• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma Viride Pada Ransum Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma Viride Pada Ransum Terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Ayam Broiler"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DENGAN PENGOLAHAN

FILTRAT AIR ABU SEKAM FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG

Trichoderma viride

PADA RANSUM TERHADAP KARKAS DAN

LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

EKO PUTRA 090306043

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DENGAN PENGOLAHAN

FILTRAT AIR ABU SEKAM FERMENTASI EM-4 DAN KAPANG

Trichoderma viride

PADA RANSUM TERHADAP KARKAS DAN

LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh:

EKO PUTRA 090306043

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan

Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam Fermentasi EM-4 dan Kapang Trichoderma viride

Pada Ransum Terhadap Karkas Dan Lemak Abdominal Ayam Broiler

Nama : Eko Putra

NIM : 090306043

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. R.Edhy Mirwandhono, MSi. Prof.Dr.Ir.Hasnudi,MS. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, Msi Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRACT

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Tepung Limbah Udang Dengan Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam, Fermentasi EM-4, dan Kapang Trichoderma viride Pada Ransum Terhadap Karkas Dan Lemak Abdominal Ayam Broiler”. Skripsi ini sebagai informasi pendidikan dan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan abang-abang penulis yang telah mendidik, memberi semangat dan dukungan moril selama ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, Bapak Usman Budi SPt, Msi, Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku dosen undangan, terimakasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, Msi selaku Ketua Program Studi Peternakan yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis. Terima kasih buat sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

DAFTAR ISI

Kebutuhan Nutrisi Broiler... ... 12

(7)

Persentase Karkas ... 33

Bobot Lemak Abdominal ... 36

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

(8)

DAFTAR TABEL

(9)

ABSTRACT

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Indonesia. Produk hasil peternakan seperti daging merupakan sumber pangan berprotein tinggi yang sangat diminati oleh masyarakat. Usaha peternakan unggas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan daging ayam sebagai sumber protein hewani.

Ayam broiler merupakan salah satu komoditi sub sektor peternakan yang penyebarannya di Indonesia sangat luas mulai dari pinggiran kota sampai ke pelosok pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa ayam broiler mempunyai potensi sangat baik untuk dikembangkan.

Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dipotong dan dibuang bulu, lemak abdomen,organ dalam, kaki, kepala, leher dan darah, kecuali paru -paru dan ginjal. Menurut Lesson (2000), faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak.

(11)

kasar yang tinggi dalam ransum sehingga hasil samping udang merupakan salah satu bahan pakan sumber serat yang dapat ditambahkan dalam ransum ayam untuk menurunkan kadar lemak daging ayam broiler.

Dengan adanya kandungan protein limbah udang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler, maka diharapkan adanya peningkatan bobot karkas, bobot hidup, serta menurunnya kadar lemak abdominal ayam broiler. Dengan meningkatnya bobot karkas dan penurunan kadar lemak abdominal maka penggunaan limbah udang dalam ransum sangat baik.

Dalam menyusun pakan ternak ayam broiler selalu berpedoman dalam imbangan protein dan energi. Menurut sumbernya protein dalam pakan ayam broiler dibedakan menjadi dua, yaitu : protein hewani dan protein nabati ( protein dari tanaman atau sisa tanaman ). Secara umum sumber protein hewani dalam pakan ayam broiler dipenuhi dengan penambahan tepung udang di dalam formula ransum.

(12)

380.972 ton dan produksi ini meningkat sebesar 14% per tahun.Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka sebesar 35%-37% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya.

Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat meningkatkan kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi tepung limbah udang. Inokulum EM-4, yaitu bakteri fermentasi yang berisi kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pruduksi ternak, sebagian besar terdiri dari genus Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik,

Actinomycetes sp, Sreptomyces sp, jamur pengurai selulosa dan ragi yang

berfungsi menguraikan selulosa atau khitin pada limbah udang ( Harnentis, 2004).

Trichoderma viridae merupakan kapang yang potensial memproduksi selulase

dalam jumlah relatif besar guna mendegradasi selulosa secara luas.Selain itu penggunaan kapang Trichoderma viridae dalam proses pengolahan bahan pakan memiliki kelebihan yaitu, protein enzim yang dihasilkan oleh kapang tersebut kualitas yang sangat baik jika dibandingkan dengan jenis kapang lainnya.

(13)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh pemberian tepung udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, difermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae terhadap bobot karkas dan lemak abdominal ayam broiler.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan tepung udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, difermentasi EM-4 dan kapang Trichoderma viridae dalam pakan dapat menggantikan tepung udang komersil dalam meningkatkan bobot karkas ayam dan berpengaruh terhadap bobot lemak abdominal ayam broiler.

Kegunaan Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Limbah Udang

Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam, yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh , (2) badan tanpa kepala dan (3) dagingnya saja. Pengolahan produksi udang berdasarkan ketiga macam produk tersebut, menyebabkan terdapat bagian-bagian udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan kulitnya. Bagian tersebut merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut limbah udang (Mudjima,1986 dalam Abun 2009).

Kepala udang merupakan limbah dari industri pengolahan udang beku untuk diekspor atau pengolahan udang segar di pasar. Limbah udang di Indonesia umumnya terdiri atas bagian kepala, ekor dan kulit udang serta udang yang rusak dan afkir (Mirzah, 1990, 1997). Limbah ini sangat potensial dijadikan bahan pakan sumber protein hewani karena ketersediaannya cukup banyak dan

mengandung zat-zat gizi yang tinggi, terutama protein dan mineralnya (Okaye et al., 2005; Khempaka et al., 2006).

Limbah udang terdiri dari bagian kepala, ekor dan kulit serta udang-udang kecil. Wanasuria (1990), melaporkan bahwa tidak seluruh komoditi udang diekspor dalam bentuk udang segar, sebahagian besar diekspor dalam bentuk olahan, yaitu diolah untuk membuang kepala dan kulit udang.

(15)

kebeberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang dihasilkan akan bertambah pula. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri dari bagian kepala, kulit ekor dan udang kecil -kecil disamping sedikit daging udang (Parakkasi, 1983 dalam Abun 2009).

Tepung limbah udang (TLU) terbuat dari limbah udang sisa hasil pengolahan udang setelah diambil bagian dagingnya, sehingga yang tersisa adalah bagian kepala, cangkang, ekor dan udang kecil utuh dalam jumlah sedikit. Kualitas dan kandungan nutrien limbah udang sangat tergantung pada proporsi bagian kepala dan cangkang udang (Djunaidi. dkk, 2009).

Pemanfaatan limbah udang sebagai salah satu bahan penyusun ransum ternak unggas dapat dilakukan, disebabkan limbah tersebut mempunyai kandungan zat-zat makanan yang cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga mengandung serat kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas.

(16)

pemanfaatannya belum optimal dibanding dengan potensi nilai gizinya. (Foster dan Webber, 1960; Walton dan Blackwell, 1973).

Peningkatan kualitas dan pemanfaatan limbah udang secara maksimal dalam ransum memerlukan pengolahan yang tepat sebelum diberikan pada ternak untuk dapat meningkatkan kecernaan dan menurunkan kandungan khitinnya. Penggunaan limbah udang sebagai bahan pakan ternak perlu sentuhan teknologi untuk meningkatkan nilai gizinya,karena bahan ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, dan memiliki kecernaan protein yang rendah karena mengandung zat anti nutrisi khitin (Hartadi et al., 1997).

Pengolahan Filtrat Air Abu Sekam

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan dekomposisi kitin limbah udang melalui pengolahan di antaranya secara kimia, yaitu melalui perendaman dengan larutan basa atau asam (Mirzah, 1990; Wahyuni & Budiastuti, 1991). Namun dengan perendaman dengan bahan kimia, sisa-sisa bahan kimia yang ada pada bahan juga berpengaruh pada ternak dan limbah bahan kimia proses pengolahan juga dapat mencemari lingkungan.

(17)

lain tidak banyak berubah, yaitu bahan keringnya 86,40%, protein kasar 38,98%, lemak 4,12%.

Salah satu cara pengolahan limbah udang adalah dengan cara pengukusan, dimana sebelum dilakukan pengukusan limbah udang direndam terlebih dahulu dalam air abu sekam 10% selama 48 jam untuk meregangkan ikatan khitin pada limbah udang tersebut. Hasil penelitian Meizwarni (1995), dedak yang diberi praperlakuan hidrolisis air abu sekam 10% memperlihatkan peningkatan kualitas dedak yang dihasilkan. Sedangkan Resmi (2000) menyatakan bahwa pengolahan limbah udang dengan cara pengukusan menghasilkan kandungan protein kasar tertinggi dan kadar khitin terendah dibandingkan dengan cara direbus dan disangrai.

Pengolahan limbah udang digunakan filtrat air abu sekam (FAAS) 10%. Filtrat air abu sekam sebagai larutan untuk perendam dibuat dengan cara sekam padi yang telah diabukan secara sempurna dilarutkan dalam air bersih. Larutan abu sekam padi 10% diperoleh dengan melarutkan 100 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya dan siap digunakan. Setelah direndam selama 48 jam selanjutnya limbah udang dikukus selama 45 menit, dan dikeringkan dengan cahaya matahari dan akhirnya digiling.

Fermentasi

(18)

Fermentasi berperan melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Hardjo et al, 1989).

Pakan tanpa fermentasi yang diberikan pada ayam akan menghasilkan nilai daya cerna protein yang lebih rendah dibandingkan dengan pakan yang difermentasikan terlebih dahulu. Pakan yang difermentasi cukup palatabel dan disukai ternak (Rasyaf, 1997).

Fermentasi EM-4

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1986).

Menurut hasil penelitian Nwanna ( 2003), untuk pengolahan limbah udang secara fermentasi dapat menggunakan inokulum Lactobacillus sp sebagai fermentor untuk pembuatan silase limbah udang, yaitu dalam waktu 14 hari. Selain Lactobacillus sp, juga dapat digunakan inokulum EM-4, yaitu bakteri fermentasi yang berisi kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pruduksi ternak, sebagian besar terdiri dari genus Lactobacillus sp, bakteri fotosintetik, Actinomycetes sp, Sreptomyces sp,

(19)

Pengolahan dengan menggunakan kultur campuran EM-4 dapat meningkatkan kandungan nilai gizi dan kualitas nutrisi tepung limbah udang dibandingkan tepung limbah udang hasil preparasi dengan FAAS saja. Penggunaan inokulum dengan kultur campuran (EM-4) lebih baik dibandingkan inokulum dengan mono kultur (Lactobacillus sp). Produk tepung limbah udang olahan terbaik diperoleh pada pengolahan dengan menggunakan EM-4 dengan dosis 20 ml/100 gram substrat dngan lama fermentasi 11 hari (Harnentis, 2004).

Kapang Trichoderma viridae

Degradasi komplek senyawa protein-khitin-kalsium karbonat dengan sempurna baru akan terjadi bila limbah udang diperlakukan dengan enzim yang dihasilkan oleh kapang melalui proses fermentasi. Salah satu caranya adalah menggunakan jasa kapang dari mikroorganisme penghasil enzim khitinase. Terdapat beberapa jenis kapang yang dapat mengahasilkan enzim khitinase, salah satunya kapang Trichoderma viridae (Yurnaliza, 2002; Volk, 2004) yang dapat mendegrasi khitin pada limbah udang.

(20)

Menurut Poesponegoro (1976) bahwa kapang Trichoderma viridae

mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada bahan berselulosa dapat merangsang dikeluarkannya enzim selulase. Hal tersebut disebabkan karena kapang Trichoderma viridae mampu memanfaatkan bahan organik yang terkandung dalam substrat untuk dirombak serta mengkonversikannya menjadi peningkatan pada kandungan protein substrat tepung limbah udang.

Menurut Winarno (1993), bahwa selama fermentasi kapang membutuhkan waktu untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan miselia dan menafaatkan bahan organik untuk proses degradasi. Literatur pendukung lainnya bahwa peningkatan jumlah massa mikroba akan menyebabkan meningkatkan kandungan produk fermentasi, dimana kandungan protein merupakan refleksi dari jumlah massa sel (Nurhayani, 2000 ). Dimana dalam proses fermentasi mikroba akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa-senyawa kompleks menjadi lebih sederhana, dan mikroba juga akan mensistesis protein yang merupakan proses

proteinenrichment yaitu pengkayaan protein bahan.

Miselium Trichoderma dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-macam, termasuk enzim selulase (pendegradasi selulosa) dan khitinase (pendegradasi khitin). Oleh karena adanya enzim selulase, Trichoderma dapat tumbuh secara langsung di atas kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Oleh karena adanya khitinase, Trichoderma dapat bersifat sebagai penghambat bagi jamur yang tidak menguntungkan (Volk, 2004).

(21)

berikutnya ada yang mengalami penurunan (fase kematian) dan ada yang mengalami titik kestabilan (fase stationer), dimana ditinjau dari peningkatan jumlah mikroba dan bakteri pada variabel perbedaan penambahan sumber nitrogen pada waktu yang optimal fementasi substrat limbah udang dan dedak padi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa tahapan-tahapan pertumbuhan mikroba yang utama ada 4 yaitu: lag phase (fase adaptasi), dimana pada saat ini posisi pertumbuhan lambat dan cenderung mikroba beradaptasi menyesuaikan lingkungan yang baru; exponential/logarithmic phase (fase pertumbuhan);

stationary phase (fase stasioner /fase dimana kematian seimbang dengan

pertumbuhan); death phase (fase kematian),kematian lebih besar daripada pertumbuhan (Dwidjoseputro, 1985).

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan bobot badan yang sangat cepat, efisiensi pakan cukup tinggi, ukuran badan besar dengan bentuk dada lebar dan padat dan berisi sehingga sangat efisien diproduksi dalam jangka waktu 5-6 minggu ayam broiler tersebut dapat mencapai bobot hidup 1,4 – 1,6 kg. Secara umum broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu broiler lebih dapat terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 1997).

(22)

diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara.

Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain hanya disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi. Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan antara tingkat energi dan proteinsehingga penggunaan ransum menjadi efisien (Suprijatna et all., 2005).

Perbedaan ransum yang diberikan tergantung pada kebutuhan broiler pada fase pertumbuhannya. Kebutuhan zat makanan broiler pada fase yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher.

Zat Nutrisi Starter Finisher

Protein kasar (%) 22 20

Lemak kasar (%) 4 – 5 3 – 4

Serat kasar (%) 3 – 5 3 – 5

Kalsium (%) 1 1

Pospor (%) 0,7 0,7

EM (kkal/kg) 3050 3050

(23)

Ransum Broiler

Ransum merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi untuk keberhasilan dalam usaha pemeliharaan ayam. Ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berkelebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997).

Fungsi makanan yang diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, serta menggantikan bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlikan ayam adalah karbohidrat, lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya (Sudaryani dan Santoso, 1995).

Air sangat penting untuk mengatur temperatur tubuh. Bila ayam hanya diberi air dan tidak diberi makan dapat hidup lebih lama. Kekurangan air hanya untuk satu hari saja dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan sangat menurunkan kecepatan pertumbuhan broiler (Wahju, 1997).

Sistem Pencernaan Ayam

(24)

dalam tembolok akan mendapatkan sekreta mukus yang berfungsi untuk menghaluskan pakan. Setelah melewati tembolok, pakan menuju lambung kelenjar (proventrikulus) yang merupakan organ berdinding tebal dan berada di depan lambung otot (gizzard). Pakan disimpan secara sementara di proventrikulus dan dicampur dengan enzim pepsin dan amilase yang dihasilkan oleh organ tersebut. Setelah itu, pakan masuk ke lambung otot, yang merupakan organ tersusun dari otot yang kuat, yang berisi bebatuan atau pasir, dan di dalamnya pakan akan dihancurkan. Pakan kemudian berpindah menuju usus halus, sekum dan usus besar, dan berakhir di kloaka. Sistem pencernaan pada unggas tergolong cepat karena membutuhkan waktu cerna hanya 2½ jam pada ayam petelur dan 8 ½ jam pada ayam lain (Scanes et al. 2004).

Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Energi metabolis berarti kemampuan untuk melakukan suatu kerja (Scott et all, 1982 ).

Nilai energi metabolis dari bahan-bahan pakan adalah penggunaan paling banyak dan aplikasi yang praktis dalam ilmu nutrisi ternak unggas karena penggunaan ini tersedia untuk semua tujuan termasuk peningkatan karkas ayam, besarnya kandungan energi metabolisme yang dibutuhkan ayam broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah 2.900 sampai 3.200 kkal/kg ransum (NRC, 1994).

(25)

Karkas Ayam Broiler

Karkas ayam dibuat klasifikasinya berdasarkan bagian-bagian tubuh (Rasyaf, 2003). Selama proses pengolahan akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari bagian daging tubuh dengan demikian daging siap masak itu hanya tinggal daging pada bagian tubuh tambah dengan siap masak itu 75% dari berat hidup (Rasyaf, 2003).

(26)

Karkas yang baik harus mengandung daging yang banyak, bagian yang dimakan harus baik, kadar lemak tidak terlalu tinggi, kesemuanya ini sangat dipengaruhi oleh faktor pengelolaan dan pakan. Persentase kualitas berat karkas ayam broiler yang mendapat protein sebesar 23% akan lebih besar dibandingkan dengan ayam yang mendapat ransum dengan protein yang lebih rendah dari 23% (Thamrin, 1984). Menurut Rasyaf (1994), Hasil samping udang kandungan proteinnya sebesar 43% sampai 47% dan merupakan sumber protein yang baik sehingga limbah udang merupakan bahan pakan yang berpengaruh baik terhadap peningkatan kualitas karkas.

Untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik ternak unggas seperti ayam, sebaiknya diistirahatkan sebelum di potong. Cara pemotongan unggas yang lazim dilakukan di indonesia adalah cara Khosher yaitu memotong arteri karotis, vena jungularis dan oesophagus. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4 % dari berat tubuh. Proses pengeluaran darah ayam biasanya berlangsung selama 50 – 120 detik, tergantung pada besar dan kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1994).

Lemak Abdominal

(27)

akan menyebabkan penimbunan lemak disekitar daerah ovarium yang akan menghambat ovulasi (AAK, 1994).

Menurut Soeparno (1994), proporsi lemak karkas yang tinggi sebagai akibat dari perlakuan pakan yang berenergi tinggi, adalah karena sintesis lemak dan karbohidrat yang lebih besar dibandingkan dengan pakan yang berenergi rendah, terjadi kenaikan persentase lemak dan penurunan persentase kadar air.

Faktor yang mempengaruhi penimbunan lemak pada ayam yaitu strain ayam, jenis kelamin, umur, kualitas dan kuantitas ransum serta faktor lingkungan seperti kandang, musim, temperatur dan kelembapan (Wahju, 1997).

Salah satu cara mengurangi perlemakan pada ayam pedaging adalah dengan memvariasikan pada nutrien ransum, terutama energi dan protein. Dengan peningkatan kandungan energi ransum maka akan meningkat pula kandungan lemak tubuh atau lemak abdominalnya secara keseluruhan, dan sebaliknya dengan meningkatnya kandungan protein ransum maka jumlah lemak abdominalnya akan menurun (Wahyu, 1988).

(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan November 2013 sampai bulan Januari 2014.

Bahan dan Alat Penelitiaan

Bahan

Day old chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak

120 ekor strain Cobb – LH 500. Bahan penyusun ransum terdiri atas tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung limbah udang dengan pengolahan filtrat air abu sekam, tepung limbah udang dengan fermentasi EM-4, tepung limbah udang dengan fermentasi Trichoderma viridae, minyak nabati, dan top mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh diberikan secara

ad libitum. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi. Rodalon

(29)

kekebalan tubuh broiler. Formalin 40% dan KmnO4 (kalium permanganat) untuk

fumigasi kandang. Vitamin seperti vitachick® sebagai suplemen tambahan.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100cm x 100cm x 50cm, jumlah kandang sebanyak 24 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOC, peralatan kandang terdiri dari 24 unit tempat minum dan 24 unit tempat pakan, timbangan

salter dengan kapasitas 5kg dengan kesetaraan 0,001g untuk menimbang

pertambahan bobot badan ayam, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 24 buah, Thermometer, alat pembersih kandang, pisau, plastik, ember, alat tulis, buku data dan kalkulator. Terpal dengan ukuran 3 x 6 sebanyak 4 buah sebagai penutup dinding ruangan.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor broiler. Perlakuan pada penelitian yaitu :

POa = Pakan komersil

POb = Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 10% dan

tanpa tepung limbah udang

P1 = Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5%

(30)

P2 = Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5%

tepung limbah udang fermentasi EM-4

P3 = Ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5%

tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae

P4 = Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10%

tepung limbah udang pengolahan filtrat air abu sekam

P5 = Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10%

tepung limbah udang fermentasi EM-4

P6 = Ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10%

tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viridae

Ulangan yang didapat berasal dari rumus : t (n –1) ≥ 15

8 (n –1) ≥ 15 8n –8 ≥ 15 n ≥ 2,8

n ≥ 3

Model matematik percobaan yang digunakan adalah : Yij = µ + σi + €ij

Dimana :

i = 1,2,3,.... i = perlakuan j = 1,2,3, j = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan k-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

(31)

ij = efek j galat pada perlakuan k-i, ulangan ke-j

Parameter Penelitian

1.Persentase Karkas Ayam Broiler (%)

Persentase karkas =

ℎ� x 100 % 2.Bobot Potong

Bobot akhir setelah ayam dipuasakan selama 6 jam 3. Bobot Karkas

Bobot daging setelah komponen non karkas dipisahkan 4. Bobot Lemak Abdominal

Persentase lemak abdominal = �

ℎ� x 100 % .

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang dipersiapkan selama 2 minggu sebelum Day old chick di kandangkan, dimana seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang didesinfektan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan formalin dan KMNO4 yang dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan

ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari formalin dan KMNO4

(32)

masing-masing plot kandang serta dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum Day old chick tiba/dikandangkan, alat penerangan sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu Day old chick.

2. Random Day Old Chick

Ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 5 ekor per unit kandang. Dilakukan penimbangan bobot badan awal. Kemudian anak ayam umur satu hari dihomogenkan bobot badannya dengan menggunakan rumus ẍ ± 2 sd untuk ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 5 ekor per unit kandang.

3. Penyusunan Ransum

(33)

4. Pemeliharaan Broiler

1. Sesaat Day old chick dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick® atau sejenisnya.

2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat Day old chick dihidupkn 24 jam penuh sampai Day old chick berumur 1 minggu dan setelah

Day old chick berumur 2 minggu pemanas dihidupkan hanya pada malam

hari saja tergantung kondisi cuaca.

3. Pemberian ransum pertama kali sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan setelah 48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad bilitum. Untuk pemberian air minum dilakukan secara ad bilitum yakni pada pagi hari dan sore hari. Dimana tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan pada broiler.

(34)

5. Obat-obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang seperti Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya tanda-tanda penyakit pada ayam tersebut.

6. Sisa feses atau kotoran ayam dibersihkan setiap 3 hari sekali disertai dengan penyemprotan rodalon disekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan lalat yang membawa bibit penyakit.

5. Pengambilan Data

Data diambil setelah umur ayam mencapai umur pemotongan karkas yaitu umur 8 minggu. Pengambilan data dilakukan dengan menimbang dan mengukur parameter yang telah ditentukan

Persiapan yang dilakukan untuk memperoleh karkas dan bobot lemak abdominal adalah :

1. Pemuasaan, ayam dipuasakan selama enam jam untuk mengosongkan isi tembolok dan mengurangi isi saluran pencernaan.

2. Pemotongan, ayam dipotong dibawah rahang termasuk vena jungularis, pipa tenggorokan dan kerongkongan.

3. Pengeluaran darah, setelah dipotong ayam digantung dengan posisi kepala kebawah dan biarkan selama 2 menit.

4. Penyeduhan (scalding), ayam dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu sekitar 60ºC selama 1 menit untuk mempermudah pencabutan bulu.

5. Pencabutan bulu, bulu dicabut secara manual

(35)

7. Pengeluaran lemak sekitar rongga perut, kloaka, serta rempela dan ditimbang sebagai lemak abdominal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dari penimbangan bobot ayam sebelum dilakukan pemotongan setelah dipuasakan selama enam jam.Rataan bobot potong ayam

broiler dapat dilihat pada tabel berikut. Total 11966.33 11899.67 11925.33 35791.33 11930.44 33.63 Rataan 1495.79 1487.46 1490.67 4473.92 1491.31 4.20 POa: Pakan komersil; POb:Ransum formulasi dengan tepung ikan 10%;P1:Ransum formulasi dengan 5% tepung ikan dan 5% TLU pengolahan FAAS;P2:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4;P3:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan 5% TLU fermentasi kapang

Trichoderma viride;P4:Ransum formulasi dengan 10% TLU pengolahan

(36)

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat rata-rata bobot potong tertinggi adalah 1768,00g (POa), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P3 (1486,89g), perlakuan POb (1473,11g), perlakuan P2(1471,67g), perlakuan P1(1462,22g), perlakuan P6 (1449,78g), perlakuan P5 (1416,44g), dan rata-rata bobot potong terendah yaitu perlakuan P4 (1402, 33g). Tabel 1 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot potong adalah sebesar 1768,00g . Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan menurut Murtidjo (1994) yaitu sebesar 830 g sedangkan menurut Cahyono (1998) bobot potong ayam kampung adalah sekitar 800 g. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, genetik, asupan nutrisi dan lingkungan. Asupan nutrisi yang terdapat dalam ransum setiap perlakuan menyebabkan tingginya pertambahan bobot badan dilanjutkan pengaruh ke bobot potong ayam broiler. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan pengolahan limbah udang menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot potong ayam broiler umur 4 minggu.

(37)

sekam memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P3 yaitu ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viride tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P4. Perlakuan P4 ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang pengolahan filtrate air abu sekam tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan P6. Perlakuan P5 yaitu ransum formulasi tanpa penggunaan ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi EM-4 tidak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P6.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung udang dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan bobot potong yang sama.

(38)

asam-asam amino. Protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh.

Pengaruh yang tidak nyata pada setiap perlakuan selain ransum komersial sebagai pembanding/ransum kontrol mengandung protein yang tersusun atas asam-asam amino yang merombak semua susunan ransum tercerna menjadi daging sehingga bobot potong menjadi seimbang dengan asupan nutrisi ransum. Selain itu, kandungan asam amino pada tepung limbah udang berfungsi sebagai pembawa nutrisi, pembawa penyusun darah, pembawa oksigen darah serta penyusun jaringan tubuh yang utama bagi ayam kampung umur 4 minggu ( Prawirokusumo, 1994).

Bobot Karkas

(39)

POa:Pakan komersil;POb:Ransum formulasi dengan tepung ikan 10%;P1:Ransum formulasi dengan 5% tepung ikan dan 5% TLU pengolahan FAAS;P2:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4;P3:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan 5% TLU fermentasi kapang Trichoderma

viride;P4:Ransum formulasi dengan 10% TLU pengolahan FAAS;P5:Ransum

formulasi dengan 10% TLU fermentasi EM-4;P6:Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi kapang Trichoderma viridae.

Dari Tabel diatas dapat dilihat rata-rata bobot karkas tertinggi adalah 1269.11g(POa), kemudian berturut-turut oleh perlakuan P3(994,58g), perlakuan POb (980,82g), perlakuan P2(979,35g), perlakuan P1(968,33g), perlakuan P6(957,96g), perlakuan P5(923,02g), dan rata-rata bobot karkas terendah yaitu perlakuan P4(909,99g)

Tabel 2 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot karkas adalah sebesar 997,16 g. Angka tersebut dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak (Lesson, 2000).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung limbah udang dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot karkas ayam broiler umur 4 minggu.

(40)

EM-4, fermentasi Trichoderma viride memberikan pengaruh berbeda nyata dengan P4, P5, P6 dalam bobot karkas ayam broiler umur 4 minggu. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang filtrate air abu sekam memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P3 yaitu ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi kapang Trichoderma viride tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P4. Perlakuan P4 ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang pengolahan filtrate air abu sekam tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan P6. Perlakuan P5 yaitu ransum formulasi tanpa penggunaan tepung ikan dan 10% tepung limbah udang fermentasi EM-4 tidak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P6.

(41)

Kebutuhan asam asam amino esensial yang dinyatakan dengan persentase protein dalam ransum untuk pertumbuhan ayam mempunyai persamaan dengan persentase asam-asam amino untuk ayam hubungannya dengan asam-asam amino dari protein karkas. Bila komposisi asam-asam amino esensial dari protein dalam ransum dibandingkan dengan komposisi asam-asam amino esensial dari protein jaringan ayam, defisiensi yang paling menyolok adalah protein ransum adalah methionin. Pada penelitian-penelitian biologis yang mempergunakan ransum yang sebagian besar terdiri dari jagung dan bungkil kedelai dengan atau tanpa daging sisa dari penjagalan (meat scraps) telah membuktikan bahwa penambahan metionin ke dalam ransum menghasilkan perbaikan dalam pertumbuhan, produksi dan terutama efisiensi penggunaan ransum. Ketidakesimbangan asam amino dapat diperlihatkan dengan ransum yang sangat rendah kadar proteinnya. Dalam kondisi ini ada dua kemungkinan asam amino yang kekurangan misalnya metionin dan lisin. Akan tetapi dalam kondisi ransum dengan protein yang tinggi pada ransum akan membuat susunan asam amino yang seimbang.

Persentase Karkas

(42)

p1 66.12 65.79 65.71 197.62 65.87 0.21

POa:Pakan komersil;POb:Ransum formulasi dengan tepung ikan 10%;P1:Ransum formulasi dengan 5% tepung ikan dan 5% TLU pengolahan FAAS;P2:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4;P3:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan 5% TLU fermentasi kapang Trichoderma

viride;P4:Ransum formulasi dengan 10% TLU pengolahan FAAS;P5:Ransum

formulasi dengan 10% TLU fermentasi EM-4;P6:Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi kapang Trichoderma viridae.

Tabel diatas dapat dilihat rata-rata persentase karkas tertinggi adalah (POa) 71,63% kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P3 (66,81%), perlakuan P2(66,41%), perlakuan POb(66,37%), perlakuan P1(65,87%), perlakuan P6(65,87%), perlakuan P5(65,11%), dan rata-rata bobot potong terendah yaitu perlakuan P4(64,79%).

Tabel 3 di atas juga dapat dilihat bahwa rataan umum persentase karkas adalah sebesar 71,63 %. Angka ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2011) yang menyatakan bahwa persentase karkas ayam broiler sekitar 60 -68 %. Variasi jumlah daging yang dihasilkan dari karkas seperti halnya kualitas daging dan produk daging dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk faktor fisiologi dan nutrisi. Umur dan berat hidup juga dapat mempengaruhi jumlah daging yang dihasilkan dari berbagai spesies ternak.

(43)

kampung umur 4 minggu. Menurut Soeparno dan Davis (1987) nutrisi pakan dan berat hidup mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap produksi daging.

Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa perlakuan P0a pakan komersial memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0b, P1, P2, P3, P4, P5, P6. Perlakuan P0b yaitu ransum formulasi dengan tepung ikan 10% dan tanpa tepung ikan limbah udang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5 dan P6 dalam menaikkan presentase karkas ayam broiler umur 4 minggu. Perlakuan P1, P2, P3 yaitu ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan 5% pengolahan filtrate air abu sekam, fermentasi EM-4, fermentasi Trichoderma viride memberikan pengaruh berbeda nyata dengan P4, P5, P6 dalam menaikkan presentase karkas ayam broiler umur 4 minggu. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang filtrate air abu sekam memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Perlakuan P3 yaitu ransum formulasi dengan penggunaan tepung ikan 5% dan 5% tepung limbah udang fermentasi kapang

Trichoderma viride tidak memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan

(44)

ini disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam ransum terutama penyusun komposisinya utama yang mengandung protein. Komposisi protein yang terdiri dari asam amino pada setiap perlakuan menyebabkan adanya efisiensi ransum melalui persentase karkas.

Bobot Lemak Abdominal

Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat di sekitar perut juga disekitar ovarium.Rataan presentase lemak abdominal ayam broiler dapat dilihat

pada tabel berikut ini;

POa:Pakan komersil;POb:Ransum formulasi dengan tepung ikan 10%;P1:Ransum formulasi dengan 5% tepung ikan dan 5% TLU pengolahan FAAS;P2:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan TLU fermentasi EM-4;P3:Ransum formulasi dengan tepung ikan 5% dan 5% TLU fermentasi kapang Trichoderma

viride;P4:Ransum formulasi dengan 10% TLU pengolahan FAAS;P5:Ransum

formulasi dengan 10% TLU fermentasi EM-4;P6:Ransum formulasi dengan 10% TLU fermentasi kapang Trichoderma viridae.

(45)
(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abun, 2009. Pengolahan Limbah Udang Windu Secara Kimiawi Dengan NaOH dan H2SO4 Terhadap Protein dan Mineral Terlarut. Jurusan Nutrisi

dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung..

Djunaidi, I. H. T. Yuwanta, Supadmo dan M. Nurcahyanto. 2009. Pengaruh Limbah Udang Hasil Fermentasi Dengan Aspergillus niger Terhadap

Performans dan Bobot Organ Pencernaan Broiler. Malang. Dwidjoseputro D, Prof, Dr. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jambatan. Chambers et al. 1978. Nutrient Requitments of Poultry. 9th Ed. National

Akademy of Science, Washington DC.

Fardiaz, S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB Bogor. Foster, A. B and J. M. Webber. 1990. Advances In Carbohydrate Chemistry. Vol.

15. Academic Prss. Inc., New York. London.

Griffiths et al. 1978. Effect of Shrimp Meal On Growth Performance and Digestibility In Growing Broiler. J. Poultry Sci 43 : 250-254 Hardjosworo dan Rukminasih. 2000. Peningkatan Produksi Ternak Unggas.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Harnentis. 2004. Pengaruh Lama Fermentasi Limbah Udang dengan Effective Micoorganism 4 (EM4) Terhadap Kuantitas dan Kualitas Tepung Limbah

(47)

Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kartadisastra, H, R., 1994. Pengolahan Pakan Ayam. Kanisius. Yogyakarta. Khempaka, S., K. Koh and Y. Karasawa. 2006. Effect of Shrimp Meal On Growth

Performance and Digestibility In Growing Broiler. J. Poultry Sci 43 : 250-254.

Leclerg dan witehead, 1988. Animal Nutrition Fifth Editing, Ohn Wiley & Sons Inc, New York.

Lesson, 2000. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Meizwarni. 1995. Praperlakuan Dedak Untuk Meningkatkan Mutu Serta Pengaruhnya Terhadap Penampilan Produksi Ayam Broiler. Thesis.

Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.

Mirzah. 1990. Pengaruh Tingkat Penggunaan Limbah Udang Yang Diolah dan Tanpa Diolah Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Pedaging.

Thesis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Mirzah. 1997. Pengaruh Pengolahan Tepung Limbah Udang Dengan Tekanan

Uap Panas Terhadap Kualitas dan Pemanfaatannya Dalam Ransum Ayam Broiler. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Bandung.

Mirzah. 2006. Efek Pemanasan Limbah Udang Yang Direndam Dalam Air Abu Sekam Terhadap Kandungan Nutrisi dan Energi Metabolisme Pakan.

Jurnal Peternakan 3 ; 47 – 54.

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta. NRC. 1994. Nutrient Requitments of Poultry. 9th Ed. National Academy of

Science, Washington DC.

Nurhayani H, Muhiddin, Nuryati Juli dan I Nyoman P Aryantha. 2000. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi. Jurusan Teknik Industri Pertanian FTP Universitas Brawijaya.

Malang.

Nwanna, L. C., A. M. Balogun, Y. F. Ajenituja and V. N. Enujiugha. 2003 Replacement of Fish Meal With Chemically Preserved Shrimp Head In

(48)

Okaye, F. C., G. S. Ojewolc and K. Njoku_Onu. 2005. Evaluation of Shrimp Waste Meal as a Probable Animal Protein Source for Broiler Chicken. Int.

J. Poul. Sci. 12 : 456-461.

Palupi, R., Atnur, I dan Elisa N. 2008. Identifikasi Jamur Penghasil Enzim Khitinase dan Pemanfaatannya dalam Fermentasi Limbah Udang Sebagai

Bahan Pakan Ternak. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya, Palembang.

Poesponegoro, M. 1976. Fermentasi Substrat Padat. Laporan Ceramah Ilmiah. Lembaga Kimia Nasional. LIPI.

Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, M. 1997. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.

Rismana, 2003. Pengaruh Pemanfaatan Tepung Limbah Udang Olahan Dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Penampilan Produksi Telur. Thesis.

Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. Rizal. 2006. Nutrisi Aneka Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rukminasih, 2000. Ilmu Makanan Ternak Umum. Universitas Indonesia Press.

Jakarta.

Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta. Scanes et all. 2004. Animal Nutrition Fifth Editing, Ohn Wiley & Sons Inc, New

York. Feed Procedings of The MASP Ann. Conf. Kuala Penggaru PP. 56 -61..

Sudaryani. T., dan Santoso. 1995. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susana Widjaja, 1993 dalam Www.poultryindonesia.com diakses pada tanggal 04 Mei 2013

Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan,

(49)

Volk, T. J., 2004. Trichoderma viridae, The Dark Green Parasitic Mold And Maker of Fungaldigested Jeans. Http:// botit. botany. wiss. edu/toms_fungi

/nov 2004. html.

Wahju, J., 1998. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Wahyuni, S dan R. Budiastuti. 1991. Respon Ayam Pedaging Terhadap Berbagai Tingkat Limbah Udang Olahan Dalam Ransum. Laporan Penelitian

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Wanasuria, S. 1990. Tepung Kepala Udang Dalam Pakan Broiler. Poult

Indonesia. 122:19-21

Winarno, F. G. 1986. Bioteknologi Limbah Pertanian. Kementrian Muda Urusan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F. G. 1993. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial Pedegradasinya. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam .

Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher.
Tabel 1.Bobot Potong Ayam Broiler
Tabel 2.Bobot Karkas Ayam Broiler
Tabel diatas dapat dilihat rata-rata persentase karkas tertinggi adalah (POa)
+2

Referensi

Dokumen terkait

DDL adalah komponen bahasa DBMS yang digunakan untuk mendefinisikan struktur data antara lain perintah untuk membuat tabel baru (CREATE) dimana

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar Akhlaq materi Adab berpakaian dan

Intraco Adhitama Surabaya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kontraktor telah melakukan upaya untuk meningkatkan kepuasan serta kinerja karyawannya dalam usahanya

SKRIPSI HUBUNGAN SIKAP TERHADAP PERAN GANDA DENGAN .... Elisa

Skripsi PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA ..... ADLN Perpustakaan

Pemberian motivasi sangat penting untuk dilakukan agar karyawan dalam berkerja dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan yang secara langsung akan dampak pula terhadap

Snimljeno je i nekoliko kratkih ''kžltžrnih'' flmova, međž kojima se isticao Barok u Hrvatskoj (1942.) te prvi cjelovečernji zvžčni igrani flm Lisinski (1944.) oba ž