SKRIPSI
Oleh :
AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : 0625010033
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A
Diajukan oleh:
AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : 0 6 2 5 0 1 0 0 3 3
telah dipertahankan dihadapan dan di terima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal, 10, Juni, 2011
Telah disetujui oleh:
Pembimbing : Tim Penguji :
1. Pembimbing Utama :
1. Dr. Ir. Sri Wiyatiningsih, MP. Dr. Ir. Sri Wiyatiningsih, MP.
2. Pembimbing Pendamping :
2. Ir. Mulyadi, MS.
Ir. Mulyadi, MS.
3. Dr. Ir. Nora Augustien, MP.
4. Dr. Ir. Herry Nirwanto, MP. Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Progdi Agroteknologi
Beberapa Kultivar Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Serangan
Fusarium oxysporum f.sp. cepae Penyebab Penyakit Moler Di Lahan Kab.
Nganjuk”. Laporan skripsi ini merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus dilaksanakan pada semester VIII di Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Maksud dan tujuan skripsi adalah agar penulis dapat mengetahui serta membandingkan antara ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan. Disamping itu agar mahasiswa dapat mengetahui secara langsung masalah yang timbul pada pelaksanaan serta cara penyelesaianya.
Penulis pada kesempatan kali ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Sri Wiyatiningsih, MP. selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Mulyadi, MS selaku Dosen Pembimbing Pendamping sekaligus Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “VETERAN” JATIM Surabaya yang banyak memberikan saran dan petunjuk serta kesabaran beliau selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada yang terhormat:
3. Bapak Akat selaku wakil ketua Asosiasi Pembenihan Bawang Merah Indonesia sekaligus pembimbing lapang penulis selama penelitian berlangsung serta segenap warga Dusun Ngreco, Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
4. Bapak dan Ibu dosen penguji serta segenap dosen Fakultas Pertanian UPN “VETERAN” JATIM yang memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan skripsi ini.
5. Segenap pihak yang turut membantu penulis baik dalam penelitian maupun penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, tetapi penulis juga berusaha menyajikan skripsi ini dengan sebaik - baiknya, agar menjadi sempurna.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sesuatu yang berguna bagi penulis pada khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amien.
Surabaya, Juni 2011
DAFTAR GAMBAR ...vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Komoditas / Obyek Penelitian ... 5
1. Sistematika dan Morfologi Tanaman Bawang Merah ... 5
2. Kultivar Bawang Merah... 6
a. Kultivar Bauji dan Kultivar Philip dari Nganjuk... 6
b. Kultivar Bima dan Kultivar Kuning dari Brebes ... 13
c. Kultivar Biru dan Kultivar Tiron dari Bantul ... 18
B. Penelitian Terdahulu ... 23
1. Arti Penting Penyakit Moler ... 23
2. Gejala Serangan dan Penyebab Penyakit... 23
3. Sistematika dan Morfologi Fusarium oxysporum f. sp. cepae. 25 4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Moler...27
5. Siklus dan Daur Hidup Penyakit Moler ... 29
A. Tempat dan waktu... 34
B. Bahan – bahan yang digunakan ... 34
C. Alat – alat yang digunakan ... 34
D. Rancangan percobaan penelitian... 34
E. Pelaksanaan penelitian ... 36
F. Analisis Data ... 40
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Periode Inkubasi ... 41
B. Intensitas Penyakit... 41
C. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ... 53
D. Hasil Umbi ... 55
V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan... 60
B. Saran... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
Judul
1. Tabel Keragaan Produksi, Bentuk dan Warna umbi Bawang merah... 15
2. Tingkat serangan hama dan penyakit serta musuh alaminya selama musim tanam ... 17
3. Rerata Periode Inkubasi Penyakit Moler pada kultivar yang diuji ... 41
4. Rerata Intensitas Penyakit Moler pada Kultivar yang Diuji ... 42
5. Kategori Serangan dan Ketahanan dari Masing-Masing Kultivar ... 49
6. Selisih Panjang Tanaman Normal dengan Panjang Tanaman yang Terserang Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler pada Kultivar yang Diuji... 53
7. Selisih Jumlah Daun Tanaman Normal dengan Jumlah Daun Tanaman yang Terserang Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler pada Kultivar yang Diuji... 54
8. Rerata Berat Basah Umbi Lapis Bawang Merah Normal dengan Berat Basah Umbi Lapis Bawang Merah yang Terserang Fusarium oxysporum f.sp. cepae... 56
9. Selisih Berat Kering Umbi Lapis Bawang Merah Normal dengan Berat Kering Umbi Lapis Bawang Merah yang Terserang Fusarium oxysporum f.sp. cepae... 57
1. Umbi Bawang Merah Kultivar Bauji ... 6
2. Umbi Bawang Merah Kultivar Philip ... 10
3. Umbi Bawang Merah Kultivar Bima ... 13
4. Umbi Bawang Merah Kultivar Kuning ... 15
5. Umbi Bawang Merah Kultivar Biru ... 18
6. Umbi Bawang Merah Kultivar Tiron ... 21
7. Gejala Penyakit Moler pada Tanaman Bawang Merah ... 24
8. Fusarium oxysporum f.sp. cepae ... 26
9. Denah Percobaan Faktorial dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) ... 35
10. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 31.10oC, RH 66.86%, CH 29.14 mm/hari pada Minggu I... 43
11. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 33.57oC, RH 68.76%, CH 3.00 mm/hari pada Minggu II ... 44
12. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 33.57oC, RH 68.76%, CH 3.00 mm/hari pada Minggu III ... 46
13. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 33.57oC, RH 68.76%, CH 3.00 mm/hari pada Minggu IV... 47
Agung Dharmawan Putra 0625010033
Bawang merah memiliki beberapa kultivar yaitu: Bauji dan Philip dari Nganjuk; Kuning dan Bima dari Brebes; serta Tiron dan Biru dari Bantul. Namun, sampai saat ini yang menjadi kendala dalam memproduksi bawang merah yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Salah satu penyakit utama pada bawang merah adalah penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae.
Penyakit moler tersebut banyak ditemukan di lahan yang sepanjang musim ditanami bawang merah tanpa pergiliran tanaman. Beberapa kultivar bawang merah memiliki sifat ketahanan yang berbeda terhadap curahan air yang banyak dan kondisi lingkungan saat hujan, seperti Bawang Merah kultivar Bauji dan Tiron yang merupakan kultivar unggul untuk musim hujan karena memiliki daya hasil tinggi dan stabil, toleran terhadap kelembaban udara tinggi dan curah hujan tinggi dibanding dengan kultivar – kultivar lain seperti Philip, Bima, Kuning, dan Biru, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan penyakit moler pada kultivar tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan beberapa kultivar bawang merah yaitu: Bauji dan Philip dari Nganjuk, Bima dan Kuning dari Brebes, serta Biru dan Tiron dari Bantul terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada lahan pertanaman Bawang Merah di Kab. Nganjuk melalui data intensitas penyakit moler.
Berdasarkan hasil penelitian atas enam Kultivar tanaman bawang merah yaitu Kultivar Bauji, Philip, Bima, Kuning, Biru, dan Tiron terhadap serangan Fusarium
oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler pada tanaman bawang merah di lahan
Kab. Nganjuk dan pada kondisi suhu, kelembaban, dan curah hujan yang tidak mendukung, maka dapat disimpulkan bahwa: Periode inkubasi serangan Fusarium
oxysporum f.sp. cepae terhadap tanaman bawang merah yang tercepat yaitu Kultivar
Bima dengan 20 HST. Sedangkan yang terlama yaitu Kultivar Bauji dengan 26 HST. Tanaman bawang merah Kultivar Bauji dan Kultivar Tiron merupakan tanaman bawang merah yang lebih tahan terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler. Hal tersebut terbukti dengan total prosentase intensitas penyakit pada tiap-tiap Kultivar, Kultivar Bauji memiliki intensitas penyakit 0.64% dan untuk Kultivar Tiron memiliki intensitas penyakit 2.17%, sedangkan Kultivar Philip memiliki prosentase intensitas penyakit tertinggi yaitu 11.00%. Hasil umbi tanaman bawang merah Kultivar Kuning lebih unggul, karena Kultivar Kuning memiliki berat kering umbi lapis yang terberat daripada Kultivar lain yaitu 5.23kg/100 tanaman. Sedangkan Kultivar Tiron memiliki berat kering umbi lapis yang teringan yaitu 2.09kg/ 100 tanaman.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman umbi lapis yang
merupakan salah satu bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Selain itu
bawang merah juga termasuk salah satu bahan alami yang memiliki banyak manfaat
untuk mengatasi penyakit yang mengganggu kesehatan manusia. Oleh sebab itu
permintaan pasar kepada petani terhadap produksi bawang merah meningkat.
Bawang merah memiliki beberapa kultivar yaitu: Bauji dan Philip dari
Nganjuk; Kuning dan Bima dari Brebes; serta Tiron dan Biru dari Bantul. Namun,
sampai saat ini yang menjadi kendala dalam memproduksi bawang merah yang
memiliki kualitas dan kuantitas yang baik adalah gangguan hama dan penyakit
tanaman. Salah satu penyakit utama pada bawang merah adalah penyakit moler yang
disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae.
Awal gejala penyakit moler yaitu batang semu dan daun tumbuh lebih
panjang dan meliuk, warna daun hijau pucat, namun tidak layu. Apabila tanaman
sakit dicabut tampak umbi lapis lebih kecil dan lebih sedikit dibandingkan yang
sehat, serta tidak tampak adanya pembusukan pada umbi lapis dan akar. Pada kondisi
lanjut, tanaman menjadi kering dan mati. Di lapangan gejala penyakit moler mulai
tampak pada tanaman yang berumur lebih kurang 20 hari. Percobaan di rumah kaca
Postulat Koch dibuktikan bahwa Fusarium oxysporum f.sp. cepae merupakan
penyebab penyakit moler (Wiyatiningsih, 2003).
Serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler
meningkat ketika musim hujan. Dampak penyakit moler yang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum f. sp. cepae tergolong berbahaya, sebab dapat merugikan hingga
50 – 100 %. Penyebab moler menjadi penyakit utama diduga karena perubahan iklim
yang tidak menentu beberapa tahun terakhir. Sampai saat ini belum jelas tentang
bagaimana tanggapan berapa kultivar bawang merah terhadap penyakit moler yang
disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae dalam waktu awal tanam hingga
panen pada lahan di kabupaten Nganjuk.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian Wiyatiningsih (2007b), penyakit moler terdapat
di semua daerah Nganjuk, Brebes, dan Bantul khususnya pada musim hujan dengan
intensitas bervariasi antara 13,75 - 30,00%, dan dengan agihan penyakit
mengelompok. Benih bawang merah berupa umbi lapis dapat membawa jamur F.
oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler, apabila umbi lapis tersebut
membawa sisa - sisa tanah dari lahan. Dengan demikian benih yang berupa umbi
lapis dapat berperan sebagai sumber penular penyakit moler.
Penyakit moler tersebut banyak ditemukan di lahan yang sepanjang musim
ditanami bawang merah tanpa pergiliran tanaman. Beberapa kultivar bawang merah
lingkungan saat hujan, seperti Bawang Merah kultivar Bauji dan Tiron yang
merupakan kultivar unggul untuk musim hujan karena memiliki daya hasil tinggi dan
stabil, toleran terhadap kelembaban udara tinggi dan curah hujan tinggi dibanding
dengan kultivar – kultivar lain seperti Philip, Bima, Kuning, dan Biru, sehingga
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit moler pada kultivar tersebut.
(Wiyatiningsih, 2007b).
Sesuai dengan pernyataan yang ada, maka diharapkan penelitian ini dapat
mengetahui tindak lanjut yang berupa penjelasan dan pemecahan masalah :
1. Bagaimana tanggapan beberapa kultivar bawang merah terhadap serangan
Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler di lahan Kabupaten
Nganjuk.
2. Kultivar bawang merah mana yang tahan terhadap serangan Fusarium
oxysporum f.sp. cepae dengan lingkungan di lahan Kabupaten Nganjuk.
3. Berapa persen (%) intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae yang menyerang beberapa kultivar bawang merah di lahan
Kabupaten Nganjuk.
4. Berapa lama periode inkubasi penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae terhadap beberapa kultivar bawang merah di lahan
Kabupaten Nganjuk.
5. Bagaimana pengaruh serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab
penyakit moler terhadap beberapa kultivar bawang merah dari segi agronomi
6. Bagaimana pengaruh cuaca / lingkungan di Kabupaten Nganjuk terhadap
serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler pada
beberapa kultivar bawang merah di lahan Kabupaten Nganjuk.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan beberapa
kultivar bawang merah yaitu: Bauji dan Philip dari Nganjuk, Bima dan Kuning dari
Brebes, serta Biru dan Tiron dari Bantul terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cepae pada lahan pertanaman Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk dilihat dari data
periode inkubasa, intensitas penyakit, panjang tanaman, jumlah daun, dan hasil umbi.
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat ditemukan dan diinformasikan kepada
para petani setempat tentang Kultivar Bawang Merah yang tahan terhadap serangan
Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler pada lahan pertanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Komoditas / Obyek Penelitian
Bawang merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama tanaman
dari familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman
bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia
(Anonim, 2010a).
1. Sistematika dan Morfologi Tanaman Bawang Merah
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum
Bawang merah adalah tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis.
Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi
terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah
terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu. Umbi bawang merah
bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas (Anonim, 2010a).
Bawang Merah mempunyai beberapa kultivar yang telah dikenal oleh petani
di Indonesia. Seperti: Bauji dan Philip dari Nganjuk, Bima dan Kuning dari Brebes,
serta Biru dan Tiron dari Bantul. Masing – masing kultivar memiliki ciri yang
berbeda baik bentuk, ukuran dan warna pada umbi.
2. Kultivar Bawang Merah
a. Kultivar Bauji dan Kultivar Philip dari Nganjuk
Gambar 1. Umbi Bawang Merah Kultivar Bauji
(Sumber: nganjukinvestment.wordpress.com)
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Bauji
Asal : Lokal Nganjuk
Nama asli : Bauji
Nama setelah dilepas : Bauji
SK Mentan : No 65/Kpts/TP.240/2/2000, tgl 25-2-2000
Umur : Mulai berbunga (45 hari)
Tinggi tanaman : 35-43 cm
Kemampuan berbunga : Mudah berbunga
Banyaknya anakan : 9-16 umbi/rumpun
Bentuk daun : Silindris, berlubang
Banyak daun : 40-45 helai/rumpun
Warna daun : Hijau
Bentuk bunga : Seperti payung
Warna bunga : Putih
Banyak buah/tangkai : 75-100
Banyak bunga/tangkai : 115-150
Banyak tangkai bunga/rumpun : 2-5
Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Bulat lonjong
Ukuran umbi : Sedang (6-10 g)
Warna umbi : Merah keunguan
Produksi umbi : 14 t/ha umbi kering
Susut bobot umbi : 25% (basah-kering)
Aroma : Sedang
Kerenyahan utk. Bawang goreng : Sedang
Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap Fusarium
Ketahanan terhadap hama : Agak tahan terhadap ulat grayak (Spodoptera exigua)
Keterangan : Baik untuk dataran rendah, sesuai untuk musim hujan
Pengusul : Baswarsiati, Luki Rosmahani, Eli Korlina, F. Kasijadi, Anggoro Hadi Permadi
Sumber : Baswarsiati et al., 2009b
Varietas Bauji untuk sementara ini ditanam oleh petani di wilayah Nganjuk
dan Kediri pada musim hujan, dan ditanam oleh petani Probolinggo pada musim
kemarau dan musim hujan. Varietas Bauji yang telah dilepas menjadi varietas unggul
untuk musim hujan nampaknya baru berkembang di daerah asalnya yaitu di
kabupaten Nganjuk dan sekitarnya. Namun sampai saat ini varietas Bauji baru
berkembang dengan luas areal tanam sekitar 5.000 hektar. Hal ini karena
produktivitas varietas Bauji lebih rendah dibandingkan varietas Philip bila ditanam di
musim kemarau. Pada musim hujan, varietas Bauji lebih unggul dibandingkan
varietas Philip. Selain itu oleh para tengkulak, hasil panen varietas Bauji dihargai
lebih rendah dibandingkan varietas Philip sehingga petani memilih menanam varietas
Philip walaupun musim hujan dan keterbatasan produsen benih varietas Bauji dengan
usaha dalam skala kecil yang hanya berada di Nganjuk dan beberapa di Kediri
Varietas Bauji merupakan varietas lokal yang belum banyak dikenal oleh
petani bawang merah, namun di sentra produksi bawang merah Nganjuk dan Kediri
sudah umum di tanam di musim hujan. Keragaan tanaman varietas Bauji agak
berbeda dengan varietas Philip terutama pada penampilan daun dan umbinya. Daun
bawang merah varietas Bauji lebih ramping (kecil) dengan warna lebih hijau dan
sudut antara daun lebih kecil dibanding Philip. Varietas Bauji bila ditanam di musim
hujan nampak lebih kekar dibanding varietas Philip. Namun bila Bauji ditanam di
musim kemarau kurang vigour pertumbuhannya dibandingkan varietas Philip.
Varietas Bauji akan tumbuh dan berproduksi lebih baik di musim hujan karena
varietas ini lebih menyukai pada kelembaban udara yang tinggi dan tahan terhadap
curah hujan yang tinggi mulai awal pertumbuhan sampai tanaman dipanen.
Sedangkan varietas bawang merah lainnya sudah tidak mampu tumbuh dan
berproduksi dengan baik karena daunnya sudah hancur terkena air hujan.
Produktivitas varietas Bauji lebih tinggi dibanding varietas pembanding
lainnya seperti Philip bila ditanam di musim hujan. Hasil umbi kering bisa mencapai
13,65 ton per hektar dengan jumlah anakan per rumpun lebih dari 10 serta tinggi
tanaman di atas 35 cm. Ciri penting dari varietas Bauji yaitu daunnya nampak lebih
langsing (sempit) dengan warna daun hijau tua, daun tebal, sudut daun kecil (lebih
tegak), warna umbi merah keunguan mengkilat, bentuk umbi bulat lonjong dan daun
Varietas bawang merah Bauji yang merupakan varietas lokal asal Nganjuk
telah dilepas dengan Keputusan Menteri Pertanian No 65/Kpts/TP.240/2/2000
sebagai varietas unggul untuk musim hujan karena memiliki daya hasil tinggi dan
stabil, toleran terhadap kelembaban udara tinggi dan curah hujan tinggi (Baswarsiati
et al., 2009a).
Gambar 2. Umbi Bawang Merah Kultivar Philip (Sumber: flickr.com)
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Super Philip
Asal : Introduksi dari Philipine
Nama asli : Philipine
Nama setelah dilepas : Super Philip
SK Mentan : No 66/Kpts/TP.240/2/2000, tgl 25-2-2000
Umur : Mulai berbunga 50 hari
Panen (60% batang melemas) 60 hari
Kemampuan berbunga : Agak mudah
Banyaknya anakan : 9-18 umbi/rumpun
Banyak daun : 40-50 helai/rumpun
Warna daun : Hijau
Bentuk bunga : Seperti payung
Warna bunga : Putih
Banyak buah/tangkai : 60-90
Banyak bunga/tangkai : 110-120
Banyak tangkai bunga/rumpun : 2-3
Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Bulat
Ukuran umbi : Sedang (6-10 g)
Warna umbi : Merah keunguan
Produksi umbi : 18 t/ha umbi kering
Susut bobot umbi : 22% (basah-kering)
Aroma : Kuat
Kesukaan/cita rasa : Sangat digemari
Kerenyahan untuk bawang goreng : Sedang
Ketahanan terhadap penyakit : Kurang tahan terhadap Alternaria porii
Ketahanan terhadap hama : Kurang tahan terhadap ulat grayak (Spodoptera exigua)
Pengusul : Baswarsiati, Luki Rosmahani, Eli Korlina, F. Kasijadi, Anggoro Hadi Permadi
Sumber : Baswarsiati et al., 2009b
Bawang merah varietas Philip yang merupakan introduksi dari Philipine,
sudah lebih dari 15 tahun dikenal dan ditanam petani dan telah menyebar ke berbagai
sentra produksi bawang merah. Saat ini di Jawa Timur, hampir seluruh petani
bawangmerah menanam varietas Philip dan tidak lagi menanam varietas bawang
merah lokal seperti Bauji yang dulu sebelum munculnya varietas Philip mendominasi
varietas bawang merah yang ditanam petani. Luas tanam bawang merah varietas
Philip hampir di seluruh areal pertanaman bawang merah di Jawa Timur yaitu sekitar
24.610 hektar (Baswarsiati et al., 2009a).
Keistimewaan varietas Philip adalah bentuk umbi bulat dengan warna merah
keunguan mengkilat, umbi besar dengan rata-rata 8-10 g/umbi dan hal ini sangat
disukai konsumen. Selain itu varietas Philip mampu bertahan dipenyimpanan lebih
dari 4 bulan. Tinggi tanaman bisa lebih 40 cm dan bila ditanam di dataran tinggi
dengan kondisi tanah subur bisa mencapai tinggi lebih 50 cm. Jumlah anakan
berkisar 10-12, umur panen 55-60 hari bila ditanam di dataran rendah dan 70 hari bila
ditanam di dataran medium sampai tinggi. Sedangkan produktivitas varietas Philip
yaitu 17 – 18 t/ha umbi kering Oleh karenanya varietas Philipine telah dilepas oleh
Menteri Pertanian menjadi varietas unggul dengan nama Super Philip berdasarkan
b. Kultivar Bima dan Kultivar Kuning dari Brebes
Gambar 3. Umbi Bawang Merah Kultivar Bima (Sumber: patrawisa.co.cc)
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Bima
Asal Tanaman : Lokal Brebes
Umur Tanaman : Mulai berbunga 50 hari
Panen (60% batang melemas) 60 hari
Tinggi tanaman : 34,5 cm (25 – 44 cm)
Kemampuan berbunga (alami) : Agak Sukar
Banyak anakan : 7 – 12 umbi per rumpun
Bentuk daun : Silindris, berlubang
Warna daun : Hijau
Banyak daun : 14 – 50 helai
Bentuk bunga : Seperti Payung
Warna bunga : Putih
Banyak bunga/tangkai : 120 – 160 (143)
Banyak tangkai bunga/rumpun : 2 – 4
Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Lonjong bercincin kecil pada leher cakram
Warna umbi : Merah muda
Produksi umbi : 9,9 ton per hektar umbi kering
Susut Bobot Umbi (Basah Kering) : 21,5%
Ketahanan terhadap penyakit : Cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis allii)
Kepekaan terhadap penyakit : Peka terhadap busuk ujung daun (Phytophthora porri)
Keterangan : Baik untuk dataran rendah.
Peneliti : Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah dan Nasrun Horizon Arbain.
Sumber: Anonim (2004)
Bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning sampai saat ini masih
menjadi varietas yang cukup populer dan disenangi serta banyak dikembangkan
petani di daerah sentra produksi di Jawa Tengah, namun demikian sampai dengan
saat ini jaminan akan kemurnian varietas tersebut masih diragukan sebagai akibat tata
cara dan tata laksana untuk mendapatkan bibit yang bermutu dan berkualitas belum
optimal. Varietas Bima dan Kuning memiliki keunggulan masing-masing seperti pada
Tabel 1. Keragaan Produksi, Bentuk dan Warna umbi Bawang merah
Uraian Varietas Bima Varietas Kuning
Warna Umbi Merah muda Merah Gelap
Bentuk Biji Bulat gepeng, berkeriput Bulat, gepeng, berkeriput Bentuk Umbi Lonjong Bulat, ujung meruncing Potensi Umbi 9,9 ton/ha 6,0 -14,4 ton/ha
Sumber : Anwar et al., 2003
Pertumbuhan kedua varietas termasuk baik. Hasil tersebut banyak dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu viabilitas dan vigor yang maksimum. Salah satu metode
untuk mengetahui viabilitas bibit adalah menguji daya tumbuh bibit, dengan daya
tumbuh tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan bibit untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman normal perlu didukung oleh kondisi lingkungan yang
optimum. Sedangkan vigor bibit mengindikasikan keragaman bibit untuk tumbuh
secara cepat dan serempak serta berkembang menjadi tanaman normal dalam kisaran
lingkungan yang luas (Anwar et al., 2003).
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Kuning
Asal Tanaman : Lokal Brebes
Umur Tanaman : 56 – 66 hari
Tinggi tanaman : 33,7 – 36,9 cm, rata-rata 35,3 cm
Kemampuan berbunga (alami) : Sukar
Banyak anakan : 7 – 12 umbi per rumpun
Bentuk daun : Silindris seperti pipa
Warna daun : Hijau kekuning-kuningan
Banyak daun : 34 – 47 helai
Bentuk bunga : Seperti Payung
Warna bunga : Putih
Banyak buah/tangkai : 70 – 96 (rata-rata 83)
Banyak bunga/tangkai : 100 – 142 (rata-rata 121)
Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji : Hitam
Bentuk umbi : Bulat ujung runcing
Ukuran umbi : sedang (6 – 10 gram)
Warna umbi : Merah gelap
Produksi umbi : 16 – 21,39 ton per hektar umbi kering
Susut Bobot Umbi (Basah Kering) : 21,5 – 22,0 %
Keterangan : Cocok ditanam pada dataran rendah.
Wilayah pengembangan : Maja, Brebes, Tegal dan Probolinggo.
Peneliti : Sartono Putrasamedja dan Anggoro Hadi Permadi.
Sumber: Anonim (2004)
Pada komponen produksi berat umbi basah rata-rata, varietas Bima mencapai
805,4 gram dan berat umbi kering mencapai 598,5 gram. Sedang pada varietas
Kuning, berat umbi basah rata-rata mencapai 675,9 gram dan berat kering mencapai
511,3 gram (Anwar et al., 2003).
Tingkat serangan hama penyakit serta musuh alaminya pada tanaman bawang
merah stadia vegetatif dan generatif tergantung kondisi lingkungan dapat dilihat pada
Tabel 2. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah faktor luar, seperti iklim,
musim tanam, pola tanam, keanekaragaman tanaman dan hayati serta cara penentuan
aplikasi (Anwar et al., 2003).
Tabel 2. Tingkat serangan hama dan penyakit serta musuh alaminya selama musim tanam
No Hama dan musuh alaminya Stadia Vegetatif Varietas Bima (%) Stadia Vegetatif Varietas Kuning (%) Stadia Generatif Varietas Bima (%) Stadia Generatif Varietas Kuning (%)
1 Lalat 1,4 1,3 1,5 1,1
2 Ulat daun 4,2 2,2 8,6 5,6
3 Laba-laba 1,0 1,0 2,1 0,1
4 Kumbang 1,0 1,0 0,5 1,1
5 Fusarium sp (moler)
5,9 1,8 1,2 1,7
c. Kultivar Biru dan Kultivar Tiron dari Bantul
Gambar 5. Umbi Bawang Merah Kultivar Biru (Sumber: bisniskeuangan.kompas.com)
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Biru
Asal tanaman : Kabupaten Bantul
Umur tanaman : Panen 55 hari (daun melemas > 60 hari)
Tinggi tanaman : 39 – 46 cm
Jumlah anakan : 8 – 15 umbi
Jumlah daun per umbi : 3 – 5 helai
Jumlah daun per rumpun : 34 – 57 helai
Bentuk daun : Pipa dengan ujung runcing
Warna daun : Hijau keputihan
Panjang daun : 24 – 42 cm
Diameter daun : 33 – 53 mm
Bentuk bunga : Seperti payung
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Abu-abu
Bentuk umbi : Cenderung bulat
Warna umbi : Merah keunguan
Berat umbi basah(panen) : 44 – 149 gram per rumpun
Produksi umbi : 10 – 13 ton umbi basah per hektar
Susut bobot umbi : ± 25%
Keterangan : Cocok untuk ditanam pada ketinggian 0 – 100 m di atas permukaan laut dan lahan berpasir, tidak dapat dikembangkan pada musim penghujan
Sumber: Anonim (2004)
Menurut Tarsan (2010), Varietas biru lancor ini memiliki beberapa kelebihan
daripada varietas lainnya. Diantaranya adalah lebih tahan pada hama penyakit. Selain
itu varietas biru lancor aroma dan rasanya juga lebih menyengat atau lebih pedas
dibanding varietas lainnya.
Menurut Tarsan (2010), arti nama varietas biru lancor mempunyai makna
filosofis yang cukup dalam bagi para petani. Kata biru memang penanda warna.
Cuma orang Probolinggo ini seperti orang Madura. Warna hijau disebut biru. Jadi,
kata biru itu sebenarnya berarti hijau. Sedangkan kata lancor sendiri berarti panjang
dan tidak melengkung. Jadi, biru lancor menggambarkan daun varietas ini berwarna
Menurut Tarsan (2010), di musim hujan, hasil tani untuk bawang merah
kurang bagus. Sebab, tanah terlalu banyak kadar airnya. Kualitas bawang merah jauh
lebih meningkat bila ditanam pada musim kemarau. Karena tanah tidak terlalu
banyak mengandung air.
Selain secara fisik hasilnya lebih optimal, secara kuantitas hasil panen bawang
merah akan lebih maksimal bila dilakukan pada musim kemarau. Di musim hujan
para petani biasanya hanya mampu memanen 8-10 ton/ha. Tetapi kalau musim
kemarau, para petani bisa mendapatkan panen sampai 12-15 ton/ha (Tarsan, 2010).
Saat ini ada sekitar 760 hektar lahan bawang merah yang panen. Masa panen
yang bersamaan dengan daerah Brebes dan Nganjuk membuat harga bawang merah
turun dari Rp 6.000/Kg menjadi Rp 4.400/kg. Meski turun, petani masih
mendapatkan keuntungan karena titik impas untuk bawang merah sebesar Rp
2.600/kg (Tarsan, 2010).
Di Bantul, selain ditanam di lahan persawahan bawang merah juga ditanam di
lahan pasir. Sebagian besar petani menanam bawang merah varietas biru samas dan
tup-tup. Keduanya memiliki keistimewaan karena bawang merah dapat ditanam dari
biji yang dihasilkan oleh bunga bawang sebelumnya . Sifat tersebut memudahkan
petani dalam memperoleh bibit yang selama ini masih sulit didapatkan (Anonim,
Gambar 6. Umbi Bawang Merah Kultivar Tiron (Sumber: sehat-ala-bangindra.blogspot.com)
Diskripsi Varietas Unggul Bawang Merah Varietas Tiron
Asal tanaman : Kabupaten Bantul
Umur tanaman : Panen 55 hari (daun melemas > 60 hari)
Tinggi tanaman : 37 – 44 cm
Jumlah anakan : 9 – 21 umbi
Jumlah daun per umbi : 3 – 5 helai
Jumlah daun per rumpun : 34 – 57 helai
Bentuk daun : Pipa dengan ujung runcing
Warna daun : Hijau keputihan
Panjang daun : 24 – 42 cm
Diameter daun : 33 – 53 mm
Bentuk bunga : Seperti payung
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Abu-abu
Bentuk umbi : Cenderung bulat
Warna umbi : Merah keunguan
Berat umbi basah(panen) : 44 – 149 gram per rumpun
Produksi umbi : 9 – 13 ton umbi basah per hektar
Susut bobot umbi : ± 30%
Keterangan : Cocok untuk ditanam pada ketinggian 0 – 100 m di atas permukaan laut dan lahan berpasir serta dapat dikembangkan pada musim penghujan.
Peneliti : BPSB TPH dan Diperta DIY/UGM serta Pemda Bantul/H. Idham Samawi, H. Marsudi, Pulung Haryadi, Nanang Suwandi,
Mustikaningrum, Rohadi, Martapa Indria W, Atik Triwiji Astuti, Toni Koenardi, Tuhono, Purnomo, Suparjono dan Sutardi.
Sumber: Anonim (2004)
Varietas Tiron awalnya varietas lokal dari Bantul, Yogyakarta yang telah
diresmikan menjadi varietas unggul nasional oleh Menteri Pertanian pada tanggal 21
Agustus 2003. Varietas ini mempunyai beberapa keunggulan diantaranya kemampuan
berproduksi tinggi dengan kemampuan produksi 13 ton/ha, memiliki umur pendek
genjah (55 hari) untuk konsumsi dan untuk benih 60-80 hari, tahan terhadap penyakit
busuk ujung daun dan busuk umbi, cukup tahan di musim hujan, berkembang baik
B. Penelitian Terdahulu
1. Arti Penting Penyakit Moler
Fusarium oxysporum f.sp. cepae merupakan OPT yang menakutkan bagi para
pekebun bawang merah. Ciri khas serangannya: daun mengkerut dan melintir. Umbi
membusuk sehingga lama-kelamaan tanaman mati. Bila terinfeksi, pekebun terancam
gagal panen (Walan, 2010).
2. Gejala Serangan dan Penyebab Penyakit
Wiyatiningsih (2003), menyatakan bahwa gejala penyakit moler yaitu batang
semu dan daun tumbuh lebih panjang dan meliuk, warna daun hijau pucat, namun
tidak layu. Apabila tanaman sakit dicabut tampak umbi lapis lebih kecil dan lebih
sedikit dibandingkan yang sehat, serta tidak tampak adanya pembusukan pada umbi
lapis dan akar. Pada kondisi lanjut, tanaman menjadi kering dan mati. Di lapangan
gejala penyakit moler mulai tampak pada tanaman yang berumur lebih kurang 20
hari. Percobaan di rumah kaca menunjukkan bahwa penyakit moler mempunyai
periode inkubasi 14 hari. Melalui Postulat Koch dibuktikan bahwa Fusarium
Gambar 7. Gejala Penyakit Moler pada Tanaman Bawang Merah (Sumber: Fadhilah, 2010)
Penyakit moler disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae.
Serangan Fusarium mengganas di musim hujan saat kondisi lembap. Fusarium
oxysporum f.sp. cepae menyerang saat tanaman berumur 30 - 45 hari. Dampaknya
berbahaya karena bisa rugi 100%. Serangan layu fusarium menyerang bawang merah,
setiap kali musim hujan datang. Biasanya tanaman yang terserang moler langsung
dibuang supaya tidak menular ke tanaman lain. (Wiyono, 2010).
Moler menular dengan cepat, dalam sehari tanaman satu guludan bisa
terserang. Moler kian mengganas di sentra perkebunan bawang merah seperti Brebes,
Nganjuk, Probolinggo, dan Samosir. Pada tahun 1997 moler bukan penyakit utama
pada bawang merah. Pada tahun 2003 luas serangan fusarium hanya 48,2 hektar. Pada
Perubahan iklim mempengaruhi perkembangan jamur patogen secara
fisiologis dan molekuler. Pengaruh itu bisa berdampak pada meningkatnya keganasan
patogen (Garrett, 2010). Perubahan status moler menjadi penyakit utama diduga
berkaitan dengan perubahan iklim yang tidak menentu beberapa tahun terakhir. Lahan
yang ditanami bawang merah sepanjang musim tanpa pergiliran tanaman juga rawan
terinfeksi moler. Kandungan organik tanah rendah dan penggunaan bibit yang tidak
selektif, umbi berasal dari daerah yang pernah terkena Fusarium, juga memicu
meningkatnya serangan Fusarium (Suryo, 2010).
3. Sistematika dan Morfologi Fusarium oxysporum f. sp. cepae
Menurut Alexopus dan Mims (1979), Klasifikasi jamur Fusarium oxysporum f. sp.
cepae adalah sebagai berikut :
Kingdom : Mycota
Devisi : Eumycotina
Kelas : Deuteromycates
Ordo : Moniliales
Famili : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum f. sp. cepae
Fusarium menghasilkan dua macam konidia, yaitu makrokonidia yang
panjang – panjang melengkung serta meruncing di kedua ujung seperti bulan sabit
Gambar 8. Fusarium oxysporum f.sp. cepae
a. Makrokonidium; b. Mikrokonidium; c. Klamidospora (Sumber: Wiyatiningsih, 2007a)
Jamur Fusarium oxysporum menghasilkan 3 spora tak-kawin, yaitu
mikrokonidium, makrokonidium, dan klamidospora. Konidiofor jarang bercabang,
tidak membentuk rantai, tanpa sekat, elips-silindris, lurus-lonjong, pendek, dan
sederhana, fialid lateral, dan berukuran (5-12) x (2,3-3,5) µm (Domsch et al., 2010).
Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat jumlah banyak, dan sering
tanaman terinfeksi. Sementara itu, makrokonidium mempunyai tiga sampai lima sel
dan berbentuk lengkung. Jenis spora ini umumnya banyak dijumpai di permuakaan
tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios, 2010). Menurut Domsch et al.,
(2010), makrokonidium berbentuk gelendong, lonjong, ujung tajam, mempunyai 3-5
sekat, dan ukuran [(20-27) – (46-60) x (3,5-4,5 (5)] µm.
Klamidospora berbentuk bulat, berdinding tebal, dihasilkan di bagian ujung
maupun di tengah miselium yang tua atau pada makrokonidium, dengan diameter
5-15 µm (Domsch et al., 2010). Menurut Sastrahidayat (2010), klamidospora dihasilkan
apabila keadaan lingkungan tidak sesuai bagi patogen dan berfungsi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup patogen.
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Moler
Faktor-faktor iklim dan penyakit tumbuhan. Dari konsep segitiga penyakit
tampak jelas bahwa iklim sebagai faktor lingkungan fisik sangat berpengaruh
terhadap proses timbulnya penyakit. Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa
terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi
patogen. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing
penyakit. Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang.
Penyakit moler terutama berkembang pada musim hujan dengan kondisi
lingkungan yang lembap dan intensitas sinar matahari yang rendah. Penyakit juga
lahan yang selalu ditanami bawang merah dengan benih yang berasal dari pertanaman
sebelumnya yang menunjukkan gejala penyakit moler (Wiyatiningsih, 2007b).
Lahan sawah Nganjuk berjenis tanah Vertisol, tanpa pergiliran tanaman.
Kondisi cuaca di Nganjuk pada musim hujan saat pengujian adalah suhu udara 27,3 -
31,8°C, kelembapan udara 74,0 - 89,0%, suhu tanah 24,1 - 28,3°C, dan curah hujan
9,3 mm/hari (Wiyatiningsih, 2007a).
Produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk menempati urutan pertama di
Jawa Timur, pada tahun 2006 ditanam pada luasan 5.859 ha, dengan produksi 50.563
ton. Pertanaman bawang merah di Kabupaten Nganjuk terletak di daerah dengan
ketinggian tempat 50 – 100 m dpl, dengan suhu dan rerata kelembapan udara adalah
25 – 30°C dan 65 – 80%, serta curah hujan mencapai 1.876 mm/tahun. Jenis tanah
Vertisol dengan pH 6,0 – 8,0 (Anonim, 2006).
Menurut Tondok (2003), Fusarium oxysporum, yang merupakan penyebab
penyakit moler pertumbuhan optimum in vitro adalah pada suhu 25 - 30º C sementara
F. oxysporum pada bawang merah di lapang mempunyai suhu pertumbuhan optimum
28 - 30 º C. Pada suhu yang tinggi umumnya tanaman lebih stres dan lebih rentan
terhadap F. oxysporum. Walaupun sulit untuk mengatakan bahwa perubahan iklim
yaitu peningkatan suhu merupakan satu satunya penyebab peningkatan status
penyakit ini, karena juga terkait dengan kandungan bahan organik tanah yang makin
rendah, serta distribusi yang luas melalui umbi bibit, namun tampaknya cukup
Menurut Sastrahidayat (2010), Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah
dengan kisaran pH 4,5-6,0; tumbuh baik pada biakan murni dengan kisaran pH
3,6-8,4; sedangkan untuk pensporaan, pH optimum sekitar 5,0. Pensporaan yang terjadi
pada tanah dengan pH di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan
tanah yang mempunyai pH di atas 7. Pada pH di bawah 7, pensporaan terjadi secara
melimpah pada semua jenis tanah, tetapi tidak akan terjadi pada pH di bawah 3,6 atau
di atas 8,8.
Jenis dan kelimpahan cendawan penghuni daun bawang merah yang bersifat
saprofitik dipengaruhi oleh curah hujan dan kelembaban udara relatif (Wiyono,
1997).
5. Siklus dan Daur Penyakit Moler
Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae dapat bertahan lama dalam tanah atau
dalam bentuk klamidospora. Jamur ini adalah jamur tanah. Tanah yang sudah
terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Tanpa adanya tanaman inang,
jamur dapat bertahan dalam tanah lebih dari 10 tahun (Anonim, 2003).
Fusarium oxysporum f.sp. cepae merupakan jamur yang mampu bertahan
lama dalam tanah sebagai klamidospora, yang terdapat banyak dalam akar sakit.
Jamur mengadakan infeksi melalui akar. Adanya luka pada akar akan meningkatkan
infeksi. Setelah masuk ke dalam akar, jamur berkembang sepanjang akar menuju ke
batang dan di sini jamur berkembang secara meluas dalam jaringan pembuluh
meluas dari jaringan pembuluh ke parenkim. Jamur membentuk banyak spora dalam
jaringan tanaman (Semangun, 2010).
Penyebaran jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae dapat melalui air dan alat
– alat pertanian yang terkontaminasi serta melalui pemindahan tanaman yang sakit ke
tempat lain (Sastrahidayat, 1986).
Menurut Semangun (1994), jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae
mengadakan infeksi pada akar melalui luka – luka, dan menetap serta berkembang
diberkas pembuluh.
Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae merupakan jamur tanah yang hidup
sebagai parasit maupun saprofit, apabila tanaman yang sehat ditanam di tanah yang
terinfeksi jamur Fusarium oxysporum f.sp. cepae maka tabung kecambah dari spora
akan mempenetrasi langsung ke akar yang melalui luka pada akar (Mulyani, 1991).
Daur penyakit busuk akar yaitu dapat bertahan lama di dalam tanah,
khususnya apabila sebelumnya lahan ditanami dengan tanaman yang rentan. Selain
terinfeksi oleh jamur yang berada dalam tanah, tanaman dapat juga menjadi sakit
karena jamur yang terbawa oleh bibit yang diambil dari tanaman sakit. Penyakit
dibantu oleh tanah yang kelembapannya tinggi sebagai akibat drainase yang kurang
baik (Semangun, 2010).
Menurut Wiyatiningsih (2006), Fusarium oxysporum f.sp. cepae terpencar
luas dalam tanah dan pada bahan organik, serta banyak terdapat di lahan pertanian di
daerah tropika dan sub tropika. Sebagai jamur terbawa tanah, jamur ini mampu
oxysporum f.sp. cepae diketahui sebagai patogen terbawa tanah yang sukar
dikendalikan. Penyakit-penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen terbawa
tanah dan serangan patogennya melalui akar menimbulkan tantangan dalam
pengelolaan penyakit yang efektif, karena inokulum awal sudah ada di dalam tanah
sebelum awal pertumbuhan tanaman inang atau dapat juga diintroduksi oleh tanaman
inang.
Upaya pengendalian penyakit terbawa tanah melalui sanitasi, pergiliran
tanaman, dan penggunaan fungisida sulit dilaksanakan pada kondisi lapang di daerah
endemik, sehingga alternatif pengendalian yang diharapkan dapat dikembangkan
adalah penggunaan kultivar tahan.
Sampai saat ini kultivar bawang merah di Indonesia jumlahnya cukup
banyak, bahkan seolah-olah telah menjadi tanaman lokal yang berkembang di
berbagai daerah. Beberapa kultivar bawang merah pada umumnya belum diketahui
ketahanannya terhadap Fusarium, kecuali kultivar Kramat dan Bauji diketahui agak
tahan terhadap serangan Fusarium .
Kultivar yang ditanam umumnya disesuaikan dengan kemampuan produksi,
ketahanan kultivar, dan musim yang sedang berlangsung dengan tujuan untuk
menekan perkembangan penyakit. Dalam produksi bawang merah dan hubungannya
dengan epidemi penyakit moler, masih banyak petani yang melakukan pemilihan
kultivar hanya berdasar tingginya produksi. Hal ini disebabkan karena kultivar yang
tahan terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler dan
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian sebagai upaya mendapatkan
kultivar tahan terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler
sangat diperlukan, untuk dijadikan sebagai sumber ketahanan dalam rangka perakitan
kultivar bawang merah tahan terhadap penyakit moler, guna meningkatkan
produktivitas bawang merah.
C. Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran
Untuk membedakan jenis bawang merah yang satu dengan yang lain dan
untuk menentukan jenis unggul biasanya didasarkan pada bentuk, ukuran, warna,
kekenyalan, aroma dan rasa umbi lapis. Selain itu juga didasarkan pada umur panen,
produksi, ketahanan terhadap hujan atau kekeringan, ketahanan dalam penyimpanan
dan ketahanan terhadap penyakit (Putrasamedja & Permadi, 2001).
Fehr (1987) menyatakan bahwa kultivar unggul biasanya mempunyai sifat
agronomi unggul seperti potensi produksinya tinggi. Namun, biasanya sifat
ketahanan terhadap suatu penyakit rendah. Hal tersebut disebabkan oleh gen
pengatur potensi produksi terdapat pada satu lokus yang sama dengan gen pengatur
ketahanan terhadap patogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa kondisi
lingkungan akan mempengaruhi kedua sifat tersebut, karena sifat ketahanan
merupakan pengaruh bersama gen-gen yang mengendalikan yang dimiliki oleh suatu
tanaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Jika suatu inang mempunyai genotip dengan tipe-tipe reaksi terhadap infeksi
tersebut dinamakan ketahanan kuantitatif. Ketahanan kuantitatif tidak menghambat
proses infeksi secara lengkap dan membiarkan produksi inokulum, tetapi produksi
inokulumnya tertunda yang berarti periode latennya lebih lama atau mungkin
dikurangi, sehingga epidemi tertunda atau terjadi penurunan tingkat keparahan
penyakit dalam populasi. Jika reaksi inang berupa ketahanan penuh, efek tersebut
dinamakan ketahanan kualitatif. Ketahanan kualitatif menghambat proses infeksi dan
mencegah produksi inokulum untuk perkembangan epidemi. Istilah ketahanan
kuantitatif dan ketahanan kualitatif digunakan dalam epidemiologi karena sesuai
untuk mendiskripsikan proses pada aras populasi (Frantzen, 2000).
D. Hipotesis
Ada perbedaan tanggapan beberapa kultivar bawang merah terhadap serangan
Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler di lahan Kabupaten
Nganjuk dilihat dari periode inkubasi, intensitas penyakit, sifat agronomi tanaman,
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan waktu
Penelitian dilaksanakan di Dusun Ngreco, Desa Sukorejo, Kecamatan Rejoso,
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober
2010. Jenis tanah vertisol, pH tanah 6,0 – 8,0, suhu tanah 24,1oC – 28,3oC, suhu
udara 27,3oC – 31,8oC, kelembaban udara 74,0% - 89,0%, curah hujan 9,3mm/hari,
ketinggian tempat 50 – 100 m dpl .
B. Bahan – bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan berupa beberapa kultivar bawang merah (Alium
ascalonicum): kultivar Bauji dan kultivar Philip dari Nganjuk, kultivar Kuning dan
kultivar Bima dari Brebes, serta kultivar Tiron dan kultivar Biru dari Bantul.
C. Alat – alat yang digunakan
Alat yang digunakan sekop/lencek, cangkul, sabit, congkel, gunting pangkas,
timba kecil, sprayer, kamera, thermohygrometer, dan pH meter.
D. Rancangan percobaan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (RBSL). Perlakuan yang dilakukan menggunakan enam jenis Kultivar tanaman
bawang merah. Masing – masing perlakuan diulang enam kali, sehingga terdapat 36
Gambar 9.Denah Percobaan Faktorial dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL)
E. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Persiapan
Persiapan adalah langkah awal yang penting dalam memulai segala sesuatu
terutama dalam suatu penelitian.
a. Media Tanam
Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dengan
pupuk kandang 16,2 kg/108 m2 (1500 kg/ha), pupuk majemuk (N 15 : P
15 : K 15 : S 10) 0,6 kg/108 m2 (55,6 kg/ha), dan ZA 3,2 kg/108 m2 (296,3
kg/ha) sebagai pupuk dasar.
b. Bibit Bawang Merah
Bibit bawang merah berupa umbi lapis diperoleh dari penangkar
benih di masing-masing daerah sentra produksi. Kultivar Bauji dan
kultivar Philip dari Nganjuk, kultivar Kuning dan kultivar bima dari
Brebes, serta kultivar Tiron dan kultivar Biru dari Bantul. Dibutuhkan 1
umbi lapis dengan berat masing-masing lebih kurang 3,5 g. Dua hari
sebelum tanam kulit umbi yang paling luar dan sisa-sisa akar yang masih
ada dihilangkan dan dibersihkan.
c. Fusarium oxysporum f. sp. cepae
Inokulasi Fusarium oxysporum f. sp. cepae dilakukan secara alami.
ada di lahan tersebut. Untuk mengetahui adanya Fusarium oxysporum
f.sp. cepae di lahan tersebut perlu dilakukan survei terlebih dahulu.
2. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan. Pertama
lahan dibajak, dibuat got menggunakan sekop/ lencek, got diisi air, dilakukan
penyulaman, lahan di beri galian untuk penanaman sesuai jarak tanam menggunakan
bambu runcing, lahan di siram air. Untuk pengolahan lahan diperlukan waktu lima
hari. Penanaman dilakukan sehari setelah pengolahan lahan. Jarak tanam 20cm x
15cm setiap unit.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari menggunakan
timba kecil pada awal tanam sampai tanaman tumbuh dan bila setelah tanaman
tumbuh disiram dua hari sekali, memberi pupuk majemuk (N 15 : P 15 : K 15 : S 10)
0,6 kg/108 m2 (55,6 kg/ha), za 3,2 kg/108 m2 (296,3 kg/ha), dan pupuk kandang 16,2
kg/108 m2 (1500 kg/ha) dilakukan tiga kali. Pertama awal tanam sebagai pupuk dasar,
kedua tambahan pada saat satu minggu setelah tanam, dan terakhir pada saat tanaman
berumur 25 hari. Apabila ada hama dikendalikan dengan pestisida Abamektin
menggunakan sprayer dengan dosis 0,25 – 0,5 ml / 1 liter air. Penyemprotan
4. Pengamatan
a. Periode Inkubasi
Untuk pengamatan periode inkubasi dilakukan setiap hari dengan
mengamati timbulnya gejala awal serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae
penyebab penyakit moler tanaman bawang merah dimulai sehari setelah tanam
hingga panen.
b. Intensitas Penyakit
Pengamatan intensitas penyakit dilakukan seminggu sekali dengan
mengamati tanaman bawang merah yang mulai menunjukkan gejala terserang
Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler hingga panen.
Σ a
I = x 100 % Σ b
Keterangan :
I : Intensitas penyakit
Σ a : Jumlah tanaman sakit per bedeng
Σ b : Jumlah total seluruh tanaman per bedeng
Selanjutnya, dari hasil rumus di atas dapat dibuat katagori serangan Fusarium
oxysporum f. sp. cepae penyebab penyakit moler pada kultivar bawang merah sebagai
barikut:
1. Tidak ada serangan : bila derajat intensitas penyakit 0,00% -
5,00%
2. Serangan ringan : bila derajat intensitas penyakit > 5,00% -
< 10,00%
< 30,00%
4. Serangan berat : bila derajat intensitas penyakit ≥ 30,00% -
< 75,00%
5. Serangan puso : bila derajat intensitas penyakit ≥ 75,00%
Sumber: Wiyatiningsih et al., 2010
c. Segi Agronomi
Untuk segi agronomi pengamatan dilakukan seminggu sekali dengan
cara mengukur panjang tanaman dan jumlah daun. Panjang tanaman diukur dari
permukaan tanah hingga bagian tanaman paling panjang. Jumlah daun dihitung
per tanaman. Pengamatan dilakukan dengan memilih tanaman sebagai sampel
secara acak menyilang dengan cara mengambil 10 tanaman untuk mewakili tiap
bedeng. Tanaman tersebut dipilih untuk diamati dari awal tanam sampai panen.
Setelah panen akan dilakukan pengamatan hasil umbi dengan mengukur berat
basah dan berat kering serta susut bobot umbi sesuai dengan masing – masing
kultivar. Berat basah diukur pada saat panen umbi dibersihkan tanahnya
kemudian ditimbang. Setelah itu umbi dijemur selama 10 hari. Setelah kering
umbi ditimbang kembali untuk mengetahui berat kering. Susut bobot
merupakan selisih penyusutan dari berat basah ke berat kering umbi bawang
d. Suhu dan Kelembapan Udara
Untuk mengukur suhu dan kelembapan udara dilakukan tiga kali dalam
sehari, yaitu: pagi, siang, dan sore dengan menggunakan alat
thermohygrometer.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) pada tingkat
kepercayaan 5% dari Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL). Apabila terdapat beda
nyata, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Ganda
IV. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Periode Inkubasi
Periode inkubasi adalah waktu yang diperlukan oleh Fusarium oxysporum
f.sp. cepae untuk menginfeksi tanaman inang yaitu bawang merah. Pada Tabel 3
menunjukkan bahwa rerata periode inkubasi Kultivar Bima secara angka
menunjukkan hasil yang tercepat yaitu sebesar 20 Hst diikuti Kultivar Philip sebesar
21 Hst, kemudian Kultivar Tiron, Kultivar Kuning, dan Kultivar Biru sebesar 23 Hst,
sedangkan Kultivar Bauji menunjukkan hasil yang terlama sebesar 26 Hst. Kisaran
ini sesuai dengan pendapat Wiyatiningsih (2003), yang menyatakan bahwa di
lapangan gejala penyakit moler mulai tampak pada tanaman yang berumur lebih
kurang 20 hari.
Tabel 3. Rerata Periode Inkubasi Penyakit Moler pada kultivar yang diuji
Jenis Kultivar
Rerata Periode Inkubasi Penyakit Moler
(Hari)
Bima 20
Philip 21
Tiron 23
Kuning 23
Biru 23
Bauji 26
B. Intensitas Penyakit
Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan ada perbedaan tanggapan Kultivar
bawang merah dari berbagai daerah yaitu: Nganjuk, Jawa Timur; Brebes, Jawa
oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada minggu II, III, IV, dan V. Pada minggu I
tidak ada pengaruh tanggapan kultivar bawang merah terhadap intensitas penyakit.
Tabel 4. Rerata Intensitas Penyakit Moler pada Kultivar yang Diuji
Rerata Intensitas Penyakit Moler (%) Jenis
Kultivar Minggu
I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
Bauji 0.67 a 0.67 a 0.67 a 0.67 a 0.67 a
Philip 1.50 a 3.50 b 5.50 c 7.83 b 11.00 c
Bima 0.83 a 1.83 a 2.17 ab 2.67 a 3.33 ab
Kuning 0.33 a 2.17 ab 3.33 bc 4.00 a 4.67 b
Biru 0.50 a 1.00 a 2.00 ab 2.83 a 3.50 ab
Tiron 0.83 a 1.33 a 1.67 ab 2.00 a 2.17 ab
Pada Tabel 4 intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae pada minggu I didapat rerata Kultivar Kuning yaitu 0.33%
diikuti Kultivar Biru 0.50%, kemudian Kultivar Bauji 0.67%, Kultivar Tiron 0.83%,
Kultivar Bima 0.83%, dan Kultivar Philip yaitu 1.50%. Berdasarkan hasil analisis uji
Duncant untuk intensitas penyakit pada minggu I tidak ada perbedaan. Tingkat
intensitas penyakit dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada minggu I yaitu suhu
31,10oC, kelembaban 66,86%, dan curah hujan 29,14 mm/hari seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10.
Tidak ada perbedaan intensitas penyakit antara kultivar bawang merah
terhadap penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada
minggu I karena diduga perkembangan penyakit moler yang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum f.sp. cepae masih lambat. Dugaan lain adalah tanggapan tiap
Kultivar tanaman bawang merah terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae
terhadap terjadinya serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler. 0.67 1.50 0.83 0.33 0.50 0.83 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 Kultivar In te n s it a s P e n y a k it ( % )
Bauji Philip Bima Kuning Biru Tiron
Gambar 10. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 31.10oC, RH 66.86%, CH 29.14 mm/hari pada Minggu I
Pada Tabel 4 intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae pada minggu II didapat rerata terendah yaitu Kultivar Bauji
0.67% diikuti Kultivar Biru 1.00%, kemudian Kultivar Tiron 1.33%, Kultivar Bima
1.83%, Kultivar Kuning 2.17%, dan Kultivar Philip merupakan yang tertinggi yaitu
3.50%. Berdasarkan hasil analisis uji Duncant untuk intensitas penyakit pada minggu
II dari Kultivar Bauji 0.67%, Kultivar Biru 1.00%, Kultivar Tiron 1.33%, dan
Kultivar Bima 1.83% tidak berbeda. Kultivar Kuning 2.17% berbeda dengan Kultivar
lainnya. Kultivar Philip 3.50% juga berbeda dengan Kultivar lainnya. Tingkat
mendukung untuk perkembangan penyakit moler yaitu suhu 33.57oC, kelembaban
68.76%, curah hujan 3.00 mm/hari seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
0.67 3.50 1.83 2.17 1.00 1.33 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 Kultivar In te n s it a s P e n y a k it ( % )
Bauji Philip Bima Kuning Biru Tiron
Gambar 11. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 33.57oC, RH 68.76%, CH 3.00 mm/hari pada Minggu II
Ada perbedaan hasil intensitas penyakit antara kultivar bawang merah
terhadap penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada
minggu II karena adanya perbedaan tingkat ketahanan tanaman bawang merah
terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Selain itu juga kondisi
lingkungan yang mendukung terhadap perkembangan tingkat serangan Fusarium
oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler.
Pada Tabel 4 intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae pada minggu III didapat rerata terendah yaitu Kultivar Bauji
2.17%, Kultivar Kuning 3.33%, dan Kultivar Philip merupakan yang tertinggi yaitu
5.50%. Berdasarkan hasil analisis uji Duncant untuk intensitas penyakit pada minggu
III dari Kultivar Bauji 0.67% berbeda dengan Kultivar lainnya. Kultivar Tiron 0.33%,
Kultivar Biru 2.00%, dan Kultivar Bima 2.17% tidak berbeda. Kultivar Kuning
3.33% berbeda dengan Kultivar lainnya. Kultivar Philip 5.50% juga berbeda dengan
Kultivar lainnya. Tingkat intensitas penyakit dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
pada minggu III yang mendukung untuk perkembangan penyakit moler yaitu suhu
31.81oC, kelembaban 69.43%, curah hujan 0.86 mm/hari seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 12.
Ada perbedaan hasil intensitas penyakit antara kultivar bawang merah
terhadap penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada
minggu III karena adanya perbedaan tingkat ketahanan tanaman bawang merah
terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Selain itu juga kondisi
lingkungan yang mendukung terhadap perkembangan tingkat serangan Fusarium
oxysporum f.sp. cepae penyebab penyakit moler.
Pada Tabel 4 intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae pada minggu IV didapat rerata terendah yaitu Kultivar Bauji
0.67% diikuti Kultivar Tiron 2.00%, kemudian Kultivar Bima 2.67%, Kultivar Biru
2.83%, Kultivar Kuning 4.00%, dan Kultivar Philip merupakan yang tertinggi yaitu
7.83%. Berdasarkan hasil analisis uji Duncant untuk intensitas penyakit pada minggu
IV dari Kultivar Bauji 0.67%, Kultivar Tiron 2.00%, Kultivar Bima 2.67%, Kultivar
berbeda dengan Kultivar lainnya. Tingkat intensitas penyakit dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan pada minggu IV yang mendukung untuk perkembangan penyakit
moler suhu 33.24oC, kelembaban 68.57%, curah hujan 0.00 mm/hari seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 13.
0.67 5.50 2.17 3.33 2.00 1.67 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 Kultivar In te n s it a s P e n y a k it ( % )
Bauji Philip Bima Kuning Biru Tiron
Gambar 12. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 31.81oC, RH 69.43%, CH 0.86 mm/hari pada Minggu III
Ada perbedaan hasil intensitas penyakit antara kultivar bawang merah
terhadap penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada
minggu IV karena adanya perbedaan tingkat ketahanan tanaman bawang merah
terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Selain itu juga kondisi
lingkungan yang mendukung terhadap perkembangan tingkat serangan Fusarium
0.67 7.83 2.67 4.00 2.83 2.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 Kultivar In te n s it a s P e n y a k it ( % )
Bauji Philip Bima Kuning Biru Tiron
Gambar 13. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 33.24oC, RH 68.57%, CH 0.00 mm/hari pada Minggu IV
Pada Tabel 4 intensitas penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium
oxysporum f.sp. cepae pada minggu V didapat rerata terendah yaitu Kultivar Bauji
0.67% diikuti Kultivar Tiron 2.17%, kemudian Kultivar Bima 3.33%, Kultivar Biru
3.50%, dan Kultivar Kuning 4.67%. Kultivar Philip merupakan yang tertinggi yaitu
11.00%. Berdasarkan hasil analisis uji Duncant untuk intensitas penyakit pada
minggu V dari Kultivar Bauji 0.67% berbeda dengan Kultivar lainnya. Kultivar Tiron
2.17%, Kultivar Bima 3.33%, dan Kultivar Biru 3.50% tidak berbeda. Kultivar
Kuning 4.67% berbeda dengan Kultivar lainnya. Kultivar Philip 11.00% juga berbeda
dengan Kultivar lainnya. Tingkat intensitas penyakit dipengaruhi oleh kondisi
31.52oC, kelembaban 67.76%, curah hujan 4.86 mm/hari seperti ditunjukkan pada Gambar 14. 0.67 11.00 3.33 4.67 3.50 2.17 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 Kultivar In te n s it a s P e n y a k it ( % )
Bauji Philip Bima Kuning Biru Tiron
Gambar 14. Diagram Rerata Persentase Intensitas Penyakit pada Macam-Macam Kultivar Bawang Merah dengan T 31.52oC, RH 67.76%, CH 4.86 mm/hari pada Minggu V
Ada perbedaan hasil intensitas penyakit antara kultivar bawang merah
terhadap penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cepae pada
minggu 5 karena adanya perbedaan tingkat ketahanan tanaman bawang merah
terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp. cepae. Selain itu juga kondisi
lingkungan pada minggu V mendukung terhadap perkembangan tingkat serangan
Tabel 5. Kategori Serangan dan Ketahanan dari Masing-Masing Kultivar
Jenis Kultivar
Intensitas Penyakit
(%)
Kategori Serangan Kategori
Ketahanan
Bauji 0.67 a Tidak ada serangan Tahan
Tiron 2.17 ab Tidak ada serangan Tahan
Bima 3.33 ab Tidak ada serangan Tahan
Biru 3.50 ab Tidak ada serangan Tahan
Kuning 4.67 b Tidak ada serangan Tahan
Philip 11.00 c Serangan sedang Agak Rentan
Menurut Wiyatiningsih (2010), kategori ketahanan tanaman bawang merah
terhadap serangn Fusarium oxysporum f.sp. cepae adalah sebagai berikut :
1. Intensitas Penyakit 0,00% - 5,00% : Tahan
2. Intensitas Penyakit > 5,00% - < 10,00% : Agak Tahan
3. Intensitas Penyakit ≥ 10,00 - < 30,00% : Agak Rentan
4. Intensitas Penyakit ≥ 30,00% - < 75,00% : Rentan
5. Intensitas Penyakit ≥ 75,00% : Sangat Rentan
Sesuai Tabel 4 pada minggu I sampai dengan minggu V tanaman bawang
merah Kultivar Bauji tidak ada perkembangan intensitas penyakit moler 0.67%.
Tidak ada perkembangan intensitas penyakit moler karena kategori katahanan
tanaman bawang merah Kultivar Bauji terhadap serangan Fusarium oxysporum f.sp.
cepae penyebab penyakit moler tergolong tahan. Kondisi lingkungan suhu,
kelembaban, dan curah hujan kurang mendukung perkembangan serangan Fusarium
oxysporum f.sp cepae penyebab penyakit moler. Dilihat dari Tabel 5 intensitas
te