• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Audiogram pada Pekerja Di Bagian Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Audiogram pada Pekerja Di Bagian Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN AUDIOGRAM PADA PEKERJA DI BAGIAN RUANG MESIN PT PELINDO I (PERSERO) CAB. BELAWAN

Oleh:

AMELIA

090100358

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

GAMBARAN AUDIOGRAM PADA PEKERJA DI BAGIAN RUANG MESIN PT PELINDO I (PERSERO) CAB. BELAWAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

AMELIA

090100358

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Audiogram pada Pekerja Di Bagian Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan

Nama : AMELIA

NIM : 090 100 358

Pembimbing Penguji I

(dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL) (dr. Sarah Dina, Sp. OG(K)) NIP: 19790620 200212 2 003 NIP: 19680415 199703 2 001

Penguji II

(dr. RR. Sinta Irina, Sp. An) NIP: 19670927 201012 2 002

Medan, 7 Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising. Jika nilai ambang batas kebisingan dilampaui terus-menerus dalam waktu lama maka akan menyebabkan gangguan pendengaran. Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi. Prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran audiogram pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif secara cross sectional study. Sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling, dan harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Pengolahan data dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17,0 kemudian dianalisa secara deskriptif dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Hasil penelitian didapatkan dari 22 responden, berdasarkan jenis gangguan pendengaran distribusi terbanyak adalah yang pendengarannya normal yaitu sebanyak 8 (36,4%) responden pada telinga kanan dan sebanyak 10 (45,5%) responden pada telinga kiri, yang mengalami gangguan pendengaran campuran pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden, sedangkan pada telinga kiri juga sebanyak 8 (36,4%) responden, selebihnya mengalami gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Berdasarkan derajat gangguan pendengaran distribusi terbanyak adalah yang pendengarannya normal sebanyak 8 (36,4%) responden pada telinga kanan, sedangkan sebanyak 11 (50%) responden pada telinga kiri, sedangkan distribusi paling sedikit adalah gangguan pendengaran sangat berat yaitu tidak ada (0%) responden yang mengalami gangguan pendengaran sangat berat pada telinga kanan, sedangkan pada telinga kiri hanya 1 (4,5%) responden.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah distribusi responden terbanyak adalah yang pendengarannya normal. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih luas sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

(5)

ABSTRACT

Hearing loss is a major problem in the workers who work in places exposed to noise. If the threshold value is exceeded noise continuously for long periods will cause hearing loss. Indonesia, including four countries in Southeast Asia with prevalence of hearing loss is quite high. The prevalence of hearing loss in the population of Indonesia is estimated at 4.2%.

The aim of the study is to know the results of audiogram in workers in the engine room at PT Pelindo I (Limited) Cab. Belawan. The study is a desriptive with cross sectional study. The sample in this study was taken by using total sampling, and has to meet the inclusive and exclusive criterias. The data was analyze with SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) version 17.0 descriptively and the results are presented in tabular form distribution

The results is from 22 respondents, based on the type of hearing loss the highest distribution is the workers with normal hearing in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 10 (45.5%) of respondents,the workers with mix hearing loss in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 8 (36.4%) of the respondents, the remainder is the workers with conductive and sensorineural hearing loss. Based on the degree of hearing loss, the highest distribution is the workers with normal hearing in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 11 (50%) of the respondents, while the lowest distribution is the workers with profound hearing loss in the right ear is nothing (0%) of the respondent, while the left ear is only 1 (4.5%) of the respondents.

The conclusion in this study is the highest distribution is the workers who have normal hearing. Should be done studies with larger sample size to obtain more accurate results.

(6)

KATA PENG ANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Audiogram pada Pekerja di Bagian Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tentu saja penulis banyak menemukan kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan, dukungan dan arahan dari berbagai pihak akhirnya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. dr. Sarah Dina, Sp. OG(K) selaku dosen penguji I dan dr. RR. Sinta Irina, Sp. An selaku dosen penguji II yang telah bersedia menjadi dosen penguji. 4. Seluruh dosen, staff, dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

5. PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan yang merupakan tempat berlangsungnya penelitian dan para staff yang telah bersedia menjadi responden sehingga penelitian ini berjalan lancar.

6. Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Halpy Karlin yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah ini.

(7)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.

Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini nanti berguna bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, 10 Desember 2012 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vi

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Anatomi Telinga ... 6

2.1.1 Anatomi telinga luar ... 6

2.1.2 Anatomi telinga tengah ... 6

2.1.3 Anatomi telinga dalam ... 7

2.2. Fisiologi Pendengaran ... 9

2.2.1 Fisiologi pendengaran normal ... 9

2.2.2 Fisiologi gangguan pendengaran ... 12

2.3. Gangguan Pendengaran ... 12

2.3.1 Definisi gangguan pendengaran ... 12

2.3.2 Klasifikasi derajat gangguan pendengaran ... 13

(9)

A. Gangguan pendengaran konduktif ... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 19 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19

3.2. Defenisi Operasional ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 24

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 26

5.1.2 Distribusi responden berdasarkan umur, masa kerja, lama pajanan, dan penggunaan alat pelindung telinga ... 27

5.1.3 Distribusi responden berdasarkan jenis dan derajat gangguan pendengaran ... 29

5.2. Pembahasan ... 31

(10)

5.2.2 Distribusi responden berdasarkan jenis gangguan

pendengaran ... 33

5.2.3 Distribusi responden berdasarkan derajat gangguan pendengaran ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran Menurut ISO

(International Standard Organization) dan ASA (American

Standard Association)... 13

2.2 Hasil Pemeriksaan Pendengaran Dengan Menggunakan Garpu Tala ... 15

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur... 27

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 28

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pajanan ... 28

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Telinga ... 29

5.5 Distribusi Reponden Berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran ... 29

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Telinga ... 8 Gambar 2.2 Transmisi Gelombang Suara ... 10 Gambar 2.3 Transduksi Suara ... 11 Gambar 2.4 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Gangguan

Pendengaran ... 16 Gambar 2.5 Gambaran Audiogram Pendengaran Normal ... 17 Gambar 2.6 Gambaran Audiogram Gangguan Pendengaran

Sensorineural... 17 Gambar 2.7 Gambaran Audiogram Gangguan Pendengaran

Konduktif ... 18 Gambar 2.8 Gambaran Audiogram Gangguan Pendengaran

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

ASA : American Standart Association AC : Air Conduction

BC : Bone Conduction Cab : Cabang

dB : Desibel

ISO : International Standart Organization Hz : Hertz

NAB : Nilai Ambang Batas

NIHL : Noise Induced Hearing Loss PT : Perseroan Terbatas

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 : Informed Consent & Kuesioner Lampiran 3 : Data Induk

(15)

ABSTRAK

Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising. Jika nilai ambang batas kebisingan dilampaui terus-menerus dalam waktu lama maka akan menyebabkan gangguan pendengaran. Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi. Prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran audiogram pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif secara cross sectional study. Sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling, dan harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Pengolahan data dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17,0 kemudian dianalisa secara deskriptif dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Hasil penelitian didapatkan dari 22 responden, berdasarkan jenis gangguan pendengaran distribusi terbanyak adalah yang pendengarannya normal yaitu sebanyak 8 (36,4%) responden pada telinga kanan dan sebanyak 10 (45,5%) responden pada telinga kiri, yang mengalami gangguan pendengaran campuran pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden, sedangkan pada telinga kiri juga sebanyak 8 (36,4%) responden, selebihnya mengalami gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Berdasarkan derajat gangguan pendengaran distribusi terbanyak adalah yang pendengarannya normal sebanyak 8 (36,4%) responden pada telinga kanan, sedangkan sebanyak 11 (50%) responden pada telinga kiri, sedangkan distribusi paling sedikit adalah gangguan pendengaran sangat berat yaitu tidak ada (0%) responden yang mengalami gangguan pendengaran sangat berat pada telinga kanan, sedangkan pada telinga kiri hanya 1 (4,5%) responden.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah distribusi responden terbanyak adalah yang pendengarannya normal. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih luas sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

(16)

ABSTRACT

Hearing loss is a major problem in the workers who work in places exposed to noise. If the threshold value is exceeded noise continuously for long periods will cause hearing loss. Indonesia, including four countries in Southeast Asia with prevalence of hearing loss is quite high. The prevalence of hearing loss in the population of Indonesia is estimated at 4.2%.

The aim of the study is to know the results of audiogram in workers in the engine room at PT Pelindo I (Limited) Cab. Belawan. The study is a desriptive with cross sectional study. The sample in this study was taken by using total sampling, and has to meet the inclusive and exclusive criterias. The data was analyze with SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) version 17.0 descriptively and the results are presented in tabular form distribution

The results is from 22 respondents, based on the type of hearing loss the highest distribution is the workers with normal hearing in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 10 (45.5%) of respondents,the workers with mix hearing loss in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 8 (36.4%) of the respondents, the remainder is the workers with conductive and sensorineural hearing loss. Based on the degree of hearing loss, the highest distribution is the workers with normal hearing in the right ear is 8 (36.4%) of the respondents, while the left ear is 11 (50%) of the respondents, while the lowest distribution is the workers with profound hearing loss in the right ear is nothing (0%) of the respondent, while the left ear is only 1 (4.5%) of the respondents.

The conclusion in this study is the highest distribution is the workers who have normal hearing. Should be done studies with larger sample size to obtain more accurate results.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising , misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan, penggalian (peledakan, pengeboran), perkapalan, penerbangan, maupun mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet. Hal ini akan sangat merugikan para pekerja karena dapat menyebabkan ketulian yang menetap (permanent threshold shift). Selain itu perusahaan juga akan mengalami kerugian, misalnya menurunnya kinerja para pekerja serta meningkatnya biaya kesehatan yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga perlu dilakukannya deteksi dini adanya gangguan pendengaran untuk mencegah ketulian sementara (temporary threshold shift) menjadi ketulian yang menetap (permanent threshold shift) (Buchari,2007).

Nilai ambang batas kebisingan adalah angka desibel yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No. SE-01/MEN/1978, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Buchari,2007). Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam sehari (Roestam,2004).

(18)

kerja, jarak dari sumber suara, gaya hidup pekerja di luar tempat kerja (Buchari, 2007).

Menurut perkiraan WHO (World Health Organization) pada tahun 1995 terdapat 120.000.000 penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia. Pada tahun 2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 250.000.000 jiwa; 222.000.000 jiwa diantaranya adalah orang dewasa dan sisanya anak berusia di bawah 15 tahun. Penderita gangguan pendengaran tersebut kira-kira 2/3 diantaranya berada di negara berkembang (Standar Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas, 2002 dalam Suwento 2002).

Gangguan pendengaran akibat kebisingan merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28.000.000 orang Amerika mengalami gangguan pendengaran dengan berbagai derajat, dimana 10.000.000 orang diantaranya mengalami gangguan pendengaran akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerja. Sedangkan Sataloff (1987) mendapati sebanyak 35.000.000 orang Amerika menderita ketulian dan 8.000.000 orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja (Depkes, 2004 dalam Suwento,2002).

Dari hasil “WHO Multi Centre Study” tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%) (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian,2006). Prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2002 adalah 221.900.000 jiwa, sehingga jumlah penduduk yang menderita gangguan pendengaran diperkirakan 9.319.800 jiwa (World Health Organization, 2007).

(19)

Berdasarkan kelompok usia, angka gangguan pendengaran terbanyak pada kelompok usia produktif dewasa (40-54 tahun) yaitu 20,8%, sedangkan angka ketulian terbanyak pada usia diatas 65 tahun yaitu 2,8% (Depkes RI,1998 dalam Suwento R, 2002).

Sundari pada penelitiannya tahun 1994 di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85-105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty pada tahun 1998 mendapat 7 dari 22 pekerja (31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9-108,2 dB (Alberti, 2000).

Penelitian terdahulu melaporkan lebih dari 50% pekerja tekstil dengan masa kerja antara 1-10 tahun mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi 3000-4000 Hz. Pada perusahaan baja ditemukan 45,9% kasus gangguan pendengaran pada frekuensi 6000 Hz, dengan pajanan bising terus-menerus (Tana, 2002).

Oetomo, A dkk (Semarang, 1993) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 75-100 dB didapati sebanyak 74 telinga belum mengalami pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga (55,3%), derajat sedang sebanyak 17 telinga (8%), dan derajat berat sebanyak 3 telinga (1,4%) (Rambe, 2003).

Penelitian terhadap 204 pekerja yang tidak memakai alat pelindung telinga dengan paparan kebisingan sekitar 95 dB terdapat prevalensi sekitar 84,5% dan kebisingan antara 85-90 dB terdapat prevalensi sekitar 75%, sedangkan pada kebisingan sekitar 80 dB didapatkan prevalensi sekitar 2,9% - 3,5% terjadi gangguan pendengaran (Osibigun dkk,2000).

(20)

penelitian terhadap karyawan di pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita ketulian akibat bising (Rambe, 2003).

Prevalensi gangguan pendengaran terus meningkat akibat kemajuan di bidang teknologi industri dan polusi bising lingkungan. Indonesia termasuk negara industri yang sedang berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan digunakan peralatan industri yang dapat menimbulkan kebisingan di lingkungan kerja. Hal tersebut menimbulkan dampak buruk bagi para pekerja jika tidak dicegah dengan program pengendalian kebisingan diantaranya penggunaan alat pelindung pendengaran bagi pekerja yang terpapar bising (Bashiruddin, J., 2009).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran audiogram pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah di atas, memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan peneliti berikut :

Bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

(21)

2. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan masa kerja.

3. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan lama pajanan.

4. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan penggunaan alat pelindung telinga.

5. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan berdasarkan jenis gangguan pendengaran. 6. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I

(Persero) Cab. Belawan berdasarkan derajat gangguan pendengaran.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Mencegah ketulian bersifat permanen yang dapat merugikan para pekerja 2. Sebagai sarana memperdalam pengetahuan serta mengembangkan ilmu

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

2.1.1 Anatomi telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara, sedangkan liang telinga menghantarkan suara menuju membrana timpani (Pearce,2008).

Liang telinga berbentuk huruf S dengan panjang 2,5-3 cm. Sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen dan rambut, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit serumen (Lee KJ, 2008).

2.1.2 Anatomi telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana timpani, cavum timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran. Bagian atas membran timpani disebut pars flaksida (membran Shrapnell) yang terdiri dari dua lapisan,yaitu lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa (membran propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin (Tortora & Derrickson, 2009).

(23)

inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Soetirto I; Hendarmin H; Bashiruddin J, 2007).

Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang temporalis yang terletak di belakang telinga. Ruang udara yang berada pada bagian atasnya disebut antrum mastoideus yang berhubungan dengan rongga telinga tengah. Infeksi dapat menjalar dari rongga telinga tengah sampai ke antrum mastoideus yang dapat menyebabkan mastoiditis (Pearce, 2008).

2.1.3 Anatomi telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum, dan kanalis semisirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari utrikulus, sakulus, duktus koklearis, dan duktus semisirkularis. Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan tipis periosteum internal atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya menyerupai spons) (Pearce, 2008).

(24)

dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Lee KJ, 2008).

Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu: nervus vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut-serabut saraf vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum. Sedangkan, serabut saraf nervus kokhlear mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang berada tepat dibelakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis (Pearce, 2008).

(25)

2.2. Fisiologi Pendengaran

2.2.1 Fisiologi pendengaran normal

Daun telinga mengumpulkan suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar kemudian membrana timpani bergetar sewaktu terkena getaran suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara. Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrana timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea (Sherwood L., 2001).

Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur : (1) gelombang tekanan mendorong perilimfe pada membrana vestibularis ke depan kemudian mengelilingi helikotrema menuju membrana basilaris yang akan menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar dan ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan, dan (2) “jalan pintas” dari skala vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Perbedaan kedua jalur ini adalah transmisi gelombang tekanan melalui melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan (Tortora dan Derrickson, 2009).

(26)

tersebut akan membengkok ke depan dan ke belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya pada membran tektorial sehingga menyebabkan saluran-saluran ion gerbang-mekanis terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini mengakibatkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga terjadi perubahan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dipersepsikan otak sebagai sensasi suara (Sherwood L., 2001).

(27)

Gambar 2.3. Transduksi Suara (Sherwood, L., 2001)

Getaran membrana timpani

Getaran tulang-tulang pendengaran

Getaran jendela oval

Gerakan cairan dalam koklea

Getaran membrana basilaris

Pembengkokan sel-sel rambut sewaktu pergerakan membrana basilaris menyebabkan perubahan posisi rambut-rambut tersebut dalam kaitannya dengan membrana tektorial di atasnya tempat rambut-rambut tersebut terbenam

Perubahan potensial berjenjang (potensial reseptor) di sel-sel reseptor

Perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang terbentuk di saraf auditorius

Getaran jendela bundar

(28)

2.2.2 Fisiologi gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran atau ketulian dapat bersifat sementara atau menetap, parsial atau total. Ketulian ada tiga jenis, yaitu tuli konduktif (hantaran), tuli sensorineural (saraf), dan tuli campuran, bergantung mekanisme pendengaran yang kurang berfungsi secara adekuat (Sherwood L., 2001).

Gangguan pendengaran atau ketulian dibagi menjadi 2 tipe : (1) disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius (tuli saraf) dan (2) disebabkan oleh kerusakan struktur fisik telinga yang menjalarkan suara ke dalam koklea (tuli konduktif). Jika koklea atau nervus auditorius rusak, maka seseorang akan mengalami tuli permanen (Corwin, 2000). Sedangkan, jika koklea dan nervus tetap utuh tetapi sistem tulang pendengaran-timpani telah hancur atau mengalami ankilosis, gelombang suara masih dapat dikonduksikan ke dalam koklea melalui konduksi tulang dari pembangkit suara yang diletakkan pada kepala di atas telinga (Guyton & Hall, 2008).

2.3. Gangguan Pendengaran

2.3.1 Definisi gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di satu atau kedua telinga (WHO, 2006). Gangguan pendengaran adalah perubahan tingkat pendengaran yang mengakibatkan kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007).

(29)

2.3.2 Klasifikasi derajat gangguan pendengaran

Tabel 2.1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut ISO (International Standard Organization) dan ASA (American Standard Association)

2.3.3 Jenis gangguan pendengaran

A. Gangguan Pendengaran Konduktif

Gangguan pendengaran konduktif terjadi apabila terdapat kerusakan di telinga luar atau telinga tengah sehingga gelombang suara tidak dapat dihantarkan untuk menggetarkan cairan di telinga dalam (Sherwood L., 2001)

Gangguan pendengaran konduktif bisa disebabkan oleh gangguan pada telinga luar atau telinga tengah. Gangguan pada telinga luar yang dapat menyebabkan tuli konduktif misalnya atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang telinga. Sedangkan gangguan pada telinga tengah yang dapat menyebabkan tuli konduktif adalah tuba katar/ sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran (Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J., 2007).

(30)

tes fungsi pendengaran, yaitu tes berbisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara berbisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah (Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J., 2007).

B. Gangguan Pendengaran sensorineural

Pada gangguan pendengaran sensorineural gelombang suara dapat disalurkan ke telinga dalam, tetapi tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara yang disebabkan adanya kerusakan pada organ Corti (Sherwood L., 2001).

Gangguan pendengaran sensorineural dibagi dua, yaitu gangguan pendengaran sensorineural koklea dan retrokoklea. Gangguan pendengaran sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirinitis (bakteri/ virus), intoksikasi streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin,kina, asetosal atau alkohol. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising. Sedangkan gangguan pendengaran sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya (Soetirto, I; Hendarmin, H; Bashiruddin, J., 2007).

(31)

Tabel 2.2. Hasil pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan

pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit

Memanjang Tuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat

Memendek Tuli sensorineural

Catatan : pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif (Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J., 2007).

C. Gangguan Pendengaran Campuran

Gangguan pendengaran campuran merupakan kombinasi antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi kedua gangguan pendengaran tersebut. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi dijumpai tanda-tanda seperti gangguan pendengaran sensorineural. Pada tes berbisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara berbisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata bernada rendah maupun bernada tinggi. Tes garpu tala Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, dan Swabach memendek (Bashiruddin J, 2009).

2.3.4 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran

(32)

Gambar 2.4. Faktor yang Berpengaruh terhadap Gangguan Pendengaran 2.4. Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensivitas pendengaran dengan alat audiometer yang menggunakan nada murni (pure tone). Ambang nada murni diukur dengan intensitas minimum yang dapat didengar selama satu atau dua detik melalui hantaran udara (AC) ataupun hantaran tulang (BC) (Arini,2005).

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC, yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (250-4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan dipakai warna merah (http:// scribd.com).

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher: Ambang dengar (AD) =

(33)

Kepustakaan terbaru menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar diatas, kemudian dibagi 4.

Ambang dengar (AD) =

4

AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz

Gambar 2.5. Gambaran audiogram pendengaran normal (Arini, 2005). Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB

AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Gambar 2.6. Gambaran audiogram gangguan pendengaran sensorineural (Arini, 2005).

Gangguan pendengaran sensorineural : AC dan BC lebih dari 25 dB

(34)

Gambar 2.7. Gambaran audiogram gangguan pendengaran konduktif (Arini, 2005).

Gangguan pendengaran konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB AC lebih dari 25 dB

Antara AC dan BC terdapat gap

Gambar 2.8. Gambaran audiogram gangguan pendengaran campuran (Arini, 2005).

Gangguan pendengaran campuran : BC lebih dari 25 dB

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas

(independent) :

Gambaran audiogram

Variabel terikat (dependent):

1. Jenis Gangguan pendengaran 2. Derajat gangguan

(36)

3.2. Definisi Operasional

(37)

Variabel bebas (independent)

(38)

hantaran tulang lebih dari 25 dB, hantaran udara lebih besar dari hantaran tulang, terdapat gap 2. Derajat

gangguan pendengar an

Derajat gangguan pendengaran adalah tingkatan gangguan pendengaran yang terjadi , mulai dari ringan sampai berat

Pemeriksaan Audiometri 1. Normal: 0-25 dB 2. Ringan: 26-40 dB 3. Sedang: 41-55 dB 4. Sedang berat: 56-70

dB

5. Berat: 71-90 dB 6. Sangat berat: > 90

dB

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan potong lintang (cross sectional study).

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Maret 2012 dengan penelusuran daftar pustaka yang meliputi sumber dari buku, jurnal, maupun artikel yang didapat melalui internet, pembuatan dan penyusunan proposal penelitian diikuti konsultasi dengan dosen pembimbing. Seminar proposal penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012, dilanjutkan dengan penelitian lapangan yang dimulai dari pengumpulan data sampai penulisan laporan hasil penelitian selama 5 bulan (Juli 2012-November 2012).

4.2.2 Lokasi penelitian

(40)

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pekerja/ anak buah kapal khususnya di bagian ruang mesin di PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan, yaitu sebanyak 22 orang pekerja/ anak buah kapal yang terpapar kebisingan 92-97 dB.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling dengan kriteria inklusi berupa: masa kerja minimal 5 tahun, intensitas kebisingan ≥ 85 dB serta bersedia mengikuti penelitian dipilih sebagai sampel. Kriteria eksklusi, yaitu: tidak bersedia dipilih menjadi sampel.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Data primer

• Data intensitas bising diperoleh langsung dari data pengukuran lingkungan kerja dengan menggunakan alat sound level meter

• Data tentang nilai ambang dengar diperoleh dari hasil pengukuran pendengaran tenaga kerja dengan menggunakan alat audiometri

• Data tentang identitas diri diperoleh dari wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner

4.4.2 Instrumen penelitian

(41)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

PT Pelindo I (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang telah ditunjuk oleh Pemerintah untuk mengelola pelabuhan umum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Saat ini PT Pelindo I (Persero) mengelola 15 Cabang Pelabuhan, 11 Pelabuhan Perwakilan, 1 (satu) Unit Terminal Peti Kemas, 1 (satu) Unit Galangan Kapal, 1 (satu) Unit Depo Peti Kemas Belawan, 1 (satu) Unit Rumah Sakit dan 1 (satu) Unit Balai Pendidikan dan Latihan.

Secara geografis, sebagian besar pelabuhan dibawah pengelolaan PT Pelindo I (Persero) mempunyai peran yang strategis karena terletak di sepanjang Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional. Peluang-peluang bisnis yang masih potensial seperti pemanduan di Selat Malaka secara terus-menerus diusahakan agar mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan mampu mendorong pengembangan ekonomi daerah khususnya di wilayah sepanjang Selat Malaka dan akhirnya akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(43)

kepada Bangsa dan Negara melalui pengelolaan perusahaan secara profesional sesuai amanah dari pemegang saham.

Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama dalam wilayah kerja PT Pelindo I (Persero) menjadi salah satu prioritas untuk dikembangkan. Kunci pengembangan Pelabuhan Belawan adalah dengan meningkatkan kapasitas alur pelayaran disamping pelayanan di Terminal Peti Kemas Belawan, terminal curah cair dan curah kering. Dimasa depan, Pelabuhan Belawan diarahkan menjadi Pelabuhan Utama untuk menangani muatan cair (CPO dan turunannya) dan peti kemas, sedangkan Pelabuhan Dumai akan diarahkan pada pelayanan curah cair, curah kering dan peti kemas dan pelabuhan-pelabuhan lain akan dikembangkan sesuai dengan potensi bisnis di hinterland masing-masing pelabuhan.

5.1.2 Distribusi responden berdasarkan umur, masa kerja, lama pajanan,

dan penggunaan alat pelindung telinga

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 22 orang dan terdapat 4 distribusi responden yang akan dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Reponden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah (orang) Persen (%)

< 40 tahun 12 54,5

≥ 40 tahun 10 45,5

(44)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 22 responden, sebanyak 12 responden (54,5%) berumur kurang dari 40 tahun, sedangkan 10 responden (45,5%) berumur 40 tahun atau lebih.

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah (orang) Persen (%)

5-10 tahun 11 50

> 10 tahun 11 50

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 22 responden, sebanyak 11 responden (50%) sudah bekerja selama 5-10 tahun, sedangkan 11 responden (50%) sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun.

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pajanan

Lama Pajanan Jumlah (orang) Persen (%)

2-3 jam/ hari 12 54,5

4-6 jam/ hari 10 45,5

Jumlah 22 100

(45)

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Telinga

Penggunaan APT Jumlah (orang) Persen (%)

Ya 5 22,7

Tidak 17 77,3

Jumlah 22 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 22 responden, sebanyak 5 responden (22,7%) menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja, sedangkan 17 responden (77,3%) tidak menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja.

5.1.3 Distribusi responden berdasarkan jenis gangguan pendengaran dan derajat gangguan pendengaran

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran Jenis Gangguan

Pendengaran

Telinga Kanan

% Telinga Kiri %

Normal 8 36,4 10 45,5

Konduktif 3 13,6 2 9,1

Sensorineural 3 13,6 2 9,1

Campuran 8 36,4 8 36,4

(46)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 22 responden, responden yang pendengarannya normal pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 10 (45,5%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran konduktif pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, dan responden yang mengalami gangguan pendengaran campuran pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden,sedangkan pada telinga kiri sebanyak 8 (36,4%) responden.

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat Gangguan Pendengaran

(47)

mengalami gangguan pendengaran ringan pada telinga kanan sebanyak 6 (27,3%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sedang pada telinga kanan sebanyak 4 (18,2%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 3 (13,6%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sedang berat pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran berat pada telinga kanan sebanyak 1 (4,5%) responden, sedangkan pada telinga kiri sebanyak 3 (13,6%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sangat berat pada telinga kanan tidak ada (0%) responden, sedangkan pada telinga kiri sebanyak 1 (4,5%) responden.

5.2. Pembahasan

5.2.1 Distribusi responden berdasarkan umur, masa kerja, lama pajanan,

dan penggunaan alat pelindung telinga

Distribusi responden berdasarkan umur didapatkan dari 22 responden, sebanyak 12 responden (54,5%) berumur kurang dari 40 tahun, sedangkan 10 responden (45,5%) berumur 40 tahun atau lebih. Hal ini menunjukkan hanya sedikit perbedaan jumlah sampel yang berumur kurang dari 40 tahun dengan pekerja yang berumur 40 tahun atau lebih. Karena umur akan terus bertambah, maka penting diberikan batasan usia pensiun bagi pekerja. Dengan adanya batas pensiun, maka pekerja uang sudah mencapai umur pensiun yang secara fisik sudah banyak mengalami penurunan, tidak lagi harus terpapar oleh kondisi lingkungan kerja yang membahayakan bagi kesehatan fisik maupun mental (Arini, 2005).

(48)

tidak ada perbedaan jumlah sampel yang bekerja 5-10 tahun dengan jumlah sampel yang bekerja sudah lebih dari 10 tahun. Berdasarkan teori, paparan kebisingan setelah 10-15 tahun dapat menyebabkan kenaikan ambang pendengaran yang merupakan salah satu indikasi terjadinya gangguan pendengaran (Arini, 2005).

Distribusi responden berdasarkan lama pajanan didapatkan dari 22 responden, sebanyak 12 responden (54,5%) bekerja di ruang mesin rata-rata 2-3 jam/ hari dan sebanyak 10 responden (45,5%) bekerja di ruang mesin rata-rata 4-6 jam/ hari. Hal ini menunjukkan hanya sedikit perbedaan jumlah sampel yang bekerja 2-3 jam/hari dengan yang bekerja 4-6 jam/ hari. Kejadian gangguan pendengaran umumnya terjadi setelah terpapar bising lebih dari 5 tahun. Gangguan pendengaran yang terjadi lebih awal kemungkinan disebabkan berbagai macam faktor antara lain: kerentanan subjek terhadap bising, tipe kebisingan, jarak telinga dari sumber bunyi (Meyer, 1997).

(49)

5.2.2 Distribusi responden berdasarkan jenis gangguan pendengaran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 22 responden, responden yang pendengarannya normal pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 10 (45,5%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran konduktif pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, dan responden yang mengalami gangguan pendengaran campuran pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden,sedangkan pada telinga kiri sebanyak 8 (36,4%) responden.

Distribusi paling banyak adalah responden dengan pendengaran normal. Hal ini disebabkan para pekerja bekerja dibagian mesin dengan waktu yang tidak terlalu lama yaitu hanya sekitar 2-6 jam/ hari dengan interval waktu hanya 30-45 menit berada di dalam ruang mesin. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No. SE-01/MEN/1978 menyatakan nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Buchari,2007). Sedangkan distribusi terbanyak kedua adalah gangguan pendengaran campuran. Gangguan pendengaran campuran adalah kondisi dimana gangguan pendengaran mempunyai unsur konduktif dan sensorineural dimana hasil pemeriksaan audiometri menunjukkan hantaran tulang lebih dari 25 dB, hantaran udara lebih besar dari hantaran tulang, dan terdapat gap. Hal ini disebabkan para pekerja mengalami gangguan telinga luar atau telinga tengah disertai dengan gangguan pendengaran akibat kebisingan lingkungan kerja.

(50)

pendengaran 89,9% dengan tipe gangguan yang menonjol adalah tipe campuran (43,5%) dan konduktif (46,4%) (Mallapiang, 2008).

Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang jenis-jenis gangguan pendengaran berdasarkan etiologi gangguan pendengaran di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri, dari 54 pasien didapatkan sebanyak 44 orang (81,5%) mengalami gangguan pendengaran konduktif, sebanyak 2 orang (3,7%) mengalami gangguan pendengaran sensorineural, sedangkan sebanyak 8 orang (14,8%) mengalami gangguan pendengaran campuran (Yathavan, 2011).

5.2.3 Distribusi responden berdasarkan derajat gangguan pendengaran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 22 responden, responden yang pendengarannya normal pada telinga kanan sebanyak 8 (36,4%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 11 (50%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran ringan pada telinga kanan sebanyak 6 (27,3%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sedang pada telinga kanan sebanyak 4 (18,2%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 3 (13,6%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sedang berat pada telinga kanan sebanyak 3 (13,6%) responden, sedangkan telinga kiri sebanyak 2 (9,1%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran berat pada telinga kanan sebanyak 1 (4,5%) responden, sedangkan pada telinga kiri sebanyak 3 (13,6%) responden, responden yang mengalami gangguan pendengaran sangat berat pada telinga kanan tidak ada (0%) responden, sedangkan pada telinga kiri sebanyak 1 (4,5%) responden.

(51)

batas (> 85 dB) secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan sel-sel rambut permanen (irreversible) (Arini, 2005).

Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang jenis-jenis gangguan pendengaran berdasarkan etiologi gangguan pendengaran di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri, dari 54 pasien didapatkan derajat penurunan pendengaran tertinggi adalah no impairment

sebanyak 24 orang (44,4%), yaitu akibat infeksi sebanyak 23 orang dan presbikusis sebanyak 1 orang. Sebanyak 10 orang (18,5%) mengalami mild impairment akibat infeksi. Sebanyak 11 orang (20,4%) mengalami moderate impairment akibat infeksi. Sebanyak 7 orang (13%) mengalami severe impairment

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan umur, distribusi terbanyak adalah responden yang berumur kurang dari 40 tahun yaitu sebanyak 12 (54,5%) responden.

2. Berdasarkan masa kerja, distribusi responden dengan masa kerja 5-10 tahun sama dengan responden dengan masa kerja lebih dari 5-10 tahun yaitu sebanyak 11 (50%) responden.

3. Berdasarkan lama pajanan, distribusi terbanyak adalah responden dengan lama pajanan 2-3 jam/ hari yaitu sebanyak 12 (54,5%) responden.

4. Berdasarkan penggunaan alat pelindung telinga, distribusi terbanyak adalah responden yang tidak menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja yaitu sebanyak 17 (77,3%) responden.

5. Berdasarkan jenis gangguan pendengaran, distribusi terbanyak adalah responden yang pendengarannya normal yaitu 8 (36,4%) responden pada telinga kanan dan 10 (45,5%) responden pada telinga kiri.

(53)

6.2. Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih luas sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

2. Memantau intensitas kebisingan di lingkungan kerja secara rutin.

3. Perlu dilakukan pemeriksaan audiometri secara rutin setiap tahun terhadap pekerja yang terpapar kebisingan agar pekerja dapat mengetahui kondisi pendengarannya.

4. Memberikan sanksi kepada pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga saat bekerja.

5. Pekerja yang sudah mengalami gangguan pendengaran dan sulit berkomunikasi dengan volume percakapan biasa sebaiknya dilakukan pemasangan alat bantu dengar.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anatomy of Inner Ear, 2010. Available from:

April 2012]

Arini, E.Y., 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT Kurnia Jati Utama Semarang. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. Available From: http:// cebior.fk.undip.ac.id [Diakses tanggal 28 Mei 2012]

Alberti, P.W., 1991. Occupational Hearing Loss, Disease of the Ear Nose and Throat. In: Head Neck Surgery. 14th ed. Philadelphia, pp. 1053-1066 Alberti, P.W., 2000. Noise and the ear. In: Stephens D, ed. Scott- Brown’s Adult

audiology. 6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann

Bashiruddin, J., 2009. Program Konservasi Pendengaran pada Pekerja yang Terpajan Bising Industri. Jakarta: Universitas Indonesia

Bashiruddin, J., Soetirto, I., 2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: FKUI. Hal 49-53

Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. [lecture papers] koleksi umum. Medan: USU Repository. Available From:

Maret 2012]

Corwin, Elizabeth J., 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal 215-216 Guyton, Arthur C and John, E. Hall., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

11. Jakarta: EGC. Hal 681-691

Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1999. Nomor : KEP-51/MEN/1999.Tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja

(55)

Mallapiang, F., 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pendengaran Tenaga Kerja Akibat Bising pada Unit Produksi PT Sermani Steel Coorporation Makassar

Meyer, S.F., 1997. Pemaparan Bising Industri dan Kurang Pendengaran. In: Ballengger JJ, editor. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed 13. Jakarta: Bina Rupa Aksara. pp.305-331

Pearce, E.C., 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 325-330

Rambe, Andriani., 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. [lecture papers] koleksi Ilmu Penyakit THT. Medan: USU Repository. Available From:

April]

Roestam, A.W., 2004. Program Konservasi di Tempat Kerja. Majalah Cermin Dunia Kedokteran, No 144. Jakarta

Sherwood, L., 2001. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta: EGC, 176-189

Soetirto, I., Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007. Gangguan Pendengaran (Tuli). Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: FKUI. Hal 10-22

Suwento R., 2002. Standar Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas. Diakses tanggal 9 April 2012;

Tana, L., 2002. Gangguan Pendengaran Akibat Bising pada Pekerja

Perusahaan Baja di Pulau Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Tortora, G.J. & Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. USA: John Wiley & Sons, pp. 626-627

World Health Organization (WHO), 2007. State of Hearing & Ear Care in South East Asia Region. WHO Regional Office SEARO. Available

From:

(56)
(57)

LAMPIRAN 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : Amelia

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1991

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Panah no. 3B, MEDAN Nomor telepon : 085262446669

Orang tua : - Ayah : Kosen Japit - Ibu : Zulinda

(58)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Umur : Alamat : No. Telp :

Telah mendapatkan penjelasan dari peneliti bahwa saya akan diminta untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Gambaran Audiogram pada Pekerja di Bagian Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan”.

Saya menyadari manfaat dan resiko penelitian ini dan saya menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai responden tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan,...2012

Peneliti Responden

(59)

Rancangan Kuesioner Penelitian Gambaran Audiogram pada Pekerja di Bagian

Ruang Mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan

Tanggal wawancara :

No. Responden :

Jam wawancara :

Intensitas Kebisingan :

I. Identitas Responden

Nama :

Umur :

Alamat :

II. Data Khusus

1. Sudah berapa lama anda bekerja?

A. 5-10 tahun

B. >10 tahun

2. Berapa jam sehari anda bekerja?

A. < 8 jam/ hari atau < 40 jam/ minggu

B. ≥ 8 jam/ hari atau ≥ 40 jam/ minggu

3. Apakah anda mengalami gangguan pendengaran sejak bekerja di sini?

A. Ya, telinga sebelah kiri/ kanan/ keduanya?

(60)

4. Apakah anda pernah merasa telinga berdenging?

A. Pernah (selalu,/sering/kadang-kadang)

B. Tidak pernah

5. Apakah anda dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan suara percakapan biasa?

A. Ya

B. Tidak

6. Apakah anda pernah menderita penyakit telinga lain sebelumnya?

A. Pernah,...

B. Tidak pernah

7. Apakah anda pernah bekerja di tempat bising sebelumnya?

A. Pernah, di ...

B. Tidak pernah

8. Apakah anda pernah mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya?

A. Pernah, nama obat ...

B. Tidak pernah

9. Apakah anda menggunakan alat pelindung telinga sewaktu bekerja?

A. Ya (selalu/sering/kadang-kadang)

B. Tidak

10. Apakah jenis alat pelindung telinga yang anda gunakan?

A. Sumbat telinga (ear plug)

B. Tutup telinga (ear muff)

(61)

Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut ISO dan ASA

Derajat Gangguan Pendengaran ISO (dB) ASA (dB) Pendengaran Normal 10-25 10-15

Ringan 26-40 16-29

Sedang 41-55 30-44

Sedang Berat 56-70 45-59

Berat 71-90 60-79

Sangat Berat > 90 > 80

Hasil pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosis Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan

pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit

Memanjang Tuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat

Memendek Tuli sensorineural

(62)

Hasil pemeriksaan audiometri

Gambaran audiometri normal

Gambaran audiometri gangguan pendengaran sensorineural

(63)

Ganmbaran audiometri gangguan pendengaran campuran

(64)

LAMPIRAN 3

(65)

17. Q 38 7 2 Tidak Konduktif Normal Ringan Normal 18. R 23 8 2 Tidak Normal Konduktif Normal Normal 19. S 54 21 2 Tidak Normal Normal Normal Normal 20. T 34 8 5 Tidak Campuran Campuran Ringan Sedang berat 21. U 35 20 3 Tidak Campuran Campuran Sedang

berat

Berat

22. V 62 20 3 Tidak Campuran Campuran Sedang berat

(66)

Frequencies

Statistics

UMUR

N Valid 22

Missing 0

UMUR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid < 40 TAHUN 12 54.5 54.5 54.5

>= 40 TAHUN 10 45.5 45.5 100.0

(67)

Statistics

MASA KERJA

N Valid 22

(68)

MASA KERJA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 5-10 TAHUN 11 50.0 50.0 50.0

> 10 TAHUN 11 50.0 50.0 100.0

(69)

Statistics

LAMA PAJANAN

N Valid 22

Missing 0

LAMA PAJANAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2-3 jam 12 54.5 54.5 54.5

4-6 jam 10 45.5 45.5 100.0

(70)

Statistics

ALAT PELINDUNG TELINGA

N Valid 22

Missing 0

ALAT PELINDUNG TELINGA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid YA 5 22.7 22.7 22.7

TIDAK 17 77.3 77.3 100.0

(71)

Statistics

JENIS GANGGUAN PENDENGARAN TELINGA KANAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

JENIS GANGGUAN PENDENGARAN TELINGA KIRI

Frequency Percent Valid Percent

(72)
(73)

Statistics

DERAJAT

GANGGUAN

PENDENGARAN

TELINGA KANAN

DERAJAT

GANGGUAN

PENDENGARAN

TELINGA KIRI

N Valid 22 22

(74)

DERAJAT GANGGUAN PENDENGARAN TELINGA KANAN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid NORMAL 8 36.4 36.4 36.4

RINGAN 6 27.3 27.3 63.6

SEDANG 4 18.2 18.2 81.8

SEDANG BERAT 3 13.6 13.6 95.5

BERAT 1 4.5 4.5 100.0

Total 22 100.0 100.0

DERAJAT GANGGUAN PENDENGARAN TELINGA KIRI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid NORMAL 11 50.0 50.0 50.0

RINGAN 2 9.1 9.1 59.1

SEDANG 3 13.6 13.6 72.7

SEDANG BERAT 2 9.1 9.1 81.8

BERAT 3 13.6 13.6 95.5

SANGAT BERAT 1 4.5 4.5 100.0

(75)
(76)

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Telinga (http:// Galileo.phys.virginia.edu)
Gambar 2.2. Transmisi Gelombang Suara (Sherwood L., 2001)
Gambar 2.3. Transduksi Suara (Sherwood, L., 2001)
Tabel 2.1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut ISO
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil analisis Daya Dukung Kawasan menunjukan bahwa kesesuaian kawasan satu spot untuk dua kegiatan wisata ( snorkeling dan selam) mempunyai nilai DDK yang beragam, sehingga

Dalam upaya perceptan pelaksanaan KUR, diterbitkan pula Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang

Lagu “Sidang atau Berdamai&#34; ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar

Sementara itu, dalam pengumpulan data, saya melakukan dua langkah, yaitu: membaca daftar kalimat yang memuat bentuk kesantunan positif dan negatif serta

Hal itu juga didukung oleh pendapat dari Siagian (2002:263) bahwa “Sangat pentingnya memelihara kondisi fisik dan psikologis para karyawan perusahaan sudah terbukti

Division Untuk menciptakan suatu relasi baru dengan menyeleksi record- record dari suatu relasi yang didasarkan pada nilai-nilai atribut yang sama dalam memisahkan relasi.

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan