• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

BELAWAN TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

PUTRI SIHOL M LUBIS NIM : 111000132

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

BELAWAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

PUTRI SIHOL M LUBIS NIM : 111000132

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya serta belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. Ikan yang diambil adalah ikan yang paling banyak diperoleh dari Laut Belawan serta yang memiliki ukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg. Salah satu tempat penjualan ikan yang dekat dengan Laut Belawan adalah KUB (Kelompok Usaha Bersama). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar yang berasal dari KUB Belawan.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kadmium (Cd) yang terdapat dalam ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg dan 0,003 mg/kg dan pada ikan kakap putih (Lates calcarifer) yaitu 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg dan < 0,003 mg/kg. Hasil penelitian timbal (Pb) pada ikan tongkol yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg dan 0,101 mg/kg dan pada ikan kakap putih yaitu 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg dan < 0,0025 mg/kg. Pemeriksaan formaldehid pada ikan tongkol dan ikan kakap putih menunjukkan hasil negatif.

Berdasarkan SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang disusun dengan memperhatikan Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 kadar kadmium dan timbal yang terdapat pada ikan tongkol dan ikan kakap putih masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 0,1 mg/kg dan 0,3 mg/kg. Kandungan kadmium dan timbal yang tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran besar serta ikan yang berasal dari KUB Belawan tidak mengandung formaldehid. Masyarakat dapat mengkonsumsi ikan yang berasal dari Laut Belawan, namun lebih baik mengkonsumsi ikan yang berukuran kecil daripada ikan yang berukuran besar.

(5)

ABSTRACT

Fresh fish is the type of fish which has the same characteristic as living fish, in shape, smell, taste and texture, hasn’t gone through preserving process or any other further processing. The fish which is taken mostly comes from Belawan Sea, with the size of 1 kg, 0.5 kg an 0.3 kg. One of the closest fish market with the Belawan Sea is KUB (Kelompok Usaha Bersama). The purpose of this research is to find out the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in the fresh fish which comes from KUB Belawan.

The method is descriptive survey to analize the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in some fresh fish.

The result showed that the level of cadmium (Cd) in tuna fish (Euthynnus affinis) with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg and 0,003 mg/kg and in white snapper fish (Lates calcarifer) are 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg and < 0,003 mg/kg. The result showed that the level of lead (Pb) in tuna fish with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg and 0,101 mg/kg and in white snapper fish are 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg and < 0,0025 mg/kg. Formaldehyde showed is negative result.

Based on SNI 7387:2009 regarding the maximum limit of heavy metal pollution in food product, which was drafted by taking into account the Ditjen POM Decision No.03725/B/SK/VII/1989, the level of cadmium and lead in tuna fish and white snapper are under the treshold limit value which are 0,1 mg/kg and 0,3 mg/kg. The highest level of cadmium and lead was found in fish with the bigger size and the value of formaldehyde in fishes that were taken from KUB Belawan is negative. The fish from Belawan Sea is safe to consume, but it’s better to consume the small size fish instead of the bigger ones.

(6)

yang senantiasa melimpahkan berkat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB (Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

yang merupakan salah satu prasyarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Medan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi

kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Ir.Evi Naria,M.Kes dan Bapak Dr.dr.Wirsal Hasan, M.PH selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis mulai dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Ir.Indra Cahaya,M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberi

masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

(7)

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara khususnya di Departemen Kesehatan Lingkungan.

7. Kepala KUB Belawan Kecamatan Medan Belawan yang telah membantu dalam penelitian saya.

8. Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah Medan dan staff yang telah bersedia memfasilitasi pemeriksaan sampel yang diperlukan pada penelitian ini.

9. Orangtua tercinta yang saya sayangi Ayahanda, S. Lubis dan Ibunda E. br Situmorang yang selalu memberi dukungan, nasihat, semangat baik melalui material dan doa yang tiada henti kepada penulis dalam menjalani pendidikan,

terkhusus selama penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Keluarga besar yang saya kasihi terkhusus untuk keempat kakak saya dan adik

bungsuku yang saya sayangi terima kasih untuk setiap doa, bantuan dan semangat yang senantiasa diberikan kepada saya.

11. Sahabat-sahabat seperjuanganku : Irma Siburian, Irene Silitonga, Riris

Manurung, Windy Pranita, Martaria Panjaitan yang menjadi sahabat dalam susah dan senang serta tetap memberikan motivasi dan penghiburan selama

masa kuliah.

12. Teman-teman Kelompok Kecilku ‘Ekklesia’ terkasih : Agustina Pasaribu, Putri Sitepu, Renta Sitorus dan Sri Dewi serta kakakku tersayang Erika Pardede

(8)

Girindani, Roma Christin, Martha Elnist

15. Teman-teman satu peminatan Kesehatan Lingkungan 2011

16. Teman-teman Pemuda/Pemudi GKPI Kwala Bekala yang terkasih terima kasih untuk dukungan dan doa kepada penulis

17. Sahabat terbaikku, Rutseylina Sinambela dan Valensi Sembiring

18. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,

oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Medan, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii 2.1 Pengertian Pencemaran dan Lingkungan ... 10

2.1.1 Hal-Hal yang Mencemari Lingkungan... 11

2.1.2 Pencemaran oleh Limbah Industri ... 12

2.1.3 Pencemaran Laut ... 13

A. Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah ... 14

2.2 Pencemaran Logam Berat ... 15

2.2.1 Pengertian Logam Berat ... 16

2.2.2 Kandungan Logam Berat di Perairan ... 17

2.2.3 Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) ... 18

2.3 Kadmium (Cd) 2.3.1 Karakteristik Kadmium (Cd)... 18

2.3.2 Penyebaran dan Sumber Cd ... 19

2.3.3 Penggunaan dalam Bidang Industri ... 19

2.3.4 Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd)... 20

2.3.5 Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan ... 21

2.3.6 Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd) ... 24

Penanggulangan Kadmium (Cd) Pada Makanan ... 25

(10)

2.4.2 Penyebaran dan Sumber Pb ... 27

2.4.3 Penggunaan dalam Bidang Industri ... 28

2.4.4 Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb) ... 29

2.4.5 Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan ... 32

2.4.6 Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb) ... 33

Penanggulangan Timbal (Pb) Pada Makanan ... 34

2.5 Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan ... 35

2.5.1 Bahan Pengawet ... 37

2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 38

2.5.3 Persyaratan Bahan Pengawet Kimia ... 39

2.6 Formaldehid 2.6.1 Pengertian Formaldehid ... 40

2.6.2 Karakteristik dan Fungsi Formaldehid A. Karakteristik Formaldehid ... 41

B. Fungsi Formaldehid ... 42

2.6.3 Jalur Distribusi Formaldehid ... 42

2.6.4 Mekanisme Formaldehid ... 45

2.6.5 Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan ... 46

2.6.6 Pengendalian/Penanggulangan Formaldehid ... 48

Penanggulangan Formaldehid dalam Makanan ... 48

2.7 Ikan Segar 2.7.1 Pengertian Ikan Segar ... 49

2.7.2 Penggolongan Ikan Segar ... 50

2.7.3 Ciri-ciri Ikan Segar ... 52

2.7.4 Pengolahan dan Pengawetan Ikan A. Pengolahan dan Pengawetan Tradisional ... 53

B. Pengolahan dan Pengawetan Modern ... 55

2.7.5 Ciri-ciri Ikan Segar yang Berformalin ... 57

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 58

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 59

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian ... 59

3.2.2 Waktu Penelitian ... 60

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 61

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 62

3.8 Alat dan Bahan 3.8.1 Alat ... 62

(11)

3.9 Cara Kerja

3.9.1 Pengambilan Sampel di Lapangan ... 63

3.9.2 Pemeriksaan Formalin Pada Sampel ... 64

3.9.3 Pemeriksaan Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Pada Sampel ... 64

3.10 Defenisi Operasional ... 66

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68

4.2 Hasil Analisa Kadar Kadmium (Cd) Pada Ikan ... 68

4.3 Hasil Analisa Kadar Timbal (Pb) Pada Ikan ... 69

4.4 Hasil Analisa Formaldehid Pada Ikan ... 70

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kandungan Kadmium (Cd) Pada Ikan ... 72

5.2 Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Ikan ... 76

5.3 Analisis Kandungan Formaldehid Pada Ikan ... 80

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 83

6.2 Saran ... 84

(12)

Tabel 2.2 Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan Berdasarkan Dosis

Pemaparannya ... 47 Tabel 2.3 Ciri-ciri Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Membusuk ... 52 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar Kadmium (Cd) Pada Beberapa Ikan Segar

Yang Diambil Dari KUB Belawan Tahun 2015 ... 69 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Pada Beberapa Ikan Segar yang

Diambil Dari KUB Belawan Tahun 2015 ... 70 Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar yang

(13)

Gambar 2.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) ... 51

(14)

Lampiran 2 : Surat Hasil Pemeriksaan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Ikan Segar

Lampiran 3 : Surat Bukti Pembelian Ikan

Lampiran 4 : Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan

(15)

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 30 April 1993 Suku Bangsa : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : S. Lubis

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba Nama Ibu : E br. Situmorang Suku Bangsa Ibu : Batak Toba Jumlah Anggota Keluarga : 1 (satu) orang

Alamat Rumah : Jln. Pintu Air IV No. 95, Medan, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan

Tahun 1999-2005 : SD Sw. St. Petrus, Medan Tahun 2005-2008 : SMPN 10, Medan

Tahun 2008-2011 : SMA Budi Murni 2, Medan

(16)

ABSTRAK

Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya serta belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. Ikan yang diambil adalah ikan yang paling banyak diperoleh dari Laut Belawan serta yang memiliki ukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg. Salah satu tempat penjualan ikan yang dekat dengan Laut Belawan adalah KUB (Kelompok Usaha Bersama). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar yang berasal dari KUB Belawan.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada beberapa ikan segar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kadmium (Cd) yang terdapat dalam ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg dan 0,003 mg/kg dan pada ikan kakap putih (Lates calcarifer) yaitu 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg dan < 0,003 mg/kg. Hasil penelitian timbal (Pb) pada ikan tongkol yang berukuran 1 kg, 0,5 kg dan 0,3 kg yaitu 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg dan 0,101 mg/kg dan pada ikan kakap putih yaitu 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg dan < 0,0025 mg/kg. Pemeriksaan formaldehid pada ikan tongkol dan ikan kakap putih menunjukkan hasil negatif.

Berdasarkan SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan yang disusun dengan memperhatikan Keputusan Ditjend POM No.03725/B/SK/VII/1989 kadar kadmium dan timbal yang terdapat pada ikan tongkol dan ikan kakap putih masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 0,1 mg/kg dan 0,3 mg/kg. Kandungan kadmium dan timbal yang tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran besar serta ikan yang berasal dari KUB Belawan tidak mengandung formaldehid. Masyarakat dapat mengkonsumsi ikan yang berasal dari Laut Belawan, namun lebih baik mengkonsumsi ikan yang berukuran kecil daripada ikan yang berukuran besar.

(17)

ABSTRACT

Fresh fish is the type of fish which has the same characteristic as living fish, in shape, smell, taste and texture, hasn’t gone through preserving process or any other further processing. The fish which is taken mostly comes from Belawan Sea, with the size of 1 kg, 0.5 kg an 0.3 kg. One of the closest fish market with the Belawan Sea is KUB (Kelompok Usaha Bersama). The purpose of this research is to find out the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in the fresh fish which comes from KUB Belawan.

The method is descriptive survey to analize the content of cadmium (Cd), lead (Pb) and formaldehyde in some fresh fish.

The result showed that the level of cadmium (Cd) in tuna fish (Euthynnus affinis) with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,04 mg/kg, 0,01 mg/kg and 0,003 mg/kg and in white snapper fish (Lates calcarifer) are 0,01 mg/kg, < 0,003 mg/kg and < 0,003 mg/kg. The result showed that the level of lead (Pb) in tuna fish with the size of 1 kg, 0,5 kg and 0,3 kg are 0,167 mg/kg, 0,131 mg/kg and 0,101 mg/kg and in white snapper fish are 0,140 mg/kg, < 0,0025 mg/kg and < 0,0025 mg/kg. Formaldehyde showed is negative result.

Based on SNI 7387:2009 regarding the maximum limit of heavy metal pollution in food product, which was drafted by taking into account the Ditjen POM Decision No.03725/B/SK/VII/1989, the level of cadmium and lead in tuna fish and white snapper are under the treshold limit value which are 0,1 mg/kg and 0,3 mg/kg. The highest level of cadmium and lead was found in fish with the bigger size and the value of formaldehyde in fishes that were taken from KUB Belawan is negative. The fish from Belawan Sea is safe to consume, but it’s better to consume the small size fish instead of the bigger ones.

(18)

1.1. Latar Belakang

Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (UU No. 45 tahun 2009).

Kandungan lemak tidak jenuhnya dapat meningkatkan kecerdasan dan mencegah kolesterol. Ikan juga merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu

nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna dan harganya juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein

lain. Disamping itu, ikan juga dijadikan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan lainnya (Adawyah, 2008).

Masalah pencemaran mulai menjadi topik utama di dunia yaitu berkisar pada tahun lima puluhan dan mulai terangkat ke permukaan. Hal ini bermula ketika ditemukannya suatu penyakit mental dan kelainan pada syaraf (penyakit

Minamata) yang diderita oleh penduduk yang hidup di sekitar teluk Minamata di Jepang. Pada akhir tahun 1930-an, Chisso Corporation di Jepang mendirikan

pabrik di pantai teluk Minamata yang bertujuan untuk memproduksi klorida vinil dan farmaldehid. Proses pembuatan produk tersebut, menimbulkan hasil samping yang mengandung merkuri (Hg) yang dibuang ke dalam perairan teluk. Melalui

(19)

Ikan-ikan dan kerang-kerangan tersebut kemudian dikonsumsi oleh penduduk di sekitar teluk. Kira-kira 15 tahun sejak pembuangan merkuri di perairan teluk

tersebut dimulai, keanehan mental dan cacat syaraf secara permanen terlihat muncul di antara penduduk setempat terutama pada anak-anak. Melalui diagnosis

medis, diketahui bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh keracunan logam merkuri. Kenyataan inilah yang kemudian menjadi pemicu dari masalah-masalah pencemaran lingkungan ke permukaan dunia Internasional (Palar, 2008).

Sifat logam-logam berat yang tidak dapat terurai dan mudah diabsorpsi oleh biota laut dan terakumulasi dalam tubuh, menyebabkan pencemaran. Selain

menyebabkan pencemaran ekosistem, unsur logam berat secara tidak langsung juga merusak perikanan dan kesehatan manusia. Di daerah perairan Pelabuhan Belawan yang merupakan pertemuan Sungai Deli dan Sungai Belawan, menurut

laporan PT (Persero) Pelindo I tahun 2004, kualitas air lautnya telah mengalami pencemaran oleh logam timbal, kadmium, kromium, merkuri, selenium, seng,

timah, perak, arsen, nikel, dan tembaga (Lubis, 2008). Seperti kasus yang pertama kali terjadi di Jepang yaitu penyakit Itai-itai (1974) yang dinyatakan akibat kadmium, serta di Beijing China dimana terdapat 24 anak-anak berusia 9 bulan

hingga 16 tahun harus dirawat di rumah sakit karena keracunan timbal yang disebabkan oleh pabrik-pabrik baterai di desa mereka China Timur (Kompas, 2011).

Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat

(20)

terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Pb dapat merusak jaringan saraf, fungsi ginjal, menurunnya kemampuan belajar, dan

membuat anak-anak bersifat hiperaktif. Selain itu, Pb juga memengaruhi organ-organ tubuh, antara lain sistem saraf, ginjal, sistem reproduksi dan jantung, serta

gangguan pada otak sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental (Wahyu dkk, 2008).

Keracunan yang disebabkan oleh Cd dapat bersifat akut dan keracunan kronis.

Keracunan akut yaitu seperti timbul rasa sakit dan panas pada bagian dada yang dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut, sedangkan keracunan yang

bersifat kronis pada umumnya berupa kerusakan-kerusakan pada banyak sistem fisiologis tubuh. Sistem-sistem tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd ini adalah pada sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi

(pernafasan/paru-paru), sistem sirkulasi (darah), dan jantung. Selain itu juga dapat merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan

kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di TPI Belawan mengungkapkan bahwa beberapa biota laut seperti ikan dan kerang positif telah

tercemar merkuri, meskipun kadar kandungan merkuri masih di bawah ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 0,5 ppm. Kandungan

merkuri tertinggi ditemukan pada ikan mujair yaitu sebesar 0,0001408 sedangkan yang terendah pada kerang sebesar 0,0000493 ppm (Simanjuntak, 2004).

Penelitian Uly (2011) pada ikan sembilang dan ikan kepala batu di perairan

(21)

kepala batu masing-masing adalah 0,4676 ± 0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium pada ikan sembilang dan ikan kepala

batu masing-masing adalah 0,0405 ± 0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar cemaran logam berat timbal pada ikan

sembilang dan ikan kepala batu, yang merupakan ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan, telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan berdasarkan SNI-7387-2009, yaitu lebih besar dari 0,3

mcg/g. Sedangkan untuk cemaran logam berat kadmium, baik pada ikan sembilang maupun pada ikan kepala batu, kadarnya masih di bawah ambang batas

maksimum yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 0,1 mcg/g.

Ikan memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga ikan adalah media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain. Hal ini

menyebabkan ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Keadaan ini sangat merugikan terutama ketika produksi ikan melimpah, disebabkan karena

akan banyak ikan yang tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang. Oleh karena itu, untuk mencegah proses pembusukan perlu dilakukan pengawetan serta untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mengharapkan ikan segar

(Afrianto dan Evi, 1989).

Pada umumnya cara yang digunakan untuk mencegah kerusakan yaitu

pengawetan dengan menggunakan es balok. Tetapi ada beberapa kendala yang ditemui apabila menggunakan es balok, seperti jumlah es yang dibutuhkan cukup banyak sehingga tidak praktis dan harganya relatif mahal. Hal tersebut

(22)

berbahaya seperti formalin sebagai pengganti es balok. Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI

No.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, pada Lampiran II tentang bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Suryadi dkk, 2010). Formaldehid

dalam dosis rendah, jika tertelan akan menyebabkan iritasi lambung, sakit perut, disertai muntah-muntah, menimbulkan depresi susunan saraf, serta kegagalan peredaran darah. Selain itu formalin juga dapat menyebabkan alergi, kanker

(bersifat karsinogenik), mutagen (mutagenik). Dalam dosis tinggi, formalin yang tertelan dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, muntah darah, dan

akhirnya menyebabkan kematian.

Belawan adalah suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan bertaraf Internasional terbesar di kota Medan serta terdapat pemukiman penduduk dan

beberapa fasilitas umum. Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya. Kondisi ini disebabkan

karena di daerah aliran sungai tersebut terdapat beberapa industri yang dalam proses produksinya menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik dan industri karet.

Namun, walupun demikian perairan ini masih tetap menjadi daerah penangkapan ikan yang intensif, baik jenis ikan demersal maupun pelagis. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai rata-rata logam berat pada lokasi pengamatan dekat dengan kawasan industri seperti logam Cd berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L , Cr berkisar antara 0,48 - 0,59 mg/L, Cu berkisar antara 1,24 - 1,36 mg/L dan Pb

(23)

yang berasal dari pabrik dan industri di sekitar Belawan, juga berasal dari tumpahan minyak dari kapal dan limbah rumah tangga serta limbah pabrik yang

ada di Kota Medan yang dibawa oleh aliran sungai tersebut. Muara sungai Deli paling dekat dengan muara di Kelurahan Bagan Deli yang dikenal sebagai Tempat

Pelelangan Ikan (TPI) (Hayati, 2009). Selain TPI terdapat juga tempat penjualan ikan di Belawan, yaitu KUB Belawan. KUB (Kelompok Usaha Bersama) adalah badan usaha non badan hukum ataupun yang sudah berbadan hukum yang berupa

kelompok yang dibentuk oleh nelayan berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama

dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. Perbedaannya dengan TPI adalah di TPI ikan dijual dalam jumlah besar dan didistribusikan ke pasar-pasar di Kota Medan, sedangkan di KUB ikan dapat

dibeli dalam skala kecil.

Menurut penelitian, selain perairan Laut Belawan beberapa perairan lain yang

juga dikatakan tercemar yaitu Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri

(Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di Perairan Ancol dan Perairan Dadap telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini terjadi di Teluk Jakarta yang

diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara

(24)

Di pesisir Timur Surabaya (Pamurbaya), ditemukan kandungan logam berat di badan air dan di muara-muara sungai dalam konsentrasi tinggi. Hal itu

dikarenakan Pamurbaya adalah tempat bermuara lebih dari 18 anak sungai. Lumpur Pamurbaya tercemar oleh logam berat Cu, Hg, Cd, Fe dan Pb sehingga

hewan yang hidup dalam bentos, seperti kupang dan kerang, rawan untuk dikonsumsi karena kandungan logam berat dalam dagingnya sangat tinggi.

Badan air kali Surabaya telah terkontaminasi logam berat Hg, Cd, Pb, Zn,

dan Fe. Kandungan Hg dalam air telah mencapai 100 kali lipat dari baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dalam PP 82/2001, yaitu sebesar 0,001 mg/L.

Hal itu disebabkan oleh limbah dari industri PT Timur Mega Steel (electroplating), PT Wings Surya (detergent), PT Wimcycle (sepeda), dan PT Madulingga Perka (industri penghasil earthbleaching), industri keramik dan

industri kertas PT Adiprima Suraprint PT Surabaya Agung Pulp & Paper Tbk, serta Suparma dan PT Mekabox (Wahyu dkk, 2008).

1.2.Rumusan Masalah

Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah

tercemar oleh logam berat berbahaya. Di daerah aliran sungai dan disekitar kawasan Belawan ini terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan-bahan

yang mengandung logam berat dalam proses produksinya seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik, industri karet, dll. Menurut laporan PT (Persero) Pelindo I tahun 2004, kualitas air Laut Belawan telah mengalami

(25)

timah, perak, arsen, nikel, dan tembaga, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd), timbal (Pb) dan formaldehid pada

beberapa ikan segar di KUB Belawan, Kecamatan Medan Belawan.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan kadmium, timbal dan formaldehid pada

beberapa ikan segar di KUB Belawan tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan kadmium (Cd) pada beberapa ikan segar di KUB Belawan.

2. Untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada beberapa ikan segar di

KUB Belawan.

3. Untuk mengetahui kandungan formaldehid pada beberapa ikan segar

di KUB Belawan.

4. Untuk mengetahui kadar kandungan kadmium (Cd) dan timbal (Pb) apakah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan

(26)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan dari ikan

segar yang akan dikonsumsi.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang dampak pencemaran laut

Belawan dengan menggunakan ikan segar.

3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pencegahan dan penanggulangan pencemaran logam berat pada makanan

(27)

2.1. Pengertian Pencemaran dan Lingkungan

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari

bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya

mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.

Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang

berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling

mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya disebut juga dengan ekosistem. Suatu lingkungan hidup dikatakan tercemar

apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau

(28)

Contohnya, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan (Palar, 2008).

2.1.1. Hal-hal yang Mencemari Lingkungan

Aktivitas yang pada prinsipnya merupakan usaha manusia untuk dapat

hidup dengan layak dan berketurunan dengan baik, telah merangsang manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi kaidah-kaidah yang ada dalam tatanan lingkungan hidupnya. Akibatnya, terjadi pergeseran keseimbangan

dalam tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung lebih buruk. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal. Namun yang paling utama dari sekian banyak

penyebab tercemarnya suatu tatanan lingkungan adalah limbah.

Limbah dalam konotasi sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah

atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan, dapat digolongkan atas beberapa kelompok berdasarkan pada jenis, sifat dan sumbernya. Limbah padat

adalah semua bahan sisa atau bahan buangan yang sudah tidak berguna dan berbentuk benda padat. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas

pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur merkuri, busa detergen, dsb. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau buangan yang merupakan

(29)

adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian (Palar, 2008).

2.1.2. Pencemaran Oleh Limbah Industri

Industri memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Secara

ekonomi, industri penting bagi negara dan dapat memberikan pekerjaan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Sektor industri bukan hanya berkaitan dengan bangunan dan pabrik, tetapi juga mencakup industri pertanian, perkapalan dan

kendaraan laut lainnya, kilang minyak dan pengeboran minyak lepas pantai serta truk-truk yang digunakan untuk membawa barang-barang dan bahan mentah yang dihasilkan oleh pabrik (Widyastuti, 2002). Istilah industri sering diindentikkan

dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang

yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Defenisi ini merupakan defenisi industri dalam arti sempit. Dalam pengertian yang lebih luas industri dapat diartikan

sebagai semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup. Industri dalam pengertian luas dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Industri primer, yaitu jenis industri yang langsung mengambil komoditas ekonomi dari alam tanpa proses pengolahan, seperti pertanian,

pertambangan, dan kehutanan.

(30)

menjadi barang yang lebih tinggi nilai kegunaannya. Industri sekunder dinamakan pula industri manufaktur atau pabrik (Utoyo, 2007).

Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak terjadinya revolusi industri di daratan Eropa pada abad pertengahan. Seluruh negara maju di

dunia berpacu untuk mendirikan pabrik-pabrik, untuk kemudahan bagi manusia. Perkembangan yang sangat pesat tersebut kemudian memberikan efek yang buruk bagi manusia. Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap buangan atau

limbah industri telah mengakibatkan terjadinya pencemaran yang sangat luas di seluruh dunia.

Bentuk pencemaran akibat buangan industri adalah pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung gugus logam berat. Sebagai contoh adalah terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg) di perairan Teluk

Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam perairan Teluk Jakarta telah mencapai 0,027 ppm, berarti hampir empat kali dari jumlah hasil

penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumnya. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa orang lainnya mengalami kelumpuhan, lidah kelu dan sama sekali tidak memiliki daya. Penyakit itu nyaris sama dengan penyakit yang

timbul di Teluk Minamata di Jepang pada tahun 1950-an (Palar, 2008).

2.1.3. Pencemaran Laut

Laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau (Setiawan, 2015).

(31)

dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran

sungai (Chandra, 2005).

Selain itu pencemaran laut yang lainnya terjadi pula dari buangan zat kimia

limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Pembuangan tailing atau ampas sisa kegiatan penambangan ke laut juga menyebabkan pencemaran, karena tailing yang seharusnya mengendap di dasar laut dapat terbawa ke

permukaan laut dengan adanya pembalikan arus dari bawah laut (Rizky, 2013). Di pihak lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan

pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia, serta buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai. Kandungan logam di daerah laut dalam dengan laut dangkal biasanya berbeda.

Laut dangkal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan laut dalam. Hal tersebut disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan

bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan

sangat lambat (Darmono, 2001).

A. Laut Sebagai Tempat Pembuangan Limbah

Pembuangan limbah di laut saat ini masih banyak dilakukan. Bahan buangan tersebut terutama berasal dari bahan kerukan pelabuhan yang mendangkal, sungai yang mendangkal, dan sebagainya. Diperkirakan 20% dari

(32)

lumpur yang bercampur dengan bahan kimia toksik, agen infeksi, dan bahan padat yang berasal dari endapan pengolahan limbah.

Limbah industri walaupun telah diproses dengan menggunakan IPAL, namun bila tidak diolah dengan prosedur yang benar akan menimbulkan kualitas

limbah yang buruk. Sehingga permasalahan lingkungan masih sering muncul di daerah industri (Supriharyono, 2000).

2.2. Pencemaran Logam Berat

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terpisahkan dari benda-benda yang terbuat dari logam. Fungsi beberapa jenis logam antara lain, Cr untuk memberi warna cemerlang pada perkakas dari logam, Co sebagai bahan magnet

yang kuat pada loudspeaker atau mikrofon, Cu sebagai kawat listrik, Ni sebagai bahan baja tahan karat/stainless steel, Pb sebagai bahan baterai pada mobil, Zn

sebagai bahan pelapis kaleng, dan Hg sebagai bahan pelarut emas.

Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan

dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan maupun lingkungan (Wahyu dkk, 2008).

Menurut Endang (2007) dalam Djuangsih penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dihancurkan (non

(33)

2.2.1. Pengertian Logam Berat

Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5

gr/cm³. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya. Kemudian diikuti

dengan logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifatnya atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung

dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No. 23

1997). Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam (anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, B3 biologis, B3 logam dan B3 organik. Menurut data dari Environmental Protection Agency (EPA) tahun 1997, terdapat ‘top 20’ B3 dimana dari 20 B3 tersebut diantaranya

adalah logam berat, Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), Kadmium (Cd), dan

Chromium (Cr) (Sudarmaji dkk, 2006).

Perbedaan logam berat dengan logam-logam lain terletak dari pengaruh yang akan dihasilkan bila suatu logam berat berikatan atau masuk ke dalam tubuh

organisme hidup. Sebagai contoh apabila logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, hal itu tidak menimbulkan pengaruh yang

(34)

berlebihan akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).

2.2.2. Kandungan Logam Berat di Perairan

Daya racun logam berat di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, temperatur dan salinitas. Penurunan pH air akan menyebabkan daya racun logam berat semakin besar. Kesadahan yang tinggi dapat mempengaruhi daya racun logam berat, karena logam berat

dalam air yang berkesadahan tinggi akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap ke dalam dasar perairan.

Menurut Hasan Sitorus (2011) yang dikutip dari Manahan akumulasi

logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain 1) kadar logam berat dalam air, 2) kadar logam berat dalam sedimen, 3) pH air dan

pH sedimen dasar perairan, 4) tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), 5) kandungan sulfur dalam air dan sedimen, 6) jenis

hewan air, 7) umur dan bobot tubuh dan 8) fase hidup (telur, larva). Biota air seperti ikan yang hidup di perairan yang tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Semakin tinggi

kandungan logam dalam perairan, maka akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.

Logam berat yang masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang

(35)

Menurut Wahyu (2008) yang dikutip dari Rozanah berdasarkan hasil penelitian Tim Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB,

diketahui bahwa kandungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kuprum (Cu), dan merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta, yaitu di perairan Ancol dan

perairan Dadap, telah melampaui nilai ambang batas. Pencemaran ini diakibatkan oleh pembuangan limbah industri kertas, minyak goreng, limbah rumah tangga, industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda, dan industri dari 13

sungai yang ada di DKI Jakarta, serta pembuangan minyak secara rutin dari kapal dan perahu kecil di kawasan Teluk Jakarta.

2.2.3. Batas Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb)

Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yang disusun antara lain dengan

memperhatikan Keputusan Ditjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 disebutkan bahwa batas maksimum cemaran logam kadmium (Cd) pada ikan dan hasil

olahannya yaitu sebesar 0,1 mg/kg sedangkan logam timbal (Pb) pada ikan dan hasil olahannya sebesar 0,3 mg/kg.

2.3 . Kadmium (Cd)

2.3.1. Karakteristik Kadmium (Cd)

Berdasarkan sifat fisikanya kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih

(36)

mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap amonia (NH3) dan sulfur hidroksida. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang

(Cd sulfit). Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol ; titik leleh 321ºC dan titik didih 767ºC. Kadmium bersifat lentur, tahan terhadap tekanan

serta dapat dimanfaatkan sebagai pencampur logam lain, seperti nikel (Ni), emas (Au), kuprum (Cu), dan besi (Fe) (Wahyu dkk, 2008).

2.3.2. Penyebaran dan Sumber Cd

Cd terutama terdapat dalam kerak bumi bersama dengan seng (Zn). Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu

ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS) yang biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refening bijih-bijih Zn. Cd dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar Cd

sebesar 0,2-0,3%.

Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik

berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik

berlapis Cd serta air minum (Wahyu dkk, 2008).

2.3.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

(37)

dalam pembuatan alloy, dan digunakan pula sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi,

pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi. Pada dasarnya penggunaan kadmium adalah sebagai bahan ‘stabilisasi’ yaitu sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada

elektroplating. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co)

serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn) dan

timbal (Pb).

Pemanfaatan Cd dan persenyawaannya meliputi :

a. Senyawa Cds dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sek wseton karena memiliki potensial voltase

stabil, yaitu 1,0186 volt.

c. Senyawa Cd bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI) yang digunakan untuk fotografi.

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan untuk pembuangan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinilkhlorida (PVC)

sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008).

2.3.4. Mekanisme Toksisitas Kadmium (Cd)

Sekitar 5-8% dari logam kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian

(38)

keluar lagi melalui faeses sekitar 3-4 minggu setelah terpapar Cd, dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Absorpsi kadmium (Cd) dalam saluran pencernaan

meliputi 2 tahap, yaitu :

1. Penyerapan Cd dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel

mukosa.

2. Transpor Cd ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan, terutama dideposit di hati dan ginjal. Kadmium memiliki afinitas yang tinggi pada testis

sehingga konsentrasi pada testis juga akan lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya.

Daya akumulasi kadmium sangat efisien dalam tubuh manusia, yaitu kurang lebih 40 tahun. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama yang berikatan dengan proteintionin dan mengubah tionin

menjadi metalotionin. Metalotionin mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil sisteinil,

histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin (Wahyu dkk, 2008).

2.3.5. Dampak Toksik Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan A. Secara akut

Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Gejala-gejala keracunan akut yang

akan timbul adalah rasa sakit dan panas pada bagian dada. Gejala ini akan muncul setelah 4-10 jam sejak penderita terpapar oleh uap logam Cd. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru-paru. Apabila dapat bertahan hidup,

(39)

Penyakit paru-paru akut ini dapat terjadi bila penderita terpapar oleh uap Cd atau CdO dalam waktu 24 jam, dan akan menyebabkan kematian bila konsentrasi

berkisar dari 2500-2900 mg/m. Sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan solder dengan kandungan 24% Cd. Kematian akan segera terjadi

bila konsentrasi uap solder secara keseluruhan sebesar 1 mg/m. B. Secara kronis

Keracunan yang bersifat kronis disebabkan karena daya racun yang dibawa

oleh logam Cd terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Keracunan kronis ini membawa akibat yang lebih buruk dibandingkan dengan keracunan akut.

Akibat yang ditimbulkan pada umumnya terjadi kerusakan-kerusakan pada sistem fisiologis tubuh, seperti sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping itu, keracunan kronis juga

merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

Salah satu contoh penyakit akibat keracunan logam berat kadmium yaitu Itai-itai Disease. Itai-itai disease terjadi di Jepang, pertama kali ditemui di area yang sangat tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama,

Jepang. Penyakit ini sendiri menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia. Kedua penyakit ini adalah penyakit yang timbul akibat adanya kandungan

kadmium (Cd) dalam tubuh. Menurut hasil identifikasi Dinas Kesehatan setempat atau Public Welfare Office of Toyama terhadap area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% orang dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah

(40)

sedang memproduksi senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting Co. Ltd secara tidak langsung membuat

dampak di sungai Jinzu. Banyak kasus meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras yang

diirigasi oleh sungai tersebut. Pada 34 area persawahan di sekitar sungai Jinzu ditemukan 4,04 ppm kandungan logam berat dalam air, 2,42 ppm kandungan logam berat dalam di tengah area persawahan dan 2,24 ppm di area outlet irigasi.

Sedangkan logam kadmium berkisar kurang dari 1,0 ppm di seluruh wilayah persawahan. Hasil hipotesis masuknya kadmium dalam tubuh manusia diduga

adalah karena padi yang dihasilkan dari kawasan tersebut tercemar kadmium. Seluruh padi yang diteliti memiliki konsentrasi Cd yang beragam mulai dari 1,0 ppm hingga yang tertinggi mencapai 6,88 ppm (Istarani, F dan Elina S, 2014).

Pada ginjal, kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas (toksik ginjal), yaitu gejala proteinuria, glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan

laju filtrasi glomerulus ginjal. Kasus keracunan kadmium juga menyebabkan gangguan kardio vaskuler dan hipertensi. Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Selain itu, kadmium juga

mengakibatkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Darmono, 2001)

Pada paru-paru dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Pada peristiwa terhirupnya debu Cd selama 20 tahun oleh para pekerja industri yang melibatkan Cd, akan menyebabkan terjadinya pembengkakan

(41)

Pada darah dan jantung logam Pb dapat menyebabkan penyakit anemia (kekurangan darah). Hal ini ditemukan pada pekerja yang telah bekerja selama

5-30 tahun pada industri yang melibatkan CdO.

Pada tulang dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Penyakit ini telah

ditemui sebelumnya di Jepang yang disebut dengan ‘itai-itai’ (Itai-itai Disease). Menurut para ahli, efek yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang kemungkinan disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar oleh

Cd sehingga fungsi kalsium dalam pembentukan tulang digantikan oleh logam Cd yang ada. Pada para penderita keracunan kronis, dapat diketahui dengan melihat

tanda-tanda keracunan berupa lingkaran kuning pada bagian pangkal gigi.

Pada sistem reproduksi logam Cd dalam konsentrasi tertentu dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki yang berakibat impotensi. Impotensi

yang ditimbulkan dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testosteron dalam darah (Palar, 2008).

2.3.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kadmium (Cd)

Orang yang rentan terpapar Cd adalah pekerja di lingkungan industri, pekerja galvanisasi, perokok aktif dan perokok pasif, pekerja di penambangan Zn,

dan orang yang mengonsumsi makanan yang tercemar Cd. Untuk mencegah dan mengurangi paparan Cd, dapat dilakukan beberapa hal berikut :

(42)

2. Bagi para pekerja, sebaiknya menggunakan masker serta tidak makan, minum ataupun merokok di daerah industri.

3. Untuk mencegah toksisitas Cd, jaga kecukupan Zn dalam tubuh dengan mengonsumsi makanan yang mengandung Zn tinggi, antara lain biji-bijian

yang tidak ditumbuk halus, makanan dari golongan leguminosae dan kacang-kacangan. Konsumsi suplemen Zn 15-30 mg/hari bisa mengurangi toksisitas Cd (Wahyu dkk, 2008).

Penanggulangan Kadmium (Cd) pada Makanan

Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan

dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat logam dalam makanan sehingga mutu makanan tetap terjaga dari cemaran logam berat. Beberapa kandungan alami makanan dapat

berperan sebagai bahan sekuestran antara lain asam-asam karboksilat (oksalat, succinic), asam-asam hidroksi (laktat, malat, tartarat, sitrat) asam-asam amino, peptida, protein dan porfirin. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kandungan kadmium (Cd) dalam makanan, yaitu :

a) Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang

windu. Dimana jeruk nipis mengandung asam sitrat yang dapat menurunkan kadar kadmium. Perendaman selama 30 menit menunjukkan

(43)

b) Menurut Hudaya (2010) yang mengutip dari Nihe dengan menambahkan asam jawa pada ikan tongkol dapat menurunkan kadar logam kadmium.

Penambahan asam jawa yang mengandung asam hidroksi (malat, tartarat, sitrat) dengan konsentrasi 5%, 15%, 25%, 35% dan 45% selama 30 menit

dapat menurunkan kadmium berturut-turut sebesar 0,175 ppm, 0,219 ppm, 0,298 ppm, 0,259 ppm dan 0,198 ppm.

c) Merendam kerang darah dengan belimbing wuluh. Kadar kadmium dalam

kerang darah dapat berkurang 94,7% setelah direndam dengan larutan belimbing wuluh selama 1 jam. Hal ini karena belimbing wuluh

mengandung asam sitrat (Hudaya, 2010).

d) Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam kadmium sebesar

59,56% (Pransiska, 2010).

e) Merendam kerang bulu (Andara antiquata) menggunakan larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% serta dengan waktu yang berbeda-beda. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan

40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30

(44)

menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08% (Afsyah, 2011).

2.4. Timbal (Pb)

2.4.1. Karakteristik Timbal (Pb)

Timbal atau yang dikenal dengan timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa

digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari

pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328ºC (662ºF); titik didih 1740ºC (3164ºF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Palar, 2008).

2.4.2. Penyebaran dan Sumber Pb

Logam timbal di bumi jumlahnya sangat sedikit, yaitu 0,0002% dari jumlah kerak bumi bila dibandingkan dengan jumlah logam lainnya yang ada di

bumi. Pencemaran Pb berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air, udara, maupun darat.

Keberadaan timbal di badan air berasal dari 2 sumber, yakni yang pertama terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam melalui proses

alami seperti letusan gunung berapi, bebatuan dan proses geokimia, kemudian yang kedua berasal dari aktifitas manusia seperti air buangan industri, electroplating/pelapisan logam, pertambangan, peleburan, panggunaan pestisida,

(45)

merupakan hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dengan bantuan hujan. Selain itu juga sebagai akibat proses korosifikasi bahan mineral akibat

hempasan dan angin. Timbal yang berasal dari air aktivitas manusia jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai dan kemudian terbawa menuju laut.

Kadar Pb secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah memiliki kadar sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah berkisar antara 1-60 µg/liter. Pb juga ditemukan di air permukaan, pada air

telaga dan air sungai sebesar 1-10 µg/liter, air laut lebih rendah dari air tawar. Laut Bermuda yang bebas dari pencemaran Pb sekitar 0,07 µg/liter. Secara alami

Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya antara 0,0001-0,001 µg/m³. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3 (cerusite), dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb

yang berasal dari tambang (Sudarmaji dkk, 2006). Di alam terdapat 4 macam isotop timbal, yakni :

1. Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48% dari seluruh isotop timbal. 2. Timbal 206 sebanyak 23,60%.

3. Timbal 207 sebanyak 22,60%.

4. Timbal 208 sebanyak 52,32% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. Isotop-isotop ini merupakan hasil akhir dari peluruhan unsur-unsur radioaktif

alam (Palar, 2008).

2.4.3. Penggunaan Dalam Bidang Industri

Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida,

(46)

formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Wahyu dkk, 2008).

Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy

(suatu persenyawaan) dengan logam bismut (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7. Timbal oksida (PbO) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Persenyawaan yang dibentuk

oleh Pb dengan unsur kimia lainnya beserta dengan fungsinya, yaitu :

Tabel. 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya

Bentuk Persenyawaan Kegunaan

Pb + Sb Kabel telepon

Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik Pb + arsenat Insektisida

Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat

Pb – asetat Pengkilapan keramik & bahan anti api Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas

Tetrametil – Pb & Tetraetil – Pb Aditive untuk bahan bakar kendaraan bermotor

(Palar, 2008)

2.4.4. Mekanisme Toksisitas Timbal (Pb)

Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5%. Pb dapat

menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan

(47)

berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh.

Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman sekitar 14% akan masuk ke saluran pencernaan yang kemudian akan ikut dalam

proses metabolisme tubuh. Jumlah timbal yang masuk melalui makanan masih mungkin ditolerir oleh lambung, karena adanya asam lambung yang dapat menyerap timbal. Timbal yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan akan

melewati hati sebelum dibawa ke bagian tubuh lain. Melalui proses biotransformasi hati akan mendetoksifikasi zat kimia yang masuk. Dari proses

tersebut akan dihasilkan metabolit yang seringkali larut dalam air sehingga dapat diekskresi oleh tubuh (Oktaria, 2009).

Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia (Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005)

Timbal yang diabsorpsi ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah,

(48)

terakumulasi dalam skeleton (tulang) sekitar 90% dari keseluruhan. Ekskresi timbal melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar

saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel dan ekskresi empedu.

Pb yang telah diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung dengan matrik tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Karena logam ini dalam bentuk ion (Pb²+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca²+ (kalsium) yang terdapat

dalam jaringan tulang. Penyimpanan Pb dalam tulang menyebabkan kenaikan katabolisme tulang yang memungkinkan dapat meningkatkan konsentrasi Pb

dalam sirkulasi darah. Beberapa penyakit yang dapat timbul karena proses pergantian tulang berkaitan dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan osteoporosis.

Secara intraseluler, Pb terikat pada kelompok sulfhidril dan ikut berperan dalam sejumlah enzim seluler, seperti dalam sintesis heme. Pengikatan seperti itu

juga terdapat pada keberadaan Pb dalam rambut dan kuku.

Waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20

hari, sedangkan ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian

(49)

2.4.5. Dampak Toksik Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan A. Secara akut

Toksisitas akut akibat logam Pb terjadi jika Pb masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau menghirup gas Pb dalam waktu yang relatif pendek dengan

dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala dan tanda-tanda klinis akibat paparan Pb secara akut dapat menimbulkan beberapa gejala, antara lain :

1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali

dengan sembelit, mual, muntah dan sakit perut yang hebat.

2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau

pikiran kacau, sering pingsan dan koma.

3. Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat.

B. Secara kronis

Pada kasus terpapar Pb akibat kerja, intoksikasi Pb secara kronis berjalan

lambat. Gejala awal ditandai dengan kelelahan, kelesuan, irritabilitas dan gangguan gastrointestinal. Apabila terpapar secara terus-menerus, pada sistem saraf pusat menyebabkan gejala seperti insomnia, bingung atau pikiran kacau,

konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan (memori).

Berbagai penelitian secara epidemiologi telah menunjukkan bahwa tingkat

paparan dengan dosis rendah akan menimbulkan dampak yang merugikan pada sistem saraf pusat. Dampak tersebut diantaranya dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk mengikuti perintah yang sederhana dan pada tes IQ

(50)

analisis dari Needlemen dan Gatsonis menyatakan bahwa kadar Pb darah sebesar 10-15 µg/dl akan menimbulkan gangguan terhadap IQ anak. Hasil penelitian juga

menyatakan bahwa setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebanyak 10 µg/dL akan menurunkan IQ sebanyak 4,6 poin.

Gejala lainnya yang timbul akibat terpapar Pb secara kronis adalah kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, sedangkan pada laki-laki telah terbukti adanya perubahan

dalam spermatogenesis. Pada ibu hamil yang terpapar Pb selama kehamilan, Pb akan melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran

darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu (Riyadina, 1997).

2.4.6. Pencegahan dan Pengendalian Timbal (Pb)

Berbagai upaya untuk mencegah dan menghindari efek toksik Pb antara lain : 1. Melakukan tes medis (Pb dalam darah) terutama bagi pekerja yang berisiko

terpapar Pb. Tes medis tersebut meliputi : a) Sejarah Medis Pekerja (masa kerja)

Dilihat dalam hal riwayat terpapar Pb secara individu, kondisi higiene

tempat kerja, kondisi gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi dan masalah neurologi.

b) Tes Fisik

Diperiksa pada keadaan gusi dan gastrointestinal, hematologi, saluran ginjal, reproduksi, dan sistem saraf serta kondisi paru-paru.

(51)

d) Tes Darah

Kandungan Pb dalam darah, Zinc protoporfyrin atau eritrosit forfirin

bebas, hemoglobin, hematokrit, kreatinin serum dan urinalisis dengan tes mikroskopik.

e) Tes Lain

Indikasi klinis lain yang timbul (Riyadina, 1997).

2. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat

makanan/minuman yang mengandung Pb (keramik berglasur, wadah/kaleng yang dipatri atau mengandung cat).

3. Pemantauan kadar Pb di udara dan kadar Pb dalam makanan/minuman secara berkesinambungan.

4. Mencegah anak menelan/menjilat mainan bercat atau berbahan mengandung

cat.

5. Menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya

terpolusi oleh gas buang kendaraan, terkhusus bagi anak-anak dan ibu hamil. 6. Menjaga higiene dan sanitasi makanan/minuman dan lingkungan.

7. Bagi para pekerja yang kontak dengan Pb sebaiknya menggunakan peralatan

standar keamanan dan keselamatan kerja.

8. Mengurangi emisi gas buang yang mengandung Pb, baik dari kendaraan

bermotor maupun industri (Wahyu dkk, 2008).

Penanggulangan Timbal (Pb) pada Makanan

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar timbal (Pb)

(52)

a. Merendam makanan dengan menggunakan jeruk nipis, misalnya udang windu. Perendaman selama 30 menit menunjukkan terjadi penurunan kadar

timbal sebesar 48,40%, sedangkan perendaman selama 60 menit dapat menurunkan kadar timbal sebesar 64,46% (Armanda, 2009).

b. Merebus kerang bulu dengan menggunakan asam gelugur seberat 100 gram dapat menurunkan kandungan kadar logam timbal sebesar 68,08% (Pransiska,

2010).

2.5. Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan

Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :

472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan). Kasus keracunan makanan sudah kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik

yang disebabkan oleh toksin dalam makanan maupun oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen yang terkontaminasi pada makanan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.033 Tahun 2012

tentang Bahan Tambahan Pangan terdapat 10 jenis bahan tambahan yang dilarang yaitu :

1. Asam Borat dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya 3. Dietilpirokarbonat

(53)

5. Formalin 6. Kalium bromat

7. Kalium klorat 8. Kloramfenikol

9. Minyak nabati yang dibrominasi 10. Nitrofurazon

11. Dulkamara

12. Kokain 13. Nitrobenzen

14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka

17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi

19. Minyak sasafras

Menurut Badan POM (2006) bahan kimia yang paling sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B dan kuning metanil.

Beberapa tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut adalah :

a. Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti

jamur kayu; pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep dan campuran pembersih.

b. Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak digunakan

(54)

bahan untuk pembuatan sutra buatan; zat pewarna; pembuatan gelas dan bahan peledak; dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan

gelatin dan kertas; untuk mengawetkan mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat dalam bentuk urea formaldehid; untuk membuat parfum; bahan

pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis; dalam konsentrasi yang kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet

untuk berbagai produk konsumen.

c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, sabun, kayu dan

kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, dll serta untuk pewarna biologik.

d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat juga

digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

2.5.1. Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan paradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan dan jagung. Demikian pula dengan

menggunakan garam, asam dan gula. Kemudian dikenallah penggunaan bahan pengawet untuk mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga

pangan tetap awet seperti semula (Cahyadi, 2009).

Gambar

Tabel. 2.1. Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
Gambar 2.1 Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia (Depkes RI,
Tabel 2.2. Efek Formaldehid Terhadap Kesehatan Berdasarkan Dosis Pemaparannya
Gambar 2.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin melihat mengenai kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGA LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul : Analisis Kandungan Kadmium Cd, Timbal Pb Dan Seng Zn Pada Kerang Hijau ​Perna Viridis​ Di Pantai

marina Terhadap Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) di Kampung Nelayan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara.. Dibawah bimbingan YUNASFI

Puji syukur dan kemuliaan saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

Data kandungan logam timbal dan kadmium dalam sampel pempek yang diuji dapat dilihat pada Kadar rata-rata logam timbal yang terdapat dalam pempek rebus berbahan baku ikan gabus

Puji syukur dan kemuliaan saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Sawahlunto (2010) melaporkan bahwa konsentrasi beberapa logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) di perairan

Judul Tesis : Ikan Batak ( Neolissochillus sumatranus ) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) di Perairan Sungai Asahan..