• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL TGT DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL TGT DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEEFEKTIFAN MODEL TGT DENGAN

PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBANTUAN CD

PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP KELAS VIII

PADA MATERI LINGKARAN

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

Singgih Baswendro 4101411174

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Keefektifan Model TGT dengan Pendekatan Scientific Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII pada Materi Lingkaran

disusun oleh

Singgih Baswendro 4101411174

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 9 Juli 2015

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Drs. Arief Agoestanto, M.Si

196310121988031001 196807221993031005

Ketua Penguji

Drs. Mohammad Asikin, M.Pd. 195707051986011001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

(4)
(5)

v MOTTO

 Selalu terima segala hal baru yang lebih baik dan pertahankan hal lama yang masih baik.

 “Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

 Yaa Robbi Sholli „ala Muhammad Waftakh minal Khoiri Kulla Mughlaq.

 Belajar, Berjuang, Bertaqwa.

PERSEMBAHAN

 Untuk kedua orang tua tercinta, Bapak Sudarwo Mukhlis Pamuji dan Ibu Romidah yang selalu memberikan doa.

 Untuk Abah Yai Masrokhan yang selalu memberikan nasihat, motivasi, dan bimbingannya.

 Untuk adik-adikku yang tercinta, Fakhry Subarkah, Rahma Fauzyah, dan Neysha Tsabita.

 Untuk teman-teman Pendidikan Matematika Unnes 2011, IPNU-IPPNU Unnes, dan Pondok Pesantren Durrotu Aswaja.

(6)

vi

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Model TGT dengan Pendekatan Scientific Berbantuan CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII pada Materi Lingkaran” ini dengan baik. Sholawat dan salam selalu penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, Sang pembawa petunjuk kebenaran.

Skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan karena bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M. Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M. Pd., Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dra. Rahayu Budhiati V, M.Si., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi selama kuliah di Universitas Negeri Semarang.

5. Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 6. Muhammad Kharis, S.Si., M.Sc., Dosen Pembimbing II yang telah

(7)

vii

8. Drs. Mohammad Asikin, M.Pd., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan saran perbaikan.

9. Seluruh dosen Jurusan Matematika, atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

10. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Ungaran atas kesediaannya menjadi objek penelitian ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, motivasi serta doa kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Semarang, 9 Juli 2015

(8)

viii

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Amin Suyitno, M.Pd. dan Muhammad Kharis, S.Si., M.Sc.

Kata Kunci : TGT, pendekatan scientific, CD Pembelajaran, kemampuan pemecahan masalah.

Salah satu kemampuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah adalah kemampuan pemecahan masalah. Upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah di antaranya adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Teams Games Tournamenti (TGT). Dalam penelitian ini, penggunaan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran merupakan terobosan baru sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) apakah hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada materi lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran mencapai KKM? dan (2) apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol yang menggunakan model ekspositori?

Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Ungaran tahun ajaran 2014/2015. Sedangkan sampelnya adalah kelas VIII F sebagai kelas eksperimen, kelas VIII E sebagai kelas kontrol, dan kelas VIII G sebagai kelas uji coba. Adapun pengambilan sampel tersebut menggunakan teknik cluster random sampling. Kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran TGT sedangkan kelas kontrol diterapkan model konvensional. Metoode pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan tes. Variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran, variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah siswa, sedangkan variabel kontrolnya adalah jenjang kelas, materi pembelajaran, dan tes kemampuan pemecahan masalah.

(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Rumusan Masalah ... 7

1. 3 Tujuan Penelitian ... 7

1. 4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Bagi Siswa ... 8

1.4.2 Bagi Guru ... 8

1.4.3 Bagi Sekolah ... 8

1.4.4 Bagi Peneliti ... 8

1. 5 Penegasan Istilah dan Pembatasan Masalah ... 9

1.5.1 Keefektifan ... 9

1.5.2 Model Pembelajaran TGT ... 9

1.5.3 Pendekatan Scientific ... 10

1.5.4 CD Pembelajaran ... 10

1.5.5 Pemecahan Masalah ... 10

(10)

x

1.6.3 Bagian Akhir ... 12

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 13

2.2 Teori Belajar ... 18

2.2.1 Teori Belajar Piaget ... 18

2.2.2 Teori Belajar Vygotsky ... 20

2.2.3 Teori Belajar Ausubel ... 21

2.2.4 Teori Belajar Thorndike ... 22

2.2.5 Teori Belajar Dienes ... 23

2.3 Keefektifan Pembelajaran ... 27

2.4 Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) ... 28

2.4.1 Penyajian Kelas (Class Presentation) ... 30

2.4.2 Belajar Dalam Kelompok (Teams) ... 31

2.4.3 Permainan (Game) ... 31

2.4.4 Pertandingan atau Lomba (Tournament) ... 32

2.4.5 Penghargaan Kelompok (Team Recognition) ... 32

2.5 Pendekatan Scientific ... 33

2.6 CD Pembelajaran ... 34

2.7 Pembelajaran TGT dengan Pendekatan Scientific berbantuan CD Pembelajaran ... 35

2.8 Kriteria Ketuntasan Minimal ... 36

2.9 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 36

2.10 Kajian Materi ... 43

2.10.1 Garis Singgung Lingkaran ... 43

2.10.2 Rumus Panjang Garis Singgung Lingkaran ... 44

2.10.3 Garis Singgung Dua Lingkaran ... 45

(11)

xi

3.1.2 Sampel ... 53

3.2 Variabel Penelitian ... 54

3.2.1 Variabel Bebas ... 54

3.2.2 Variabel Terikat ... 54

3.2.3 Variabel Kontrol ... 54

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.3.1 Metode Observasi ... 55

3.3.2 Metode Dokumentasi ... 55

3.3.3 Metode Tes ... 55

3.4 Analisis Instrumen Tes ... 56

3.4.1 Taraf Kesukaran ... 56

3.4.2 Daya Pembeda ... 57

3.4.3 Validitas ... 58

3.4.3 Reliabilitas ... 59

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Awal ... 61

3.5.1 Uji Normalitas ... 61

3.5.2 Uji Homogenitas ... 62

3.5.3 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 63

3.6 Analisis Data Pemecahan Masalah ... 65

3.6.1 Uji Normalitas ... 65

3.6.2 Uji Kesamaan Dua Varians ... 67

3.6.3 Uji Proporsi Satu Pihak (Ketuntasan Belajar) ... 67

3.6.4 Uji Perbedaan Rata-Rata ... 68

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 71

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 71

(12)

xii

4.1.4 Analisis Data Keterlaksanaan Model ... 75

4.1.5 Analisis Data Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah ... 76

4.1.5.1 Uji Normalitas Data Akhir ... 77

4.1.5.2 Uji Kesamaan Dua Varians Data Akhir ... 78

4.1.5.3 Uji Proporsi Satu Pihak (Ketuntasan Belajar) ... 78

4.1.5.4 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata ... 79

4.2 Pembahasan ... 80

5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(13)

xiii

Tabel 3.2 Analisis soal uji coba tes kemampuan pemecahan masalah ... 60

Tabel 4.1 Uji normalitas data awal ... 73

Tabel 4.2 Uji homogenitas data awal ... 73

Tabel 4.3 Uji kesamaan dua rata-rata data awal ... 74

Tabel 4.4 Data akhir penelitian ... 77

Tabel 4.5 Uji normalitas data akhir ... 77

Tabel 4.6 Uji kesamaan dua varians data akhir ... 78

Tabel 4.7 Uji proporsi satu pihak ... 79

(14)

xiv

Gambar 2.2 Garis singgung lingkaran berpusat di titik O ... 44

Gambar 2.3 Dua lingkaran bersinggungan ... 45

Gambar 2.4 Dua lingkaran berpotongan ... 45

Gambar 2.5 Dua lingkaran saling lepas ... 46

Gambar 2.6 Garis singgung persekutuan dalam ... 46

Gambar 2.7 Garis singgung persekutuan luar ... 47

Gambar 2.8 Sabuk lilitan dua lingkaran ... 48

(15)

xv

Lampiran 2 Daftar Siswa Kelas Eksperimen (VIII F) ... 96

Lampiran 3 Daftar Siswa Kelas Kontrol (VIII E) ... 97

Lampiran 4 Daftar Siswa Kelas Uji Coba (VIII G) ... 98

Lampiran 5 Daftar Nilai Ujian Akhir Semester 1 ... 99

Lampiran 6 Uji Normalitas Data Awal ... 100

Lampiran 7 Uji Homogenitas Data Awal ... 102

Lampiran 8 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Dua Awal ... 104

Lampiran 9 Kisi-Kisi Soal Uji Coba ... 106

Lampiran 10 Lembar Soal Uji Coba ... 107

Lampiran 11 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 109

Lampiran 12 Pedoman Penskoran Soal Uji Coba ... 113

Lampiran 13 Analisis Butir Soal Uji Coba ... 122

Lampiran 14 Analisis Taraf Kesukaran Soal ... 125

Lampiran 15 Analisis Daya Pembeda Soal ... 127

Lampiran 16 Analisis Validitas Soal ... 128

Lampiran 17 Analisis Reliabilitas Soal ... 136

Lampiran 18 Kisi-Kisi Soal Tes ... 138

Lampiran 19 Lembar Soal Tes ... 139

Lampiran 20 Kunci Jawaban Soal Tes ... 141

Lampiran 21 Pedoman Penskoran Soal Tes ... 145

Lampiran 22 Tata Cara Game dan Turnamen ... 152

(16)

xvi

Lampiran 27 Kartu Soal Game Pertemuan 1 ... 164

Lampiran 28 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 165

Lampiran 29 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 2 ... 168

Lampiran 30 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa Pertemuan 2 ... 170

Lampiran 31 Kartu Soal Game Pertemuan 2 ... 172

Lampiran 32 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 173

Lampiran 33 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 3 ... 176

Lampiran 34 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa Pertemuan 3 ... 178

Lampiran 35 Kartu Soal Game Pertemuan 3 ... 180

Lampiran 36 RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 181

Lampiran 37 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 4 ... 184

Lampiran 38 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa Pertemuan 4 ... 186

Lampiran 39 Kartu Soal Turnamen Pertemuan 4 ... 188

Lampiran 40 Script CD Pembelajaran ... 193

Lampiran 41 Daftar Nilai Akhir Kelas Eksperimen ... 215

Lampiran 42 Daftar Nilai Akhir Kelas Kontrol ... 216

Lampiran 43 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 217

Lampiran 44 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol ... 219

Lampiran 45 Uji Normalitas Gabungan Data Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 221

Lampiran 46 Uji Kesamaan Dua Varians Data Akhir ... 224

(17)

xvii

Lampiran 51 Surat Ijin Penelitian KesBangPol ... 230

Lampiran 52 Surat Ijin Penelitian Dinas Pendidikan ... 231

Lampiran 53 Surat Keterangan Penelitian SMP Negeri 3 Ungaran ... 232

Lampiran 54 Daftar Tabel ... 233

Lampiran 55 Daftar Tabel Z ... 234

Lampiran 56 Daftar Tabel Liliefors ... 235

Lampiran 57 Daftar Tabel F ... 236

Lampiran 58 Daftar Tabel R ... 237

Lampiran 59 Daftar Tabel T ... 238

Lampiran 60 Daftar Tabel Chi-Kuadrat ... 239

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dalam zaman globalisasi seperti sekarang ini, semua aspek dalam kehidupan terus mengalami perkembangan, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh dunia pendidikan tersebut menimbulkan berbagai tuntutan akan pemenuhan kebutuhan pendidikan yang pada implikasinya akan menentukan tinggi rendahnya mutu suatu pendidikan itu sendiri.

Kualitas pendidikan suatu bangsa akan menentukan kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia akan mempengaruhi tingkat kemajuan suatu bangsa. Dalam pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena pentingnya peran pendidikan tersebut, maka perlu dilakukan pembaruan dalam segala aspek pendidikan untuk menuju pendidikan yang berkualitas. Dengan adanya upaya peningkatan kualitas pendidikan diharapkan pendidikan di Indonesia mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai daya saing yang tinggi.

(19)

Matematika merupakan dasar dari berbagai ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting dalam aspek kehidupan manusia dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan lain. Selain itu, matematika merupakan wadah untuk membekali siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Suherman (2003: 56) bahwa matematika yang dipelajari melalui pendidikan formal (matematika sekolah) mempunyai peranan penting bagi siswa sebagai bekal pengetahuan untuk membentuk sikap serta pola pikirnya. Oleh karena pentingnya peran matematika, maka matematika selalu di pelajari di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, yang sangat berguna untuk menghadapi kehidupan di masa mendatang.

Menurut Soedjadi (2000: 7), Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, akan tetapi dapat pula untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Hal itu mengarahkan perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika.

(20)

kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika, tetapi fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah secara kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu sangat diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Salah satu ciri matematika adalah matematika memiliki objek kajian yang abstrak. Objek kajian yang abstrak ini merupakan salah satu penyebab siswa mempunyai anggapan bahwa matematika itu sulit. Sifat abstrak ini juga merupakan salah satu penyebab susahnya guru untuk menyampaikan materi agar dapat diterima oleh siswa. Akan tetapi, sebagai seorang guru, guru harus dapat mengurangi sifat abstrak tersebut sehingga dapat memudahkan siswa untuk menangkap materi. Jadi, guru bukan hanya dituntut harus menguasai materi matematika saja, tetapi juga harus dapat menyampaikan materi matematika secara baik agar dapat dipahami oleh siswa. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk menangkap materi yang disampaikan oleh guru dan juga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dalam pembelajaran matematika.

(21)

Dalam ruang lingkup geometri dan pengukuran terdapat pembahasan tentang bangun datar, sedangkan salah satu materi tentang bangun datar adalah lingkaran. Berdasarkan laporan hasil ujian nasional tahun pelajaran 2012-2013 yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, presentase penguasaan materi soal matematika di SMP Negeri 3 Ungaran, terkait dengan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur/bagian-bagian lingkaran dan hubungan dua lingkaran adalah 56,90%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemecahan masalah siswa pada materi unsur-unsur/bagian-bagian lingkaran dan hubungan dua lingkaran masih rendah.

Dengan rendahnya tingkat pemecahan masalah siswa pada materi lingkaran di SMP Negeri 3 Ungaran Kabupaten Semarang, maka hal tersebut perlu ditindak lanjuti dengan adanya suatu penelitian yang dapat mengungkapkan faktor apa yang menyebabkan masalah tersebut. Dengan diketahuinya faktor masalah tersebut, maka dapat membantu guru untuk melakukan langkah-langkah mengatasi rendahnya tingkat pemecahan masalah siswa.

(22)

pembelajaran kooperatif yang dipandang mampu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games Tournament) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks, dapat menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Selain model pembelajaran, untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah oleh siswa perlu juga diperhatikan pendekatan pembelajarannya. Pendekatan scientific merupakan pendekatan yang relevan dengan permasalahan tersebut karena dalam pendekatan tersebut memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Proses pembelajaran dengan pendekatan scientific menyentuh tiga ranah, yaitu ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Pendekatan ini juga akan menghasilkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif yang menekankan peningkatan dan keseimbangan antara soft skill dan hard skill.

(23)

media pembelajaran yang menarik adalah dengan menggunakan CD pembelajaran. Penggunaan CD pembelajaran dalam proses pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terkait materi yang diberikan.

Menurut Asikin & Pujiadi (2008), CD pembelajaran efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X reguler SMA Negeri 1 Semarang pada materi trigonometri. Selain itu, Nayazik (2010) juga menyimpulkan bahwa CD pembelajaran efektif dalam meningkatkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa di SMP Negeri 2 Rembang pada materi prisma dan limas. Furiningtyas (2008) menyatakan bahwa CD pembelajaran efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII SMP Negeri 25 Semarang pada materi segi empat. Penerapan model pembelajaran TGT yang dilakukan dengan pendekatan scientific dalam pembelajaran matematika berbantuan CD pembelajaran, khususnya materi garis singgung lingkaran melibatkan siswa untuk dapat berperan aktif dengan bimbingan guru, agar peningkatan kemampuan menemukan, memahami dan menggunakan konsep tersebut terarah lebih baik.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mempunyai ide untuk melakukan penelitian

dengan judul “Keefektifan Model TGT dengan Pendekatan Scientific Berbantuan

CD Pembelajaran terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas

(24)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada materi lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran mencapai KKM?

2. Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol yang menggunakan model ekspositori?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah hasil kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada materi lingkaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific berbantuan CD pembelajaran mencapai KKM. 2. Untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa

(25)

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.4.1 Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri, wawasan dan pemahaman pengetahuan, hasil belajar, jiwa kerjasama dan menumbuhkan kemampuan berkompetisi dan menyelesaikan masalah, khususnya dalam materi garis singgung lingkaran. Selain itu, juga untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

1.4.2 Bagi Guru

Menambah referensi model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, juga untuk meningkatkan dan menambah wawasan dalam kegiatan pembelajaran.

1.4.3 Bagi Sekolah

Memberikan terobosan baru bagi sekolah untuk meningkatkan dan perbaikan kualitas kegiatan pembelajaran di kelas agar prestasi hasil belajar siswa menjadi meningkat.

1.4.4 Bagi Peneliti

(1) Sebagai sarana dalam mengaplikasikan model pembelajaran matematika yang ada.

(2) Memperoleh banyak pengetahuan tentang berbagai model pembelajaran matematika.

(26)

(4) Mengetahui rata-rata hasil belajar siswa melalui pembelajaran TGT dengan pendekatan scientific.

1.5

Penegasan Istilah dan Pembatasan Masalah

1.5.1 Keefektifan

Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah meningkatnya kemampuan pemecahan masalah siswa dalam materi lingkaran, sub materi garis singgung yang ditandai dengan hasil belajar siswa yang memenuhi standar nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditetapkan oleh sekolah dan rata-rata hasil belajar dalam kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar kelas kontrol yang menggunakan model ekspositori.

1.5.2 Model Pembelajaran TGT

Pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status dan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya serta mengandung unsur permainan dan reinforcement yang memungkinkan siswa dapat menumbuhkan nilai tanggung jawab, kejujuran, kerja sama dan persaingan sehat. Pada model pembelajaran TGT, terdapat 5 komponen utama, yaitu:

(1) penyajian kelas, (2) kelompok, (3) game,

(4) turnamen, dan

(27)

1.5.3 Pendekatan Scientific

Pendekatan scientific yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmiah yang langkah-langkah pembelajarannya berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. 1.5.4 CD Pembelajaran

CD Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah media berupa power point yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas yang dibuat berdasarkan konsep pendekatan scientific, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

1.5.5 Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi garis singgung lingkaran. Salah satu indikator siswa mampu memecahkan masalah adalah siswa mampu menyelesaikan berbagai macam variasi soal yang ada dengan rumus yang ada yang telah diperoleh sendiri melalui kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya dan atau nilai siswa pada materi garis singgung lingkaran melebihi atau sama dengan nilai KKM.

1.5.6 Materi Lingkaran

(28)

1.5.7 Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah batas minimal ketercapaian kompetensi setiap indikator, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan aspek penilaian mata pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Menurut BSNP, Ketuntasan belajar secara individual artinya siswa yang mengikuti pembelajaran di kelas tersebut telah mencapai nilai 75, sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal artinya terdapat lebih dari atau sama dengan 75% jumlah siswa di kelas tersebut telah mencapai KKM matematika yang ditetapkan di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian. Adapun nilai KKM pelajaran matematika di SMP Negeri 3 Ungaran adalah 75.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

1.6.1 Bagian Awal

Bagian awal skripsi ini terdiri dari: halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Inti

Bagian inti skripsi ini terdiri dari 5 bab, di antaranya adalah sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan,

manfaat, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : Tinjauan pustaka, terdiri dari landasan teori, kerangka berpikir

(29)

BAB III : Metode penelitian, terdiri dari metode penentuan subjek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen dan analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V : Penutup, terdiri dari simpulan hasil penelitian dan saran-saran peneliti.

1.6.3 Bagian Akhir

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar dan Pembelajaran

Menurut Hamalik (2005: 28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku setiap individu dapat dilaksanakan melalui suatu proses interaksi dengan orang lain. Perubahan tingkah laku menjadi cara atau usaha dalam pencapaian belajar. Dalam interaksi ini terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.

Menurut Rifa‟i (2012: 66), belajar merupakan proses penting bagi perubahan

perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu dengan menguasai konsep dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis.

Beberapa konsep tentang belajar yang dikemukakan oleh beberapa pakar psikologi di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Gage dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses di mana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.

(2) Morgan menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman.

(31)

(3) Slavin menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.

(4) Gagne menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Dari pengertian tentang belajar, tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Seseorang dapat dikatakan telah belajar apabila terjadi perbedaan perilaku sebelum dan sesudah mengalami kegiatan belajar. Perilaku tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku tertentu, seperti membaca, menulis, berhitung secara mandiri, atau dilakukan dengan perilaku yang lain.

(2) Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Jika perubahan perilaku yang disebabkan oleh pertumbuhan dan kematangan fisik seperti tinggi, berat badan, dan kekuatan fisik tidak bisa disebut sebagai hasil belajar.

(3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Lama seseorang mengalami perubahan karena belajar susah untuk diukur. Biasanya perubahan perilaku dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

(32)

latihan dan pengalaman. Pandangan ini berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses, dan bukan hasil yang hendak dicapai semata. Proses itu sendiri berlangsung melalui serangkaian pengalaman, sehingga terjadi modifikasi pada tingkah laku yang telah dimiliki sebelumnya. Selain itu, menurut Rifa`i (2012: 66), belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peran penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi tentang seseorang.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman.

Belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada (Hamalik, 2005: 32-33). Adapun faktor-faktor kondisional tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan secara kontinu agar hasil belajar lebih mantap.

(33)

(4) Keberhasilan belajar akan menimbulkan kepuasan dalam diri siswa dan mendorongnya untuk belajar lebih baik, sedangkan kegagalan belajar akan menimbulkan siswa frustasi.

(5) Faktor asosiasi antara pengalaman belajar yang lama dengan yang baru mempunyai manfaat yang besar.

(6) Pengalaman dan pengertian yang telah dimiliki siswa menjadi dasar untuk menerima pengalaman dan pengertian yang baru.

(7) Faktor kesiapan belajar siswa. Faktor ini berkaitan dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan.

(8) Faktor minat dan usaha. (9) Faktor-faktor fisiologis. (10)Faktor intelegensi.

Belajar dan mengajar merupakan satu kesatuan konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar mengacu pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam proses belajar, sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

(34)

Menurut Briggs, sebagaimana dikutip oleh Rifa‟i (2012: 157), pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika siswa melakukan self instruction dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber dari pendidik.

Menurut Gagne, sebagaimana dikutip oleh Rifa‟i (2012: 158), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan siswa memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang bersifat eksternal dan sengaja direncanakan. Belajar dan pembelajaran menjadi kegiatan utama di sekolah. Dalam arti sempit, belajar dan pembelajaran adalah suatu aktivitas di mana guru dan siswa dapat saling berinteraksi. Selama proses pembelajaran, terjadi komunikasi dua arah, antara guru dengan siswanya. Dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran, diharapkan dapat menjadikan mereka aktif sehingga terciptalah suasana pembelajaran yang kondusif.

(35)

Standards for Mathematics, pelaksanaan pembelajaran matematika perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.

(1) Standar proses NCTM mengenai pemecahan masalah, penalaran dan bukti, komunikasi, representasi, dan koneksi.

(2) Keterampilan matematika yang dinyatakan oleh Dewan Riset Nasional, di antaranya: penalaran yang adaptif, kompetensi strategis, pemahaman konseptual (pemahaman matematika, operasi, dan relasi), penguasaan langkah (keterampilan menyusun langkah yang fleksibel, akurat, efisien, dan sesuai), dan disposisi produktif (kecenderungan kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang masuk akal, berguna, dan bermanfaat, ditambah dengan ketekunan dan percaya diri).

2.2

Teori Belajar

2.2.1 Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Rifa‟i (2012: 31-36), terdapat empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep yang dimaksud adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.

Skema merupakan kategori pengetahuan yang membantu seseorang dalam memahami dan menafsirkan dunianya. Skema menggambarkan tindakan mental dan fisik dalam mengetahui dan memahami objek. Dalam pandangan Piaget, skema meliputi kategori pengetahuan dan proses memperoleh pengetahuan.

(36)

cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang agak atau sesuai dengan keyakinan yang telah dimiliki sebelumnya.

Akomodasi merupakan proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru. Akomodasi ini melibatkan kegiatan pengubahan skema atau gagasan yang telah dimiliki karena adanya informasi atau pengalaman baru. Ekuilibrium merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrium ini menjelaskan bagaimana anak mampu berpindah dari tahapan berpikir yang satu ke tahapan berpikir selanjutnya.

Tahap-tahap perkembangan kognitif dalam teori Piaget mencakup tahap sensori motorik, pra operasional, dan operasina. Di dalam tahap sensori motorik, bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan pengalaman indera (sensori) mereka dengan gerakan motorik (otot) mereka. Selama tahap ini, pengetahuan bayi tentang dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari penginderaannya dan kegiatan motoriknya.

Pada tahap pra operasional, pemikiran anak lebih bersifat simbolis, egoisentris dan intuitif, sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pemikiran pada tahap ini terbagi menjadi dua sub-tahap, yaitu simbolik dan intuitif.

(37)

idealis, dan logis. Pemikiran operasional formal tampak lebih jelas dalam pemecahan problem verbal.

Implikasi teori belajar Piaget terhadap pembelajaran salah satunya adalah dalam penggunaan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya lebih banyak mengarah pada konstruktivisme, artinya siswa lebih banyak dihadapkan pada problem solving yang lebih menekankan pada persoalan-persoalan aktual yang dekat dengan kehidupan mereka, kemudian mereka diminta menyusun hipotesis tentang cara mencari solusinya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, siswa selalu diajak dalam membangun dan menemukan rumus sendiri dengan cara menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru, menggeneralisasikan dan menyimpulkan hasil temuan rumus yang didapat oleh siswa.

2.2.2 Teori Belajar Vygotsky

Menurut Trianto (2007: 26-27), teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 26-27), proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang masih berada dalam jangkauan mereka atau disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu.

(38)

tersebut kemudian memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah anak dapat melakukannya. Teori Vygotsky yang diterapkan dalam penelitian ini adalah siswa diberikan tugas atau soal yang mengarahkan siswa untuk menemukan suatu rumus sendiri kemudian diberikan bantuan secukupnya jika diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. 2.2.3 Teori Belajar Ausubel

Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Dahar, sebagaimana dikutip oleh Rifa‟i (2012: 174), belajar bermakna (meaningful learning) adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan belajar bermakna siswa menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai.

(39)

2.2.4 Teori Belajar Thorndike

Di dalam teori belajar Thorndike, terdapat tiga macam hukum belajar. Ketiga macam hukum itu di antaranya: hukum kesiapan (the law of readiness), hukum latihan (the law of exercise) dan hukum akibat (the law of effect). Menurut Rifa‟i (2012: 100), di dalam hukum akibat (the law of effect), apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, apabila hasilnya tidak menyenangkan, maka kekuatan hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi menurun. Dengan kata lain, apabila stimulus menimbulkan respon yang membawa hadiah (reward), maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat dan demikian pula sebaliknya.

Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dari teori belajar ini, didapatkan bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang. Rasa senang ini timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau penghargaan lainnya.

(40)

2.2.5 Teori Belajar Dienes

Teori belajar Dienes dicetuskan oleh Zoltan P. Dienes, seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dienes, sebagaimana dikutip oleh Suherman (2003: 49-51), berpendapat bahwa pada dasarnya matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur, memisah-misahkan dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Menurut Dienes, penyajian konsep/prinsip matematika dalam bentuk permainan akan dapat dipahami dengan baik jika dimanipulasi dengan baik. Dienes mengemukakan bahwa permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada siswa.

Terdapat tiga jenis konsep matematika menurut Dienes, di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Konsep matematis murni, konsep ini berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan.

(2) Konsep notasi, pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.

(41)

Menurut Dienes, konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap tersebut di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Free play (permainan bebas)

Permainan bebas merupakan tahap yang paling awal dari pengembangan konsep dalam setiap belajar. Aktivitas dalam tahap ini tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Pada tahap ini, memungkinkan siswa untuk memanipulasi benda konkret dari unsur yang dipelajarinya karena siswa diberi kebebasan untuk mengatur benda dan berhadapan dengan unsur-unsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Selama permainan berlangsung, pengetahuan anak akan muncul dan mulai membentuk struktur mental ataupun struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahai konsep yang sedang dipelajari.

(2) Games (permainan yang disertai aturan)

(42)

(3) Searching for communities (penelaahan kesamaan sifat)

Tahap ini merupakan tahap diarahkannya siswa dalam kegiatan untuk menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Guru perlu mengarahkan siswa dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan yang lainnya untuk melatih siswa dalam mencari kesamaan sifat. Yang perlu diperhatikan dalam translasi adalah tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.

(4) Representation (representasi)

Tahap representasi ini merupakan tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Siswa terlebih dahulu akan menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya, setelah berhasil maka siswa dapat menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang didapat oleh siswa ini bersifat abstrak. Dengan demikian siswa telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak.

(5) Symbolization (simbolisasi)

(43)

(6) Formalization (formalisasi)

Dalam tahap formalisasi ini, siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep. Setelah siswa dapat mengurutkannya, kemudian siswa akan merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Pada tahap formalisasi siswa tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat, maka pengajarannya perlu dikembangkan materi matematika secara konkret. Kemudian agar siswa dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minatnya, Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment). Multiple embodiment ini akan mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.

(44)

Berhubungan dengan tahap belajar, siswa dihadapkan dengan permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu siswa menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika sehingga siswa mengikuti pembelajaran ini secara aktif. Pada masa ini siswa bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan memanipulasinya. Agar pada suatu waktu simbol matematika tetap terkait dengan pengalaman konkret menghafal, maka siswa harus mampu mengubah fase manipulasi konkret. Simbolisasi ini berperan penting untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru. Berdasarkan uraian di atas, maka teori Dienes ini sangat sesuai untuk model pembelajaran TGT.

2.3

Keefektifan Pembelajaran

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut mencapai sasaran yang diinginkan. Adapun sasaran yang diinginkan bisa dilihat dari segi tujuan pembelajaran maupun prestasi siswa yang maksimal (Sinambela, 2008:78). Oleh karena itu, maka indikator pembelajaran dikatakan efektif adalah sebagai berikut.

(1) Tercapainya ketuntasan belajar.

(2) Tercapainya keefektifan aktifitas siswa, yaitu pencapaian waktu yang ideal yang digunakan siswa untuk melakukan setiap kegiatan yang termuat dalam rencana pembelajaran.

(45)

(4) Respon siswa terhadap pembelajaran yang positif.

Sedangkan yang dimaksud keefektifan dalam pembelajaran ini adalah keberhasilan penggunaan model pembelajaran TGT terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII pada materi garis singgung lingkaran. Model pembelajaran TGT yang diterapkan dalam kelas eksperimen dikatakan lebih efektif daripada model pembelajaran yang diterapkan pada kelas kontrol adalah jika:

(1) banyaknya siswa yang mencapai KKM pada model pembelajaran TGT pada materi lingkaran, sub materi garis singgung sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa yang ada dalam kelas tersebut, dan

(2) rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan model pembelajaran TGT lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas kontrol yang menggunakan model ekspositori.

2.4

Model Pembelajaran

Teams Games Tournaments

(TGT)

(46)

Dalam model ini kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 5 sampai dengan 6 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu.

Pendekatan yang digunakan dalam Teams Games Tournament adalah pendekatan secara kelompok yaitu dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran. Pembentukan kelompok kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran. Ciri dari pendekatan secara berkelompok dapat ditinjau dari beberapa segi (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 165-169).

(1) Tujuan Pengajaran pada Kelompok Kecil

(47)

(2) Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil

Agar kelompok kecil dapat berperan konstruktif dan produktif dalam pembelajaran diharapkan: (a) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok, (b) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, (c) setiap anggota kelompok membina hubungan yang baik dan mendorong timbulnya semangat tim, dan (d) kelompok mewujudkan suatu kerja yang kompak.

(3) Guru sebagai pembelajar dalam Pembelajaran Kelompok

Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu: (a) pembentukan kelompok (b) perencanaan tugas kelompok, (c) pelaksanaan, dan (d) evalusi hasil belajar kelompok.

Secara umum ada 5 komponen utama langkah-langkah dalam penerapan model TGT di antaranya adalah sebagai berikut.

2.4.1 Penyajian Kelas (Class Presentations)

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class presentations). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang akan dibagikan kepada kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.

(48)

2.4.2 Belajar Dalam Kelompok (Teams)

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) siswa dari ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin, etnik dan ras. Kelompok biasanya terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game atau permainan. Setelah guru memberikan penyajian kelas, kelompok (tim atau kelompok belajar) bertugas untuk mempelajari lembar kerja. Dalam belajar kelompok ini kegiatan siswa adalah mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan-kesalahan. 2.4.3 Permainan (Games)

(49)

2.4.4 Pertandingan atau Lomba (Tournament)

Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, di mana game atau permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Turnamen atau lomba pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen atau lomba. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

2.4.5 Penghargaan Kelompok (Team Recognition)

Setelah turnamen atau lomba berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim atau kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang telah

ditentukan. Tim atau kelompok mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata

skor 50 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-50 dan “Good Team” apabila rata-ratanya di bawah 40. Hal ini dapat menyenangkan para siswa atas prestasi yang telah mereka buat. Dalam penelitian ini, kelompok yang

menang diberi hadiah berupa bolpoin. Kelompok dengan kriteria “Super Team

masing-masing siswa mendapatkan tiga buah bolpoin, kelompok dengan kriteria

Great Team” masing-masing siswa mendapatkan dua buah bolpoin dan

(50)

2.5

Pendekatan

Scientific

Berdasarkan Bahan Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, kriteria pendekatan scientific di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata.

(2) Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

(3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

(4) Mendorong dan menginspirasi siswa untuk berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan ketautan satu sama lain dari materi pembelajaran. (5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan

mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.

(6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.

(7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

(51)

“tahu mengapa”, ranah keterampilan mengajarkan siswa agar “tahu bagaimana”,

dan ranah pengetahuan mengajarkan agar siswa “tahu apa”.

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan scientific ini didasarkan pada Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

2.6

CD Pembelajaran

CD pembelajaran merupakan salah satu media dalam pembelajaran. Menurut Rossi dan Breidle, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya (2011: 163), media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Namun demikian, menurut Gerlach dan Ely, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya (2011: 163), media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan seperti kegiatan diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan.

Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam tiga kelompok berikut. (1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja.

(2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara.

(52)

Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan media visual. Media visual tersebut adalah CD pembelajaran yang dibuat dengan menggunakan aplikasi power point.

2.7

Pembelajaran TGT dengan Pendekatan

Scientific

berbantuan

CD Pembelajaran

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Secara umum ada 5 komponen utama langkah-langkah dalam penerapan model TGT di antaranya yaitu penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan atau lomba, dan penghargaan kelompok.

(53)

pembelajaran TGT selanjutnya, yaitu permainan dan perlombaan dan diakhiri dengan penghargaan kelompok.

2.8

Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria ketuntasan minimal (KKM) merupakan kriteria yang paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2007: 2), KKM adalah ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan.

KKM mempunyai beberapa fungsi, menurut Depdiknas (2008: 3-4) KKM mempunyai fungsi sebagai berikut.

(1) Sebagai acuan bagi guru dalam menilai kompetensi siswa dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti.

(2) Sebagai acuan bagi siswa untuk menyiapkan diri mengikuti penilaian guru. (3) Digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi

pembelajaran di sekolah.

(4) Merupakan kontrak pedagogik antara guru dengan siswa dan setara pendidikan dengan masyarakat.

(5) Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran.

2.9

Kemampuan Pemecahan Masalah

(54)

requires us to combine skills and concepts in order to deal with specific mathematical situations (Giganti, 2007: 15).

Dalam kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah dalam dunia pendidikan, kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan dasar dari pembelajaran matematika yang meliputi aspek intelektual maupun non intelektual (Xie, 2004: 2).

Both NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) and MOE (Ministry of Education) consider problem-solving ability as the main goal of mathematics education. Both of them believe that mathematical problem-solving ability should include both intellectual and non-intellectual aspects. The intellectual aspect includes the following contents: the ability to formulate, pose and investigate mathematics problems; the ability to collect, organize and analyze problems from mathematical perspective; the ability to seek proper strategies; the ability to apply learned knowledge and skills; and the ability to reflect and monitor mathematical thinking processes. The non-intellectual aspect includes the cultivation of positive dispositions, such as persistence, curiosity and confidence, the understanding of the role of mathematics in reality, and the tendency to explore new knowledge from mathematics perspective. Both NCTM and MOE view reasoning as a process of conjecture, explanation and justification. And both of them believe that mathematics education should foster students’ inductive and deductive reasoning (Xie, 2004: 2).

Aspek intelektual kemampuan pemecahan masalah meliputi: (1) kemampuan merumuskan dan investigasi masalah matematika,

(2) kemampuan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menganalisis masalah dari sudut pandang matematika,

(3) kemampuan untuk mencari strategi yang tepat, dan

(4) kemampuan untuk merefleksikan dan menangkap proses berpikir matematik. Sedangkan aspek non intelektual yaitu pengolahan watak positif meliputi: (1) ketekunan,

(55)

(3) percaya diri, dan

(4) kecenderungan untuk mengeksplorasi pengetahuan baru dari segi matematik. Dalam kegiatannya menyelesaikan masalah, siswa memerlukan berbagai strategi pemecahan masalah. Menurut Polya (1973: 5-6), untuk memecahkan suatu masalah, maka ada empat tahapan yang harus dilakukan oleh siswa. Tahapan-tahapan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Memahami masalah (understanding the problem), meliputi: (a) apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal; (b) apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan; (c) apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan; (d) buatlah gambar yang sesuai.

(2) Merencanakan penyelesaian (devising a plan), meliputi: (a) pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain; (b) rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini; (c) perhatikan apa yang ditanyakan; (d) dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.

(3) Melaksanakan perhitungan (carrying out the plan), meliputi: (a) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum; (b) bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar; (c) melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat. Langkah ketiga yang dikemukakan oleh Polya ini menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian.

(56)

perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik; (d) menuliskan jawaban dengan lebih baik. Langkah terakhir dari Polya ini menekankan bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.

Dengan langkah-langkah menyelesaikan masalah yang sistematis seperti ini, maka akan mudah untuk mengoreksi kembali jika terdapat kesalahan-kesalahan yang terjadi. Dengan demikian maka siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai masalah yang diberikan.

Dalam mengajar pemecahan masalah, maka seorang guru perlu memperhatikan prinsip-prinsipnya. Adapun prinsip-prinsip untuk mengajar pemecahan masalah disesuaikan dengan jenis masalah yang diberikan. Menurut Kirkley (2003: 8), jenis-jenis masalah tersebut antara lain sebagai berikut.

(1) Well structured problems, yaitu masalah yang selalu menggunakan langkah-langkah yang sama untuk setiap penyelesaiannya.

(2) Moderately structured prblems, yaitu masalah yang membutuhkan berbagai strategi dan penyesuaian untuk memastikan konteks tertentu.

(3) Ill structured problems, yaitu masalah dengan tujuan yang tidak jelas dan urutan strategi dibatasi.

Berbagai masalah di atas berpengaruh terhadap prinsip-prinsip mengajar pemecahan masalah. Menurut Kirkley (2003: 11-12), prinsip-prinsip mengajar pemecahan masalah di antaranya adalah sebagai berikut.

(57)

(2) Memperkenalkan tentang pemecahan masalah terlebih dahulu kemudian menghubungkannya dengan kemampuan deklaratif ataupun prosedural atau keduanya.

(3) Memunculkan model mental yang sesuai dengan pemecahan masalah yang ingin dimunculkan dengan menjelaskan struktur pengetahuan dan menanyakan pada siswa untuk menduga apa yang akan terjadi atau menjelaskan mengapa sesuatu terjadi pada saat mengajar pengetahuan secara deduktif.

(4) Ketika tujuannya adalah transfer yang berkelanjutan, maka memunculkan pemecahan masalah ill-structured.

(5) Mengajar kemampuan pemecahan masalah dalam konteks kemampuan tersebut akan digunakan. Menggunakan masalah yang autentik dalam penjelasan, praktek maupun penilaian dengan simulasi berbasis skenario, permainan, atau proyek. Tidak perlu mengajar pemecahan masalah sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, abstrak dan kemampuan yang tidak kontekstual. (6) Untuk pengetahuan yang deklaratif dan pemecahan masalah dengan struktur

yang baik, maka digunakan strategi pembelajaran langsung (deduktif).

(7) Untuk mendorong sintesis dari model mental dan untuk pemecahan masalah ill-structured, maka digunakan pembelajaran secara induktif.

(58)

(9) Siswa yang belum benar dalam menyelesaikan masalah digunakan sebagai contoh miskonsepsi.

(10)Menanyakan pertanyaan dan membuat rekomendasi tentang strategi yang dapat mendorong siswa untuk merefleksikannya pada strategi pemecahan masalah yang mereka gunakan.

(11)Untuk mendorong adanya generalisasi maka diberikan praktek, yaitu contoh penerapan strategi pemecahan masalah yang sama dengan berbagai konteks. (12)Memberikan pertanyaan yang mendorong siswa untuk memahami cara

membuat bentuk umum dengan banyak masalah sejenis dalam berbagai konteks.

(13)Menggunakan konteks, masalah dan pola mengajar yang membangun ketertarikan, motivasi, percaya diri, pengetahuan tentang diri, dan mengurangi kecemasan.

(14)Untuk memahami penggunaan struktur pengetahuan maka direncanakan pembelajaran yang dibuat secara bijak dari tingkat pemula hingga tingkat lanjutan.

(15)Mempersilakan siswa untuk mencoba pada saat mengajar pemecahan masalah dengan struktur yang baik. Ingatan siswa terhadap langkah dan praktek pemecahan masalah akan terbiasa apabila siswa sering menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah.

(59)

(17)Mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan deklaratif mereka untuk mendefinisikan tujuan kemudian menemukan sebuah penyelesaian pada saat mengajar pemecahan masalah ill-structured.

Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004), indikator kemampuan pemecahan masalah di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah. Kemampuan ini dapat ditunjukkan dengan apakah siswa dapat mengetahui apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal yang diberikan.

(2) Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat diketahui dengan kemampuan siswa menggunakan data yang sudah diketahui secara tepat.

(3) Kemampuan menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk. (4) Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara

tepat. Kemampuan ini dapat diketahui dengan pemilihan rumus mana yang lebih efektif untuk menyelesaikan suatu persoalan,

(5) Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah.

(6) Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

(60)

2.10

Kajian Materi

2.10.1 Garis Singgung Lingkaran

Garis singgung lingkaran adalah garis yang memotong lingkaran tepat di satu titik. Titik tersebut dinamakan titik singgung lingkaran. Setiap garis singgung lingkaran selalu tegak lurus terhadap jari-jari (diameter) yang melalui titik singgungnya.

Perhatikan Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1(a) memperlihatkan bahwa garis g’ menyinggung lingkaran di titik A. Garis g’ tegak lurus jari-jari OA. Dengan kata lain, hanya terdapat satu buah garis singgung yang melalui satu titik pada lingkaran. Pada gambar 2.1(b), titik R terletak diluar lingkaran. Garis l melalui titik R dan menyinggung lingkaran di titik P, sehingga garis l tegak lurus jari-jari OP. Garis m melalui titik R dan menyinggung lingkaran di Q, sehingga garis m tegak lurus jari-jari OQ. Dengan demikian, dapat dibuat dua buah garis singgung melalui satu titik di luar lingkaran.

Gambar 2.1 Garis singgung terhadap lingkaran (b)

(61)

2.10.2 Rumus panjang garis singgung lingkaran Perhatikan Gambar 2.2 berikut.

Pada Gambar 2.2, garis AB dan BC adalah garis singgung lingkaran yang berpusat di titik O. Panjang OA = Panjang OC = r = jari-jari lingkaran. Oleh karena garis singgung selalu tegak lurus terhadap jari-jari lingkaran maka panjang garis singgung AB dan BC dapat dihitung dengan menggunakan teorema Pythagoras.

Perhatikan ∆ OAB. Pada ∆ OAB berlaku teorema Pythagoras, yaitu: OA2 + AB2 = OB2 AB2 = OB2– OA2

AB =

AB =

Pada ∆ OCB juga berlaku teorema Pythagoras, yaitu: OC2 + BC2 = OB2 BC2 = OB2– OC2

BC =

BC =

Ternyata, AB = BC = √ . Jadi, kedua garis singgung lingkaran yang ditarik dari sebuah titik di luar lingkaran mempunyai panjang yang sama.

(62)

2.10.3 Garis Singgung Dua Lingkaran

2.10.3.1 Kedudukan dua lingkaran

Perhatikan Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3(a) memperlihatkan dua lingkaran yang bersinggungan di dalam. Untuk kedudukan seperti ini dapat dibuat satu buah garis singgung persekutuan luar, yaitu k dengan titik singgung A. Gambar 2.3(b) memperlihatkan dua lingkaran yang bersinggungan di luar. Dalam kedudukan seperti ini dapat dibuat satu buah garis singgung persekutuan dalam, yaitu n dan dua garis singgung persekutuan luar, yaitu l dan m.

Dua lingkaran yang berpotongan mempunyai dua garis singgung persekutuan luar, yaitu r dan s seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.3 Dua lingkaran bersinggungan

(63)

Perhatikan Gambar 2.5 berikut.

Dalam kedudukan dua lingkaran saling lepas, dapat dibuat dua garis persekutuan luar, yaitu k dan l dan dua garis persekutuan dalam, yaitu m dan n.

2.10.3.2 Garis Singgung Persekutuan Dalam

Perhatikan Gambar 2.6 berikut.

Perhatikan ∆POQ. Oleh karena QOP = 90o maka kita bisa menggunakan teorema Pythagoras untuk mencari panjang OQ. ∆POQ siku-siku di O sehingga

PQ2 = OQ2 + PO2 OQ2 = PQ2– PO2 d2 = s2– (R + r)2

d = .

Jadi, rumus panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran adalah d = .

dengan: d = panjang garis singgung persekutuan dalam, Gambar 2.5 Dua lingkaran saling lepas

S

(64)

Gambar 2.7 Garis singgung persekutuan luar s = jarak kedua titik pusat lingkaran,

R = jari-jari lingkaran pertama, dan r = jari-jari lingkaran kedua.

2.10.3.3 Garis singgung persekutuan luar

Perhatikan Gambar 2.7 berikut.

Perhatikan ∆POQ. Oleh karena QOP = 90o maka kita bisa menggunakan teorema Pythagoras untuk mencari panjang OQ. ∆POQ siku-siku di O sehingga

PQ2 = OQ2 + PO2 OQ2 = PQ2– PO2 l2 = s2– (R – r)2; R > r l = √ .

Jadi, rumus panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran adalah l = √ , untuk R > r.

dengan: l = panjang garis singgung persekutuan luar, s = jarak kedua titik pusat lingkaran,

(65)

2.10.3.4 Panjang Sabuk Lilit

Gambar

Gambar 2.1(a) memperlihatkan bahwa garis  g’ menyinggung lingkaran di titik A.  Garis  g’ tegak lurus jari-jari OA
Gambar 2.2 Garis singgung lingkaran berpusat di titik O
Gambar  2.3(a)  memperlihatkan  dua  lingkaran  yang  bersinggungan  di  dalam.  Untuk  kedudukan  seperti  ini  dapat  dibuat  satu  buah  garis  singgung  persekutuan  luar,  yaitu  k  dengan  titik  singgung  A
Gambar 2.6 Garis singgung persekutuan dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kurang leuwih kitu nu katangkep ku kuring dina gunem catur nu dicaritakeun ku Ua Haji Dulhamid dina judul Ronggéng Sajajagat , nu jadi bangbaluh dina maca

Laporan Proyek Akhir Desan Komunikasi Visual dengan judul “Perancangan Audio Visual bagi Peternak Sapi Rakyat sebagai Upaya Meningkatkan Populasi Sapi Lokal di Indonesia (Studi

Keunggulan teknik ini ialah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan dan mudah, anak hanya menganalisa banyak lobang dan menjawab

Kondisi yang demikian mengakibatkan pulau-pulau yang terdapat pada gugusan Spermonde umumnya memiliki reef yang lebih luas pada bagian barat pulau, karena arus

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun stevia dengan dosis 300mg/ kg berat badan selama 28 hari dapat mencegah dislipidemia pada tikus (Rattus

Berdasarkan penjabaran sebelumnya, diduga karakteristik contoh, karakteristik keluarga, kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, penyakit infeksi (malaria), sanitasi

POLITEKNIK UNIVf, RSITAS NNDAIAS

3 Kramat – Kantor Pos , dimana perusahaan saudara termasuk telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka dengan ini kami mengundang saudara