• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan spasial dalam monitoring reforestasi Kawasan Pertambangan Nikel Pt. Inco di Sorowako Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan spasial dalam monitoring reforestasi Kawasan Pertambangan Nikel Pt. Inco di Sorowako Sulawesi Selatan"

Copied!
457
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN SPASIAL DALAM MONITORING

REFORESTASI KAWASAN PERTAMBANGAN NIKEL

PT. INCO DI SOROWAKO SULAWESI SELATAN

NINING PUSPANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Disertasi saya yang berjudul: Pemodelan spasial dalam monitoring reforestasi kawasan pertambangan nikel PT. INCO di Sorowako Sulawesi Selatan merupakan hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2011

(3)

The success of the reforestation was expected to reach a climax forest ecosystem. The objectives of this study were to develop spatial model and to identify key indicators for monitoring reforestation success. The study used a comprehensive and systematic approach to obtain key indicators for determining the success level of reforestation in mining area. The success indices for each variable was derived from the best regression model developed, while the weights of each variable were computed based on magnitude of regression coefficient for each indicator. The level of reforestation success index was initially developed using six indicators, i.e. diversity index, nutrient retention index, colonization index, wildlife index, and environmental index. Of those indicators, the study found that the best key indicator for reforestation monitoring was canopy index which is composed of canopy stratification, crown cover and number of tree.

(4)

NINING PUSPANINGSIH. Pemodelan spasial dalam monitoring reforestasi kawasan pertambangan PT. INCO di Sorowako Sulawesi Selatan. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS, Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc, Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, dan Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc.

Penelitian ini merupakan pengembangan metode spasial yang dilakukan secara komprehensif untuk mendapatkan indikator kunci dalam mengukur tingkat keberhasilan reforestasi sampai mencapai struktur dan fungsi hutan mirip dengan kondisi hutan alam stabil (rona awal). Selain itu, penelitian ini juga mempertimbangkan dimensi waktu sehingga model spasial yang dibangun dapat digunakan untuk memantau keberhasilan reforestasi pada setiap tahap pertumbuhan tanaman yang sering dinyatakan dengan umur tanaman atau kelas umur tanaman tertentu.

Dengan pendekatan ini, penilaian keberhasilan reforestasi dapat dilakukan sedini mungkin dan secara periodik. Keterbaharuan dari metode ini adalah pada dimensi keruangan dan dimensi waktu, sehingga kompleksitas spasial atau ruang dapat dilakukan secara mudah.

Penelitian dilakukan di Areal Kontrak Karya Pertambangan Nikel PT INCO yang terletak di Desa Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada kisaran 121o22'~121o26' Bujur Timur dan 2o32'~2o

Tujuan penelitian adalah penyusunan model spasial untuk mengetahui tingkat keberhasilan reforestasi dan menentukan indikator kunci tingkat keberhasilan reforestasi. Metode composite mapping analysis dilakukan menggunakan beberapa indikator, yaitu indeks biodiversitas, indeks tajuk, indeks nutrient retention, indeks kolonisasi, dan indeks kehidupan satwa serta indeks lingkungan hutan. Analisis data pemodelan tingkat keberhasilan reforestasi didekati dengan model simulasi data menggunakan peubah-peubah yang mempresentasikan tingkat kestabilan ekosistem hutan. Salah satu peubah kunci yang mempresentasikan kestabilan tegakan adalah Luas Bidang Dasar (LBDS).

37' Lintang Selatan. Penelitian dilakukan pada areal hasil revegetasi di wilayah seluas 3.172 ha, dari tahun tanam 1985, 1990, 2000 sampai dengan 2008. Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi hutan yang telah mencapai stabil, kajian juga dilakukan terhadap hutan alam primer yang berlokasi di Bukit Lembo.

(5)

Biodiversitas (B), Kolonisasi (K), dan Lingkungan (L) dengan Bobot makro paling besar adalah indeks Tj (0,458) diikuti oleh indeks T (0,145), B (0,259), S (0,005), K (0,016), dan L(0,117). Besarnya bobot makro masing-masing indeks tersebut dirumuskan dalam persamaan skor keberhasilan reforestasi (Skor BRF) yaitu Skor BRF = 0,458 Tj + 0,259 B + 0,145 T + 0,117 L + 0,016 K + 0,005 S.

Pada setiap bobot makro tersebut terdapat bobot mikro, indikator yang mempunyai bobot mikro adalah indeks tajuk, nutrient retention, dan biodiversitas. Masing-masing indeks dirumuskan dalam persamaan Skor tajuk (Tj) = 0,673 St + 0,219 C% + 0,108 Kr, Skor Nutrient Retention (T) = 0,493 Kimia tanah (KT) + 0,328 Biologi Tanah (BT) + 0,170 Fisika Tanah (FT) + 0,009 Serasah (Sr), Skor Biodiversitas (B) = 0,872 indeks keanekaragaman (H) + 0,128 indeks kekayaan (DMg).

Indeks Nutrient Retention (T) mempunyai bobot submikro yaitu bobot submikro dari indeks Kimia tanah (KT), Biologi Tanah (BT), dan Fisika Tanah (FT). Bobot sub mikro dari indeks nutriens retension dirumuskan dalam persamaan Skor Kimia Tanah (KT) = 0,522 pH - 0,399 unsur kimia MM - 0,079 KB, Skor Unsur hara makro dan mikro tanah (MM) = 0,695 unsur hara makro + 0,305 unsur hara mikro), Skor Unsur hara makro = 1N, Skor Unsur hara mikro = 0,575 B + 0,305 Mn + 0,064 Zn + 0,057 Fe, Skor Biologi Tanah (BT) = 1 Res, dan Skor Fisika Tanah (FT) = Bd.

Pada penelitian ini dirumuskan 9 model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi. Berdasarkan hasil uji Z, didapatkan nilai Z > 1,96 atau hubungan antarmodel berbeda secara signifikan. Model yang memberikan nilai akurasi data yang paling tinggi adalah model 9 (akurasi overall sebesar 90,00% dan akurasi kappa sebesar 63,40%), tetapi model yang paling sedikit menggunakan peubah adalah model 7 dengan nilai akurasi overall sebesar 85% dan akurasi kappa sebesar 57,14%.

Model 7 untuk memonitor tingkat keberhasilan reforestasi (BRF) yaitu BRF = [0,673 St + 0,219 C% + 0,108 Kr] dan model 9 yaitu : BRF = {0,417 [0,673 St + 0,219 C% + 0,108 Kr]} + { 0,188 [0,872 H + 0,128 DMg ]} + {0,247 [0,512 pH + 0,353 Unsur Hara N + 0,135 KB] } + 0,115 L + 0,033 K

Indeks keanekaragaman, indeks tajuk, indeks kandungan nutrisi (nutrient retention) tanah, indeks kolonisasi, indeks satwa, dan indeks lingkungan sangat berpengaruh dalam menilai tingkat keberhasilan reforestasi. Indikator kunci untuk memantau keberhasilan reforestasi adalah indikator tajuk. Indikator kunci ini apabila digunakan untuk memantau keberhasilan reforestasi yang mengarah pada tercapainya struktur dan fungsi hutan pada rona awal akan mudah dilakukan dalam pemodelan spasial yang dihasilkan.

Monitoring yang memerlukan ketelitian tinggi dipilih menggunakan model 9, sedangkan monitoring yang dapat dilakukan dengan cepat tetapi mempunyai ketelitian yang lebih rendah dipilih menggunakan model 7. Tingkat keberhasilan reforestasi pada setiap kelas periode waktu pascatanam dapat dimonitor menggunakan indikator-indikator terpilih dan penilaian keberhasilan reforestasi pada setiap umur dapat dilakukan menggunakan skala grafis.

(6)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PT. INCO DI SOROWAKO SULAWESI SELATAN

NINING PUSPANINGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji luar komisi pada ujian tertutup: 1. Dr. Ir. Iskandar

2. Dr. Ir. M. Ardiansyah

(9)

Nama : Nining Puspaningsih

NIM : A262030011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr

Anggota Anggota

Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan DAS

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Pemodelan Spasial dalam Monitoring Reforestasi Kawasan Pertambangan nikel PT INCO di Sorowako Sulawesi Selatan” dibiayai oleh BPPS, Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2003 sampai dengan 2007.

Hasil penelitian dan disertasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah tentang pengelolaan sumber daya hutan pada umumnya. Disertasi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS, Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc, Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, dan Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc sebagai pembimbing. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada:

1. Dekan Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti Program S3 di IPB.

2. Program Studi Pengelolaan DAS yang sudah memberikan dukungan dan bantuan pelayanan akademik selama penulis mengikuti Program S3.

3. Rektor IPB, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, dan Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB yang sudah mengijinkan penulis untuk mengikuti tugas belajar.

4. Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) selama 5 tahun.

5. Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah memberikan bantuan dana penelitian disertasi melalui Program Hibah Penelitian Disertasi Doktor tahun 2010.

6. PT INCO yang sudah memberikan dukungan dana, data, fasilitas, dan tempat untuk melaksanakan penelitian ini di lapangan.

(11)

Lahan Fakultas Pertanian IPB dan Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB yang sangat membantu dalam pengolahan dan analisis data.

9. Teman sejawat di Program Studi Pengelolaan DAS dan teman-teman mahasiswa dibawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih MSi, Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS, yang sudah sangat memberikan motivasi selama penyelesaian disertasi ini.

10. Suami, anak-anak, dan keluarga yang sudah sangat memberikan motivasi selama penyelesaian disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis terbuka untuk menerima saran, kritik, dan masukan untuk perbaikan disertasi ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

(12)

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 12 Juni 1963 dari ayah Imam Syafi’i (alm.) dan ibu Soendari. Penulis merupakan putri kedua dari 9 bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD Negeri Banjaran 6 Kediri dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kediri lulus tahun 1979. Tahun 1982 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kediri dan pada tahun yang sama penulis masuk di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus tahun 1987. Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan Program S2 pada Program Studi Pengelolaan DAS Pascasarjana IPB. Semenjak tahun 2003 penulis tercatat sebagai mahasiswa Program S3 pada Program Studi Pengelolaan DAS Institut Pertanian Bogor.

Tahun 1990 penulis diangkat sebagai staf pengajar Fakultas Kehutanan IPB Jurusan Manajemen Hutan. Sampai sekarang penulis masih tercatat sebagai staf pengajar di tempat yang sama.

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 6

1.3. Kebaruan Penelitian ... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Reforestasi pada Kawasan Pertambangan ... 11

2.2. Monitoring Reforestasi ... 13

2.3. Pemodelan Spasial ... 14

2.3.1. Model ... 14

2.3.2. Pemodelan ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Data, Alat, Software, dan Hardware ... 21

3.3. Metode Penelitian ... 23

3.3.1. Persiapan ... 23

3.3.2. Identifikasi Kriteria dan Indikator Tingkat Keberhasilan Reforestasi ... 23

3.3.2.1. Indeks Biodiversitas (B) ... 28

3.3.2.2. Indeks Tajuk (Tj) ... 28

3.3.2.3. Indeks Tanah (T) ... 29

3.3.2.4. Indeks Kolonisasi (K) ... 30

3.3.2.5. Indeks Kehidupan Satwa (S) ... 30

(14)

3.4. Penyusunan Model ... 31

3.4.1. Perumusan Model Kuantitatif ... 31

3.4.2. Kestabilan Tegakan ... 32

3.5. Pengumpulan Data Lapangan ... 32

3.5.1. Pengumpulan Data Kriteria dan Indikator Keberhasilan Reforestasi ... 33

3.5.1.1. Inventarisasi Vegetasi ... 33

3.5.1.2. Pengambilan Contoh Tanah ... 36

3.5.1.3. Inventarisasi Satwa ... 36

3.5.1.4. Pengukuran Kondisi Lingkungan Hutan ... 36

3.6. Pengolahan Data ... 37

3.6.1. Luas Bidang Dasar (LBDS) ... 37

3.6.2. Indeks Biodiversitas (B) ... 37

3.6.3. Indeks Tajuk (Tj) ... 38

3.6.4. Indeks Tanah (T) ... 39

3.6.5. Indeks Kolonisasi (K) ... 40

3.6.6. Indeks Kehidupan Satwa (S) ... 41

3.6.7. Indeks Lingkungan Hutan (L) ... 41

3.7. Analisis Data ... 41

3.7.1. Standar Keberhasilan Reforestasi ... 41

3.7.1.1. Prediksi Waktu Pencapaian Klimaks ... 42

3.7.1.2. Pembangunan Standar Skor Tingkat Keberhasilan Reforestasi ... 42

3.7.1.3. Verifikasi Model ... 43

3.7.2. Penyusunan Model Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi ... 44

3.8. Penentuan Indikator Kunci Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi (BRF) ... 47

3.8.1. Uji Akurasi Model ... 48

(15)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Standar Keberhasilan Reforestasi ... 51

4.1.1. Prediksi Waktu Pencapaian Kondisi Stabil ... 51

4.1.2. Pembangunan Standar Skor Tingkat Keberhasilan Reforestasi ... 57

4.1.2.1. Indeks Biodiversitas (B) ... 57

4.1.2.1.1. Indeks Kekayaan (DMg) ... 57

4.1.2.1.2. Indeks Keanekaragaman (H) ... 58

4.1.2.1.3. Standar Skor Indeks Biodiversitas .... 59

4.1.2.2. Indeks Tajuk (Tj) ... 60

4.1.2.2.1. Indeks Kerapatan Pohon (Kr) ... 60

4.1.2.2.2. Indeks Persentase Penutupan Tajuk (C%) ... 61

4.1.2.2.3. Indeks Stratifikasi Tajuk (St) ... 61

4.1.2.2.4. Standar Skor Indeks Tajuk ... 62

4.1.2.3. Indeks Kolonisasi (K) ... 64

4.1.2.4. Indeks Kehidupan Satwa (S) ... 65

4.1.2.5. Indeks Lingkungan (L) ... 70

4.1.2.6. Indeks Tanah (T) ... 71

4.1.2.6.1. Indeks Serasah (Sr) ... 71

4.1.2.6.2. Indeks Fisika Tanah (Ft) ... 73

4.1.2.6.3. Indeks Biologi Tanah (Bt) ... 76

4.1.2.6.4. Indeks Kimia Tanah (Kt) ... 77

4.2. Model Keberhasilan reforestasi ... 85

4.2.1. Perumusan Model Indeks Biodiversitas ... 86

4.2.2. Perumusan Model Indeks Tajuk ... 87

4.2.3. Perumusan Model Indeks Tanah (T) ... 88

4.2.3.1. Model Indeks Fisika Tanah ... 89

4.2.3.2. Perumusan Model Indeks Biologi Tanah ... 89

4.2.3.3. Perumusan Model Indeks Kimia Tanah (Kt) ... 90

(16)

4.3. Model Spasial Monitoring Tingkat Keberhasilan

Reforestasi ... 95

4.4. Penentuan Indikator kunci dan Pemilihan Model Spasial Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi (BRF) ... 96

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

5.1. Kesimpulan ... 117

5.2. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(17)

Halaman 1. Beberapa penelitian metode monitoring rehabilitasi lahan ... 15

2. Beberapa penelitian pemodelan spasial dengan skoring dan pembobotan 19

3. Nilai LBDS rata-rata (m2 ha-1

4. Hasil validasi model estimasi umur harapan pencapaian keberhasilan reforestasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 56

) pada tiap tahun tanam di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 49

5. Hasil nilai rangking dari validasi model estimasi umur harapan

pencapaian keberhasilan reforestasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 56

6. Nilai LBDS pada setiap umur di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 56

7. Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

biodiversitas di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 59

8. Standar skor keberhasilan reforestasi indeks H di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 59

9. Standar skor keberhasilan reforestasi indeks DMg di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 60

10.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks tajuk di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 62

11.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks kerapatan pohon (Kr) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 63

12.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks persen penutupan tajuk

(C%) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 63

13.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks stratifikasi tajuk (St) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 64

14.Indeks kolonisasi (K) hasil observasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 66

15.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

kolonisasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 66

16.Standar skor indeks keberhasilan reforestasi kolonisasi (K) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 66

17.Indeks satwa (S) hasil observasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 68

18.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks satwa di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 69

(18)

xx

20.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

lingkungan di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 71

21.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks lingkungan (L) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 71

22.Nilai serasah hasil observasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 72

23.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

serasah di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 73

24.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks serasah (Sr) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 73

25.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

fisika tanah (Ft) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 75

26.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks permeabilitas (Pr) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 75

27.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks porositas (Ps) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 76

28.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks bulk density (Bd) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 76

29.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

biologi tanah di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 78

30.Standar skor keberhasilan indeks respirasi (Res) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 78

31.Standar skor keberhasilan indeks mikroorganisme (MO) di area

revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 78

32.Unsur hara makro hasil observasi di area revegetasi PT INCO tahun

2008 ... 81

33.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks

unsur hara makro (Makro) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 81

34.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks C, N, P. Ca, Mg, K, dan Na di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 81

35.Unsur hara mikro dan logam berat Al hasil observasi di area revegetasi

PT INCO tahun 2008 ... 83

36.Model pembangunan standar skor keberhasilan reforestasi indeks unsur hara mikro di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 83

37.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks Al, Fe, Cu, Zn, Mn, dan B di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 83

38.Unsur hara KTK, KB, dan pH hasil observasi di area revegetasi PT

INCO tahun 2008 ... 84

39.Model penduga keberhasilan reforestasi indeks KTK, KB, dan pH di

(19)

40.Standar skor keberhasilan reforestasi indeks KTK, KB, dan pH di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 85

41.Bobot indeks biodiversitas di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 86

42.Bobot indeks tajuk (Tj) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 87

43.Bobot indeks fisika tanah (Ft) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 .. 89

44.Bobot indeks biologi tanah (Bt) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 89

45.Bobot indeks unsur hara makro di area revegetasi PT INCO tahun 2008 90

46.Bobot indeks unsur hara mikro di area revegetasi PT INCO tahun 2008 . 90

47.Bobot indeks unsur hara makro dan mikro (MM) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 91

48.Bobot indeks kimia tanah (Kt) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 .. 91

49.Bobot indeks tanah (T) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 92

50.Bobot indeks yang berpengaruh pada tingkat keberhasilan reforestasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 96

51.Bobot indeks monitoring keberhasilan reforestasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 97

52.Perumusan model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 99

53.Hasil verifikasi model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi

(BRF) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 100

54.Hasil validasi model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi (BRF) di area revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 101

55.Indikator yang digunakan dalam model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi (BRF) di area revegetasi PT INCO tahun 2008... 103

56.Standar skor monitoring keberhasilan reforestasi (BRF) di area

revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 104

57.Kelas keberhasilan reforestasi (BRF) untuk memonitor tingkat

keberhasilan reforestasi (BRF) Model 7 di area revegetasi PT INCO

tahun 2008 ... 104

58. Kelas keberhasilan reforestasi (BRF) untuk memonitor tingkat

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir kerangka berfikir ... 7

2. Lokasi penelitian ... 22

3. Tahapan penelitian ... 24

4. Struktur hierarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks

keberhasilan reforestasi ... 27

5. Penyebaran lokasi pengambilan sampel ... 34

6. Bentuk dan ukuran contoh plot lingkaran (a) dan petak persegi (b) yang

dipakai untuk inventarisasi vegetasi ... 35

7. Bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur tegakan 42

8. Kestabilan tegakan menurut umur (thn) dan LBDS (m2 ha-1

9. Kelas keberhasilan reforestasi (BRF) menurut umur untuk memonitor

tingkat keberhasilan reforestasi (Model 7) di areal revegetasi PT INCO

tahun 2008 ... 106 ) di areal

revegetasi PT INCO tahun 2008 ... 57

10.Kelas keberhasilan reforestasi (BRF) menurut umur untuk memonitor

tingkat keberhasilan reforestasi (Model 9) di areal revegetasi PT INCO

tahun 2008 ... 107

11.Bukit Koro tahun tanam 2007 dengan LBDS 7 m2 ha-1

12.Bukit Ponsesa tahun tanam 2006 dengan LBDS 6 m

... 111

2

ha-1

13.Bukit Koro South tahun tanam 2001 dengan LBDS 30 m

... 111

2

ha-1

14.Bukit Rante tahun tanam 2002 LBDS 47 m

(a) dan

persen penutupan tajuk 58% (b) ... 112

2

ha-1

15.Bukit Hasan North tahun tanam 2000 dengan LBDS 64 m

... 112

2

ha-1

16.Bukit Pongsesa tahun tanam 1999 dengan LBDS 120 m

(a) dan

persen penutupan tajuk 60% (b) ... 113

2

ha-1

17.Bukit Olivia tahun tanam 2005 dengan LBDS 120 m

(a) dan

persen penutupan tajuk 43% (b) ... 113

2

ha-1

18.Bukit Koro South tahun tanam 2004 dengan LBDS 32 m

(a) dan persen penutupan tajuk 40% (b) ... 114

2

ha-1

19.Bukit Triple A tahun tanam 2004 dengan LBDS 28 m

... 114

2

ha-1

20.Bukit Debi tahun tanam 2004 LBDS 117 m

... 115

2

(21)

xxiv

21.BukitButoh tahun tanam 1985 LBDS 141 m2 ha-1

22.Hutan Alam di Bukit Lembo dengan LBDS 284 m

(a) dan persen

penutupan tajuk 66% (b) ... 116

2

ha-1 (a) dan persen

(22)

Halaman

1. Perhitungan Nilai LBDS ... 124

2. Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan umur tanaman (tahun) (y=0,0011x2 – 0,0634x + 3,5438 dengan R2

3. Validasi model persamaan regresi antara umur tanaman dan nilai LBDS 127 = 75%) ... 126

4. Hasil observasi Indeks Kekayaan (DMg) pada setiap tahun tanam ... 130

5. Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks kekayaan hasil observasi (y=0,4452 ln(x) + 0,7336 dengan R2

6. Hasil observasi Indeks Keanekaragaman (H) ... 132 = 75%) ... 131

7. Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks keanekaragaman hasil observasi ( y= -0,0000005x2 + 0,0093x+ 1,4355 dengan R2

8. Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks DMg ... 134 = 86%) ... 133

9. Validasi Model Persamaan antara LBDS dan Indeks H ... 135

10.Hasil observasi indeks kerapatan pohon (Kr) per ha ... 136

11.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks kerapatan pohon (Kr) (individu ha-1) hasil observasi (y = 0,38x2 + 0,109x + 406,4 dengan R2

12.

= 92%) ... 137

13.Regresi antara LBDS (m

Hasil observasi indeks persen penutupan tajuk (C %) ... 138 2

ha-1) dan indeks persentase penutupan tajuk (C%) hasil observasi (y = 6,347x0,46 dengan R2

14.

= 86 %) ... 139

Hasil

15.Regresi antara LBDS (m

observasi indeks stratifikasi tajuk (St) ... 140 2

ha-1) dan indeks stratifikasi tajuk hasil observasi (y = 0,00002x2 + 0,004x + 2,468 dengan R2

16.

= 79 %) ... 141

Validasi

17.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan Indeks C% ... 143 model persamaan regresi antara LBDS dan Indeks Kr ... 142

18.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks St ... 144

19.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan skor indeks kolonisasi (K) hasil observasi (y = 0,3577x0,4546 dengan R2

20.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks K ... 146 = 78%) ... 145

21.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan skor indeks satwa hasil observasi (y = 0,5399x0,3552 dengan R2

22.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks S ... 148 = 82%) ... 147

(23)

xxvi 24.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks lingkungan (L) hasil observasi

(y = 0,00004x2 – 0,0306x + 29,64 dengan R2

25.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks L ... 151 = 95%) ... 150

26.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan nilai serasah hasil observasi (y = -0,00004 x2 + 0,026 x + 0,813 dengan R2

27.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks serasah ... 153 = 85%) ... 152

28.Hasil observasi indeks permeabilitas (Pr) ... 154

29.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks permiabilitas (Pr) hasil observasi (mm jam-1) (y = 0,00007 x2 + 0,188 x + 9,818 dengan R2

30.Hasil observasi indeks porositas (Ps) ... 156 = 73%) ... 155

31.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks porositas (Ps) (%) hasil observasi (y = 0,0007 x2 + 0,102 x + 47,15 dengan R2

32.Hasil observasi indeks bulk density (Bd) ... 158 = 93%) ... 157

33.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks bulk density (Bd) hasil observasi (gram cm-3) (y = 0,000003 x2 + 0,002 x + 1,402 dengan R2

34.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks Pr ... 160 = 93%) ... 159

35.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks Ps ... 161

36.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks Bd ... 162

37.Hasil observasi indeks respirasi (Res) ... 163

38.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan Indeks Respirasi (Res) hasil observasi (mg C-CO2 kg tanah-1 hari-1) (y = 0.000004 x2 + 0,015 x + 6,121 dengan R2

39.Hasil observasi indeks mikroorganisme (MO) ... 165 = 82%) ... 164

40.Regresi antara LBDS (m2 ha-1) dan indeks mikroorganisme (MO) hasil observasi (SPK gr-1 x 106) (y = 0,000009 x2 + 0,010 x + 7,877 dengan R2

41.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks Res ... 167 = 75%) ... 166

42.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks MO ... 168

43.Regresi antara LBDS dan indeks C, N, P, Ca, Mg, K, dan Na ... 169

44.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks C, N, P. Ca, Mg, K, dan Na ... 173

45.Regresi antara LBDS dan indeks Fe, Cu, Zn, Mn, dan B ... 180

46.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks Fe, Cu, Zn, Mn, dan B ... 183

(24)

48.Regresi antara LBDS dan indeks KTK, KB, dan pH ... 189

49.Validasi model persamaan regresi antara LBDS dan indeks KTK, KB,

dan pH ... 191

50.Hasil perhitungan estimasi keberhasilan reforestasi indeks KTK, KB, dan pH ... 194

51.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks DMg dan H .. 195

52.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks Kr, C%, dan

St ... 196

53.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks Pr, Ps dan

Bd ... 197

54.Analisis regresi ganda dari peubah indeks Res dan MO ... 198

55.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks C, N, P, Ca, Mg, K, dan Na ... 199

56.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah Indeks Fe, Cu, Zn, Mn, dan B ... 200

57.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks unsur hara makro dan mikro tanaman ... 201

58.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan peubah indeks kimia tanah (Kt) ... 202

59.Analisis regresi ganda antara LBDS dan indeks serasah (Sr), biologi tanah (Bt), fisika tanah (Ft), dan kimia tanah (Kt) ... 203

60.Analisis regresi ganda model 1 sampai dengan model 9 ... 204

61.Analisis regresi ganda antara LBDS (y) dan KB, pH, KTK, unsur hara N ... 208

62.Hasil analisis korelasi dari variabel Indeks Biodiversitas (B), Indeks Tajuk (Tj), Indeks Kolonisasi (K), Indeks Satwa (S), Indeks Lingkungan (L), dan Indeks Tanah (T) ... 209

63.Hasil verifikasi dan validasi model ... 210

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan hujan tropis merupakan suatu ekosistem hutan yang sangat ideal

dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, mempunyai siklus hara yang

tertutup, stratifikasi tajuk yang tinggi, dan selalu hijau sepanjang tahun. Selain

itu, hutan ini juga mempunyai sifat self nutrient recovery, yaitu dua pertiga nutrisi

yang ada pada tanaman dilepas ke tubuh tanaman itu lagi sebelum tanaman

tersebut menggugurkan daunnya (Setiadi 2005). Karakteristik hutan seperti ini

menyebabkan hutan hujan tropis mempunyai fungsi proteksi, konservasi, dan

produksi.

Fungsi proteksi hutan yaitu melindungi sistem penyangga kehidupan seperti

mengatur tata air, mengendalikan erosi, mencegah banjir, menjaga kesuburan

tanah. Fungsi konservasi yaitu dapat mempertahankan keanekaragaman hayati,

mempertahankan keseimbangan ekosistem tanah, air, dan vegetasi, serta menjaga

keseimbangan iklim khususnya iklim mikro. Disamping itu hutan mempunyai

juga fungsi produksi karena hutan hujan tropis sangat kaya akan sumberdaya alam

sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Setiadi 2005).

Pada tahun 2005 luas hutan alam tropis di dunia adalah 1.265.000.000 ha,

dimana seluas 88.495.000 ha terdapat di Indonesia. Hutan alam tropis di Indonesia

mempunyai 27.500 jenis bunga, 47.264 jenis tumbuhan, 429 jenis pohon, dan

1.972 jenis burung (World Resources Institute 1999).

Kebutuhan hidup manusia yang tinggi terhadap pemanfaatan hutan

menyebabkan kerusakan hutan hujan tropis. Demikian pula halnya dengan

deforestasi akibat proses pertambangan, pembalakan hutan, perkebunan dan

lain-lain.

Bahan mineral dan batubara merupakan sumber daya alam potensial yang

dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa untuk pembangunan nasional. Dalam

kegiatan penambangan dilakukan dengan cara pembukaan hutan, pengupasan

lapisan-lapisan tanah, pengerukan dan penimbunan. Kegiatan-kegiatan tersebut

(26)

satwa dan hilangnya jenis-jenis flora atau fauna endemik. Selain itu, kegiatan

penambangan secara nyata menimbulkan kerusakan lingkungan (Setiadi 2005).

Hutan Indonesia yang rusak (deforestasi) pada tahun 2000−2005

diperkirakan 1.447.800 ha per tahun

Dampak deforestasi terhadap lingkungan akibat proses pertambangan sangat

berbahaya, sehingga usaha reforestasi sampai terbentuknya hutan hujan tropis

yang lestari sangat diperlukan. Reforestasi dilakukan dengan penanaman tanaman

yang dapat bertahan pada degraded land, dapat memperbaiki kondisi lahan, dan

mendorong pertumbuhan tanaman. Pola penanganan yang diberikan pada proses

reforestasi harus ditujukan pada terjadinya percepatan pemulihan hutan dengan

mempercepat terjadinya proses suksesi untuk membentuk hutan hujan tropis yang

lestari (Setiadi 2005).

(FAO 2005). Deforestasi ini menyebabkan

hilangnya keanekaragaman hayati. Diperkirakan dari 10 juta spesies di hutan

hujan tropis di dunia, dalam sehari terdapat 137 spesies punah atau hilang (FAO

2005).

Di Indonesia, rehabilitasi lahan di areal pertambangan sudah banyak

dilakukan seperti yang sudah dilakukan oleh PT Antam. Sampai pada akhir tahun

2004, PT Antam sudah merehabilitasi lahan di tambang nikel Gebe seluas 540,2

hektar atau 83,5% dari total lahan seluas 647 hektar yang akan direhabilitasi.

Rehabilitasi lahan terganggu di tambang pasir besi Cilacap seluas 622,6 hektar

atau 98,7% dari target lahan yang direhabilitasi seluas 630,3 hektar. Dari tahun

1990 sampai dengan tahun 2006 total lahan yang telah direhabilitasi seluas 3.066

hektar atau 83.7% dari target rehabilitasi lahan seluas 3.660 hektar (Antam 2005).

Keberhasilan reforestasi di kawasan pertambangan sampai saat ini belum

mengarah pada terbentuknya kembali hutan alam stabil, hal ini disebabkan oleh

kelemahan dari metode monitoring yang dilakukan. Beberapa metode

pemantauan keberhasilan reforestasi yang pernah dilakukan selama ini bersifat

parsial, yaitu hanya memantau kegiatan-kegiatan pascapenambangan. Seperti,

monitoring revegetasi di tambang nikel Tanjung Buli, Soroako, tambang batubara

Bukit Asam, dan penelitian di Negeri Sembilan Malaysia. Metode monitoring

menggunakan variabel: 1) luas areal revegetasi, parameter tanaman (jenis

(27)

yang disulam), dan analisis pencemaran kualitas air (Yudistira 2003), 2) variabel

pertumbuhan (tinggi tanaman, diameter batang, penutupan tajuk, dan

perkembangan akar), dan variabel kondisi tempat tumbuh (serasah dan

keanekaragaman hayati) (Sirait 1997), 3) variabel tingkat hidup dari anakan yang

ditanam, dan sifat-sifat tanah sebelum dan sesudah revegetasi (bulk density,

kelembaban, bahan organik, dan pH (Maswar et al. 2000), serta 4) variabel

vegetasi (pertumbuhan tanaman, persentase penutupan lahan, komposisi spesies),

fauna asli (serangga, burung, amphibi, reptil, dan mamalia), tanah (fisik, kimia,

dan biologi tanah, kualitas air tanah, dan permukaan) (Widdowson 1990).

Kelemahan metode monitoring yang lain adalah tidak menggunakan secara

komprehensif indikator-indikator dari karakteristik fisik hutan alam stabil. Seperti

metode monitoring yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan

dan Lingkungan Hidup (1988) dalam sistem monitoring baku mutu lingkungan

hutan produksi. Indikator yang digunakannya adalah potensi tegakan, persen

penutupan tajuk, kelengkapan tajuk, keragaman jenis, dan permudaan alam.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor:

18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, penilaian kriteria

keberhasilan reklamasi menggunakan indikator penataan lahan, revegetasi dan

pekerjaan sipil, serta penyelesaian akhir. Sedangkan Peraturan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian

Keberhasilan Reklamasi Hutan menggunakan indikator penataan lahan,

pengendalian erosi, dan sedimentasi, serta revegetasi untuk mengetahui tingkat

keberhasilan reforestasi. Kriteria dan indikator ini digunakan secara terstruktur

dan komprehensif, namun keberhasilan reforestasi belum mengacu pada

kembalinya struktur dan fungsi hutan pada kondisi rona awal.

Metode monitoring keberhasilan reforestasi yang dapat mengukur secara

kuantitatif berapa waktu pencapaian keberhasilan reforestasi sampai mencapai

struktur dan fungsi hutan pada kondisi rona awal belum pernah dilakukan sampai

saat ini. Demikian pula metode monitoring yang menggunakan secara

komprehensif indikator-indikator dari karakteristik fisik hutan alam stabil dan

(28)

Metode pemantauan seperti ini sangat diperlukan karena mempunyai

kelebihan, yaitu dapat memantau tingkat keberhasilan reforestasi pada umur

tanam tertentu. Kelebihan lainnya adalah dapat memberikan kepastian adanya

kurun waktu keberhasilan reforestasi sampai mencapai struktur dan fungsi hutan

pada kondisi hutan alam stabil (rona awal). Penggunaan indikator kunci seperti

struktur tajuk dalam monitoring juga dapat menghemat waktu dan biaya.

Areal revegetasi di kawasan pertambangan pada umumnya terletak di suatu

areal yang tersebar dan berlokasi di daerah pedalaman. Hal ini menyebabkan

monitoring keberhasilan reforestasi susah dilakukan, sehingga diperlukan suatu

pemodelan spasial yang bersifat dinamis dan dapat memanfaatkan tehnologi

penginderaan jauh

Teknologi komputerisasi (software maupun hardware), Sistem Informasi

Geografis (SIG), dan teknologi penginderaan jauh dewasa ini berkembang dengan

cepat. Oleh karena itu, monitoring lingkungan bisa dilakukan atau dikembangkan

secara semiotomatis dalam bentuk pemodelan khususnya pemodelan spasial (Jaya

2006).

Metode pemodelan spasial yang dilakukan untuk pengelolaan lingkungan

sampai saat ini sudah banyak dilakukan. Sebagai contoh penerapan pemodelan

spasial dalam kesesuaian ruang habitat satwa (Harini 2002), pemetaan rawan

kebakaran (Chuvieco et al. 1999), penilaian kelestarian hutan (Mendoza dan

Prabhu 2002), distribusi tipe vegetasi (Felicisimo et al. 2000), dan kerusakan

hutan mangrove (Budhiman et al. 2001).

Beberapa penelitian pemodelan spasial di kawasan pertambangan juga

pernah dilakukan, seperti

uncertainty assessment of coal

tonnage by spatial modeling of seam structure and coal quality. A multilayer coal

deposit in East Kalimantan, Indonesia (Heriawan dan Koike 2007), tetapi sejauh

ini penerapan pemodelan spasial untuk monitoring keberhasilan reforestasi belum

(29)

Kegiatan monitoring dengan model spasial diharapkan dapat dilakukan

dengan mudah, cepat, akurat, dan dapat mengukur seberapa besar keberhasilan

reforestasi sampai mencapai struktur dan fungsi hutan pada kondisi hutan alam

stabil (rona awal). Metode spasial dapat juga untuk mengatasi kompleksitas ruang

atau spasial, waktu, dan behavior. Oleh karena itu, penelitian pengembangan

metode pemodelan spasial dengan bantuan indikator kunci seperti struktur tajuk

sangat diperlukan.

PT Internasional Nickel Indonesia (PT INCO) dan Pemerintah Indonesia

menandatangani kontrak karya pada tahun 1968. Kegiatan eksplorasi berskala

penuh dimulai segera setelah penandatanganan kontrak karya. Daerah eksplorasi

seluas 6.600.000 ha yang mencakup beberapa wilayah dari tiga propinsi di

Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Areal kontrak karya pertambangan nikel PT INCO yang terletak di

Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan, mempunyai

tutupan lahan asli berupa hutan hujan tropis primer dan berdasarkan TGHK tahun

1982 termasuk dalam kawasan hutan lindung (HL). Proses penambangan ini

sudah dimulai sejak tahun 1978 dan dikerjakan oleh PT INCO. Sistem

penambangan yang dilakukan adalah dengan metode Open pit mining, yaitu

merupakan metode tambang terbuka dengan sistem berjenjang (bench) atau

tambang terbuka dengan membuat jenjang-jenjang pada setiap blok penambangan.

Jenjang-jenjang tersebut memiliki teras untuk ruang gerak alat-alat dan pelaksana

penambangan bekerja. Sistem penambangan seperti ini menyebabkan pembukaan

dan pengupasan tanah hutan yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya hutan

primer yang ada.

Reklamasi lahan baru dilakukan pada tahun 1980 dari proses penambangan

yang dilakukan sejak tahun 1978. Total lahan yang telah direklamasi hingga akhir

tahun 2005 mencapai luas 2.844 ha. Reklamasi lahan dilakukan dalam rangka

usaha untuk mengendalikan erosi dan melakukan penanaman dengan tanaman

jenis lokal. Penanaman dilakukan pada beberapa periode penanaman, yaitu

pertama pada periode tahun 1984−1990 , tahun 1991−1999, dan tahun 2000

(30)

Kegiatan reklamasi lahan melalui revegetasi akan berhasil apabila proses

reforestasi dilakukan dengan benar. Monitoring keberhasilan reforestasi apabila

dilakukan secara teristris akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk itu

pemodelan spasial khususnya penggunaan citra satelit akan sangat membantu

dalam melakukan monitoring keberhasilan reforestasi.

1.2. Kerangka Pemikiran

Hutan hujan tropis primer merupakan suatu ekosistem yang sangat ideal

dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mempunyai siklus hara yang tertutup,

stratifikasi tajuk yang tinggi, selalu hijau sepanjang tahun. Pada penelitian ini,

pemodelan spasial untuk monitoring keberhasilan reforestasi menggunakan

indikator-indikator karakteristik hutan alam stabil. Siklus kerangka berpikir pada

pemodelan spasial ini disajikan pada Gambar 1.

Bumi merupakan sebuah rangkaian spasial-temporal. Setiap tempat di bumi

tersebut mempunyai proses-proses yang berbeda. Proses-proses ini merupakan

hasil kekuatan-kekuatan interaktif yang disebabkan oleh faktor-faktor internal dan

eksternal serta menghasilkan pola-pola spasial dan akan berubah sejalan dengan

perubahan waktu (Molenaar 1998). Kerusakan hutan alam yang disebabkan oleh

proses pertambangan merupakan salah satu contoh kejadian yang terjadi di

permukaan bumi, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

Deforestasi akibat proses pertambangan, pembalakan hutan, perkebunan,

dan lain-lain tidak dapat dihindarkan. Deforestasi khususnya pada kawasan

pertambangan menyebabkan lahan terdegradasi (degraded land) sangat tinggi,

bahkan menyebabkan lahan menjadi derelict, yaitu kondisi lahan yang

mempunyai landform tidak stabil, tingkat erosi, dan sedimentasi yang tinggi,

sangat terbatas kandungan air dan hara serta tidak ada lagi atau sedikit sekali top

(31)
(32)

Rehabilitasi lahan bekas tambang dilakukan dengan menghutankan kembali

(reforestasi) areal bekas pertambangan tersebut. Pengetahuan tentang ekologi

hutan khususnya pengetahuan tentang suksesi hutan sangat penting dikuasai untuk

memberikan gagasan bentuk dan pola penanganan reforestasi hutan. Pengetahuan

tentang spesies yang mempunyai sifat sebagai fasilitator bagi tumbuhnya spesies

lain juga diperlukan agar reforestasi dapat berhasil. Jenis pohon yang ditanam

sebaiknya tidak monokultur, tetapi jenis-jenis campuran dari spesies-spesies asli

yang ada di hutan primer di sekitarnya.

Menurut Setiadi (2005), proses reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk

meningkatkan biodiversitas, meningkatkan tutupan, stratifikasi tajuk,

meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat terjadinya kolonisasi, dan

masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi lingkungan hutan.

Peubah-peubah tersebut penting dipelajari dengan teliti dan detail terutama untuk

melakukan monitoring dan evaluasi tingkat keberhasilan reforestasi pada waktu

tertentu dengan perlakuan tertentu.

Monitoring dan evaluasi tingkat keberhasilan reforestasi pada hutan hujan

tropis primer dan areal bekas pertambangan memperhatikan 6 faktor, yaitu: 1)

biodiversitas, 2) tingkat penutupan dan stratifikasi tajuk, 3) ketersediaan nutrisi, 4)

terjadinya rekolonisasi, dan 5) masuknya kehidupan satwa, serta 6) kondisi

lingkungan hutan (relief, iklim, erosi, dan genangan air) (Setiadi 2005).

Selanjutnya, analisis tingkat keberhasilan reforestasi ditujukan untuk mencapai

struktur dan fungsi hutan pada kondisi hutan alam stabil (rona awal).

Dewasa ini fenomena alam dan proses-proses yang menghasilkan pola-pola

spasial yang selalu berubah dengan waktu, hanya dianalisis terbatas pada data

atributnya. Dengan perkembangan SIG dan dibarengi dengan kemajuan teknologi

komputer, maka fenomena dan proses-proses tersebut dapat dipelajari dan

dianalisis dengan mudah, serta dapat dikembangkan menjadi model-model

spasial.

Pemakaian pemodelan spasial dalam pengelolaan lingkungan sangat

meningkat. Dibandingkan dengan model matematik nonspasial, pemodelan

spasial untuk analisis lingkungan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) dapat

(33)

kejadian-kejadian lingkungan berdasarkan ruang dan waktu, 2) dibandingkan dengan

penelitian teristris, metode pemodelan memerlukan waktu yang lebih cepat dan

biaya yang lebih murah (Jaya 2006).

Data hasil pengukuran kritera dan indikator di hutan alam primer dan di

areal bekas pertambangan digunakan dalam penyusunan model spasial untuk

menemukan indikator kunci dan model yang terbaik. Model dengan

indikator-indikator ini dapat dipakai untuk mengukur ketercapaian tingkat keberhasilan

reforestasi sampai mencapai struktur dan fungsi hutan pada kondisi hutan alam

stabil (rona awal).

1.3. Kebaruan Penelitian

Secara umum, metode yang dikembangkan guna melakukan evaluasi dan

monitoring terhadap reforestasi adalah metode dengan pendekatan nonspasial.

Pendekatan yang menggunakan aspek-aspek bentang lahan dan lokasi keruangan

jarang dipertimbangkan.

Penelitian ini merupakan pengembangan metode pemodelan spasial yang

dilakukan secara komprehensif untuk mendapatkan indikator kunci dalam

mengukur tingkat keberhasilan reforestasi sampai mencapai struktur dan fungsi

hutan pada kondisi hutan alam stabil (rona awal).

Selain itu, penelitian ini juga mempertimbangkan dimensi waktu sehingga

model spasial yang dibangun dapat digunakan untuk memantau keberhasilan

reforestasi pada setiap tahap pertumbuhan tanaman yang sering dinyatakan

dengan umur tanaman atau kelas umur tanaman tertentu. Dengan pendekatan ini,

penilaian keberhasilan reforestasi dapat dilakukan sedini mungkin dan secara

periodik. Keterbaharuan dari metode ini adalah pada dimensi keruangan dan

dimensi waktu, sehingga kompleksitas spasial atau ruang dapat dilakukan secara

(34)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran, tujuan utama penelitian

adalah:

1. Menyusun model spasial pemantauan tingkat keberhasilan reforestasi.

2. Menentukan indikator kunci tingkat keberhasilan reforestasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Kriteria dan indikator serta model spasial tingkat keberhasilan reforestasi

hasil penelitian dapat digunakan untuk:

1. Penyempurnakan kebijakan dan optimalisasi rehabilitasi lahan khususnya

rehabilitasi lahan di kawasan pertambangan.

2. Monitoring tingkat keberhasilan reforestasi di kawasanan pertambangan lain

yang sejenis.

3. Memberikan kemudahan bagi perusahaan dan pemerintah untuk melakukan

(35)

Hutan hujan tropis stabil, karakteristik : 1. Biodiversitas sangat tinggi

2. Siklus hara tertutup 3. Stratifikasi tajuk tinggi 4. Selalu hijau sepanjang tahun 5. Self nutrient recovery

6. Bersifat konstan

Reforestasi Pertambangan

Degraded land

T1 T2 … Tn

Monitoring dan evaluasi

Skoring dan pemodelan spasial

Identifikasi indikator kunci

Proses pemulihan (recovery)

Struktur dan fungsi

Kriteria dan Indikator Penelitian : 1. Biodiversitas

2. Tutupan dan stratifikasi tajuk 3. Nutrient retention

4. Rekolonisasi 5. Wildlife

[image:35.792.74.715.71.486.2]

6. Kualitas lahan

(36)

2.1. Reforestasi pada Kawasan Pertambangan

Menurut Barrow (1991), pada kawasan pertambangan deforestasi yang

disebabkan oleh kegiatan pertambangan mengakibatkan beberapa gangguan.

Hutan primer yang hilang dapat menyebabkan perubahan pada iklim mikro. Hutan

hujan tropis dapat menyimpan air hujan yang cukup besar sehingga dapat menjaga

iklim di sekitarnya menjadi nyaman, mengurangi fluktuasi temperatur antara siang

dan malam, menjaga kelembaban udara, dan mengurangi kecepatan angin. Hutan

yang rusak juga dapat menyebabkan kehilangan spesies, dampak negatif terhadap

hidrologi dan tanah, gangguan kesehatan, kehilangan hasil hutan, dampak negatif

terhadap ekonomi, dan kehilangan estetika terhadap hutan.

Fungsi hutan hujan tropis sangat penting bagi kehidupan sehingga pada

degraded land harus dilakukan reforestasi untuk mempercepat mengembalikan

fungsi hutan pada kondisi mendekati seperti semula. Menurut Setiadi (2005),

proses reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversity,

meningkatkan tutupan dan stratifikasi tajuk, meningkatkan kesuburan tanah,

terjadinya kolonisasi dan masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi

lingkungan hutan.

Reforestasi agar berhasil harus menguasai pengetahuan tentang ekologi

hutan khususnya pengetahuan tentang suksesi hutan untuk memberikan pola

penanganan dalam revegetasi hutan. Pengetahuan tentang tempat tumbuh spesies

dan interaksi spesies satu dengan spesies yang lain juga penting, misalnya adanya

spesies yang dapat menghambat atau spesies yang toleran untuk tumbuhnya

spesies yang lain atau spesies-spesies yang mempunyai sifat sebagai fasilitator

bagi tumbuhnya spesies lain. Jenis pohon yang ditanam sebaiknya tidak

monokultur tetapi jenis-jenis campuran dari spesies-spesies asli yang ada di hutan

primer di sekitarnya (Setiadi 2005).

Pola penanganan yang diberikan harus ditujukan pada terjadinya percepatan

pemulihan hutan dengan mempercepat terjadinya proses suksesi. Proses

reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversity,

(37)

kolonisasi dan masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi

lingkungan hutan (Setiadi 2005).

Evaluasi proses-proses reforestasi yang sudah pernah dilakukan penting

dipelajari dan dikembangkan. Sebagai contoh, berdasarkan hasil penelitian,

penanaman hutan yang sudah lama dapat memberikan dampak positif yaitu

memperbaiki iklim mikro, meningkatkan struktur vegetasi, meningkatkan serasah

dan humus, munculnya kehidupan satwa seperti burung dan kelelawar dapat

memperkaya jenis-jenis pohon yang ada karena dibawa burung dan kelelawar dari

hutan primer yang ada di sekitarnya, serta adanya bayangan pohon-pohon yang

tinggi dapat mematikan rumput dan mempercepat tumbuhnya anakan (Setiadi

2005).

Proses suksesi yang dipercepat dengan penanaman pohon monokultur

selama ini memberikan dampak negatif seperti hutan menjadi tidak stabil, yaitu

rawan terhadap gangguan hama dan penyakit, biodiversity yang rendah,

spesies-spesies asli hilang dan masuknya jenis-jenis exotic, dan menurunkan kualitas

lahan khususnya tanah dan air. Tetapi apabila proses penanaman dilakukan

dengan baik dan benar melalui penyiapan lahan yang baik, penanaman dan

pemeliharaan yang benar, maka penanaman pohon monokultur dalam jangka

waktu yang lama dapat memberikan dampak positif yaitu, memperbaiki iklim

mikro (meningkatkan kelembaban dan menurunkan suhu), meningkatkan

kesuburan tanah, memunculkan kehidupan satwa, dan mempercepat tumbuhnya

anakan (Setiadi 2005).

Penelitian tentang metode reforestasi pada kawasan pertambangan dengan

tujuan untuk mempercepat keberhasilan reforestasi sudah banyak dilakukan.

Beberapa contoh teknik reforestasi adalah: 1) penanaman dengan spesies yang

toleran untuk tumbuhnya spesies yang lain atau spesies-spesies yang mempunyai

sifat sebagai fasilitator bagi tumbuhnya spesies lain. Sejak tahun 1995, sistem ini

banyak diterapkan di Amerika Latin, Afrika, dan kawasan Asia Pasifik (Parrotta

1997), 2) penanaman pohon monokultur untuk mempercepat proses suksesi di

Puerto Rico (Lugo 1997), dan 3) pemakaian kompos aktif untuk meningkatkan

kesuburan tanah dan penanaman dengan spesies pionir yang cepat tumbuh,

(38)

tanah yang kurang subur. Semua ini bertujuan mempercepat proses suksesi dan

regenerasi spesies asli. Teknik ini sudah banyak dilakukan di areal pasca tambang

di Indonesia (Setiadi 2005).

2.2. Monitoring Reforestasi

Karakteristik hutan hujan tropis dijadikan filosofi dalam monitoring

reforestasi, indikator tingkat keberhasilan reforestasi harus mengacu pada

terbentuknya hutan hujan tropis yang lestari. Menurut Setiadi (2005) indikator

yang dipakai dalam monitoring reforestasi adalah biodiversity, tutupan tajuk,

kesuburan tanah, rekolonisasi, wildlife, dan landform.

Biodiversitas merupakan berbagai macam jenis, jumlah dan pola

penyebaran dari suatu organisme atau sumberdaya alam hayati dan ekosistem.

Biodiversity terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah total jenis per unit area dan

kemerataan (kelimpahan, dominasi dan penyebaran spasial individu jenis yang

ada). Indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam satu nilai tunggal

disebut indeks biodiversity. Variabel-variabel yang disatukan ke dalam suatu nilai

tunggal menyangkut jumlah jenis, kelimpahan spesies relatif dan homogenitas dan

ukuran petak contoh. Untuk itu, indeks biodiversity suatu spesies tergantung pada

indeks kekayaan (Richness indices), indeks keanekaragaman (Diversity indices)

dan indeks kemerataan (Evenness indices) (Barnes et al. 1997).

Indeks tutupan tajuk merupakan fungsi linier dari indeks persentase

kerapatan tutupan tajuk dan indeks stratifikasi tajuk. Menurut Setiadi (2005),

indeks persentase kerapatan tutupan tajuk dan indeks stratifikasi tajuk merupakan

suatu indeks yang paling penting dalam menentukan keberhasilan reforestasi

karena persentase kerapatan tutupan tajuk dan stratifikasi tajuk mempunyai fungsi

antara lain:

1. Meneruskan sinar matahari masuk ke lantai hutan sehingga dapat

mempercepat proses dekomposisi.

2. Mencegah erosi dan pencucian hara.

3. Menangkap dan menyimpan air.

(39)

5. Menciptakan mekanisme ruang yang tinggi bagi berbagai macam spesies atau

jumlah dan kepadatan spesies per satuan ruang tinggi.

Tanah merupakan faktor fisik sebagai tempat tumbuh tanaman ditunjukkan

oleh sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta ketebalan serasah pada lantai hutan.

Oleh karena itu, indeks tanah merupakan fungsi dari indeks sifat fisik tanah, kimia

dan biologi tanah, serta ketebalan serasah pada lantai hutan. Indeks sifat fisik

tanah yang berpengaruh pada kehidupan tanaman adalah indeks struktur tanah,

tekstur tanah, porositas tanah, dan bulk density, sedangkan indeks tanah yang

merupakan indikator kesuburan tanah (simpanan hara) dan berpengaruh bagi

kehidupan tanaman ditunjukkan oleh indeks sifat kimia dan biologi tanah, antara

lain kandungan N, P, K, Ca, Mg, Kapasitas Tukar Kation (KTK), kandungan

bahan organik, dan pH.

Indeks kolonisasi merupakan tumbuhnya vegetasi awal, seperti liana, epifit,

semak, dan herba yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi

proses suksesi hutan (Barnes et al. 1997).

Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur

tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat

membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol

terjadinya hama dan penyakit (Barnes et al. 1997). Beberapa metode monitoring

keberhasilan reforestasi yang pernah dilakukan diberikan pada Tabel 1.

2.3. Pemodelan Spasial

2.3.1. Model

Istilah model yang dipergunakan dalam SIG mempunyai dua pengertian,

yaitu sebagai abstraksi dari dunia nyata. Dalam pengertian ini, model adalah suatu

cara menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung. Model

biasanya terdiri atas serangkaian aturan prosedur untuk menentukan informasi

baru yang dapat dipergunakan dalam membantu perencanaan dan pemecahan

(40)

Tabel 1 Beberapa penelitian metode monitoring rehabilitasi lahan

Penelitian Metode pemantauan

Pengelolaan dan

pemantauan lingkungan penambangan bijih nikel di Buli dan Gee, Maluku Utara

(Yudistira 2003)

Pengamatan dan pengukuran tanaman revegetasi dengan parameter yaitu:

• Luas, jenis dan jumlah pohon yang ditanam

• Jumlah pohon mati dan penyulaman

• Analisis kualitas air (pH, TSS, BOD, COD, Nikel,Pb, Co, dan kekeruhan)

Evaluasi keberhasilan revegetasi di lahan bekas tambang nikel di Soroako (Sirait 1997)

Pengamatan dan pengukuran tanaman revegetasi dengan parameter yaitu:

• Parameter Pertumbuhan (tinggi tanaman, diameter batang, penutupan tajuk, dan perkembangan akar)

• Kondisi tempat tumbuh (Serasah dan keanekaragaman hayati)

Monitoring rehabilitasi lahan di pertambangan Bukit Asam (Widdowson 1990)

Pengamatan dan pengukuran tanaman revegetasi dengan parameter yaitu:

• Vegetasi (pertumbuhan tanaman, persen penutupan lahan, dan komposisi spesies)

• Fauna asli (serangga, burung, amphibi, reptil, dan mamalia)

• Tanah

• Kualitas air tanah dan permukaan

Evaluasi metode rehabilitasi dari bekas penebangan hutan di hutan dataran rendah di Negeri Sembilan

Malaysia (Maswar 2000)

Pengamatan dan pengukuran tanaman revegetasi dengan parameter yaitu:

• Tingkat hidup dari semua anakan yang ditanam

• Sifat-sifat tanah (bulk density, kelembaban, bahan organik, pH) sebelum dan sesudah rehabilitasi

Alat analisis dalam SIG digunakan untuk membangun model-model data

spasial. Model dapat juga mencakup kombinasi dari ekspresi logis, prosedur

matematis, dan kriteria-kriteria yang digunakan untuk mensimulasi proses,

memprediksi hasil atau untuk mencirikan suatu fenomena alam. Model dapat juga

didefinisikan sebagai representasi penyederhanaan realitas suatu objek atau

peristiwa pada dunia nyata. Contoh-contoh model data spasial adalah: arc-node,

georelational, raster dan TIN, hasil buffer (buffering), hasil operasi spasial (erase,

split, clip, update), dan hasil penggabungan data spasial (spatial joint): identity,

(41)

Menurut Burrough et al. (1996), model-model simulasi untuk analisis

lingkungan mempunyai beberapa manfaat, yaitu: 1) variabel yang banyak dan

interaksi antar variabel dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, 2) penyimpanan

data dapat distandardisasi, 3) antar disiplin ilmu dapat saling berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa program, 4) model dapat digunakan untuk

memprediksi kejadian-kejadian beberapa tahun ke depan dalam waktu yang

singkat, dan 5) model dapat diterapkan di tempat-tempat yang berbeda.

Manfaat lain dari model adalah: 1) secara kontinyu dapat dengan mudah dan

cepat di-update dan dimodifikasi untuk meningkatkan informasi, 2) dapat

memberikan kunci-kunci variabel yang penting, 3) model dapat melakukan

ekstrapolasi dan eksperimental hasil, dan 4) dapat merefleksikan suatu kejadian

berdasarkan ruang dan waktu (De Roo et al. 1989).

2.3.2. Pemodelan

Menurut Jaya (2006), pemodelan mempunyai makna yang sama dengan

SIG, perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang

lebih sempit dibandingkan dengan analisis. Pemodelan merupakan suatu proses

yang dapat berupa simulasi, prediksi maupun deskripsi.

Tahap-tahap pemodelan mencakup:

1. Menentukan atau identifikasi permasalahan.

2. Mengelompokkan masalah untuk menentukan tujuan yang ingin dipecahkan.

3. Menetapkan nilai kesesuaian dengan tujuan.

4. Memecahkan masalah.

Pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat karakteristik dari

sejumlah layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan masalah. Nilai dari

masing-masing grid atau mesh saling tumpang tindih dengan nilai dari cover

lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi. Pemodelan

sering diartikan sama dengan analisis. Model-model data spasial pada umumnya

diturunkan dari hasil analisis spasial (Jaya 2006).

Jaya (2006) mengelompokkan pemodelan berdasarkan proses atau teknik

(42)

1. Pemodelan kartografi (cartographic modelling). Pada pemodelan ini

disarankan untuk membuat diagram alir (flow chart) yang detail dan

perencanaan yang teliti untuk memutuskan hal yang penting dan cara

menggunakannya.

2. Pemodelan simulasi. Dalam hal ini pemakai mencoba untuk melakukan

simulasi terhadap fenomena yang kompleks menggunakan kombinasi

informasi spasial dan nonspasial. Aspek ini memerlukan ahli khusus tentang

cara suatu model dibangun. Sebagai contoh adalah evaluasi kesesuaian habitat

satwa liar. Para ahli dapat menggunakan layer spasial yang mencakup

informasi tentang vegetasi, elevasi, aspek, slope, kepemilikan, jalan dan aliran

sungai. Selanjutnya, model akan mengombinasikan informasi tersebut dengan

suatu pembobotan (prioritas layer). Jarak dari jalan atau sungai juga dapat

ditambahkan dalam pembentukan model. Kemudian, model tersebut dapat

digunakan untuk menentukan areal yang baik untuk habitat atau areal yang

perlu diperbaiki.

3. Pemodelan prediktif (Predictive modeling). Pada pemodelan ini biasanya

menggunakan teknik statistik, umumnya adalah analisis regresi untuk

menyusun suatu model. Tahap pertama adalah mengumpulkan informasi

tentang fenomena yang diamati, selanjutnya satu set informasi tersebut

digunakan untuk membangun suatu model dengan melihat masing-masing

layer dari informasi spasial dan masing-masing komponen dari informasi

(43)

Pemodelan spasial dilihat dari prosedur analisisnya, ada tiga kategori fungsi

pemodelan spasial yang diterapkan pada objek-objek data geografis dalam SIG,

yaitu:

1. Model geometrik (geometric model): membuat, menghitung luas (area) dan

keliling (perimeter) dan jarak euclidean dari objek.

2. Model koinsidensi (coincidence model): overlay poligon. Operasi overlay

poligon mencakup: clip, erase, identity, union, intersect, merge, update.

3. Model kedekatan (adjacently model): pathfinding dan location redistricting.

Ketiga model ini mendukung operasi-operasi objek data geografis seperti

titik, garis, poligon, TIN dan grid. Teknologi komputerisasi (software ataupun

hardware), Sistem Informasi Geografis (SIG), dan teknologi penginderaan jauh

dewasa ini sangat berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, monitoring

lingkungan bisa dilakukan atau dikembangkan secara semi otomatis dalam bentuk

pemodelan khususnya pemodelan spasial (Jaya 2006).

SIG khususnya dalam bentuk pemodelan spasial mempunyai beberapa

kelebihan, sebagai contoh SIG dalam sistem monitoring aliran sungai digunakan

sebagai alat untuk mengetahui posisi atau lokasi dari setiap kejadian dalam

seluruh kawasan DAS. Penggunaan SIG akan dapat menjawab pertanyaan seperti

mengapa, bagaimana, dan dimana terjadinya banjir (Risdiyanto 2009).

Kelembaban tanah yang dihasilkan dengan pemodelan spasial dapat menjelaskan

karakteristik kekeringan berdasarkan kekurangan kelembaban tanah dengan skala

waktu yang fleksibel. Pemodelan spasial juga dapat menyediakan informasi

tentang dimana, kapan, dan berapa banyak kekurangan air yang terjadi pada setiap

waktu (Narendra 2008).

Beberapa penelitian pemodelan spasial dengan scoring dan pembobotan

(44)

Tabel 2 Beberapa penelitian pemodelan spasial dengan skoring dan pembobotan

Penelitian Metode

pemodelan

Variabel Hasil Validasi

Kerusakan hutan

mangrove di P. Lombok (Budhiman et al.

2001)

Scoring

Pembobot-an

• Jumlah pohon per ha

• Permudaan per ha

• Lebar jalur hijau

mangrove • Tingkat abrasi

• Kandungan dan kedalaman pirit

• Pencemaran air

Terdapat 3 kelas tingkat

kerusakan, yaitu: tidak rusak, rusak, dan rusak berat - Pemetaan rawan kebakaran di Portugal, Spanyol, Perancis Selatan, Italia, dan Yunani (Chuvieco

et al. 1999

• Regresi

Logistic

Pembobot-an

• Geografis (elevasi, iklim, land cover)

• Pertanian • Demografi (pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan struktur umur) Terdapat 6 peluang terjadinya kebakaran, yaitu: 1−5 kali 6−10 kali 10−20 kali 21−40 kali > 40 kali

Validasi: 78,26% Benar Penilaian kelestarian hutan (Mendoza dan Prabhu 2002) • Scoring • Pembobot-an

• Pola landscape • Diversitas habitat

• Kelimpahan benih

• Dekomposisi serasah Nilai kelestarian hutan yang dihasilkan adalah:

0,6096− 0,7839, dimana nilai semakin mendekati 1 semakin lestari - Distribusi tipe vegetasi di DAS Liebana Spanyol (Felicisimo et al. 2000)

• Regresi

Logistic

• Pembobot-an

Litologi (tipe batuan)

• Topografi (Ketinggian, kemiringan, arah sinar, jarak dari laut)

• Vegetasi (tipe vegetasi) Terdapat peluang tumbuhnya tipe vegetasi, dari peluang rendah = 0 s.d. sangat tinggi = 1, yaitu: 0,00−0,25 0,26−0,50 0,51−0,75 0,76−1,00

-

Penggunaan ruang habitat Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (Harini 2002) • Scoring • Pembobot-an

• Jumlah pakan

• Jumlah jenis

• Tempat berteduh

• Jarak dari sumber air, jalan.

Slope, elevasi

• Persen jumlah pesaing terhadap jumlah populasi

[image:44.595.90.515.118.742.2]
(45)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Pertambangan Nikel PT INCO yang

terletak di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi

Selatan. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada kisaran 121o22'−121o26'

Bujur Timur dan 2o32'−2o37' Lintang Selatan (Gambar 2). Areal kajian dilakukan

pada areal hasil revegetasi di wilayah seluas 3.172 ha, dari tahun tanam 1985,

1990, 2000 sampai dengan 2008. Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi

hutan yang telah stabil, kajian juga dilakukan terhadap hutan alam yang berlokasi

di Bukit Lembo dengan luas area penelitian seluas 527,25 ha. Pengambilan data

lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2008. Dilanjutkan

dengan analisis data tanah dan analisis spasial serta pembangunan model mulai

bulan April sampai dengan Oktober 2008 di Laboratorium Tanah Fakultas

Pertanian IPB serta Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan

IPB, Bogor.

3.2. Data, Alat, Software, dan Hardware

Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang

diambil dari lapangan, meliputi data kondisi vegetasi (biodiversitas, kerapatan

tegakan, tutupan tajuk, persen penutupan tajuk, luas bidang dasar, dan kolonisasi),

tanah (kondisi fisik, biologi, kimia tanah, dan serasah), satwa (jenis satwa dan

kelimpahan), dan suhu udara (suhu udara di dalam tajuk). Data hasil pengukuran

tersebut dibagi menjadi dua set data, satu set digunakan untuk membangun model

keberhasilan reforestasi, sedangkan satu set lainnya digunakan untuk verifikasi

dan uji akurasi model. Khusus untuk uji akurasi model spasial untuk memantau

keberhasilan reforestasi, data yang digunakan adalah data Luas Bidang Dasar

(LBDS). Data pendukung lainnya yang menunjang penelitian ini adalah peta

(46)

Gambar

Gambar 1  Diagram alir kerangka berfikir.
Tabel 2  Beberapa penelitian pemodelan spasial dengan skoring dan pembobotan
Gambar 2  Lokasi penelitian.
Gambar 3  Tahapan penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurikulum yang menghendaki pelaksanaan evaluasi hasil belajar secara komprehensif, baik pada ranah kognitif, afektif maupun

Instrumen wawancara ini digunakan oleh peneliti yang sudah disiapkan bagi objek yang akan diteliti untuk mendapatkan data penelitian, hal ini telah dikemukakan oleh

Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah aplikasi persamaan Rehbock , persamaan Kinsvater – Carter, dan persamaan Umum pada kegiatan praktikum pengukuran

Sensor adalah komponen yang dapat digunakan untuk mengkonversi suatu besaran tertentu menjadi satuan analog sehingga dapat dibaca oleh suatu rangkaian elektronik atau

 -nalisis graimetri pada dasarn%a merupakan proses pemisa#an dan penim6angan 6erat suatu sen%awa+ Pemisa#an ion dalam suatu sen%awa %ang akan ditentukan dapat dilakukan

Melihat dari beberapa penelitian terdahulu serta pandangan teori motivasi dari kegiatan merger dan merger dan akuisisi tersebut yang menghasilkan perbedaan antara teori dan

Hasil nilai korelasi (r) yang didapatkan antara biaya promosi TBN dengan banyaknya pengunjung adalah sebesar 0,308 dimana hasil nilai korelasi tersebut lebih dari 0 (r >

Para bawahan yang memiliki hubungan baik dengan atasan atau disebut in group member merupakan karyawan yang memiliki kinerja yang baik, memiliki kepercayaan dari