PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN
TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA
(STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI
KELAS I KHUSUS MEDAN)
TESIS
Oleh
RATNA WILIS
077005019/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
SE K
O L A H
P A
S C
A S A R JA N
PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN
TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA
(STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI
KELAS I KHUSUS MEDAN)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RATNA WILIS
077005019/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA (STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS MEDAN)
Nama Mahasiswa : Ratna Wilis
Nomor Pokok : 077005019
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) K e t u a
(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH) (Dr. Sunarmi, SH. MHum)
A n g g o t a A n g g o t a
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 13 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH
Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH
2. Dr. Sunarmi, SH. MHum
3. Dr. T. Kheizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum
ABSTRAK
Untuk mengatur berbagai macam warga negara asing yang keluar dan masuk ke wilayah Indonesia, kebijakan pemerintah di bidang keimigrasian menganut prinsip
selective policy yaitu suatu kebijakan berdasarkan prinsip selektif. Berdasarkan
prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia, dan untuk itu perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia, sedangkan masalah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia, sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, terutama terhadap masalah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay), belum tegas diatur di dalam peraturan perundang-undangan sehingga masalah tersebut dapat dilihat dari tujuan penelitian ini antara lain, untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia, untuk mengetahui sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan dan untuk mengetahui penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay).
Adapun jenis penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan dan menguraikan tentang permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia, untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). Analisis kualitatif itu juga dilakukan metode interprestasi. Berdasarkan metode interprestasi ini, diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.
prasarana keimigrasian dengan mengunakan Teknologi Informasi, meningkatkan sumber daya manusia personil imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan agar lebih memahami substansi yang lebih manusiawi yang berlandaskan nilai-nilai HAM dan pelaksanaan Good Governance dan Clean Governance.
ABSTRACT
To govern the traffic of various types of foreign citizens into and out the region of Indonesia, the governmental policy in immigration hold selective policy, as a policy which based on selective principles. According to the principles, only those foreigners who can gain benefit of the welfare of people, nation and country of Indonesia that lead no a danger to the security and the orderly without hospitability against either the people or the united nation of Indonesia based on the Ideology of Pancasila and the Constitution 1945 who are allowed to come into and leave Indonesia region. For that reason, the government and restrictions are required such as permit or license applied to those foreigners when they will live in Indonesia. The immigration control of the foreigners implemented by the Provincial Immigration Office Medan especially for those who expired the overstay was still not tightly stipulated in the statutory rules so that the prolem can be indicated by the objective of the study among other things ; to know the regulation of permit or license of overstay for those foreigners in Indonesia, to know the immigration supervisory system applied to the foreigners by the Provincial Immigration Office Medan and to know any law enforcement taken by the Immigration for those foreigners who expired their overstay.
The present study used a normative method by descriptive analysis intended to describe and analyze the problems related to the supervision and immigration legal enforcements for those foreigners who overstayed in Indonesia, to know the government of permit to stay in Indonesia. The collected data were analyzed by using a qualitative method based on the assumption of unique and complex social reality and phenomenon. There are some certain regulation patterns but they are full of disparity. The qualitative analysis also was conducted by using an interpretative method by which it is expected that the legal problems formulated in the thesis may be solved.
The principle of nationality policy related to immigration is a balance between welfare and security approaches. All the two approaches can be harmonic with the nation that the nation has to improve public welfare and on the other side, the nation has to protect the nation and country. The conclusion and suggestion of the study included; there should be an effort of renewal of the law enforcement of immigration followed by the renewal of procedural la of the immigration either for any criminal and administrative violations. Also, the involvement of the Police is required for investigation in addition of expanding the facilities of immigration using information technology, improving human resources of the immigration personals through education and training that they more know the more human substances based on human rights and Good Governance and Clean Governance.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan kasih sayang-NYA tesis ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi
persyaratan untuk mencapai gelar Magister dalam bidang ilmu hukum pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tesis penulis adalah
“Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing
di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)”.
Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik
berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis tidak lupa menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang tulus kepada
semua pihak yang telah turut memberikan bantuan kepada penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung sejak awal penulis menjalani perkuliahan hingga
penyusunan tesis ini dan sampai penyelesaiannya. Tidak ada kata-kata yang lebih
berarti untuk dapat mengungkapkan rasa terima kasih penulis, hanya Allah SWT
yang dapat membalasnya, Amin.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang
terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P Lubis
DTM&H, SpA(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., selaku Ketua Program Magister
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus
Pembimbing Utama, yang telah memberikan arahan dan bimbingan, saran dan
dorongan kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH, selaku Pembimbing II yang dengan penuh
perhatian telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
5. Ibu Dr. Sunarmi SH, M.Hum, selaku Pembimbing III yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH., CN., M.Hum., dan Bapak Dr. Mahmul
Siregar SH., M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan
masukan kepada penulis.
7. Para Guru Besar dan Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Jurusan Ilmu Hukum.
8. Kepala BPSDM Departemen Hukum dan HAM RI dan Kanwil Departemen
Hukum dan HAM Sumatera Utara yang telah memberikan kepercayaan
kesempatan bagi penulis untuk mendapatkan beasiswa penuh dalam
mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.
9. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan pada Program Studi
Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10.Para Staf Administrasi pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah
11.Rekan-rekan sekantor dan rekan-rekan seperjuangan pada kelas khusus
Hukum dan HAM Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak dukungan kepada
penulis dalam rangka menyelesaikan studi S2 ini.
12.Keluarga tercinta, yang sangat banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan studi ini baik pikiran, dorongan maupun tenaga serta do’a.
Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum bagi insan-insan hukum di tanah air
tercinta Indonesia. Terima kasih.
Medan, Mei 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : RATNA WILIS
Tempat/Tgl.Lahir : Medan, 05 November 1958
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Amal Luhur Gg. Keluarga I No. 112 Medan
Pendidikan :
- SD Negeri Lhoksukon, lulus tahun 1970
- SMP Negeri 1 Langsa, lulus tahun 1973
- SMA Negeri 1 Langsa, lulus tahun 1976
- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan,
lulus tahun 1987
- S2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, lulus
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ...vi
DAFTAR ISI ...vii
DAFTAR TABEL ...x
DAFTAR SINGKATAN ...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian ... 18
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19
1. Kerangka Teori ... 19
2. Konsepsi ... 41
G. Metode Penelitian ... 45
1. Tipe atau Jenis Penelitian ... 45
2. Sumber Data ... 46
4. Analisa Data... 48
BAB II REGULASI KEBIJAKAN IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA... 50
A. Pengertian dan Dasar Hukum Kemigrasian... 50
B. Pengaturan Keberadaan Orang Asing yang Masuk dan Keluar di Wilayah Indonesia... 56
C. Tata Cara Permintaan, Persyaratan, Pemberian dan Penolakan Visa... 60
BAB III SISTEM PENGAWASAN KEIMIGRASIAN DI INDONESIA...72
A. Sistem Pengawasan Keimigrasian...72
B. Tindakan dan Penyidikan Keimigrasian………75
C. Kedudukan PPNS Imigrasi di dalam Sistem Peradilan... 84
BAB IV PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL...89
A. Strategi Penegakan Hukum...89
B. Penegakan Hukum Pengawasan Keimigrasian ... 93
C. Kendala-Kendala Penegakan Hukum Keimigrasian terhadap Overstay………….………..106
D. Perbandingan Penegakan Hukum Keimigrasian Australia terhadap Pelanggaran Batas Waktu Izin Tinggal……….111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…..………117
A. Kesimpulan…..………....117
B. Saran……….………120
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Data Pelanggaran Keimigrasian 2005-2008 di Kantor Imigrasi
DAFTAR SINGKATAN
UUD : Undang-Undang Dasar
UUK : Undang-Undang Keimigrasian
UU : Undang-Undang
OA : Orang Asing
PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana IT : Izin Tinggal
KITAS : Kartu Izin Tinggal Terbatas KITAP : Kartu Izin Tinggal Tetap
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia OIM : Ordonansi Izin Masuk
IMDAR : Izin Mendarat
ASEAN : Association Sourth East Asian Nation SPRI : Surat Perjalanan Republik Indonesia RPTKA : Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing WNI : Warga Negara Indonesia
WNA : Warga Negara Asing
BVKS : Bebas Visa Kunjungan Singkat TPI : Tempat Pemeriksaan Imigrasi POLRI : Kepolisian Republik Indonesia KORWAS : Koordinator Pengawas
SIPORA : Kordinasi Pengawasan Orang Asing HAM : Hak Asasi Manusia
PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak EPO : Exit Permit Only
EMR : Expected Movement Record ACS : Australian Custom Service
DIMIA : Departement of Immigration an Multicultural an Indigenous Affairs
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dalam menunjang pembangunan, tidak dapat
dipisahkan dengan hadirnya aktivitas, legalitas dan mobilitas orang asing
di Indonesia. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam pergaulan
internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia, mengakibatkan arus lalu lintas orang masuk dan keluar
wilayah Indonesia semakin meningkat. Kehadiran orang asing di Indonesia,
di samping telah memberikan pengaruh positif, juga telah memberikan pengaruh
negatif berupa timbulnya ancaman terhadap pembangunan itu sendiri. Banyaknya
terjadi arus imigran gelap, penyelundupan orang, perdagangan anak dan wanita yang
berdimensi internasional dan meningkatnya sindikat-sindikat internasional di bidang
terorisme, narkotika, pencucian uang, penyelundupan dan lain-lain.
Hukum Internasional memberikan hak dan wewenang kepada semua negara
untuk menjalankan yurisdiksi atas orang dan benda serta perbuatan yang terjadi
di dalam wilayah negara tersebut. Hal ini juga berarti bahwa setiap negara berhak
untuk merumuskan hal ikhwal lalu lintas antar negara baik orang, benda maupun
perbuatan yang terjadi di wilayahnya. Pengaturan terhadap lalu lintas antar negara
yang menyangkut orang di suatu wilayah negara, adalah berkaitan dengan aspek
kekhususan masing-masing negara sesuai dengan nilai dan kebutuhan
kenegaraannya.1
Keamanan dalam negeri suatu negara adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum
serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mendukung
kemampuan membina serta mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.2
Untuk mengatur berbagai macam warga negara asing yang keluar dan masuk
ke wilayah Indonesia, kebijakan pemerintah di bidang keimigrasian menganut prinsip
selective policy yaitu suatu kebijakan berdasarkan prinsip selektif. Berdasarkan
prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi
kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat
maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang diizinkan masuk atau keluar wilayah
1
Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara
di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, September 2004), hlm. 31.
Indonesia, dan untuk itu perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang
diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia.3
Pelaksanaan fungsi keimigrasian sangat penting artinya dalam menjaga
kedaulatan Republik Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Kepulauan Indonesia terbentang
antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 9
derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu
benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis Indonesia mempunyai pengaruh
terhadap karakteristik kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi. Wilayah Indonesia
terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila
perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta
mil pesegi.4
Berdasarkan ketentuan keimigrasian yang bersifat universal, setiap negara
berwenang untuk mengizinkan atau melarang seseorang untuk masuk maupun keluar
suatu negara. Berdasarkan pengakuan universal tersebut, keberadaan peraturan
keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan
hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan, dan setiap
3
Muhammad Indra, “Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Hukum Keimigrasian Indonesia”, Disertasi, Program Doktor Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 23 Mei 2008), hlm.2.
orang asing memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut
sebagaimana halnya warga itu sendiri5
Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai tujuan untuk
mensejahterakan rakyatnya, hal ini harus diwujudkan. Adanya perlindungan segenap
kepentingan bangsa, keikutsertaan dalam melaksanakan ketertiban dunia dalam
hubungannya dengan dunia internasional, semua aspek keimigrasian harus didasarkan
pada apa yang telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai
hukum dasar untuk pengaturan implementasi tugas-tugas keimigrasian secara
operasional. Jika dikaji dasar pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
tentang keimigrasian, maka pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian
merupakan hak dan kedaulatan negara Republik Indonesia sebagai negara hukum.6
Selanjutnya negara Indonesia untuk menjaga keamanan dalam negerinya
terhadap orang yang masuk atau datang ke Indonesia dan keluar dari Indonesia wajib
memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Orang asing yang
memasuki wilayah yurisdiksi Indonesia, wajib memenuhi beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian, yaitu:
1. Wajib memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku, sebagaimana
dimaksud Pasal 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
(selanjutnya disebut dengan UUK), dan menurut Petunjuk Pelaksanaan Direktur
Jenderal Imigrasi Nomor: F- 307.IZ.01.10 Tahun 1995 tanggal 15 Maret 1995.
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: F-
307.IZ.01.10 Tahun 1995 tanggal 15 Maret 1995 tersebut, yang dimaksud dengan
surat perjalanan yang masih berlaku adalah minimal 6 (enam) bulan.
Pengertian surat perjalanan menurut Pasal 1 ayat (3) UUK adalah “dokumen
resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang
memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar
negara”. Jenis surat perjalanan negara asing antara lain: paspor diplomatik, paspor
dinas, paspor biasa, certificate of identity, seamans book. Jenis surat perjalanan
seamans book, belum semua negara memberlakukannya termasuk Indonesia.
2. Wajib memiliki visa.
Pasal 6 ayat (1) UUK menyebutkan: “setiap orang yang masuk ke wilayah
Indonesia wajib memiliki visa”. Tidak semua orang asing yang masuk ke wilayah
Indonesia dapat diberikan visa. Visa hanya diberikan kepada orang asing yang
maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta tidak akan
menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.
Pengecualian dari kewajiban orang asing yang memiliki visa sebagaimana yang
diatur pada Pasal 7 ayat (1) UUK yaitu:
a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki visa.
b. orang asing yang memiliki izin masuk kembali.
c. kapten atau nahkoda dan awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia.
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak keluar dari tempat transit yang berada di daerah tempat pemeriksaan imigrasi.
3. Wajib melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi.
Pemeriksaan keimigrasian dilakukan terhadap surat dan atau orang, antara lain
surat perjalanan, visa atau dibebaskan dari keharusan memiliki visa, fisik
sepanjang menyangkut gangguan jiwa atau penyakit menular, kartu embarkasi
dan disembarkasi, daftar cekal, dan daftar awak alat angkut serta daftar
penumpang.
4. Wajib mendapat izin masuk yaitu izin yang diterakan pada visa atau surat
perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh
pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi.
5. Wajib memiliki izin masuk kembali yang masih berlaku bagi orang asing yang
memiliki izin tinggal terbatas dan tetap.
6. Namanya tidak termasuk dalam daftar penangkalan yaitu larangan yang bersifat
sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah berdasarkan
alasan tertentu.7
Pengertian keimigrasian adalah hal ihwal mengenai orang-orang yang masuk
atau keluar di wilayah Indonesia sekaligus mengawasi terhadap orang asing tersebut.8
Ada dua hal yang sangat mendasar dalam hal pengertian keimigrasian Indonesia yaitu
pertama adalah aspek lalu lintas orang antar negara, sedang yang kedua adalah
7 Wahyudin Ukun, Op.Cit., hlm. 23-24.
menyangkut pengawasan orang asing yang meliputi pengawasan terhadap masuk dan
keluar, pengawasan keberadaan serta pengawasan terhadap kegiatan orang asing
di Indonesia. Pengertian pengawasan dalam fungsi keimigrasian adalah keseluruhan
proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas
telah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Pada awalnya pelaksanaan
pengawasan hanya dilakukan terhadap orang asing saja, akan tetapi mengingat
perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin kompleks, hal tersebut
dilakukan secara menyeluruh, termasuk juga terhadap Warga Negara Indonesia,
khususnya dalam hal penyalahgunaan dan pemalsuan dokumen perjalanan.9
Pengawasan orang asing dilakukan mulai saat memasuki, berada dan sampai
meninggalkan Indonesia. Aspek pelayanan dan pengawasan ini tidak terlepas dari
sifat wilayah Indonesia yang berpulau-pulau, dengan luas yang terbentang dari
Sabang sampai Marauke, terletak diantara dua benua yaitu benua Asia dan Australia,
serta mempunyai jarak yang dekat bahkan berbatasan dengan beberapa negara
tetangga. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik
yang bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian.10
Dewasa ini luas lingkup dari keimigrasian tidak lagi mencakup pengaturan,
penyelenggaraan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia, serta
pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, akan tetapi telah bertalian
juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang
masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan
terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian dan
mekanisme pemberian izin keimigrasian.
Fungsi keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi negara
atau penyelenggaraan administrasi pemerintahan, oleh karena itu sebagai bagian dari
penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan
pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan bagian dari bidang hukum
administrasi negara.11
Menurut Muhammad Indra “di lihat dari sudut fungsi hukum keimigrasian
tersebut, hukum keimigrasian tidak hanya otonom bergerak dalam lingkup hukum
administrasi negara, namun juga bersinggungan dan bertalian erat dengan hukum
yang lain, seperti hukum ekonomi, hukum internasional dan hukum pidana”.12
Keimigrasian mencakup pelaksanaan penegakan kedaulatan negara yang
merupakan hak suatu negara untuk mengizinkan ataupun melarang orang asing untuk
masuk ataupun tidak. Seorang asing yang memasuki wilayah suatu negara akan
tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warga negara itu sendiri.13
Pasal 24 ayat (1) UUK menyebutkan: “setiap orang asing yang berada
di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian”. Dengan kata lain dari Pasal
24 ayat (1) UUK dapat diartikan bahwa setiap orang asing yang berada di wilayah
11Bagir Manan,
“Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional”, disampaikan dalam
Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta , 14 Januari 2000, hlm. 7.
12 Muhammad Indra, Op.Cit., hlm. 4.
Indonesia dengan status apapun juga, baik dalam kapasitasnya sebagai diplomat,
dinas maupun biasa, baik dewasa maupun anak-anak, diwajibkan memiliki izin
keimigrasian tanpa kecuali. Selanjutnya Pasal 24 ayat (2) UUK maupun Pasal 27
bagian pertama Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin
Masuk, dan Izin Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan PP No. 32/1994) diatur
secara jelas tentang jenis izin keimigrasian yang terdiri dari izin singgah, izin
kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tingal tetap.
Pengertian izin singgah adalah diberikan kepada orang asing yang
memerlukan singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara
lain. Izin kunjungan diberikan kepada orang asing yang berkunjung ke wilayah
Indonesia untuk waktu yang singkat dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata,
kegiatan sosial budaya atau usaha. Izin tinggal terbatas diberikan kepada orang asing
yang tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas, sedangkan izin
tinggal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah
Indonesia.14
Orang asing yang datang ke Indonesia dan memiliki izin keimigrasian, hanya
dapat tinggal di Indonesia selama waktu yang ditentukan dalam izin keimigrasiannya
tersebut. Apabila orang asing yang datang ke Indonesia tersebut izin keimigrasiannya
habis masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui waktu
tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dari izin keimigrasian yang diberikan,
dikenakan biaya beban 15, sedangkan orang asing yang datang ke Indonesia, izin
keimigrasiannya habis berlaku dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui
60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin yang diberikan, maka orang asing tersebut
akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp. 25.000.000-, (dua puluh lima juta rupiah).16 Keberadaan orang
asing di wilayah Indonesia yang melebihi batas waktu izin tinggal, yang dikenal juga
dalam bidang keimigrasian dengan istilah overstay.17
Di dalam praktek keimigrasian, banyak terjadi kasus pelanggaran terhadap
batas waktu izin tinggal yang dilakukan oleh orang asing tersebut, meskipun
undang-undang keimigrasian telah memberikan sanksi pidana yang tegas. Batas waktu
keberadaaan orang asing diperlukan agar esensi kedaulatan negara dapat ditegakkan
dan tujuan kedatangan serta keberadaan orang asing tersebut harus jelas agar tidak
merugikan kepentingan rakyat dan negara Republik Indonesia baik dari segi ekonomi,
sosial budaya, keamanan, maupun politik.
Dalam UUK pengertian tentang izin tinggal ini belum diatur secara khusus
dan terperinci, akan tetapi hanya dibahas sepintas lalu di dalam Bab IV tentang
Keberadaan Orang Asing di Wilayah Indonesia, di mana isi Pasal 24 ayat (1)
menyatakan, Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki
izin keimigrasian sedangkan ayat (2) UUK menyatakan izin dimaksud ayat (1) yaitu:
15 Pasal 45 ayat (1) UUK, istilah ini disebut overstay yaitu orang asing yang tinggal di Indonesia melebih batas waktu yang ditentukan.
16 Pasal 52 UUK
17 H. Abdullah Sjahriful James, Komentar Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap. Namun di dalam
rancangan undang-undang keimigrasian, pengertian izin tinggal ini telah diatur secara
khusus dan terperinci yaitu di dalam Pasal 1 angka 20 dan Pasal 49 sampai dengan
Pasal 63 Rancangan Undang-Undang Keimigrasian. Pasal 1 angka 20 rancangan
undang-undang keimigrasian menyebutkan pengertian izin tinggal adalah izin yang
diberikan kepada orang asing oleh pejabat imigrasi untuk berada di wilayah
Indonesia.
Sebelum seorang asing memasuki wilayah Negara Indonesia, pengawasan
terhadap orang asing telah dilakukan ketika orang asing tersebut mengajukan
permohonan visa di perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pengertian visa
adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan
Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan
perjalanan ke wilayah Indonesia.18 Selanjutnya bentuk pengawasan terhadap orang
asing adalah pada saat orang asing tersebut memasuki wilayah Indonesia melalui
Tempat Pemeriksaan Keimigrasian (TPI).
Pelaksanaan dari kebijakan nasional mengenai keimigrasian menganut
kebijakan selektif yang dalam implementasinya yaitu:
1. Hanya orang asing yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara
yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.
2. Tidak membahayakan dari segi keamanan dan tidak mengganggu ketertiban,
kesusilaan.
3. Harus mentaati ataupun mengindahkan peraturan yang diadakan bagi orang
asing yang hendak masuk ataupun berada di Indonesia.
Kebijakan nasional yang secara selektif menentukan orang asing yang mana
saja boleh masuk ke Indonesia dan sanksi hukum apa saja yang dikenakan terhadap
ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal yang harus dipatuhi selama warga negara
asing tersebut berada di Indonesia. Selain itu hukum keimigrasian sebagai himpunan
petunjuk yang mengatur tata tertib orang-orang yang berlalu lintas masuk keluar
wilayah Indonesia dan pengawasan orang-orang yang berada di wilayah Indonesia.19
Kegiatan dalam bentuk pengawasan tersebut adalah dalam rangka menunjang
agar tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan negara,
keamanan dan ketertiban umum, serta kewaspadaan terhadap segala dampak negatif
yang timbul akibat perlintasan orang antar negara. Keberadaan dan kegiatan orang
asing di wilayah Indonesia perlu diawasi secara teliti dan terkoordinasi dengan tanpa
mengabaikan keterbukaan dalam memberikan pelayanan bagi orang asing. Langkah
pengawasan tersebut pada dasarnya juga diikuti dengan penindakan keimigrasian
demi terciptanya penegakan hukum yang cepat dan tepat atas setiap pelanggaran
keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing yang berada di Indonesia.20
19 Abdullah Syahriful, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, (Jakarta: Grafika Indonesia). hlm. 58.
Pengertian penegakan hukum adalah penyelenggaraan hukum oleh petugas
penegak hukum oleh orang-orang yang berhubungan sesuai dengan kewenangan
masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.21 Sedangkan penindakan
keimigrasian demi tegaknya hukum keimigrasian sesuai dengan aturan hukum yang
ada dapat berupa tindakan yang berifat administratif dan tindakan melalui proses
peradilan (pro justitia).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan
Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan PP No.
31/1994) disebutkan tindakan keimigrasian ditetapkan dengan keputusan tertulis oleh
pejabat imigrasi yang berwenang dan keputusan ini disampaikan kepada orang asing
yang dikenakan tindakan keimigrasian tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal penetapan. Dalam hal tindakan keimigrasian berupa
penolakan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, keputusan tindakan
keimigrasian oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi dilakukan dengan
menerakan tanda penolakan di paspornya.22 Maksud tindakan keimigrasian ini adalah
untuk melaksanakan kebijaksanaan pengawasan di bidang keimigrasian dan
membantu terlaksananya penegakan hukum di wilayah Negara Republik Indonesia
baik secara preventif maupun represif.23
Petugas penegakan hukum keimigrasian ditentukan oleh undang-undang
adalah pejabat imigrasi yang dalam hal ini sekaligus sebagai Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Keimigrasian (PPNS Imigrasi). Instrumen penegakan hukum dalam hal
pengawasan lalu lintas orang antar negara adalah:
a. Dilakukan penolakan untuk masuk terhadap orang yang terkena penangkalan
khususnya orang asing dan dapat berlaku juga terhadap warga negara Indonesia
(yang terkena penangkalan).
b. Dilakukan penolakan untuk berangkat ke luar negeri terhadap orang-orang yang
terkena pencegahan berlaku terhadap orang Indonesia maupun orang asing.
c. Dilakukan proses keimigrasian apabila pada saat pemeriksaan kedatangan
maupun keberangkatan, ditemukan orang-orang yang diduga melakukan
pelanggaran hukum keimigrasian, misal: visa palsu, izin keimigrasian yang tidak
berlaku lagi, paspor palsu (termasuk pengertian pemalsuan baik sebagian
ataupun seluruhnya dari suatu dokumen).
Oleh karenanya pihak pemerintah harus segara melakukan penindakan
keimigrasian demi terciptanya penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut.
Penindakan keimigrasian demi terciptanya penegakan hukum dimaksud dapat berupa
tindakan yang bersifat administrasi yaitu tindakan melalui proses di luar peradilan
dan berupa tindakan melalui proses peradilan atau yang dikenal dengan pro yustitia.
Di samping itu kebijakan hukum pidana di bidang keimigrasian tetap harus
didasarkan atas prinsip atau asas Ultimum Remedium yang artinya bahwa hukum
pidana baru dipergunakan apabila sarana-sarana lain gagal untuk menyelesaikannya.
Selanjutnya pembatasan masuknya unsur-unsur pidana ke dalam hukum keimigrasian
dikriminalisasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikaitkan
dengan keimigrasian, maka hal tersebut mutlak menjadi tindak pidana kemigrasian
dan hal yang murni keimigrasian yang merupakan hukum administratif, sanksi yang
diatur adalah sepenuhnya hukum administratif.24
Perkembangan kebijakan keimigrasian baik dari aspek pengaturan dan
penegakan hukum yang terjadi selama ini secara simultan telah dirasakan perlu upaya
untuk memperbaharui berbagai peraturan perundang-undangan di bidang
keimigrasian sesuai dengan menjamin kepastian, keadilan dan kemanfaatannya.
Pelanggaran hukum keimigrasian semakin meningkat setiap tahunnya, ini
mencerminkan masih adanya kelemahan dalam penegakan hukum keimigrasian dan
khususnya yang berkenaan dengan pengawasan lalu lintas orang yang keluar dan
masuk Indonesia, kelemahan-kelemahan penegakan hukum dalam bidang
keimigrasian tersebut apabila tidak segera diatasi atau ditanggulangi maka dapat
meruntuhkan kepercayaan masyarakat di dalam negeri maupun orang asing terhadap
sistem hukum Indonesia.
Soerjono Soekanto ada empat faktor yang menentukan berfungsinya kaidah
hukum yaitu; Pertama, kaidah hukum atau peraturan itu sendiri. Kedua, petugas yang
menegakkan atau yang menetapkan. Ketiga, fasilitas yang diharapkan akan dapat
mendukung pelaksanaan kaidah hukum. Keempat, warga masyarakat yang terkena
ruang lingkup peraturan tersebut.25
Hubungan timbal balik antara materi perundang-undangan, aparat penegak hukum
dengan kesadaran hukum dan ketaatan masyarakat sangat erat, ketiga elemen itu
harus berfungsi dengan baik, sehingga citra dan wibawa hukum dapat terwujud.
Proses penegakan hukum keimigrasian, pandangan tersebut sangat penting
karena penentuan suatu kasus pelanggaran diselesaikan dengan proses hukum pidana
atau administratif diletakkan pada kewenangan (diskresi) pejabat imigrasi. Untuk itu
perlu ada batasan dan kategorisasi yang tegas dalam proses penegakan hukum yang
dapat ditempuh yaitu antara tindakan hukum pidana dengan tindakan hukum
administratif, sehingga tidak lagi digantungkan pada penilaian pejabat imigrasi tetapi
didasarkan sistem atau peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan proses
penyelesaian perkara keimigrasian secara cepat, efektif dan efisien.26
Berdasarkan latar belakang tersebut maka tesis ini akan menganalisa masalah
Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing
di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia?
2. Bagaimanakah sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang
dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan?
3. Bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi
batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia.
2. Untuk mengetahui sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang
dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
3. Untuk mengetahui penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi
batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis
dan manfaat praktis yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut:
a. Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu
hukum pada umumnya dan untuk bidang keimigrasian pada khususnya yang
berhubungan dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin
b. Masukan bagi penegak hukum yang ingin memperdalam, mengembangkan dan
menambah pengetahuan tentang pengawasan dan penindakan keimigrasian
terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.
c. Menambah khasanah perpustakaan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:
a. Sebagai masukan bagi pemerintah dan penegak hukum dalam menangani masalah
pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing
di Indonesia.
b. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat
tentang pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang
asing di Indonesia.
c. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional
khususnya yang berhubungan dengan masalah pengawasan dan penindakan
keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan
di kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Pengawasan dan
Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing di Indonesia
melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka dari segi keilmuan
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Ketaatan terhadap hukum dapat dipaksakan oleh negara, artinya pemaksaan
guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan hukum atau sanksi itu sendiri tunduk
pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya.
Hukum memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, maka dapat
dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Untuk
menjalankan hukum harus ada perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam
suatu negara.
Jean Bodin sebagai orang pertama yang memberikan bentuk ilmiah pada teori
kedaulatan sehingga karenanya kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak dan abadi
dari Negara yang tidak terbatas dan tidak dapat dibagi-bagi27. Kemudian dalam
perkembangan teori kedaulatan menjadi dua faham yang berbeda. Di satu pihak
masih tetap dianggap, bahwa kedaulatan itu harus utuh (faham monism kedaulatan),
sedangkan di lain pihak muncul dan berkembang pula satu pandangan yang
menganggap bahwa kedaulatan itu di samping tetap harus merupakan hakiki dari
suatu Negara yang tidak boleh hilang, akan tetapi kedaulatan itu sendiri dalam
pelaksanaannya akan dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam hubungan antar
Negara (faham pluralisme kedaulatan).
Secara formal kedaulatan menandakan adanya suatu kualitas tertentu dari
Negara (atau ketertiban hukum dari Negara) yang pada prinsipnya berbeda dengan
komunitas-komunitas lain sedemikian rupa sehingga Negara dapat dikualifikasikan
sebagai subyek hukum internasional.28
Negara sebagai subyek hukum mempuyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban,
salah satu hak dasar Negara adalah adanya kedaulatan dalam melaksanakan hubungan
antar Negara. Hak ini menandakan adanya kemerdekaan dan kebebasan dalam
menjalakan hak kedaulatannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi Negara tanpa
campur tangan Negara lain. Di samping adanya hak bahwa ia berkewajiban untuk
tidak melaksanakan kedaulatannya di wilayah Negara lain dan kewajiban untuk tidak
mencampuri urusan Negara lain. Apabila kewajiban ini dilanggar, maka akan
melahirkan tanggung jawab negara.29
Kesepakatan bernegara meletakkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
hukum tertinggi yang berisikan pola dasar dalam kehidupan bernegara di Indonesia,
sekaligus sebagai norma dasar sumber hukum terpenting dalam hukum nasional
di Republik Indonesia.
28
J.G.Starke, An Introduction to International Law, (Tenth Edition, London, Butterworth & Co., Ltd., 1989), hlm. 157-158.
Setiap Negara di dunia ini memiliki tata hukum atau hukum positif untuk
memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap
warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Hal inilah yang
mendasari perlunya Negara mengatur masalah keimigrasian sebagai bagian dari
pengimplementasi tujuan nasional untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia,
adanya perlindungan segenap kepentingan bangsa Indonesia, keikutsertaan dalam
melaksanakan ketertiban dunia dalam hubungan dengan dunia internasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Semua aspek keimigrasian harus didasarkan pada apa yang telah digariskan
dalam UUD 1945 sebagai hukum dasar untuk operasionalisasi dan pengaturan
tugas-tugas pemerintahan di bidang keimigrasian. Di dalam dasar-dasar pertimbangan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian disebutkan antara lain,
bahwa pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian merupakan hak dan
kedaulatan Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan UUD
1945.
Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk dan ke luar wilayah merupakan
hak dan wewenang negara Rl serta merupakan salah satu perwujudan dan
kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD tahun
1945.30
Pengaturan lalu lintas orang masuk atau keluar wilayah Indonesia tersebut
merupakan fungsi pemerintahan yang strategis dalam pergaulan internasional dan
sekaligus menempatkan kedaulatan Negara secara berimbang. Berdasarkan ketentuan
tersebut maka fungsi dan peran hukum keimigrasian Indonesia meliputi aspek
nasional dan internasional sebagai implikasi dari eksistensi kedaulatan Negara
Republik Indonesia dan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pelaksanan pengaturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi dari
Negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk ke dalam wilayahnya
dan merupakan atribut esensial dari pemerintahan Negara yang berdaulat. Oleh
karena itu seorang asing yang memasuki wilayah Indonesia harus tunduk pada
keimigrasian Indonesia.31
Berdasarkan konsep hukum modern, tanggung jawab dan peran Negara dalam
hampir setiap aspek kehidupan menjadi suatu tuntutan sekaligus kebutuhan. Dengan
demikian dapat ditelusuri landasan pemikiran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
di bidang keimigrasian sebagai konsekuensi dari lahirnya kedaulatan bangsa
Indonesia atas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam
menjalankan fungsi pelayanan publik maupun dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum merupakan karakteristik dari penerapan konsep Negara
hukum dengan berbagai instrumen yang saling terkait akan memberikan keteraturan,
kenyamanan, keadilan dan kepastian hukum bagi semua lapisan masyarakat termasuk
di bidang keimigrasian. Pentingnya konsep penegakan hukum ini diterapkan paling
tidak untuk membuat segenap proses, prosedur dan efektifitas dari undang-undang
yang berkaitan dengan keimigrasian dapat mencegah hal-hal yang menimbulkan
kerugian terhadap bangsa dan Negara Indonesia.32
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan
nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan antara
bangsa dan negara, diperlukan penyempurnaan peraturan-peraturan keimigrasian
yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Keimigrasian yang merupakan lalu lintas orang untuk masuk atau keluar
di wilayah Negara Repubik Indonesia dan pengawasan terhadap orang asing
di wilayah negara Republik Indonesia.
Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu warga
negara Indonesia dan orang asing atau warga asing. Oleh karena itu Indonesia merasa
perlu untuk mengatur permasalahan orang asing yang ada di Indonesia, prinsip, tata
pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan keluarnya orang ke dan dari wilayah
Indonesia perlu diatur guna menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai
kepentingan nasional Indonesia.
Persoalan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal
orang asing di Indonesia dapat dianalisis secara holistik dengan pendekatan sistem
hukum pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing.
Untuk menguraikan sistem hukum pengawasan dan penindakan keimigrasian
terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia dipergunakan teori Lawrence M.
Friedman, yang mengatakan bahwa sistem hukum terdiri dari materi hukum, struktur
hukum dan budaya hukum.33
Pengertian materi hukum adalah aturan, norma dan perilaku nyata manusia
yang berada dalam sistem itu. Struktur hukum meliputi jumlah dan ukuran
pengadilan, yuridiksinya dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan
lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif didata, berapa banyak
anggota yang duduk di suatu komisi, apa yang boleh dilakukan oleh seorang
Presiden, prosedur apa yang diikuti oleh Departemen, Kepolisian, dan sebagainya.
Persoalan legislatif adalah merupakan suatu lembaga yang dipercaya oleh masyarakat
untuk menuangkan aspirasinya dan sekaligus mencari keadilan bagi kepentingannya.
Secara sosiologis, lembaga politik tersebut adalah bagian dari hukum, artinya hukum
merupakan suatu kaidah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
pada segala tingkatan yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam
masyarakat.34 Budaya hukum diartikan sebagai suatu suasana pikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan.
Lebih lanjut menurut Hart pengikut positivisme diajukan sebagai arti dari
positivisme sebagai berikut35:
1. Hukum adalah perintah.
2. Analisa terhadap hukum adalah usaha-usaha yang berharga untuk dilakukan.
33
Lawrence M. Friedman, Op.Cit., hal. 6-9.
34 Soerjono Soekanto dan R. Otje Salman, “Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial”, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hal. 77.
3. Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk pada tujuan-tujuan sosial, kebijakan moral.
4. Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian, pengujian.
5. Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diinginkan.
Pokok pikiran fungsi hukum dalam pembangunan dijelaskan lebih lanjut oleh
Mochtar dalam teorinya, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat36. Asumsi
hukum dari teori Mochtar ini didasarkan kepada dua hal. Pertama, bahwa adanya
keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan
suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu. Kedua, bahwa hukum
dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat pengatur
atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang
dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.37
Apabila pandangan Mochtar tersebut di atas dikaitkan dengan beberapa
prinsip pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing
di Indonesia yang diuraikan sebelumnya, dapat dikatakan memiliki hubungan yang
signifikan. Artinya, bahwa hukum sebagai instrumen dalam rangka pembangunan
atau pembaruan harus didasarkan kepada asas-asas yang secara normatif dapat
diimplementasikan dalam kehidupan pembangunan terhadap pengawasan dan
36 Sunarjati Hartono, memberikan komentar bahwa fungsi hukum itu mempunyai empat fungsi: hukum sebagai pemeliharaan ketertiban keamanan; hukum sebagai sarana pembangunan; hukum sebagai sarana penegak keadilan; dan hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat. Sunarjati Hartono, “Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia”, (Jakarta: Bina Cipta, 1986), hlm, 12.
penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia khusus lagi
untuk mencapai sasaran dan tujuan dari pelaksanaan pengawasan dan penindakan
keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia untuk menjalankan
kedaulatan sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat.
Hakikat arah kebijakan nasional terhadap keimigrasian yang meletakkan
sebagai keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan.
Kedua hal tersebut dapat sejalan dengan pokok pemikiran yang menyatakan nagara
harus memajukan kesejahteraan umum dan disisi lain melakukan perlindungan
terhadap Bangsa dan Negara.
Selanjutnya hukum akan menjadi berarti apabila perilaku dari manusianya
dipengaruhi oleh hukum dan juga apabila masyarakatnya menggunakan hukum
menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas dari hukum itu sendiri
terkait erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Hal ini sangat berbeda
dengan kebijakan dasar nilai yang bersifat universal dari tujuan dan alasan
pembentukan undang-undang.38
38
Selanjutnya juga dapat dilihat untuk memprediksi dari efektivitas suatu kaidah
hukum yang terdapat dalam suatu undang-undang tidak akan terlepas dari sistem
hukum yang rasional, yang dapat memberikan panduan adalah hukum itu sendiri
bukan karena hukum yang kharismatik yang populer di sebut sebagai “law prophet”.
Sistem hukum rasional dapat dielaborasi melalui sistem keadilan yang secara
profesional dapat disusun oleh individu-individu yang mendapatkan pendidikan
hukum, dengan cara seperti ini dapat membuat orang terhindar dari penafsiran hukum
secara black letter rules atau penafsiran yang legalistik.39 Kaidah hukum tersebut ada
yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan
maupun keputusan-keputusan dari lembaga-lembaga masyarakat.40
Lain lagi dengan suatu teori sosiological jurisprudence yang menekankan
bahwa hukum pada kenyatannya (realitas) dari pada kedudukan dan fungsi hukum
adalah pencapaian apa yang diikhtiarkan dalam politik hukum yang telah ditetapkan (furthering policy
goals).
39 Bismar Nasution, Hukum Rasional untuk Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, sub tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, Sabtu 14 Agustus 2004, hlm. 8. Lihat juga Hans Kelsen mengatakan, bahwa hukum secara hakiki adalah identik dengan moral, artinya, segala tingkah laku yang diatur atau dilarang oleh norma-norma hukum juga diatur dan dilarang oleh norma-norma moral. Hans Kelsen, “Pure Theory of Law”, (London: University of California press, 1978), hml. 63. Bandingkan juga dengan, Moh. Mahfud MD, telah mengingatkan hukum responsif hanya dapat lahir di dalam konsfigurasi politik yang demokratis, untuk melahirkan hukum-hukum yang responsif itu diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik. Moh. Mahfud MD, “Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia”, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 84. Bandingkan Philippe Nonet dan Philip Selznick yang mengemukakan Pounds theory of social
interests was a more explicit effort to develop a model of responsive law (artinya: Teori Pound
terhadap kepentingan sosial merupakan suatu upaya yang lebih eksplisit untuk mengembangkan sebuah model hukum yang responsif). Lihat, Philippe Nonet dan Philip Selznick, “Law and Society In Transition, Toward Responsive Law”, (New York: Harper Torchbooks, 1978), hlm. 73. Toeri Pound mengemukakan tentang Law as a social of engineering. Di Indonesia Teori Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan menyebutkan bahwa hukum sebagai alat pembaruan dan pembangunan masyarakat.
dalam masyarakat. Prinsip dari teori ini hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Konsep ini menunjukkan adanya
kompromi antara hukum yang bersifat tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat
hukum demi kepastian hukum dan living law sebagai wujud dari pembentukan dari
pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan dan orientasi hukum.41
Aktualisasi dari living law tersebut bahwa hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah
melainkan dalam masyarakat itu sendiri.
Kemudian jika dilihat dari sejarah Kebijakan keimigrasian pada masa Hindia
Belanda, berdasarkan prinsip pintu terbuka atau opendeur policy, artinya terbuka bagi
setiap orang yang akan masuk dan berada atau bertempat tinggal di wilayah Hindia
Belanda, sepanjang sesuai dengan kepentingan dan memberikan keuntungan terhadap
pemerintah kolonial Belanda.
Hal ini dimulai sejak diberlakukannya Besluit Raja Belanda yang disebut
Toelatings Besluit Nomor: 32, tanggal 15 Oktober 1915 dan terakhir Staatblad 1947
Nomor: 330 dikenal dengan Penetapan Izin Masuk (PIM). Kemudian dilengkapi
dengan Staadblad 1949 Nomor: 331 yang dikenal dengan Ordonansi Izin Masuk
(OIM). Kebijakan yang bersifat terbuka tersebut, antara lain dapat dilihat dari
ketentuan sebagai berikut :
a. Ketentuan dalam penetapan izin masuk, antara lain mengatur orang asing yang
diizinkan masuk untuk menetap di wilayah Hindia Belanda dan tidak mengatur
orang asing untuk berkunjung dalam waktu singkat. Dengan pengaturan tersebut
menjadikan wilayah Hindia Belanda sebagai negara imigran atau Immigrant
Country.
b. Mendatangkan orang asing dari daratan Cina untuk menjadi penduduk.
c. Setiap tahun menerapkan sistem quota yaitu terhadap beberapa orang asing yang
diberikan Visa untuk menetap di wilayah Hindia Belanda.
d. Mengatur orang asing yang dibebaskan dari keharusan memiliki surat perjalanan
(paspor) dan Visa untuk masuk dan menetap di Wilayah Hindia Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat
berhak untuk merumuskan kebijakan politik dan administrasi yang disesuaikan
dengan amanat konstitusi negara yakni Undang-Undang Dasar 1945.
Kebijakan keimigrasian terhadap orang asing dapat dilakukan melalui 2 (dua)
pendekatan yakni:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) artinya orang asing yang
diizinkan masuk, berada dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia hanya
yang benar-benar menguntungkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia.
b. Pendekatan sekuriti atau pendekatan keamanan (security approach) artinya
mengizinkan atau memberikan perizinan keimigrasian hanyalah terhadap mereka
yang tidak akan membahayakan keamanan negara dan ketertiban umum.42
Pada tanggal 27 September 1949, adalah saat penyerahan kedaulatan dari
pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat.
Penyerahan tersebut mempunyai arti penting karena merupakan titik awal dari era
baru dalam politik hukum keimigrasian yang bersifat terbuka (opendeur policy) untuk
kepentingan pemerintah kolonial, menjadi politik hukum kemigrasian yang bersifat
selektif yang didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia. Implementasi
kebijakan selektif ini menempatkan kebijakan keimigrasian dalam keseimbangan
antara pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan
(security approach).
Ada perubahan paradigma menjadi imigrasi yang selektif, yaitu imigrasi yang
menetapkan saringan, maka pengendalian dan pengawasan orang asing, tidak saja
menimbulkan konsekuensi tuntutan peranan yang optimal dalam merumuskan
kebijakan keimigrasian menyangkut orang asing, tetapi juga dapat memberikan
manfaat dan keuntungan bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pengawasan
atas keberadaan orang asing itu perlu dilakukan oleh imigrasi karena menyangkut
tanggung jawab dan menjaga kepercayaan masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan
masyarakat terhadap integritas sistem pemerintahan diupayakan, oleh karena
kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial dalam pemerintahan.43
Jika dikaji istilah Keimigrasian berasal dari kata imigrasi yang merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda immigratie dan bahasa Latin immigratio. Kata
43 Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi dalam Mengupayakan Good Governance, Suatu
imigrasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu in yang artinya dalam dan migrasi yang
artinya pindah, datang, masuk atau boyong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
arti imigrasi adalah pemboyongan orang-orang masuk ke suatu negeri44. Dalam
bahasa Inggris, pengertian imigrasi adalah: imigration is the entrance into an alien
country of persons intending to take a part in the life of that country and to make it
their more or les permanent residence45, yang artinya imigrasi adalah pemasukan ke
suatu negara asing dari orang-orang yang berniat untuk menumpang hidup atau
mencari nafkah dan sedikit banyak menjadikan negara itu untuk tempat mereka
berdiam atau menetap. Selanjutnya istilah imigrasi kemudian berkembang menjadi
istilah keimigrasian.
Pasal 1 ayat (1) UUK menyebutkan pengertian keimigrasian adalah hal ikhwal
lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan
pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
Secara operasional keimigrasian mempunyai peran yang dapat diterjemahkan
ke dalam suatu konsep trifungsi imigrasi. Konsep tersebut hendak menyatakan bahwa
sistem keimigrasian, baik ditinjau dari segi budaya hukum keimigrasian, materi
hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi, aparatur, mekanisme
hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian, dalam
operasionalnya harus selalu mengandung trifungsi, yaitu:
44
T.S.G. Mulia dan K.A.H. Hidding, Ensiklopedia Indonesia, Jilid II, W.Van Hoeve, (Bandung: Gravenhage, 1957), hlm. 649.
1. Fungsi pelayanan masyarakat;
2. Fungsi penegakan hukum;
3. Fungsi keamanan.46
Ada 2 (dua) kententuan izin keimigrasian yang berlaku, yaitu:
a. Ketentuan izin keimigrasian sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
b. Ketentuan izin keimigrasian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1992 tentang Keimigrasian.
Dirubahnya kebijaksanaan politik pintu terbuka (opendeur politic) di bidang
keimigrasian kolonial menjadi kebijaksanaan yang sifatnya selektif atau saringan
(selective policy), di mana dalam kebijakan selective policy yang diimplementasikan
dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan pelaksananya yang secara teknis
dilaksanakan di lapangan dan dimuat dalam UUK yang berkisar pada 2 (dua) hal
yaitu:
a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang keluar, masuk dan
tinggal di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah
Negara Republik Indonesia.
Pada periode ini berangsur-angsur dikeluarkan sejumlah peraturan
perundang-undangan yang lebih sesuai mengenai visa, paspor dan surat jalan antar negara, tindak
46 M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan