• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L)."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP

PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA

(

Ficus carica

L.)

OLEH:

SIDIK HARI PRIONO

A24070187

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN ARA (Ficus carica L.)

The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.) Cuttings

Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media tanam terbaik untuk pertumbuhan stek tanaman ara (Ficus carica. L.). Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2012 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Insitut Pertanian Bogor, Indonesia. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor yaitu media tanam dengan empat taraf dan empat ulangan. Keempat media tanam itu antara lain campuran media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing (2:1:1); tanah, kompos daun bambu, arang sekam (2:1:1); cocopeat, kompos daun bambu (1:1); arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu (1:1:1). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing; campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah persentase hidup yaitu sebesar 65.5, 70.0 dan 65.0%, sedangkan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.

(3)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA (Ficus carica L.)

The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.) Cuttings

Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

The aimed of this study was to find the best plant media for the growth of fig cuttings. The experiment was conducted in July to October 2012 at Leuwikopo Experimental Farm, Bogor Agricultural University, Indonesia. The experiment was arranged in Randomized Complete Block Design with plant media compotition as the treatment and four replications. The plant media consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure (2:1:1); soil, bamboo leaves compost and rice hull charcoal (2:1:1); cocopeat and bamboo leaves compost (1:1);rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost (1:1:1). The result showed that the plant consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure; soil, bamboo leaves compost and rice hull charcoal; and rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost gave the same performance in fig cuttings of life percentages, that were 65.5, 70.0 and 65.0%, whereas plant media consisted of cocopeat and bamboo leaves compost gave the lowest result of 37.5%.

(4)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA (Ficus carica L.)

The Effect of Plant Media Composition to the Growth of Fig (Ficus carica L.) Cuttings

Sidik Hari Priono1, Sandra A. Aziz2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

The aimed of this study was to find the best plant media for the growth of fig cuttings. The experiment was conducted in July to October 2012 at Leuwikopo Experimental Farm, Bogor Agricultural University, Indonesia. The experiment was arranged in Randomized Complete Block Design with plant media compotition as the treatment and four replications. The plant media consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure (2:1:1); soil, bamboo leaves compost and rice hull charcoal (2:1:1); cocopeat and bamboo leaves compost (1:1);rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost (1:1:1). The result showed that the plant consisted of soil, rice hull charcoal, and goat manure; soil, bamboo leaves compost and rice hull charcoal; and rice hull charcoal, goat manure and bamboo leaves compost gave the same performance in fig cuttings of life percentages, that were 65.5, 70.0 and 65.0%, whereas plant media consisted of cocopeat and bamboo leaves compost gave the lowest result of 37.5%.

(5)

RINGKASAN

SIDIK HARI PRIONO. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L). (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ).

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap

pertumbuhan stek tanaman ara (Ficus carica L.) jenis conadria (green jordan). Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2012 di Kebun Percobaan

Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan media tanam sebagai perlakuan

dan empat ulangan. Media tanam yang digunakan yaitu campuran tanah, arang

sekam, pupuk kandang kambing; tanah, arang sekam, kompos daun bambu;

cocopet, kompos daun bambu; dan arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu. Tanaman yang digunakan adalah stek yang berasal dari

tanaman ara jenis conadria (green jordan) yang berumur lebih dari satu tahun. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 10 polybag dengan 1 stek per polybag

dengan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Secara keseluruhan

dibutuhkan 160 stek tanaman ara.

Hasil menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanah, arang sekam,

pupuk kandang kambing; campuran media tanah, arang sekam, kompos daun

bambu; dan campuran media arang sekam, kompos daun bambu, pupuk kandang

kambing memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah persentase hidup

yaitu sebesar 65.5, 70, dan 65%, sedangkan campuran media cocopeat dan

kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.

Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun

bambu meberikan hasil terbaik terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun,

bobot basah dan kering akar, daun dan batang.

(6)

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP

PERTUMBUHAN STEK BATANG TANAMAN ARA

(

Ficus carica

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SIDIK HARI PRIONO

A24070187

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul

: PENGARUH

KOMPOSISI

MEDIA

TANAM

TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG

TANAMAN ARA (

Ficus carica

L.)

Nama

: SIDIK HARI PRIONO

NIP

: A24070187

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS NIP. 19591026 198503 2 001

Mengetahui,

Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc. Agr. NIP. 196111101 098703 1 003

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 November 1989. Penulis

merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Drs. H. Sumarwadi dan

Hj. Sudarmini, BA.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Al Hasanah pada tahun

1994-1995 dilanjutkan ke SDN Sudimara VII Ciledug dan lulus pada tahun 2001. Pada

tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 3 Tangerang. Selanjutnya

penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 2007. Pada

tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB

di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga mengambil minor

Kewirausahaan Agribisnis.

Selama perkuliahan, penulis pernah aktif mengikuti berbagai organisasi

dan kepanitian. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Dewan

Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB selama satu tahun dan Lembaga

Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB selama 4 tahun. Pada tahun 2010

penulis menjabat sebagai ketua LDK Al Hurriyyah IPB. Penulis juga pernah

memperoleh dana hibah dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang

Pengabdian Masyarakat dari Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional pada tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2010 penulis

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan

penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Ara (Ficus carica L.)” dengan baik. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana

Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan pengarahan, saran dan motivasi dalam penelitian dan

penulisan skripsi.

2. Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si dan Dr. Ani Kurniawati, SP, M.Si. selaku

dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian

skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang

memberikan bimbingan dan motivasi di tiap semester.

4. Keluarga tercinta, bapak, ibu dan kakak-kakak yang telah memberikan

perhatian, semangat, doa dan materiil untuk kelancaran penelitian dan

skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat setia: Adim, Rahmat, Zaenudin, Joko, Enal, Afifah

Yusufa dan Fikrin yang telah setia menemani dan ikut repot dalam

pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, serta motivasi yang terus

diberikan selama ini. Seluruh teman-teman AGH 44 Bersatu yang telah

mengisi kehidupan saya selama perkuliahan di AGH.

6. Pak Nana, Staf dan teknisi di Kebun Percobaan Leuwikopo, serta semua

pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi para

pembacanya.

Bogor, Februari 2013

(10)

DAFTAR ISI

Kandungan dan Manfaat Tanaman Ara ... 4

Perbanyakan Tanaman Ara ... 6

Persentase Keberhasilan Bibit Ara Hidup ... 21

Pengaruh Media Tanam terhadap Komponen Pertumbuhan Stek Ara ... 21

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi nutrisi buah ara (setiap 100 g)... 4

2. Komposisi mineral buah ara segar (setiap 100 g) ... 5

3. Data iklim lokasi penelitian ... 16

4. Kandungan hara pada berbagai komposisi media tanam ... 19

5. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi ... 20

6. Persentase keberhasilan bibit ara yang hidup pada 12 MST ... 21

7. Bobot basah dan bobot kering akar pada 12 MST ... 24

8. Perbandingan panjang akar setiap perlakuan pada 12 MST ... 25

9. Bobot basah dan bobot kering daun pada 12 MST ... 26

10. Bobot basah dan bobot kering batang pada 12 MST ... 27

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Buah dan pohon ara ... 11

2. Stek yang digunakan dalam penelitian ... 13

3. Keragaan tunas stek ara yang tumbuh pada usia 3MST ... 17

4. Tanaman yang terserang rayap... 17

5. Tanaman yang terserang cendawan ... 18

6. Tinggi tanaman (dalam cm) pada 12 MST ... 22

7. Jumlah mata tunas yang tumbuh pada 12 MST ... 23

8. Jumlah daun pada 12 MST ... 24

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada era modern ini, kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) semakin meningkat. Adanya efek samping dari obat-obatan kimia membuat masyarakat beralih menggunakan obat-obatan alami atau yang disebut

dengan obat-obatan herbal. Salah satu tanaman yang bermanfaat sebagai obat

herbal adalah tanaman ara (Ficus carica L.).

Buah ara mengandung zat sejenis alkalin yang mampu menghilangkan

kemasaman pada tubuh, mengobati luka luar, merangsang pembentukan

hemoglobin darah, serta mengandung kadar glukosa yang cukup tinggi tanpa

menyebabkan diabetes (Sobir dan Amalya, 2011). Daun tanaman ara (Ficus carica L.) mengandung alkaloid dan saponin yang bermanfaat sebagai peluruh batu ginjal (Redaksi Trubus, 2008). Hashemi et al. (2011) menyebutkan bahwa buah tanaman ara (Ficus carica L.) mampu mencegah terjadinya kanker perut.

Tanaman ara atau dalam bahasa Arab dikenal dengan tanaman tin merupakan tanaman yang berasal dari daerah Asia Barat dan sudah dibudidayakan

selama ribuan tahun di daerah Mediterania, Eropa dan Afrika Utara (Manango,

2006). Saat ini budidaya buah ara banyak tersebar di Spanyol, Turki, Italia dan

sebagian Amerika Serikat (Pipattanawong, 2008). Tanaman ini sendiri di

Indonesia masih kurang dikenal. Tanaman ara di Indonesia masih terbatas untuk

para hobiis tanaman hias. Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara dapat

tumbuh pada suhu 21-270 C dengan kondisi curah hujan sedang dan dengan

kelembaban tinggi. Morton (1987) menyatakan di daerah tropis tanaman ini dapat

tumbuh pada ketinggian 800 sampai dengan 1800 mdpl.

Perbanyakan tanaman ini dapat melalui biji, stek ataupun cangkok (Sobir

dan Amalya, 2011). Morton (1987) menyatakan cara yang paling banyak

digunakan untuk perbanyakan ara adalah dengan menggunakan stek.Keuntungan

perbanyakan dengan cara stek adalah tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya

mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit

dan dapat memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah

(15)

2

diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak (Wudianto, 1996). Menurut

Dolgun dan Tekintas (2009) stek ara sangat mudah berakar namun apabila terjadi

perubahan suhu dan kelembaban tanah/ media tanam dapat berdampak pada

perakaran dan pertumbuhan akar.

Menurut Ashari (2006) fungsi media perakaran yang digunakan menanam

stek adalah memegang stek agar tidak mudah goyah, memberikan kelembaban

yang cukup dan mengatur peredaran aerasi. Oleh karena itu, media yang

digunakan haruslah mampu memberikan aerasi yang cukup, mempunyai daya

pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur dan bakteri patogen.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh komposisi media tanam

terhadap pertumbuhan stek tanaman ara (Ficus carica. L.) varietas Conadria (green jordan)

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu komposisi media tanam

arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu merupakan

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Ara

Tanaman ara dalam bahasa Inggris disebut juga dengan fig atau edible figs

merupakan tanaman semak dan berkayu (Sobir dan Amalya, 2011). Adapun

tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut: kingdom: Plantae, superdivisi:

Spermatophyta, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Urticales,

famili: Moraceae, genus: Ficus, jenis: Ficus carica L. Nama latin carica diambil dari sebuah daerah bernama Carica di Asia Kecil yang merupakan asal dari

tanaman tersebut (Starr et al., 2003).

Tanaman ara adalah pohon yang memiliki tinggi antara 3-9 m dengan

cabang yang tersebar dengan diameter batang sekitar 17.5 cm. Sistem perakaran

dangkal dan menyebar di dalam tanah mencapai 15 m dengan kedalaman

mencapai 6 m (Morton, 1987). Helai daun menjari dengan jumlah perdaun

sebanyak 3-5 jari (Starr et al., 2003). Buah ara adalah buah semu, bukan buah sejati, melainkan bunga yang terdiri dari ratusan tangkai sari dan putik (Sobir dan

Amalya, 2011). Menurut Bunker (1999) ada dua jenis buah ara yaitu jenis

Adriatik dan Smyrna. Jenis Adriatik adalah buah ara yang tidak memiliki biji

partenokarpik, sedangkan jenis Smyrna adalah jenis yang membutuhkan serangga

untuk penyerbukannya. Starr et al. (2003) menyatakan buah dan sistem reproduksi dari setiap jenis dari genus Ficus sangat unik. Setiap spesies memiliki hubungan dengan tawon aganoid (Hymenoptera, Chalcoidea, Aganoidae). Jenis Ficus hanya bisa dibuahi oleh jenis tawon yang cocok, begitu juga sebaliknya, tawon tersebut

hanya bisa bertelur pada buah Ficus yang cocok dengan dia. Tawon yang cocok untuk jenis Ficus carica adalah jenis tawon Blastophaga psenses (L.)

Syarat Tumbuh

Tanaman ara merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania

yang beriklim panas dan kering. Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara

dapat tumbuh pada suhu 21-270C dengan kondisi curah hujan sedang dan dengan

(17)

4

tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 800 sampai dengan 1800 mdpl.

Tanaman ini juga mampu bertahan pada suhu 10o-20oC dibawah titik beku.

Tanaman ara dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, mulai dari tanah

pasir, tanah kaya lempung, tanah berliat berat maupun tanah yang mengandung

kapur serta tumbuh baik pada pH antara 6.0 dan 6.5. Tanaman ara cukup toleran

pada tanah salin (Morton, 1987). Menurut Sobir dan Amalya (2011) tanaman ara

akan tumbuh baik jika ditanam di tanah liat berdrainase baik dengan banyak

bahan organik, namun demikian masih dapat mentolerir pada tanah yang miskin

hara. Tanaman ara juga masih dapat tumbuh pada pH 5.5 sampai 8.0.

Kandungan dan Manfaat Tanaman Ara

Tanaman ara merupakan salah satu tanaman yang mudah untuk

dibudidayakan, buah ara mengandung banyak serat, mangan, magnesium, kalium,

kalsium, dan vitamin K, dan tanaman ara juga merupakan sumber dari flavonoids

dan polifenol. Buah ara juga mengandung sedikit sodium dan tidak mengandung

lemak atau kolesterol, hal ini membuat buah ara menjadi makanan yang sangat

bermanfaat bagi tubuh (Yan et al., 2011). Tabel 1 menunjukkan komposisi nutrisi tanaman ara.

Sumber: USDA National Nutrition Database For Standard Reference (2012)

Buah ara mengandung banyak zat gizi yang dibutuhkan tubuh seperti

karbohidrat, protein, vitamin, mineral, serat, dan lain-lain. Buah ara mengandung

(18)

5

10.95 g serat sedangkan apel hanya mengandung serat 3.33 g dan jeruk 3.4 g

(USDA National Nutrition Database For Standard Reference, 2006). Buah ara juga mengandung 74.98% asam lemak tak jenuh, diantaranya omega-3 sekitar

25.58%, omega-6 sekitar 29.94%, dan omega-9 sekitar 20.99% (Mehmet et al., 2009). Asam lemak-asam lemak ini terbukti berperan dalam pencegahan penyakit

jantung koroner.

Buah ara mengandung antioksidan yang dapat mengikat senyawa

karsinogen penyebab kanker. Buah ara merupakan sumber penting komponen

bioaktif seperti fenol, benzaldehid, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid yang

memiliki sifat antioksidan. Kandungan terpenoid buah ara berupa linalool, β

-bourbonene, β-caryophyllene, dan hotrienol. Komponen lainnya berupa eugenol,

antosianin, dan flavanol (catechin dan epicatechin). Total antosianin pada kulit

buah ara 32-97 dan 1.5-15 μg/g pada daging buah. Antosianin yang dominan pada kedua bagian tersebut berupa Cy 3-ruaraoside yaitu 48–81% pada kulit dan 68– 79% pada daging buah disertai oleh Cy 3-glucoside yaitu 5–18% pada kulit dan 10–15% pada daging buah (Duenas et al., 2007). Tabel 2 menunjukkan komposisi mineral buah ara.

Sumber: USDA National Nutrition Database For Standard Reference (2012)

Buah ara mengandung zat sejenis alkalin yang mampu menghilangkan

keasaman pada tubuh, mengobati luka luar, merangsang pembentukan

hemoglobin darah, serta mengandung kadar glukosa yang cukup tinggi tanpa

(19)

6

batu ginjal (Redaksi Trubus, 2009). Menurut Hashemi et al. (2011) buah tanaman ara (Ficus carica L.) mampu mencegah terjadinya kanker perut.

Perbanyakan Tanaman Ara

Perbanyakan tanaman ara dapat melalui biji, stek ataupun cangkok (Sobir

dan Amalya, 2011). Menurut Morton (1987) cara yang paling banyak digunakan

untuk perbanyakan ara adalah dengan menggunakan stek. Hartmann et al. (1990) membagi stek, antara lain, stek batang terdiri dari hardwood, semi hardwood,

softwood dan herbaceus; stek daun serta stek akar. Stek batang ara sendiri termasuk ke dalam stek batang hardwood.

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) pertumbuhan stek dipengaruhi oleh

faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi jenis bahan, adanya tunas dan

daun pada bahan stek, umur bahan stek, kandungan bahan makanan dan zat

pengatur tumbuh. Faktor luar adalah lingkungan dan pelaksanaan. Faktor

lingkungan meliputi media pertumbuhan, kelembaban, suhu, cahaya, sedangkan

pelaksanaan meliputi waktu pengambilan bahan stek dan perlakuan dengan zat

pengatur tumbuh.

Stek diambil dari bagian tanaman muda. Bila tanaman tersebut sangat

muda dan lunak maka transpirasi berlangsung cepat sehingga stek menjadi lemah

dan akhirnya mati (Rochiman dan Harjadi, 1973). Menurut Wudianto (2002)

cabang yang terlalu tua kurang baik digunakan sebagai bahan stek karena sulit

untuk membentuk akar sehingga memerlukan waktu yang sangat lama untuk

membentuk akar. Penggunaan stek yang muda lebih baik karena pertumbuhannya

lebih cepat.

Menurut Morton (1987), cara perbanyakan tanaman ara dengan stek

adalah dengan cara mengambil cabang dari tanaman ara yang berusia antara 2

sampai dengan 3 tahun, dengan ketebalan cabang antara 1.25-2 cm dan panjang

batang stek antara 20-30 cm. Penanaman harus dilakukan 24 jam setelah tanaman

diambil dari indukan dan bagian dasar dari bahan stek diberikan hormon

(20)

7

Media Tanam

Menurut Ashari (2006) fungsi media perakaran yang digunakan menanam

stek adalah memegang stek agar tidak mudah goyah, memberikan kelembaban

yang cukup dan mengatur peredaran aerasi. Oleh karena itu, media yang

digunakan haruslah mampu memberikan aerasi yang cukup, mempunyai daya

pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur dan bakteri patogen.

Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman

optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai.

Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang mengan-dung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak mengan-dung tanah (Harjadi, 1996).

Tanah

Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan. Jenis tanah dibedakan

men-jadi dua, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral adalah tanah yang

merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan mineral, sedangkan tanah organik

adalah tanah yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik. Tanah

orga-nik memiliki bahan orgaorga-nik dalam jumlah yang tinggi, misalnya tanah gambut.

Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang berbeda, sebagai

con-toh tanah latosol memiliki sifat kimia yang kurang baik, memiliki KTK yang

ren-dah disebabkan oleh bahan organik sedikit dan memerlukan tambahan unsur hara

N, P, K, Ca, Mg dan beberapa unsur mikro. Tanah latosol mengandung

hidro-oksida besi atau aluminium (Murbandono, 1993). Harjadi (1996) menyatakan tiga

fungsi primer tanah dalam mendukung kehidupan tanaman, yaitu memberikan

unsur-unsur mineral, sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat

persediaan; memberikan air dan melayaninya sebagai reservooir ; sebagai tempat berpegang dan bertumpu untuk tegak.

Arang Sekam

Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki

kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi

(21)

8

arang sekam dapat digunakan sebagai media karena memiliki sifat ringan (berat

jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga sirkulasi udara tinggi, berwarna

coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif,

serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khusus bakteri. Menurut Nelson (1981)

kemampuan menyimpan air pada sekam padi sebesar 12.3% yang nilainya jauh

lebih rendah jika dibandingkan dengan pasir yang memiliki kapasitas menyimpan

air sebesar 33.7%.

Kompos Daun Bambu

Pengomposan dapat didefinisikan sebagai proses biokimia, di mana

bermacam-macam kelompok mikroorganisme menghancurkan bahan organik

menjadi bahan seperti humus, yang mempunyai sifat sama dengan pupuk kandang

(Gaur, 1982). Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan

sampah, serasah tanaman maupun bangkai binatang. Ciri-ciri kompos yang baik

adalah berwarna cokelat, bertekstur remah, berkonsistensi gembur dan berbau

lapuk (Nurhaeti, 2009). Menurut Lingga dan Marsono (2001) kandungan utama

dari kompos adalah bahan organik yang berfungsi untuk memperbaiki kondisi

tanah. Unsur lainnya bervariasi cukup banyak dengan kadar rendah seperti

nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Djaja (2008) menyatakan

proses pengomposan dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu oksigen dan aerasi;

kandungan air; porositas, struktur dan ukuran partikel; pH bahan baku;

temperatur; waktu dan C/N ratio. Menurut Ashari (2006) mikroorganisme yang

berperan dalam proses dekomposisi memerlukan suatu bagian unsur N untuk

setiap 15-30 bagian karbon yang terkandung dalam bahan. Proporsi ini dikenal

dengan rasio karbon: nitrogen atau C/N rasio. Day dan Shaw (2001) menyatakan

secara umum nilai akhir C/N rasio kompos adalah antara 15-20, namun C/N rasio

ideal yang disarankan adalah dengan nilai 10. Menurut Ashari (2006) bahan

organik yang C/N rasionya lebih dari 20, tidak baik diberikan ke dalam tanah,

harus dibiarkan melapuk (dekomposisi) lebih dahulu.

Kompos daun bambu merupakan hasil pelapukan bahan organik yang

(22)

9

selama belum melapuk. Rosana (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu

memiliki aerasi (sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga

perakaran tanaman dapat berkembang optimal. Media kompos daun bambu yang

dicampur dengan sekam dapat mempercepat pertumbuhan tanaman mawar. Faruqi

(2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu yang dicampur dengan arang

sekam menghasilkan tinggi tanaman lebih besar dan ruas tanaman lebih baik

daripada media tanam lainnya. Murti, Rugayah dan Rusdi (2006) menjelaskan

bahwa humus daun bambu pada tanaman sirih merah menghasilkan peningkatan

pertumbuhan jumlah daun dan buku dibandingkan dengan perlakuan lain.

Serbuk Sabut Kelapa

Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan media hasil penghancuran sabut kelapa. Sabut kelapa adalah bagian mesokarp dari buah kelapa, tebalnya 5

cm dan menempati 35% dari total buah kelapa yang telah masak petik. Bagian

yang berserabut ini merupakan kulit dari buah kelapa dan dapat dijadikan sebagai

bahan baku aneka industri dan juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam

karena mengandung unsur kalium dan fosfor (Palungkun, 1992). Serbuk sabut

kelapa banyak digunakan untuk media tumbuh karena mempunyai kapasitas

memegang air yang baik, dapat mempertahankan kelembaban (80%), memiliki

kapasitas tukar kation dan porositas yang baik, mempunyai rasio C/N rendah yang

mempercepat N tersedia dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti

kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P)

(Susilawati, 2007). Menurut Sarief (1985) serabut kelapa (kokopit) mampu

menyimpan air hingga 6-8 kali lipat.

Pupuk Kandang Kambing

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak baik

berupa kotoran padatnya bercampur sisa makanannya maupun air kencingnya

sekaligus (Lingga, 1998). Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara makro

dan mikro tanaman. Menurut Soepardi (1983) pupuk kandang merupakan salah

satu bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan mikro bagi

(23)

10

pupuk organik yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu memperbaiki struktur

tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di

dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.

Soepardi (1983) menyatakan susunan hara dalam pupuk kandang kambing

yang masih segar terdiri atas 0.6% N; 0.3% P dan 0.17% K tuntuk kotoran padat.

(24)

11

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor.

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

Oktober 2012. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 207 mdpl.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari stek hardwood

tanaman ara, tanah, arang sekam, kompos daun bambu, cocopeat dan pupuk kandang kambing, polybag berukuran 20 x 20 cm, cangkul, gunting stek, paranet

75%, ember, pisau, alat penyiram, sprayer, fungisida Dithane, bakterisida Agrept

dan insektisida Furadan 3G. Adapun bahan tanam yang digunakan berasal dari

batang dan cabang tanaman ara yang berusia lebih dari 1 tahun. Gambar 1

menunjukkan gambar pohon dan buah ara.

Gambar 1. Buah dan pohon ara

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

(RKLT) dengan satu faktor yaitu media tanam dengan empat taraf, dan empat

ulangan. Keempat taraf tersebut antara lain:

1. Tanah : arang sekam : pupuk kandang kambing (2:1:1)

2. Tanah : kompos daun bambu : arang sekam (2:1:1)

3. Cocopeat : kompos daun bambu (1:1)

(25)

12

Setiap satu unit percobaan terdiri dari 10 polybag dengan 1 stek per polybag

dengan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Secara keseluruhan

dibutuhkan 160 stek tanaman ara.

Adapun model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Yij = μ + αi + βj + ε ij dimana:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan media tanam ke-i terhadap ulangan ke- j μ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan media tanam ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

ε ij = Pengaruh galat pada perlakuan ke-i terhadap kelompok ke-j

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan

dilakukan uji lanjut DMRT 5% pada hasil yang berbeda nyata.

Pelaksanaan

Kegiatan penelitian diawali dengan persiapan media tanam. Media tanam

yang digunakan sebelumnya dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi

dilakukan dengan mengukus media tanam dalam tungku besar selama 24 jam

dengan suhu mencapai 1200 C. Sterilisasi dilakukan dengan tujuan agar media

tanam tidak terkontaminasi oleh jamur ataupun bakteri dalam tanah. Setelah

dikukus kemudian media tanam masukkan ke dalam polybag.

Persiapan selanjutnya adalah mempersiapkan bibit tanaman ara. Bahan

setek diambil dari pohon buah ara jenis conadria (green jordan) yang berasal dari daerah Jakarta. Perbanyakan tanaman yang dilakukan adalah perbanyakan

vegetatif berupa stek batang hardwood dari tanaman ara. Bahan stek yang digunakan berukuran panjang sekitar 15 cm dengan jumlah buku sebanyak 2-3

(26)

13

Gambar 2. Stek yang digunakan dalam penelitian

Sebelum bahan ditanam, stek diberikan Rootone-F untuk membantu

pertumbuhan akar sebanyak 32 g untuk 160 stek tanaman ara. Rootone-F

digunakan dalam bentuk pasta, yaitu dengan melarutkan bubuk Rootone-F dengan

sedikit air hingga berbentuk pasta. Sebelum stek ditanam dalam polybag stek

terlebih dahulu direndam dalam larutan Dithane dengan konsentrasi 2 g/L selama 30 menit untuk mengurangi efek dari kontaminasi cendawan.

Pemeliharaan stek dilakukan dengan penyiraman air dan pengendalian

hama penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali/ hari yaitu pada pagi dan sore hari.

Penyiraman dilakukan apabila media tanam mengalami kekeringan. Selain itu

juga agar stek tidak terkena serangan cendawan dilakukan penyemprotan

fungisida menggunakan Dithane dan bakterisida Agrept dengan konsentrasi 2 g/L air. Furadan 3G juga digunakan untuk mencegah serangan rayap.

Pengamatan

Peubah pengamatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Persentase bibit hidup

Dihitung pada akhir pengamatan dengan menggunaka rumus sebagai

berikut:

b. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung setiap minggu setelah tanam hingga akhir

pengamatan dengan menghitung daun yang telah terbuka dan dimulai pada

(27)

14

c. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur pada 2-12 MST dengan cara mengukur di atas

permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi

d. Jumlah mata tunas yang tumbuh

Jumlah mata tunas dihitung pada 2-12 MST dengan menghitung jumlah

mata tunas yang tumbuh.

e. Panjang akar

Pengukuran dilakukan pada saat akhir pengamatan yaitu pada 12 MST

Jumlah tanaman yang diamati sebanyak 1 tanaman/ ulangan/ perlakuan.

Tanaman dicabut dari polybag secara perlahan-lahan. Akar dari tanaman

dibersihkan dalam ember yang berisi air dan pada air yang mengalir.

Bagian akar yang telah bersih dari media tanam dilakukan pengukuran

panjang akar.

f. Bobot basah akar, daun dan batang

Pengamatan dilakukan pada 12 MST. Akar, daun dan batang yang sudah

dipisahkan kemudian dibersihkan dari media tanam dan kotoran lain

kemudian ditimbang.

g. Bobot kering akar, daun dan batang

Akar, batang dan daun yang telah ditimbang bobot basahnya kemudian

dioven dengan suhu 800C selama 3x24 jam, lalu berat keringnya

ditimbang.

h. Analisis hara

Analisis hara media dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah,

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Bogor. Metode analisis tanah masing-masing parameter sebagai berikut:

(28)

15

i. Data curah hujan, suhu dan kelembaban

Data curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi Badan Meteorologi

(29)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian

Bogor, Darmaga. Tempat penelitian berada pada ketinggian 207 mdpl. Penelitian

ini dilakukan di lahan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2012.

Tabel 3 menunjukkan data iklim lokasi penelitian. Dari Tabel 3 dapat diketahui

bahwa selama penelitian masuk dalam musim kemarau hal ini dapat dilihat dari

curah hujan yang cukup rendah yaitu berkisar 79.3-270.5 mm, dengan suhu

rata-rata berkisar antara 26.74-27.550C. Kelembaban udara juga tidak terlalu tinggi Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor (2013)

Percobaan ini menggunakan naungan paranet 75%. Penggunaan paranet

bertujuan agar mengurangi masuknya cahaya ke dalam sungkup. Menurut

Rochiman dan Harjadi (1973) intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan

terjadinya degradasi hormon, baik hormon eksogen maupun hormon endogen,

yaitu hormon pembentukan perakaran, seperti auksin endogen yang terdapat pada

stek. Menurut Smith dan Yasman (1987), inetensitas cahaya yang baik bagi stek

adalah 50-70%. Stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak

dibandingkan stek yang menerima cahaya matahari langsung.

Percobaan ini juga menggunakan sungkup plastik. Menurut Papittanawong

et al. (2008) penggunaan sungkup plastik pada tiga jenis tanaman ara (Ficus carica) dapat mempercepat munculnya akar dan tunas stek ara dibandingkan dengan yang tidak menggunakan sungkup plastik. Sungkup plastik ini dapat

(30)

17

kelembaban yang tinggi untuk menstimulir pertumbuhan akar. Kemunculan tunas

secara serentak pada tanaman terjadi pada saat tanaman memasuki usia 3 MST.

Munculnya tunas dapat dilihat di (Gambar 3).

Gambar 3. Keragaan tunas stek ara yang tumbuh pada usia 3MST

Pada akhir percobaan, stek tanaman ara yang berhasil hidup dan tumbuh

adalah sebanyak 94 stek (58.75%) dari 160 stek yang ditanam. Kematian stek

pada awal percobaan diduga disebabkan karena serangan hama berupa rayap

(Gambar 4), selain itu juga disebabkan karena kelembaban yang tinggi yang

mengakibatkan tanaman terserang cendawan dan busuk batang (Gambar 5).

Serangan rayap pada batang stek terjadi pada 3 dan 4 MST yang ditandai

bagian batang stek yang berlubang disertai munculnya beberapa rayap yang

berada di bawah polybag.

Gambar 4. Tanaman yang terserang rayap

(31)

18

seperti sungkup yang digunakan pada penelitian ini. Penanggulangan dalam

serangan hama rayap ini dengan menyebarkan Furadan 3G dan juga pemberian

alas plastik pada bagian bawah polybag yang berfungsi agar media polybag tidak

bersentuhan langsung dengan tanah. Penggunaan lapisan plastik ini memberikan

dampak positif dengan tidak ada lagi serangan rayap pada media penelitian.

Penyebab kematian stek kedua adalah banyaknya stek yang mengalami

busuk dan juga serangan jamur. Media yang terlalu basah dan juga kelembaban

dalam sungkup memicu serangan organisme pengganggu tanaman. Media yang

terlalu basah diakibatkan karena pada awal penelitian dilakukan penyiraman

sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Gambar 5. Tanaman yang terserang cendawan

Kelembaban yang tinggi diduga juga karena pada 1 sampai dengan 4 MST

setiap sungkup ditutup oleh paranet 75%. Setelah 4 MST paranet yang diletakkan

di atas sunggup mulai dipindahkan ke atas sehingga menjadi naungan.

Penanggulangan terhadap penyakit busuk akibat bakteri dan juga serangan

cendawan dilakukan dengan penyemprotan bakterisida Agrept dan fungisida

Dithane dengan konsentrasi 2 mg/L setiap seminggu sekali.

Kandungan Hara

Hasil analisis media tanam dapat dilihat di Tabel 4. Hasil analisis media

(32)

19

kandang kambing dan kompos daun bambu memiliki nilai P, Ca, Mg dan K paling

tinggi. Perbandingan C/N rasio tertinggi ada pada perlakuan campuran media

arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu. Campuran media

tanah, arang sekam dan kompos daun bambu memiliki kandungan C- organik, N,

P dan K terendah.

Tabel 4. Kandungan hara pada berbagai komposisi media tanam

Perlakuan C-org

kemampuan menyimpan air paling baik dibandingkan ketiga media yang lain

sehingga media ini memiliki sifat selalu lembab. Menurut Sarief (1985) serabut

kelapa (cocopeat) mampu menyimpan air hingga 6-8 kali lipat.

Campuran media tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing serta

campuran media tanah, arang sekam dan kompos daun bambu merupakan media

yang paling berat karena kandungan tanah di dalamnya, namun campuran media

tanah, arang sekam dan kompos daun bambu merupakan media yang paling

mudah mengalami kekeringan. Menurut Nelson (1981) kemampuan menyimpan

air pada sekam padi sebesar 12.3% yang nilainya jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan pasir yang memiliki kapasitas menyimpan air sebesar

33.7%.

Campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun

(33)

20

serta merupakan media yang memiliki porositas cukup baik. Wuryaningsih dan

Darliah (1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai media

karena memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga

sirkulasi udara tinggi, berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi

sinar matahari dengan efektif, serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khusus

bakteri

Rekapitulasi Sidik Ragam

Rekapitulasi Sidik Ragam dapat dilihat pada Tabel 5. Media tanam

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 12 MST, jumlah mata tunas yang

tumbuh pada 2 MST sampai dengan 6 MST serta pada jumlah daun pada 2, 3, 4,

6, 11 dan 12 MST. Pada bobot basah media tanam berpengaruh nyata pada bobot

basah daun dan akar. Pada bobot kering media tanam hanya berpengaruh nyata

pada bobot kering daun, sedangkan pada bobot kering akar dan batang media

tanam tidak berpengaruh nyata.

Tabel 5. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi

Peubah

Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering

(*) = nyata pada taraf 5% (**) = sangat nyata pada taraf 1%

(34)

21

Persentase Keberhasilan Bibit Ara Hidup

Jumlah bibit ara yang hidup diakhir pengamatan yaitu pada 12 MST

adalah sebanyak 94 stek atau sebesar 58.75% dari total 160 stek tanaman ara yang

diamati. Perlakuan media berpengaruh nyata terhadap persentase bibit ara yang

hidup (Tabel 5). Campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu;

tanah, arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media arang sekam,

pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki persentase lebih tinggi

dari pada perlakuan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu. Selisih dari perbedaan persentase tumbuh antara 25 sampai dengan 32.5% (Tabel 6).

Tabel 6. Persentase keberhasilan bibit ara yang hidup pada 12 MST

Perlakuan Media Bibit Hidup

Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 62.5a Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 70.0a

Cocopeat + kompos daun bambu 37.5b Arang sekam + pupuk kandang kambing + kompos daun bambu 65.0a Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata

menurut DMRT taraf 5%

Pengaruh Media Tanam terhadap Komponen Pertumbuhan Stek Ara Tinggi Tanaman

Perlakuan media tanam yang digunakan pada penelitian ini memberikan

pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman pada mingu terakhir

pengamatan yaitu pada usia 12 MST (Tabel 5). Penambahan tinggi tanaman tidak

menunjukkan hasil yang signifikan pada setiap minggunya. Pada minggu terakhir

pengamatan menunjukkan campuran media arang sekam, pupuk kandang

kambing, kompos daun bambu memiliki tinggi rata-rata paling besar yaitu 13.89

cm, berselisih 2.77 cm dengan perlakuan campuran media tanah, arang sekam,

kompos daun bambu yang memiliki tinggi paling kecil. Perlakuan media arang

sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu berbeda nyata terhadap

(35)

22

nyata dengan perlakuan media tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing

(Gambar 6).

Gambar 6. Tinggi tanaman (dalam cm) pada 12 MST

Jumlah Mata Tunas yang Tumbuh

Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah mata tunas

yang tumbuh pada 2, 3 dan 6 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada akhir

pengamatan (Tabel 5). Perlakuan media tanah, arang sekam, kompos daun bambu

berbeda nyata pada 1 dan 2 MST dibandingkan dengan perlakuan media cocopeat,

kompos daun bambu dan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu. Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu pada awalnya memiliki rata-rata jumlah mata tunas yang

tumbuh paling sedikit pada awal penelitian tetapi pada akhir pengamatan jumlah

mata tunas yang tumbuh tidak berbeda nyata dengan perlakuan media tanam yang

lain (Gambar 7). 13.02b

11.12b 11.67b

13.89a

Tanah, arang sekam, pupuk kandang

kambing

Tanah, Arang sekam, kompos daun bambu

Cocopeat dan kompos daun bambu

(36)

23

Gambar 7. Jumlah mata tunas yang tumbuh pada 12 MST

Jumlah Daun

Perlakuan media tanam memberikan pengaruh sangat nyata pada saat

tanaman berusia 2 MST dan memberikan pengaruh nyata pada 3, 4, 6, 11 dan 12

MST (Tabel 5). Saat tanaman berusia 2 MST, perlakuan media tanah, arang

sekam, kompos daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi yaitu 2.5,

sedangkan perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos

daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun paling sedikit yaitu 0.1.

Pengamatan terakhir ketika tanaman berusia 12 MST, perlakuan campuran

media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu; tanah, arang

sekam, pupuk kandang kambing; dan perlakuan media cocopeat, kompos daun bambu berbeda nyata dengan perlakuan media tanah, arang sekam, kompos daun

bambu. Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu memiliki rata-rata jumlah daun paling banyak yaitu 8.3

daun, berselisih 2 daun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan campuran

(37)

24

Gambar 8. Jumlah daun pada 12 MST

Bobot Basah dan Bobot Kering Akar

Perlakuan media berpengaruh nyata pada bobot basah akar, namun tidak

berpengaruh nyata pada bobot kering akar (Tabel 5). Perlakuan campuran media

arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai bobot

basah akar paling besar yaitu 2.49 g, lebih besar 1.53 g dari perlakuan media

tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing yang memiliki bobot basah akar

paling kecil (Tabel 7).

Tabel 7. Bobot basah dan bobot kering akar pada 12 MST

Perlakuan

Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 0.96b 0.37b Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 1.18b 0.53ab

Cocopeat + kompos daun bambu 2.17a 0.78a Arang sekam + pupuk kandang kambing +

kompos daun bambu 2.19a 0.79a

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu juga memiliki bobot kering akar paling tinggi, berselisih

0.26-0.42 g dengan perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun

(38)

25

hanya berbeda 0.1 g lebih besar dari perlakuan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu.

Bobot basah dan kering akar juga berpengaruh dari panjang akar tanaman.

Perlakuan media tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 5). Dilihat

dari panjang akar dari setiap media, perlakuan campuran media arang sekam,

pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki panjang akar rata-rata

paling besar yaitu 29.9 cm, berselisih 6.3 cm dengan perlakuan media tanah, arang

sekam, pupuk kandang kambing yang memiliki panjang akar paling kecil (Tabel

8).

Tabel 8. Perbandingan panjang akar setiap perlakuan pada 12 MST

Perlakuan Panjang Akar

(cm) Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 23.6 Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 26.6

Cocopeat + kompos daun bambu 25.0 Arang sekam + pupuk kandang kambing + kompos daun

bambu 29.9

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Bobot Basah dan Bobot Kering Daun

Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah dan

bobot kering daun (Tabel 5). Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang

kambing, kompos daun bambu berbeda nyata dengan perlakuan media lain dalam

bobot basah dan bobot kering daun yang dihasilkan. Perlakuan media arang

sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu tidak berbeda nyata dengan

media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing terhadap peubah bobot basah

daun (Tabel 9).

Bibit yang dihasilkan pada perlakuan campuran media arang sekam, pupuk

kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai bobot basah dan kering

paling besar, berselisih 5.97 g untuk bobot basah daun dan 1.11 g untuk bobot

kering daun terhadap pelakuan media tanam tanah, arang sekam, kompos daun

bambu yang merupakan media dengan bobot basah dan bobot kering paling

(39)

26

media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki daun

yang lebih banyak dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan

penampakan tanaman dari media lain

Tabel 9. Bobot basah dan bobot kering daun pada 12 MST

Perlakuan

Bobot Basah Daun

Bobot Kering Daun

(g) (g)

Tanah + arang sekam + pupuk kandang kambing 8.18ab 1.54b Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 5.01c 1.08b

Cocopeat + kompos daun bambu 5.66c 1.22b Arang sekam + pupuk kandang kambing +

kompos daun bambu 10.98a 2.19a

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Gambar 9. Perbandingan ukuran tanaman pada 12 MST

Bobot Basah dan Bobot Kering Batang

Perlakuan media tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah

dan bobot kering batang (Tabel 5). Perlakuan media arang sekam, pupuk kandang

kambing, kompos daun bambu memiliki bobot basah dan bobot kering batang

(40)

27

paling besar, berselisih 3.11 g untuk bobot basah dengan media tanah, arang

sekam, kompos daun bambu yang memiliki bobot basah batang paling rendah dan

hanya berselisih 0.8 g dengan media tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing

yang memiliki bobot kering batang paling rendah (Tabel 10).

Tabel 10. Bobot basah dan bobot kering batang pada 12 MST

Perlakuan

Tanah + arang sekam + pupuk kandang

kambing 14.86 4.64

Tanah + arang sekam + kompos daun bambu 13.48 4.67

Cocopeat + kompos daun bambu 13.52 5.17 Arang sekam + pupuk kandang kambing +

kompos daun bambu 16.59 5.44

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata menurut DMRT taraf

Pembahasan

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang merupakan

hasil dari pertambahan ukuran organ-organ tanaman akibat dari penambahan

jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel tanaman (Sitompul dan

Guritno, 1995). Menurut Gardner et al. (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya bahan organik serta unsur hara esensial yang cukup.

Bahan organik dan unsur hara tersebut terkandung di dalam media tanam,

sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada jenis

media tanam yang digunakan.

Pada pengamatan terakhir diketahui bahwa perlakuan media tanam

memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dan jumlah daun. Media

tanam juga memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot basah dan bobot

kering daun. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat diketahui bahwa perlakuan

komposisi media tanam arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun

bambu memberikan hasil akhir yang paling tinggi terhadap peubah tinggi

tanaman, jumlah daun, bobot basah dan kering akar, daun dan batang

(41)

28

tanah, arang sekam, kompos daun bambu; dan campuran media tanam cocopeat

dan kompos daun bambu.

Persentase bibit yang hidup, komposisi media tanah, arang sekam, kompos

daun bambu memiliki persentase bibit tanaman hidup paling tinggi yaitu 70%,

sedangkan komposisi media tanam cocopeat dan kompos daun bambu memiliki persentase bibit hidup paling kecil yaitu 37.5%. Hal ini karena campuran media

tanam cocopeat dan kompos daun bambu memiliki kemampuan menyimpan air cukup tinggi sehingga menyebabkan kelembaban dalam media juga menjadi

tinggi. Hasil analisis tanah juga menunjukkan bahwa campuran media cocopeat

dan kompos daun bambu memiliki nilai kadar air paling tinggi yaitu sebesar

151.68%. Kelembaban tinggi dan kelebihan air ini yang menyebabkan stek

mengalami cekaman aerasi, rentan terhadap serangan penyakit serta menjadi

busuk karena kematian sel akibat kondisi aerobik (Andiani, 2012). Kelembaban

tinggi ini juga memicu serangan penyakit akibat cendawan. Penelitian Riyanti

(2009) menunjukkan komposisi media tanam serbuk sabut kelapa (cocopeat) dan humus daun bambu ditumbuhi jamur sebesar 7% pada pembibitan sirih merah.

Perlakuan media tanam tanah, arang sekam, kompos daun bambu memiliki

persentase bibit tanaman hidup paling tinggi karena campuran media tanah, arang

sekam, kompos daun bambu adalah media yang cukup porous sehingga media

tidak mengalami kelembaban yang cukup tinggi. Namun media tanah, arang

sekam, kompos daun bambu ini mudah mengalami kekeringan. Hasil analisis

tanah juga menunjukkan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun

bambu memiliki nilai kadar air paling rendah yaitu sebesar 19.06%. Tanaman ara

sendiri merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada media yang cukup kering

(Dolgun dan Tekintas, 2009), sehingga banyak bibit mampu hidup pada campuran

media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yang bersifat agak kering.

Pengamatan pertumbuhan berupa tinggi tanaman, jumlah mata tunas yang

tumbuh dan jumlah daun, perlakuan media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu memiliki hasil paling baik pada tinggi tanaman dan juga

jumlah daun. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan semakin banyak daun yang

dihasilkan dengan luas daun yang besar maka fotosintat yang dihasilkan dengan

(42)

29

campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu

memiliki rata-rata jumlah daun paling tinggi, dengan demikian fotosintat yang

dihasilkan oleh bibit pada media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos

daun bambu juga paling banyak. Untuk jumlah mata tunas yang tumbuh,

perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu memiliki

hasil paling tinggi diantara tiga perlakuan media yang lain. Untuk tinggi tanaman

dan jumlah daun yang menunjukkan nilai paling rendah adalah perlakuan media

tanah, arang sekam, kompos daun bambu sedangkan untuk jumlah mata tunas

yang tumbuh, media yang menunjukkan hasil paling rendah adalah campuran

media cocopeat dankompos daun bambu.

Nilai bobot basah dan kering akar, daun dan batang campuran media

arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu paling tinggi yaitu

sebesar 10.98 dan 2.19 g untuk bobot basah dan kering daun, 2.19 dan 0.79 g

untuk bobot basah dan kering akar serta 16.59 dan 5.44 g untuk bobot basah dan

kering batang. Nilai bobot basah dan kering akar dan batang paling kecil adalah

perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yaitu sebesar

0.96 dan 0.37 g untuk bobot basah dan kering akar serta 14.86 dan 4.64 g untuk

bobot basah dan kering batang. Nilai bobot basah dan kering daun paling kecil

adalah perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu yaitu

sebesar 5.01 dan 1.08 g.

Biomassa merupakan indikator pertumbuhan paling baik untuk

mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau organ. Menurut

Sitompul dan Guritno (1995) bobot segar digunakan untuk menggambarkan

biomassa tanaman apabila hubungan bobot segar dengan bobot kering bersifat

linier. Semakin tinggi bobot kering maka semakin tinggi tanaman menggunakan

energi matahari yang ditangkap untuk dipergunakan oleh jaringan fotosintetik

(klorofil-kloroplas-daun). Hal ini berarti campuran media arang sekam, pupuk

kandang kambing, kompos daun bambu memiliki nilai fotosintat paling bagus

dibandingkan dengan media yang lain

Hasil analisis tanah pada Laboratorium Analisis Tanah Departemen Ilmu

Tanah Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

(43)

30

kompos daun bambu memiliki kandungan fosfor, kalium, kalsium dan magnesium

paling besar. Media campuran cocopeat dan kompos daun bambu memiliki nilai C-organik dan Nitrogen paling besar. Menurut Setyamidjaja (1986) nitrogen

mempunyai peran dalam merangsang pertumbuhan vegetatif. Hasil analisis

menunjukkan campuran media cocopeat dan kompos daun bambu memiliki kandungan N paling tinggi yaitu sebesar 1.23%. Namun dari segi pertumbuhan

vegetatif yaitu tinggi, jumlah daun dan panjang akar, serta bobot basah dan bobot

kering akar, daun dan batang, media campuran arang sekam, pupuk kandang

kambing, kompos daun bambu menunjukkan hasil akhir yang paling bagus

walaupun nilai N pada campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing,

kompos daun bambu lebih rendah yaitu hanya sebesar 0.61%.

Hal ini mungkin lebih karena sifat fisik dari media tanam tersebut.

Menurut Hartman dan Kester (1990), sampai dengan stek berakar, kemampuan

mengambil nutrisi dari media tanam masih terbatas. Oleh karena itu

perkembangan stek pada campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing

dan kompos daun bambu lebih pesat setelah 8 dan 9 MST karenak pada saat itu

akar sudah tumbuh secara maksimal dan dapat menyerap nutrisi dari media tanam.

Menurut Hartman dan Kester (1990) media tanam memiliki empat fungsi

yaitu, memegang stek selama periode pertumbuhan akar, memberikan

kelembaban pada stek, memberikan sirkulasi udara pada dasar stek dan

memberikan efek gelap untuk mengurangi cahaya pada dasar stek. Ashari (2006)

juga menyatakan media yang ideal haruslah mampu memberikan aerasi yang

cukup, mempunyai daya pegang air dan drainase yang baik serta bebas dari jamur

dan bakteri patogen. Dari keempat jenis campuran medi tanam yang digunakan

tersebut, media tanam yang memiliki porositas yang baik adalah campuran media

arang sekam, pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu. Hal ini karena

pada campuran media tersebut mengandung media yang ringan dan porositas yang

baik seperti arang sekam dan kompos daun bambu. Wuryaningsih dan Darliah

(1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai media karena

memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/L), kasar (banyak pori) sehingga

sirkulasi udara tinggi, berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi

(44)

31

bakteri. Rosana (2011) menyatakan bahwa kompos daun bambu memiliki aerasi

(sirkulasi) udara dan porositas tanah yang baik sehingga perakaran tanaman dapat

berkembang optimal. Pengamatan panjang akar menunjukkan campuran media

arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun bambu memiliki panjang

akar paling besar yaitu 29.88 cm.

Campuran media tanam arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos

daun bambu juga menghasilkan jumlah daun dan panjang akar lebih baik

dibandingkan campuran media yang lainnya diduga karena berkaitan dengan

kandungan unsur hara (P, K, Ca dan Mg) pada campuran media arang sekam,

pupuk kandang kambing, kompos daun bambu lebih tinggi dari perlakuan media

yang lain walaupun memiliki kandungan nitrogen yang rendah. Menurut Gardner

et al. (1991), peningkatan kandungan N, P, K dan Mg dapat meningkatkan laju fotosintesis. Soepardi (1983) menyatakan, kalium dalam tanaman berperan

sebagai aktivator berbagai enzim dan translokasi gula dan pembentukan klorofil.

Perlakuan campuran media tanah, arang sekam, kompos daun bambu

mudah mengalami kekeringan dan kehilangan air. Hal inilah yang membuat

tanaman ini mudah mengalami kerontokan daun sehingga jumlah daun serta bobot

basah dan kering daun pada perlakuan media ini paling rendah. Salisbury dan

Ross (1995) menyatakan adaptasi tanaman yang menurunkan transpirasi antara

lain merontokkan daun selama periode kering dan berbulu banyak pada

permukaan daun.

Campuran media tanam tanah, arang sekam, pupuk kandang kambing

merupakan media tanam yang paling ekonomis dan paling mudah didapat

dibandingkan campuran media tanam yang lain. Media tanam kompos daun

bambu, merupakan media yang agak sulit didapat, karena ketersediaannya dipasar

(45)

32

Hasil skoring dari peubah-peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel

11. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa campuran media tanam arang sekam,

pupuk kandang kambing dan kompos daun bambu, memberikan nilai paling baik

hampir dari semua peubah yang diamati, sedangkan campuran media tanah, arang

sekam dan kompos daun bambu memiliki nilai yang paling rendah dari

peubah-peubah yang diamati.

Tabel 11. Skoring media tanam terhadap peubah pertumbuhan tanaman

Peubah

Keterangan: Skoring berdasarkan hasil olah data menggunakan uji F dan uji lanjut DMRT 5%

Keberhasilan stek sangat dipengaruhi oleh peran media tanam dalam

pembentukan akar dan mempertahankan kelembaban, sedangkan pertumbuhan

stek dipengaruhi oleh ketersediaan hara media tanam. Oleh karena itu,

keberhasilan dan pertumbuhan stek sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan sifat

kimia dalam media tanam serta kebutuhan tanaman itu sendiri.

(46)

33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanah, arang sekam,

pupuk kandang kambing; campuran media tanah, arang sekam, kompos daun

bambu; dan campuran media arang sekam, kompos daun bambu, pupuk kandang

kambing memberikan hasil yang sama baiknya terhadap peubah persentase hidup

yaitu sebesar 65.5, 70, dan 65%, sedangkan campuran media cocopeat dan

kompos daun bambu yang memberikan hasil paling rendah yaitu sebesar 37.5%.

Perlakuan campuran media arang sekam, pupuk kandang kambing, kompos daun

bambu memberikan hasil terbaik terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun,

bobot basah dan kering akar, daun dan batang.

Saran

Campuran media cocopeat dan kompos daun bambu sebaiknya tidak digunakan pada awal pembibitan stek tanaman ara (Ficus carica L.) karena media ini terlalu lembab untuk tanaman ara, sehingga tidak cocok untuk pembibitan awal

tanaman ara yang lebih menyukai media yang remah dan tidak terlalu lembab.

Campuran media cocopeat dan kompos daun bambu dapat digunakan pada fase pertumbuhan tanaman ara setelah pembibitan karena kandungan hara yang

(47)

34

DAFTAR PUSTAKA

Andiani, N. 2012. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3 terhadap Inisiasi dan Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain „Laurentii‟. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal.

Ashari, S. 2006. Hortikultura. Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. 487 hal.

Bunker, M.M. 1999. Olives and some miscellaneous fruit corp, p. 271-288. In D.I. Jackson and N.E. Looney. Temperate and Subtropical Fruit Production (Eds). Second Edition. CABI Publishing, London.

Day, M. And K. Shaw. 2001. Biological, chemical, and physical processes of composting, p. 17-50. In P.J. Stoffella and B.A. Kahn (Eds.). Compost Utilization in Horticultural Cropping Systems. Lewis Publishers, Florida.

Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Penerbit PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 86 hal

Dolgun, O. and F. E. Tekintas. 2009. Effective use of vegetative material in fig (Ficus carica L.) nursery plant production. Afr. J. Agric. Res. 4(8):701-706.

Duenas, M., José J. P, Celesarao S. B and Teresa E. B. 2007. Unidad de Nutrición Bromatología, Facultad de Farmacia, Universidad de Salamanca, Campus Miguel de Unamuno. Salamanca, Spain.

Faruqi, I. 2011. Pengaruh Media Tanam Dan Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gherkin (Cucumis anguria L.) pada Sistem Hidroponik. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal.

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Physiology of Corp Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa Herwati Susilo). UI-Press. Jakarta. 418 hal.

Gaur, A.C. 1982. Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. Project Field No. 15. FAO of United Nations. Rome. 85 p.

Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 500 hal.

Gambar

Gambar 2. Stek yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3. Keragaan tunas stek ara yang tumbuh pada usia 3MST
Gambar 5. Tanaman yang terserang cendawan
Tabel 5. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak atsiri jahe merah pada edible coating yang diaplikasikan pada fillet ikan patin

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa

Sesuai Peraturan Meneteri Dalam Negeri no 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian Dan Pengembangan Di Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah disebutkan

Reaktor MSL ( Multi Soil Layering ) sangat efektif untuk mereduksi BOD, COD, TSS, dan minyak/lemak dalam limbah cair industri minyak goreng, dimana dapat memberikan

Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar, metode pengakuan pendapatan bagi hasil yang dilakukan oleh bank bagi hasil dari pembiayaan mudharabah diakui pada saat

Melihat kondisi geologi kabupaten lumajang yang memiliki potensi bahan galian berupa logam dan non logam berupa pasir besi maka perlu dilakukan pemetaan atau survey geologi

Layanan bimbingan kelompok teknik self management dapat meningkatkan tanggung jawab kerja pada karyawan CV Erna Collection Kudus, diterima karena telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas semen segar dan potensi produksi semen beku beberapa sapi pejantan madura relatif berbeda pada musim hujan dan musim kemarau.. Sapi