PENGARUH PEMBERIAN VARIASI KONSENTRASI MASERATBUNGA KECOMBRANG (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)
SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAPNYAMUK Aedes spp
SKRIPSI
Oleh:
Lia Andriani Tarigan 091201139 Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
LIA ANDRIANI TARIGAN:The Effect of GivingVariation
ofConcentrationKecombrangFlowers Extract(Etlingera elatiorJackR. M.Sm) asNatural Insectiside AgainstAedessppSupervised by RIDWANDTY BATUBARA and SUMARDI.
Aedes spphave been public health problems, such as dengue, yellow fever, chikungunya and others. One way to eradicate mosquitoes that most commonly used is to use insecticides. The use of chemical insecticides aimed at killing the adult mosquitous also poses its own problems is the emergence of resistance of mosquitoes and toxic effects in humans. Therefore, the necessary existence of alternative insecticides that are safer for the environment. One of that is considered as natural insecticide is kecombrang (Etlingera elatiorJackR. M. Sm) flowers. The purpose of this research is to prove that kecombrang flowers extract has potential as an insecticide againstA. spp. This research is a laboratorial experimental research with true experimental post test only control group design.The repetitions were done three times with four types of solutions which are, control (aquades), and kecombrang extracts 3%, 4.5%, 6%. Every repetitions were perceived at 3 intervals 10 minutes, 20 minutes , 30 minutes. Mortality of A. spp seen after 24th hours. From the One Way ANOVA test found significant differences in each flower extract concentration effect kecombrang Based on the result of this research, it is conclude that extract of kecombrang flowers have a potential as an insecticide againstA. spp.and effective in 4.5 % concentrate.
ABSTRAK
LIA ANDRIANI TARIGAN: Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) sebagai Bioinsektisida terhadap Nyamuk Aedes spp di bawah bimbingan RIDWANDTI BATUBARA dan SUMARDI.
Aedes spp menyebabkan masalah kesehatan masyarakat, seperti demam berdarah, demam kuning, chikungunya dan lain-lain. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida kimia yang bertujuan untuk membunuh nyamuk pada saat ini menimbulkan masalah sendiri yaitu munculnya resistensi nyamuk dan efek toksik pada manusia.Oleh karena itu, diperlukan adanya insektisida alternatif yang lebih aman bagi lingkungan.Salah satu yang dianggap berpotensi sebagai insektisida alami adalahbunga kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji bahwa ekstrak bunga kecombrang memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamukA. spp. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan post test eksperimental dengan rancangan yang benar. Pengulangan dilakukan tiga kali dengan empat jenis perlakuan yaitukontrol (aquades), dan ekstrakkecombrang 3%, 4,5%, 6%. Setiap pengulangan dilakukan pada 3 interval waktu yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit. KematianA. spp terlihat setelah 24 jam. Dari uji One Way ANOVA menemukan perbedaan yang signifikan dalam setiap efek konsentrasi ekstrak bunga kecombrang Berdasarkan hasil penelitian ini ekstrak kecombrang bunga memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk A. spp dan efektif pada konsentrasi 4.5 %.
RIWAYAT HIDUP
Lia Andriani dilahirkan di Binjai, Kabupaten Langkat pada tanggal 27
Agustus 1991 dari bapak Ripin Tarigan dan ibu Marni Kemit. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri 020618 Binjai, tahun 2006 lulus
dari SMP Negeri 1 Binjai, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Binjai dan
pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS), anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA).Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum Anatomi Kayu.
Penulis mengikuti kegiatan Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan
Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo tahun
2011.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur, Malang dari tanggal 1 Februari sampai 2
Maret 2013. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) sebagai Bioinsektisida terhadap Nyamuk Aedes spp” di
bawah bimbingan Ridwanti Batubara S.Hut., M.P., dan Sumardi S.Si., M.Sc.,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikanhasilpenelitianini.Hasilpenelitianiniberjudul “Pengaruh Pemberian
Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M.
Sm) sebagai Bioinsektisida terhadap Nyamuk Aedes spp”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ridwanti Batubara S.Hut.,M.P dan Sumardi
S.Si.,M.Sc.,Aptselakuketuadananggotakomisipembimbing penulis yang telah
memberi bantuan, arahan, bimbingan serta masukan yang bermanfaat
dalampenulisanskripsi ini.
2. Bapak Hadi Kurniawan atas bantuannya selama di Laboratorium
Entomologi,Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan
Penyakit ( BTKLPP), Medan.
3. Kedua orang tua tersayang R. Tarigandan M. Kemitsertakakakpenulis (Dewi
Tarigan),adikpenulis(Jefry Tarigan) dan orang terkasih (Rio Agha Donanza)
yang selalu memberi doa, dukungan materi,dan semangat serta motivasi.
4. Teman-teman 1 Tim yaitu Citra Dewi Turnip, Ayu Rahayu Efendi Surbakti,
Wilna Fikriah, Samuel Fransiscus, dan Richie Nababan.
5. Teman-teman tersayang Ulinar Amantha, Rionaldo Damanik, Vicky F
Sihombing, Joy Yusran S dan seluruh teman-teman Teknologi Hasil Hutan
6. Semua staf pengajar dan keluarga besar program studi kehutanan khususnya
Teknologi Hasil Hutan 2009 yang telah banyak memberikan bantuan dan
motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kesalahan.Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang membutuhkan.
Hal.
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
Hipotesis Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Nyamuk Aedes spp ... 4
Klasifikasi Nyamuk Aedes spp ... 4
Morfologi Nyamuk Aedes spp ... 5
Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp ... 5
Bioinsektisida ... 6
Kecombrang ... 9
Ekstraksi ... 11
BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 14
Prosedur Penelitian ... 14
Pengujian Variasi Konsentrasi Maserat terhadap Aedes spp ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) terhadap terjadinya Knock Down (KD) pada Nyamuk Aedes spp……… 20
Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)terhadap kematian nyamuk Aedes spp………... 22
Pengujian Nyamuk Aedes spp terhadap Produk Pasar ( Produk X) sebagai Pembanding terhadap Maserat Bunga Kecombrang (E.Elatior Jack R. M. Sm)…….……. 26
LAMPIRAN……….. 33
No Hal.
1. Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang mengalami KD
pada Semua Perlakuansetiap 10 Menit
Pengamatan selama 30 Menit……… 20
2. Uji DMRT Knock DownAedes Spp………... 22 3. Hasil Pengamatan Kematian Nyamuk Aedes spp dalam
Waktu 1 x 24 Jam Setelah
Penyemprotan... 22
4. Uji DMRT Kematian Aedes Spp………... 24
5. Hasil Pengamatan Kematian nyamuk menggunakan
Produk X selama 30 menit ………... 26
No Hal.
1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp………. 6 2. Persentase Nyamuk yang Mengalami KD……… 21
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1. Hasil Screening Fitokima Kecombrang……… 34
2. Flow Chart Pembuatan Maserat Bunga Kecombrang……….. 35
3. Flow Chart Pengujian Maserat Bunga Kecombrang
terhadapAedes spp……… 36
4. Data Hasil Pengamatan Aedes spp yang mengalami KD…………. 37 5. Hasil analisis ragam nyamuk Aedes spp yang mati………... 38
6. Dokumentasi Penelitian………. 39
ABSTRACT
LIA ANDRIANI TARIGAN:The Effect of GivingVariation
ofConcentrationKecombrangFlowers Extract(Etlingera elatiorJackR. M.Sm) asNatural Insectiside AgainstAedessppSupervised by RIDWANDTY BATUBARA and SUMARDI.
Aedes spphave been public health problems, such as dengue, yellow fever, chikungunya and others. One way to eradicate mosquitoes that most commonly used is to use insecticides. The use of chemical insecticides aimed at killing the adult mosquitous also poses its own problems is the emergence of resistance of mosquitoes and toxic effects in humans. Therefore, the necessary existence of alternative insecticides that are safer for the environment. One of that is considered as natural insecticide is kecombrang (Etlingera elatiorJackR. M. Sm) flowers. The purpose of this research is to prove that kecombrang flowers extract has potential as an insecticide againstA. spp. This research is a laboratorial experimental research with true experimental post test only control group design.The repetitions were done three times with four types of solutions which are, control (aquades), and kecombrang extracts 3%, 4.5%, 6%. Every repetitions were perceived at 3 intervals 10 minutes, 20 minutes , 30 minutes. Mortality of A. spp seen after 24th hours. From the One Way ANOVA test found significant differences in each flower extract concentration effect kecombrang Based on the result of this research, it is conclude that extract of kecombrang flowers have a potential as an insecticide againstA. spp.and effective in 4.5 % concentrate.
ABSTRAK
LIA ANDRIANI TARIGAN: Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) sebagai Bioinsektisida terhadap Nyamuk Aedes spp di bawah bimbingan RIDWANDTI BATUBARA dan SUMARDI.
Aedes spp menyebabkan masalah kesehatan masyarakat, seperti demam berdarah, demam kuning, chikungunya dan lain-lain. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida kimia yang bertujuan untuk membunuh nyamuk pada saat ini menimbulkan masalah sendiri yaitu munculnya resistensi nyamuk dan efek toksik pada manusia.Oleh karena itu, diperlukan adanya insektisida alternatif yang lebih aman bagi lingkungan.Salah satu yang dianggap berpotensi sebagai insektisida alami adalahbunga kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji bahwa ekstrak bunga kecombrang memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamukA. spp. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan post test eksperimental dengan rancangan yang benar. Pengulangan dilakukan tiga kali dengan empat jenis perlakuan yaitukontrol (aquades), dan ekstrakkecombrang 3%, 4,5%, 6%. Setiap pengulangan dilakukan pada 3 interval waktu yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit. KematianA. spp terlihat setelah 24 jam. Dari uji One Way ANOVA menemukan perbedaan yang signifikan dalam setiap efek konsentrasi ekstrak bunga kecombrang Berdasarkan hasil penelitian ini ekstrak kecombrang bunga memiliki potensi sebagai insektisida terhadap nyamuk A. spp dan efektif pada konsentrasi 4.5 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vektor penyakit yang sampai saat ini sering menimbulkan masalah
kesehatan khususnya di Indonesia adalah nyamuk Aedes spp yangterdiri dari
Aedes Egypti dan Aedes Albopictus dan merupakan serangga yang banyak terdapat di daerah perumahan yang dapat bertindak sebagai vektor penyakit
demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes spp yang mengandung virus dengue dalam tubuhnya. Nyamuk ini
mendapat virus dengue yang terinfeksi pada waktu menghisap darah dan disimpan
dalam darahnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus dengue akan
berkembang biak dalam tubuh orang itu selama 4 sampai 7 hari sehingga dapat
menjadi sumber penularan. Dalam waktu satu minggu setelah digigit nyamuk
tersebut, orang tersebut akan dapat menderita penyakit demam berdarah dengue
yang dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 2004).
Cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah dengan
pengendalian vektor nyamuk sebagai penular. Pengendalian vektor nyamuk Aedes
spp dapat dilakukan dengan cara menggunakan insektisida atau tanpa menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida yang berlebihan dan berulang
dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu pencemaran lingkungan
dan mungkin timbul keracunan pada manusia dan hewan. Untuk mengurangi efek
samping dari bahan kimia maka perlu dikembangkan obat-obat penolak nyamuk
dari bahan yang terdapat di alam yang lebih aman untuk manusia dan lingkungan,
Insektisida nabati (hayati) atau bioinsektisida diartikan sebagai suatu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.Oleh karena terbuat dari
bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai
(biodegradable). Bioinsektisida bersifat “pukul dan lari” (hit and run), yaitu
apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah
serangga terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam (Kardinan,
2004).
Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap tumbuhan yang mengandung
bahan aktif tertentu yang dapat mengendalikan nyamuk. Tambunan (2007) dengan
menggunakan hasil maserat daun tembakau (Nikotiana tabacum) 2% yang disemprotkan pada nyamuk A. aegypti dewasa dan diamati selama 30 menit
dengan interval waktu 5 menit menunjukkan total jumlah nyamuk yang mati
sebanyak 80 ekor (100%). Penelitian lainnya oleh Simanjuntak (2006) terhadap
hasil maserasi bunga krisan, pada konsentrasi 0,4% dapat membunuh nyamuk
Aedes spp sebanyak 100% yang dilihat dari 5 kotak pengamatan yang masing - masing berisi 20 ekor nyamuk. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian
Anggarini (2010)yang meneliti Uji Potensi Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Insektisida Alami Terhadap Nyamuk Culex sp dengan metode penyemprotan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
persentase kematianCulex sp sebesar 74,8% menggunakan konsentrasi 5%.Kecombrang yang merupakan salah satu hasil hutan non kayu (HHNK) yang
melimpah jumlahnya dapat dijadikan salah satu bahan bioinsektisida Aedes spp
Berdasarkanuraian di atas maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut
mengenai pengaruh pemberian maserat bunga kecombrang terkait penggunaan
konsentrasi yang tepat dalam membasmi nyamuk Aedes Sppdengan menggunakan beberapa variasi konsentrasi sebagai bioinsektisida yang ampuh dan ramah
lingkungan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh & konsentrasi
maserat yang paling tepat dari bunga kecombrang terhadap kematian nyamuk
Aedesspp.
Manfaat
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi suatu alternatif
penggunaan bioinsektisida yang aman dan mudah didapat dalam upaya
pengendalian nyamuk Aedes spp dan sebagai bahan masukan kepada masyarakat dalam perluasan pemanfaatan bunga kecombrang
Hipotesis
Kandungan maserat pada bunga kecombrang dan konsentrasi maserat
TINJAUAN PUSTAKA
NyamukAedes spp
Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama
Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota, A. aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa
virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia.Mengingat keganasan
penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui
cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran
penyakit demam berdarah.Banyaknya jumlah korban yang berjatuhan membuat
publik tersadarkan betapa penyakit infeksi yang tergolong tua ini masih dan
bahkan kian membahayakan.Penyakit DBD terjadi karena virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti.Penyakit itu dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak, serta
menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Anies, 2006).
a.Klasifikasi Nyamuk Aedes spp
Aedes spp penyebarannya sangat luas, meliputi hampir semua daerah
tropis di seluruh dunia. Nyamuk Aedes Egypti dan Aedes Albopictus menyebarkan virus denggi.Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vektor) dan bersama A. albopictus menciptakan siklus persebaran
dengue di desa dan di kota. Terdapat dua jenis denggi yang paling berat iaitu
demam denggi yang biasa dilaporkan, nyamuk Aedes Egypti dan Aedes Albopictus
juga menyebarkan alfavirus yang menyebabkan penyakit chikungunya. Nyamuk
Aedes Egypti juga menyebarkan arbovirus dari famili Flaviviridae, yang menyebabkan demam kuning. Mengingat keganasan penyakit DBD masyarakat
harus mampu mengenali dan mengetahui cara – cara mengendalikan jenis nyamuk
ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit DBD (Wikipedia, 2008).
Kedudukan nyamuk Aedes spp dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda (hewan yang memiliki kaki berbuku-buku)
Kelas : Insecta (serangga)
Bangsa: Diptera (bersayap)
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Spesies : Aedes spp (Gandahusada, dkk, 2000). b. Morfologi Nyamuk Aedes spp
Nyamuk Aedes spp biasanya berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus). Telur Aedes spp
mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai
gambaran kain kasa. Sedangkan larva nyamuk Aedes spp dewasa memiliki ukuran sedang, dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi
sisik dengan garis-garis putih keperakan (Judarwanto, 2007).
c. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp
Spesies ini mengalami metamorfosis yang sempurna. Nyamuk betina
meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada diding
sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur, setelah kira-kira dua hari baru menetas
menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh
menjadi pupa dan untuk menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9-10 hari
(Gandahusada, dkk, 2000).
Gambar 1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp (docstoc.com) Bioinsektisida
Secara umum bioinsektisida atau insektisida nabati di artikan sebagai
suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati
relatif mudah di buat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas, oleh karena
terbuat dari bahan alami nabati. Penggunaan insektisida nabati dimaksudkan
bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan insektisida sintetis,
hanya merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya
tergantung kepada insektisida sintetis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan
insektisida sintetis dapat di minimalkan sehingga lingkungan yang di
akibatkannya pun diharapkan dapat di kurangi pula (Naria, 2005).
Setiap tumbuhan atau tanaman mengandung sejenis zat yang disebut fito
kimia, merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat
sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung
dalam makanan. Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat-zat
kombinasi fitokimia ini di dalam tubuh manusia memiliki fungsi tertentu yang
berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara lain menghasilkan enzim-enzim
sebagai penangkal racun (detoksifikasi), merangsang sistem pertahanan tubuh
(imunitas), mencegah penggumpalan keping-keping darah (trombosit),
menghambat sintesa kolesterol di hati, meningkatkan metabolisme hormon,
meningkatkan pengenceran dan pengikatan zat karsinogen dalam liang usus,
menimbulkan efek anti bakteri, anti virus dan anti oksidan, mengatur gula darah
serta dapat menimbulkan efek anti kanker (Harborne, 1984).
Pestisida alami adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman
atau tumbuhan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana yaitu dengan
menggunakan hasil perasan, maserat, rendaman atau rebusan bagian tanaman baik
berupa daun, batang, akar, umbi, biji ataupun buah misalnya maserat kulit kayu
Accacia auricoliformis A (Yanti, dkk, 2008), maserat daun mimba (Priadi, 2007) . Ada beberapa senyawa bioaktif yang terdapat di alam yang memiliki sifat
racun terhadap larva nyamuk A. aegypti seperti saponin, alkaloid, dan kuinon (Mulyana 2002, Cheng et al. 2003, Chapagain et al. 2008).Senyawa bioaktif dapat bersifat racun dalam dosis tertentu yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Tingkat
konsentrasi suatu senyawa bioaktif yang dapat menyebabkan keracuanan
ditentukan dengan lethal concentration (LC).LCada beberapa tingkatan, seperti
LC50 yaitu konsentrasi dari suatu senyawa bioaktif yang menyebabkan 50% dari
suatusenyawa bioaktif yang menyebabkan 90% dari suatu populasi organisme
mengalami mortalitas (Andriani, 2008).
Penolakan serangga atau binatang untuk memakan tumbuhan tersebut
dapat disebabkan karena tumbuhan memiliki kandungan senyawa kimia yang
sifatnya sebagai allomone, yakni memberi efek negatif terhadap perkembangan serangga.Senyawa-senyawa kima tersebut dikenal dengan istilah metabolit
sekunder, yang bersifat sebagai senyawa bioaktif.Senyawa bioaktif yang
terkandung tersebut diduga memiliki peranan yang sangat besar dalam
meningkatkan sifat anti nyamuk dalam mematikan nyamuk.Senyawa-senyawa
bioaktif tersebut juga dapat merusak sistem saraf nyamuk menyebabkan sistem
saraf tidak berfungsi dan pada akhirnya dapat mematikan nyamuk (Nasir dan
lasmini, 2008).
Pembuantan insektisida nabati dapat di lakukan secara sederhana atau
secara laboratorium. Cara sederhana (jangka pendek) dapat di lakukan dengan
penggunaan maserat sesegera mungkin setelah pembuatan maserat di lakukan.
Cara laboratorium (jangka panjang) biasanya di lakukan oleh tenaga ahli yang
sudah terlatih hal tersebut menyebabkan produk insektisida nabati menjadi mahal.
Hasil kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama. Untuk
menghasilkan bahan insektisida nabati dapat di lakukan teknik sebagai berikut:
1. Penggerusan, penumbukan atau pengepresan untuk mengahasilkan produk
berupa tepung, abu atau pasta.
2. Rendaman untuk produk maserat.
khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus
(Kardinan, 2004).
Kecombrang(Etlingera elatior Jack R. M. Sm)
Kecombrang atau asam cekala (Etlingera elatior) merupakan salah satu
keluarga Zingiberacea yang asli tumbuh di Indonesia. Kecombrang atau yang biasa dikenal masyarakat Sumatera Utara sebagai kencong atau kincung atau
honje di kalangan masyarakat Sunda telah lama dipergunakan sebagai penyedap
masakan untuk mendapatkan rasa asam yang sedap dan menyegarkan.Tanaman
ini sendiri adalah tanaman tahunan berbentuk semak dengan ketinggian 1-3 m
dengan batang semu yang tegak dan berpelepah serta bentuknya menyerupai
rimpang. Daun kecombrang sendiri merupakan daun tunggal dengan bagian ujung
dan pangkal runcing. Panjang daun kecombrang sekitar 20-30 cm, dengan lebar
5-15 cm. Daunnya berwarna hijau dengan pertulangan daun menyirip. Sedangkan
bunga kecombrang, yang dipakai dalam penelitian ini, merupakan bunga
majemuk berbentuk bongkol dengan panjang tangkainya sekitar 40-80 cm. Bunga
kecombrang berwarna merah jambu, berbulu jarang dan didalamnya terdapat
benang sari berwarna kuning dan putik berwarna putih (Naufalin, 2005).
Pada dasarnya, yang disebut dengan bunga kecombrang adalah suatu
karangan bunga yang terdiri atas bagian bunga, daun pelindung, daun gagang,
daun gantilan, kelopak, mahkota, putik, dan buah. Bunga kecombrang adalah
bunga majemuk yang terdiri atas bunga-bunga kecil di dalam karangan bunga dan
muncul pada saat bunga sudah tua. Rimpang bunga kecombrang
digunakansebagai pewarna untuk mendapatkan warna kuning. Batang semunya
anyam-anyaman. Buah kecombrang juga dapat digunakan untuk membuat
manisan (Soedarsono, 1994).
Kandungan kimia yang terdapat di daun, batang, bunga, dan rimpang
kecombrang adalah saponin dan flavonoid. Selain itu, kecombrang juga
mengandung polifenol dan minyak atsiri. Kecombrang mengandung flavonoid, tanin, dan steroid/triterpenoid, pada minyak atsiri yang bagian utamanya
terpenoid, zat inilah penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada minyak
tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian
alam dan juga untuk rempah rempah serta sebagai senyawa cita-rasa di dalam
industri makanan (Harbone,1897).Kecombrang juga dapat dijadikan pengawet
alami serta memiliki senyawa antioksidan berupa vitamin E (Tokoferol). Fungsi
vitamin E adalah sebagai antioksidan, merangsang reaksi kekebalan, mencegah
penyakit jantung koroner, mencegah keguguran dan sterilisasi dan sebagainya
(Antoro ,1995).
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Genus : Etlingera
Spesies : Etlingera elatior (Jack) R. M. Sm.
Kecombrang memiliki aroma yang khas, Bau tersebut dihasilkan oleh
cairan fenol yang ada di dalam bunga.Tampubolon et al. (1983) menyebutkan
bahwa kecombrang mengandung senyawa bioaktif seperti polifenol, alkaloid,
flavonoid, steroid, saponin dan minyak atsiri yang diduga memiliki potensi
sebagai antioksidan.Kandungan minyak atsiri pada kecombrang mempunyai bau
yang sangat menyengat dan tidak disukai oleh nyamuk, sebab efek kandungan
tersebut bisa mempengaruhi syaraf pada nyamuk dan akibat yang ditimbulkannya
adalah nyamuk mengalami kelabilan dan akhirnya mati (Ika Sartika , 2012).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk
memisahkan dua zat atau komponen dalam suatu bahan.Ekstraksi biasanya
digunakan untuk memisahkan dua zat berdasarkan beda kelarutan antara satu zat
dengan zat lain. Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda,
biasanya air dan yang lainnya
A. Cara Dingin
Pembagian metode Ekstraksi menurut DiJen POM (2000) adalah :
1. Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam)
: adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam
buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 1995).
Bahan nabati dalam dunia farmasi lebih dikenal dengan istilah “simplisia
nabati”.Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah
menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali
diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya.Pelarut-pelarut tersebut ada yang
bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga
pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut
pelarut non polar atau pelarut organik).Metode Maserasi umumnya menggunakan
pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di
maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan
zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses
pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke
dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara
penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya
perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya
difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai
keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses
keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi
(istilahnya “jenuh”). Dalam kondisi ini, proses Ekstraksi dinyatakan selesai, maka
zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu
masing-masing 50% (Hidayatulfathi, 2003).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.Proses
ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan maserat) yang terus menerus
sampai maserat yang diinginkan habis tersari(Hidayatulfathi, 2003).
B. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
2. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (± 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
3. Digesti
Digesti adalah ekstraksi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperatur 40-50ºC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 96-98ºC selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Sokhletasi
Sokhletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013.Maserasi bunga
kecombrang dilakukan di Laboraturium Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.Pengujian terhadap Aedes spp dilakukan di Laboraturium Entomologi, BTKLPP, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah bunga kecombrang
(Etlingera elatior) yang diperoleh dari hutan rakyat Sibolangit.Alkhohol 70 % sebagai pelarut,air gula, aquadest, jentik nyamukA. spp, nyamuk Aedes spp
dewasa, kloroform. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring,
pisau, timbangan, blender, saringan, beaker glass, jam, alat penyemprot, aspirator,
pipet, erlenmeyer, hygrometer, thermometer, wadah tempat kecombrang, wadah
tempat larva, alat tulis, kotak pemeliharaan sebanyak 2 buah berukuran 50 cm x
30 cm x 30 cm (p x l x t) yang ditutupi dengan kasa dengan alas terbuat dari
triplek, kotak perlakuan sebanyak 4 kotak berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm (p x l
x t) yang ditutupi dengan kasa dengan alas terbuat dari triplek.
Prosedur Penelitian
Pengembangbiakan Nyamuk Aedes spp
1. Siapkan kotak pemeliharaan nyamuk dengan ukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm.
2. Sediakan wadah kecil yang berisi air bersih.
3. Kemudian masukkan larva nyamuk Aedes spp ke dalam wadah kecil yang berisi air bersih dan letakkan di dalam kotak pemeliharaan.
4. Atur suhu dan kelembaban yang cocok untuk pertumbuhan nyamuk di dalam
kotak pemeliharaan (15ºC-45ºC)
5. amati kotak pemeliharaan dan apabila jentik telah berubah menjadi kepompong
lalu masukkan air gula/madu ke dalam kotak pemeliharaan untuk makanan
nyamuk setelah keluar dari kepompong.
6. Setelah nyamuk tersebut keluar dari kepompong nyamuk tersebut ditangkap
dengan aspirator dan dipindahkan ke kotak perlakuan masing-masing sebanyak
25 ekor sebagai sampel penelitian.
Pembuatan Maserat Bunga Kecombrang
Untuk mendapatkan maserat kecombrang dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Ditjen POM, 2000) :
1. Bunga kecombrang segar disiapkan sebanyak 10.000 gdikeringkan di
dalam lemari pengering suhu 40ºC sehingga diperoleh simplisia dari
bunga kecombrang tersebut yang kemudian dicincang menjadi
potongan-potongan kecil
2. Simplisia dihaluskan dengan menggunakan blender
3. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah yang berisi pelarut alkohol 70%
pelarut baru dan selanjutnya diberikan perlakukan sama dengan yang
pertama sambil diaduk sesekali
4. Simplisia dikeluarkan, saring menggunakan kertas saring
5. Pelarut yang dipisahkan dari maserat harus dipisahkan
denganmenggunakanrotary evaporator.
6. Hasil maserat kecombrang siap di gunakan pada objek penelitian terhadap
nyamuk Aedes spp dengan konsentrasi 0 % sebagai kontrol, 3%, 4.5%, 6% sebagai perlakuan.
Pembuatan Variasi Konsentrasi Maserat
Cara untuk mendapatkan masing-masing kosentrasi maserat bunga
kecombrang adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi 0% diperoleh dengan menggunakan aquadest sebanyak 100
ml tanpa penambahan larutan kecombrang.
2. Konsentrasi 3% diperoleh dengan menambahkan maserat kecombrang
sebanyak 3 grdanaquadest hingga mencapai 100 ml.
3. Konsentrasi 4.5% diperoleh dengan menambahkan maserat kecombrang
sebanyak 4.5 grdanaquadest hingga mencapai 100 ml.
4. Konsentrasi 6% diperoleh dengan menambahkan maserat kecombrang
sebanyak 6 grdanaquadest hingga mencapai 100 ml.
Definisi Operasional
1. Jumlah nyamuk adalah sebanyak 300 ekor yang belum disemprot dengan
beberapa konsentrasi maserat kecombrang.
2. Maserat adalah maserat kecombrang dengan metode maserasi yang akan
disemprotkan terhadap nyamuk Aedes spp melalui bebrapa variasi konsentrasiyaitu: 0 %, 3 %, 4.5 %, dan 6 %.
4. Knock Down adalah kelumpuhan atau efek langsung jatuh pada nyamuk yang
ditandai dengan melemahnya nyamuk dan tidak dapat terbang lagi
5. Jumlah nyamuk Aedes spp yang mati adalah : banyaknya nyamuk Aedes spp
yang Knock Down setelah dilakukan perlakuan penyemprotan hasil beberapa maseratkecombrang yang diamati selama 30 menit dengan interval waktu
setiap 10menit dan didiamkan dalam waktu 1 x 24 jam (WHO) yang ditandai
dengan nyamuk tidak bergerak , dan tidak dapat terbang.
6. Keefektifan maserat kecombrang adalah : kosentrasi maserat kecombrang yang
paling rendah yang dapat membunuh nyamuk A. spp, sebanyak 50 % hewan percobaan (LC/LD50)
7. Pada akhir penelitian nyamuk yang masih hidup dibunuh dengan menggunakan
kloroform.
Analisis Data
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dimana percobaan dilakukan dengan 3 macam perlakuan
dan satu kontrol, perlakuan penyemprotan dengan konsentrasi maserat
interval waktu 10 menit, serta 3 kali pengulangan. Model statistik yang digunakan
adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij +Σijk
(Sumber:Hanafiah, 2010)
Keterangan:
Yijk = Respon dari pemberian maserat kecombrang terhadap nyamuk pada
pemberian konsentrasi ke- i , waktu ke-j serta ulangan ke-k
μ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh konsentrasi maserat bunga kecombrang ke-i
βj = Pengaruh waktu pengamatan ke-j
(αβ)ij = Pengaruh pemberian maserat bunga kecombrang pada interaksi antara
konsentrasi maserat kecombrang dan waktu pengamatan ke – j
Σijk = Pengaruh pengacakan pada pemberian maserat kecombrang terhadap
nyamuk pada pemberian konsentrasi ke- i , waktu pengamatan ke-j serta
ulangan ke-k .
Hipotesis yang diujiadalah :
Ho :Pemberian maserat bunga kecombrang tidak berpengaruh pada kematian
nyamuk Aedes spp
H1 :Pemberian maserat bunga kecombrang berpengaruh pada kematian
nyamuk Aedes spp
Jika F hitung ≤ F tabel maka Ho diterima dan jika F hitung > F tabel maka
Ho ditolak. Untuk mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara
maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan
(Duncan Multiple Range Test)
Pengujian Variasi Konsentrasi Maserat terhadap Aedes spp
1.Masing-masing 25 ekor nyamuk Aedes spp dewasa diambil dari kotak pemeliharaan dengan menggunakan alat aspirator dan dimasukkan ke dalam
kotak perlakuan yang telah di beri lebel A untuk perlakuan penyemprotan
dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol : kotak B untuk konsentrasi 3%, kotak C
untuk konsentrasi 4.5%, kotak D untuk konsentrasi 6% .
2. Lakukan penggunaan penyemprotan konstan (massa larutan setiap konsentrasi
sama besar yaitu 15 ml) sesuai dengan konsentrasi maserat bunga kecombrang
dengan jarak 30 cm dari masing-masing kotak perlakuan .
3. Amati dan catat nyamuk Aedes spp yang mati (knock down) setelah 30 menit dengan interval waktu setiap 10 menit.
4. Untuk kotak perlakuan dan kotak kontrol harus dalam kondisi bersih dan kering
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)terhadap terjadinya Knock Down (KD) pada Nyamuk Aedes spp
Penelitian ini menggunakan berbagai konsentrasi maserat bunga
kecombrang yang disemprotuntuk melihat pengaruh maserat bunga kecombrang
dalam melumpuhkan nyamukAedes spp hingga mengalami Knock Down (KD).
Hasil seperti pada tabel-tabel berikutyaitu 0% ( sebagai kontrol ), 3%, 4.5% dan
6% dengan tiga kali ulangan dalam waktu 30 menit dengan interval waktu 10
menitdilanjutkan dalam waktu 1 x 24 jam terhadap kematian nyamuk (nyamuk
Aedes spp yang diujisebanyak 25 ekor dalam masing-masing perlakuan),
berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan pemaparan waktu yang berbeda
dan konsentrasi yang berbeda pula maka diperoleh hasil ysng berbeda pula :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami KD Setiap 10 Menit Pengamatan Selama 30 Menit Pada Semua Konsentrasi
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa selama 30 menit
pengamatan.pada konsentrai 0 % yang berisi Aquadest tanpa maserat bunga
kecombrang (E.Elatior Jack R. M. Sm) ( sebagai kontrol) tidak dijumpai adanya Waktu
Pengamatan (menit)
Jumlah Nyamuk yang Knock Down pada Tiap Perlakuan
0% 3% 4.5% 6%
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
10 0 0 0 7 6 7 7 8 9 9 10 11
20 0 0 0 7 7 8 7 8 11 9 12 13
nyamuk Aedes spp yang KD. Hal ini membuktikan bahwa Aquadest yang
disemprotkan pada nyamuk Aedes spp tidak menimbulkan gangguan pada syaraf nyamuk sehingga nyamuk tidak berada dalam posisi melemah dan dapat terbang
seperti biasa. Pengujian pada konsentrasi maserat 3 % nyamuk Aedes spp yang
mengalami KDmemiliki rataan 6.67 pada 10 menit pengujian, 7.33 pada 20 menit pengujian dan 8.33 pada 30 menit pengujian. Pada peengujian dengan
menggunakan konsentrasi 4.5 % nyamuk Aedes spp yang mengalami KDmemiliki rataan 8 pada 10 menit pengujian, 8.67 pada 20 menit pengujian dan 10.33 pada
30 menit pengujian dan pada Konsentrasi 6% maserat bunga kecombrang
memiliki rataan 10 pada 10 menit pengujian, 11.33 pada 20 menit pengujian dan
12.33 pada 30 menit pengujian.
Grafik 1 Persentase Nyamuk yang Mengalami KD
Pengujian variasi konsentrasi maserat bunga kecombrangsebagai
bioinsektisida terhadap nyamuk Aedes spp berpengaruh terhadap terjadinya
nyamuk. Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkkan bahwa pemberian variasi
konsentrasi maserat berbeda nyata terhadap KD nyamuk dan yang
direkomendasikan dari penelitian ini adalah pada konsentrasi 6%.
Tabel 2. Uji DMRT Knock DownAedes Spp
Keterangan: setiap nilai yang berada pada kolom (subset) yang berbeda berarti berbeda nyata
Pengaruh Pemberian Variasi Konsentrasi Maserat Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)terhadap kematian nyamuk Aedes spp
Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan 4 macam
kosentrasi perlakuan yaitu 0% ( sebagai kontrol ), 3%, 4,5% dan 6% dengan tiga
kali ulangan setelah kurun waktu 1 x 24 jam, diperoleh jumlah kematian nyamuk
Aedes spp pada kosentrasi yang berbeda.
Tabel 6 Hasil Pengamatan Kematian Nyamuk Aedes spp dalam Waktu 1 x 24 Jam Setelah Penyemprotan
Ulangan Jumlah nyamuk yang mati dalam waktu 1 x 24 jam
0% 3% 4,5% 6%
1 0 10 14 16
2 0 11 17 18
3 0 12 16 18
Pada tabel 6 terlihat bahwa pada kosentrasi 0% yang berisi Aquadest tanpa
maserat bunga kecombrang(E.Elatior Jack R. M. Sm) ( sebagai kontrol) tidak dijumpai adanya nyamuk Aedes spp yang mati. Hal ini membuktikan bahwa aquadest yang disemprotkan pada nyamuk Aedes spp tidak menimbulkan
kematian. Pada kosentrasi 3% tingkat kematian belum mencapai 50% Lethal Dose
50 ( LD50 ), sedangkan pada kosentrasi 4,5% dan kosentrasi 6% tingkat kematian
yang memenuhi LethalDose 50 (LD 50). Semakin tinggi kosentrasi perlakuan semakin banyak jumlah nyamuk Aedesspp yang mati. Hal ini disebabkan kandungan bahan kimia dalam maserat bunga kecombrang (E.Elatior Jack R. M.
Sm) yaitu minyak atsiri yang mengandung zat insektisida mempunyai dasar toksisitas yang juga tinggi.
Grafik 2. Persentase Nyamuk yang Mengalami Kematian
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai persentase pada setiap variasi
konsentrasi maserat berbeda-beda. Persentase terendah yaitu pada konsentrasi 3%
dengan nilai persentase sebesar 44%, sedangkan persentase tertinggi adalah pada
konsentrasi 6% yaitu sebesar 69.32%. Konsentrasi yang memenuhi LD50 adalah
pada konsentrasi 4.5% dan 6%.Hasil tersebut menunjukan bahwa pada kosentrasi
4.5% telah cukup efektif karena telah memenuhi standar LD50 yaitu telah
membunuh sebanyak 62.68%. Dimana Lethal Dose 50 adalah kosentrasi tertentu suatu bahan yang mampu mematikan sebanyak 50% hewan percobaan
(Wikipedia, 2008), sehingga dapat dinyatakan bahwa dengan kosentrasi 4.5%
adalah efektif dalam pengendalian nyamuk A. spp. Data hasil percobaan didapatkan data ada yang mengandung nilai nol, sehingga hasil yang diperoleh
dapat mencerminkan hasil yang sebenarnya dan terdapat perbedaan antara
perlakuan dengan jumlah kematian nyamuk Aedes spp pada masing – masing kosentrasi.
Tabel uji DMRT Kematian Aedes Spp
Keterangan: setiap nilai yang berada pada kolom (subset) yang sama berarti tidak berbeda nyata
Dengan uji One Way Anova dengan nilai p<0,05diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap perlakuan bahwa pemberian variasi
konsentrasi maserat berpengaruh nyata terhadap kematian nyamuk. Berdasarkan
uji lanjut Duncan menunjukkkan bahwa pemberian variasi konsentrasi maserat
berbeda nyata pada konsentrasi 0% dan 3%, dan tidak berbeda nyata pada
konsentrasi 4.5% dan 6% terhadap kematian nyamuk dan yang direkomendasikan
dari penelitian ini adalah pada konsentrasi 6% (Lampiran 2).
Konsentrasi Maserat N Subset
1 2 3
0% 3 0.0000
30% 3 11.6667
45% 3 16.3333
Semakin tinggi jumlah kematian nyamuk maka semakin tinggi konsentrasi
maserat bunga kecombrang (E.Elatior Jack R. M. Sm) yang digunakan. Penggunaan konsentrasi yang lebih pekat menyebabkan efek kematian pada A.spp
semakin tinggi karena mengandung senyawa bioaktif yang juga semakin tinggi,
hal ini sesuai dengan pernyataan Nasir dan Lasmini (2008) yaitu
Senyawa-senyawa bioaktif dapat merusak sistem saraf nyamuk menyebabkan sistem saraf
tidak berfungsi dan pada akhirnya dapat mematikan nyamuk.
Kematian pada nyamuk terjadi karena adanya kontak langsung nyamuk
dan maserat yang disemprotkanke dalam tubuh nyamuk A. spp. Proses ini dapat
disebabkan karena maserat yang bersifat racun bagi nyamuk yakni sebagai racun
kontak, dan racun pernafasan. Sebagai racun kontak, maserat bunga kecombrang
(E.Elatior Jack R. M. Sm)yang disemprotkan dapat langsung mengenai bagian tubuh nyamukyang menyebabkan nyamuk jatuh dan akhirnya mati ditandai
dengan tubuh nyamuk mengering karena dehidrasi, hal ini sesuai dengan
pernyataan Djojosumarto(2000)bahwa insektisida dapat bertindak sebagai racun
kontak apabila insektisida dapat masuk kedalam tubuh nyamuk lewat kulit yang
bersinggungan langsung.
Sebagai racun pernafasan, nyamuk menghirup maserat bunga kecombrang
(E.Elatior Jack R. M. Sm)yang menyebabkan nyamuk tergelepar sehingga
akhirnya mengalami kematian,hal ini sesuai dengan pernyataan
Djojosumarto(2000)bahwa kebanyakan racun pernafasan berupa gas yang disebut
racun inhalasi. Racun inhalasi merupakan racun yang bekerja lewat sistem
pernapasan dan juga pernyataan Soemirat (2005) bahwa serangga akan mati bila
selanjutnya di transportasikan ke seluruh tubuh serangga tersebut yang dapat
mematikan serangga karena mengganggu kerja organ pernapasan (misalnya
menghentikan kerja otot yang mengatur pernapasan), sehingga mati akibat tidak
bisa bernapas.
Pengujian Nyamuk Aedes spp terhadap Produk Pasar ( Produk X) sebagai Pembanding terhadap Maserat Bunga Kecombrang (E.Elatior Jack R. M. Sm)
Pengujian ini bertujuan sebagai pembanding positif antara produk pasar
yang berbahan kimia dengan bioinsektisida yaitu maserat bunga kecombrang,
pengujian ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan selama 30 menit dengan
interval waktu 10 menit.
Tabel 7.Hasil Pengamatan Kematian nyamuk menggunakan Produk X selama 30
menit
Tabel 7 menunjukkan bahwasanya Produk Xsangat efektif dalam
membasmi nyamuk Aedes spp karena jumlah kematian dengan rataan mencapai
>LD90yang artinya dapat melumpuhkan nyamuk lebih dari 90 %, sedangkan pada penggunaan bioinsektisida maserat bunga kecombrang hanya mencapai > LD60.
Waktu Pengamatan
(menit)
Senyawa Aktif padaBunga Kecombrang (E.Elatior Jack R. M. Sm) melalui Uji Fitokimia
Pengaruh pemberian variasi konsentrasi maserat bunga kecombrang
sebagai bioinsektisida terhadap Aedes spp menunjukkan hasil
berbeda-beda.Potensi meningkat seiring meningkatnya konsentrasi dan waktu yang
disebabkan adanya kandungan zat aktif yang terkandung pada bunga kecombrang
yang telah diuji Skrining fitokimia (lampiran 1) yaitu flavoinoid, tanin dan
steroid/ triterpenoid, hal ini sesuai dengan pernyataan Permadi (2009)
bahwaekstrak bunga kecombrang diduga dapat menyebabkan kematian pada
nyamuk Aedes spp karena mengandung tiga zat aktif yang dapat berperan sebagai insektisida yaitu alkaloida, flavoinoida, tanin dan saponin.
Salah satu senyawa terpenoid dari kelompok triterpenoid adalah
saponin.Aktifitas dari senyawa saponin adalah menurunkan aktifitas enzim
protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan.
Aktifitas yang lain dari saponin adalah mengikat sterol bebas dalam pencernaan
makanan Gershenzon (1991). Seperti diketahui sterol merupakan prekursor dari
hormon ekdison sehingga dengan menurunnya persediaan sterol akan
mengganggu proses ganti kulit pada serangga. Sementara itu senyawa flavonoid
dan tanin dari kelompok dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan pada
serangga dengan menurunkan aktifitas enzim protease dan amilase.Akibatnya
pertumbuhan serangga menjadi terganggu (Arbaningrum 1998).
Kandungan flavonoid dalam ekstrak bunga kecombrang ini adalah sebagai
bahan aktif dalam pembuatan insektisida nabati.Sebagai insektisida nabati, di sini
yang terdapat di permukaan tubuh dan menimbulkan kelayuan pada saraf, serta
kerusakan pada spirakel akibatnya nyamuk tidak bisa bernapas dan akhirnya mati
(Dinata, 2008).
Suhu Ruangan Penelitian
Hasil pengukuran suhu ruangan penelitian yang diukur selama melakukan
penelitian adalah sekitar 24,60˚C – 29˚C suhu udara tersebut tidak mempengaruhi
penelitian, menunrut Jumar (2000) suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
dapat mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk, dimana suhu minimum adalah
15˚C dan suhu maksimum pada 45˚C.
Kelembaban Udara Ruangan Penelitian
Hasil pengukuran kelembapan udara dalam ruangan penelitian yang juga
diukur selama melakukan penelitian yaitu sekitar 68,46% - 70%. Kelembapan
tersebut tidak mengganggu kelancaran penelitian karena menurut Jumar (2000)
bahwa kelembapan udara yang mendukung kehidupan nyamuk adalah sekitar
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Maserat bunga kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)
berpengaruh terhadap kematian Aedes sppdan konsentrasi efektif yang dapat membunuh nyamuk Aedes spp adalah konsentrasi 4.5% dan tingkat kematian nyamuk mencapai 62.68% (memenuhi LD50).
Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif
pengendalianvektor khususnya nyamuk Aedes spp sebagai bioinsektisida yang aman bagi lingkungan dan manusia. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan
modifikasi dalam bentuk lain menggunakan konsentrasi yang lebihrendah dan
menentukan bahan aktif yang spesifik yang bersifat racun terhadap nyamukA.
DAFTAR PUSTAKA
Ambaningrum TB. 1998. Uji Ekstrak Akar dan Daun Tagetas erects L. (Dicotiledoneae. : Asteraceae) Sebagai Senyawa Anti Makan Serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Nutrisi dan Kesintesan Larva Spodoptera exigua Hubner (Lepidoptera : Noctuidae). Tesis S2 Bidang Khusus Biologi Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Anies. 2006. Seri Lingkungan dan Penyakit Manajemen Berbasis Lingkungan, Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Menular. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Andriani A. 2008. Uji Potensi Larvasida Fraksi Ekstrak Daun Clinacanthus nutans L. Terhadap Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hlm.
Anggraini, Y. 2010. Uji Potensi Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Sebagai Insektisida Alami Terhadap Nyamuk Culex sp. Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Malang. 9 hlm
Antoro, E.D., 1995. Skrining fitokimia rimpang Nicolaia speciosa Horan. secara mikrokimiawi kromatografi lapis tipis,dan spektrofotmetri UV. FF-UGM.
Depkes RI. 2004. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) oleh Juru Pemantau Jentik Gumantik. Ditjen PPM dan PL Jakarta.
Djojosumarto, P . 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kansius. Yogyakarta.
Dinata , A. 2008. Basmi Lalat dengan Jeruk Manis. (Online), (http://www.mail-archive.com/dokter_umum@yahoogroups.com/msg05367.html. diakses tanggal 11 Juli 2013)
Farmakope, 1995. Medicinal Herbs Index in Indonesia, Jilid II, PT.Eisai Indonesia, Jakarta, 168
Gershenzon J. dan R. Croteau. 1991. Terpenoid, dalam Resenthal, G.A. dan M.R. Barembaun (Eds.), Herbivores Their Interaction With Secondary Plant Metabolies, 2nd Edition, Academic Press, London-
Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja. Grafindo Persada. Jakarta.
Harborne, J.B. 1984. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 47-102, 152-153.
Hidayatulfathi, Rosidah, Yam. 2003. Adulticidal Activity of Some Malaysian Plant Extracts Against Aedes aegypti Linnaeus. Fakulty of Allied Health Sciences. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Judarwanto, W. 2007.Profil Nyamuk Aedes dan Pembasmiannya.Gramedia. Jakarta.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penerbit Swadaya. Jakarta
Mulyana. 2002. Ekstraksi senyawa aktif alkaloid, kuinone, dan saponin dari tumbuhan kecubung sebagai larvisida dan insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 hlm.
Naria, E. 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU.
Nasir, B dan Lasmini.Toksisitas Senyawa Bioaktif Tumbuhan “SIDONDO” (Vitex negundo L.) pada Spodoptera exigua Hubner dan Plutella xylostella Linnaeus. Tadulako Press.
Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan.Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pardosi, F. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dan Ekstrak Etanol Bunga Kecombrang terhadap bakteri Staphylococcus Epidermidis, StaphylococcusAureus, Pseudomonas Aeruginosa [Skripsi]. Fakultas Farmasi, USU, Medan. Hlm 49
Priadi, T. 2007. Efikasi Ekstrak Daun Mimba terhadap Rayap Kayu Kering dalam Pengawetan Bambu.Prosiding Seminar Nasional Mapeki X. Pontianak.Kalimantan Barat.
Sartika, I. 2012.Etlingera Elatior (Jack) R. M. Smith (Zingibereceae) Kecombrang. PKT Kebun Raya Bogor-LIPI
Simanjuntak, R. 2006. Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Maserat Bunga Krisan terhadap Kematian Nyamuk Aedes Aegypti.USU Press. Medan.
Sudarsono. 1994. Revisi Marga Nicolaia (Zingiberaceae). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soemirat, Juli. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tambunan, Evita, 2007. Efektifitas Daun Tembakau (Nikotiana Tobacum) Sebagai Insektisida Hayati Dalam Membunuh Nyamuk Aedes aegypti. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tampubolon OT, Suhatsyah, Sastrapadja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kimia Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan). Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat (III). Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
WHO. 2006. FAQ About Dengue Fever, (Online)
Lampiran 1. Hasil Skrining Fitokimia Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol bunga
kecombrang dijumpai adanya alkaloida, glikosida, antrakinon, saponin, flavonoid,
tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 8.Hasil skrining fitokimia
No Senyawa Serbuk simplisia Ekstrak etanol
1 Alkaloida - -
2 Glikosida - -
3 Antrakinon - -
4 Saponin - -
5 Flavonoid + +
6 Tanin + +
7 Steroid/Triterpenoid + +
Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm) sebanyak 10.000 g
Lampiran 2. Flow Chart Maserasi Bunga Kecombrang (Etlingera elatior Jack R. M. Sm)
seluruh bagian tanaman dicuci,
dikeringkan di udara terbuka, dipotong kecil-kecil
Dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu 40˚-60˚ C
Maserat disaring dan diperoleh hasil sebesar 8.156 ml Simplisia bunga kecombrang sebanyak 1371 g
Pelarut yang tersisa
Dilakukan pengenceran untuk mendapatkan variasi konsentrasi dengan penambahan CMC dan Aquadest hingga diperoleh konsentrasi 0%, 3%, 4.5%, dan 6%
Maserat pekat sebesar 98 gr diekstraksi maserasi
Lampiran 3. Flow Chart Pengujian Maserat terhadap Nyamuk Aedes Spp
Nyamuk Aedes Spp dibiakkan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa (9-14 hari) dalam kotak
pemeliharaan
Diuji menggunakan 4 variasi konsentrasi maserat 0%, 3%, 4.5%, dan 6 % dengan 3x pengulangan
Dicatat hasil pengamatan nyamuk yg KD dalam waktu 30 menit dan yang mati dalam
waktu 1x24 jam Nyamuk yang sudah dewasa
ditangkap menggunakan aspirator dan dimasukkan ke dalam kotak pengujian (25 ekor)
Diukur suhu dan kelembaban
Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami
Knock Down
Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami KD Setiap 10 Menit Pengamatan Selama 30 Menit Pada Konsentrasi 0% (Kontrol)
Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami KD Setiap 10 Menit Pengamatan Selama 30 Menit Pada Konsentrasi 3%
Waktu Pengamatan
(menit)
Jumlah Nyamuk Aedes spp yang Knock Down Setelah Perlakuan pada
Konsentrasi 0%
Jumlah Nyamuk Aedes spp yang Knock Down
Setelah Perlakuan pada Konsentrasi 3%
Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami KD Setiap 10 Menit Pengamatan Selama 30 Menit Pada Konsentrasi 4,5 %
Waktu Pengamatan (menit)
Jumlah Nyamuk Aedes spp yang Knock Down Setelah Perlakuan pada Konsentrasi
4,5% Rata - Rata
1 2 3
10 7 8 9 8
20 7 8 11 8,67
30 9 9 13 10,33
Hasil Pengamatan Nyamuk Aedes spp yang Mengalami KD Setiap 10 Menit Pengamatan Selama 30 Menit Pada Konsentrasi 6%
Waktu Pengamatan
(menit)
Jumlah Nyamuk Aedes spp yang Knock Down
Setelah Perlakuan pada Konsentrasi 6 %
Rata - Rata
1 2 3
10 9 10 11 10
20 9 12 13 11,33
Lampiran 5. Analisis Ragam
ANOVA
Jumlah nyamuk yang kd
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 616.222 3 205.407 97.619 .000
Within Groups 67.333 32 2.104
Total 683.556 35
Jumlah nyamuk yang kd
Duncana
konsentras
imaserat N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
0 % 9 .0000
30 % 9 7.5556
45 % 9 9.2222
60 % 9 10.7778
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Descriptives
Jumlah nyamuk yang KD
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum
Maximu
m Lower Bound Upper Bound
0 % 9 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
30 % 9 7.5556 1.01379 .33793 6.7763 8.3348 6.00 9.00
45 % 9 9.2222 1.85592 .61864 7.7956 10.6488 7.00 13.00
60 % 9 10.7778 1.98606 .66202 9.2512 12.3044 8.00 13.00
Tota
l
36 6.8889 4.41929 .73655 5.3936 8.3842 .00 13.00
ANOVA
jumlahnyamukyangmati
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 580.917 3 193.639 110.651 .000
Within Groups 14.000 8 1.750
Descriptives
konsentrasim
aserat N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
0 % 3 .0000
30 % 3 11.6667
45 % 3 16.3333
60 % 3 17.6667
Sig. 1.000 1.000 .252
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
0 % 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
30 % 3 11.6667 .57735 .33333 10.2324 13.1009 11.00 12.00
45 % 3 16.3333 2.08167 1.20185 11.1622 21.5045 14.00 18.00
60 % 3 17.6667 1.52753 .88192 13.8721 21.4612 16.00 19.00
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian