• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Asupan Air dan Mutu Gizi Asupan Pangan pada Remaja di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Asupan Air dan Mutu Gizi Asupan Pangan pada Remaja di Indonesia"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ITNI LINORITA. An Analysis of Water Intake and Nutritional Quality of Diet among Adolescents in Indonesia. Supervised by Hardinsyah and Anies Irawati.

The objective of this research was to analyze water intake and nutritional quality of diet among adolescents in Indonesia. This research was carried out through analyzing a data set of Riskesdas. Data was collected on May-August 2010 by applying a cross-sectional study design. Research area consists of 33 provinces in Indonesia with total screened sample size 39400 adolescents from 44844 adolescents aged 10-19 years. Data processing, analysis, and interpretation were conducted in Bogor on June-September 2011. The result showed that mean of total water intake at male and female adolescents was 1605±581 mL/day and 1528±542 mL /day (p<0.01), respectively. Percentage of water from beverages, food, and metabolic at male and female adolescents was 57.6%, 31.6%, 10.8% and 58.0%, 31.2%, 10.4%, respectively. Mean of estimated total water intake at male and female adolescents was 2173±792 mL/day and 2052±759 mL/day, respectively. Water requirements of male and female adolescents was 3035±727 mL/day and 2430±430 mL/day (p<0.01), respectively. Water adequacy level based on data Riskesdas for male and female adolescents was 55.6±23.6% and 64.7±25.4% (p<0.01), respectively. Water adequacy based on estimated total water intake for male and female adolescents was 75.3±32.7% and 87.0±36.0%, respectively. Nutritional quality of diet among male (68.1%) and female (65.9%) adolescents in Indonesia was very low (mean of MGP at male and female adolescents was 48.2±15.5 and 49.1±15.9, respectively). Only 1.7% of male and 1.9% of female had good nutritional quality of diet. Water intake had significant correlation with teens education (r=0.092) and economic status (r=0.145). Nutritional quality of diet also had significant correlation with teens education (r=0.052) and economic status (r=0.135). Water intake and nutritional quality of diet had significant differences between adolescents who live in rural and urban.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tubuh memerlukan asupan air yang cukup untuk mempertahankan fungsi homeostatik lingkungan dalam tubuh, yaitu konsentrasi ion hidrogen, konsentrasi air dan elektrolit, tekanan osmotik, suhu dan keseimbangan lain dalam cairan intestin (Poedjiadi 2006). Salah satu dampak dari kurangnya asupan air dalam tubuh adalah terjadinya dehidrasi. Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan air dalam tubuh karena jumlah air yang keluar lebih banyak dibandingkan jumlah air yang dikonsumsi. Dehidrasi dapat mengganggu keseimbangan dan pengaturan suhu tubuh, serta menyebabkan penurunan kesadaran dan koma pada tingkat yang sangat berat.

Beberapa penelitian mengenai dehidrasi menunjukkan bahwa sebagian besar individu tidak minum dalam jumlah yang cukup. Menurut Asian Food

Information Centre (AFIC) (1999), berdasarkan survei di Singapura

menunjukkan bahwa pada usia yang lebih muda (15-24 tahun), laki-laki dan perempuan minum air dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu sekitar 1.4 L/hari, sedangkan kebutuhan air yang dianjurkan adalah 2 L/hari. Penelitian yang dilakukan oleh Kant dan Graubard (2010) menggunakan data National Health

and Nutrition Examination Surveys (NHANES) tahun 2005-2006, menunjukkan

bahwa remaja di United States hanya mengonsumsi 2.4 L air dari kebutuhan air remaja sebesar 3.3 L.

Penelitian mengenai asupan air juga dilakukan di Indonesia oleh Hardinsyah et al. (2010). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa sekitar separuh orang dewasa dan remaja mengalami dehidrasi ringan. Selain itu, kejadian dehidrasi ringan pada remaja sebesar 49,5% ternyata lebih tinggi dibandingkan orang dewasa sebesar 42,5%.

(3)

Selain asupan air, manusia juga membutuhkan asupan gizi lainnya dari pangan yang dikonsumsi. Zat gizi pangan merupakan zat atau senyawa dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia (Hardinsyah 2001). Remaja membutuhkan asupan gizi yang lebih besar dibandingkan dengan golongan umur lainnya, karena pada masa tersebut terjadi peningkatan aktivitas fisik, serta perubahan komposisi tubuh.

Penerimaan dan penggunaan makanan oleh tubuh yang dapat mempengaruhi status gizi, salah satunya dapat dipengaruhi oleh mutu gizi. Penilaian mutu gizi biasanya dilakukan pada setiap kandungan gizi pangan kaitannya dengan kebutuhan gizi seseorang, namun saat ini sudah berkembang penilaian Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP) yang menilai mutu gizi secara komprehensif (Hardinsyah 2001).

Penilaian mutu gizi makanan yang dilakukan di India, yaitu pengukuran mutu gizi makanan suplemen pada anak preschool di India (Jadhav & Vali 2010), serta di Perancis mengenai mutu gizi makanan organik (Lairon 2009) hanya dilakukan pada setiap kandungan zat gizi. Penelitian tentang mutu gizi secara komprehensif sudah dilakukan di Indonesia, salah satunya oleh Hardinsyah et al. (2000) mengenai cara sederhana penilaian mutu gizi makanan ibu hamil dan anak batita.

(4)

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis asupan air dan mutu gizi asupan pangan pada remaja di Indonesia. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis asupan air pada remaja; (2) Menganalisis kebutuhan dan tingkat pemenuhan kebutuhan air pada remaja; (3) Menganalisis Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP) pada remaja; serta (4) Menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dengan asupan air serta MGP pada remaja.

Kegunaan

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja

Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata latin adolesceere yang berarti ―tumbuh‖ atau ―tumbuh menjadi dewasa‖ (Hurlock 2004). Menurut Arisman (2004), masa ini dimulai antara usia 9 hingga 10 tahun dan berakhir pada usia sekitar 19 tahun. Menurut WHO (2011), usia remaja berkisar antara 10 sampai 19 tahun.

Menurut Gunarsa (2001) pada masa remaja ini terjadi keunikan pertumbuhan dan perkembangan yang karakteristiknya adalah (1) pertumbuhan fisik yang sangat cepat; (2) pertumbuhan remaja putra dan remaja putri berbeda dalam besar dan susunan tubuh sehingga kebutuhan gizinya pun berbeda; (3) pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses akhir dari masa remaja. Keadaan ini menentukan pada waktu dewasa seperti bertambah tinggi atau pendek, lamban atau energik, ulet atau pasrah; dan (4) terjadinya perubahan hormon seks.

Perubahan fisik dan psikologis pada remaja tidak terjadi pada waktu yang sama untuk seluruh remaja. Perubahan tersebut dibagi ke dalam tiga periode, yaitu remaja awal (early adolescent) dengan usia 10-12 tahun, remaja tengah (middle adolescent) dengan usia 13-15 tahun, dan remaja akhir (late

adolescent) dengan usia 16-19 tahun. Pengelompokkan tersebut didasarkan

pada pertumbuhan fisik, kematangan seksual, dan perubahan psikososial. Pertumbuhan fisik terjadi secara cepat pada kelompok remaja awal dan remaja tengah, kemudian menurun pada usia 18 tahun. Namun pertumbuhan linier pada rangka akan mencapai puncak massa tulang pada usia 20 tahun (Omran & Al-Hafez 2001).

Tubuh manusia termasuk remaja terdiri atas dua bagian utama yaitu adiposa (simpanan lemak) dan jaringan bebas lemak (lean tissue). Jaringan bebas lemak, terdiri atas tulang, otot, air ekstraselular, jaringan syaraf, serta semua jaringan lain selain jaringan lemak. Terjadinya peningkatan tinggi dan berat badan pada masa remaja mengakibatkan adanya perubahan pada komposisi tubuh (Supariasa et al. 2001).

(6)

yang mendorong terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan berat, serta membangun sel darah merah yang lebih banyak dibanding perempuan. Lain halnya dengan massa otot, kadar lemak tubuh pada perempuan terus meningkat di masa remaja namun menurun pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar hormon estrogen yang menstimulasi penumpukan lemak subkutan (lemak bawah kulit) pada perempuan.

Status Gizi

Status gizi seseorang dapat diperoleh berdasarkan pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri sangat penting pada masa remaja untuk mengetahui perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Selain itu, menurut Riyadi (2003), pengukuran antropometri penting dilakukan pada masa remaja karena pertumbuhannya cukup sensitif terhadap kekurangan atau kelebihan gizi.

Pengukuran status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Menurut Riyadi (2003), pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid jika tidak disertai dengan informasi mengenai TB/U. Namun pengukuran menggunakan kombinasi BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap aneh dan memberikan hasil yang bias. Menurut WHO (2007), untuk anak berusia diatas 10 tahun, BB/U bukanlah indikator yang baik karena tidak dapat membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang sedang mengalami pubertal growth spurt. Perubahan komposisi tubuh pada remaja yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan berat badan (BB/U) sedangkan sebenarnya sampel hanya bertambah tinggi bukan bertambah berat badan. IMT menurut umur merupakan indikator yang direkomendasikan untuk mengetahui thinness, overweight dan obesity pada remaja usia 10-19 tahun (Riyadi 2003 dan WHO 2007).

(7)

disajikan dalam bentuk persentil. Klasifikasi dengan persentil pada dasarnya sama dengan z-score karena keduanya menggunakan data berat badan dan tinggi badan (WHO 2007).

Cut-off-point yang digunakan dalam IMT menurut umur untuk anak usia

5-19 tahun adalah +1SD (ekuivalen dengan persentil ke-85) bertepatan pada usia 19 tahun dengan cut-off-point IMT dewasa adalah 25 (kg/m2) untuk

overweight. Begitu juga dengan +2SD (ekuivalen dengan persentil ke-95) yang

bertepatan pada usia 19 tahun dengan cut-off-point IMT dewasa adalah 30 (kg/m2) untuk obesity. Status gizi yang tergolong thinness dan severe thinness

berada pada cut-off-point masing-masing -2SD dan -3SD (WHO 2007).

Kebutuhan Air

Kebutuhan air sangat bervariasi antar individu. Besarnya kebutuhan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, suhu dan kelembaban lingkungan serta aktivitas fisik. Penentuan kebutuhan air untuk orang sehat dapat didasarkan pada umur, berat badan, asupan energi dan luas permukaan tubuh (Praboprastowo & Dwiriani 2004).

Kebutuhan air akan meningkat seiring bertambahnya umur, mulai 0.6 L pada bayi hingga 1.7 L pada anak-anak. Pada orang dewasa kebutuhan air meningkat menjadi 2.5 L untuk aktivitas sedentary dan 3.2 L untuk aktivitas fisik sedang, untuk orang dewasa yang lebih aktif yang tinggal di lingkungan panas memiliki kebutuhan air sekitar 6 L (Sawka et al. 2005).

The National Research Council diacu dalam Sawka et al. (2005)

merekomendasikan intake air harian yaitu sekitar 1 mL/kkal energi yang dikeluarkan. Asupan air yang dianjurkan di Filipina tergantung pada energi yang dikeluarkan (energy expenditure) dan keadaan lingkungan, yaitu sebesar 1 mL/Kal dari energi yang dikeluarkan. Jumlah tersebut dapat meningkat menjadi 1.5 mL/Kal tergantung dari aktivitas fisik dan pengeluaran keringat sampel (Barba & Cabrera 2008).

(8)

dan anak-anak tersebut, maka diasumsikan rata-rata kebutuhan air pada remaja adalah sebesar 1.15 mL/Kal untuk remaja perempuan dan 1.23 mL/Kal untuk remaja laki-laki. Kebutuhan air menurut Popkin et al. (2010) yang membandingkan antara Adequate Intake (AI) air dengan Estimated Energy

Requirement (EER) pada remaja adalah sebesar 1.15 mL/Kal untuk remaja

perempuan dan 1.18 mL/Kal untuk remaja laki-laki.

Berdasarkan studi yang dilakukan Asian Food Information Centre

(2000), persentase air dalam tubuh berbeda pada setiap orang, tergantung dari komposisi tubuh, usia dan jenis kelamin. Laki-laki memiliki lebih banyak air dalam tubuhnya dibandingkan perempuan pada semua kelompok usia karena pria memiliki otot tanpa lemak (lean muscle) lebih besar dari wanita. Otot menahan lebih banyak air dibandingkan jaringan lemak. Institute of Medicine

(2005) menyebutkan bahwa jaringan lemak bebas mengandung 70-75% air, sedangkan jaringan lemak mengandung 10-40% air.

Aktivitas yang dilakukan oleh pria biasanya lebih banyak daripada wanita sehingga dibutuhkan cairan yang lebih banyak untuk menggantikan cairan yang keluar akibat aktivitas tersebut. Asian Food Information Centre

(AFIC) (1999) menyatakan bahwa ketika berolahraga, cairan yang dibutuhkan meningkat, karena tubuh banyak kehilangan cairan, sehingga diperlukan penggantian cairan secara cepat untuk mencegah dehidrasi. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh tubuh, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan tubuh.

Fungsi dan Regulasi Air dalam Tubuh

Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, antara lain sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, dan pengatur suhu (Almatsier 2003). Selain itu air juga berfungsi sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh (Guyton et al. 2009 dalam Santoso et al. 2011).

(9)

termasuk dalam saluran cerna. Air diperlukan pula untuk memecah atau menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana.

Air berperan sebagai pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh, serta bagian jaringan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan. Selain itu, air juga berfungsi sebagai pengatur suhu. Hal ini disebabkan air dapat menyalurkan panas, sehingga air memegang peranan dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh.

Air merupakan komponen utama sel, kecuali sel lemak, sebanyak 70-85%, sedangkan kandungan air dalam sel lemak kurang dari 10%. Air berperan penting dalam pembentukan berbagai cairan tubuh, seperti darah, cairan lambung, hormon, dan enzim. Selain itu, air juga terdapat dalam otot dan berguna untuk menjaga tonus otot sehingga otot mampu berkontraksi.

Keseimbangan air tubuh dikontrol dengan pengaturan masukan dan ekskresi cairan. Secara normal, masukan air dipengaruhi oleh rasa haus, yang merupakan pertahanan utama terhadap kekurangan cairan. Rasa haus merupakan keinginan yang sadar untuk minum air yang diatur oleh suatu pusat di midhipotalamus (Adelman & Solhung 1999). Namun, selain karena adanya rasa haus, manusia juga mengonsumsi cairan karena alasan kesukaan seperti saat mengonsumsi minuman manis dan alkohol (Popkin et al. 2010).

Bossingham et al. (2005) menyatakan rasa haus dan mekanisme hormonal lainnya bertanggung jawab untuk memelihara Total Body Water

(TBW). Haus dirangsang oleh peningkatan osmolalitas plasma, penurunan volume plasma atau penurunan tekanan darah. Peningkatan osmolalitas plasma selanjutnya akan merangsang osmoreseptor di hipotalamus sehingga akan merangsang pusat haus di hipotalamus dan timbul rasa haus (keinginan untuk minum). Selain itu, haus juga dapat terjadi akibat penurunan volume darah atau penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah akan merangsang ginjal untuk mengeluarkan renin. Peningkatan renin akan mengakibatkan peningkatan angiotensin dan menimbulkan rasa haus di hipotalamus.

(10)

atau kehilangan air tubuh dapat terjadi melalui paru-paru, kulit, traktus gastrointestinal, dan ginjal. Ekskresi cairan ini terjadi salah satunya untuk menyeimbangkan suhu tubuh dan kondisi lingkungan hingga tercapai kondisi homeostatis (Verdu & Navarrete 2009). Kehilangan air wajib merupakan volume cairan minimum yang harus dicerna setiap hari untuk mempetahankan keseimbangan cairan (Adelman & Solhung 1999).

Sumber Air bagi Tubuh

Asupan air dari minuman

Kebanyakan air diperoleh dari minuman, yaitu sekitar 1650 mL per hari dalam bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu, dan sebagainya (Muchtadi et al.

1993). Berdasarkan Institute of Medicine (2004) dalam Santoso et al. (2011), asupan air pada populasi di Amerika Serikat menunjukan total asupan air 28% berasal dari makanan dan 72% dari minuman, yang terdiri dari 28% air putih dan 44% minuman lain-lain. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Fauji (2011) menyatakan bahwa kontribusi asupan air dari air putih dan minuman lainnya terhadap total asupan air yaitu sebesar 73.5% pada sampel remaja, sedangkan rata-rata asupan air dari makanan dan air metabolik terhadap total asupan air sebesar 26.5%. Menurut Santoso et al. (2011), secara umum dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontribusi air dari minuman yaitu 65% dan air dari makanan dan air metabolik sebesar 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Kant dan Graubard (2010) menggunakan data National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES) tahun 2005-2006, menunjukkan bahwa asupan air putih semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dari 22% pada usia 2-5 tahun menjadi 33% pada usia 12-19 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Fulgoni (2007) pada anak usia 4-18 tahun dan dewasa diatas 19 tahun menunjukkan bahwa pada anak semakin bertambahnya usia, asupan air putih semakin banyak, namun pada dewasa, semakin bertambahnya usia, asupan air putih semakin menurun.

Menurut survei yang dilakukan oleh Asian Food Information Center

(11)

Asupan air dari makanan

NHANES III (Third National Health and Nutrition Surveys) diacu dalam Manz dan Wentz (2005) menyatakan bahwa pada remaja dan orang dewasa sekitar 80% total intake air diperoleh dari minuman, sementara 20% sisanya diperoleh dari makanan. Jumlah air dari makanan 700-1000 mL per hari (Tabel 1). Jumlah ini tergantung pada pola konsumsi makan, jika banyak mengonsumsi makanan lembek atau cair, sayur dan buah termasuk salad, maka sumber air tubuh dari makanan akan lebih tinggi. Akan terjadi sebaliknya bila seseorang lebih banyak mengonsumsi makanan dari produk serealia, tepung dan daging yang kering (Santoso et al 2011).

Sebagian besar sumber air dari makanan pada orang Indonesia adalah makanan pokok (46%), serta buah dan sayur (30%). Makanan pokok yang dikonsumsi pada umumnya adalah nasi yang mengandung kadar air 25-35%, sementara buah dikonsumsi dalam jumlah yang relatif sedikit meskipun banyak kadar airnya (Hardinsyah et al. 2010 dalam Santoso et al. 2011).

Tabel 1 Volume air menurut sumber dan pengeluaran air tubuh

Sumber Air Tubuh Jumlah (mL) Pengeluaran Air Tubuh Jumlah (mL)

Minuman/cairan 550-1.500 Urin/ginjal 500-1.400

Makanan 700-1.000 Keringat/kulit 450-900

Hasil metabolisme 200-300 Pernapasan/paru 350

Tinja 150

Total 1.450-2.800 Total 1.450-2.800

Sumber : Whitney (1993) dalam Almatsier (2003)

Air hasil metabolisme (air metabolik)

Air metabolik adalah air yang dihasilkan dari proses metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat di dalam tubuh. Jumlah air metabolik yang dihasilkan oleh orang dewasa 200-300 mL dalam sehari (Tabel 1). Menurut Manz dan Wentz (2005), banyaknya air metabolik adalah 10% dari total asupan air. Jumlah air yang dihasilkan dari metabolisme pemecahan lemak, protein, dan karbohidrat per 1 gram dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah air yang dihasilkan dari proses metabolisme (mL/g)

Metabolisme Air yang dilepaskan

Lemak Protein Karbohidrat

(12)

Proses metabolisme di dalam tubuh menghasilkan air tetapi jumlahnya relatif sedikit. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa air dalam makanan padat menyumbangkan 750 mL dan air dari metabolisme (air yang dibentuk jika gula, lemak, dan protein dimetabolisme untuk menghasilkan energi) sekitar 350 mL. Proses metabolisme tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Verdu & Navarrete 2009) :

C6H12O6 + O2 ATP + CO2 + H2O (Glukosa)

CH3-(CH2)14-COOH + O2 ATP + CO2 + H2O

(Asam palmitat) NH2

H2N-CH-COOH + O2 ATP + CO2 + H2O+O=C |

R NH2

(Asam amino)

CH3-CH2OH + O2 ATP + CO2 + H2O (Etanol)

Dampak Kekurangan Asupan Air pada Remaja

Kekurangan air dalam tubuh merupakan suatu kondisi terjadinya pengurangan air intrasel atau air ekstrasel. Kekurangan air tubuh terdiri atas dua jenis, yaitu hipovolemia dan dehidrasi. Hipovolemia adalah kondisi terjadi pengurangan volume cairan ekstrasel. Keadaan ini terjadi bila keluaran airnya adalah cairan yang isotonik, yaitu air dan natrium keluar dalam jumlah yang sebanding (proporsional) sehingga osmolalitas plasma tidak berubah atau kadar natrium plasma tetap normal. Hipovolemia atau disebut juga deplesi volume, dapat terjadi misalnya pada perdarahan atau diare (Santoso et al. 2011).

(13)

Tanda-tanda dehidrasi bervariasi mulai dari haus dan lemas hingga kerusakan fungsi ginjal. Kasus yang sangat parah dari dehidrasi dapat berakibat pada kematian. Tanda-tanda dehidrasi untuk (1) dehidrasi tingkat ringan adalah haus, lelah, kulit kering, mulut dan tenggorokan kering; (2) dehidrasi tingkat sedang adalah detak jantung makin cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemas, konsentrasi urin pekat, tetapi volumenya kurang; serta (3) dehidrasi tingkat berat adalah muscle spams (kejang), swollen tongue (lidah bengkak), dan kegagalan fungsi ginjal (AFIC 1999).

Beberapa penelitian mengenai dehidrasi menunjukkan bahwa sebagian besar individu tidak minum dalam jumlah yang cukup. Menurut Asian Food

Information Centre (1999), berdasarkan survei di Singapura menunjukkan

bahwa pada usia yang lebih muda (15-24 tahun), laki-laki dan perempuan minum air dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu sekitar 1,4 L/hari dari kebutuhan air yang dianjurkan adalah 2 L/hari. Alasan sampel tidak minum secara cukup berdasarkan survei di Singapura karena 72% tidak merasa haus, 20% sampel mengatakan lupa minum, 5% mengatakan sulit memperoleh minuman, dan 3% sisanya tidak ingin sering ke kamar mandi. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Hardinsyah et al. (2010) menyatakan bahwa sebagian besar sampel tidak minum cukup air dengan alasan tidak mengetahui pentingnya air bagi kesehatan tubuh, serta kesulitan memperoleh air minum.

Penelitian mengenai kecenderungan dehidrasi pada remaja juga dilakukan di Indonesia oleh Hardinsyah et al. (2010). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kejadian dehidrasi ringan pada remaja sebesar 49.5% ternyata lebih tinggi dibandingkan orang dewasa sebesar 42.5%. Penelitian yang dilakukan oleh Kant dan Graubard (2010) menggunakan data National

Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES) tahun 2005-2006, juga

menunjukkan bahwa remaja di United States hanya mengonsumsi 2.4 L air dari kebutuhan air remaja sebesar 3.3 L.

Mutu Gizi Asupan Pangan

(14)

untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologisnya adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sediaoetama 1996).

Penilaian mutu gizi pada pangan biasanya dilakukan pada setiap kandungan zat gizi pangan kaitannya dengan kebutuhan seseorang (Hardinsyah et al. 2000). Namun saat ini sudah berkembang penilaian mutu gizi yang menilai mutu gizi secara komprehensif. Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP) secara sederhana diartikan sebagai suatu nilai untuk menentukan apakah pangan tersebut bergizi atau tidak yang didasarkan pada kandungan zat gizi pangan berkaitan dengan kebutuhan tubuh secara komprehensif. Mutu gizi asupan pangan diartikan pula sebagai persentase asupan zat gizi terhadap kecukupan atau kebutuhannya. Penentuan mutu gizi asupan pangan didasarkan pada jumlah zat gizi yang tersedia untuk dikonsumsi relatif terhadap kebutuhannya (Hardinsyah 2001).

(15)

KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Asupan pangan (makanan dan minuman) seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik sampel, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan daerah tempat tinggal. Selain itu, asupan pangan juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi keluarga, seperti pekerjaan ayah dan ibu, serta status ekonomi keluarga.

Pemenuhan kebutuhan air diperoleh dari asupan air yang berasal dari makanan, air hasil metabolisme tubuh, serta air dari minuman. Kebutuhan air yang berasal dari asupan air dari makanan, air dari minuman dan air metabolik adalah sebesar 1.31 mL/Kal untuk pria dan 1.22 mL/Kal untuk wanita pada golongan usia dewasa (19-70 tahun), sedangkan pada anak-anak (9-13 tahun) yaitu sebesar 1.15 mL/Kal untuk laki-laki dan 1.11 mL/Kal untuk perempuan (Manz & Wentz 2005). Berdasarkan kebutuhan air pada dewasa dan anak-anak tersebut, maka diasumsikan kebutuhan air pada remaja adalah sebesar 1.15 mL/Kal untuk remaja perempuan dan 1.23 mL/Kal untuk remaja laki-laki. Menurut AFIC (2000), kebutuhan air pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dikarenakan adanya perbedaan komposisi tubuh dan aktivitas fisik.

(16)

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis asupan air dan mutu gizi asupan pangan pada remaja di Indonesia

Keterangan gambar :

: variabel yang diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti Karakteristik sampel

- Usia

- Jenis kelamin

- Daerah tempat tinggal - Pendidikan

Asupan air

- Air dari makanan - Air metabolik - Air dari minuman

Mutu gizi asupan pangan - Asupan zat gizi

- Tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi

Kebutuhan air Karakteristik sosial ekonomi keluarga

(17)

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia. Pengumpulan data dilakukan oleh tim Riskesdas pada bulan Mei– Agustus 2010. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Juni–September 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan sampel yang digunakan dalam Riskesdas 2010. Sampel Riskesdas 2010 di tingkat kabupaten/kota berasal dari 441 Kabupaten/Kota yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah tersebut merupakan sebagian dari jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Indonesia (497 Kabupaten/Kota). Sebanyak 56 kabupaten tidak termasuk kedalam sampel Riskesdas karena jumlah rumah tangga dari blok sensus pada kabupaten tersebut kurang dari 25 rumah tangga, sehingga tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan terdapat 1 kabupaten di Provinsi Papua (Kabupaten Nduga) yang tidak dapat dikunjungi dalam periode waktu pengumpulan data Riskesdas.

(18)

Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 2798 blok sensus dari 441 kabupaten/kota. Jumlah rumah tangga dari blok sensus tersebut sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 251388 anggota. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga tersebut diperoleh 44844 remaja berusia 10-19 tahun dengan jumlah remaja laki-laki sebanyak 22933 dan remaja perempuan sebanyak 21911 orang. Kriteria inklusi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel berusia 10-19 tahun dalam kondisi konsumsi yang biasa, yaitu tidak sedang diet, sakit, puasa atau dalam acara hajatan/hari raya. Kriteria eksklusi sampel yang digunakan adalah kondisi fisiologis hamil. Cleaning data dilakukan pada sampel yang tidak ada data berat badan dan tinggi badan, serta terhadap sampel yang asupan energinya <0.3 atau >3 kali dari energi basal dan memiliki tingkat kecukupan gizi >400% yang dijelaskan pada Gambar 2. Total sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 39400 orang (87.9% dari total sampel awal remaja), dengan 20509 sampel laki-laki dan 18891 orang sampel perempuan.

Gambar 2 Alur memperoleh jumlah sampel yang digunakan

Jumlah seluruh anggota rumah tangga 251388 orang

Jumlah calon sampel 44844 remaja (10-19 tahun)

Jumlah sampel yang digunakan 39400 remaja

Cleaning data

- Tidak ada data tinggi badan dan berat badan : 179 sampel

- Kondisi fisiologis hamil : 372 sampel

- Kondisi konsumsi tidak biasa (sedang diet, puasa, dan acara hajatan/hari raya) : 628 sampel Cleaning data

- Nilai total asupan energi <0.3 dan >3 kali dari total energi basal : 1470 sampel

- Asupan air dari minuman nol (0) : 1467 sampel

- Asupan air dari makanan nol (0) : 2 sampel

(19)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dari Riskesdas 2010 dalam bentuk electronic file berupa entry data dan hasil pengolahan tim Riskesdas 2010 (Tabel 3). Cara pengumpulan data yang dilakukan oleh tim Riskesdas dapat dilihat pada Lampiran 1. Contoh kuesioner Riskesdas 2010 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 3 Sumber dan cara pengumpulan data

Peubah Sumber data yang digunakan Cara pengumpulan data

Karakteristik individu 150 kg dan ketelitian 50 g) - Diukur dengan alat ukur tinggi

badan multi fungsi (kapasitas ukur 2 m dan ketelitian 0.1) Asupan pangan

Hasil olahan data Riskesdas 2010

Olahan BPS

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer

Microsoft Office Excel dan SPSS. Proses pengolahan data meliputi editing dan

cleaning. Proses cleaning data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang digunakan logis dan sesuai dengan peubah yang ditentukan. Proses cleaning

data dilakukan pada data asupan pangan, berat badan, dan tinggi badan. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengukur asupan air dan MGP yang diolah menggunakan data asupan pangan, serta status gizi yang diolah menggunakan data berat badan dan tinggi badan (Gambar 2).

(20)

Al-Hafez (2001), perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada remaja tidak terjadi pada saat yang bersamaan, sehingga perubahan tersebut dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu remaja awal (early adolescent), remaja tengah (middle adolescent), dan remaja akhir (late adolescent).

Karakteristik

Data mengenai karakteristik sosial ekonomi terdiri dari data karakteristik sampel dan keluarga yang dianalisis secara statistik deskriptif. Data tersebut adalah daerah tempat tinggal sampel, pendidikan sampel, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan status ekonomi keluarga. Data tersebut kemudian dikelompokkan dalam beberapa kategori berdasarkan kuesioner Riskesdas 2010.

Daerah tempat tinggal sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu perdesaan dan perkotaan. Pendidikan sampel dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu tidak pernah sekolah, tamat SD/MI, tamat SMP/MTS, dan lainnya. Pada kelompok lainnya terdapat pendidikan tamat SMA/MA, tamat diploma (D1/D2/D3) dan tamat perguruan tinggi (PT). Pekerjaan ayah dan ibu dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu tidak bekerja, TNI/Polri/PNS/Pegawai, wiraswasta/layan jasa/dagang, petani/nelayan, buruh, dan lainnya. Status ekonomi dikelompokkan menurut kuintil yang didasarkan pada besar pengeluaran keluarga per kapita setiap bulannya.

Status gizi

Status gizi remaja dihitung menggunakan standar penilaian berdasarkan IMT menurut umur. Status gizi sampel digunakan dalam menentukan rumus perhitungan kebutuhan energi, yang lebih lanjut akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air. Berikut merupakan rumus perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Riyadi 2003) :

IMT = (kg)

T m x T (m)

(21)

Tabel 4 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT menurut umur

Usia (tahun)

Laki-laki Perempuan

Kurus Normal Gemuk Kurus Normal Gemuk

10 < 14.1 14.1 – 18.6 > 18.6 < 13.9 13.9 – 19.1 > 19.1

11 < 14.5 14.5 – 19.3 > 19.3 < 14.4 14.4 – 20.0 > 20.0

12 < 14.9 14.9 – 20.1 > 20.1 < 14.9 14.9 – 20.9 > 20.9

13 < 15.4 15.4 – 20.9 > 20.9 < 15.5 15.5 – 21.9 > 21.9

14 < 16.0 16.0 – 21.9 > 21.9 < 16.0 16.0 – 22.9 > 22.9

15 < 16.5 16.5 – 22.8 > 22.8 < 16.5 16.5 – 23.7 > 23.7

16 < 17.1 17.1 – 23.7 > 23.7 < 16.8 16.8 – 24.2 > 24.2

17 < 17.5 17.5 – 24.4 > 24.4 < 17.0 17.0 – 24.7 > 24.7

18 < 17.9 17.9 – 25.0 > 25.0 < 17.1 17.1 – 24.9 > 24.9

19 < 18.2 18.2 – 25.6 > 25.6 < 17.2 17.2 – 25.2 > 25.2

Sumber : WHO (2007)

Asupan air

Data estimasi asupan air dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu air yang berasal dari minuman, air dari makanan, dan air metabolik.

Air yang berasal dari minuman diperoleh berdasarkan data food recall

1x24 jam yang diperoleh dari Riskesdas 2010. Air yang berasal dari minuman dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu air putih dan bukan air putih, seperti teh, kopi, susu kental manis, sirup, susu, jus, minuman karbonasi dan lainnya. Berat minuman bukan air putih yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam kandungan air menggunakan koreksi berat padatan zat gizi yang dikandungnya, serta menggunakan National Nutrient Database for Standard

Reference (USDA 2011). Jenis minuman yang kandungan airnya diperoleh dari

National Nutrient Database for Standard Reference (USDA 2011) dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Air yang berasal dari makanan diperoleh berdasarkan data food recall

1x24 jam yang terdiri dari tiga waktu makan utama dan dua waktu selingan. Air yang berasal dari makanan dibagi ke dalam 11 kelompok makanan berdasarkan Daftar Kode Bahan Makanan yang digunakan oleh Riskesdas 2010, yaitu (1) serealia, umbi, dan olahannya; (2) kacang-kacangan, biji-bijian, dan olahannya; (3) daging dan olahannya; (4) telur dan olahannya; (5) ikan, hasil perikanan, dan olahannya; (6) sayuran dan olahannya; (7) buah-buahan; (8) olahan susu; (9) minyak dan lemak; (10) serba serbi; dan (11) makanan jajanan. Berat makanan yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam kandungan air menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 2007 dan Energy

and Nutrient Composition of Foods (Health Promotion Board Singapore

(22)

berdasarkan Energy and Nutrient Composition of Foods (Health Promotion Board Singapore Government 2009) adalah jenis pangan yang tidak terdapat dalam DKBM (Lampiran 3). Konversi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan :

Kgij = kandungan zat-zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Data asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme zat gizi pangan (karbohidrat, protein, lemak) yang dikonsumsi (air metabolik). Menurut Verdu dan Navarrete (2009), 1 gram karbohidrat, lemak dan protein masing-masing menghasilkan 0.55 mL, 1.07 mL, dan 0.40 mL air, sehingga diperoleh rumus perhitungan air metabolik sebagai berikut :

Air metabolik = (Karbohidrat yang dikonsumsi (g) x 0.55 mL) + (Protein yang dikonsumsi (g) x 0.40 mL) + (Lemak yang dikonsumsi (g) x 1.07 mL)

Estimasi asupan air

Estimasi total asupan air pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air dari minuman yang seharusnya dikonsumsi oleh sampel jika data yang diketahui adalah jumlah air dari makanan dan air metabolik yang berasal dari data Riskesdas 2010 (Gambar 3). Estimasi total asupan air yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase kontribusi air dari makanan dan metabolik terhadap total asupan air sebesar 30%, sedangkan kontribusi air dari minuman terhadap total asupan air sebesar 70%. Persentase ini diperoleh berdasarkan penelitian Fauji (2011) dan Institute of Medicine (2005) dalam Santoso et al. (2011).

(23)

asupan air sebesar 26.5%. Menurut Santoso et al. (2011), secara umum dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontribusi air dari minuman yaitu 65% dan air dari makanan dan air metabolik sebesar 35%.

Gambar 3 Perhitungan estimasi total asupan air

Kebutuhan air dan kebutuhan energi

Kebutuhan air yang berasal dari asupan air dari makanan, air dari minuman dan air metabolik yaitu 1.31 mL/Kal untuk pria dan 1.22 mL/Kal untuk wanita pada golongan usia dewasa (19-70 tahun), sedangkan pada anak-anak (9-13 tahun) yaitu sebesar 1.15 mL/Kal untuk laki-laki dan 1.11 mL/Kal untuk perempuan (Manz & Wentz 2005). Berdasarkan kebutuhan air pada dewasa dan anak-anak tersebut, maka diasumsikan rata-rata kebutuhan air pada remaja adalah sebesar 1.15 mL/Kal untuk remaja perempuan dan 1.23 mL/Kal untuk remaja laki-laki. Kebutuhan air menurut Popkin et al. (2010) yang membandingkan antara Adequate Intake (AI) air dengan Estimated Energy

Requirement (EER) pada remaja adalah sebesar 1.15 mL/Kal untuk remaja

Jika :

 Jumlah air dari makanan dan air metabolik (A)  datanya diketahui dari data Riskesdas 2010

 Jumlah estimasi air dari minuman (B)  data belum diketahui

 Total estimasi asupan air (C)  data belum diketahui

x 100% = 30%  C = x A 30% + 70% = 100%

A + B = C

A + B = x A  B = A – A  B = A

Jadi :

Estimasi asupan air dari minuman (mL) =

x (asupan air dari makanan (mL) + air metabolik (mL))

Estimasi total asupan air (mL) =

estimasi asupan air dari minuman (mL) + (asupan air dari makanan (mL) + air

(24)

perempuan dan 1.18 mL/Kal untuk remaja laki-laki. Perhitungan ini didasarkan pada kebutuhan energi sampel.

Kebutuhan energi dihitung menggunakan rumus perhitungan kebutuhan energi dari Institute of Medicine (IOM) tahun 2002 dalam Mahan & Escoot-stump (2008) yang didasarkan pada oxford equation. Kebutuhan energi sampel dihitung sesuai dengan jenis kelamin, status gizi, usia, faktor aktivitas, serta berat badan dan tinggi badan aktual berdasarkan Total Energy Expenditure

(TEE) yang dikoreksi dengan Thermic Effect of Food (TEF). TEF adalah peningkatan pengeluaran energi yang berhubungan dengan asupan pangan. Besarnya nilai TEF dihitung dari total pengeluaran energi yaitu sebesar 10% dari TEE (Tabel 5). Perhitungan kebutuhan energi pada remaja juga termasuk kebutuhan energi cadangan yang digunakan untuk pertumbuhan.

Tabel 5 Perhitungan kebutuhan energi (Kal) menurut usia, jenis kelamin dan status gizi

Rumus perhitungan kebutuhan energi Kebutuhan energi (Kal) Laki-laki 10-18 tahun dengan status gizi normal EER + 10%TEE EER = TEE + energi cadangan

Laki-laki 10-18 tahun dengan status gizi gemuk EER = TEE

Perempuan 10-18 tahun dengan status gizi normal EER + 10%TEE EER = TEE + energi cadangan

(25)

Rumus perhitungan kebutuhan energi Kebutuhan energi (Kal) Laki-laki (usia 19 tahun) dengan status gizi normal TEE + 10% TEE EER = TEE

Laki-laki (usia 19 tahun) dengan status gizi gemuk EER = TEE

Perempuan (usia 19 tahun) dengan status gizi normal TEE + 10% TEE EER = TEE

Perempuan (usia 19 tahun) dengan status gizi gemuk EER = TEE

Sumber : Mahan & Escoot-stump (2008)

Keterangan :

U = umur (tahun), BB = berat badan (kg), TB = tinggi badan (m)

EER = estimasi kebutuhan energi (Kal) TEE = total pengeluaran energi (Kal) PA = koefisien aktivitas fisik

Faktor aktivitas

(26)

Kebutuhan protein

Perhitungan data kebutuhan protein didasarkan pada formula estimasi Angka Kecukupan Protein (AKP) sesuai dengan kelompok usia dan jenis kelamin. Perhitungan kebutuhan protein disesuaikan dengan berat badan aktual sampel serta dikoreksi dengan faktor koreksi mutu protein yaitu sebesar 1,2 (Tabel 6). Faktor koreksi mutu protein tersebut didasarkan pada kenyataan rendahnya mutu protein makanan penduduk Indonesia (WNPG 2004). Berikut rumus dan tabel perhitungan kebutuhan protein menurut usia dan jenis kelamin:

Kebutuhan protein = AKP x faktor koreksi mutu protein Keterangan :

- AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB/hari) - Faktor koreksi mutu protein = 1.2

Tabel 6 Perhitungan kebutuhan protein menurut usia dan jenis kelamin

Kelompok usia Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

10-12 tahun 0.95 g/kg BB/hr x 1,2 0.85 g/kg BB/hr x 1,2 13-15 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1,2 0.85 g/kg BB/hr x 1,2 16-18 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1,2 0.85 g/kg BB/hr x 1,2 19 tahun 0.80 g/kg BB/hr x 1,2 0.80 g/kg BB/hr x 1,2 Sumber : WNPG (2004)

Kebutuhan lemak dan karbohidrat

Perhitungan kebutuhan lemak didasarkan pada perbandingan komposisi energi dari karbohidrat, protein dan lemak masing-masing adalah 50-65%, 10-20% dan 20-30% (WNPG 2004). Berdasarkan perbandingan tersebut diperoleh kebutuhan lemak sampel adalah 20% dari kebutuhan energi total untuk laki-laki dan 25% dari kebutuhan energi total untuk perempuan. Perbedaan persentase tersebut disebabkan oleh selama masa pertumbuhan, komposisi jaringan lemak pada perempuan lebih banyak dibandingkan pada laki-laki (Bredbenner et al. 2009).

Setelah mengetahui banyaknya energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak, maka dapat diperoleh kebutuhan karbohidrat sampel. Perhitungan data kebutuhan karbohidrat diperoleh dari sisa kalori total energi sampel yang dijelaskan sebagai berikut :

(27)

Kebutuhan zat gizi mikro

Perhitungan data kebutuhan zat gizi mikro didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) (WNPG 2004) sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Zat gizi mikro yang dihitung adalah kalsium, fosfor, besi, vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, folat, vitamin B12, dan vitamin C. Rata-rata kebutuhan zat gizi mikro sampel dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10.

Tingkat pemenuhan kebutuhan air

Berdasarkan data asupan air, dapat diperoleh data tingkat pemenuhan kebutuhan air dengan membandingkan antara asupan air dan kebutuhan air sampel yang dinyatakan dalam bentuk persen. Berikut adalah perhitungan tingkat pemenuhan kebutuhan air :

Tingkat pemenuhan kebutuhan air (%) =

Tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi selain air

Berdasarkan data asupan zat gizi, dapat diperoleh data tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi selain air dengan membandingkan antara zat gizi yang dikonsumsi dengan kebutuhan zat gizi sampel yang dinyatakan dalam bentuk persen. Berikut adalah perhitungan tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi sampel :

Tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi (%) =

Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP)

Berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi termasuk air, diperoleh mutu gizi asupan pangan. Penilaian MGP dilakukan dengan menghitung rata-rata tingkat kecukupan zat gizi yang dinyatakan dalam persen. Zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP, yaitu 16 zat gizi meliputi energi, protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, folat, vitamin B12, vitamin C, kalsium, besi, dan fosfor. Mutu gizi asupan pangan dapat dihitung dengan rumus (Hardinsyah 2001) :

MGP (%) = Keterangan :

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i, yaitu (asupan zat gizi ke- i/kecukupan zat gizi ke-i) x 100

(28)

Perhitungan tingkat kecukupan gizi ke-i (TKGi) setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Setelah diperoleh nilai MGP, lebih lanjut nilai tersebut dikategorikan berdasarkan empat kategori (Hardinsyah 1996), yaitu kategori <55 tergolong sangat kurang, 55-69 tergolong kurang, 70-84 tergolong cukup dan >84 tergolong baik.

Analisis data

Hasil pengolahan data selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil pengolahan data tersebut kemudian dianalisis secara statistik. Analisis statistik menggunakan uji beda-t (Independent samples t-test) dan uji korelasi Rank Spearman. Uji beda-t (Independent samples t-test) untuk menganalisis perbedaan setiap peubah pada penelitian ini, yaitu kebutuhan air, asupan air, tingkat pemenuhan kebutuhan air, dan MGP berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. Tanda a, b, c pada tabel hasil menunjukkan hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji berbeda signifikan menurut kelompok usia, sedangkan tanda yang berbeda antar baris menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut jenis kelamin. Uji beda-t (Independent samples t-test) juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan asupan air dan MGP menurut daerah tempat tinggal. Analisis statistik uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dengan asupan air dan MGP.

Definisi Operasional

Sampel adalah remaja dalam penelitian Riskesdas 2010 baik laki-laki dan perempuan berusia 10-19 tahun yang telah melalui tahapan cleaning data.

Kebutuhan Air adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tubuh setelah dikoreksi kebutuhan energi sampel.

Asupan Air adalah jumlah air yang masuk ke dalam tubuh sampel yang diperoleh dari tiga sumber, yaitu air dari minuman, air dari makanan, dan air dari hasil metabolisme.

(29)

Air dari Minuman adalah air yang diperoleh dari minuman yang memberikan kontribusi asupan air bagi sampel.

Air Metabolik adalah air yang berasal dari hasil metabolisme zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) di dalam tubuh sampel yang memberikan kontribusi asupan air.

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Air adalah nilai yang menunjukkan pemenuhan asupan air terhadap kebutuhan air sampel.

Pangan adalah segala macam jenis olahan atau mentah berupa makanan atau minuman yang dapat dikonsumsi dan memberikan kontribusi energi serta zat gizi bagi tubuh.

Asupan Gizi adalahjumlah zat gizi yang dikonsumsi dan diperoleh dari asupan pangan.

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi adalah nilai yang

menunjukkan pemenuhan asupan zat gizi terhadap kebutuhan gizi sampel.

Mutu Gizi Asupan Pangan adalah nilai yang mencerminkan

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi terdiri dari karakteristik sampel dan karakteristik keluarga. Karakteristik sampel meliputi pendidikan dan daerah tempat tinggal sampel, sedangkan karakteristik keluarga terdiri dari pekerjaan ayah dan ibu, serta status ekonomi keluarga. Daerah tempat tinggal sampel terdiri dari daerah perkotaan dan perdesaan. Seluruh sampel laki-laki yang tinggal di perkotaan sebanyak 50.5%. Jumlah ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sampel laki-laki yang tinggal di perdesaan, yaitu sebanyak 49.5%. Keadaan ini terjadi pada seluruh kelompok usia, kecuali sampel laki-laki berusia 10-12 tahun sedikit lebih banyak yang tinggal di perdesaan (51.8%) dibandingkan dengan perkotaan (48.2%) (Tabel 7).

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk mengetahui karakteristik sampel. Sebagian besar sampel laki-laki berusia 10-12 tahun tidak pernah sekolah dengan persentase 71.2% (Tabel 7). Pada kelompok tidak pernah sekolah juga termasuk sampel yang belum tamat SD/MI. Sampel laki-laki berusia 13-15 tahun sebagian besar tamat SD/MI (57.9%), sedangkan sampel laki-laki berusia 16-19 tahun paling banyak memiliki pendidikan tamat SMP/MTS (46.6%).

Pekerjaan orang tua terdiri dari pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu. Pekerjaan ayah dari seluruh sampel laki-laki sebagai petani/nelayan (31.6%) dan wiraswasta/layan dagang/jasa (28.6%) memiliki persentase paling tinggi. Sebagian besar ibu dari seluruh sampel laki-laki tidak memiliki pekerjaan dengan persentase 52.6%. Keadaan ini juga terjadi pada seluruh kelompok usia sampel laki-laki. Ibu dari seluruh sampel laki-laki yang bekerja, paling banyak sebagai petani/nelayan sebanyak 18.2%.

(31)

Tabel 7 Sebaran sampel laki-laki menurut karakteristik sosial ekonomi dan kelompok usia

Karakteristik

Kelompok Usia

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun Total

n (%) n (%) n (%) n (%)

Daerah tempat tinggal 6797 (100.0) 6482 (100.0) 7230 (100.0) 20509 (100.0)

Perkotaan 3275 (48.2) 3279 (50.6) 3805 (52.6) 10359 (50.5)

Perdesaan 3522 (51.8) 3203 (49.4) 3425 (47.4) 10150 (49.5)

Pendidikan 6797 (100.0) 6482 (100.0) 7230 (100.0) 20509 (100.0) Tidak pernah sekolah 4838(71.2) 1017 (15.7) 501 (6.9) 6356 (31.0)

TNI/Polri/PNS/Pegawai 713 (10.5) 683 (10.5) 772 (10.7) 2168 (10.6) Wiraswasta/layan

Status Ekonomi 6797 (100.0) 6482 (100.0) 7230 (100.0) 20509 (100.0)

Kuintil 1 1809 (26.6) 1746 (26.9) 1719 (23.8) 5274 (25.7)

Kuintil 2 1556 (22.9) 1448 (22.3) 1520 (21.0) 4524 (22.1)

Kuintil 3 1340 (19.7) 1303 (20.1) 1408 (19.5) 4051 (19.8)

Kuintil 4 1188 (17.5) 1129 (17.4) 1410 (19.5) 3727 (18.2)

Kuintil 5 904 (13.3) 856 (13.2) 1173 (16.2) 2933 (14.3)

Daerah tempat tinggal dapat menentukan kemudahan akses terhadap asupan pangan. Sampel perempuan yang tinggal di perkotaan sebanyak 51.1%, jumlah ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sampel perempuan yang tinggal di perdesaan (48.9%). Keadaan ini juga terjadi pada sampel perempuan berusia 13-15 tahun dan 16-19 tahun, sedangkan sampel perempuan berusia 10-12 tahun lebih banyak yang tinggal di perdesaan (51.4%) dibandingkan perkotaan (48.6%) (Tabel 8).

(32)

Pekerjaan ayah dari seluruh sampel perempuan sebagai petani/nelayan (30.4%) dan wiraswasta/layan dagang/jasa (29.2%) memiliki persentase paling tinggi. Keadaan ini juga terjadi pada seluruh kelompok usia sampel perempuan. Sebagian besar ibu dari seluruh sampel perempuan tidak memiliki pekerjaan dengan persentase 54.0%. Keadaan ini juga terjadi pada seluruh kelompok usia sampel perempuan. Persentase paling tinggi untuk ibu yang bekerja adalah sebagai petani/nelayan dengan persentase sebesar 17.0%.

Status ekonomi menunjukkan bahwa seluruh sampel perempuan memiliki status ekonomi yang paling tinggi pada kuintil satu (25.0%) dan kuintil dua (22.3%), sedangkan sampel yang termasuk dalam kuintil lima hanya sebesar 15.1%. Keadaan ini juga terjadi pada seluruh kelompok usia sampel perempuan. Semakin rendah tingkat kuintil, maka semakin rendah pendapatan keluarga per kapita setiap bulannya.

Tabel 8 Sebaran sampel perempuan menurut karakteristik sosial ekonomi dan kelompok usia

Karakteristik

Kelompok Usia

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun Total

n (%) n (%) n (%) n (%)

Daerah tempat tinggal 6144 (100.0) 5990 (100.0) 6757 (100.0) 18891 (100.0)

Perkotaan 2985 (48.6) 3000 (50.1) 3676 (54.4) 9661 (51.1)

Perdesaan 3159 (51.4) 2990 (49.9) 3081 (45.6) 9230 (48.9)

Pendidikan 6144 (100.0) 5990 (100.0) 6757 (100.0) 18891 (100.0) Tidak pernah sekolah 4135 (67.3) 745 (12.4) 397 (5.9) 5277 (27.9)

TNI/Polri/PNS/Pegawai 600 (9.8) 608 (10.2) 775 (11.5) 1983 (10.5) Wiraswasta/layan

Status Ekonomi 6144 (100.0) 5990 (100.0) 6757 (100.0) 18891 (100.0)

Kuintil 1 1650 (26.9) 1548 (25.8) 1534 (22.7) 4732 (25.0)

Kuintil 2 1419 (23.1) 1361 (22.7) 1424 (21.1) 4204 (22.3)

Kuintil 3 1197 (19.5) 1181 (19.7) 1344 (19.9) 3722 (19.7)

Kuintil 4 1007 (16.4) 1060 (17.7) 1313 (19.4) 3380 (17.9)

(33)

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan yang ditentukan oleh asupan pangan dan penggunaan zat-zat gizi. Pengelompokkan status gizi remaja didasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Seluruh sampel laki-laki dan perempuan sebagian besar memiliki status gizi normal dengan persentase masing-masing 70.8% dan 77.6% (Tabel 9) dengan rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) 18.7±3.5 kg/m2 dan 19.1±3.5 kg/m2. Secara keseluruhan status gizi sampel tergolong normal (74.1%) dengan rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) 18.9±3.5 kg/m2. Berdasarkan kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian besar memiliki status gizi yang tergolong normal. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap status gizi menurut jenis kelamin dan kelompok usia (p<0.01). Hasil uji beda dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

Tabel 9 Sebaran sampel menurut status gizi, jenis kelamin dan kelompok usia

Karakteristik

Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki status gizi normal pada setiap jenis kelamin dan kelompok umur, sesuai dengan hasil laporan Riskesdas 2010 yang menunjukkan bahwa sebagian besar sampel tergolong status gizi normal pada sampel yang berusia 6-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19 tahun dengan persentase masing-masing 78.6%, 87.4%, 89.7% dan 70.0% (Balitbangkes 2010).

(34)

41.4±10.1 kg, serta rata-rata tinggi badan masing-masing 132.2±16.9 cm dan 133.7±15.9 cm (Lampiran 6). Menurut Bredbenner et al. (2009), proporsi jaringan lemak bebas tertinggi yaitu pada masa bayi dan anak yang mulai tumbuh. Ketika anak laki-laki maupun perempuan mulai memasuki masa remaja perubahan proporsi jaringan lemak bebas pun dimulai. Selain itu menurut Supariasa et al. (2001), terjadinya peningkatan tinggi dan berat badan pada masa remaja mengakibatkan adanya perubahan pada komposisi tubuh. Laki-laki menghasilkan hormon testosteron yang mendorong terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan berat, serta membangun sel darah merah yang lebih banyak dibanding perempuan. Kadar lemak tubuh pada perempuan terus meningkat di masa remaja namun menurun pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar hormon estrogen yang menstimulasi penumpukan lemak subkutan (lemak bawah kulit) pada perempuan (Bredbenner et al. 2009).

Persentase sampel yang berstatus gizi gemuk pada sampel berusia 16-19 tahun lebih tinggi pada sampel perempuan (7.1%) dibandingkan dengan sampel laki-laki (5.3%) dengan rata-rata berat badan masing-masing 72.7±13.8 kg dan 63.5±10.7 kg, serta rata-rata tinggi badan masing-masing 161.4±12.8 cm dan 150.8±10.0 cm (Lampiran 6). Hal ini diduga karena pada akhir masa remaja, kandungan lemak pada perempuan adalah dua kali lebih banyak dibanding laki-laki (Bredbenner et al. 2009).

Asupan Air Menurut Sumber

Air dari minuman

Air dalam tubuh manusia berasal dari minuman, makanan, dan hasil metabolisme. Sebagian besar asupan air pada manusia berasal dari minuman (Santoso et al. 2011). Pada penelitian ini, air dari minuman dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu air putih dan selain air putih.

Sampel yang berusia 10-12 tahun mengonsumsi air putih sebanyak 764.8±421.0 mL, sampel berusia 13-15 tahun sebanyak 801.7±466.1 mL, dan sampel berusia 16-19 tahun sebanyak 828.9±507.1 mL. Sampel laki-laki mengonsumsi air putih sebanyak 812.9±482.4 mL yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel perempuan 785.0±451.3 mL (Tabel 10).

(35)

Minuman kopi banyak dikonsumsi oleh sampel laki-laki berusia 16-19 tahun dengan rata-rata sebesar 39.5±119.8 mL. Susu kental manis, sirup dan susu banyak dikonsumsi oleh sampel berusia 10-12 tahun baik pada sampel laki-laki maupun perempuan. Asupan jus, minuman berkarbonasi dan lainnya (seperti es dawet, jamu, es cincau, dan lainnya) paling sedikit dikonsumsi oleh sampel jika dibandingkan dengan jenis minuman lainnya.

Tabel 10 Rata-rata asupan air dari minuman pada remaja menurut sumber, jenis kelamin dan kelompok usia (mL/kap/hari)

Asupan Air Minuman Kelompok Usia Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun

(36)

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa air dari minuman yang paling banyak dikonsumsi adalah air putih. Berdasarkan survei yang dilakukan di Singapura menunjukkan bahwa sumber air tubuh yang paling utama adalah air putih (74%) (AFIC 1998). Selain itu penelitian The Indonesian

Regional Hydration Study (THIRST) di Indonesia menunjukkan bahwa 63.4%

remaja lebih menyukai air putih sebagai minuman utama setiap harinya (Hardinsyah et al. 2010 dalam Santoso et al. 2011).

Rata-rata sampel dengan usia yang lebih tua memiliki asupan air putih yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang lebih muda usianya. Penelitian yang dilakukan oleh Kant dan Graubard (2010) menunjukkan hasil bahwa asupan air putih semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fulgoni (2007) menunjukkan bahwa pada remaja semakin bertambahnya usia, asupan air putih semakin banyak. Pada penelitian ini, asupan air dari minuman selain air putih yang paling banyak dikonsumsi adalah teh, baik menurut jenis kelamin, maupun kelompok usia (Lampiran 7). Hasil survei di Singapura menunjukkan bahwa teh dan kopi merupakan minuman kedua yang paling banyak dikonsumsi setelah air putih (AFIC 1998).

Air dari makanan

Selain berasal dari minuman, total asupan air juga berasal dari makanan. Air dari makanan yang paling banyak dikonsumsi sampel berasal dari golongan serealia, umbi, dan olahannya dengan jumlah sebanyak 277.8±122.2 mL. Rata-rata asupan air dari serealia, umbi, dan olahannya pada sampel laki-laki adalah sebesar 291.5±123.0 mL dan pada sampel perempuan adalah sebesar 262.9±119.6 mL. Asupan air dari golongan sayuran dan olahannya merupakan terbanyak kedua yang dikonsumsi oleh sampel. Rata-rata asupan air dari sayuran dan olahannya pada seluruh sampel adalah 78.2±92.2 mL, pada sampel laki-laki sebanyak 78.3±93.9 mL dan pada sampel perempuan sebanyak 78.0±90.3 mL.

(37)

Tabel 11 Rata-rata asupan air dari makanan pada remaja menurut sumber, jenis kelamin dan kelompok usia

Asupan Air Makanan Kelompok Usia Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun

Laki-laki

5. Ikan, hasil perikanan dan olahannya

5. Ikan, hasil perikanan dan olahannya

5. Ikan, hasil perikanan dan olahannya sampel. Bila seseorang banyak mengonsumsi makanan lembek atau cair, sayur dan buah termasuk salad, maka sumber air tubuh dari makanan akan lebih tinggi. Akan terjadi sebaliknya bila seseorang lebih banyak mengonsumsi makanan dari produk serealia, tepung dan daging yang kering (Santoso et al. 2011).

(38)

serta buah dan sayur (30%). Makanan pokok orang Indonesia pada umumnya adalah nasi yang mengandung kadar air 25-35%, sementara buah dikonsumsi dalam jumlah yang relatif sedikit meskipun banyak kadar airnya.

Air metabolik

Total asupan air juga berasal dari air hasil metabolisme (air metabolik). Air metabolik berasal dari hasil oksidasi substrat zat gizi makro, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Rata-rata asupan air metabolik seluruh sampel sebanyak 161.7±64.2 mL, dengan rata-rata asupan pada sampel laki-laki sebanyak 165.6±65.2 mL dan sampel perempuan sebanyak 157.5±62.8 mL. Rata-rata asupan air metabolik pada sampel berusia 10-12 tahun adalah 157.4±63.5 mL, usia 13-15 tahun sebanyak 162.1±65.3 mL, dan usia 16-19 tahun sebanyak 165.4±63.6 mL (Tabel 12).

Tabel 12 Rata-rata asupan air metabolik pada remaja menurut jenis kelamin dan kelompok usia (mL)

Air Metabolik Kelompok Usia Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun

Laki-laki 159.5 ± 64.6 166.3 ± 65.9 170.8 ± 64.6 165.6 ± 65.2 Perempuan 155.0 ± 62.1 157.6 ± 64.3 159.5 ± 61.9 157.5 ± 62.8 Total 157.4 ± 63.5 162.1 ± 65.3 165.4 ± 63.6 161.7 ± 64.2

Asupan air metabolik pada penelitian ini belum sesuai dengan anjuran yang ada. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa air hasil metabolisme (air yang dibentuk jika gula, lemak dan protein dimetabolisme untuk menghasilkan energi) sekitar 350 mL. Menurut Verdu dan Navarrete (2009) menyatakan bahwa air yang berasal dari proses metabolisme adalah sebanyak 300 mL. Kurangnya asupan air diduga disebabkan oleh kurangnya asupan pangan yang mengandung karbohidrat dan lemak (Tabel 17).

Total Asupan Air

(39)

Tabel 13 Rata-rata asupan air pada remaja menurut sumber, jenis kelamin dan kelompok usia mL/kap/hari (%)

Asupan Air Kelompok Usia Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun Laki-laki berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji berbeda signifikan menurut kelompok usia, sedangkan tanda yang berbeda antar baris menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut jenis kelamin.

(40)

Gambar 4 Air dari makanan, air dari minuman, dan total asupan air pada remaja menurut usia dan jenis kelamin

Persentase kontribusi air dari minuman, makanan dan air metabolik pada seluruh sampel, baik laki-laki dan perempuan dengan tiga kelompok usia, memiliki persentase yang hampir sama. Persentase kontribusi air dari makanan dan air metabolik terhadap total asupan air pada seluruh sampel masing-masing sebesar 31.4±10.4% dan 10.8±3.7%, sedangkan persentase air dari minuman terhadap total asupan air adalah sebesar 57.8±12.8%. Persentase kontribusi air dari makanan, air metabolik dan air dari minuman terhadap total asupan air masing-masing sebesar 31.6±10.4%, 10.8±3.7%, dan 57.6±12.9% pada sampel laki-laki, sedangkan pada sampel perempuan masing-masing sebesar 31.2±10.4%, 10.8±3.7%, dan 58.0±12.8% (Tabel 13).

Berdasarkan Institute of Medicine (2004) dalam Santoso et al. (2011), asupan air pada populasi di Amerika Serikat menunjukan total asupan air 28% berasal dari makanan dan 72% dari minuman, yang terdiri dari 28% air putih dan 44% minuman lain-lain. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Fauji (2011) menyatakan bahwa kontribusi asupan air dari air putih dan minuman lainnya terhadap total asupan air yaitu sebesar 73.5% pada sampel remaja, sedangkan rata-rata asupan air dari makanan dan air metabolik terhadap total asupan air sebesar 26.5%. Menurut Santoso et al. (2011), secara umum dari berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontribusi air dari minuman yaitu 65% dan air dari makanan dan air metabolik sebesar 35%.

(41)

Kontribusi air dari minuman terhadap total asupan air lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh food recall 1x24 jam yang dilakukan oleh tim pengumpul data Riskesdas 2010, hanya fokus kepada makanan yang dikonsumsi oleh sampel.

Recall terhadap asupan air putih dan air dari minuman lainnya tidak dilakukan

wawancara secara detail dan mendalam.

Estimasi Total Asupan Air

Estimasi total asupan air pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air dari minuman yang seharusnya dikonsumsi oleh sampel jika data yang diketahui adalah jumlah air dari makanan dan air metabolik. Asupan air sampel berdasarkan data Riskesdas 2010 cenderung underestimate, sehingga untuk mengoreksi kekurangan asupan air tersebut dilakukan estimasi total asupan air.

Estimasi total asupan air yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase kontribusi air dari makanan dan metabolik terhadap total asupan air sebesar 30%, sedangkan kontribusi air dari minuman terhadap total asupan air sebesar 70%. Persentase ini diambil berdasarkan penelitian Fauji (2011) dan

Institute of Medicine (2005) dalam Santoso et al. (2011).

Penelitian Fauji (2011) dilakukan pada 1200 sampel yang tinggal di daerah perkotaan, hanya dilakukan pada enam lokasi penelitian di Indonesia, serta sebagian besar asupan air dari makanan berasal dari nasi dan sayuran berkuah, sehingga air metaboliknya cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan acuan Santoso et al. (2011). Penelitian Fauji tidak mencakup daerah perdesaan dan hanya dilakukan pada sebagian kecil wilayah di Indonesia, sehingga persentase kontribusi asupan airnya tidak dapat diimplikasikan untuk data nasional seperti data Riskesdas 2010.

(42)

Berdasarkan Tabel 14, total estimasi asupan air pada seluruh sampel adalah sebanyak 2115±779 mL dengan air dari minuman yang seharusnya dikonsumsi sebanyak 1480.6±545.2 mL. Total estimasi asupan air pada sampel laki-laki adalah sebanyak 2173±792 mL dengan air dari minuman sebanyak 1520.9±554.6 mL. Total estimasi asupan air pada sampel perempuan adalah sebanyak 2052±759 mL dengan air dari minuman sebanyak 1436.7±531.3 mL. Rata-rata estimasi asupan air lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata asupan air sampel dari data Riskesdas 2010.

Tabel 14 Rata-rata estimasi asupan air pada remaja berdasarkan pendekatan asupan makanan pada data Riskesdas 2010 menurut jenis kelamin dan kelompok usia (mL/kap/hari)

Asupan air Kelompok Usia Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun

Laki-laki

Kebutuhan Air dan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Air

(43)

Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air pada seluruh sampel adalah sebesar 59.9±24.9%, sedangkan pada sampel laki-laki sebesar 55.6±23.6% dan pada sampel perempuan sebesar 64.7±25.4%. Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air yang berasal dari estimasi asupan air pada seluruh sampel adalah sebesar 80.9±34.8%, sedangkan pada sampel laki-laki sebesar 75.3±32.7% dan pada sampel perempuan sebesar 87.0±36.0% (Tabel 15).

Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air pada seluruh sampel menurut kelompok usia adalah 62.9±24.6% untuk usia 10-12 tahun, 58.1±24.2% untuk usia 13-15 tahun, dan 58.8±25.6% untuk usia 16-19 tahun. Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air dari estimasi asupan air menurut kelompok usia adalah 84.7±35.8% untuk usia 10-12 tahun, 78.6±33.6% untuk usia 13-15 tahun, dan 79.6±34.7% untuk usia 16-19 tahun (Tabel 15).

Tabel 15 Rata-rata tingkat pemenuhan kebutuhan air pada remaja menurut jenis kelamin dan kelompok usia mL/kap/hari (%)

Kelompok Usia

Total

10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun

Laki-laki berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji berbeda signifikan menurut kelompok usia, sedangkan tanda yang berbeda antar baris menunjukkan hasil uji beda signifikan menurut jenis kelamin.

Berdasarkan studi yang dilakukan Asian Food Information Centre

Gambar

Tabel 7  Sebaran sampel laki-laki menurut karakteristik sosial ekonomi dan kelompok usia
Tabel 8  Sebaran sampel perempuan menurut karakteristik sosial ekonomi dan kelompok usia
Tabel 9  Sebaran sampel menurut status gizi, jenis kelamin dan kelompok usia
Tabel 10  Rata-rata asupan air dari minuman pada remaja menurut sumber, jenis kelamin dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya kurang memiliki informasi tentang tugas seseorang dalam karir tertentu Saya kurang memiliki informasi tentang tugas karir yang saya inginkan Saya lebih memilih berkarir dengan

Khlorin bereaksi dengan lignin secara Oksidasi dan substitusi. Reaksi-reaksi ini mengeluarkan lignin dan oleh karena itu, beberapa akan terlarut dalam tahap Khlorinasi. Khlorin

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Bagi para pembaca, sebaiknya dalam memberikan program latihan dapat mengembangkan sikap disiplin dan percaya diri, karena kedua hal tersebut adalah modal dasar untuk

1) Sifat basa zeolit disebabkan oleh adanya kation-kation dalam pori dimana kekuatan basa meningkat dengan meningkatnya sifat elektropositif kation yang dapat dipertukarkan.

Pelaksanaan rekrutmen calon kepala sekolah di Yayasan Pendidikan Darul Mujahidin NW Mataram yaitu peran pengurus yayasan sebagai penganalisis kebutuhan kepala

Dalam penelitian ini, tujuannya adalah mencoba untuk mengetahui praktik pembiayaan murabahah di Kopma UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; mengetahui aplikasi pembiayaan

Full costing atau sering pula disebut absorption atau conventional costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya