itu untuk berbuat atau berkarya. Hasil kerja demikian disebut karya budaya.
Berwujud kongkrit dan nyata dan sering disebut dengan istilah Phisical
culture. Karya budaya itu tumbuh dari sistem sosial yang merupakan
kompleks gagasan atau nilai budaya. corak dari karya budaya yang tumbuh
dari sistem sosial itu berkat ide vital nilai budaya.
Penelitian pada karya budaya akan dapat mengetahui sistem sosial
dan nilai yang bersumber dari gagasan mengapa karya budaya itu ada. Para
ahli sependapat bahwa unsur kebudayaan materi itu adalah kebutuhan sosial
antara lain tentang sistem masyarakat, bahasa, sistem ekonomi,
pengetahuan, teknologi, kesenian dan religi.
Kedudukan manusia terhadap kebudayaan yaitu sebagai penganut
kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan
pada persoalan yang memintakan pemecahan dan penyelesaian. Dalam
rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi
kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.
Begitu pula dengan sejarah perkembangan kebudayaan yang ada di
Indonesia dan daerah. Kebudayaan terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan manusia sehingga menghasilkan beragam budaya. Khasanah
kekayaan budaya suku – suku bangsa di Indonesia sebagian masih belum
tertulis dan sebagainya telah terhimpun dalam data verbal. Berbagai adat –
istiadat, permaianan rakyat, cerita rakyat serta deskripsi tentang wujud dan
unsur – unsur kebudayaan disamping ada yang telah tertulis akan tetapi
masih banyak yang belum ditulis dan dibukukan. Masih banyaknya
khasanah kebudayaan yang belum diketahui secara luas dan belum ditulis,
tidak terlepas masih kuatnya tradisi lisan.
Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah tarian
rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan,
khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan
menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak
dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat
Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah gerakan
badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik. Tari
merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya
menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan
mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi
atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.
Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak
yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif
mendukung kesan visual yang ada ( Nursantara, 2006 )
Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi
dari sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri.
Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari
sekelompok orang atau masyarakat.
Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler,
secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan
yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu.
Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari.
Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau
mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya
Tarian yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa bagian :
1. Tarian Tradisional
Tarian tradisional merupakan bentuk tari yang sudah lama ada,
diwariskan secara turun temurun, seperti biasanya mengandung nilai
filosofis, simbolis dan religius. Semua aturan ragam, formasi dan
busana dan riasnya hingga kini tidak banyak berubah.
2. Tarian Nusantara
Jenis tarian ini merupakan tarian tradisi daerah yang sudah
dikreasikan kembali. Kreasi ini bisa merupakan kreasi bebas maupun
hasil perpaduan gerak dan gaya tari antaretnik sehingga muncul jenis
baru.
3. Tarian Kreasi
Tarian kreasi merupakan tarian yang lepas dari standart tari yang
baku. Jenis tarian ini dirancang menurut kreasi penata tari sesuai
dengan situasi dan kondisi dengan tetap memelihara nilai artistiknya.
Tari kreasi baik sebagian penampilan utama maupun sebagian tarian
bervariasi, sehingga muncul istilah tari modern. Tarian ini dapat pula
dimodifikasi dengan drama.
Seperti suku – suku yang lainnya yang ada di daerah Indonesia yang
memiliki beraneka ragam budaya dan adat istiadat, memiliki tarian rakyat
tersendiri. Salah satunya adalah suku Batak yang terdiri dari subsuku,
diantaranya adalah suku Batak Toba yang mendiami wilayah Tapanuli
yang memiliki budaya dan adat istiadat tersendiri yang memiliki tarian
rakyat.
“Tarian pada masyarakat Batak Toba berasal dari tari yang berkaitan
animisme. Pada mulanya tarian itu dimainkan untuk memuja dewa – dewa.
Tarian yang khusus disampaikan kepada dewa akhirnya menjadi tarian
umum yang kemudian menjadi seni budaya Batak Toba ( Tambunan, 1982 :
85 )”
Masyarakat Batak Toba memiliki tarian yang disebut dengan tor-tor.
Kegiatan menari ( manortor) ini diiringi dengan alat musik tradisional
( gondang sabangunan ). Tarian yang dilakukan pada waktu upacara adat
perkawinan, kematian dan lain – lain. Pada masyarakat Batak Toba di
Pahae terdapat tarian tradisonal yang unik disebut dengan martumba.
Martumba memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan
diiringi nyanyi dan gerakan. Suatu kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok muda – mudi. Tarian yang dilakukan sekelompok muda –
mudi di Pahae mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosinya. Muda
– mudi yang melakukan gerakan serentak dan sambil bernyanyi secara
bersamaan menyalurkan atau meluapkan perasaan kegembiraan mereka.
Martumba dahulu sering ditampilkan masyarakat Batak Toba di
Pahae pada waktu terang bulan dan kini dilakukan sewaktu kegiatan besar
dan perayaan tertentu saja dalam masyarakat Batak Toba. Sering juga
dibuat sebagai perlombaan di kalangan muda – mudi di masyarakat Batak
Toba.
Satu kegiatan yang menjunjung tinggi kebersamaan antara sesama
muda- mudi. Untuk itu penulis merasa perlu untuk meneliti ini dikarenakan
pengaruh modernisasi masyarakat sekarang khususnya muda – mudi
tingkat menjunjung nilai kebersamaan semakin berkurang. Kebersamaan
antara sesama muda – mudi sudah semakian jarang ditemukan.
Penelitian ini bermanfaat agar senantiasa tarian yang secara khusus
dari Pahae yang dilakukan muda – muda ini tidak hilang ditelan jaman
begitu saja. Sebagai penambah khasanah kebudayaan daerah Batak Toba
dan juga kebudayaan Indonesia yang berfungsi sebagai penanda identitas
1.2 Rumusan Masalah
Martumba ( tarian tumba ) merupakan kebudayaan Batak Toba yang
dilakukan oleh muda – mudi dalam mengekpresikan perasaan kegembiraan
mereka secara bersamaan. Dalam kegiatan martumba yang dilakukan muda
– mudi secara serentak diiringi alunan nyanyian . Salah satu Dalam kegitan
ini merupakan suatu acara hiburan tersendiri bagi masyarakat Batak Toba di
Pahae. Suatu kegiatan yang dipertunjukkan oleh muda – mudi.
Sesuai dengan sebuah judul penelitian, yaitu “ Fungsi Martumba
Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae “ maka dari hasil penelitian ini dapat
mengetahui fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan mengetahui perumusan
masalah yang akan dibahas, penulis memberikan rumusan masalah yaitu :
1. Apakah pengertian tentang tarian tumba pada masyarakat Batak
Toba di Pahae ?
2. Apakah fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae ?
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka yang menjadi
sasaran tujuan yang hendak dicapai adalah :
1. Untuk mendeskripsikan pengertian tentang tarian tumba yang ada
pada masyarakat Batak Toba di Pahae.
2. Untuk menjelaskan fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di
Pahae.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat memberi manfaat
sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah kepustakaan folklor yang ada di Indonesia.
Mendokumentasikan tarian tumba tersebut agar terhindar dari
kepunahan dan dapat diwariskan kepada generasi penerus dan juga
untuk menambah atau memperkaya teori dan konsep kebudayaan
suku Batak Toba khususnya tentang fungsi martumba bagi
masyarakat Batak Toba.
2. Secara prakis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi
masyarakat Batak Toba khususnya muda – mudi tentang tarian
tumba dan memotivasi untuk melakukan tarian tersebut. Bagi
Masyarakat Batak Toba khususnya tarian dan tertarik untuk
memahami kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri.
Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan
perhatian dalam penelitian bidang budaya daerah Batak Toba dan
menunjang program pemerintah dalam upayah mengembangkan
budaya nasional.
1.4 Anggapan Dasar
Penelitian mengenai kegiatan martumba di Pahae Kabupaten
Tapanuli Utara penulis lakukan karena penulis pernah menyaksikan
kegiatan martumba dan juga ikut melakukan kegiatan martumba tersebut
pada waktu perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.
Arikunto ( 1987:17 ) mengatakan anggapan dasar adalah sesuatu
yang diakui kebenarannya oleh peneliti dan berfungsi sebagai pijakan bagi
peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut. Oleh sebab itu, anggapan
dasar itu tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Secara umum anggapan
dasar inilah yang merupakan dasar dan titik tolak penyusunan sebuah
1. Kegiatan martumba merupakan salah satu identitas budaya dari
masyarakat Batak Toba khusunya yang berdomisili di wilayah
Pahae.
2. Tumba merupakan warisan budaya dari leluhur masyarakat Batak
Toba.
3. Tumba sangat penting untuk diteliti dan ditulis dalam bentuk karya
ilmiah, agar warisan kebudayaan semakin dapat dikenal oleh
kalangan masyarakat khususnya bagi muda – mudi Batak Toba dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya
ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep – konsep yang
mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang semuanya itu
bersumber dari pendapat para ahli, emperisme ( pengalaman peneliti ),
dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
Sesuai dengan judul skripsi ini yakni : Fungsi Martumba Bagi
Masyarakat Batak Toba di Pahae : Kajian Folklor, maka kajian pustaka
mencakup tentang implementasi atau perwujudan tarhadap fungsi tarian
tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae, dan teori yang
Kepustakaan Yang Relevan Pengertian Fungsi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diketahui bahwa ada
beberapa pengertian tentang fungsi, baik secara etimologi maupun secara
leksikologi.
Secara leksikal fungsi memiliki pengertian sebagai kemampuan yang
dimiliki dari seseorang yang sesuai dengan pekerjaan dan tugasnya. Ada
juga lagi yang disebut dengan fungsi sosial yang berarti kegunaan suatu hal
bagi hidup suatu masyarakat.
Salah satu fungsi Tarian tumba yang ada pada masyarakat Batak
Toba di Pahae adalah sebagai hiburan pada masyarakat yang ada di Pahae.
Dahulu masyarakat yang ada di Pahae belum memiliki banyak hiburan
yang ada seperti saat sekarang ini. Pada saat terang bulan berlangsung
ketika masyarakat banyak berkumpul di halaman perkampungan, muda –
mudi bersaamaan melakukan tarian tumba di halaman perkampungan
tersebut. Ini merupakan sebagai hiburan yang dipertontonkan masyarakat
yang ada di Pahae yang dapat menghibur setiap masyarakat yang
menyaksikan tarian tumba tersebut.
Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah
gerakan badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik.
Tari merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya
menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan
mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi
atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.
Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi dari
sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri.
Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari
sekelompok orang atau masyarakat.
Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler,
secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan
yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu.
Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari.
Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau
mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya
untuk ekspresi, penikmatan estetika dan hiburan.
Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak
yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif
Menurut Nursantara ( 2006 ) Sebuah tarian merupakan perpaduan
dari beberapa buah unsur. Unsur – unsur ini yaitu wiraga ( raga ), wirama
(irama ) dan wirasa ( rasa ). Ketiga unsur ini melebur menjadi satu
membentuk tarian yang harmonis. Ketiganya harus dilakukan dengan
selaras. Jika salah satu unsur ini tidak dilakukan dengan baik, tarian akan
terlihat kurang indah.
Wiraga adalah dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari.
Gerak merupakan substansi baku dalam tari. Bagian fisik manusia yang
dapat menyalurkan ekspresi dalam bentuk gerak tari. Diantaranya adalah
- Jari – jari tangan - Jari – jari kaki
Wirama adalah suatu pola untuk mencapai gerakan yang harmonis.
Di dalamnya terdapat pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian.
Ada dua macam irama untuk tari :
Wirama tandak adalah wirama yang tetap dan murni dengan ketukan
dan aksen yang berulang – ulang dengan teratur.
2. Wirama bebas
Wirama bebas adalah wirama yang tidak selalu memiliki ketukan
dengan aksen yang berulang – ulang dan teratur.
Wirasa merupakan tingkatan penghayatan dan penjiwaan dalam
tarian. Penghayatan dan penjiwaan itu seperti : tegas, lembut, gembira dan
sedih, yang diekspresikan melalui gerakan dan mimik wajah sehingga
melahirkan keindahan.
Richard Sinaga ( 1994 : 399 ) mengatakan bahwa martumba adalah
tarian muda – mudi yang dilakukan sambil menyanyikan lagu – lagu
berpantun, biasa dilakukan pada malam hari pada waktu terang bulan.
Teori Yang Digunakan
Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara
umum dan akan mempermudah seorang penulis untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam penelitian. Teori sangat diperlukan untuk
membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi tuntunan kerja bagi
jelas, agar masalah yang hendak diuraikan dapat terperinci dan terarah
dengan baik.
Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori folklore
untuk mengkaji fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di
Pahae.
Folklor merupakan sebagai sesuatu disiplin ilmu atau cabang ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri di Indonesia. Suatu ilmu yang belum lama
dikembangkan oleh para ahli kebudayaan di Indonesia. Berdasarkan
etimologi ( asal usul kata ), kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu
folklore. Kata itu merupakan pengabungan dari dua suku kata yaitu folk dan
lore. folk memiliki arti yang sama dengan kata kolektif.
Menurut Dundes ( dalam Dananjaya, 1986:1) :
folk merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri – ciri pengenalan fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. ciri – ciri pengenalan itu antara lain dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama yang sama, taraf pendidikan yang sama dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama.
Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa folklore adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar
yang diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan, maupun
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (
mnemonic device ).
Dengan demikian yang menjadi objek penelitian foklor Indonesia
adalah semua folklor dari folk yang ada di Indonesia, baik di pusat maupun
di daerah, di kota maupun di desa, pribumi maupun keturunan asing
( peranakan , baik warga negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan
identitas kelompoknya dan mengembangkan kebudayaan mereka di
Indonesia. Bahkan penelitian folklor Indonesia dapat diperluas lagi dengan
meneliti folklor dari folk Indonesia yang kini sudah lama ada berada di luar
negeri. Penelitian folklor ini menjangkau seluruh masyarakat Indonesia
dimana saja, asal saja masih ada kesadaran dalam masyarakat Indonesia
akan identitas kelompoknya.
Ciri pengenalan folklor pada umumnya dapat dirumuskan sebagai
berikut :
(a) Penyebaran dan pewarisannya biasa dilakukan secara lisan, (b) Folklor
bersifat tradisional, (c) Folklor ada (exist) dalam versi – versi bahkan varian
mempunyai bentuk berumus atau berpola, (f) Folklor mempunyai kegunaan
(function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) Folklor bersifat
pralogis (logika sendiri),
(h) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu,
(i) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali
kelihatannya kasar, terlalu spontan.
Menurut Brunvand ( Danandjaya, 1986 : 21 ) berdasarkan
bentuknya folklor dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
2. Folklor lisan ( verbal folklore )
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan,
bentuk – bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok
besar ini antara lain : (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat,
julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan, (b) ungkapan
tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pameo, (c) pertanyaan
tradisional, seperti teka – teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam,
dan syair, (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan
(f) nyanyian rakyat.
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat
misalnya, yang oleh masyarakat modern sering kali disebut dengan
takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan
gerak isyarat yang dianggap
mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik
yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau
ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat dapat
melindungi diri atau dapat membawa rejeki, seperti batu – batu permata
tertentu.
Bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain
kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat,
adat – istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain – lain.
4. Folklor bukan lisan ( non verbal folklore ).
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan,
walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini
dapat dibagi menjadi dua subkelompok yakni yang material dan yang bukan
material. Bentuk – bentuk folklor yang tergolong material antara lain
arsitektur rakyat ( bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan
makanan dan minuman rakyat, dan obat – obatan tradisional. Sedangkan
yang termasuk dalam bentuk bukan material antara lain gerak isyarat
tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan musik rakyat.
Tarian tumba ini merupakan folklor yang digolongkan ke dalam
folklor sebagaian lisan. Namun tarian yang dinyanyikan, dan lirik yang
dinyanyikan adalah pantun (umpasa) yang merupakan bagian dari folklor.
Tarian ini dikelompokkan ke dalam folklor sebagian lisan. Sedangkan
nyanyian rakyat dan pantun yang mengiringi tarian tersebut merupakan
bagian dari folklor lisan.
Adapun fungsi Folklor tersebut menurut Willian R. Bascom ( dalam
Dananjaya 1986 : 19 ) adalah
1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system ), yakni sebagai alat
pencermin angan – angan suatu kolektif.
2. Sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga
kebudayaan
3. Sebagai alat pendidikan anak ( pedagogical device ).
4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara etimologi metode penelitian berasal dari kata metode yang
artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logis adalah
ilmu atau pengetahuan. Jadi metode penelitian adalah cara melakukan
sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu
tujuan ( Naburko, 1997 : 1).
3.1 Metode dan Teknik
Penggunaan metode dalam penelitian ini merupakan metode yang
analisis dengan mengesplitasikan pada pokok masalah untuk mendapatkan
suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang akan diharapkan.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi ( 1991 : 63 ) metode deskriptif
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan / melukiskan keadaan objek / subjek penelitian (
perorangan, lembaga, masyarakat dan lain – lain ) pada saat sekarang
berdasarkan fakta – fakta yang tampak dan sebagai mana adanya.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta dan sifat – sifat
populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat
penemuan fakta – fakta seadanya ( fact finding ), penelitian yang tidak
sekedar menunjukkan distribusinya, akan tetapi termasuk dalam usaha
mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek – aspek yang
diselidiki.
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai
berikut :
1. Observasi langsung, yaitu dengan cara mengamati secara langsung
objek penelitian, dalam hal ini penglihatan dan pendengaran sangat
oleh indera penglihatan dan pendengaran tersebut dicatat dan
selanjutnya dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian.
Observasi langsung atau pengamatan langsung adalah dengan cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat
standart lain untuk keperluan tersebut. Tujuan utama pengamatan adalah
mencatat dan mendeskripsikan perilaku objek serta memahaminya.
Dapat juga hanya ingin mengetahui frekuensi suatu kejadian.
Dalam hal ini penulis melakukan observasi atau pengamatan tarian
tumba pada kegiatan – kegiatan HUT kemerdekaan Indonesia di Pahae.
2. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau
panduan wawancara (Nasir 1988:234).
Suatu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, melalui
kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data ( pewawancara )
dengan sumber data ( responden ). Dengan cara ini, peneliti ingin
mendapatkan informasi ( data ) untuk menjawab atau membuktikan
hipotesis yang tidak diperoleh dengan metode pengumpulan data
lainnya. Komunikasi tersebut dilakukan secara langsung maupan tidak
Wawancara tidak langsung menggunakan daftar pertanyaan
( kuesioner ) yang dikirim kepada responden. Responden menjawab
pertanyaan – pertanyaan yang diajukan peneliti secara tertulis kemudian
mengirim kembali daftar pertanyaan yang telah dijawab. Sedangkan
wawancara langsung dilakukan dengan cara face to face artinya peneliti
( pewawancara ) berhadapan langsung dengan responden untuk
menanyakan secara lisan hal – hal yang ingin diketahuinya dan
responden memberikan jawaban secara lisan pula. Jawaban responden
tersebut dicatat maupun direkam oleh pewawancara.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara secara
langsung kepada responden yang mengetahui seluk beluk tentang
martumba.
3. Kepustakaan ( library research ) yaitu pengumpulan data melalui buku
– buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut.
Metode iini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar
data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin
sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis
mencari buku – buku pendukung yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis memperoleh data dari
lapangan ( field research ) dan kepustakaan ( library research ). Sumber
data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Sumber data yang berbentuk
tulisan diperoleh dari buku – buku yang berkaitan dengan kebudayaan
Batak Toba. Seperti buku Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak
karangan DJ. Gultom Raja Marpodang, Sekelumit Mengenai Masyarakat
Batak Toba dan Kebudayaannya oleh EH. Tambunan dan lain – lain.
Sedangkan sumber data dari lapangan yakni dari daerah Batak Toba
Kabupaten Tapanuli Utara di Kecamatan Pahae Jae. Kecamatan Pahae Jae
merupakan daerah pertama kali dilakukan martumba dan dari daerah ini
merupakan asal tumba dan masih sering diadakan martumba tersebut.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat perekam yang digunakan untuk mewawancarai informan
sehubungan dengan subjek penelitian.
2. Kamera, yang diperlukan dalam pengambilan foto daerah objek
penelitian, dan kegiatan martumba tersebut.
3. Alat tulis dan kertas, yang digunakan untuk mencatatat segala hal
Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode atau cara sipeneliti dalam
mengolah data yang mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah.
Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga
data diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran. Dalam analisis data
diperlukan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan peneliti
dalam menalar sesuatu.
Dalam penelitian ini untuk menganalisis data yang sudah terkumpul
di lapangan maka akan digunakan metode struktural. Adapun langkah –
langkah penulis atau peneliti menganalisis data tentang fungsi martumba
bagi masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai berikut :
1. Menerjemahkan data tentang martumba yang diperoleh dari
lapangan menjadi bahasa Indonesia
2. Mendeskripsikan kegiatan martumba dan mengidentifikasi
pantun – pantun ( umpasa ) yang dinyanyikan dalam kegiatan
martumba.
3. Mengklasifikasikan pantun – pantun yang dinyanyikan dari
kegiatan martumba tersebut
4. Menganalisis fungsi tarian tumba.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Martumba
4. 1. 1 Sejarah Tarian Martumba
Martumba berasal dari daerah Pahae, menurut MT Nainggolan
bahwa martumba pertama sekali diadakan di desa Siburian Kecamatan
Pahae Jae. Muncul tumba diperkirakan pertama sekali diadakan pada tahun
1930 – an atau pada masa penjajahan Belanda. Kemudian berkembang pada
masa penjajahan Jepang dan sering ditampilkan pada acara – acara besar
pada waktu itu. Pada masa itu kegiatan martumba tidak dilarang oleh
dan diminati oleh warga masyarakat dan ditata oleh seorang perempuan br.
Siburian,
Sejarah mengapa dikatakan “ tumba “ adalah dahulu bahwa ketika
malam terang bulan ibu – ibu dan anak gadis yang ada diperkampungan
menganyam tikar dan juga menumbuk padi secara bersamaan. Mereka yang
menumbuk padi ( manduda ) sekali – kali sambil bernyanyi untuk
menambah semangat. Bunyi tumbukan itu terjadi secara berirama karena
menumbuk padi tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Bunyi sahut –
sahutan atau berganti – gantian berbunyi : tum...ba, tum...ba, tum...ba
dan lama kelamaan sehingga menjadi tumba.
4. 1. 2 Pelaksanaan Tarian Tumba
Pelaksanaan tumba pada dahulu dan sekarang memiliki perbedaan.
Dahulu pelaksanaannya dilakukan pada saat terang bulan, pada saat malam
tersebut seluruh ibu dan anak gadis di suatu perkampungan berkumpul di
halaman perkampungan. Saat terang bulan ibu dan gadis diperkampungan
menganyam tikar dan juga menumbuk padi, para gadis akan mengajak satu
sama lain berkumpul untuk melakukan tumba setelah berkumpul lalu
mereka pun martumba di halaman perkampungan.
Pelaksanaan tumba dilakukan dimulai malam hari ketika terang
masih bersinar. Akan tetapi, ini tidak dilaksanakan hanya pada satu
perkampungan saja. Martumba dilakukan di beberapa perkampungan yang
berbeda. Ketika suatu perkampungan pada malam hari itu melaksanakan
kegiatan tumba maka untuk malam berikutnya dilaksanakan pada
perkampungan berikutnya.
Pada pelaksanan tumba tidaklah memiliki hari yang ditentukan dan
juga tidak ditentukan dengan penanggalan hari dalam pelaksanaannya,
tidak seperti halnya dengan kegiatan muda – mudi yang ada di
Karo yang disebut dengan Guro – guro aron melainkan kegiatan tumba
dilakukan pada saat sedang terang bulan. Selama pada malam tersebut
masih terang bulan muda – mudi akan melakukan tumba. Muda – mudi
suatu perkampungan yang melaksanakan tarian tumba, mereka akan
bergabung dengan muda mudi perkampungan lain untuk melaksanakan
tarian tumba tersebut.
Pada saat sekarang ini adanya perubahan dalam pelaksanan tumba
tersebut. Dahulu yang diadakan pada malam terang bulan kini diadakan
pada kegiatan acara besar tertentu seperti hari kemerdekaan negara
Republik Indonesia, peresmian gedung sekolah, peresmian gedung gereja
dan lain - lain. Saat sekarang pelaksanaan tumba tersebut lebih singkat dan
Pelaksaanaan tumba tersebut bahkan tidak hanya pada malam hari
saja, tetapi pada siang hari tumba tersebut dilakukan. Perubahan –
perubahan ini disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dahulu hiburan pada masyarakat Batak Toba masih jarang sekali. Saat
sekarang hiburan yang ada sudah banyak seperti televisi, radio, internet dan
lain - lain. Sehingga pada saat malam terang bulan masyarakat sudah
jarang berada di halaman perkampungan. Masyarakat lebih memilih untuk
berdiam di dalam rumah dengan kesibukan lain.
4. 1. 3 Gerakan Tarian Tumba.
Sebelum kegiatan martumba dimulai setiap peserta berbaris dan
membentuk sebuah lingkaran. Setelah membentuk lingkaran maka
dimulailah gerakan tarian tumba sambil menyanyikan pantun.
Adapun bentuk gerakan tubuh saat menari tumba adalah :
1. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kanan dihempaskan ke depan
( gambar 1 ).
2. Tangan ditepuk kepinggang dan kaki bagian kanan di kembalikan
keposisi semula ( gambar 2 ).
3. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kiri kembali dihempaskan ke
4. Setiap peserta berjalan berputar sambil bertepuk tangan ketika nyanyian
pengulangan dan berbalik kembali hingga keposisi semula.
5. Jika terdiri dua barisan lingkaran maka peserta berjalan berputar
berlawanan arah dan berbalik kembali pada posisi semula ( gambar 4 )
Gambar 3 gambar 4
4. 1. 4 Peserta Dalam Tarian Tumba
Dalam kegiatan tarian tumba yang menjadi peserta tersebut adalah :
1. Muda – Mudi Desa.
Peserta dalam kegiatan tarian tumba adalah seluruh muda – mudi
yang ada di dalam perkampungan baik laki – laki maupun
perempuan.
Seluruh muda – mudi desa terlibat dalam kegiatan martumba.
Umumnya yang lebih berperan aktif dalam kegiatan tarian tumba ini
adalah anak gadis. Sedangkan pemudanya sering hanya ikut dalam
pemuda ikut menari bersama dengan anak gadis ketika tarian tumba
berlangsung.
Gbr. Muda – mudi sedang melaksanakan tarian Tumba
2. Pengetua Adat.
Pengetua adat ikut menjadi peserta dalam martumba. Mereka juga
sangat berperan dalam kegiatan martumba namun tidak secara
langsung. Para muda – mudi belajar setiap pantun ( Umpasa ) yang
akan dinyanyikan pada pelaksanaan tarian tumba kepada penatua
adat. Karena pengetua adatlah yang lebih banyak menguasai
tentang pantun, baik pantun adat maupun pantun muda – mudi.
Sebelum kegiatan tarian tumba dilaksanakan para pemuda – pemudi
datang kepada pengetua adat untuk mempelajari setiap pantun yang
juga disusun setiap pantun yang akan dinyanyikan sehingga pantun
yang dinyanyikan dapat berkaitan antara pantun yang satu dengan
yang lain.
Pada saat sekarang ini peserta dalam kegiatan martumba juga
berbeda antara lain :
1. Anak – anak
Pada saat sekarang ini anak – anak merupakan peserta dalam
kegiatan martumba. Adapun yang dimaksud anak – anak adalah
anak sekolah. Saat sekarang biasanya kegiatan martumba dilakukan
oleh anak – anak sekolah pada waktu hari kemerdekaan Republik
Indonesia. Para siswa – siswi dari setiap sekolah akan
mempersembahkan tarian tumba yang mereka bawa untuk
dipertunjukkan sebagai hiburan pada saat hari kemerdekaan tersebut.
Para peserta dari siswa yang ada di sekolah dasar. Untuk menambah
kemeriahan kadang – kadang ini kegiatan martumba yang dilakukan
Gbr. Anak – anak sekolah sedang melaksanakan tarian tumba.
2. Guru
Guru merupakan salah satu peserta dalam kegiatan martumba namun
tidak secara langsung. Guru berperan untuk mengajari para siswa
dalam melakukan tarian tumba, baik yang membacakan pantun yang
akan dinyanyikan dan juga gerakan yang akan dipertontonkan ketika
tumba dilaksanakan. Pada saat kegiatan martumba berlangsung, guru
berperan membacakan pantun yang akan dinyanyikan. Pada saat
sekarang, guru merupakan pengganti dari pengetua adat yang
mengajarkan pantun – pantun yang akan dibawakan pada saat
kegiatan martumba berlangsung.
Tarian Tumba adalah tarian yang unik, sebab tarian muda – mudi ini
diiringi dengan nyanyian – nyanyian. Nyanyian – nyanyian tersebut adalah
pantun yang memiliki berbagai makna yang tersirat yang disampaikan
kepada setiap peserta dan penonton tarian tumba. Nyanyian pada saat
dahulu dan sekarang memiliki perbedaan.
Pada saat dahulu lagu – lagu yang dinyanyikan pada pelaksanaan
martumba lebih tersusun dengan baik. Pantun yang dinyanyikanpun saling
berkaitan antara pantun pertama dengan pantun berikutnya sehingga pantun
tersebut lebih enak didengar. Lagu pertama yang dinyanyikan adalah lagu
penghormatan kepada hula – hula perkampungan atau orang yang pertama
sekali membuka perkampungan tersebut, dengan memohon kepada hula –
hula dan penatua adat untuk memperbolehkan kiranya melakukan tumba di
perkampungan tersebut. Pantun yang dinyanyikan setelah memohon
kepada hula – hula adalah pantun yang berkaitan kepada muda – mudi,
baik berupa nasehat maupun hiburan. Pantun tersebut lebih terkhusus
dinyanyikan kepada muda – mudi yang memiliki makna – makna tersirat
kepada setiap muda - mudi. Adapun lagu yang dinyanyikan dalam
pelaksanaan tumba adalah :
5 5 3 3 1 1
3 4 5 5 6 4 5 5
Asa manurbu panga - loan
4 3 2 2 5 5 4 4
hamalohon ma Anggi
1 1 2 2 3 1 2 5
unang sar di boto do - ngan
5 . 6 5 4 3 2 5
Se - edeng dainang oi nonge
5 . 3 . 3 2 1
Se - deng da i - nang
‘Hari semakin terik
Untuk membakar desa pangaloan
Semakin pintarlah adik
Jangan diketahui teman’
Sedeng ibu oh ibu
Sedenglah ibu
Pukka ma lagemi
Lage namarhasumba
‘Tikar yang berwarna merah’
Tapukka ma ende ta ende
‘Kita mulailah lagu’
Na mardongan tumba
‘Lagu mendampingi tumba’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedenglah ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Manuk jarum bosi
‘Ayam jarum bosi’
Mangeat ho dirassang bosi
‘Bertengger di kayu ransang bosi’
Nasorokkap ni tondi
‘Yang bukan jodoh’
Pangeolhon ma panotnot i
‘Tarianku inilah dilihat’
Sedeng dainang oi nonge
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Sorat motor martimbang
‘Berat mobil martimbang’
dibantu sibual – bual i
‘Dibantu mobil sibual – buali’
E surat hon mandok marsirang
‘Surat ini berkata berpisah’
Unang be sai datdat i
‘Jangan selalu kau ulangi’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedenglah ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Arirang didokkon ho
‘bunga enau kau katakan‘
Bane – bane na hubarbari
‘kayu bane ku potongi’
Marsirang didokkon ho
‘berpisah kau katakan’
‘terima kasih ku katakan’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedenglah ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Hodong do lili ku
‘Tulang kelapa lidiku’
Bane – bane na hubarbari
‘Kayu bane kupotongi’
Holan tu ho do nipikku
‘Hanya kepadamu mimpiku’
Ganup borngin ganup ari
‘Tiap malam tiap hari’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedeng ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Hutarik – hutarik
Hutarik marenet – enet
‘Kutarik dengan hati – hati’
Molo hujaha surat mi
‘Jika kubaca suratmu’
Iluki sabur manetek
‘Air mataku jatuh’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedeng ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Tiur ni bulanon
‘Terangnya bulan’
Marmeam hita di alaman
‘Bermain kita di halaman’
Tanda ma naung adong
‘Nampak sudah ada’
Namarbaju ni huta on
‘Anak gadis di kampung ini’
Sedeng dainang oi nonge
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Satallik ni gulang – gulang
‘Sepotong kayu penyanggah’
Paembang rere di alaman
‘Bentangkan tikar di halaman’
Santabi dihula – hula
‘Permisi kepada penatua’
Marembas hami di alaman
‘Menari kami di halaman’
Sedeng dainang oi nonge
‘Sedeng ibu oh ibu’
Sedeng dainang
‘Sedenglah ibu’
Setelah pantun ini habis dinyanyikan, maka untuk menyanyikan
pantun yang baru dinyanyikan terlebih dahulu pantun khusus untuk
Ta singkam ma jolo
‘Kini kita potonglah’
Pisang sitabar tabar bari
‘Pisang sitabar diratakan’
Ta singkap nama jolo
‘Kini kita gantilah’
Lagu na asing taulahi
‘Lagu yang lain diulangi’
Ta singkap nama jolo da amang da inang
‘Kini kita gantilah bapak ibu’
Lagu na asing ta ulahi
‘Lagu yang lain diulangi’
5 1 . 1 1 . 2 3 .
Mandurung di - a rirang
3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5
So – tar huar siala ta - no
5 1 0 1 3 3 . 2 5
Disor ma ude udeng
malungun di amang da inang
3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5
So – tar suruk toru - ni ta - no
5 2 0 2 7 5 . 2 1 1
Disor ma ude - e ude
‘Menjaring di arirang
Tak tergalik buah siala’
Disorma ude - ude
‘Rindu kepada ibu
Tak terselami bawah tanah’
Disorma ude – ude
Addilo na hinan
‘Pohon addilo yang dahulu’
Hadang – hadangan saonari
‘Menjadi tas sandang sekarang’
Disor ma ude - ude
Bagian na hinan
Mananggung badan saonari
‘Menanggung badan sekarang’
Disor ma ude – ude
Di paddurung durungan hi
‘Di tempat kolam – kolamku’
Dua – dua issor di batu
‘Ada ikan insor di batu’
Disor ma ude - ude
Di parlungunan hi
‘Di dalam rinduku’
Dua – dua ilu madabu
‘berjatuhan air mataku’
Disor ma ude – ude
Hu tatap lobu tua
‘Ku pandang desa lobu tua’
Hu tailihon lobu tolong
‘Ku toleh ke desa lobu tolong’
Disor ma ude - ude
Molo hu tatap na martua
Tar ilu – ilu simalolong
‘Berlinang air mata’
Disor ma ude - ude
Be ha bahenon i
‘Bagaimana jadinya’
Malamun pisang di balian
‘masak pisang di ladang’
Disor ma ude - ude
Beha bahenon i
‘Bagaimana jadinya’
Mardomu nasib tu bagian
‘Ketemu nasib dan kenyataan’
Disor ma ude – ude
Pitola so pitola
‘Pitola tidak pitola’
Pitola ni passur batu
‘Pitola di pancur batu’
Disor ma ude - ude
Sikkola so sikkola
Ni arsak ni namarbaju
‘Kesedihan anak gadis’
Disor ma ude – ude
Ta singkam ma jolo
‘Kini kita potonglah’
Pisang sitabar tabar bari
‘Pisang sitabar diratakan’
Ta singkap nama jolo
‘Kini kita gantilah’
Lagu na asing taulahi
‘Lagu yang lain diulangi’
Ta singkap nama jolo da amang da inang
‘Kini kita gantilah bapak ibu’
Lagu na asing ta ulahi
‘Lagu yang lain diulangi’
5 5 5 5 1 3 3
Duda ma - i tak mi
2 3 2 1 2 2 . 5
5 5 5 5 1 2 2
Saut i - lo mo mi
1 2 1 3 2 1 . 1
Saut ma ho sumolsolba gi
‘Tumbuklah tepung berasmu
Jadilah punya itak basi
Kehendakmu yang jadi
Kelak penyesalan nanti’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
Amang hassit nai manetek ilu sobinoto
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Tandiang piar – piar
‘Pohon tandiang piar – piar’
Ho narian
‘Kau tadi siang’
Inang boru gultom
‘Gadis gultom’
‘Dari mana tadi siang’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
Amang hassit nai manetek ilu sobinoto
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Ndada sian dia
‘Tidak dari mana – mana’
Sian passur paridian
‘Dari tempat pemandian’
Paias – ias daging
‘Bersih- bersihkan badan’
Asa lakku tu pariban
‘Agar laku kepariban’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
Amang hassit nai manetek ilu sobinoto
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Indion sabi tolong
Manang marsambilu – sambilu
‘Atau mempunyai sambilu’
Ingot hami ito
‘Ingatlah kami adik’
Anggo marsahali saminggu
‘Paling tidak sekali seminggu’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
Amang hassit nai manetek ilu sobinoto
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Ndang sambilu sambilu
‘Tidak mempunyai sambilu’
Manang marsaludeng saludeng
‘Mempunyai saludeng pun jadi’
Ndang sahali saminggu
‘Tidak sekali seminggu’
Nanggo marsahali sabulan
‘Sekali sebulan pun jadi’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Hodong do liliku
‘Hodong lidiku’
Goring – goring mali – mali
‘Kayu kering mali – mali’
Holan tu ho do nipingku
‘Hanya kepadamu mimpiku’
Ganup borngin ganup ari
‘Tiap malam tiap hari’
Idem taridem idem idem taridem olo
‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘
Amang hassit nai manetek ilu sobinoto
‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’
Ta singkam ma jolo
‘Kini kita potonglah’
Pisang sitabar tabar bari
‘Pisang sitabar diratakan’
Ta singkap nama jolo
‘Kini kita gantilah’
‘Lagu yang lain diulangi’
Ta singkap nama jolo da amang da inang
‘Kini kita gantilah bapak ibu’
Lagu na asing ta ulahi
‘Lagu yang lain diulangi’
Poltak mata niari
‘Terbit matahari’
Mate – mate tu hasuddutan
‘Di barat terbenam’
Madabu soro niari
‘Kelak jatuh suatu hari’
Tu ise do panggissurutan
‘Kepada siapa pengaduan’
Sekka na uli natinerawang
,Sapu tangan yang diterawang’
Natinerawang natinerawang
‘Yang diterawang yang diterawang’
Anak nauli sanggup melawan
‘Anak baik sanggup melawan’
‘Sanggup melawan sanggup melawan’
Natinittip sanggar
‘Dipotong sanggar’
Baen huru – huruan
‘Untuk membuat sangkar’
Jolo sinukkun marga
‘Dahulu bertanya marga’
Asa binoto partuturan
‘Agar tahu cara menyapa’
Bayon situdu
‘Pandan situdu’
Naripe di panggotapan
‘Tinggal dipotongi’
Oinang pangitubbu
‘Ibu yang mengandung’
Naripe di panggoaran
‘Tinggal pemanggilan’
‘Kayu di atap’
Parasaran ni borong – borong
‘Tempat sarang kumbang’
Bulan na diginjang
‘Bulan yang di atas ‘
Pardomuan ni simalolong
‘Pertemuan antara kita’
Pining di rahis – rahis
‘Pinang di tanah terjang’
Jinakkit manogot – nogot
‘Dipanjat pagi – pagi’
Gogo damang massari
‘Semangatlah nak bekerja’
Atik na rap di hita sogot
‘Mungkin sama kita kelak nanti’
Met – met do sikkoru
‘Kecil sikoru’
Nungga di haddang haddangi
Metmet dope siboru
‘Masih kecil sigadis’
Nungga di tandang tandangi
‘Sudah didekat – dekati’
Pada saat sekarang beberapa umpasa yang dinyanyikan pada waktu
martumba mengalami beberapa perubahan. Namun tetap lagu pertama yang
dinyanyikan adalah permohonan kepada penonton untuk mempertunjukkan
kegiatan martumba. Peserta dalam kegiatan martumba memberikan
penghormatan kepada setiap penonton dan sekaligus meminta ijin untuk
melaksanakan kegiatan martumba. Karena kegiatan martumba
dilaksanakan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, pantun yang
dinyanyikan juga mengenai tentang kemerdekaaan Indonesia.
Jika dilihat pada sekarang bahwa pantun yang dinyanyikan tidak
hanya terkhusus kepada muda – mudi saja. Bahwa pantun tersebut
ditujukan kepada siapa saja yang menyaksikan kegiatan martumba. Pantun
yang ditujukan kepada profesi tertentu. Misalnya pantun kepada bapak –
ibu yang bekerja sebagai petani, pedagang dan lain - lain. Bahkan pantun
yang dinyanyikan ditujukan kepada penonton yang lebih dihormati.
Pada selesai kegiatan martumba, pantun yang dinyanyikan adalah
pantun yang berisikan permohonan kepada penonton untuk permisi untuk
pulang bahwa tarian tumba telah selesai. Adapun lagu yang dinyanyikan
pada saat sekarang ini diantaranya :
Tangan do botohon
‘Seluruh bagian tangan’
Na marujungkon jari – jari
‘Diujungnya jari tangan’
Jonjong hami dison
‘Kami berdiri disini’
Jumolo hami marsantabi
‘Lebih dahulu kami permisi’
Jonjong hami dison ale amang ale inang
‘Kami berdiri bapak ibu’
Muda - mudi ( Janjinauli )
‘Muda – mudi ( Janjinauli )’
Tumba sirege – rege tumba tumba
‘Tumba sirege – rege tumba tumba’
Martumba hami on ale amang ala inang
Muda – mudi ( Janjinauli )
‘Muda – mudi ( Janjinauli )’
Beta hita tu dolok
‘Ayo ke hutan’
Na marsitiang ni bendera
‘Mengambil tiang bendera’
Sude maolop – olop
‘Semua bersuka cita’
Na hita on naung merdeka
‘Bahwa kita sudah merdeka’
Manuk jarum bosi
‘Ayam jarum bosi’
Martahuak di alaman
‘Berkokok di halaman’
Horas ma pak polisi
‘Salam sejahtera pak polisi’
Na menjagai keamanan
‘Yang menjaga keamanan’
Habang ma pitola
Sai Songgop ma tu dangka – dangka
‘Selalu hinggap di dahan’
Hita parsingkola
‘Kita yang bersekolah’
Unang lalap di parabola
‘Jangan hanya menonton’
Honas ni sapilpil
‘Nenas sapilpil’
Sai ganjang duri – duri na
‘Panjang durinya’
Horas angka pemimpin
‘Semangat para pemimpin’
Nang songon i panuturina
‘Begitu juga pengikutnya’
Untuk mengakhiri kegiatan martumba, maka dinyanyikanlah pantun
( umpasa ) yang khusus dinyanyikan untuk menyatakan bahwa kegiatan
martumba sudah berakhir. Adapun pantun tersebut adalah :
‘Terbang burung walet’
Sai songgop ma tu dakka – dakka
‘Hinggap di dahan kayu’
Marujung ma meam – meam
‘Berakhirlah permainan’
Horas be horas be
‘Salam sejahtera bagi kita semua’
Mulak ma hami
‘Pulanglah kami’
4. 1. 6 Pakaian Yang Digunakan
Pakaian yang digunakan pada dahulu tidak memiliki pakaian yang
secara terkhusus, seperti memakai pakaian adat yang secara khusus yang
bersifat formal. Hal ini dikarenakan bahwa pada dahulu acara martumba
dilakukan secara spontanitas dan juga pada dasarnya bahwa dahulu tarian
tumba yang dilakukan muda – mudi adalah hiburan. Jadi pakaian yang
digunakan hanya pakaian yang dikenakan adalah bebas apa adanya karena
pada saat tarian tumba diadakan ketika para gadis di perkampungan selesai
menganyam tikar dan menumbuk padi.
Pada saat sekarang pelaksanaan martumba, pakaian yang digunakan
pelaksaan tersebut setiap peserta telah ada menggunakan ulos. Ulos tersebut
dikenakan pada tubuh, bahkan ada yang menggunakan pakaian adat batak
secara menyeluruh. Bukan hanya ulos yang digunakan, juga memakai
pakaian kain panjang yang diikatkan pada pinggang setiap peserta
kemudian kedua ujung pakaian tersebut diikatkan pada kedua jari. Sehingga
ketika setiap peserta melakukan tepuk tangan maka pakaian tersebut terlihat
lebih indah. Perubahan pakaian ini karena seiring perubahan makna dalam
tarian tumba. Dahulu tarian tumba dilaksanakan sebagai hiburan yang
dilakukan muda – mudi kini perlahan bergeser menjadi pentas seni yang
dipertontonkan.
4. 1. 7 Alat Musik Yang Digunakan
Untuk alat musik yang digunakan pada pelaksanaan tumba tidak
menggunakan alat musik tradisional lengkap. Alat musik yang digunakan
tidak hanya alat musik tradisional Batak Toba tetapi juga alat musik yang
sering digunakan pada saat ini yang berasal dari budaya lain. Karena
kegiatan martumba tidak dilakukan pada acara adat. Martumba ini adalah
kegiatan muda – mudi. Alat musik yang sering digunakan untuk mengiringi
martumba adalah sebagai berikut :