KISARAN INANG DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT
SERANGAN KUTUKEBUL
Aleurodicus dugesii
Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA
DI KECAMATAN CISARUA (BOGOR) DAN
KECAMATAN CIPANAS (CIANJUR)
ERNA MARYANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 30 April 2012
ABSTRACT
ERNA MARYANA. Host Range of The Giant Whitefly Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) and Damaged Levels on Horticultural Crops in The Sub-districts of Cisarua (Bogor) and Cipanas (Cianjur). Supervised by PURNAMA HIDAYAT and R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) is a polyphagous whitefly which attacks more than 43 plant genera in 35 families (Lasalle et al. 1997). The whitefly sucks on plant sap, extracting important nutrients that lead to defoliation, stunting and plant death. Information about host range, population density, level of damage and yield loss is necessary to control this pest. Study of the host range, population density, level of damage to horticultural crops and yield loss were done in two Sub-districts Cisarua (Bogor) and Cipanas (Cianjur). The research method consisted of gathering information from relevant agencies and field observations. Results of the study revealed that the number of horticultural crops attacked by A. dugesii in two sub-districts were 36 species consists of 23 families. A dominant host plant species were family of Fabaceae, Solanaceae and Euphorbiaceae. The highest population of whitefly on horticultural plants were 1 986 per leaf on tamarillo in Sub-districts Cipanas (Cianjur). The level of damage in the range of 1 – 80%. Economic losses due to A. dugesii on avocado plants in the village of Citeko was Rp. 40 290 000,- per year.
RINGKASAN
ERNA MARYANA. Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur). Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan hama pendatang baru di Indonesia dan dilaporkan pertama kali pada Maret 2007 menyerang tanaman kembang sepatu di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat (Hidayat & Watson 2007). Saat ini kutukebul tersebut telah ditemukan di banyak area termasuk Jawa Barat meliputi Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut (Murgianto 2010). Kutukebul A. dugesii tergolong serangga polifag karena memiliki kisaran inang yang luas. Kutukebul ini diketahui menyerang 43 genus dari 35 famili tanaman di California (Lasalle et al. 1997). Dooley & Evans (2006) melaporkan A. dugesii menyerang tanaman dari famili Araceae, Begoniaceae, Burseraceae, Cannaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Geraniaceae, Juglandaceae, Labiate, Liliaceae, Malvaceae, Rutaceae, Sapotaceae, Solanaceae, Ulmaceae dan Viscaceae. Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang dominan terserang oleh A. dugesii. Imago dan nimfa kutukebul ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman dan mengekstrak nutrisi penting yang menyebabkan tanaman mengalami perontokan daun (defoliasi), kerdil dan kematian tanaman(Bellow & Hoddle 2010). Informasi tentang kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan dan kehilangan hasil akibat serangan A. dugesii di Indonesia masih sangat terbatas. Informasi mengenai hal-hal tersebut akan bermanfaat dalam keberhasilan pengendalian kutukebul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur), serta kehilangan hasil dan kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko (Cisarua). Penelitian dilakukan di berbagai lahan pertanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas. Metode penelitian terdiri dari 1) pengumpulan informasi dari instansi terkait 2) pengamatan lapangan meliputi pengamatan kisaran inang A. dugesii, kepadatan populasi A. dugesii, tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura, tingkat kerusakan pada tanaman alpukat dan labu siam serta kehilangan hasil pada tanaman alpukat di Desa Citeko Kecamatan Cisarua. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tanaman hortikultura yang terserang A. dugesii di Kecamatan Cisarua berjumlah 20 spesies terdiri dari 13 famili dan di Kecamatan Cipanas terdapat 27 spesies terdiri dari 20 famili. Total jumlah tanaman yang menjadi inang A. dugesii di dua kecamatan tersebut adalah 36 spesies terdiri dari 23 famili tanaman hortikultura. Famili tanaman hortikultura yang banyak ditemukan terserang A. dugesii berasal dari Fabaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae. Hasil perhitungan populasi kutukebul A. dugesii pada tanaman hortikultura yang tertinggi yaitu 1 986 ekor per daun pada terong belanda di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur. Tingkat kerusakan rata-rata yang dialami tanaman hortikultura berkisar 1 – 80%. Kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko sebesar Rp. 40 290 000,- per tahun.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KISARAN INANG DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT
SERANGAN KUTUKEBUL
Aleurodicus dugesii
Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA
DI KECAMATAN CISARUA (BOGOR) DAN
KECAMATAN CIPANAS (CIANJUR)
ERNA MARYANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur)
Nama : Erna Maryana
NRP : A352100104
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi
Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul
“Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Progam Studi Entomologi Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada November 2011 sampai Februari 2012, bertempat di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan beberapa wilayah di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya; penghargaan dan hormat yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada ibu, bapak, suami tercinta dan anakku tersayang atas
do’a restu dan dorongan moril selama pendidikan berlangsung; Dr. Ir. Purnama
Hidayat, M.Sc. dan Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si. selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran dan masukan selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan tesis ini; seluruh staf pengajar di Progam Studi Entomologi/Fitopatologi, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB; dan semua rekan Pascasarjana Program Khusus Karantina angkatan ke-2 Aprida, Uwi, Ratih, Yuli, Nurul, Riri, Fitri, Rahma, Aulia, Arif, Catur, Selamet, Joni, Lulu serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selain itu penghargaan disampaikan untuk Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi melalui beasiswa yang bekerjasama dengan sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Semoga tesis penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan, terutama di bidang Hama dan Penyakit Tanaman.
Bogor, 30 April 2012
RIWAYAT HIDUP
Erna Maryana dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 April 1981 dari ayah Umardani dan ibu Sukaesih sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menikah dengan Hendra dan dikarunia satu orang anak laki-laki bernama Muhammad Raffa Fargil Hulfawi.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA PGRI I Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2003.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Taksonomi dan Informasi Umum Kutukebul A. dugesii ... 5
Biologi Kutukebul A. dugesii ... 5
Telur ... 5
Nimfa ... 6
Pupa ... 6
Imago ... 6
Siklus Hidup ... 7
Kisaran Inang Kutukebul A. dugesii ... 8
Gejala Serangan A. dugesii pada tanaman ... 10
Distribusi Kutukebul A. dugesii ... 10
Musuh Alami Kutukebul A. dugesii ... 10
Dampak Ekonomi Kutukebul A. dugesii ... 11
Pengendalian Kutukebul A. dugesii ... 11
Tanaman Alpukat ... 12
BAHAN DAN METODE ... 15
Tempat dan Waktu ... 15
Alat dan Bahan ... 15
Metode ... 15
Pengumpulan Informasi ... 15
Pengamatan Lapangan (survei) ... 15
Pembuatan Preparat Kutukebul dan Identifikasi ... 17
Pengamatan Kisaran Inang A. dugesii
...
18Pengamatan Kepadatan Populasi A. dugesii ... 18
Pengamatan Kerusakan pada Tanaman Hortikultura ... 19
Tingkat Kerusakan dan Kehilangan Hasil pada Tanaman Alpukat dan Labu Siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Kondisi Umum Lokasi Pengamatan ... 23
Identifikasi Kutukebul A. dugesii ... 24
Kisaran Inang A. dugesii ... 25
Populasi A. dugesii ... 34
Tingkat Kerusakan pada Tanaman Hortikultura ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Tanaman inang A. dugesii (Evans GA2008) ... 8
2 Tanaman inang A. dugesii (Murgianto 2010) ... 9
3 Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan
Cisarua ... 26
4 Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan
Cipanas ... 28
5 Frekuensi temuan tanaman inang (famili) yang terserang A. dugesii
di Kecamatan Cisarua dan Cipanas ... 32
6 Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii pada tanaman labu siam di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 40
7 Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 41
8 Hasil pengamatan pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Pola peletakan telur oleh imago betina A. dugesii pada daun
kembang sepatu ... 5
2 Telur (A), pupa (B) dan imago (C) A. dugesii (Murgianto 2010) ... 7 3 Gejala serangan A. dugesii pada tanaman, tanda panah
menunjukkan filamen lilin putih (A) dan embun jelaga (B) ... 10
4 Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cisarua (06°42’ LS dan
106°56’ BB): Desa Batulayang, Desa Citeko, Desa Leuwimalang,
Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara ... 16
5 Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cipanas (06˚47’ LS dan
106˚59˚ BT): Desa Batulawang, Desa Ciloto, Desa Cimacan, Desa
Cipanas dan Desa Sindangjaya ... 17
6 Gejala serangan A. dugesii pada tanaman hortikultura filamen lilin putih (A), embun jelaga (B), embun jelaga (C), daun kering (D),
daun kering (E) dan tanaman mati (F) ... 19
7 Lokasi survei kehilangan hasil akibat serangan kutukebul A. dugesii pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko Kecamatan
Cisarua 6°41'54"S;106°56'2"E ... 20
8 Pola mosaik pada sayap (A) dan imago jantan A. dugesii dengan
ujung abdomen yang berbentuk capit (B) ... 24
9 Fase pupa A. dugesii dengan enam pasang pori pada bagian abdomen (angka 1 – 6) serta dua pasang pori yang berukuran lebih
kecil pada bagian posterior (angka 5&6) ... 25
10 Jumlah tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan
Cipanas ... 26
11 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan
Cisarua ... 27
12 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan
Cipanas ... 28
13 Pertanaman labu siam sehat (A), (B), (C) dan hanya pada tanaman tepi yang terserang A. dugesii (D) di Desa Cipanas Kecamatan
Cipanas ... 29
14 Tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Cipanas ... 33
15 Populasi A. dugesii yang ditemukan pada berbagai jenis tanaman
hortikultura di Kecamatan Cisarua dan Cipanas ... 34
16 Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan
17 Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan
Cipanas ... 36
18 Tingkat kerusakan berbagai jenis tanaman hortikultura akibat
serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas ... 37
19 Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua ... 37
20 Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan A. dugesii di Kecamatan Cipanas ... 38 21 Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua pada jeruk nipis
(A), bunga alamanda (B) alpukat (C) dan kembang sepatu (D) ... 38
22 Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cipanas pada bunga
tionghoa (A), labu siam (B) dan kana (C) dan terong kori (D) ... 39
23 Populasi tanaman alpukat (pohon) dan labu siam (rambatan) di
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Hasil Pengamatan tanaman hortikultura terserang A. dugesii
di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor ... 53
2 Hasil pengamatan tanaman hortikultura terserang A. dugesii di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur ... 55
3 Gambar tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Cipanas ... 57
4 Daftar pertanyaan di Desa Citeko ... 66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) atau kutukebul raksasa (Giant Whitefly) merupakan hama pendatang baru di Indonesia dan dilaporkan pertama kali pada Maret 2007 menyerang tanaman kembang sepatu
di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat (Hidayat & Watson 2007). Saat ini kutukebul
tersebut telah ditemukan di banyak area di Jawa Barat meliputi Bandung,
Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut (Murgianto 2010). Kutukebul A. dugesii pertama kali ditemukan pada tahun 1896 dari koleksi spesimen di Guanajuato,
Meksiko (Gill 1992). Kutukebul ini juga ditemukan di daerah La Mesa (San
Diego), dilaporkan oleh David Kellum seorang ahli serangga (entomolog) dari
San Diego pada 15 Oktober 1992 (Gill 1992). Kutukebul tersebut telah
ditemukan di banyak area di California dan tempat lainnya meliputi Arizona,
Florida, Hawaii, Louisiana dan Texas. Sejak masuk ke California Selatan
kutukebul menyebar dengan cepat ke arah utara sepanjang pantai (Bellows et al. 2002).
Kutukebul A. dugesii merupakan hama penting karena memiliki kisaran inang yang luas. Kutukebul ini diketahui menyerang 43 genus dari 35 famili
tanaman di California (Lasalle et al. 1997). Sedangkan menurut Bellows & Hoddle (2010) terdapat sekitar 200 jenis dari 35 famili tanaman yang berpotensi
sebagai inang A. dugesii. Hama ini umumnya menyerang tanaman hias di pembibitan, landskap dan pekarangan rumah. Tanaman yang paling banyak
diserang antaralain begonia, kembang sepatu, anggrek, pisang, murbei, xylosma,
aralia, beraneka macam sayuran, jeruk dan alpukat (Bellows et al. 2002). Di Indonesia A. dugesii menyerang tanaman terong belanda, rosela, okra, palem botol, sirih gading, kurika, telang, hanjuang, keliki, Neomari longifolia, buncis, dewandaru, leunca, serai, cincau, kacang panjang, kecipir, spathiphyllum dan komoditas hortikultura merupakan komoditas yang dominan terserang oleh
A. dugesii (Murgianto 2010).
Imago dan nimfa kutukebul ini menyerang tanaman dengan cara
menghisap cairan tanaman dan mengekstrak nutrisi penting yang menyebabkan
tanaman mengalami perontokan daun (defoliasi), kerdil dan kematian tanaman
2
daun kemudian menghisap cairan daun. Populasi kutukebul yang tinggi akan
menyebabkan daun mengering dan rontok. Selain itu kutukebul mengeluarkan
cairan embun madu yang terakumulasi di daun dan dapat menjadi media bagi
pertumbuhan embun jelaga. Embun jelaga dapat menghambat kemampuan
daun dalam fotosintesis.
Pada area pertanaman kembang sepatu di California Selatan kutukebul
A. dugesii secara ekonomi cukup merugikan. Kutukebul A. dugesii memproduksi filamen lilin putih yang halus dan panjang seperti janggut sehingga dapat
menutupi daun secara keseluruhan. Lilin tersebut dapat ditiup oleh angin dan
menimbulkan masalah pada meubel yang berada di luar ruangan, mobil, kolam
renang dan ventilasi ac (Gill 1992), serta dapat mengurangi nilai keindahan
tanaman. Akibat serangan A. dugesii industri pembibitan di California mengalami kerugian ekonomi sekitar 3.4 miliar dolar Amerika per tahun (Bellows & Hoddle
2010).
Di Indonesia alpukat dan labu siam merupakan tanaman yang sering
terserang A. dugesii (Murgianto 2010). Serangan A. dugesii pada alpukat berpotensi menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar yang pada akhirnya
akan mengurangi pendapatan petani. Prospek bisnis alpukat semakin cerah
sehubungan dengan semakin terbukanya peluang pasar. Selain di pasar lokal,
pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya Singapura dan
Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis dan Brunei Darussalam.
Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3 790 kg dengan nilai 379 US$ dan
pada tahun 1990 meningkat menjadi 5 749 kg dengan nilai 10 876 US$
(Prihatman 2000). Oleh karena itu usaha pengendalian kutukebul A. dugesii pada tanaman alpukat perlu mendapat perhatian yang serius.
Tanaman labu siam adalah tumbuhan suku labu-labuan (Cucurbitaceae)
yang dapat dimakan buah dan pucuk mudanya. Tumbuhan ini merambat di
tanah atau agak memanjat dan biasa dibudidayakan di pekarangan.
Di Indonesia, labu siam merupakan sayuran sekunder namun hampir selalu
dapat dijumpai di pasar. Cisarua (Bogor) dan Cipanas (Cianjur) merupakan
daerah dengan banyak tanaman hortikultura dan diketahui banyak terserang
A. dugesii (Murgianto 2010).
Saat ini status kutukebul A. dugesii di Indonesia belum terdaftar sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Menurut Peraturan
3
Tumbuhan definisi Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) adalah semua
organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian tumbuhan, sedangkan OPTK merupakan semua Organisme
Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke
dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Jenis
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Pertanian No. 93/Permentan/OT.140/12/2011 (Kementan 2011). OPT
dikategorikan sebagai OPTK apabila belum terdapat di Indonesia atau sudah ada
namun terbatas dan sedang dikendalikan oleh pemerintah serta mempunyai nilai
ekonomi yang penting. Salah satu kriteria penentuan sebagai OPTK dapat
dilakukan dengan melakukan kajian terhadap kerugian ekonomi yang ditimbulkan
oleh OPT tersebut.
Di Indonesia informasi mengenai kisaran inang, kepadatan populasi,
tingkat kerusakan dan kehilangan hasil akibat serangan A. dugesii sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kisaran
inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan tanaman dan kehilangan hasil
akibat serangan A. dugesii termasuk kerugian ekonomi untuk informasi dasar penentuan status OPTK.
Tujuan Penelitian
Mengetahui kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan pada
tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas
(Cianjur), serta kehilangan hasil dan kerugian ekonomi akibat serangan
A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko (Cisarua).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar tentang
kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Informasi Umum Kutukebul A. dugesii
Kutukebul A. dugesii digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, famili Aleyrodidae dan subfamili Aleurodicinae (Martin et al. 2000). David Kellum dan Mike Rose entomolog dari San Diego
merekomendasikan nama umum hama ini sebagai kutukebul raksasa (Giant Whitefly) dikarenakan ukurannya yang sangat besar dan untuk membedakan dengan kutukebul dari subfamili yang sama dapat dilihat dari pola pada sayapnya
(Gill 1992).
Biologi Kutukebul A. dugesii
Telur
Serangga dewasa betina mengendapkan telur yang dihasilkannya kedalam
lilin yang diproduksinya. Telur diletakkan secara memutar mengikuti alur lilin
yang dibentuk (Gambar 1). Biasanya lilin tersebut dibentuk dalam pola
konsentris pada permukaan bawah daun (Hodges 2011). Lilin tersebut
diproduksi oleh serangga imago betina saat akan meletakkan telur di tanaman
inang, sedangkan imago jantan tidak memproduksi lilin (Botha et al. 2000). Kutukebul A. dugesii bereproduksi secara seksual (hanya sesekali saja parthenogenesis). Imago betina yang belum kawin (2N) akan menghasilkan keturunan jantan (1N). Telur yang dibuahi akan menjadi keturunan yang 2N
(Martin et al. 2000). Imago betina dapat menghasilkan 150 – 300 telur selama hidupnya. Serangga betina yang sudah dibuahi oleh serangga jantan
menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu pengait khusus yaitu
pedisel. Selama fase telur, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan
dengan cara mengambil cairan dari tanaman inang (Murgianto 2010).
6
Nimfa
Ketika telur menetas, nimfa instar pertama kutukebul akan bergerak untuk
mencari tempat penyerapan makanan (feeding site) yang sesuai dan menetap di sana. Nimfa terdiri dari 4 instar (Nguyen & Hamon 2004) dalam siklus hidup
serangga ini, hanya instar pertama yang memiliki tungkai untuk bergerak mencari
tempat yang sesuai, nimfa instar 2 – 4 tidak memiliki tungkai sehingga tidak
dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan di sekitar daerah penyerapan
makanan memburuk. Sampai pada tahap ini, nampak siklus hidup kutukebul
mirip dengan siklus hidup serangga Famili Coccoidea lainnya. Namun pada fase
terakhir, kutukebul menghentikan aktifitas makannya dan membentuk semacam
kubah tempat perlindungan proses menuju imago (Murgianto 2010).
Pupa
Fase nimfa instar 4 biasa disebut “pupa” oleh sebagian orang walaupun secara teknis sebutan pupa tidak tepat karena hama ini tidak melewati fase
istirahat (Garrison 2001). Setelah melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago. Kulit pupa tetap tinggal pada permukaan daun untuk jangka waktu yang lama
(Murgianto 2010). Nimfa instar 3 dan 4 memproduksi filamen lilin yang panjangnya dapat mencapai lebih dari 10 inchi dalam kondisi rumah kaca.
Sedangkan di alam bebas lilin tersebut terkadang rusak terkena terpaan angin
ataupun percikan air hujan. Umumnya pada hama lain filamen lilin yang diproduksi akan berada satu tempat dengan embun madu sehingga embun
jelaga berkembang pada satu tempat yaitu dibawah permukaan daun. Berbeda dengan metode yang dilakukan kutukebul untuk mengeluarkan embun madu
yaitu dengan membalikan lingula (organ berbentuk lidah dalam lubang vasiform /struktur anus) menembus permukaan daun atas, sehingga embun jelaga
berkembang di permukaan atas daun (Hodges 2011).
Imago
Kutukebul A. dugesii merupakan kutukebul yang berukuran besar, bentuk hampir sama dengan A. dispersus. Imago A. dugesii memiliki panjang lebih kurang 4 mm, sedangkan imago A. dispersus hanya memiliki panjang 2 – 3 mm. Selain dari ukurannya yang besar, ciri khas lain A. dugesii berupa adanya pola mosaik atau totol hitam pada sayapnya (Heu et al. 2004). Ukuran imago jantan dan betina sama (Nguyen & Hamon 2004). Pembeda antara imago betina dan
7
jantan. Imago A. dugesii relatif tidak aktif bergerak dan berkumpul di bagian bawah permukaan daun (Hodges 2011).
Siklus Hidup
Di Florida pada musim panas dan dingin siklus hidup dari telur sampai
imago berkisar 25 – 30 hari (Nguyen & Hamon 2004). Sedangkan menurut
Hodges 2011 A. dugesii memerlukan waktu 35 hari menyelesaikan satu siklus hidup di Florida pada musim panas dan dingin. A. dugesii memiliki 6 fase perkembangan yaitu telur, nimfa instar 1, nimfa instar 2, nimfa instar 3, nimfa
instar 4 dan imago. Pada Gambar 2 diperlihatkan bentuk fase telur, pupa (nimfa
instar 4) dan imago kutukebul A. dugesii.
[image:33.595.99.488.256.726.2]
Gambar 2 Telur (A), pupa (B) dan imago (C) A. dugesii (Murgianto 2010)
B
A
C
1 mm8
Kisaran Inang Kutukebul A. dugesii
Berdasarkan data dari Pest and Disease Image Library (PaDIL 2011) A. dugesii merupakan hama serius pada tanaman hias. Tercatat ada sekitar lebih dari 200 tanaman antara lain kembang sepatu, kamboja, alpukat, jeruk,
jambu biji, kayu manis, anggrek, murbei, begonia, melati, pisang, eucalyptus, pir,
apel dan aprikot. Menurut Evans GA (2008) terdapat 36 spesies tanaman yang
[image:34.595.61.490.246.761.2]menjadi inang A. dugesii (Tabel 1) dan Murgianto (2010) menyebutkan terdapat 38 spesies tanaman inang A. dugesii di Kabupaten Bogor, Bandung, Cianjur, Garut, Sukabumi dan Subang (Tabel 2).
Tabel 1 Tanaman inang A. dugesii (Evans GA 2008)
Famili Spesies Referensi
Anacardiaceae Mangifera indica Sampson & Drew 1941
Annonaceae Annona sp. Sampson & Drew 1941
Apocynaceae Plumeria sp. Kumashiro 2004
Araceae Spathyphyllum Floribundum Evans G. et al. 2006
Araliaceae Aralia sp. Caballero 1992
Asteraceae Baccharis trinervis Caballero 1992
Begoniaceae Begonia sp. Evans G. et al. 2006
Burseraceae Bursera simaruba Evans G. et al. 2006
Cannaceae Canna sp. Evans G. et al. 2006
Ceneopodiaceae Chenopodium ambrosioides Sampson 1994
Chrysobalanaceae Chrysobalanus icaco Sampson 1994
Cucurbitae Cucurbita sp. Evans G. et al. 2006
Euphorbiaceae Euphorbiaceae
Acalypha wilkesiana Chamaesyce hypericifolia
Evans G. et al. 2006 Evans G. et al. 2006
Geraniaceae Geranium sp. Evans G. et al. 2006
Juglandaceae Carya pecan Evans G. et al. 2006
Labiatae Labiatae
Coleus scutellarioides Salvia elegans
Evans G. et al. 2006 Evans G. et al. 2006
Liliaceae Hemerrocallis sp. Evans G. et al. 2006
Lauraceae Lauraceae
Cinnamomum sp. Persea americana Kumashiro 2004 Kumashiro 2004 Malvaceae Malvaceae Malvaceae Malvaceae Gossypium hirsutum Hibiscus sp.
Hibiscus rosa-sinensis Hibiscus syriacus
Cabalerro 1992 Kumashiro 2004 Evans G. et al 2006 Evans G. et al 2006 Moraceae
Musaceae
Morus Heliconia sp.
Sampson 1994 Kumashiro 2004
Myrtaceae Psidium guajava Kumashiro 2004
Rutaceae Citrus sp. Evans G. et al. 2006
Sapotaceae Bumelia laetivierus Evans G. et al. 2006
Solanaceae Capsicum annuum Evans G. et al. 2006
Turneraceae Turnera ulmifolia Kumashiro. 2004
Ulmaceae Trema michrantum Evans G. et al. 2006
Verbenaceae Verbenaceae
Citharexylum spinosum Clerodendrum sp.
Kumashiro. 2004 Kumashiro. 2004
9
Tabel 2 Tanaman inang A. dugesii (Murgianto 2010)
Famili Spesies Nama lokal Lokasi
Lamiaceae Coleus sp. Jawer kotok Bogor
Solanaceae Solanum aculeatissimum Terong kori Bandung
Asteraceae Dahlia kelvin Bunga dahlia Cianjur
Cucurbitaceae Secium edule Labu siam Cianjur
Malvaceae Hibiscus sabdariffa Rosela Cianjur
Malvaceae Abelmochus esculentus Okra Cianjur
Solanaceae Capsicum anuum Cabai merah Cianjur
Arecaceae Hyphorbe lagenicaulis Palem botol Cianjur
Amaranthaceae Amaranthus spinosus Bayam liar Cianjur
Araceae Syngonium podophyllum Sirih gading Cianjur
Araceae Colocasia esculenta Talas Cianjur
Buddlejaceae Buddleja davidii Kurika Cianjur
Fabaceae Clitoria ternatea Telang Cianjur
Dracaenaceae Dracaena fragrans Hanjuang Cianjur
Euphorbiaceae Ricinus communis Keliki Cianjur
Euphorbiaceae Euphorbia pulcherima Kastuba Cianjur
Graminae Saccharum officinarum Tebu Cianjur
Iridaceae Neomarica longifolia Bunga iris Cianjur
Leguminoceae Phaseolus vulgaris Buncis Cianjur
Lauraceae Persea americana Alpukat Cianjur
Myrtaceae Psidium guajava Jambu biji Cianjur
Myrtaceae Eugenia uniflora Dewandaru Cianjur
Solanaceae Solanum nigrum Leunca Cianjur
Maranthaceae Marantha esculenta Garut Cianjur
Nyctaginaceae Bougenvilia spectabilis Bunga kertas Cianjur
Rutaceae Citrus medica Jeruk pepaya Cianjur
Poaceae Cymbopogon narbus Serai Cianjur
Verbenaceae Premna speciosa Cingcau Cianjur
Cannaceae Canna edulis Ganyong Garut
Fabaceae Vigna unguiculata Kacang panjang Garut
Laxmanniaceae Cordyline australis Hanjuang Garut
Musaceae Musa paradisiacal Pisang Garut
Rutaceae Citrus nobilis Jeruk garut Garut
Solanaceae Physalis angulata Ciplukan Garut
Solanaceae Solanum melongena Terong ungu Garut
Fabaceae Psophocarpus tetragonocobus Kecipir Garut
Arecaceae Cocos nucifera Kelapa Sukabumi
10
Gejala Serangan A. dugesii pada tanaman
Gejala serangan A. dugesii unik dan khas dimana permukaan bawah daun terdapat filamen lilin putih yang halus dan panjang seperti janggut yang
dihasilkan oleh fase nimfa (Gambar 3A). Saat menyerang tanaman A. dugesii mengeluarkan embun madu yang menyebabkan debu terkumpul pada daun
sehingga tanaman yang terserang berat kelihatan kotor dan menarik semut
(Faber BA & Phillips PA 2001). Selain itu embun madu dijadikan media bagi
pertumbuhan embun jelaga (Nguyen & Hamon 2004) (Gambar 3B). Embun
jelaga menghambat proses fotosintesis karena cahaya matahari terhalang oleh
lapisan jelaga di permukaan daun (Watson 2007). Apabila populasi A. dugesii tinggi seluruh daun bisa tertutup oleh lapisan lilin (Bellows & Hoddle 2010).
Gambar 3 Gejala serangan A. dugesii pada tanaman, tanda panah menunjukkan filamen lilin putih (A) dan embun jelaga (B)
Distribusi Kutukebul A. dugesii
Di Indonesia kutukebul A. dugesii telah ditemukan di banyak area di Jawa Barat meliputi Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut (Murgianto 2010).
Menurut Bellows dan Hoddle (2010) sebaran A. dugesii meliputi California, Florida dan Hawaii. Sedangkan Lasalle et al. (1997) menyebutkan sebaran A. dugesii meliputi Arizona, Louisiana dan Texas, Kanada, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika, Costa Rica, Belize, Guatemala, Mexico,
Nikaragua, Venezuela dan Canary Islands.
Musuh Alami Kutukebul A. dugesii
Jenis musuh alami A. dugesii dari jenis predator yaitu Delphastus catalinae (Horn) (Coleoptera: Coccinellidae) (Garrison 2001), sedangkan dari jenis
11
parasitoid yang menyerang nimfa A. dugesii antara lain Idioporus affinis, Encarsiella noyesii; Encarsia hispida (Hymenoptera: Aphelinidae) dan Entedononecremnus krauteri (Hymenoptera: Eulophidae) (Bellows & Hoddle 2010).
Di Indonesia musuh alami A. dugesii yang ditemukan terdiri dari jenis predator dan parasitoid. Jenis musuh alami A. dugesii dari jenis predator yaitu Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae), Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae), Harmonia axyridis (Coleoptera: Coccinellidae), Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae). Sedangkan musuh alami dari jenis parasitoid yaitu Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), Encarsia sp. (Hymenoptera: Aphelinidae) dan Amitus sp. (Hymenoptera: Platygastridae) (Prabowo 2012).
Dampak Ekonomi Kutukebul A. dugesii
Menurut Watson (2007), kutukebul adalah hama penting terutama jika
kutukebul menyerang tanaman bernilai tinggi seperti tanaman hortikultura
meliputi tanaman hias, tanaman sayur, tanaman buah dan tanaman obat.
Kutukebul A. dugesii memiliki kisaran inang yang luas. Di Indonesia diketahui menyerang 38 spesies dari 25 famili meliputi tanaman perkebunan dan
hortikultura (Murgianto 2010). Selain itu A. dugesii memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dengan tidak adanya musuh alami. Saat ini di California
A. dugesii merupakan hama penting di tanaman hias (Bellows & Hoddle 2010). Serangan berat A. dugesii mengakibatkan tanaman menjadi lemah, daun menguning, kering, jatuh dan tanaman mati (Nguyen & Hamon 2004). Industri
pembibitan di California mengalami kerugian ekonomi sekitar 3.4 miliar dolar
Amerika per tahun akibat serangan A. dugesii (Bellows & Hoddle 2010).
Pengendalian Kutukebul A. dugesii
Pencegahan penyebaran hama dapat dilakukan dengan tidak membawa
bahan tanaman dari wilayah terinfestasi ke area lain yang masih bebas,
memastikan transportasi pengangkut sampah bersih dari area terinfestasi
kutukebul ke area lain. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia tidak
efektif, hama akan terkendali untuk sementara waktu tetapi akan diikuti dengan
resurjensi hama (Faber BA & Phillips PA 2001). Selain itu penggunaan
12
musuh alaminya. Salah satu metode pengendalian yang direkomendasikan
adalah pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami. Penggunaan
sabun juga dapat digunakan mengurangi infestasi kutukebul (Heu et al. 2004).
Tanaman Alpukat
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap
hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging
buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji,
serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri
Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang
dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5 – 8 m, alpukat ijo bundar 6 – 8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo
bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi
dan kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0.3 – 0.5 kg, alpukat ijo bundar 0.3 – 0.4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
enak, gurih dan agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6.5 – 10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bundar 7.5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11.5 – 18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
13
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40 – 80 kg/pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20 – 60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Tlekung (Malang). Beberapa varietas alpukat yang
terdapat di kebun percobaan Tlekung (Malang) adalah alpukat merah panjang,
merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson,
waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
Manfaat Tanaman
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya
sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang
biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan
yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat
adalah untuk bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan
adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal dan
rematik).
Sentra Penanaman
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika
(Florida, California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina dan Afrika Selatan. Dari
tahun ke tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum
dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa
Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.
Ketinggian Tempat
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai
dataran tinggi, yaitu 5 – 1 500 mdpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur
dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200 – 1 000 mdpl. Untuk
tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah
dengan ketinggian 1 000 – 2 000 mdpl, sedangkan ras Hindia Barat pada
ketinggian 5 – 1 000 mdpl.
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:
a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
14
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman
tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan
kemudian, karena buah alpukat biasanya tua setelah 6 – 7 bulan dari saat bunga
mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila
buah-buah contoh tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua
dan siap dipanen.
Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik
menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk
dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi
tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus
dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3 – 5 cm) untuk mencegah
memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan dan
musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari dan Februari.
Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim
panen dapat terjadi setiap bulan.
Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik
dapat mencapai 70 – 80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat
diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg. Tanaman alpukat yang berasal dari
bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah pada umur 4 tahun dengan
produksi 3 300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah hingga mencapai
kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah produksi rata-rata
12 000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen kedua (tahun ke-5)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan diberbagai lahan pertanaman hortikultura
di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten
Cianjur, untuk penghitungan jumlah populasi kutukebul dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari bulan November 2011 sampai
bulan Februari 2012.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantung plastik, kertas
label, streples, kuas, pulpen, buku tulis, jarum bertangkai, alkohol 70%, KOH
10%, akuades, acid fuchsin, glacial acetic acid, acid alcohol 50%, alkohol 100%, carbol xylene, minyak cengkeh dan canada balsam. Sedangkan alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) Megellan tipe 315 berfungsi untuk mengetahui posisi lintang dan bujur dari suatu lokasi, kamera, mikroskop
stereo, lampu neon, kaca pembesar, alat penghitung, tas survei, gelas ukur,
cawan Syracus dan tabung reaksi.
Metode
Pengumpulan Informasi
Permintaan informasi dari Dinas Pertanian Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur mengenai:
a. Peta kecamatan
b. Profil kecamatan
c. Informasi lokasi pertanaman hortikultura
Pengamatan Lapangan (Survei)
Lokasi pengamatan dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Cipanas (Cianjur) dan Kecamatan Cisarua (Bogor). Pemilihan lokasi ditentukan
berdasarkan informasi bahwa di kedua kecamatan tersebut merupakan sentra
tanaman hortikultura. Selain itu adanya informasi mengenai daerah sebar
16
kecamatan. Untuk Kecamatan Cisarua antara lain Desa Batulayang, Desa
Leuwimalang, Desa Tugu Selatan, Desa Tugu Utara dan Desa Citeko (Gambar
4). Sedangkan Kecamatan Cipanas adalah Desa Cimacan, Desa Ciloto, Desa
Sindangjaya, Desa Batulawang dan Desa Cipanas (Gambar 5). Pemilihan 5
(lima) desa ditentukan dengan cara membagi peta kecamatan secara diagonal
menjadi lima petak contoh (5 desa) pengamatan. Dalam tiap petak contoh
dilaksanakan pengamatan-pengamatan pada unit-unit contoh yang tersebar
disesuaikan dengan keberadaan inang kutukebul (tanaman hortikultura).
Komponen-komponen yang diamati pada saat survei antaralain kisaran inang,
kepadatan populasi, tingkat kerusakan akibat serangan kutukebul A. dugesii, pendugaan tingkat kerusakan dan kepadatan populasi A.dugesii pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko serta kehilangan hasil pada tanaman
alpukat di Desa Citeko Kecamatan Cisarua.
Gambar 4 Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cisarua (06°42’ LS dan
106°56’ BB): Desa Batulayang, Desa Citeko, Desa Leuwimalang,
Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara
17
Gambar 5 Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cipanas (06˚47’LS dan
106˚59˚ BT): Desa Batulawang, Desa Ciloto, Desa Cimacan, Desa
Cipanas dan Desa Sindangjaya
Pembuatan Preparat Kutukebul dan Identifikasi
Spesimen kutukebul yang diperoleh dari lapang dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang di dalamnya telah terdapat larutan alkohol 70%, selanjutnya
tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dipanaskan pada
suhu 80 – 100 ºC selama 5 – 10 menit. Setelah itu, spesimen dan larutan alkohol
80% dituangkan ke dalam cawan Syracus. Kemudian spesimen di masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi KOH 10% dan dipanaskan. Spesimen
dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% untuk mengeluarkan cairan tubuh.
Langkah berikutnya adalah isi dari tubuh kutukebul dikeluarkan dengan menusuk
bagian lingkar dorsal posterior spesimen lalu menekan terus-menerus secara
perlahan hingga cairan tubuhnya keluar. Larutan KOH 10% dibuang dengan
pipet hingga tidak ada sisa. Selanjutnya aquades dimasukkan untuk mencuci
sisa larutan KOH 10%.
Tahap berikutnya adalah proses pewarnaan. Pewarnan pupa
menggunakan campuran asam fuchsin dengan asam asetik glacial dengan
perbandingan 1:1 pada cawan syracus selama 10 – 20 menit. Setelah melalui Kab.
18
tahap ini, pupa akan berwarna merah pekat. Pupa direndam dalam alkohol 80%
sampai warnanya agak memudar. Hal ini bertujuan untuk mengurangi efek
pewarnaan. Alkohol 80% dibuang dan diganti dengan larutan Carbol xylene kemudian direndam selama satu menit. Larutan Carbol xylene dibuang dan diganti dengan alkohol absolut dan dipindahkan ke dalam cawan syracus yang berisi minyak cengkeh selama 10 menit. Selanjutnya pupa diambil dan
diletakkan di tengah kaca objek. Setelah pupa ditata lurus, diteteskan Canada balsam secara merata dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat dikeringkan ke dalam elemen pengering selama 4 – 7 hari. Pembuatan preparat
yang berasal dari kantung pupa tidak melalui proses pemanasan dalam alkohol
dan perendaman dalam KOH 10%.
Identifikasi kutukebul dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 4x10, 10x10 dan 40x10. Buku kunci identifikasi yang digunakan
untuk membantu dalam mengidentifikasi spesies kutukebul yaitu Whiteflies known to occur on bananas (Dooley & Evans 2006).
Pengamatan Kisaran Inang A. dugesii
Pengamatan keliling atau survei kisaran inang dilakukan untuk mengetahui
tanaman-tanaman hortikultura yang terserang oleh kutukebul A. dugesii, survei dilaksanakan dengan menjelajahi setiap lokasi pengamatan (petak contoh) yang
telah ditetapkan. Pengamatan tanaman inang kutukebul dilakukan pada lahan
pertanian dan pekarangan pada setiap petak contoh (desa). Identifikasi tanaman
hortikultura dengan menggunakan buku The mountain flora of java karangan Van Stennis (2006) dan 1001 Garden Plants in Singapore (2006).
Pengamatan Kepadatan PopulasiA. dugesii
Pengamatan kepadatan populasi dilakukan untuk mengetahui jumlah
nimfa, pupa dan imago kutukebul pada tanaman hortikultura. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah nimfa, pupa dan imago kutukebul pada
daun di setiap tanaman yang ditemukan terserang oleh kutukebul.
Pengamatan populasi nimfa, pupa dan imago pada tanaman yang
berbentuk pohon dilakukan dengan mengambil 12 daun pada setiap tanaman
yaitu bagian atas, tengah dan bawah serta masing-masing bagian diambil 4 helai
daun arah mata angin. Sedangkan pada tanaman yang merambat seperti labu
siam, kacang panjang dan lain-lain dilakukan pengambilan sampel daun
19
daun pada tanaman dengan kondisi khusus seperti jumlah daun yang terserang
sedikit, pohon memiliki duri sehingga sulit untuk dilakukan pemanjatan maka
jumlah sampel daun yang diamati disesuaikan. Daun yang akan diambil untuk
pengamatan dipotong kemudian dimasukkan ke dalam plastik transparan
(Andadari 2009). Pada perkebunan besar penentuan tanaman contoh dilakukan
dengan cara diagonal diambil lima tanaman, sedangkan pada pekarangan atau
perkebunan kecil pengamatan dilakukan langsung pada tanaman yang
terserang. Penghitungan populasi nimfa, pupa dan imago dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan alat hitung tangan, mikroskop stereo dan
kaca loup.
Pengamatan Kerusakan pada Tanaman Hortikultura
Penilaian kerusakan tanaman dilakukan berdasarkan gejala serangan
kutukebul A. dugesii yang nampak pada tanaman yaitu berupa filamen lilin putih pada daun, terdapatnya embun jelaga pada daun, daun yang mengering dan
tanaman yang mati (Gambar 6). Penilaian kerusakan dilakukan dengan
perkiraan secara visual. Perkiraan langsung dilakukan terhadap setiap tanaman
yang diamati, selanjutnya diperkirakan dengan nilai kerusakan tertentu. Pada
tanaman yang berbentuk pohon, untuk memudahkan pengamatan dilakukan
dengan membagi pohon menjadi empat kuadran pengamatan.
Gambar 6 Gejala serangan A. dugesii pada tanaman hortikultura, tanda panah menunjukkan gejala filamen lilin putih (A), embun jelaga (B), embun jelaga (C), daun kering (D), daun kering (E) dan tanaman mati (F)
D
B
A
C
20
Setiap kuadran diamati persentasi kerusakan daun yang terjadi kemudian
dijumlahkan (apabila 1 pohon mati berarti nilai kerusakan adalah 100%).
Sedangkan untuk tanaman merambat, pengamatan kerusakan dilakukan secara
langsung pada rambatan.
Tingkat Kerusakan dan Kehilangan Hasil pada Tanaman Alpukat dan Labu Siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua
Pemilihan lokasi ditetapkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari
dinas pertanian yang menyebutkan bahwa Desa Citeko merupakan desa yang
memiliki pertanaman alpukat dan labu siam cukup banyak diantara desa lainnya
(Gambar 7).
Gambar 7 Lokasi survei kehilangan hasil akibat serangan kutukebul A. dugesii pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua 6°41'54"S;106°56'2"E
Desa Citeko terdiri dari 4 dusun, pengamatan dimulai dengan mencari
lokasi pertanaman alpukat dan labu siam baik di lahan pertanian maupun
pekarangan pada setiap dusun. Pengamatan tanaman pada setiap lokasi atau
lahan dihitung dengan menggunakan alat penghitung. Komponen yang diamati
saat survei antara lain melakukan penghitungan jumlah total tanaman alpukat, Kec.
21
jumlah tanaman terserang dan jumlah tanaman tidak terserang. Demikian pula
dengan tanaman labu siam komponen yang diamati adalah jumlah pertanaman
labu siam, jumlah pertanaman yang terserang dan tidak terserang. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko.
Komponen selanjutnya adalah menghitung populasi kutukebul pada
tanaman terserang. Pada tanaman alpukat pengamatan dilakukan pada 15
tanaman contoh yang berasal dari 3 dusun (5 pohon/dusun). Setiap tanaman
contoh diambil 12 daun yaitu bagian atas, tengah dan bawah serta
masing-masing bagian diambil 4 helai daun arah mata angin. Pada tanaman contoh juga
diamati tingkat kerusakannya, dilakukan dengan membagi pohon menjadi empat
kuadran pengamatan kemudian setiap kuadran diamati persentasi kerusakan
yang terjadi. Pada tanaman labu siam penghitungan populasi dilakukan pada
setiap lokasi pertanaman yang terserang. Pengamatan dilakukan dengan cara
mengambil lima daun secara diagonal pada setiap rambatan, kemudian dihitung
jumlah nimfa, pupa dan imago pada daun. Sedangkan untuk pengamatan
kerusakan dilakukan secara langsung pada rambatan.
Perhitungan kehilangan hasil hanya dilakukan pada tanaman alpukat
karena informasi hasil panen pada labu siam tidak diketahui. Labu siam hanya
dijadikan sebagai tanaman pekarangan untuk konsumsi pribadi sehingga pemilik
tanaman tidak pernah menghitung hasil panen tanaman tersebut. Data
pendukung diperoleh dari pengisian kuisioner yang dilakukan kepada lima
pemilik tanaman alpukat. Pertanyaan-pertanyaan untuk kuisioner telah disiapkan
sebagaimana terdapat pada lampiran 3.
Perhitungan kehilangan hasil menggunakan rumus sebagai berikut:
KH = A x B
KH = Kehilangan hasil (kg/tahun)
A = Volume panen tanaman tidak terserang kutukebul (kg/tahun) B = Tingkat Kerusakan (%)
Perhitungan kerugian ekonomi menggunakan rumus:
KE = C x D
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Cipanas dan Kecamatan Cisarua. Berikut ini adalah profil kedua kecamatan:
a. Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Secara administratif Kecamatan Cisarua terbagi menjadi 10 desa yaitu
Desa Cilember, Desa Leuwimalang, Desa Jogjogan, Desa Cisarua, Desa
Batulayang, Desa Tugu Utara, Desa Kopo, Desa Citeko, Desa Cibeureum dan
Desa Tugu Selatan. Pada penelitian ini hanya lima desa yang dijadikan sebagai
petak contoh pengamatan, yaitu Desa Batulayang, Desa Leuwimalang, Desa
Tugu Selatan, Desa Tugu Utara dan Desa Citeko. Secara geografis Kecamatan
Cisarua berbatasan dengan Kecamatan Megamendung di bagian barat dan
utara, sedangkan di bagian timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten
Cianjur.
Kecamatan Cisarua terletak pada ketinggian antara 700 – 1 200 mdpl,
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson menyebutkan iklim di Cisarua
termasuk tipe A (Sangat Basah) dengan suhu udara berkisar antara 20 – 30 0C serta curah hujan tahunan berkisar 2 500 – 5 000 mm/tahun (BP4K Bogor 2010).
Sedangkan curah hujan saat penelitian berkisar 0 – 28.5 mm/hari, temperatur
rata-rata 21.7 0C dan kelembaban rata-rata 86% (BMKG Citeko 2011, 2012).
Pertanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua didominasi pertanaman bawang
daun dan wortel.
b. Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur
Secara administratif Kecamatan Cipanas terbagi menjadi 7 desa yaitu
Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Sindanglaya, Desa Cimacan, Desa
Palasari, Desa Ciloto dan Desa Batulawang. Pada penelitian ini hanya 5 desa
yang dijadikan sebagai petak contoh pengamatan, yaitu Desa Cipanas, Desa
Sindangjaya, Desa Cimacan, Desa Ciloto dan Desa Batulawang. Apabila dilihat
secara geografis Kecamatan Cipanas berbatasan dengan Kabupaten Bogor
di bagian barat dan utara, di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan
Sukaresmi dan bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Pacet.
Kecamatan Cipanas terletak pada ketinggian antara 800 – 1 400 mdpl,
berdasarkan data yang diperoleh dari master plan kawasan agropolitan
24
826.24 ha atau 14.53% dan perbukitan seluas 4 860.20 ha atau 85.47% (BPP
Cipanas 2011). Kondisi iklim dan suhu rata-rata Kecamatan Cipanas sangat
dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut laporan programa BPP Cipanas rata-rata
curah hujan per tahun di Kecamatan Cipanas mencapai 2 967.84 mm, dengan
suhu 12 – 30 ˚C dan kelembaban 71%. Tipe curah hujan menurut Schamidt dan
Fergusen bahwa curah hujan di Kecamatan Cipanas termasuk Type B.
Sedangkan curah hujan saat penelitian berkisar 0 – 49.5 mm/hari, temperatur
rata-rata 22.22 0C dan kelembaban rata-rata 84.2% (BMKG Citeko 2011, 2012).
Kondisi pertanaman hortikultura di Kecamatan Cipanas cukup beragam
khususnya tanaman hias. Untuk tanaman sayuran yang dominan dibudidayakan
adalah bawang daun, wortel dan sawi, sedangkan tanaman buah hanya menjadi
tanaman pekarangan.
Identifikasi Kutukebul A. dugesii
Imago A. dugesii memiliki pola mosaik atau totol hitam pada sayapnya (Gambar 8A). Imago jantan dan imago betina A. dugesii memiliki ukuran tubuh yang sama. Imago A. dugesii memiliki organ tubuh yang dapat membedakan keduanya. Organ tersebut ada pada imago jantan berupa sebuah capit yang
memanjang pada bagian ujung abdomen, sedangkan imago betina tidak memiliki
organ tersebut (Gambar 8B). Capit tersebut merupakan alat kelamin jantan yang
mungkin muncul dari embelan ruas-ruas abdomen kemungkinan delapan,
sembilan dan sepuluh.
Gambar 8 Pola mosaik pada sayap (A) dan imago jantan A. dugesii dengan ujung abdomen yang berbentuk capit (B)
1 mm
A
1 mm
25
Kutukebul A. dugesii memiliki ciri morfologi berupa pupa (nimfa instar 4) berwarna transparan dan banyak ditemukan di bawah permukaan daun dalam
kelompok. Bentuk luar agak lonjong dan pada bagian abdomen terdapat enam
pasang pori dengan dua pasang pori yang tereduksi (Gambar 9). Lingkaran
dorsal dengan pola pori berseptat terdapat pada wilayah submedian dan
kebanyakan dari pori tersebut berukuran tebal dan agak besar. Barisan pori
pada wilayah submarginal tidak terinterupsi oleh vasiform orifice. Dua pasang pori posterior tereduksi dan berbentuk seperti lonceng (bell-shaped). Lingula memanjang dan kadang-kadang sampai tumpang tindih dengan bagian posterior
margin (Dooley & Evans 2006).
Gambar 9 Fase pupa A. dugesii dengan enam pasang pori pada bagian abdomen (angka 1 – 6) serta dua pasang pori yang berukuran lebih kecil pada bagian posterior (angka 5&6)
Kisaran Inang A. dugesii
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kutukebul A. dugesii ditemukan menyerang 20 spesies dari 13 famili tanaman hortikultura di
Kecamatan Cisarua. Famili tanaman hortikultura yang paling banyak diserang
adalah Fabaceae. Sedangkan di Kecamatan Cipanas A. dugesii ditemukan
1
2
3
4 5
6
1
6 5 4
3 2
26
menyerang 27 spesies dari 20 famili tanaman hortikultura. Famili tanaman
[image:52.595.83.488.224.779.2]hortikultura yang paling banyak terserang adalah Solanaceae.
Gambar 10 Jumlah tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas
Tabel 3 Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua
No Famili Spesies Nama Lokal Frekuensi
Temuan
1 Fabaceae Vigna sinensis Kacang panjang 1
2 Fabaceae Psophocarpus tetragonolobus Kecipir 1
3 Fabaceae Acacia auriculiformis Pohon akor 1
4 Fabaceae Phaseolus lunatus Kacang Roway 1
5 Fabaceae Erythrina fusca Dadap cangkring 1
6 Myrtaceae Eugenia uniflora Dewandaru 6
7 Myrtaceae Psidium guajava Jambu Biji 1
8 Apocynaceae Plumeria alba Kamboja 1
9 Apocynaceae Allamanda cathartica Bunga alamanda 2
10 Solanaceae Capsicum frutescens Cabe Rawit 1
11 Solanaceae Solanum nigrum Leunca 1
12 Asteraceae Dahlia pinata Dahlia ungu 1
13 Agavaceae Cordyline fruticosa Hanjuang 1
14 Annonaceae Cananga odorta Kenanga 1
15 Cucurbitaceae Secium edule Labu siam 10
16 Euphorbiaceae Euphorbia pulcherima Kastuba 1
17 Lauraceae Persea americana Alpukat 12
18 Rutaceae Citrus aurantifolia Jeruk nipis 1
19 Malvaceae Hibiscus rosa-sinensis Kembang sepatu 6
20 Musaceae Musa paradisiaca Pisang 6
Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah temuan inang A. dugesii di Kecamatan Cipanas lebih banyak daripada Kecamatan Cisarua, hal tersebut
27
yang lebih tinggi dibanding Kecamatan Cisarua. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari instansi pertanian, disebutkan bahwa Kecamatan Cipanas
merupakan sentra tanaman hias (Desa Cimacan, Ciloto). Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kisaran inang dari kutukebul A. dugesii yaitu tingginya keragaman tanaman yang menjadi inang A. dugesii, kealamian daerah dan kondisi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan kutukebul (Murgianto
2010). Spesies dan famili tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.
Tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Desa Batulayang berjumlah 6 spesies dari 6 famili, di Desa Leuwimalang terdapat 5 spesies
tanaman dari 5 famili, di Desa Tugu Utara terdapat 4 spesies tanaman dari 4
famili, di Desa Tugu Selatan terdapat 7 spesies tanaman dari 7 famili dan
di Desa Citeko terdapat 11 spesies tanaman dari 8 famili (Gambar 11). Hasil
pengamatan menunjukkan jumlah tanaman hortikultura (spesies dan famili) yang
ditemukan terserang A. dugesii di setiap desa di Kecamatan Cisarua umumnya hampir sama, hal tersebut terjadi karena kondisi geografis dan komoditas
tanaman hortikultura yang tumbuh di setiap desa tidak terlalu berbeda.
Terkecuali di Desa Citeko jumlah jenis tanaman inang A. dugesii ditemukan paling tinggi diantara desa lainnya, hal ini disebabkan karena desa tersebut
memiliki jenis tanaman yang lebih beragam (ditemukan 11 spesies tanaman A. dugesii meliputi alpukat, bunga alamanda, kamboja, kecipir, akasia, cabe rawit, leunca, jeruk nipis, kembang sepatu, labu siam dan kastuba).
Gambar 11 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan Cisarua
Jumlah temuan tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Desa Cimacan adalah 19 spesies tanaman dari 15 famili, di Desa Sindangjaya
terdapat 7 spesies tanaman dari 7 famili, di Desa Ciloto adalah 11 spesies
tanaman dari 11 famili, di Desa Batulawang 7 spesies tanaman dari 6 famili dan
28
Tabel 4 Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cipanas
No Famili Spesies Nama Lokal Frekuensi Temuan
1 Euphorbiaceae Codiaeum variegatum Puring 1
2 Euphorbiaceae Acalypha hispida Ekor kucing 1
3 Oleaceae Jasminum sambac Melati putih 2
4 Oleaceae Nyctanthes arbor-tristis Sri gading 1 5 Solanaceae Solanum aculeatissimum Terong Kori 1
6 Solanaceae Solanum betaceum Terong Belanda 1
7 Solanaceae Solanum nigrum Leunca 1
8 Myrtaceae Eugenia uniflora Dewandaru 4
9 Myrtaceae Psidium guajava Jambu Biji 2
10 Fabaceae Phaseolus lunatus Kacang Roway 2
11 Fabaceae Erythrina fusca Dadap cangkring 2
12 Bignoniaceae Clytostoma callisgtegioides Bunga trompet violet 1 13 Begoniaceae Begonia maculata Bunga begonia 1
14 Malvaceae Hibiscus sabdariffa Rosela 1
15 Cannaceae Canna indica Kana 4
16 Compositae Mikania micrantha Mikania 1
17 Convolvulaceae Argyreia nervosa Elephant climber 2
18 Cucurbitaceae Secium edule Labu siam 20
19 Nyctaginaceae Bougainvillea spectabilis Bunga Kertas 2 20 Leguminosae Mucuna bennetti Bunga tionghoa 1
21 Iridaceae Neomarica longifolia Apostle 3
22 Acanthaceae Pachystachys lutea Bunga lolipop 1 23 Apocynaceae Allamanda cathartica Bunga alamanda 1 24 Malvaceae Hibiscus rosa-sinensis Kembang sepatu 10
25 Musaceae Musa paradisiaca Pisang 1
26 Lauraceae Persea americana Alpukat 10
27 Rutaceae Citrus aurantifolia Jeruk nipis 3
29
Berdasarkan informasi dari instansi Kecamatan Cipanas diketahui b