ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON
SKRIPSI
HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 110801072
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 1108010872
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA
KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER
DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
MENGGUNAKAN GAS FREON
Kategori : SKRIPSI
Nama : HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR
Nomor Induk Mahasiswa : 110801072
Program Studi : Sarjana (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
(MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Desember 2015
Komisi Pembimbing :
Diketahui
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
ii
PERNYATAAN
ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2015
HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR
110801072
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kasih karunianya dan berkat penyertaan Tuhan yang selalu senantiasa
menjaga dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Sungguh Tuhan Maha kasih, Maha baik dan Maha murah hati. Terima
kasih Tuhan buat kasihMu yang selalu meyertai aku dalam setiap pekerjaan dan
sepanjang kehidupanku.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Orang tua penulis, L. Banjarnahor dan R. Br Sitanggang saya ucapkan
banyak terima kasih yang senantiasa membimbing, mendukung dan selalu
memberikan penulis motivasi – motivasi yang sangat berguna dan
membangun untuk saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
cepat. Dan terima kasih juga penulis ucapkan untuk setiap doa – doa yang
diberikan kepada penulis.
2. Dr. Marhaposan Situmorang, selaku dosen pembimbing penulis juga yang
telah banyak memberikan masukan dan saran juga kepada penulis dalam
pengerjaan skripsi.
3. Drs. Kurnia Brahmana,M.si, selaku dosen pembimbing penulis yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama pengerjaan
skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, dukungan dan nasehat yang
diberikan kepada penulis.
4. Dr. Marhaposan Situmorang, dan Drs Syahrul Humaidi, M.sc selaku ketua
dan sekretaris Departemen FISIKA, serta seluruh staf pengajar dan
pegawai Departemen FISIKA yang selalu memperhatikan penulis terutama
dalam proses perkuliahan di Departemen FISIKA FMIPA USU.
5. Tanoto Foundation melalui program Hibah Tanoto Awards yang telah
membantu penulis dari dana ataupun materi sehingga penulis dapat
menyelesaiakn penelitian ini dengan baik.
6. Abang saya, Danres Arwan Ranto Banjarnahor, dan adik – adik saya
iv
Gomgom Parulian Banjarnahor yang selalu memberikan doa dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
7. Sahabat – sahabat seperjuangan saya Jansius Sitorus, Jepri Wandes
Nababan, Jerri Simanjuntak, dan Rinto Pangaribuan yang selalu setia
membantu dan menemani penulis dalam menyusun skripsi ini.
8. Teman – teman di PHYSICS PROLIX, Hendra Damos, David Hutajulu,
Dosni Sipahuar, dan Parasian Simbolon, William, Russell, Togar, Randy,
Trisno, Iwan, Ingot, Steven, Wahyu, Eman, Ilham, Fahmi, Simon, David
DPL, Hendra Gabe, Hendra Nababan, Rusti, Dyana, Ancela, Juliana,
Tabita, Nensi, Lilis, Widya, Putri, Henni, Rahel, Pesta, Lurani, Ita yang
sudah saling memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini, “Semangat dan Jaya terus PHYSIC PROLIX”.
9. Abang kakak Alumni dan adik – adikku stambuk 2012, 2013, dan juga
adik – adikku stambuk 2014, yang telah memberikan dukungan dan
motivasi yang luar biasa sehingga penulis lebih bersemangat lagi untuk
menyelsaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang menbangun demi penyempurnaan isi
dan analisa yang disajikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
yang membutuhkannya.
Medan, Desember 2015
Hendri Pronoto Banjarnahor
110801072
ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON
ABSTRAK
Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.
vi
ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE
THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON
ABSTRACT
It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component.
Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 2.4 Fungsi Pin-Pin pada Liquid Crystal Display 23 Table 4.1 Hasil Pengujian Power Supply pada Lampu
Mobil Depan 60 Watt 39 Table 4.2 Hasil pengujian Daya Terpasang pada Komponen Peltier 40 Table 4.3 Hubungan Antara Waktu Pendingin Freon dan Pendingin
x
Gambar 4.4 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 1 Liter Air 47
Gambar 4.5 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 2 Liter Air 49
Gambar 4.6 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 3 Liter Air 52
Gambar 4.7 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 4 Liter Air 54
Gambar 4.8 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 5 Liter Air 56
Gambar 4.9 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 6 Liter Air 59
Gambar 4.10 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 7 Liter Air 61
Gambar 4.11 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 8 Liter Air 64
Gambar 4.12 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 9 Liter Air 66
Gambar 4.13 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 10 Liter Air 68
DAFTAR SINGKATAN
ADC = Analog to Digital Converter
Ah = Ampere Hours
ASCII = American Standart Code for Information Interchange CFC = Chloroflourocarbons
CMOS = Complementary Metal Oxide Semiconductorial CPU = Central Proccesing Unit
CTS = Clear to Send
DTE = Data Terminal Equipment DCE = Data Communication Equipment DSR = Data Set Ready
DTR = Data Terminal Ready DC = Direct Current
EEPROM = Electrical Erasable Programmable Read Only Memory
GND = Ground
IC = Intergrated Circuit I/O = Input/Output
LED = Light Emitting Dioda LSB = Least Significant Byte MSB = Most Significant Byte MHz = Mega Heartz
mA = Milli Ampere
RAM = Random Acces Memory ROM = Read Only Memory RTS = Request to Send
SLED = Superluminance Light Emitting Dioda TEC = Termoelektrik Cooler
Tc = Temperatur Cold Th = Temperatur Hot
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Judul
1. Tabel Data Penurunan Suhu dari 1 liter-10 Liter 2. Gambar alat secara keseluruhan
3. Gambar Rangkaian Alat
4. Program Alat secara Keseluruhan 5. Data Sheet
ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN
KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON
ABSTRAK
Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.
vi
ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE
THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON
ABSTRACT
It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component.
Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan alat pendingin tidak pernah lepas dalam hidup manusia. Manusia
butuh alat pendingin untuk menyimpan berbagai benda, seperti : bahan baku
makanan dan minuman. Alat pendingin yang kerap digunakan adalah kulkas.
Semakin berkembangnya jaman, kulkas semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Hal
ini dapat ditandai dengan penjualannya yang terus meningkat. Pemakaian
teknologi pendingin sekarang masih terdapat berbagai kelemahan. Alat pendingin
kulkas memiliki kelemahan, yaitu: memakan ruang (dengan ukuran yang besar),
memiliki ancaman terhadap lingkungan (dengan gas CFC), serta masih banyak
memakan daya listrik.
Salah satu kelemahan alat pendingin tersebut yang perlu diperhatikan
secara khusus yaitu ukuran yang besar. Kulkas tidak praktis untuk dibawa
kemana-mana karena ukuran yang besar. Sedangkan, barang dengan ukuran
praktis dan fungsi yang serupa lebih menarik minat masyarakat sekarang.
Beberapa peneliti telah menyelidiki cara kerja termoelektrik cooler dan konversi
panas menggunakan kombinasi termodinamika dan non-termodinamika.
Mahdian Nasution (2013) dalam penelitiannya telah membuat dan
menganalisis alat pendingin air berkapasitas 5 liter. Dengan memanfaatkan
sensoer HSM-20G untuk mendeteksi perubahan suhu udara didalam ruang
pendinginan, mikrokontroler untuk pemprosesan data dan pengontrolan juga LCD
sebagai penampil data.
Berdasarkan hasil penelitian Mahdian (2013) bahwa pemanfaatan elemen
peltier sebagai pendingin dengan kipas pada sisi pendingin dan sisi buangan panas
adalah dari modul termoelektrik peltier cooler dengan melakukan simulasi
mendinginkan air yang diletakkan pada sisi ruang pendingina pada modul
termoelektrik peltier cooler. Dengan melakukan variasi volume sampel (tanpa
beban, 1 Liter, 2 lietr, 3 liter, 4 literdan 5 liter air) dibutuhkan waktu untuk
2
1588 menit) dengan gradient kecepatan v, penurunan suhu tiap keadaan (2.92,
1.85, 1.89, 1.59, 1.64 dan 1.90) menit-1.
Kemudian Nanang Sulistiyanto (2014) merrancang sebuah permodelan
pendingin termoelektrik pada Modul Superluminance LED. Berdasarkan
penelitian Nanang, fenomena-fenomena fisika terkait dengan kalor, sistem
pendingin termoelektrik dapat disimulasikan untuk memprediksi suhu junction
SLED, suhu sisi dingin dan panas TEC, dengan arus SLED, arus TEC dan suhu
lingkungan sebagai input. Hasil pengujian Nanang menunjukkan bahwa simulasi
sistem pendingin termoelektrik dapat digunakan untuk mempresentasikan mudul
SLED rill dengan kesalahan rms berkisar antara 0,50C sampai 0,60C pada kondisi
arus TEC sebesar 300mA dan arus SLED bervariasi dari 0 sampai 200 mA.
Pada tahum 2009 R. Umboh telah membuat perancangan alat pendingin
portable menggunakan elemen peltier. Sistem pendingin tersebut dapat digunakan
untuk menjaga suhu suatu objek berada dibawah suhu lingkungan. Untuk
menunjang kerja sistem pendingin tersebut, sistem pengendalian alat pendingin
tersebut dikerjakan sepenuhnya oleh Mikrokontroler AVR Atmega8535. Umboh
menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya dari sistem pendingin tersebut
tergantung pada objek atau beban pendinginan yang diberikan. Rata-rata suhu
yang dicapai adalah 200C untuk pendinginan selama 1 jam.
Maman Rahman (2013) juga pada penelitiannya yaitu menganalisis
pendingin termoelekrtik dengan menggunakan photovoltaic sebagai sumber
energi. Rahman memfokuskan penelitiannya pada analisis beban pendingin,
perhitungan pendingin Termoelektrik, perhitungan kapasitas accu untuk
penyimpanan energ dari photovoltaic. Rahman menyimpulkan penelitiannya
bahwa hasil analisis beban pendinginan dengan beban berupa enam botol air
mineral (masing-masing 600 ml) adalah 98,34 watt. Termoelektrik yang
digunakan adalah tipe TECI-12706 yang mampu mencapai temperature 50C. Accu
yang digunakan pada sistem ini menggunakan accu merk Yuasa 12V, 35Ah.
Sementara photovoltaic yang digunakan adalah merk solarindo tipe cx6 dengan
jumlah 40 sel, masing-masing dapat mengeluarkan 0,5V atau seharinya dapat
menghasilkan 480 watt. Photovoltaic ini mampu memenuhi kebutuhan energi
sebesar 296,4 Watt.
Pada aplikasinya, termoelektrik dapat dikembangkan pada kulkas kecil,
paket pendingin elektronik. Sementara dibidang industri terus dikembangkan dan
diamati serta dianalisis, termasuk pendingin air, pendingin insulin portable, wadah
minuman portable dan lain-lain. Sampai saat ini, alternatif yang lebih baik untuk
pendingin CFC masih diteliti dan dikembangkan. Dengan adanya latar belakang
ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS TERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGINAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON” dengan menggunakan mikrokontroler sebagai pusat kendalinya dan dapat merespon berapa suhu yang ada pada ruangan
pendingin yang dideteksi oleh sensor suhu, dan kemudian memberikan output ke
LCD (display).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah alat pendingin konvensional yang selama ini beredar
di pasaran membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaikinya jika suatu saat
rusak, sementara jika diperbaiki dengan dengan menggunakan komponen
Termoelektrik cooler lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
1.3 Batasan Masalah
Perancangan penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut :
1. Alat ini dirancang dengan menggunakan Feltier TEC1-12730
2. Menggunakan Mikkrokontroller ATMega 8535 dan PC sebagai data
logger aplikasi.
3. Pendingin konvensional yang digunakan Sanyo Freezer HF-S6L 150 Watt.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Merancang dan menganalisis alat pendingin berbasiskan Termoelektrik
4
2. Membandingkan kelebihan dan kelemahan Pendingin Termoelektrik
dengan Pendingin yang menggunakan gas Freon.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian alat ini merupakan bagian dari pengembangan teknologi
termoelektrik yang diaplikasikan pada alat pendigin. Penelitian alat ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap usaha
pengurangan penggunaan gas freon.
2. Dengan adanya penelitian ini, pendingi freon yang telah rusak dapat
dimaanfaatkan kembali dengan menggunakan komponen Termolektrik
Peltier Cooler.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun metodologi yang
digunakan dalam menyusun dan menganalisis hasil penelitian ini adalah :
1. Studi literature yang berhubugan dengan perancangan pembuatan dan
analisi alat ini.
2. Perancanagan dan pembuatan alat
Merencanakan peralatan yang dirancang baik hardware maupun software. 3. Pengujian Alat
Alat yang dibangun kemudian diuji apakah telah sesuai dengan apa yang
direncanakan.
4. Analisis hasil
Data yang telah didapat dari pengujian alat kemudian dianalisis dengan
menggunakan software
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman maka peneliti membuat
sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
metodologi penelitian atau teknik pengumpulan dan Sistematika Penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Dalam bab ini dijelaskan tentang teori pendukung pembahasan dasar dan
prinsip kerja alat. Teori pendukung itu antara lain tentang termoelektrik, elemen
peltier, prinsip kerja termoelektrik, sensor temperatur, mosfet, mikrokontroler,
LCD, dan IC Regulator.
BAB III PERANCANGAN SISTEM
Dalam bab ini membahas tentang perancangan alat, diagram blok dari
rangkaian alat dan diagram alir alat yang diisikan ke dalam mikrokontroler.
BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL
Dalam bab ini dibahas data-data hasil analisa alat dan prinsip kerja alat,
gambaran tiap rangkaian blok dan penjelasannya dan pengujian secara
keseluruhan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup yang berupa kesimpulan dari pmbahasan
analisis yang dilakukan dari pembuatan alat, juga saran yang ditujukan pada
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Termoelektrik
2.1.1 Sejarah Singkat Termoelektrik
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman,
Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah
rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika
sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan
diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam
menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum
kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier
untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua
buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan,
terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan
panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling
berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini
kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang
kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.
2.2 Efek-Efek Pendinginan Termoelektrik 2.2.1 Efek Seebeck
Efek Seebeck pertama kali diamati oleh dokter Thomas Johan Seebeck, pada
tahun 1821, ketika ia mempelajari fenomena ini terdiri dalam produksi tenaga
listrik antara dua semikonduktor ketika diberikan perbedaan suhu. Panas dipompa
ke satu sisi pasangan dan ditolak dari sisi berlawanan. Sebuah arus listrik yang
dihasilkan, sebanding dengan gradien suhu antara sisi panas dan sisi dingin.
Perbedaan suhu dingin diseluruh converter menghasilkan arus searah ke beban
menghasilkan tegangan terminal dan arus terminal. Tidak ada energi mencegah
proses konversi. Untuk alasan ini, pembangkit listrik termoelektrik
diklasifikasikan langsung sebagai daya konversi.
Efek seebek terjadi ketika suatu logam dengan beda temperatur antara
kedua ujungnya. Ketika logam tersebut di sambung, maka akan terjadi beda
potensial diantara kedua ujungnya. Efek ini digunakan dalam aplikasi termokopel.
Gambar 2.1 Skema Efek Seebek pada suatu bahan
Koefisien seebeck (S) disebut juga daya termoelektrik, seperti pada
persamaan berikut:
(2.1)
Keterangan:
S = Koefisien seebeck [Volt/oK]
= Potential termoelektri terinduksi [Volt]
T = Temperatur [oK]
2.2.2 Efek Joule
Perpindahan panas dari sisi dalam pendingin ke sisi luarnya akan mengakibatkan
timbulnya arus listrik dalam rangkaian tersebut karena adanya efek seebeck, maka
hal inilah yang dinamakan efek joule. Dalam hal ini sesuai dengan hukum ohm,
efek joule dirumuskan pada persamaan berikut:
Qj = I2 . R (2.2)
Keterangan:
Qj = Efek joule (panas joule) [Watt]
I = Arus [Ampere]
8
2.2.3 Efek Konduksi
Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke permukaan
yang dingin. Perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduktivitas. Besarnya perambatan tersebut dinyatakan dalam persamaan:
qc = U.(Th-Tc) (2.3)
Keterangan:
qc = Laju aliran panas [Watt]
U = Konduktivitas thermal [Watt/oK]
T1 = Temperatur hot junction [oK] To = Temperatur cold junction [oK]
2.2.4 Efek Peltier
Jean Charles Peltier pada tahun 1834 telah mendasari efek termoelektrik. Dia
mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah
rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan
kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya.
Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik.
Penemuan yang terjadi pada tahun 1834 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier.
Pada saat arus mengalir melalui thermocouple, temperature junction akan berubah dan panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang
lainnya akan membuang panas. Jika sumber arus dibalik, maka permukaan yang
panas menjadi dingin dan sebaliknya. Gejala ini disebut efek peltier yang
merupakan dasar pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa
perpindahan panas sebanding terhadap arus yang mengalir. Persamaan dari efek
adalah sebagai berikut:
(2.4)
Keterangan:
= Koefisien peltier [Volt]
Q = Beban perpindahan panas dari junction [Watt]
Iab = Arus [Ampere]
2.2.5 Efek Thomson
Pada tahun 1854 seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Thomson
mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat penyerapan atau pengeluaran
panas bolak-balik dalam konduktor homogen yang terkena perbedaan panas dan
perbedaan listrik secara simultan. Koefisien Thomson dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut:
(2.5) Keterangan:
= Koefisien Thomson
Q = Beban perpindahan panas yang diserap konduktor [Watt]
I = Arus [Ampere]
= Perbedaan temperature [oK]
(H.J. Goldsmid, 1960)
2.3 Elemen Termoelektrik Peltier
Semikonduktor adalah bahan pilihan untuk termoelektrik yang umum dipakai.
Bahan semikonduktor termoelektrik yang paling sering digunakan saat ini adalah
Bismuth Telluride (Bi2Te3) yang telah diolah untuk menghasilkan blok atau elemen yang memiliki karakteristik individu berbeda yaitu N dan P.
Bahan termoelektrik lainnya termasuk Timbal Telluride (PbTe), Silicon Germanium (SiGe) dan Bismuth-Antimony (SbBi) adalah paduan bahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu. Namun, Bismuth Telluride adalah bahan terbaik dalam hal pendinginan. Bismuth Telluride memiliki dua karakteristik
yang patut dicatat. Karena struktur kristal, Bismuth Telluride sangat anisotropic. Perilaku anisotropic perlawanan lebih besar daripada konduktivitas termalnya. Sehingga anisotropic ini dimanfaatkan untuk pendinginan yang optimal. Karakteristik lain yang menarik dari Bismuth Telluride adalah kristal Bismuth Telluride (Bi2Te3) terdiri dari lapisan heksagonal atom yang sama. Termoelectrik dibangun oleh dua buah semikonduktor yang berbeda, satu tipe N dan yang
lainnya tipe P. (mereka harus berbeda karena mereka harus memiliki kerapatan
10
diposisikan paralel secara termal dan ujungnya digabungkan dengan lempeng
pendingin biasanya lempeng tembaga atau aluminium.
Elemen termoelektrik merupakan semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang
dihubungkan dalam suatu rangkaian listrik tertutup yang terdapat beban. Dari
perbedaan suhu yang ada pada tiap junction ditiap semikonduktor tersebut akan
menyebabkan electron berpindah dari sisi panas menuju sisi dingin.
Jika pada batang logam semikonduktor berlaku prinsip kedua efek (efek
Seeback dan efek Peltier), batang semikonduktor dipanaskan dan didinginkan
pada dua semikonduktor tersebut, maka electron pada sisi panas semikonduktor
akan bergerak aktif dan memiliki kecepatan aliran yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sisi dingin semikonduktor. Dengan kecepatan yang lebih tinggi pula, maka
electron dari sisi panas akan mengalami difusi ke sisi dingin dan menyebabkan
timbulnya medan elektrik pada semikonduktor tersebut.
Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelektrik cooler) merupakan alat yang adapat menimbulkan perbedaan sushu antara kedua sisinya
jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya. Dalam hal ini
refrigerasi, keuntungan utama dari elemen peltier adalah tidak adanya bagian yang
bergerak atau cairan yang bersikulasi dan ukurannya kecil serta bentuknya sangat
mudah untuk direkayasa. Sedangkan kekurangan dari elemen peltier ada pada
faktor efisiensi daya yang rendah dan biaya perancangan sistem masih relatif
mahal. Namun kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan
elemen peltier yang lebih murah dan juga efisien. (Rio Wirawan, 2012)
Gambar 2.2 Penampang Termoelektrik
(Sumber: Www.Tellurex.Com)
2.4 Prinsip Kerja Termoelektrik
2.4.1 Prinsip Kerja Termoelektrik Sebagai Pendingin
Modul pendingin termoelektrik bekerja berdasarkan efek Peltier akan berfungsi
apabila arus listrik DC dialirkan pada satu atau beberapa pasangan semikonduktor
tipe N dan tipe P.
Gambar 2.3 Proses Pemindahan Panas (Sumber : www.tellurex.com)
Gambar diatas menunjukan aliran elektron dari semikonduktor tipe P yang
memiliki tingkat energi lebih rendah, menyerap kalor di bagian yang didinginkan
lalu elektron mengalir menuju semikonduktor tipe N melalui konduktor
penghubung yang permukaannya (Tc) akan mengalami penurunan temperatur.
Kalor yang diserap akan berpindah melalui semikonduktor bersamaan
dengan pergerakan elektron ke sisi panas modul (Th). Pada kondisi ideal, jumlah
kalor yang diserap pada sisi dingin dan dilepas pada sisi panas bergantung pada
koefisien Peltier dan arus listrik yang digunakan. Pada saat dioperasikan jumlah
kalor yang diserap pada sisi dinign akan berkurang dikarenakan dua faktor, yaitu
kalor yang terbentuk pada material semikonduktor dikarenakan perbedaan
temperatur antara sisi dingin dan sisi panas modul (conducted heat) dan Joule.
Heat yang nilainya akan sama dengan kuadrat dari arus listrik yang
digunakan. Sehingga pada kondisi apapun kesetimbangan termal yang terjadi
karena efek Peltier pada sisi dingin akan sama dengan jumlah kalor yang
12
a) Modul termoelektrik tidak memiliki bagian yang bergerak,
sehingga untuk perawatan lebih mudah.
b) Pengujian usia pakai telah membuktikan bahwa modul
termoelektrik bisa digunakan selama 100.000 jam.
c) Modul termoelektrik tidak memiliki kandungan
chloroflourocarbons (CFC) atau material lainnya yang
membutuhkan penambahan berkala.
d) Modul termoelektrik bisa dioperasikan pada lingkungan yang
terlalu kecil bagi sistem pendingin konvensional.
Dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada modul termoelektrik,
penggunaan termoelektrik saat ini telah melingkupi banyak area penggunaan,
misalnya teknologi militer, ruang angkasa peraltan komersil dan industri.
2.4.2 Parameter Penggunaan Modul Termoelektrik
Setiap modul termoelektrik yang digunakan untuk aplikasi pendingin
dikarakterisasikan kedalam beberapa parameter penggunaan yang menentukan
pemilihan modul yang lebih akurat diantara banyak pilihan modul yang tersedia.
Berikut beberapa parameter yang menjadi dasar pemilihan modul termoelektrik :
a) Jumlah kalor yang akan diserap oleh sisi dingin modul.
b) Perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin modul
ketika beroperasi.
c) Arus listrik yang digunakan oleh modul.
d) Tegangan listrik yang diugunakan oleh modul.
e) Temperatur tertinggi dan terendah lingkungan dimana modul
beroperasi.
2.5 Sistem Pendingin Konvensional (Kulkas)
Semua berawal dari Hukum Termodinamika. Hukum Termodinamika berlaku untuk prinsip kerja lemari es. Seperti yang kita ketahui, energi panas selalu
bergerak menuju ke daerah yang lebih dingin. Tetapi lemari es mengalirkan energi
panas dari dalam ke udara yang lebih hangat di luar meskipun memiliki cara kerja
yang berlawanan, prinsip kerja lemari es masih berhubungan erat dengan hukum
perpindahan kalor. Sebuah lemari es harus melakukan tugas untuk membalikkan
arah normal aliran energi panas. Tugas itu melibatkan penggunaan energi yang
bertujuan untuk memindahkan sesuatu, dan untuk melakukannya sebuah lemari es
membutuhkan energi. Dalam kasus ini, energi itu disediakan oleh listrik.
Gambar 2.4 Proses Pendinginan Pada Kulkas (Sumber: researchthetopic.wikispaces.com)
Kunci proses kulkas dan sistem pendingin lain agar dapat bekerja terdapat
pada refrigeran. Refrigeran ialah zat semacam Freon yang bertitik didih rendah
sehingga dapat memfasilitasi perubahan bentuk antara cair dan gas. Sebagai cairan,
refrigeran berperan dalam penyerapan energi panas dari udara dingin di dalam
lemari es untuk diubah menjadi gas.
Jadi pertama-tama, energi panas ditransfer ke dalam lemari es untuk
menjadi cairan dingin yang melewati sebuah mesin evaporator. Lalu referigeran,
yang sudah dibahas sebelumnya, menyerap energi panas agar menjadi lebih
hangat lalu akhirnya berubah bentuk menjadi gas. Gas yang terbentuk sebelumnya,
dialirkan melalui compressor agar cairan pendingin memiliki temperatur yang
lebih tinggi. Refrigeran dengan suhu yang lebih tinggi tersebut selanjutnya
mengalir melalui kondensor, dimana terjadi transfer energi panas ke kumparan
pendingin kondensor. Akhirnya, refrigeran tersebut kehilangan energi panasnya
dan berubah menjadi energi dingin kembali, serta mengalami peristiwa
kondensasi menjadi cairan. Selanjutnya refrigeran masuk ke tabung Ekspansi,
dimana merupakan tempat yang memiliki ruangan untuk menyebarkan cairan
14
refrigeran tersebut kemudian mengalir kembali ke evaporator. Selanjutnya siklus
itu kembali berulang. (K.Handoko, 1981)
2.6 Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik
Bahan termoelektrik adalah semikonduktor yang merupakan benda padat atau
logam yang mempunyai nilai-nilai diantaranya nilai resistansi konduktor dan
isolator. Cold junction akan menyerap panas dari produk yang dikondisikan, bagian ini sama fungsinya dengan evaporator pada sistem pendinginan kompresi
uap. Hot junction yang mengeluarkan atau membuang panas ke luar, bagian ini sama fungsinya dengan kondenser. Sama halnya dengan kondenser yang
menggunakan sirip-sirip untuk mempercepat pembuangan panas nya,
termoelektrik pada sisi hot junction juga dtambahkan dengan heat sink untuk mempercepat proses pembuangan panas. Proses pembuangan panas di sini juga
dimanfaatkan untuk memanaskan air, supaya energi panasnya tidak terbuang
begitu saja. Sumber arus searah pada termoelektrik sama fungsinya dengan
kompresor pada sistem kompresi uap. Pengeluaran dan penyerapan panas hanya
terjadi pada kedua sisi junction, besarnya kalor yang diserap dan dikeluarkan adalah sebagai berikut:
Qo = 2.α. Tc .I – I2 (R/2) – k (Th – Tc) (2.6)
Q1 = 2α . Th .I – K. ∆T + ½ . I2.R (2.7)
Keterangan:
Qo = Besar kalor yang diserap [Watt]
Q1 = Besar kalor yang dilepas [Watt]
∆T = Perbedaan temperature [oK]
2α = Kekuatan termoelektrik dari 2 material [Volt/oK]
R = Tahanan total [Ohm]
K = Konduktifitas thermal dari 2 material [Watt/oK]
I = Arus yang mengalir [Ampere]
Th = Temperatur hot junction [oK] Tc = Temperatur cold junction [oK]
(Roy. J. Dossat, 1978)
2.6.1 Beban Pendinginan
Beban pendinginan yang dimaksud dalam analisis ini adalah beban panas yang
berasal dari produk yang didinginkan dan beban panas dari luar yang harus diatasi
oleh sistem untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban pendinginan dari
suatu ruangan akan menentukan kapasitas dari mesin pendingin yang digunakan.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung beban
pendinginan dari suatu ruangan pendingin yaitu, perbedaan temperatur ruangan
yang akan dikondisikan dengan tempertur luar, struktur bahan yang dipakai dalam
perancangan, produk yang akan didinginkan,serta hal-hal lainnya yang
mempengaruhi beban pendinginan.
2.6.2 Beban Panas dari Luar
Beban panas dari luar berasal dari konduksi udara luar dengan dinding. Besarnya
beban panas dari luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
. . ∆ (2.8)
Keterangan :
Q = Jumlah panas yang dipindahkan (Watt)
A = Luas Permukaan (m2)
U = Angka koefisien perpindahan panas (Watt/ m2.0C)
∆t = Perbedaan temperatur (0C)
Harga koefisien perpindahan panas total (U) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
⋯ " # (2.9)
Keterangan:
U = Harga koefisien perpindahan panas [Watt/m2.oC]
k1,k2,..kn = Konduktivitas thermal material [Watt/m.oC]
x = Tebal material [m]
16
Nilai $1 adalah 1,65 BTU/h = 9,27 Watt/m2.oC
$0 = Koefisien lapisan udara bagian luar [Watt/cm2.oC]
Nilai $0 adalah 4 BTU/h = 22,7 Watt/m2.oC
(Roy. J. Dossat, 1978)
2.6.3 Beban Panas Dari Dalam
Beban panas dari dalam ruangan merupakan beban panas yang harus dibuang dari
ruangan tersebut untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban panas dari
dalam ruangan berasal dari panas produk yang didinginkan. Panas produk adalah
beban panas yang harus dibuang untuk mencapai temperatur produk sesuai
dengan yang telah ditentukan. Beban panas dari produk dapat dibagi menjadi 2,
yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Perancangan ini beban panas
produk hanya berasal dari beban panas sensible yaitu panas yang menyebabkan
terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur tanpa terjadinya perubahan wujud.
Udara didalam ruangan dianggap 27oC dan air dikondisikan untuk mencapai
temperatur -21oC.
Beban panas sensibel produk dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
'. (. ∆ (2.10)
Keterangan:
Q = Jumlah panas yang dipindahkan [kj]
m = Berat produk [kg]
c = Panas spesifik [kj/kg.oC]
∆T = Perbedaan temperatur [oC] (Roy. J. Dossat, 1978)
2.6.4 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang cara untuk meramalkan
perpindahan (distribusi) energi berupa panas yang terjadi karena adanya
perbedaan temperatur di antara benda atau material. Perpindahan panas dapat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
Perpindahan panas secara konduksi adalah distribusi energi berupa panas
yang terjadi pada benda atau medium yang diam (padat) bertemperatur tinggi ke
bagian benda yang bertemperatur rendah atau terdapat gradien temperatur pada
benda tersebut. Rumus dasar perpindahan panas secara konduksi adalah :
Q −+ , -∆ (2.11)
Dimana:
Q = laju perpindahan panas (Watt) K = konduktivitas panas (W/m.0C)
A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2)
∆T = beda temperatur (0C) x = ketebalan bahan (m)
Perpindahan panas konveksi adalah distribusi energi berupa panas yang
terjadi karena terdapat aliran fluida. Persamaan dasar perpindahan panas konveksi
adalah :
Q = h.A. (Tw – Ta) (2.12) Dimana:
Q = laju perpindahan panas (Watt)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2) Tw = temperatur permukaan benda (0C)
Ta = temperatur fluida (0C)
Perpindahan panas radiasi adalah distribusi energi berupa panas yang
terjadi melalui pancaran gelombang cahaya dari suatu zat ke zat yang lain tanpa
zat perantara. Untuk menghitung besarnya panas yang dipancarkan yaitu
menggunakan rumus :
Q = e AT 4 s (2.13)
Dimana:
18
T = temperatur permukaan benda (K) σ= konstanta Stefan Boltzmann (W/m2.K4)
Untuk benda hitam sempurna nilai emisivitasnya (ε) adalah 1 dan besar nilai σ =
5,67.10-8 W/m2.K4 (Holman J.P, 1995)
2.7 Mikrokontroler Atmega 8535
Mikrikontroler merupakan sebuah single chip yang didalamnya telah dilengkapi
CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Acces Memory), ROM (Read
Only Memory), input dan output, time/counter, serial comport secara spesifik
digunakan untuk aplikasi-aplikasi control dan aplikasi serbaguna. Mikrokontroller
umumnya bekerja pada frekuensi 4MHz – 40MHz. Perangkat ini sering digunakan
untuk kebuthan kontrol tertentu seperti pada sebuah penggerak motor. ROM
(Read Only Memory), yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu
daya. Sesuai dengan keperluannya, sesuai dengan susunan MCS-51. Memori
penyimpanan program dinamakan sebagai memory program. RAM ( Random
Acces Memory) isinya akan begitu sirna jika IC kehilangan catu daya dan dipakai
untuk menyimpan data ini disebut sebagai memori data.
ATMEGA 8535 memiliki dua jenis memori, yaitu program memory dan
data memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM memory untuk
penyimpanan data. ATMEGA 8535 memiliki On-Chip In-System
Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan memori. Untuk alasan
keamanan, program memory dibagi menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section dan ApplicationFlash Section. Boot Flash Section digunakan untuk menyimpan program Boot Loader, yaitu program yang harus dijalankan pada saat AVR reset
atau pertama kali diaktifkan.
Aplication Flash Section digunakan untuk menyimpan program aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini sebelum
menjalankan program Boot Loader. Besarnya memory Boot Flash Section dapat
diprogram dari 128 kata sampai 1024 kata tergantung setting pada konfigurasi
bitdi register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program pada
Aplication Flash Section juga sudah aman. Pada ATMEGA8535. Terdapat 608
lokasi address data memori, 96 lokasi address digunakan untuk register file dan
I/O register terdiri dari 64 register. ATMEGA 8535 memiliki EEPROM 8 bit
sebesar 512 byte untuk menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan system
address register, data register dan control register yang dibuat khusus untuk
EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF. (Widodo,B. 2008)
2.8 Interface MAX-232
Interface MAX-232, atau yang juga di kenal sebagai RS-232 merupakan suatu
interface yang menghubungkan antara terminal data dari suatu peralatan dan
peralatan komunikasi data yang menjalankan suatu pertukaran data biner secara
serial. RS 232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi
periperal ke periperal. Biasa juga disebut dengan jalur I/O (input/output). Contoh
yang paling sering ditemui adalah koneksi antara komputer dan modem, atau
komputer dengan mouse atau komputer dengan komputer, semua biasanya
dihubungkan lewat jalur port serial RS232. Standar ini menggunakan beberapa
piranti dalam implementasinya. Paling umum yang dipakai adalah plug/konektor
DB9 atau DB25. Untuk RS232 dengan konektor DB9, biasnya dipakai untuk
mouse, modem, kasir register dan lain sebagainya, sedang yang konektor DB25,
biasanya dipakai untuk joystik game.
Standar RS 232 ditettapkan oleh Electronic IndustryAssociation and
Telecomunication Industry Association pada tahun 1962. Nama lengkapnya
adalah EIA/TIA-232 Interface Between Data Terminal Equipment and Data
Circuit Terminating Equipmen Employing Serial Binary Data Interchange. Port
Seial RS232 juga mempunyai fungsi yaitu untuk menhubungi/koneksi dari
perangkat yang satu dengan perngkat yang lain, atau peralatan standard yang
menyangkut komunikasi data antara komputer dengan alat-alat pelengkap
komputer. Standard RS-232 mendefenisikan kecepatan 256 kbps atau lebih rendah
dengan jarak kurang dari 15 meter, namu belakangan ini sering ditemukan jalur
kecepatan tinggi pada komputer pribadi dan dengan kabel berkualitas tinggi, jarak
maksimum juga ditingkatkan secara signifikan. Dengan susunan pin khusus yang
disebut null modem cable, standar RS-232 dapat juga untuk komunikasikan data
20
Karakteristik elektris yang dimilki EIA-232 menspesifikasikan bahwa
untai-untai tak seimbang digunakan dengan tegangan positif antara +3 sampai
+25V. pada tegangan ini isyarat dikenal sebagai biner 0 atau ON atau space. Sedangkan tegangan -3 sampai -25 v menyatakan biner 1 dan keadaan OFF atau
Mark. Sedangkan tegangan antara -3 sampai +3 V disebut sebagai daerah transisi yang besaran tegangannya tidak berlaku atau invalid. Beberapa sinyal beserta fungsinya yang terdapat pada RS-232 yaitu :
• Pin1 (Shield), dapat dihubungkan dengan casis peratalatan dan diutamakan untuk menggunakan kabel dengan shield (pelindung) karena dengan
demikian akan dapat mengurangi interferensi pada lingkungan yang
banyak noise. Sinyal ini disebut juga dengan protective ground (Gnd). • Pin 2 (Transmitted Data) , digunakan sebagai pengirim sinyal dari Data
Terminal Equipment (DTE) menuju ke Data Communication Equipment (DCE)
• Pin 3 (Received Data), digunakan oleh DTE untuk menerima sinyal dari DCE. Jadi sinyal dikirim dari DCE melalui terminal ini.
• Pin 4 (Request to Send atau RTS), digunakan oleh DTE untuk membangkitkan gelombang carrier dari modem.
• Pin 5 (Clear to Send atau CTS), biasanya dihubungkan secara langsung dengan RTS untuk transmisi secara langsung 2 PC yang menggunakan
Cross-cable. Pada penerapan ini antara RTS dan CTS ditambahkan timer
agar delay dapat diatur dengan besar tertentu untuk menghidupkan
gelomang carrier pada DCE.
• Pin 6 (Data Set ready atau DSR), berfungsi untuk memberikan sinyal yang menyatakan modem dalam keadaan siap dipergunakan. Jika sinyal ini
diberikan maka modem dalam keadaan menyala dan tidak sedang
melakukan self-testing.
• Pin 7 ( Signal Ground), merupakan ground sinyal referensi bagi semua sinyal atau semua pin yang ada (data, timing, control-signal)
• Pin 8 (Data Carrier Detect), digunakan untuk menghasilkan sinyal yang mampu mendeteksi danya sinyal pada saluran yang dapat diterima. Sinyal
ini diperlukan oleh DTE sebelum mengirimkan atau menerima data.
• Pin 9 dan 10 (reserve for testing), sebagai pin cadangan untuk melakukan testing
• Pin 11 (unassigned)- tidak ditetapkan dengan pasti
• Pin 12,13,14,16 dan 19 (secondary channel), merupakan saluran sinyal sekunder. Secondary channel biasanya melewatkan sinyal pada arah yang
berlawanan dan pada kecepatan transfer data yang rendah.
• Pin 15 dan 17 (Transmitter/receiver signal element timing), digunakan oleh modem yang bekerja dengan metode pengiriman sinkron untuk
pengontrolan bit timing. Pin 15 untuk pengontrolan transmitter bit timing
dan pin 17 untuk receiver bit timing.
• Pin 20 (Data Terminal Ready), sinyal DTR dapat dipakai untuk memaksa DCE untuk segera bereaksi karena terdapatnya indicator panggilan agar
segera menjawab panggilan tersebut. Hal ini sangat penting artinya,
terutama jika modem berda pada posisi auto-answer.
• Pin 21 (Remote Loopback) digunakan untuk menandakan bahwa kualitas gelombang carrier diterima dalam kondisi yang cukup atau tidak terlalu
lemah.
• Pin 22 ( Ring Indikator), untuk memberikan sinyal yang mengidinkasikan bahwa DCE memberitahu DTE akan adanya sinyal dering (ringing) pada
telepon. Sinyal ini mampu mendeteksi besarnya teganga dering yang
kemudian dikirm ke DTE dan diteruskan ke modem untuk menjawab
panggilan lewat oin ini.
• Pin 24 (Transmit Signal Element Timing), pin ini digunakan oleh modem yang bekerja pada metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit
timing.
22
2.9 Sensor Suhu IC LM35
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat
dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature
sensor seperti pada gambar 2.1
Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor
IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk
Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan
dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis
suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti
bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.
IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena
ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada
temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC
LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator
tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay
sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam
suhu ruangan.
LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek,
karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus.
LM35 tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C
pada temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35
dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C
pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga
tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik
sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).
2.10 Liquid Crystal Display (LCD)
LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau
menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah
jenis LCD M1632. LCDM1632 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2
baris dengan konsumsi daya rendah. M1632 adalah merupakan modul LCD
dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya yang rendah. Kegunaan LCD
banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan
mikrokontroler. LCD dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor,
menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler.
Gambar 2.12 berikut ini adalah Pin LCD M1632.
Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display
Sebagaimana terlihat pada kolom deskripsi (symbol and functions), interface LCD
24
cepat dalam pembacaan dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang
ditampilkan sepanjang 8 bit dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu.
Jika mode 4 bit yang digunakan, maka 2 nibble data dikirim untuk membuat
sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock
EN setiap nibblenya). Gambar 2.12 berikut adalah contoh LCD (2×16) yang
umum digunakan :
Gambar 2.6 LCD M1632
Jalur kontrol EN digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller
mengirimkan data ke LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset
EN ke kondisi high (1) dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan
R/W) atau juga mengirimkan data ke jalur data bus. Saat jalur lainnya sudah siap,
EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat (tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS berada dalam kondisi low (0),
data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi
khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS dalam kondisi high
atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan ditampilkan dilayar.
Misal, untuk menampilkan huruf pada layar maka RS harus diset ke 1.
Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data
bus akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka
program akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan
hanya satu, yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan
instruksi penulisan. Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W
selalu diset ke 0. Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang
dipilih pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6
dan DB7. Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode
operasi primer.
Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi
merupakan hal yang paling penting. Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika
kecepatan menjadi keutamaan dalam sebuah aplikasi dan setidaknya minimal
tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8 pin untuk data). Sedangkan mode 4 bit
minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin untuk kontrol, 4 untuk data). Aplikasi
dengan LCD dapat dibuat dengan mudah dan waktu yang singkat, mengingat
koneksi parallel yang cukup mudah antara kontroller dan LCD. (Setiawan, 2011)
2.11 MOSFET
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) merupakan salah
satu jenis transistor yang memiliki impedansi mauskan (gate) sangat tinggi
(Hampir tak berhingga) sehingga dengn menggunakan MOSFET sebagai saklar
elektronik, memungkinkan untuk menghubungkannya dengan semua jenis
gerbang logika. Dengan menjadikan MOSFET sebagai saklar, maka dapat
digunakan untuk mengendalikan beban dengan arus yang tinggi dan biaya yang
lebih murah daripada menggunakan transistor bipolar.
Untuk membuat MOSFET sebagai saklar maka hanya menggunakan
MOSFET pada kondisi saturasi (ON) dan kondisi cut-off (OFF).
26
Pada daerah Cut-Off MOSFET tidak mendapatkan tegangan input (Vin = 0V)
sehingga tidak ada arus drain Id yang mengalir. Kondisi ini akan membuat
tegangan Vds = Vdd. Dengan beberapa kondisi diatas maka pada daerah cut-off
ini MOSFET dikatakan OFF (Full-Off). Kondisi cut-off ini dapat diperoleh
dengan menghubungkan jalur input (gate) ke ground, sehingga tidaka ada
tegangan input yang masuk ke rangkaian saklar MOSFET. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Cut-Off
Karakeristik MOSFET pada daerah Cut-Off antara lain sebagai berikut.
1. Input gate tidak mendapat tegangan bias karena terhubung ke ground (0V)
2. Tegangan gate lebih rendah dari tegangan treshold (Vgs < Vth)
3. MOSFET OFF (Fully-Off) pada daerah cut-off ini.
4. Tidak arus drain yang mengalir pada MOSFET
5. Tegangan output Vout = Vds = Vdd
6. Pada daerah cut-off MOSFET dalam kondisi open circuit.
Dengan beberapa karakteristik diatas maka dapat dikatakan bahawa
MOSFET pada daerah Cut-Off merupakan saklar terbuka dengan arus drain Id = 0
Ampere. Untuk mendapatkan kondisi MOSFET dalam keadaan open maka
tegnagan gate Vgs harus lebih rendah dari tegangan treshold Vth dengan cara
menghubungkan terminal input (gate) ke ground.
2.11.2 Wilayah Saturasi (MOSFET ON)
Pada daerah saturasi MOSFET mendapatkan bias input (Vgs) secara maksimum
sehingga arus drain pada MOSFET juga akan maksimum dan membuat tegangan
Vds = 0V. Pada kondisi saturasi ini MOSFET dapat dikatakan dalam kondisi ON
secara penuh (Fully-ON).
Gambar 2.9 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Saturasi
Karakteristik MOSFET pada kondisi saturasi antar lain adalah :
1. Tegangan input gate (Vgs)
2. tinggi Tegangan input gate (Vgs) lebih tinggi dari tegangan treshold
(Vgs>Vth)
3. MOSFET ON (Fully-ON) pada daerah Saturasi
4. Tegangan drain dan source ideal (Vds) pada daerah saturasi adalah 0V
(Vds = 0V)
5. Resistansi drain dan source sangat rendah (Rds < 0,1 Ohm)
6. Tegangan output Vout = Vds = 0,2V (Rds.Id)
7. MOSFET dianalogikan sebagai saklar kondisi tertutup
Kondisi saturasi MOSFET dapat diperoleh dengan memberikan tegangan
input gate yang lebih tinggi dari tegangan tresholdnya dengan cara
menghubungkan terminal input ke Vdd. Sehingga MOSFET mejadi saturasi dan
BAB III
PERANCANGAN SISTEM
3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem
Adapun diagram blok dari sistem yang dirancang adalah seperti yang
diperlihatkan pada gambar 3.1 berikut ini :
Driver relay
ELEMEN PELTIER
Sensor Suhu Ruang Pendingin
Mikrokontroler
LCD
buzzer
RS 232
PC Pendingin Gas
Freon Pembuangan panas
DRIVER REG. ARUS
SENSOR SUHU
SETTING
Gambar 3.1 Desain Blok Diagram Sistem
Diagram blok pada gambar 3.1 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. LCD (liquid crystal Display) berfungsi seabagai tampilan penunjuk suhu
di dalam ruangan pendingin.
2. Buzzer berfungsi sebagai indikator permintaan suhu.
3. Mikrokontroler berfungsi sebagai pemproses masukan dari sensor suhu
pada masing-masing pendingin dan membandingkannya, menampilkan
pembcaan suhu di dalam kabinet pendingin melalui LCD, mengendalikan
kerja elemen peltier dan kipas DC berdasarkan perintah-perintah yang
telah diprogramsebelumnya pada mikrikontroler.
4. Sensor suhu berfungsi untuk mengukur/ membaca suhu ruangan pada
masing-masing pendingin dan mengirimkannya pada mikrokontroler.
5. Siklus pendingin berfungsi mempercepat pembuangan/ penyerapan panas.
6. Ruang pendingin berfungsi sebagai tempat objek yang diinginkan.
7. Pembuangan panas berfungsi sebagai tempat pembuangan panas dari
pendingin Termoelektrik.
8. Driver relay berfungsi sebagai rangkaian kopel untuk mengendalikan aktif
tidaknya dc kipas yang dipicu dari sinyal output Mikrokontroler.
9. PC berfungsi untuk menginterface semua data yang masuk ke
mikrokontroler yang dikomunikasikan lewat RS-232.
10. Driver regulator arus berfungsi sebagai pengontrol arus.
3.2 Perancangan Rangkaian Tiap Blok
3.2.1 Perancangan Kotak Pendingin Termoelektrik
Pendingin termoelektrik menggunakan kotak kulkas 150 watt yang sudah
rusak. Kotak pendingin kulkas yang sudah rusak tersebut dipebaiki dan dan
rangkai kembali menjadi sebuah kotak pendingin yang bagus menggunakan
termoelektrik cooler. Alat ini dikondisikan dingin dengan menggunakan unit
pendingin termoelektrik, tempat penyimpanan benda-benda yang akan
didinginkan, heat sink dan blower.
Struktur bahan yang digunakan pada kotak pendingin ini dilapisi aluminium
dibagian bawah ruangan kotak pendingin sebagai penyalur dingin dari
termoelektrik dengan ketebalan 0,1 cm (0,001 m). Bahan kedua menggunakan solid plastic di bagian atas kotak pendingin yang bertujuan untuk meminimalisir aliran dingin dari termoelektrik ke bagian atas, karena bagian atas kotak pendingin
adalah bagian untuk membuka dan menutup pendingin itu sendiri. Ketebalan solid plastic itu sendiri adalah 0,2 cm (0,002 m). Sementara untuk kain plastic, ketebalannya adalah 0,2 cm (0,002 m). Insulasi coolbox ini menggunakan
30
3.2.2 Perancangan Peltier Dengan Heatsink
Dalam sistem ini termoelektrik yang digunakan adalah peltier super cooler
TEC1-12730,adapun heatsink yang digunakan pada ruangan pendingin adalah untuk
menyerap dingin yang dihasilkan peltier dan diteruskan oleh kipas ke seluruh
ruangan sehingga suhu seluruh ruang homogen.
Untuk menentukan luas permukaan heatsink yang digunakan digunakan
persamaan perpindahan kalor konduksi, dengan mengasumsikan heatsink
seluruhnya adalah aluminium. Dalam hal ini laju perpindahan panas (P) sebesar
146 watt, beda tempetatur (∆T) bernilai 480C, ketebalan aluminium (x) sebesar
0.05 meter dan konduktivitas panas (k) untuk aluminium sebesar 200 Watt/m 0C.
Jika waktu pendinginan (t) dilakukan selama 1 jam atau 3600 detik, maka dapat
diperoleh luas heatsink yang diperlukan sesuai dengan rumus berikut :
Q + , ∆
- ./ 0 × 2, Maka dapat diperoleh
+×,×∆
- 0 × 2
A = 34 5-6477 - 7.78 9
:77<=; - 3> ?
Sehingga luas permukaan heatsink yang dibutuhkan untuk pendinginan 3600
detik atau 1 jam adalah seluas 2,628 m2.
3.2.3 LCD (Liquid Crystal Display)
LCD digunakan untuk menampilkan hasil pengolahan data pada mikrokontroler
dalam bentuk tulisan. Pada alat ini, mode pemrogram LCD yang digunakan adalah
mode pemrograman 4 bit. Dengan demikian, pin data LCD yang dihubungkan ke
mikrokontroler hanya pin D4,D5, D6, dan D7. Sedangkan untuk jalur kontrolnya,
pin LCD yang dihubungkan adalah pin RS dan E. LCD pada alat ini hanya
digunakan sebagai penampil, sehingga pin R/W nya dihubungkan ke ground.
LCD (Liquid Crystal Display) berfungsi untuk menampilkan besar suhu
yang diukur oleh sensor dan juga waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai
besar suhu yang telah ditentukan. Jenis LCD (Liquid Crystal Display) yang
digunakan adalah ukuran 2 x 16 karakter, dan LCD (Liquid Crystal Display) ini
dicatu dengan 5 volt tegangan DC. Gambar dibawah ini menjelaskan Rangakaian
minimum LCD (Liquid Crystal Display):
Gambar 3.2 Rangkaian LCD karakter 2x16
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa LCD 16×2 mempunya 16 pin.
sedangkan pengkabelanya adalah sebagai berikut :
1. Kaki 2 dan 16 terhubung dengan Ground (GND)
2. Kaki 1 dan 15 terhubung dengan VCC (+5V)
3. Kaki 3 dari LCD 16×2 adalah pin yang digunakan untuk mengatur kontras
kecerahan LCD. Jadi kita bisa memasangkan sebuah trimpot 103 untuk
mengatur kecerahanya. Pemasanganya seperti terlihat pada rangkaian
tersebut. Karena LCD akan berubah kecerahanya jika tegangan pada pin 3
ini di turunkan atau dinaikan.
4. Pin 4 (RS) dihubungkan dengan pin mikrokontroler
5. Pin 5 (RW) dihubungkan dengan GND
6. Pin 6 (E) dihubungkan dengan pin mikrokontroler
7. Sedangkan pin 11 hingga 14 dihubungkan dengan pin mikrokontroler
32
3.2.4 Rangkaian Power Supply (PSA)
Rangkaian ini berfungsi untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian yang
ada. Rangkaian PSA yang dibuat yaitu Travo CT. Berikut merupakan rangkaian
power supplay yang ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 3.3 Rangkaian Power Supply
Trafo yang digunakan merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan dari 220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt
AC akan disearahkan dengan menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt
DC akan diteruskan kepada kapasitor 2200 µF sebanyak 12 buah yang disusun
paralel, sehingga mempunyai kapasitas total 26400 µF. Berdasarkan rumus
mencari tegangan efektik dan tegangan maksimum pada arus bolak-balik (AC)
dapat dihitung besar tegangan yang dikeluarkan oleh PSA. Pada penelitian ini
perhitungan tegangan maksimum yang dikeluarkan oleh PSA adalah sebagai
berikut.
@ @A'B × √2
12 × 1.4142
V 16,97 @JK2
Sehingga dengan perhitungan diatas, besar tegangan yang dihasilkan oleh PSA
adalah sebesar 16,97 volt.