PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP
VOLATILITAS HARGA SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Harga Saham di Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Rita Anggriyani NRP. H 151104344
ABSTRACT
RITA ANGGRIYANI. The Effect of Foreign Transaction Stock Return Volatility in Indonesia. Under direction of IMAN SUGEMA and TELISA AULIA FALIANTY
This study considers component GARCH (CGARCH) model to decompose the stock return volatility of composite stock price index and sectoral stock price indices (three bigest market capitalization: finance sector, consumer goods sector, and mining sector) into permanent and transitory component in presence of foreign transaction. This study shows that an increase in stock returns at net positive position will be followed by an increase in transitory volatility components, but didn’t increase the volatility of the permanent components, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The increase in net position will result in increased volatilities (transitory component) is greater than the increase stock returns, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The effects of a shock that occured in previous stock returns in the consumer goods sector will disapper faster than the effects of a shock that occured in previous stock returns in the finance sector and mining sector, both in the volatility of the permanent components and the volatility of the transitory components.
Keywords: stock return, volatility, transitory component, permanent component, CGARCH, half-life
RINGKASAN
RITA ANGGRIYANI. Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan TELISA AULIA FALIANTY
Penelitian ini mempergunakan model komponen GARCH (CGARCH) untuk mendekomposisi volatilitas return saham dari indeks harga saham gabungan dan indeks hargasaham sektoral (yang memiliki kapitalisasi pasar tiga terbesar: sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi, dan sektor pertambangan) menjadi komponen permanen dan komponen transitory dengan adanya transaksi asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa return saham gabungan, return saham sektor keuangan dan return saham sektor industry barang konsumsi sangat tergantung dengan return sebelumnya. Sedangkan return sektor pertambangan tidak tergantung dengan return sebelumnya.
Kemudian pada saat transaksi asing bersih (net position) positif, akan meningkatkan return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri konsumsi dan return saham sektor pertambangan.
Peningkatan return saham pada saat net position positif akan diikuti dengan peningkatan komponen volatilitas transitory, namun tidak meningkatkan komponen volatilitas permanen, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
Peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return saham, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
Efek suatu guncangan yang terjadi pada return saham sebelumnya di sektor industri barang konsumsi akan menghilang lebih cepat dibandingkan dengan return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan, baik pada volatilitas komponen permanen maupun pada volatilitas komponen transitory.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentukapapun tanpa izin IPB
PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP VOLATILITAS
RETURN SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D.
Judul Penelitian : Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia
Nama : Rita Anggriyani
NRP : H 151104344
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. ImanSugema, M. Ec. Ketua
Dr. TelisaAuliaFalianty, SE, ME Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. DahrulSyah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Telisa Aulia Falianty, SE, ME. selaku anggota komisi pembimbing, yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D. selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Wiwiek Rindayanti selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kepala Pusdiklat Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPS) IPB. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB,semua dosen yang telah mengajar penulis, dan rekan-rekan yangsenantiasa membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.
Tak lupa penulismengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada suamiku tercinta Febri Wicaksono, kedua buah hatiku tercinta Muhammad Ilham Haarits Wicaksono dan Faatih Abdullah Wicaksono, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak terkira sejak awal perkuliahan.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis, sedangkan kebenaran yang ada merupakan karunia Allah SWT. Dia jualah yang akan member balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Meskipun demikian, penulis berharap bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Bogor, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahir di Tegal (Jawa Tengah) pada tanggal 22 Desember 1981. Penulis merupakan sulung dari dua bersaudara pasangan Bapak Kaliman dan Ibu Peni Sundari.
Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai mahasiswa kedinasan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan menyelesaikan pendidikan D-IVtersebut pada tahun 2003.
xix
4.1 Statistik Deskriptif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ... 41
4.2 Pemodelan Volatilitas ... 44
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Simpulan ... 51
xx
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ringkasan Statistik Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ... 41
2 Deteksi Efek ARCH pada Model ARIMA ... 45
3 Uji Model CGARCH(1,1) ... 46
4 CGARCH(1,1)-Dampak Guncangan Transaksi Asing terhadap Return Saham Gabungan, Return Saham Sektoral dan Volatilitas ... 48
xxii
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) .... 2
2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012 ... 4
3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012 ... 6
4 Kerangka Pemikiran ... 29
5 Plot Data Runtun Waktu Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Return Sektor Keuangan, Sektor Industri Barang Konsumsi
dan Sektor Pertambangan, 2007-2012 ... 44
xxiv
xxv
3 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... ... 59
4 Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 60
5 Uji Stasioneritas Data Transaksi Asing Bersih/Foreign Net Purchase (FNP) ... 61
6 Uji Stasioneritas Data Volume Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 62
7 Correlogram Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 63
8 Correlogram Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 64
9 Correlogram Data Return Indeks Sektor Konsumsi ... 65
10 Correlogram Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 66
11 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 67
12 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 68
13 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 69
14 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 70
15 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 71
16 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 72
xxvi
19 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 75
20 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 76
21 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 77
22 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 78
23 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 79
24 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 80
25 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 81
26 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 82
27 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 83
28 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan 84
29 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 85
30 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor
Pertambangan ... 86
31 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 87
32 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 88
33 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 89
xxvii
35 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 91
36 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan ... 92
37 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 93
38 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 94
39 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ... 95
40 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 96
41 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ... 97
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi likuiditas global telah diakui memiliki kontribusi yang besar
terhadap lonjakan arus masuk modal di negara-negara pasar berkembang atau
emerging markets. Pada saat yang sama, negara-negara emerging markets tersebut
telah melonggarkan aturan mengenai investasi portofolio asing melalui liberalisasi
pasar modal yang selanjutnya memacu arus masuk portofolio. Dan emerging
markets mempunyai peran besar dalam peningkatan portofolio internasional. Hal
ini berdasarkan pendapat bahwa prospek pertumbuhan ekonomi emerging markets
yang tinggi, average returns yang tinggi, volatilitas yang tinggi dan korelasi yang
rendah antara emerging markets dengan developed markets (Schill, 2006). Mollah
dan Mobarek (2009) juga menemukan volatilitas di emerging markets lebih tinggi
dibandingkan developed markets. Volatilitas yang tinggi di emerging markets
terkait dengan faktor makroekonomi seperti politik, sosial dan ekonomi.
Pasar modal memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan
perekonomian tergantung pada tingkat keterbukaan pasar modal terhadap pemodal
asing atau yang sering disebut sebagai liberalisasi pasar keuangan. Levine (1997)
mengatakan bahwa penghapusan hambatan investasi asing untuk masuk ke suatu
negara dapat meningkatkan fungsi dari pasar modal domestik negara tersebut
melalui peningkatan likuiditas pasar. Likuiditas pasar ini merupakan akibat dari
dua manfaat penting yang dihasilkan oleh liberalisasi pasar keuangan, yaitu
pengintegrasian pasar domestik ke pasar internasional dan peningkatan standar
keterbukaan informasi dan sistem akuntansi perusahaan domestik yang didorong
keinginan untuk menarik dana asing.
Keterbukaan atau liberalisasi pasar modal yang tinggi, selain dapat memacu
peningkatan indeks saham dan pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi bumerang
bagi perekonomian Indonesia. Penelitian Simorangkir (2008) menemukan bahwa
financial openness yang diproksi dari foreign direct investment dan portfolio
investment inflow dibagi dengan GDP memberikan efek negatif terhadap output.
Keterbukaan sektor keuangan menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi
Liberalisasi pasar modal telah mendorong keluar-masuknya modal secara
bebas pada negara-negara emerging markets, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini
menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang masuk ke Indonesia
yang berada di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat
pengembalian yang lebih tinggi.
Di Indonesia, liberalisasi pasar modal ditandai dengan keluarnya Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh
Pemodal asing melalui Pasar Modal. Peraturan tersebut memperbolehkan
kepemilikan asing sampai 49% di pasar perdana maupun 49% kepemilikan saham
di bursa. Keran liberalisasi semakin terbuka lebar setelah pemerintah kemudian
memperbolehkan pemodal asing untuk memiliki 100% saham emiten Indonesia
yang diperdagangkan di bursa efek sejak tahun 1997. Hal ini membuat dana asing
yang ke pasar modal Indonesia relatif menjadi cukup besar.
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) Berdasarkankewarganegaraannya, investor di pasar modal dibedakan dalam
dua kelompok besar, yakni investor dalam negeri atau lokal dan investor asing.
Gambar 1 menyajikan kepemilikan saham oleh investor asing dan domestik di
pasar modal Indonesia. Kepemilikan saham oleh investor asing selama tahun 2010
hingga 2011 menunjukkan tren meningkat dan berfluktuasi. Porsi kepemilikan
3
saham oleh investor domestik, dimana kepemilikan saham oleh investor asing
selama 2010-2011 mencapai lebih dari 50 persen.
Porsi kepemilikan saham yang tinggi oleh asing di pasar saham Indonesia
sangat terkait dengan nilai besar dan pertumbuhan kapitalisasi pasar perusahaan
karena kapitalisasi pasar seringkali menjadi ukuran penting bagi keberhasilan atau
kegagalan perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapitalisasi pasar
saham Indonesia di seluruh sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
mulai pertengahan 2008 hingga awal 2009 akibat krisis keuangan global yang
bermula dari kasus subprime mortgage yang terjadi di Amerika. Krisis keuangan
global tersebut telah memberikan tekanan di pasar modal Indonesia hingga
menyebabkan merosotnya likuiditas di sektor perbankan dan institusi keuangan
nonbank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan
banyaknya investor dari institusi keuangan Amerika yang melepas kepemilikan
saham mereka di pasar modal Indonesia untuk menyelamatkan perusahaan mereka
sendiri yang terkena krisis keuangan (Kuncoro, 2009).
Gambar 2 menyajikan kapitalisasi pasar dari sembilan sektor yang terdaftar
di BEI, empat sektor diantaranya, yaitu sektor keuangan, infrastruktur,
pertambangan dan industri barang konsumsi memiliki kapitalisasi lebih dari 10
persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut lebih rentan
terhadap pergerakan investor asing dibandingkan dengan sektor yang memiliki
kapitalisasi pasar kurang dari 10 persen yang ditunjukkan dengan lebih
fluktuatifnya keempat sektor tersebut. Fluktuasi sektor-sektor tersebut berbeda
satu sama lain. Menurut Hammoudeh et al. (2009), sektor dengan tingkat
teknologi tinggi akan diminati oleh investor ketika perekonomian booming dan
sektor industri barang konsumsi yang memiliki sifat non-cyclical akan diminati
oleh investor ketika perekonomian lesu. Selain itu, sektor pertambangan lebih
fluktuatif dibandingkan sektor lainnya karena sektor ini lebih dipengaruhi oleh
faktor eksternal seperti regulasi lingkungan dan harga komoditas sektor ini juga
dipengaruhi oleh harga barang tambang dunia.
Dari Gambar 2 terlihat bahwa keempat sektor yang memiliki kapitalisasi
pasar lebih dari 10 persen adalah sektor keuangan dari tahun ke tahun memiliki
dengan segala aktifitas transaksi masyarakat. Semakin banyak masyarakat
menabung, memanfaatkan layanan perbankan, dan aplikasi kredit dapat
meningkatkan kinerja perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga
saham sektor tersebut.
Sektor infrastruktur memiliki kapitalisasi pasar terbesar setelah sektor
keuangan. Berdasarkan persentase kapitalisasi pasar, mulai pertengahan 2009,
sektor infrastruktur mengalami penurunan kapitalisasi pasar yang cukup
signifikan. Sedangkan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi dari
tahun 2008 mengalami kenaikan (Gambar 2). Kenaikan kapitalisasi pasar sektor
industri barang konsumsi terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang
akhirnya meningkatkan kemampuan daya beli untuk mengkonsumsi makanan dan
minuman.
Selain ketiga sektor tersebut, sektor pertambangan juga memiliki
kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen (Gambar 2). Hal ini dikarenakan sektor
pertambangan merupakan salah satu sektor yang membutuhkan dana sangat besar
dan teknologi tinggi serta tingkat pengembalian dari sektor tersebut juga relatif
tinggi sehingga sangat menarik bagi investor, terutama investor asing dengan
modal yang kuat.
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012 0
Aneka Industri Barang Konsumsi Properti
5
Aksi investor asing selalu menjadi perhatian. Irama pergerakannya di pasar
selalu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menentukan arah pasar.
Ketika investor asing masuk, indikator perdagangan saham di BEI melompat naik.
Bahkan, masuknya mereka tidak jarang ikut membangunkan saham-saham lapis
dua yang dikenal sebagai saham tidur (sleeping stock). Sebaliknya, ketika investor
asing berbondong-bondong keluar, IHSG ikut terseret jatuh. Begitulah
kejadiannya selama bertahun-tahun di BEI, investor asing seolah-olah menjadi
faktor penentu dalam perubahan indeks dan arah pasar. Akibatnya, investor asing
seringkali tampil sebagai komandan lapangan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa
transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar modal Indonesia sangat
fluktuatif.
Pada Gambar 3 terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi yang
dilakukan oleh investor asing di pasar saham Indonesia pada tahun 2008. Hal ini
diawali dengan adanya kredit macet di sektor properti Amerika Serikat tahun
2007 yang kemudian menyebar ke lembaga keuangan maupun lembaga
pembiayaan di Eropa. Krisis ini berlanjut hingga tahun 2008 dan menyebabkan
indeks bursa saham seluruh dunia berguguran. Meskipun demikian, tingkat
likuiditas global saat ini relatif masih sangat tinggi dan diperkirakan tujuan
investasi investor akan ditujukan ke berbagai bursa-bursa emerging markets yang
dapat memberikan potensi tingkat pengembalian/imbal hasil (expected return)
yang menarik bagi investor, tak terkecuali Indonesia. Inilah sebenarnya berkah
terselubung krisis keuangan AS untuk pasar modal Indonesia (Hadi, 2012).
Adanya krisis pada tahun 2008 memaksa bank sentral di Amerika dan Eropa
mengambil berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian mereka
sehingga para investor kembali percaya bahwa perekonomian di negara-negara
tersebut dan dunia akan pulih. Hal ini kembali menurunkan fluktuasi di pasar
saham Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2011 kembali terlihat adanya
peningkatan fluktuasi transaksi asing di pasar saham karena ketidakpastian
penyelesaian krisis di Eropa. Hal ini menyebabkan investor asing kembali
memasuki bursa saham negara-negara emerging markets seperti Indonesia
Sumber: BEI, berbagai Tahun (diolah)
Gambar 3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas telah dijelaskan bahwa keterbukaan sektor
keuangan, selain dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi
suatu negara, dapat juga menyebabkan perekonomian menjadi lebih rapuh.
Liberalisasi pasar modal telah menarik aliran modal asing. Hal ini dapat
meningkatkan likuiditas serta mengurangi cost of capital (Bekaert & Harvey,
2000), tetapi masih menjadi catatan bahwa mobilitas atau aliran modal dapat
menyebabkan extreme volatility bagi emerging market seperti yang pernah terjadi
pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan
sebagian besar negara pasar berkembang merupakan negara dengan perekonomian
terbuka kecil, dimana pasar modal mereka memiliki kapitalisasi pasar dan tingkat
likuiditas yang relatif kecil dibandingkan pasar modal yang telah maju seperti
Amerika Serikat dan Eropa, oleh karena itu sangat rentan terhadap pergerakan
modal internasional.
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar
Modal, keran investasi asing mulai terbuka sehingga semakin marak masuk ke
7
pasar modal Indonesia. Konsekuensinya, porsi kepemilikan asing di pasar modal
Indonesia terus meningkat secara signifikan.
Dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia,
timbul perdebatan mengenai manfaat yang didapat dari hal tersebut serta
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi perekonomian domestik. Di satu sisi
masuknya aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi cost
of capital, namun di sisi lain mobilitas modal asing juga dapat menyebabkan
extreme volatility.
Derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia sebagai dana jangka
pendek (hot money) yang sangat rentan terhadap sentimen dan gejolak di pasar
modal menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan
mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik.
Hal ini dapat ditunjukkan pada saat IHSG melesat memecahkan rekor di posisi
4.193,44 pada 1 Agustus 2011 lalu, disebut-sebut bahwa fenomena ini
dikarenakan masuknya investor asing yang percaya bahwa perekonomian
Indonesia masih akan tumbuh di atas 6 persen, bahkan di tengah perekonomian
global yang diwarnai oleh krisis Eropa. Indonesia dinilai sebagai negara yang
layak investasi. Tapi, ketika IHSG kemudian turun ke titik 3.269,45 pada 4
Oktober 2011, disebut-sebut bahwa investor asing tengah lesu karena krisis di
Eropa yang semakin mengkhawatirkan. Fakta ini membuktikan bahwa investor
asing bisa keluar masuk pasar dengan alasan apapun.
Derasnya aliran modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang
termasuk Indonesia telah menjadi fenomena umum sejak dua dekade terakhir.
Sebagai negara kecil yang terbuka, kebijakan moneter Indonesia, dalam hal ini
suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara maju, dianggap
menjanjikan imbal hasil (return) yang lebih besar bagi investor. Hal ini tentunya
menarik banyak investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki ketergantungan yang
semakin tinggi terhadap investor asing. Konsekuensinya adalah rentannya
perekonomian domestik atas gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Dalam
konteks pasar modal, ketergantungan tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko
Estimasi volatilitas di pasar saham sangatlah penting dalam perekonomian
dan keuangan. Hal ini dikarenakan volatilitas yang tinggi pada harga saham
memiliki efek negatif terhadap perekonomian serta juga dapat menyebabkan
perubahan keputusan investasi yang diambil investor, yang pada akhirnya pada
jangka panjang menyebabkan jatuhnya arus modal baik dari investor asing
maupun domestik (Rajput et al., 2012). Levine dan Zervos (1998) juga
mengemukakan bahwa volatilitas yang tinggi juga dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan pasar keuangan, dimana pasar keuangan
memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Volatilitas yang tinggi di pasar saham negara emerging markets juga sering
dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial (Kaminsky & Reinhart, 2001).
Volatilitas merupakan indikator dari resiko relatif harga saham, dimana
semakin besar volatilitas maka semakin besar pula resikonya. Pada umumnya,
harga saham akan meningkat sejalan dengan meningkatnya volatilitas. Hal ini
disebabkan karena pergerakan tajam pada harga akan memberikan manfaat return
yang lebih besar bagi investor. Inilah yang kemudian banyak disebut sebagai
hubungan positif antara resiko dengan return yaitu semakin tinggi resiko maka
semakin tinggi pula imbal hasilnya.
Kecenderungan investor untuk mengandalkan pergerakan harga saham atau
volatilitas sebagai dasar dari pengambilan keputusan mencerminkan aliran dana
jangka pendek yang hanya berorientasi pada keuntungan dari margin perdagangan
harga saham. Hal inilah yang umumnya terjadi di pasar modal, sehingga
manfaatnya pada perekonomian selalu dipertanyakan. Jika investor asing yang
mendominasi pasar modal Indonesia lebih mengarah pada praktek semacam ini
dibandingkan dengan pertimbangan fundamental, maka hal ini jelas perlu
diwaspadai agar kinerja pasar modal domestik dapat dipertahankan dan stabil.
Perkembangan ekonometrik pada pasar keuangan akhir-akhir ini
menunjukkan bukti adanya hubungan nonlinier atau volatilitas pada return saham
di developed markets dan khususnya di emerging markets. Hal ini dikarenakan
investor di emerging markets pada umumnya menerima informasi tidak sempurna
dan tidak rasional dalam memprediksi harga saham sehingga menyebabkan harga
9
Perdebatan mengenai pengaruh transaksi asing bagi tingkat resiko di BEI
menjadi fokus pada studi ini. Dan karena adanya arus informasi maupun pedagang
yang heterogen di pasar saham sehingga volatilitas harga saham berisi komponen
permanent dan komponen transitory (Zarour dan Siriopoulos, 2008), maka studi
ini mencoba untuk melihat keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen
maupun komponen transitory volatilitas harga saham gabungan di Indonesia.
Kemudian akan dilihat juga bagaimana keberadaan transaksi asing dalam
komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham
sektoral yang memiliki kapitalisasi terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri
barang konsumsi dan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan sektor dengan
kapitalisasi tebesar lebih rentan tehadap pergerakan investor asing sehingga lebih
fluktuatif.
Maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham gabungan,
dari tahun 2007-2012?
2. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham sektoral ,
dari tahun 2007-2012?
3. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas
permanen (permanent volatility component) dari return saham gabungan, dari
tahun 2007-2012?
4. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas
permanen (permanent volatility component) dari return saham sektoral, dari
tahun 2007-2012?
5. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas
transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari
tahun 2007-2012?
6. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas
transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari
tahun 2007-2012?
7. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing
terhadap komponen volatilitas permanen di pasar saham masing-masing
8. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing
terhadap komponen volatilitas transitory di pasar saham sektor keuangan,
sektor industry barang konsumsi dan sektor pertambangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah transaksi investor
asing berpengaruh terhadap:
1. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap
return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012.
2. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap
komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return
saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham
sektoral dari tahun 2007-2012.
3. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap
komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return
saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham
sektoral dari tahun 2007-2012.
4. Dari ketiga sektor yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar yaitu sektor
keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan, sektor
manakah yang akan mengalami guncangan transaksi investor asing paling lama
atau paling cepat.
1.4 Manfaat Penelitian
Studi ini dilakukan dengan harapan dapat menambah khasanah literatur
yang mampu memberikan pedoman bagi penelitian atau studi selanjutnya. Selain
itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi otoritas pasar
saham yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dalam menentukan kebijakan
khususnya mengenai transaksi investor asing di pasar saham Indonesia dan harga
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Guna menghindari terlalu luasnya cakupan permasalahan dan supaya tidak
menyimpang dari tujuan penelitian, maka dalam pembahasan penelitian ini
dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Observasi yang dilakukan meliputi periode Januari 2007 sampai dengan Mei
2012.
2. Transaksi investor asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai
perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham
Saham merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling
populer. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang
atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Bursa
Efek Indonesia, 2012). Dengan penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut
memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan
berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Saham menjadi salah satu instrumen yang menarik bagi para investor
dikarenakan dengan memiliki saham para investor memiliki dua keuntungan
(Bursa Efek Indonesia, 2012), yaitu:
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan
dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan yang diberikan
setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital
Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder.
Namun, sebagai instrumen investasi, saham juga memiliki resiko antara
lain (Bursa Efek Indonesia, 2012):
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana
investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
2. Resiko Likuiditas
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan,
atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari
pemegang saham mendapat prioritas terakhir. Setelah seluruh kewajiban
perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan), jika
secara proposional kepada seluruh pemegang saham. Namun, jika tidak
terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan
memperoleh hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan resiko
terberat yang mungkin dialami oleh pemegang saham.
Menurut Bursa Efek Indonesia (2012), di dalam pasar sekunder atau dalam
aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi
baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi
karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Permintaan dan
penawaran atas saham tersebut terjadi karena banyak faktor, baik yang sifatnya
spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan
tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi
perekonomian mau pun non perekonomian suatu negara dimana perusahaan
tersebut berada.
2.1.2 Indeks Harga Saham
Seperti halnya kebanyakan variabel perekonomian lainnya, perubahan harga
saham mengalami fluktuasi yang tinggi dan cepat. Bean (2003) menjelaskan
bahwa harga ekuitas dapat berubah-ubah karena adanya komponen gelembung
eksogen dan stokastik, yang tumbuh secara eksponensial tetapi dapat runtuh.
Selama munculnya gelembung yang terjadi karena suku bunga (premi)
pembiayaan eksternal rendah, maka investasi, permintaan agregat dan output
potensial meningkat, sedangkan bila gelembung runtuh maka proses berbalik.
Detken dan Smets (2004) menemukan bahwa harga saham dan real estate
meningkat kuat selama periode boom atau kenaikan harga yang cepat dan jatuh
setelah periode boom. Pertumbuhan riil PDB sangat kuat selama boom, yang
terutama didorong oleh investasi swasta total dan juga tercermin dalam investasi
perumahan. Dan untuk melihat perubahan atau untuk memperbandingkan suatu
keadaan dengan keadaan sebelumnya, suatu formula statistik yang dapat
digunakan adalah angka indeks.
Indeks harga saham sering dipakai sebagai barometer kondisi
perekonomian di berbagai negara yang didasarkan pada kondisi pasar terkini. Hal
15
berbagai faktor, khususnya fenomena yang terjadi dalam perekonomian (BEI,
2012).
Penggunaan indeks harga saham memiliki manfaat sebagai berikut (BEI,
2012):
1. Memudahkan pemantauan atas perubahan harga saham setiap hari.
2. Memberikan gambaran mengenai perkembangan dari pasar modal secara
keseluruhan bahkan dapat menjadi indikator perkembangan perekonomian
suatu Negara.
3. Untuk memperkirakan keuntungan/kerugian yang akan diperoleh
berdasarkan ramalan atas gejala harga saham di waktu yang akan datang.
Salah satu indeks harga saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan
indikator pasar saham yang dihitung secara menyeluruh dari total saham yang
tercatat di BEI. IHSG mulai diperkenalkan tanggal 1 April 1983 untuk seluruh
saham preferen dengan tahun dasar tanggal 10 Agustus 1982, dimana saat itu
IHSG dihitung dengan nilai 100 dengan total saham yang tercatat sebanyak 13
saham. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar
(market value weighted average index). Secara matematis dapat ditulis:
(2.1)
Dimana:
NPt : rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikalikan
dengan harga pasar per lembar) dari saham-saham pada hari ke-t
ND : rata-rata tertimbang nilai pasar saham-saham pada tanggal 10 Agustus
1982
Selain IHSG yang bersifat umum, BEI juga mengeluarkan Indeks Saham
Sektoral yang merupakan sub indeks dari IHSG. Indeks Saham Sektoral ini
dikenal dengan nama IDX Sectoral Indices. Indeks ini mulai diperkenalkan
tanggal 2 Januari 1996. Indeks ini sangat berguna bagi para analis maupun
investor untuk menelaah sektor mana saja yang sedang tumbuh dan sedang turun.
IDX Sectoral Indices diklasifikasikan menjadi 9 sektor, yaitu sektor pertanian,
industri barang konsumsi, sektor properti, sektor infrastruktur, sektor keuangan,
dan sektor perdagangan.
2.1.3 Transaksi Asing
Sebagai akibat dari liberalisasi pasar modal menyebabkan transaksi di pasar
modal Indonesia semakin berkembang dan tanpa batasan negara. Jika sebelum era
liberalisasi transaksi hanya dapat dilakukan antar investor domestik, namun
setelah era liberalisasi transaksi dapat dilakukan antar investor domestik, antar
investor asing, maupun dari investor domestik ke investor asing atau sebaliknya.
Hal ini punya pengaruh positif bagi investor, baik lokal maupun asing, karena
para investor dapat membentuk suatu portofolio sekuritas optimal yang
merupakan kombinasi saham domestik maupun asing, sehingga akan mereduksi
tingkat resiko dari suatu portofolio saham. Aliran modal antar negara tidak akan
berhenti karena investasi dalam konteks global berbasis internasional akan
meningkatkan return dan mengurangi tingkat resiko bagi investor.
Teori mengenai pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing
dikemukakan oleh Stulz dan Wasselfallen (1995) sebagai berikut:
“under certain condition, such restriction maximaze firm value”.
Hal ini terjadi karena adanya perbedaan fungsi permintaan saham domestik antara
investor lokal investor asing, dimana permintaan investor asing kurang elastis
dibandingkan permintaan investor lokal. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan untuk menjual saham dengan premium pada investor asing, sehingga
perusahaan dapat dikatakan akan menciptakan nilai (Haryanto, 1998).
Ketertarikan investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam suatu bursa,
terutama bursa yang relatif baru berkembang disebabkan oleh tingkat efisiensi
bursa yang masih rendah. Penyebabnya antara lain adalah pertama, adanya
asymmetric information, dimana investor asing umumnya mempunyai banyak
akses pada informasi sehingga mereka lebih banyak memanfaatkan peluang ini
untuk memperoleh keuntungan. Kedua, adanya sikap dari emiten, terutama Chief
Executive Officer (CEO)-nya yang lebih tanggap pada kebutuhan investor asing
17
Transaksi asing selama ini telah menjadi leader dalam transaksi
perdagangan di bursa, sehingga mereka menjadi benchmark bagi investor lokal.
Bahkan banyak di antara investor lokal yang menjadi follower dalam mengambil
keputusan transaksi di bursa. Hal ini tidak lain disebabkan oleh berbagai faktor
seperti pengetahuan bursa dan jaringan informasi yang dimiliki.
Investor asing yang pada umumnya institusi memang memiliki karakter
yang berbeda jika dibandingkan dengan investor individu maupun lokal. Secara
umum, karakteristik investor asing adalah sebagai berikut:
1. Ukuran perusahaan.
Investor institusi asing dengan pertimbangan ketersediaan informasi yang
lebih banyak akan lebih memilih saham dari emiten/perusahaan besar.
2. Penguasaan informasi.
Investor institusi asing rata-rata lebih well informed dibandingkan dengan
investor individu dan lokal. Hal ini karena rendahnya marginal cost yang
dipikul oleh investor institusi dalam memperoleh informasi.
3. Analisis sekuritas.
Sebagai perusahaan multinasional, investor asing memiliki analis sekuritas
sendiri yang berpengalaman, sehingga mereka mendapatkan rekomendasi
yang realible.
4. Transaksi sekuritas.
Bagi investor asing institusi, efisiensi transaksi dan lembaga kliring bukan
masalah kritis karena mereka memakai jasa global custodian untuk
menangani transfer sekuritas dan kegiatan transaksi yang lain.
Terdapat dua hipotesis mengenai transaksi beli investor asing melalui
pasar modal (portfolio investment). Hipotesis pertama disebut dengan feedback
trading menyatakan bahwa transaksi beli investor asing disebabkan oleh adanya
ekspektasi perubahan harga pasar saham (return). Return yang lebih tinggi akan
mendorong lebih besar transaksi beli investor asing, sehingga terdapat hubungan
positif antara transaksi beli investor asing dengan return masa lalu di pasar saham.
Tetapi sebaliknya, transaksi beli investor asing berhubungan negatif dengan
volatilitas return saham, karena diasumsikan para investor asing adalah risk
resiko yang besar – cenderung akan menurunkan aliran modal masuk (Lin dan
Swanson, 2004).
Hipotesis kedua menyatakan bahwa transaksi beli investor asing yang
menyebabkan perubahan harga saham. Hipotesis ini dikenal dengan information
dissemination. Dalam hal ini, peningkatan transaksi oleh investor asing akan
meningkatkan harga saham (Froot et al, 2001). Peningkatan harga saham dapat
bersifat temporer maupun permanen. Jika peningkatan harga terjadi secara
temporer, maka hal ini dapat disebabkan karena adanya tekanan harga (excess
demand). Sedangkan jika peningkatan harga saham bersifat permanen, maka hal
ini mungkin disebabkan karena cerminan penurunan biaya modal jangka panjang
yang berhubungan dengan benefit dan adanya risk sharing.
Masuknya investor asing ke dalam bursa saham juga dapat menurunkan
volatilitas harga saham, hal ini terjadi jika diasumsikan investor asing yang
berinvestasi dalam bursa saham merupakan well-informed traders, bukan noise
traders atau spekulan. Meningkatnya partisipasi well-informed traders dalam
pasar saham akan meningkatkan kualitas dan reliabilitas informasi sehingga pasar
saham menjadi lebih efisien yang pada akhirnya dapat menurunkan volatilitas
harga saham. Peningkatan investor asing yang diasumsikan well-informed traders
sehingga menurunkan volatilitas harga saham ini dikenal dengan teori
investor-base (Holmes dan Wong, 2001).
Dibalik besarnya manfaat dari integrasi sistem keuangan dunia dan
meningkatnya global financial flows, terdapat resiko-resiko yang perlu
diwaspadai, khususnya oleh negara-negara emerging markets yang infrastruktur
sektor keuangannya masih lemah. Kecenderungan derasnya aliran modal jangka
pendek ke negara-negara emerging markets seringkali didasari oleh motif
spekulasi. Dampak buruk dari aliran modal jangka pendek yang sering dihadapi
oleh negara-negara tersebut adalah fenomena arus balik modal (capital reversal)
secara mendadak dalam jumlah besar. Hal ini dapat mengganggu stabilitas
keuangan dan membuat perekonomian terpuruk ke dalam krisis keuangan dan
perbankan (Kurniati, 2000).
Terdapat dua penjelasan atau teori mengenai dampak dari aktivitas
19
leverage effect, penjualan saham oleh investor asing kepada investor domestik
lebih disebabkan faktor price direction (profit oriented), yang kemudian tindakan
investor asing tersebut cenderung akan diikuti oleh investor domestik. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) di Indonesia dan
Thailand yang menemukan bahwa setelah era liberalisasi bursa saham, investor
domestik tidak lagi menjadi price setter tetapi cenderung menjadi price follower
yang dalam terminologi lain disebut dengan herding behavior. Hal tersebut
mengakibatkan semakin memperbesar supply saham sehingga terjadi penurunan
harga saham akibat excess supply. Selain mengakibatkan penurunan harga saham,
juga berdampak pada peningkatan volatilitas, hal ini terjadi karena harga saham
yang sedang tinggi pada saat investor asing melakukan penjualan berubah menjadi
lebih rendah dalam waktu singkat akibat excess supply. Sementara penjualan antar
investor asing cenderung lebih dimotivasi oleh faktor likuiditas dan sedikit
disebabkan oleh faktor price direction sehingga tidak mengakibatkan volatilitas
bursa saham.
Penjelasan kedua dikemukakan oleh Merton (1987), memperbesar
investor-base akan meningkatkan risk sharing dan harga saham. Meningkatkan
investor-base akan meningkatkan keakuratan informasi bursa saham dan
menurunkan volatilitas. Dengan demikian pembelian saham oleh investor asing
cenderung menurunkan volatilitas dengan meningkatkan investor-base. Keadaan
sebaliknya jika terjadi penjualan saham oleh investor asing akan menurunkan
investor-base dan cenderung meningkatkan spekulan atau noise traders sehingga
meningkatkan volatilitas. Sementara transaksi antar investor asing ataupun antar
investor domestik tidak merubah jumlah investor-base sehingga cenderung tidak
memengaruhi volatilitas.
Tetapi jika diasumsikan bahwa investor asing adalah bersifat noise traders
maka justru keberadaan investor asing akan menyebabkan ketidakstabilan pasar
saham dan membuat harga saham semakin volatile. Untuk itu, Holmes dan Wong
(2001) menyebutkan bahwa investor asing merupakan sumber dari volatilitas dan
2.1.4 Return dan Volatilitas Saham
Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah tingkat keuntungan
yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham
memungkinkan seorang investor untuk membandingkan keuntungan aktual
ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai saham pada
tingkatan pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain, return pun memiliki peran
yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham.
Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua unsur pokok return
total saham, yaitu capital gain dan yield. Capital gain merupakan hasil yang
diperoleh dari selisih antara harga pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan
(kurs jual). Artinya jika kurs beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor
dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss.
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen
terhadap harga saham periode sebelumnya.
Menurut Jorion (2007), return aset finansial merupakan random variable.
Ada dua metode untuk pengukuran return :
1. The aritmetic atau discrete
Pada metode ini rate of return merupakan penjumlahan dari capital gain dan
pembayaran dividen atau kupon dimana mempunyai persamaan sebagai
berikut:
(2.2)
2. Geometric rate of return
Pada metode ini rate of return merupakan logaritma dari rasio harga, yaitu:
(2.3)
Dalam penyederhanaan rumus maka untuk pembayaran dividen diasumsikan
nol (Dt = 0) sehingga persamaan diatas menjadi:
(2.4)
Dimana:
rt = rate of return pada hari t
21
Pt-1 = harga aset/saham pada saat t-1
Dt = pembayaran deviden pada saat t
2.1.5 Estimate of Volatility
Volatilitas return ditunjukan dengan varian atau standar deviasi return.
Volatilitas adalah pengukuran statistik variasi harga suatu instrumen (Butler,
1999). Dengan kata lain, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return.
Semakin tinggi volatilitasnya, maka kepastian return suatu saham semakin
rendah, begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan forecasting, volatilitas
umumnya diasumsikan konstan dari waktu ke waktu, walaupun kenyataannya
tidak. Menurut Watsham (1997), volatilitas yang konstan dari waktu ke waktu
disebut homoskedastic, sedangkan volatilitas yang tidak konstan disebut
heteroskedastic.
Volatilitas Konstan (Constant Volatility) dapat diukur menggunakan Standar
Deviasi (Standard Deviation), rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average)
dan Historical Simulation. Standar deviasi dapat digunakan untuk mengukur
volatilitas data yang memiliki distribusi normal. Standar deviasi mengukur
penyebaran atau distribusi yang merupakan jarak rata-rata perubahan harga terhadap
mean sebagai puncak.
Asumsi volatilitas dan korelasi biasanya konstan, tetapi kenyataannya
volatilitas dan korelasi pada data keuangan adalah tidak konstan, kadang
menunjukan ketidakteraturan. Bisa saja pada suatu periode volatilitasnya rendah
namun berikutnya diikuti dengan volatilitas tinggi. Hal ini disebut dengan
volatility clustering. Volatilitas tidak konstan (Non-Constant Volatility) dapat diukur
menggunakan metode Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedastic
(GARCH).
2.1.6 Permanent Component dan Transitory Component Volatility
Setiap data runtun waktu (time series) dapat didekomposisi menjadi dua
komponen additive, yaitu sebuah series yang stasioner dan sebuah random
walk. Bagian yang stasioner disebut sebagai komponen cyclical, didefinisikan
series. Sedangkan bagian yang random walk merupakan nilai tengah dari
distribusi yang diduga untuk jalur (model) masa depan dari series yang
sebenarnya.
Beveridge dan Nelson (1981) menyebutkan bahwa komponen permanen
ditunjukkan sebagai random walk dengan drift. Perbedaan antara komponen
permanen dan nilai sebenarnya dari series data merupakan momentum yang
terkandung dalam series pada suatu titik tertentu dan hal tersebut secara alami
mengukur komponen transitory atau cyclical-nya. Komponen transitory
merupakan proses stasioneritas dengan rata-rata nol. Pergerakan transitory atau
cyclical dapat diamati dalam data runtun waktu ekonomi dan dapat dipisahkan
dari komponen permanen atau trend yang memiliki peran penting dalam
membentuk pemikiran kita mengenai fenomena yang terjadi dalam perekonomian.
Dalam pasar saham juga terdapat dekomposisi komponen-komponen volatilitas.
Hal ini disebabkan agen-agen dalam pasar saham yang heterogen memiliki
horizon waktu perdagangan yang berbeda sehingga mengindikasikan adanya
volatilitas jangka pendek (short-run volatility) dan volatilitas jangka panjang
(long-run volatility) (Muller et al.,1997).
Andersen dan Bollerslev (1997) menunjukkan bahwa volatilitas pasar
mencerminkan agregasi dari berbagai komponen volatilitas yang saling bebas,
dimana masing-masing komponen tersebut memiliki struktur yang berbeda karena
perbedaan datangnya informasi. Informasi yang heterogen ini akan masuk ke
pasar sehingga menciptakan efek volatilitas jangka pendek (short-run) dan jangka
panjang (long-run). Lisenfeld (2001) juga menjelaskan bahwa sejumlah
kedatangan informasi dan sensitifitas berita merupakan faktor penting yang dapat
menjelaskan pergerakan dalam volatilitas perubahan harga saham. Volatilitas
jangka pendek utamanya disebabkan oleh proses kedatangan informasi,
sedangkan volatilitas jangka panjang disebabkan oleh sensitifitas berita baru.
Muller et al.(1997) berpendapat bahwa pedagang dalam jangka pendek akan
bereaksi terhadap komponen volatilitas transitory dengan meningkatkan aktivitas
perdagangan mereka, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan volatilitas. Park
et al. (2007) menyebutkan bahwa informasi yang memengaruhi seluruh pasar
23
berkaitan dengan fundamental makroekonomi. Di sisi lain, komponen transitory
dari conditional variance berasal dari noise traders atau market friction yang
didasarkan pada efek mikroekonomi dari struktur pasar keuangan.
2.1.7 Arus Modal Asing dan Harga Aset
Secara teoritis, pemodal asing dapat memengaruhi kinerja pasar modal
domestik secara positif maupun negatif. Menurut pandangan ekonom mainstream,
salah satu manfaat arus modal asing adalah mendorong kenaikan harga saham.
Arus modal asing membawa dampak pada price earning ratio (P/E ratio)
perusahaan. P/E ratio yang tinggi membuat ongkos pembiayaan menjadi lebih
rendah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai investasi perusahaan. Biaya
modal yang rendah dan pasar modal yang sedang booming juga dapat mendorong
perusahaan untuk melakukan emisi saham. Harga premium emisi baru menjadi
pendorong perusahaan lain untuk melakukan emisi saham (BAPEPAM-LK,
2008). Namun, peningkatan harga saham yang tidak masuk ke perusahaan –
hanya meningkatkan P/E ratio – tidak akan membawa multiplier pada
peningkatan output karena investasi hanya terjadi di pasar sekunder yang hanya
memengaruhi harga saham dan tidak terjadi aliran masuk modal ke perusahaan.
Hal inilah yang menjadi perhatian serius dalam transaksi di pasar sekunder.
Wang (2007) berpendapat bahwa peran asing dalam pasar sekunder dapat
dilihat dari dua aspek yaitu aktivitas perdagangan (trading) dan kepemilikan efek
(ownership). Keduanya akan akan memberikan dampak berbeda bagi volatilitas di
bursa. Peningkatan harga saham dalam jangka pendek akan meningkatkan
transaksi di pasar bursa sehingga memberikan dampak peningkatan volatilitas.
Sebaliknya peningkatan kepemilikan saham justru akan membawa pada
penurunan volatilitas. Hubungan negatif tersebut dinamakan sebagai dampak yang
menenangkan (calming effect) terhadap volatilitas harga saham yang akan datang.
Hubungan antara lonjakan modal dan booming harga aset domestik juga
cukup relevan dalam ekonomi negara-negara emerging markets. Negara-negara
emerging markets telah sering mengalami serangkaian siklus boom-bust yang
peningkatan investasi, harga aset naik, dan arus modal masuk meningkat, dan
berakhir dengan tahap meledak ketika semua berbalik (Kim & Yang, 2009).
Arus masuk modal dapat membantu ekonomi domestik dengan berbagai
cara, tetapi arus masuk modal yang besar juga dapat menghasilkan keadaan
ekonomi makro yang tidak diinginkan. Sejarah mencatat bahwa perekonomian di
negara-negara emerging markets sering mengalami periode arus masuk modal
yang cepat diikuti dengan arus keluar yang cepat juga, menghasilkan siklus
boom-bust. Periode awal aliran modal sering ditandai dengan apresiasi nilai tukar riil,
ekspansi kredit domestik, booming konsumsi dan/atau investasi, dan gelembung
harga aset. Seiring waktu, proses tersebut cenderung untuk membalikkan sendiri:
arus modal masuk bersih berubah menjadi arus keluar bersih dan ternyata boom
berubah menjadi bust, dengan konsekuensi yang merugikan bagi harga aset lokal
dan, sering, ekonomi riil. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
krisis Asia pada tahun 1990-an terkait dengan arus modal yang berlebihan (Kim &
Yang, 2009).
Kim dan Yang (2009) menyebutkan bahwa arus masuk modal dapat
memengaruhi harga aset dalam tiga cara. Pertama, arus masuk portofolio asing
langsung dapat memengaruhi permintaan untuk aset. Sebagai contoh, arus masuk
modal ke pasar saham meningkatkan permintaan dan, oleh karena itu, harga
saham. Selain itu, arus masuk portofolio kemudian dapat memengaruhi pasar lain.
Misalnya, sebagai arus modal ke pasar saham, adanya kenaikan harga saham tidak
serta-merta akan meningkatkan hasil (return) yang diharapkan dari saham
tersebut, tetapi hasil yang diharapkan dari saham dapat juga menurun. Investor
mungkin akan mencari keuntungan yang lebih tinggi di pasar aset lainnya, seperti
real estate dan obligasi, sehingga menempatkan tekanan terhadap harga aset
lainnya.
Kedua, arus masuk modal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah uang
beredar dan likuiditas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga aset. Arus
masuk modal cenderung menyebabkan nilai tukar nominal dan riil menjadi
terapresiasi. Jika otoritas moneter ingin menghindari hal tersebut, mereka harus
melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengimbangi kelebihan
25
menyebabkan akumulasi cadangan devisa dan karenanya, pasokan uang domestik.
Ketika hal ini mengarah ke peningkatan aliran likuiditas ke pasar aset, harga aset
mungkin akan melonjak. Intervensi mata uang asing dapat disterilkan dengan
menjual surat berharga pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Namun, jika
sterilisasi parsial, kemudian likuiditas dan aset harga dapat meningkat.
Ketiga, arus masuk modal cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi
yang kuat dan mengarah pada peningkatan harga aset dalam beberapa cara.
Ekspansi moneter mengikuti arus modal masuk dapat menyebabkan ledakan
ekonomi. Tingkat suku bunga dunia yang jatuh dapat menyebabkan ledakan
konsumsi dan ledakan investasi, dan juga penurunan suku bunga domestik, yang
pada gilirannya dapat meningkatkan investasi. Dan, untuk negara debitur,
penurunan tingkat suku bunga dunia akan menyebabkan efek pendapatan dan efek
substitusi, yang juga dapat menyebabkan ledakan konsumsi.
2.2 Tinjauan Empiris
Studi tentang bagaimana dampak transaksi investor asing dan volatilitas di
pasar modal telah banyak dilakukan, Neely dan Fawley (2012) melakukan
penelitian mengenai persistensi guncangan capital flows terhadap volatilitas di
pasar keuangan Jepang dengan menggunakan data harian1 Januari 2005 hingga 3
Desember 2010. Peubah transaksi yang dilakukan oleh investor asing maupun
domestik sebagai proksi capital flows serta volume perdagangan merupakan
peubah eksogen. Penelitian ini menggunakan metode GARCH dan CGARCH dan
hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan capital flows terhadap volatilitas
asset yang bersifat transitory lebih besar dibandingkan permanen. Guncangan
capital flows terhadap komponen transitory akan meningkatkan volatilitas,
sedangkan guncangan capital flows terhadap komponen permanen akan
menurunkan volatilitas di pasar saham maupun pasar uang Jepang.
Hammoudeh et al. (2010) antara lain ingin melihat dampak dari peubah
harga minyak dunia, Morgan Stanley Capital Index (MSCI), Federal Funds Rate
(FFR) terhadap volatilitas harga saham sektoral di Amerika. Selain itu, penelitian
ini juga ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara volatilitas
transitory volatilitas. Hasil penelitian menujukkan bahwa harga minyak dunia dan
MSCI memiliki dampak lebih besar terhadap volatilitas harga saham di Amerika
dibandingkan FFR. Sektor Konstruksi dan Industri Metal yang merupakan sektor
yang bersifat cyclical lebih responsif terhadap guncangan harga minyak dunia.
Sektor Industri Metal merupakan sektor yang paling responsif terhadap
peningkatan volatilitas MSCI. Guncangan harga minyak dunia dan MSCI akan
meningkatkan volatilitas transitory di semua sektor, kecuali Tembakau.
Sedangkan FFR justru menurunkan volatilitas transitory. Volume perdagangan
merupakan faktor penting dalam estimasi volatilitas. Pada model CGARCH
menunjukkan bahwa volatilitas transitory memiliki persistensi lebih rendah dan
durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan permanen volatilitas di semua
sektor.
Hammoudeh et al. (2009) menggunakan teknik multivariate yang terbaru
yaitu VAR-GARCH untuk melihat transmisi guncangan dan volatilitas di antara
sektor perbankan, industri dan jasa untuk Kuwait, Qatar dan Saudi Arabia.
Sedangkan sektor keuangan, asuransi dan jasa untuk Uni Emirates Arab (UEA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas masa lalu lebih besar
pengaruhnya terhadap volatilitas saat ini dibandingkan guncangan masa lalu dan
terjadi spillover volatilitas di antara ketiga sektor dalam masing-masing negara,
kecuali Qatar. Sektor perbankan lebih sensitif terhadap volatilitas masa lalu dan
sektor industri merupakan sektor yang paling volatil terhadap guncangan masa
lalu atau berita. Untuk para investor sebaiknya memilih sektor perbankan untuk
berinvestasi di Saudi Arabia, Qatar dan UEA. Sedangkan di Kuwait, sebaiknya
investor berinvestasi di sektor industri.
Penelitian yang dilakukan oleh Lai et al. (2008) bertujuan mempelajari
dampak perdagangan investor asing terhadap volatilitas saham di pasar saham
Taiwan. Dengan menggunakan GJR-GARCH, Lai et al. (2008) menemukan
bahwa perdagangan investor asing berhubungan positif dengan return saham saat
ini dan perdagangan investor asing juga dapat meningkatkan conditional
volatility.
Selanjutnya, Deo et al. (2008) menguji hubungan antara return saham,
27
menggunakan VAR dan EGARCH menemukan bahwa return saham dipengaruhi
oleh volume perdagangan dan begitu juga sebaliknya. Deo et al. (2008) juga
menemukan bahwa volume perdagangan berkontribusi terhadap informasi yang
terdapat pada return saham dan volatilitasnya.
Zarour dan Siriopoulos (2008) ingin mengetahui keberadaan dekomposisi
volatilitas return saham di sembilan negara emerging markets Asia Tengah
dengan menggunakan model komponen varians transitory dan permanen yang
dikembangkan oleh Lee dan Engle. Keberadaan struktur komponen volatilitas
disumbang oleh komponen volatilitas yang bersifat transitory dan volatilitas
permanen yang menurun secara perlahan dalam waktu lebih lama di Jordan,
Oman dan Saudi Arabia.
Studi yang dilakukan oleh Wang (2007) memfokuskan pada dampak
perdagangan harian yang dilakukan oleh investor asing setelah liberalisasi pasar
dan menjelaskan dinamika perubahan volatilitas di pasar karena perdagangan
investor asing di pasar saham Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian yang
dilakukan Wang (2007) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara
perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing dan volatilitas di pasar
saham Indonesia dan Thailand. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan adanya
hubungan yang negatif antara perdagangan yang dilakukan oleh investor asing
maupun investor lokal dengan volatilitas.
Clark dan Berko (1997) meneliti mengenai hubungan antara harga saham
di Mexico dengan pembelian bersih oleh investor asing dengan menggunakan data
bulanan dari Januari 1989 sampai dengan Maret 1996. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan 1 persen kapitalisasi pasar yang diakibatkan
oleh arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara
contemporaneous sebesar 13 persen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
base-boardening hypothesis, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa risk sharing yang
lebih besar dan peningkatan likuiditas akibat arus masuk modal asing akan
2.3 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai salah satu negara emerging markets sangat merasakan
lonjakan arus masuk modal asing. Keadaan tersebut semakin diperkuat dengan
peraturan investasi yang semakin longgar. Hal ini menyebabkan banyaknya arus
modal jangka pendek yang keluar/masuk ke pasar modal Indonesia di bawah
kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian lebih tinggi.
Aliran modal asing yang tinggi bagi emerging markets dapat menyebabkan
extreme volatility seperti krisis 1997.
Di satu sisi, kita perlu tetap menjaga keterbukaan Indonesia pada modal
asing yang masuk. Perekonomian yang sedang berkembang tetap memerlukan
asing. Namun di sisi lain, kita perlu mencermati jenis modal yang masuk. Modal
asing, terutama yang sifatnya portfolio dan berjangka pendek, apabila masuk
dalam jumlah besar dan waktu singkat akan menyebabkan kondisi yang tidak
sehat pada transaksi berjalan (unsustainable current account).
Aturan investasi di pasar modal Indonesia yang semakin longgar
menyebabkan porsi kepemilikan saham oleh investor asing terus mengalami
peningkatan. Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki
ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Selain tingginya
kepemilikan saham oleh asing, dana jangka pendek (hot money) yang masuk ke
pasar modal Indonesia juga sangat tinggi. Hal ini perlu diwaspadai karena
dana-dana tersebut rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh sentimen dan gejolak
di pasar modal sehingga menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara
besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar
modal domestik.
Dalam konteks pasar modal, ketergantungan terhadap investor asing
tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau
membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar
modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan
ketidakstabilan finansial. Di sinilah perlunya otoritas masing-masing negara di
Asia melakukan langkah-langkah pengamanan. Upaya otoritas moneter untuk