• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Laju Pendinginan pada Kulkas Thermoelektrik Super Cooler Dibandingkan Sistem Pendingin Konvensional Menggunakan Gas Freon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Laju Pendinginan pada Kulkas Thermoelektrik Super Cooler Dibandingkan Sistem Pendingin Konvensional Menggunakan Gas Freon"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 110801072

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 1108010872

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA

KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER

DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

MENGGUNAKAN GAS FREON

Kategori : SKRIPSI

Nama : HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR

Nomor Induk Mahasiswa : 110801072

Program Studi : Sarjana (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

(MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing :

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,

(4)

ii

PERNYATAAN

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR

110801072

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat kasih karunianya dan berkat penyertaan Tuhan yang selalu senantiasa

menjaga dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini. Sungguh Tuhan Maha kasih, Maha baik dan Maha murah hati. Terima

kasih Tuhan buat kasihMu yang selalu meyertai aku dalam setiap pekerjaan dan

sepanjang kehidupanku.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material.

Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Orang tua penulis, L. Banjarnahor dan R. Br Sitanggang saya ucapkan

banyak terima kasih yang senantiasa membimbing, mendukung dan selalu

memberikan penulis motivasi – motivasi yang sangat berguna dan

membangun untuk saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

cepat. Dan terima kasih juga penulis ucapkan untuk setiap doa – doa yang

diberikan kepada penulis.

2. Dr. Marhaposan Situmorang, selaku dosen pembimbing penulis juga yang

telah banyak memberikan masukan dan saran juga kepada penulis dalam

pengerjaan skripsi.

3. Drs. Kurnia Brahmana,M.si, selaku dosen pembimbing penulis yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama pengerjaan

skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, dukungan dan nasehat yang

diberikan kepada penulis.

4. Dr. Marhaposan Situmorang, dan Drs Syahrul Humaidi, M.sc selaku ketua

dan sekretaris Departemen FISIKA, serta seluruh staf pengajar dan

pegawai Departemen FISIKA yang selalu memperhatikan penulis terutama

dalam proses perkuliahan di Departemen FISIKA FMIPA USU.

5. Tanoto Foundation melalui program Hibah Tanoto Awards yang telah

membantu penulis dari dana ataupun materi sehingga penulis dapat

menyelesaiakn penelitian ini dengan baik.

6. Abang saya, Danres Arwan Ranto Banjarnahor, dan adik – adik saya

(6)

iv

Gomgom Parulian Banjarnahor yang selalu memberikan doa dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat – sahabat seperjuangan saya Jansius Sitorus, Jepri Wandes

Nababan, Jerri Simanjuntak, dan Rinto Pangaribuan yang selalu setia

membantu dan menemani penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Teman – teman di PHYSICS PROLIX, Hendra Damos, David Hutajulu,

Dosni Sipahuar, dan Parasian Simbolon, William, Russell, Togar, Randy,

Trisno, Iwan, Ingot, Steven, Wahyu, Eman, Ilham, Fahmi, Simon, David

DPL, Hendra Gabe, Hendra Nababan, Rusti, Dyana, Ancela, Juliana,

Tabita, Nensi, Lilis, Widya, Putri, Henni, Rahel, Pesta, Lurani, Ita yang

sudah saling memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan

penulisan skripsi ini, “Semangat dan Jaya terus PHYSIC PROLIX”.

9. Abang kakak Alumni dan adik – adikku stambuk 2012, 2013, dan juga

adik – adikku stambuk 2014, yang telah memberikan dukungan dan

motivasi yang luar biasa sehingga penulis lebih bersemangat lagi untuk

menyelsaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang menbangun demi penyempurnaan isi

dan analisa yang disajikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2015

Hendri Pronoto Banjarnahor

110801072

(7)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

ABSTRAK

Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.

(8)

vi

ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE

THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON

ABSTRACT

It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component.

Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler

(9)
(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Table 2.4 Fungsi Pin-Pin pada Liquid Crystal Display 23 Table 4.1 Hasil Pengujian Power Supply pada Lampu

Mobil Depan 60 Watt 39 Table 4.2 Hasil pengujian Daya Terpasang pada Komponen Peltier 40 Table 4.3 Hubungan Antara Waktu Pendingin Freon dan Pendingin

(12)

x

Gambar 4.4 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 1 Liter Air 47

Gambar 4.5 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 2 Liter Air 49

Gambar 4.6 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 3 Liter Air 52

Gambar 4.7 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 4 Liter Air 54

Gambar 4.8 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 5 Liter Air 56

Gambar 4.9 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 6 Liter Air 59

Gambar 4.10 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 7 Liter Air 61

Gambar 4.11 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 8 Liter Air 64

Gambar 4.12 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 9 Liter Air 66

Gambar 4.13 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 10 Liter Air 68

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ADC = Analog to Digital Converter

Ah = Ampere Hours

ASCII = American Standart Code for Information Interchange CFC = Chloroflourocarbons

CMOS = Complementary Metal Oxide Semiconductorial CPU = Central Proccesing Unit

CTS = Clear to Send

DTE = Data Terminal Equipment DCE = Data Communication Equipment DSR = Data Set Ready

DTR = Data Terminal Ready DC = Direct Current

EEPROM = Electrical Erasable Programmable Read Only Memory

GND = Ground

IC = Intergrated Circuit I/O = Input/Output

LED = Light Emitting Dioda LSB = Least Significant Byte MSB = Most Significant Byte MHz = Mega Heartz

mA = Milli Ampere

RAM = Random Acces Memory ROM = Read Only Memory RTS = Request to Send

SLED = Superluminance Light Emitting Dioda TEC = Termoelektrik Cooler

Tc = Temperatur Cold Th = Temperatur Hot

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul

1. Tabel Data Penurunan Suhu dari 1 liter-10 Liter 2. Gambar alat secara keseluruhan

3. Gambar Rangkaian Alat

4. Program Alat secara Keseluruhan 5. Data Sheet

(15)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

ABSTRAK

Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.

(16)

vi

ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE

THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON

ABSTRACT

It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component.

Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan alat pendingin tidak pernah lepas dalam hidup manusia. Manusia

butuh alat pendingin untuk menyimpan berbagai benda, seperti : bahan baku

makanan dan minuman. Alat pendingin yang kerap digunakan adalah kulkas.

Semakin berkembangnya jaman, kulkas semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Hal

ini dapat ditandai dengan penjualannya yang terus meningkat. Pemakaian

teknologi pendingin sekarang masih terdapat berbagai kelemahan. Alat pendingin

kulkas memiliki kelemahan, yaitu: memakan ruang (dengan ukuran yang besar),

memiliki ancaman terhadap lingkungan (dengan gas CFC), serta masih banyak

memakan daya listrik.

Salah satu kelemahan alat pendingin tersebut yang perlu diperhatikan

secara khusus yaitu ukuran yang besar. Kulkas tidak praktis untuk dibawa

kemana-mana karena ukuran yang besar. Sedangkan, barang dengan ukuran

praktis dan fungsi yang serupa lebih menarik minat masyarakat sekarang.

Beberapa peneliti telah menyelidiki cara kerja termoelektrik cooler dan konversi

panas menggunakan kombinasi termodinamika dan non-termodinamika.

Mahdian Nasution (2013) dalam penelitiannya telah membuat dan

menganalisis alat pendingin air berkapasitas 5 liter. Dengan memanfaatkan

sensoer HSM-20G untuk mendeteksi perubahan suhu udara didalam ruang

pendinginan, mikrokontroler untuk pemprosesan data dan pengontrolan juga LCD

sebagai penampil data.

Berdasarkan hasil penelitian Mahdian (2013) bahwa pemanfaatan elemen

peltier sebagai pendingin dengan kipas pada sisi pendingin dan sisi buangan panas

adalah dari modul termoelektrik peltier cooler dengan melakukan simulasi

mendinginkan air yang diletakkan pada sisi ruang pendingina pada modul

termoelektrik peltier cooler. Dengan melakukan variasi volume sampel (tanpa

beban, 1 Liter, 2 lietr, 3 liter, 4 literdan 5 liter air) dibutuhkan waktu untuk

(18)

2

1588 menit) dengan gradient kecepatan v, penurunan suhu tiap keadaan (2.92,

1.85, 1.89, 1.59, 1.64 dan 1.90) menit-1.

Kemudian Nanang Sulistiyanto (2014) merrancang sebuah permodelan

pendingin termoelektrik pada Modul Superluminance LED. Berdasarkan

penelitian Nanang, fenomena-fenomena fisika terkait dengan kalor, sistem

pendingin termoelektrik dapat disimulasikan untuk memprediksi suhu junction

SLED, suhu sisi dingin dan panas TEC, dengan arus SLED, arus TEC dan suhu

lingkungan sebagai input. Hasil pengujian Nanang menunjukkan bahwa simulasi

sistem pendingin termoelektrik dapat digunakan untuk mempresentasikan mudul

SLED rill dengan kesalahan rms berkisar antara 0,50C sampai 0,60C pada kondisi

arus TEC sebesar 300mA dan arus SLED bervariasi dari 0 sampai 200 mA.

Pada tahum 2009 R. Umboh telah membuat perancangan alat pendingin

portable menggunakan elemen peltier. Sistem pendingin tersebut dapat digunakan

untuk menjaga suhu suatu objek berada dibawah suhu lingkungan. Untuk

menunjang kerja sistem pendingin tersebut, sistem pengendalian alat pendingin

tersebut dikerjakan sepenuhnya oleh Mikrokontroler AVR Atmega8535. Umboh

menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya dari sistem pendingin tersebut

tergantung pada objek atau beban pendinginan yang diberikan. Rata-rata suhu

yang dicapai adalah 200C untuk pendinginan selama 1 jam.

Maman Rahman (2013) juga pada penelitiannya yaitu menganalisis

pendingin termoelekrtik dengan menggunakan photovoltaic sebagai sumber

energi. Rahman memfokuskan penelitiannya pada analisis beban pendingin,

perhitungan pendingin Termoelektrik, perhitungan kapasitas accu untuk

penyimpanan energ dari photovoltaic. Rahman menyimpulkan penelitiannya

bahwa hasil analisis beban pendinginan dengan beban berupa enam botol air

mineral (masing-masing 600 ml) adalah 98,34 watt. Termoelektrik yang

digunakan adalah tipe TECI-12706 yang mampu mencapai temperature 50C. Accu

yang digunakan pada sistem ini menggunakan accu merk Yuasa 12V, 35Ah.

Sementara photovoltaic yang digunakan adalah merk solarindo tipe cx6 dengan

jumlah 40 sel, masing-masing dapat mengeluarkan 0,5V atau seharinya dapat

menghasilkan 480 watt. Photovoltaic ini mampu memenuhi kebutuhan energi

sebesar 296,4 Watt.

(19)

Pada aplikasinya, termoelektrik dapat dikembangkan pada kulkas kecil,

paket pendingin elektronik. Sementara dibidang industri terus dikembangkan dan

diamati serta dianalisis, termasuk pendingin air, pendingin insulin portable, wadah

minuman portable dan lain-lain. Sampai saat ini, alternatif yang lebih baik untuk

pendingin CFC masih diteliti dan dikembangkan. Dengan adanya latar belakang

ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS TERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGINAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON” dengan menggunakan mikrokontroler sebagai pusat kendalinya dan dapat merespon berapa suhu yang ada pada ruangan

pendingin yang dideteksi oleh sensor suhu, dan kemudian memberikan output ke

LCD (display).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang diangkat

dalam penelitian ini adalah alat pendingin konvensional yang selama ini beredar

di pasaran membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaikinya jika suatu saat

rusak, sementara jika diperbaiki dengan dengan menggunakan komponen

Termoelektrik cooler lebih murah dan lebih ramah lingkungan.

1.3 Batasan Masalah

Perancangan penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut :

1. Alat ini dirancang dengan menggunakan Feltier TEC1-12730

2. Menggunakan Mikkrokontroller ATMega 8535 dan PC sebagai data

logger aplikasi.

3. Pendingin konvensional yang digunakan Sanyo Freezer HF-S6L 150 Watt.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Merancang dan menganalisis alat pendingin berbasiskan Termoelektrik

(20)

4

2. Membandingkan kelebihan dan kelemahan Pendingin Termoelektrik

dengan Pendingin yang menggunakan gas Freon.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian alat ini merupakan bagian dari pengembangan teknologi

termoelektrik yang diaplikasikan pada alat pendigin. Penelitian alat ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap usaha

pengurangan penggunaan gas freon.

2. Dengan adanya penelitian ini, pendingi freon yang telah rusak dapat

dimaanfaatkan kembali dengan menggunakan komponen Termolektrik

Peltier Cooler.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun metodologi yang

digunakan dalam menyusun dan menganalisis hasil penelitian ini adalah :

1. Studi literature yang berhubugan dengan perancangan pembuatan dan

analisi alat ini.

2. Perancanagan dan pembuatan alat

Merencanakan peralatan yang dirancang baik hardware maupun software. 3. Pengujian Alat

Alat yang dibangun kemudian diuji apakah telah sesuai dengan apa yang

direncanakan.

4. Analisis hasil

Data yang telah didapat dari pengujian alat kemudian dianalisis dengan

menggunakan software

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman maka peneliti membuat

sistematika penulisan sebagai berikut :

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

metodologi penelitian atau teknik pengumpulan dan Sistematika Penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Dalam bab ini dijelaskan tentang teori pendukung pembahasan dasar dan

prinsip kerja alat. Teori pendukung itu antara lain tentang termoelektrik, elemen

peltier, prinsip kerja termoelektrik, sensor temperatur, mosfet, mikrokontroler,

LCD, dan IC Regulator.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Dalam bab ini membahas tentang perancangan alat, diagram blok dari

rangkaian alat dan diagram alir alat yang diisikan ke dalam mikrokontroler.

BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL

Dalam bab ini dibahas data-data hasil analisa alat dan prinsip kerja alat,

gambaran tiap rangkaian blok dan penjelasannya dan pengujian secara

keseluruhan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang berupa kesimpulan dari pmbahasan

analisis yang dilakukan dari pembuatan alat, juga saran yang ditujukan pada

(22)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Termoelektrik

2.1.1 Sejarah Singkat Termoelektrik

Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman,

Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika

sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan

diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam

menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum

kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.

Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier

untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua

buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan,

terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan

panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling

berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini

kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang

kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.

2.2 Efek-Efek Pendinginan Termoelektrik 2.2.1 Efek Seebeck

Efek Seebeck pertama kali diamati oleh dokter Thomas Johan Seebeck, pada

tahun 1821, ketika ia mempelajari fenomena ini terdiri dalam produksi tenaga

listrik antara dua semikonduktor ketika diberikan perbedaan suhu. Panas dipompa

ke satu sisi pasangan dan ditolak dari sisi berlawanan. Sebuah arus listrik yang

dihasilkan, sebanding dengan gradien suhu antara sisi panas dan sisi dingin.

Perbedaan suhu dingin diseluruh converter menghasilkan arus searah ke beban

menghasilkan tegangan terminal dan arus terminal. Tidak ada energi mencegah

(23)

proses konversi. Untuk alasan ini, pembangkit listrik termoelektrik

diklasifikasikan langsung sebagai daya konversi.

Efek seebek terjadi ketika suatu logam dengan beda temperatur antara

kedua ujungnya. Ketika logam tersebut di sambung, maka akan terjadi beda

potensial diantara kedua ujungnya. Efek ini digunakan dalam aplikasi termokopel.

Gambar 2.1 Skema Efek Seebek pada suatu bahan

Koefisien seebeck (S) disebut juga daya termoelektrik, seperti pada

persamaan berikut:

(2.1)

Keterangan:

S = Koefisien seebeck [Volt/oK]

= Potential termoelektri terinduksi [Volt]

T = Temperatur [oK]

2.2.2 Efek Joule

Perpindahan panas dari sisi dalam pendingin ke sisi luarnya akan mengakibatkan

timbulnya arus listrik dalam rangkaian tersebut karena adanya efek seebeck, maka

hal inilah yang dinamakan efek joule. Dalam hal ini sesuai dengan hukum ohm,

efek joule dirumuskan pada persamaan berikut:

Qj = I2 . R (2.2)

Keterangan:

Qj = Efek joule (panas joule) [Watt]

I = Arus [Ampere]

(24)

8

2.2.3 Efek Konduksi

Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke permukaan

yang dingin. Perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduktivitas. Besarnya perambatan tersebut dinyatakan dalam persamaan:

qc = U.(Th-Tc) (2.3)

Keterangan:

qc = Laju aliran panas [Watt]

U = Konduktivitas thermal [Watt/oK]

T1 = Temperatur hot junction [oK] To = Temperatur cold junction [oK]

2.2.4 Efek Peltier

Jean Charles Peltier pada tahun 1834 telah mendasari efek termoelektrik. Dia

mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah

rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan

kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya.

Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik.

Penemuan yang terjadi pada tahun 1834 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier.

Pada saat arus mengalir melalui thermocouple, temperature junction akan berubah dan panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang

lainnya akan membuang panas. Jika sumber arus dibalik, maka permukaan yang

panas menjadi dingin dan sebaliknya. Gejala ini disebut efek peltier yang

merupakan dasar pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa

perpindahan panas sebanding terhadap arus yang mengalir. Persamaan dari efek

adalah sebagai berikut:

(2.4)

Keterangan:

= Koefisien peltier [Volt]

Q = Beban perpindahan panas dari junction [Watt]

Iab = Arus [Ampere]

(25)

2.2.5 Efek Thomson

Pada tahun 1854 seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Thomson

mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat penyerapan atau pengeluaran

panas bolak-balik dalam konduktor homogen yang terkena perbedaan panas dan

perbedaan listrik secara simultan. Koefisien Thomson dapat dinyatakan dalam

persamaan berikut:

(2.5) Keterangan:

= Koefisien Thomson

Q = Beban perpindahan panas yang diserap konduktor [Watt]

I = Arus [Ampere]

= Perbedaan temperature [oK]

(H.J. Goldsmid, 1960)

2.3 Elemen Termoelektrik Peltier

Semikonduktor adalah bahan pilihan untuk termoelektrik yang umum dipakai.

Bahan semikonduktor termoelektrik yang paling sering digunakan saat ini adalah

Bismuth Telluride (Bi2Te3) yang telah diolah untuk menghasilkan blok atau elemen yang memiliki karakteristik individu berbeda yaitu N dan P.

Bahan termoelektrik lainnya termasuk Timbal Telluride (PbTe), Silicon Germanium (SiGe) dan Bismuth-Antimony (SbBi) adalah paduan bahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu. Namun, Bismuth Telluride adalah bahan terbaik dalam hal pendinginan. Bismuth Telluride memiliki dua karakteristik

yang patut dicatat. Karena struktur kristal, Bismuth Telluride sangat anisotropic. Perilaku anisotropic perlawanan lebih besar daripada konduktivitas termalnya. Sehingga anisotropic ini dimanfaatkan untuk pendinginan yang optimal. Karakteristik lain yang menarik dari Bismuth Telluride adalah kristal Bismuth Telluride (Bi2Te3) terdiri dari lapisan heksagonal atom yang sama. Termoelectrik dibangun oleh dua buah semikonduktor yang berbeda, satu tipe N dan yang

lainnya tipe P. (mereka harus berbeda karena mereka harus memiliki kerapatan

(26)

10

diposisikan paralel secara termal dan ujungnya digabungkan dengan lempeng

pendingin biasanya lempeng tembaga atau aluminium.

Elemen termoelektrik merupakan semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang

dihubungkan dalam suatu rangkaian listrik tertutup yang terdapat beban. Dari

perbedaan suhu yang ada pada tiap junction ditiap semikonduktor tersebut akan

menyebabkan electron berpindah dari sisi panas menuju sisi dingin.

Jika pada batang logam semikonduktor berlaku prinsip kedua efek (efek

Seeback dan efek Peltier), batang semikonduktor dipanaskan dan didinginkan

pada dua semikonduktor tersebut, maka electron pada sisi panas semikonduktor

akan bergerak aktif dan memiliki kecepatan aliran yang lebih tinggi dibandingkan

dengan sisi dingin semikonduktor. Dengan kecepatan yang lebih tinggi pula, maka

electron dari sisi panas akan mengalami difusi ke sisi dingin dan menyebabkan

timbulnya medan elektrik pada semikonduktor tersebut.

Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelektrik cooler) merupakan alat yang adapat menimbulkan perbedaan sushu antara kedua sisinya

jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya. Dalam hal ini

refrigerasi, keuntungan utama dari elemen peltier adalah tidak adanya bagian yang

bergerak atau cairan yang bersikulasi dan ukurannya kecil serta bentuknya sangat

mudah untuk direkayasa. Sedangkan kekurangan dari elemen peltier ada pada

faktor efisiensi daya yang rendah dan biaya perancangan sistem masih relatif

mahal. Namun kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan

elemen peltier yang lebih murah dan juga efisien. (Rio Wirawan, 2012)

Gambar 2.2 Penampang Termoelektrik

(Sumber: Www.Tellurex.Com)

(27)

2.4 Prinsip Kerja Termoelektrik

2.4.1 Prinsip Kerja Termoelektrik Sebagai Pendingin

Modul pendingin termoelektrik bekerja berdasarkan efek Peltier akan berfungsi

apabila arus listrik DC dialirkan pada satu atau beberapa pasangan semikonduktor

tipe N dan tipe P.

Gambar 2.3 Proses Pemindahan Panas (Sumber : www.tellurex.com)

Gambar diatas menunjukan aliran elektron dari semikonduktor tipe P yang

memiliki tingkat energi lebih rendah, menyerap kalor di bagian yang didinginkan

lalu elektron mengalir menuju semikonduktor tipe N melalui konduktor

penghubung yang permukaannya (Tc) akan mengalami penurunan temperatur.

Kalor yang diserap akan berpindah melalui semikonduktor bersamaan

dengan pergerakan elektron ke sisi panas modul (Th). Pada kondisi ideal, jumlah

kalor yang diserap pada sisi dingin dan dilepas pada sisi panas bergantung pada

koefisien Peltier dan arus listrik yang digunakan. Pada saat dioperasikan jumlah

kalor yang diserap pada sisi dinign akan berkurang dikarenakan dua faktor, yaitu

kalor yang terbentuk pada material semikonduktor dikarenakan perbedaan

temperatur antara sisi dingin dan sisi panas modul (conducted heat) dan Joule.

Heat yang nilainya akan sama dengan kuadrat dari arus listrik yang

digunakan. Sehingga pada kondisi apapun kesetimbangan termal yang terjadi

karena efek Peltier pada sisi dingin akan sama dengan jumlah kalor yang

(28)

12

a) Modul termoelektrik tidak memiliki bagian yang bergerak,

sehingga untuk perawatan lebih mudah.

b) Pengujian usia pakai telah membuktikan bahwa modul

termoelektrik bisa digunakan selama 100.000 jam.

c) Modul termoelektrik tidak memiliki kandungan

chloroflourocarbons (CFC) atau material lainnya yang

membutuhkan penambahan berkala.

d) Modul termoelektrik bisa dioperasikan pada lingkungan yang

terlalu kecil bagi sistem pendingin konvensional.

Dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada modul termoelektrik,

penggunaan termoelektrik saat ini telah melingkupi banyak area penggunaan,

misalnya teknologi militer, ruang angkasa peraltan komersil dan industri.

2.4.2 Parameter Penggunaan Modul Termoelektrik

Setiap modul termoelektrik yang digunakan untuk aplikasi pendingin

dikarakterisasikan kedalam beberapa parameter penggunaan yang menentukan

pemilihan modul yang lebih akurat diantara banyak pilihan modul yang tersedia.

Berikut beberapa parameter yang menjadi dasar pemilihan modul termoelektrik :

a) Jumlah kalor yang akan diserap oleh sisi dingin modul.

b) Perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin modul

ketika beroperasi.

c) Arus listrik yang digunakan oleh modul.

d) Tegangan listrik yang diugunakan oleh modul.

e) Temperatur tertinggi dan terendah lingkungan dimana modul

beroperasi.

2.5 Sistem Pendingin Konvensional (Kulkas)

Semua berawal dari Hukum Termodinamika. Hukum Termodinamika berlaku untuk prinsip kerja lemari es. Seperti yang kita ketahui, energi panas selalu

bergerak menuju ke daerah yang lebih dingin. Tetapi lemari es mengalirkan energi

panas dari dalam ke udara yang lebih hangat di luar meskipun memiliki cara kerja

yang berlawanan, prinsip kerja lemari es masih berhubungan erat dengan hukum

(29)

perpindahan kalor. Sebuah lemari es harus melakukan tugas untuk membalikkan

arah normal aliran energi panas. Tugas itu melibatkan penggunaan energi yang

bertujuan untuk memindahkan sesuatu, dan untuk melakukannya sebuah lemari es

membutuhkan energi. Dalam kasus ini, energi itu disediakan oleh listrik.

Gambar 2.4 Proses Pendinginan Pada Kulkas (Sumber: researchthetopic.wikispaces.com)

Kunci proses kulkas dan sistem pendingin lain agar dapat bekerja terdapat

pada refrigeran. Refrigeran ialah zat semacam Freon yang bertitik didih rendah

sehingga dapat memfasilitasi perubahan bentuk antara cair dan gas. Sebagai cairan,

refrigeran berperan dalam penyerapan energi panas dari udara dingin di dalam

lemari es untuk diubah menjadi gas.

Jadi pertama-tama, energi panas ditransfer ke dalam lemari es untuk

menjadi cairan dingin yang melewati sebuah mesin evaporator. Lalu referigeran,

yang sudah dibahas sebelumnya, menyerap energi panas agar menjadi lebih

hangat lalu akhirnya berubah bentuk menjadi gas. Gas yang terbentuk sebelumnya,

dialirkan melalui compressor agar cairan pendingin memiliki temperatur yang

lebih tinggi. Refrigeran dengan suhu yang lebih tinggi tersebut selanjutnya

mengalir melalui kondensor, dimana terjadi transfer energi panas ke kumparan

pendingin kondensor. Akhirnya, refrigeran tersebut kehilangan energi panasnya

dan berubah menjadi energi dingin kembali, serta mengalami peristiwa

kondensasi menjadi cairan. Selanjutnya refrigeran masuk ke tabung Ekspansi,

dimana merupakan tempat yang memiliki ruangan untuk menyebarkan cairan

(30)

14

refrigeran tersebut kemudian mengalir kembali ke evaporator. Selanjutnya siklus

itu kembali berulang. (K.Handoko, 1981)

2.6 Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik

Bahan termoelektrik adalah semikonduktor yang merupakan benda padat atau

logam yang mempunyai nilai-nilai diantaranya nilai resistansi konduktor dan

isolator. Cold junction akan menyerap panas dari produk yang dikondisikan, bagian ini sama fungsinya dengan evaporator pada sistem pendinginan kompresi

uap. Hot junction yang mengeluarkan atau membuang panas ke luar, bagian ini sama fungsinya dengan kondenser. Sama halnya dengan kondenser yang

menggunakan sirip-sirip untuk mempercepat pembuangan panas nya,

termoelektrik pada sisi hot junction juga dtambahkan dengan heat sink untuk mempercepat proses pembuangan panas. Proses pembuangan panas di sini juga

dimanfaatkan untuk memanaskan air, supaya energi panasnya tidak terbuang

begitu saja. Sumber arus searah pada termoelektrik sama fungsinya dengan

kompresor pada sistem kompresi uap. Pengeluaran dan penyerapan panas hanya

terjadi pada kedua sisi junction, besarnya kalor yang diserap dan dikeluarkan adalah sebagai berikut:

Qo = 2.α. Tc .I – I2 (R/2) – k (Th – Tc) (2.6)

Q1 = 2α . Th .I – K. T + ½ . I2.R (2.7)

Keterangan:

Qo = Besar kalor yang diserap [Watt]

Q1 = Besar kalor yang dilepas [Watt]

T = Perbedaan temperature [oK]

= Kekuatan termoelektrik dari 2 material [Volt/oK]

R = Tahanan total [Ohm]

K = Konduktifitas thermal dari 2 material [Watt/oK]

I = Arus yang mengalir [Ampere]

Th = Temperatur hot junction [oK] Tc = Temperatur cold junction [oK]

(Roy. J. Dossat, 1978)

(31)

2.6.1 Beban Pendinginan

Beban pendinginan yang dimaksud dalam analisis ini adalah beban panas yang

berasal dari produk yang didinginkan dan beban panas dari luar yang harus diatasi

oleh sistem untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban pendinginan dari

suatu ruangan akan menentukan kapasitas dari mesin pendingin yang digunakan.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung beban

pendinginan dari suatu ruangan pendingin yaitu, perbedaan temperatur ruangan

yang akan dikondisikan dengan tempertur luar, struktur bahan yang dipakai dalam

perancangan, produk yang akan didinginkan,serta hal-hal lainnya yang

mempengaruhi beban pendinginan.

2.6.2 Beban Panas dari Luar

Beban panas dari luar berasal dari konduksi udara luar dengan dinding. Besarnya

beban panas dari luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

. . ∆ (2.8)

Keterangan :

Q = Jumlah panas yang dipindahkan (Watt)

A = Luas Permukaan (m2)

U = Angka koefisien perpindahan panas (Watt/ m2.0C)

t = Perbedaan temperatur (0C)

Harga koefisien perpindahan panas total (U) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

" # (2.9)

Keterangan:

U = Harga koefisien perpindahan panas [Watt/m2.oC]

k1,k2,..kn = Konduktivitas thermal material [Watt/m.oC]

x = Tebal material [m]

(32)

16

Nilai $1 adalah 1,65 BTU/h = 9,27 Watt/m2.oC

$0 = Koefisien lapisan udara bagian luar [Watt/cm2.oC]

Nilai $0 adalah 4 BTU/h = 22,7 Watt/m2.oC

(Roy. J. Dossat, 1978)

2.6.3 Beban Panas Dari Dalam

Beban panas dari dalam ruangan merupakan beban panas yang harus dibuang dari

ruangan tersebut untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban panas dari

dalam ruangan berasal dari panas produk yang didinginkan. Panas produk adalah

beban panas yang harus dibuang untuk mencapai temperatur produk sesuai

dengan yang telah ditentukan. Beban panas dari produk dapat dibagi menjadi 2,

yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Perancangan ini beban panas

produk hanya berasal dari beban panas sensible yaitu panas yang menyebabkan

terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur tanpa terjadinya perubahan wujud.

Udara didalam ruangan dianggap 27oC dan air dikondisikan untuk mencapai

temperatur -21oC.

Beban panas sensibel produk dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut:

'. (. ∆ (2.10)

Keterangan:

Q = Jumlah panas yang dipindahkan [kj]

m = Berat produk [kg]

c = Panas spesifik [kj/kg.oC]

T = Perbedaan temperatur [oC] (Roy. J. Dossat, 1978)

2.6.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang cara untuk meramalkan

perpindahan (distribusi) energi berupa panas yang terjadi karena adanya

perbedaan temperatur di antara benda atau material. Perpindahan panas dapat

dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

(33)

Perpindahan panas secara konduksi adalah distribusi energi berupa panas

yang terjadi pada benda atau medium yang diam (padat) bertemperatur tinggi ke

bagian benda yang bertemperatur rendah atau terdapat gradien temperatur pada

benda tersebut. Rumus dasar perpindahan panas secara konduksi adalah :

Q −+ , -∆ (2.11)

Dimana:

Q = laju perpindahan panas (Watt) K = konduktivitas panas (W/m.0C)

A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2)

T = beda temperatur (0C) x = ketebalan bahan (m)

Perpindahan panas konveksi adalah distribusi energi berupa panas yang

terjadi karena terdapat aliran fluida. Persamaan dasar perpindahan panas konveksi

adalah :

Q = h.A. (Tw Ta) (2.12) Dimana:

Q = laju perpindahan panas (Watt)

h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2) Tw = temperatur permukaan benda (0C)

Ta = temperatur fluida (0C)

Perpindahan panas radiasi adalah distribusi energi berupa panas yang

terjadi melalui pancaran gelombang cahaya dari suatu zat ke zat yang lain tanpa

zat perantara. Untuk menghitung besarnya panas yang dipancarkan yaitu

menggunakan rumus :

Q = e AT 4 s (2.13)

Dimana:

(34)

18

T = temperatur permukaan benda (K) σ= konstanta Stefan Boltzmann (W/m2.K4)

Untuk benda hitam sempurna nilai emisivitasnya (ε) adalah 1 dan besar nilai σ =

5,67.10-8 W/m2.K4 (Holman J.P, 1995)

2.7 Mikrokontroler Atmega 8535

Mikrikontroler merupakan sebuah single chip yang didalamnya telah dilengkapi

CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Acces Memory), ROM (Read

Only Memory), input dan output, time/counter, serial comport secara spesifik

digunakan untuk aplikasi-aplikasi control dan aplikasi serbaguna. Mikrokontroller

umumnya bekerja pada frekuensi 4MHz – 40MHz. Perangkat ini sering digunakan

untuk kebuthan kontrol tertentu seperti pada sebuah penggerak motor. ROM

(Read Only Memory), yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu

daya. Sesuai dengan keperluannya, sesuai dengan susunan MCS-51. Memori

penyimpanan program dinamakan sebagai memory program. RAM ( Random

Acces Memory) isinya akan begitu sirna jika IC kehilangan catu daya dan dipakai

untuk menyimpan data ini disebut sebagai memori data.

ATMEGA 8535 memiliki dua jenis memori, yaitu program memory dan

data memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM memory untuk

penyimpanan data. ATMEGA 8535 memiliki On-Chip In-System

Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan memori. Untuk alasan

keamanan, program memory dibagi menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section dan ApplicationFlash Section. Boot Flash Section digunakan untuk menyimpan program Boot Loader, yaitu program yang harus dijalankan pada saat AVR reset

atau pertama kali diaktifkan.

Aplication Flash Section digunakan untuk menyimpan program aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini sebelum

menjalankan program Boot Loader. Besarnya memory Boot Flash Section dapat

diprogram dari 128 kata sampai 1024 kata tergantung setting pada konfigurasi

bitdi register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program pada

Aplication Flash Section juga sudah aman. Pada ATMEGA8535. Terdapat 608

lokasi address data memori, 96 lokasi address digunakan untuk register file dan

(35)

I/O register terdiri dari 64 register. ATMEGA 8535 memiliki EEPROM 8 bit

sebesar 512 byte untuk menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan system

address register, data register dan control register yang dibuat khusus untuk

EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF. (Widodo,B. 2008)

2.8 Interface MAX-232

Interface MAX-232, atau yang juga di kenal sebagai RS-232 merupakan suatu

interface yang menghubungkan antara terminal data dari suatu peralatan dan

peralatan komunikasi data yang menjalankan suatu pertukaran data biner secara

serial. RS 232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi

periperal ke periperal. Biasa juga disebut dengan jalur I/O (input/output). Contoh

yang paling sering ditemui adalah koneksi antara komputer dan modem, atau

komputer dengan mouse atau komputer dengan komputer, semua biasanya

dihubungkan lewat jalur port serial RS232. Standar ini menggunakan beberapa

piranti dalam implementasinya. Paling umum yang dipakai adalah plug/konektor

DB9 atau DB25. Untuk RS232 dengan konektor DB9, biasnya dipakai untuk

mouse, modem, kasir register dan lain sebagainya, sedang yang konektor DB25,

biasanya dipakai untuk joystik game.

Standar RS 232 ditettapkan oleh Electronic IndustryAssociation and

Telecomunication Industry Association pada tahun 1962. Nama lengkapnya

adalah EIA/TIA-232 Interface Between Data Terminal Equipment and Data

Circuit Terminating Equipmen Employing Serial Binary Data Interchange. Port

Seial RS232 juga mempunyai fungsi yaitu untuk menhubungi/koneksi dari

perangkat yang satu dengan perngkat yang lain, atau peralatan standard yang

menyangkut komunikasi data antara komputer dengan alat-alat pelengkap

komputer. Standard RS-232 mendefenisikan kecepatan 256 kbps atau lebih rendah

dengan jarak kurang dari 15 meter, namu belakangan ini sering ditemukan jalur

kecepatan tinggi pada komputer pribadi dan dengan kabel berkualitas tinggi, jarak

maksimum juga ditingkatkan secara signifikan. Dengan susunan pin khusus yang

disebut null modem cable, standar RS-232 dapat juga untuk komunikasikan data

(36)

20

Karakteristik elektris yang dimilki EIA-232 menspesifikasikan bahwa

untai-untai tak seimbang digunakan dengan tegangan positif antara +3 sampai

+25V. pada tegangan ini isyarat dikenal sebagai biner 0 atau ON atau space. Sedangkan tegangan -3 sampai -25 v menyatakan biner 1 dan keadaan OFF atau

Mark. Sedangkan tegangan antara -3 sampai +3 V disebut sebagai daerah transisi yang besaran tegangannya tidak berlaku atau invalid. Beberapa sinyal beserta fungsinya yang terdapat pada RS-232 yaitu :

• Pin1 (Shield), dapat dihubungkan dengan casis peratalatan dan diutamakan untuk menggunakan kabel dengan shield (pelindung) karena dengan

demikian akan dapat mengurangi interferensi pada lingkungan yang

banyak noise. Sinyal ini disebut juga dengan protective ground (Gnd). • Pin 2 (Transmitted Data) , digunakan sebagai pengirim sinyal dari Data

Terminal Equipment (DTE) menuju ke Data Communication Equipment (DCE)

• Pin 3 (Received Data), digunakan oleh DTE untuk menerima sinyal dari DCE. Jadi sinyal dikirim dari DCE melalui terminal ini.

• Pin 4 (Request to Send atau RTS), digunakan oleh DTE untuk membangkitkan gelombang carrier dari modem.

• Pin 5 (Clear to Send atau CTS), biasanya dihubungkan secara langsung dengan RTS untuk transmisi secara langsung 2 PC yang menggunakan

Cross-cable. Pada penerapan ini antara RTS dan CTS ditambahkan timer

agar delay dapat diatur dengan besar tertentu untuk menghidupkan

gelomang carrier pada DCE.

• Pin 6 (Data Set ready atau DSR), berfungsi untuk memberikan sinyal yang menyatakan modem dalam keadaan siap dipergunakan. Jika sinyal ini

diberikan maka modem dalam keadaan menyala dan tidak sedang

melakukan self-testing.

• Pin 7 ( Signal Ground), merupakan ground sinyal referensi bagi semua sinyal atau semua pin yang ada (data, timing, control-signal)

• Pin 8 (Data Carrier Detect), digunakan untuk menghasilkan sinyal yang mampu mendeteksi danya sinyal pada saluran yang dapat diterima. Sinyal

ini diperlukan oleh DTE sebelum mengirimkan atau menerima data.

(37)

• Pin 9 dan 10 (reserve for testing), sebagai pin cadangan untuk melakukan testing

• Pin 11 (unassigned)- tidak ditetapkan dengan pasti

• Pin 12,13,14,16 dan 19 (secondary channel), merupakan saluran sinyal sekunder. Secondary channel biasanya melewatkan sinyal pada arah yang

berlawanan dan pada kecepatan transfer data yang rendah.

• Pin 15 dan 17 (Transmitter/receiver signal element timing), digunakan oleh modem yang bekerja dengan metode pengiriman sinkron untuk

pengontrolan bit timing. Pin 15 untuk pengontrolan transmitter bit timing

dan pin 17 untuk receiver bit timing.

• Pin 20 (Data Terminal Ready), sinyal DTR dapat dipakai untuk memaksa DCE untuk segera bereaksi karena terdapatnya indicator panggilan agar

segera menjawab panggilan tersebut. Hal ini sangat penting artinya,

terutama jika modem berda pada posisi auto-answer.

• Pin 21 (Remote Loopback) digunakan untuk menandakan bahwa kualitas gelombang carrier diterima dalam kondisi yang cukup atau tidak terlalu

lemah.

• Pin 22 ( Ring Indikator), untuk memberikan sinyal yang mengidinkasikan bahwa DCE memberitahu DTE akan adanya sinyal dering (ringing) pada

telepon. Sinyal ini mampu mendeteksi besarnya teganga dering yang

kemudian dikirm ke DTE dan diteruskan ke modem untuk menjawab

panggilan lewat oin ini.

• Pin 24 (Transmit Signal Element Timing), pin ini digunakan oleh modem yang bekerja pada metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit

timing.

(38)

22

2.9 Sensor Suhu IC LM35

Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat

dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature

sensor seperti pada gambar 2.1

Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor

IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk

Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan

dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis

suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti

bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.

IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena

ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada

temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC

LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator

tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay

sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam

suhu ruangan.

LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek,

karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus.

LM35 tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C

pada temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35

dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C

(39)

pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga

tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik

sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).

2.10 Liquid Crystal Display (LCD)

LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau

menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah

jenis LCD M1632. LCDM1632 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2

baris dengan konsumsi daya rendah. M1632 adalah merupakan modul LCD

dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya yang rendah. Kegunaan LCD

banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan

mikrokontroler. LCD dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor,

menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler.

Gambar 2.12 berikut ini adalah Pin LCD M1632.

Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display

Sebagaimana terlihat pada kolom deskripsi (symbol and functions), interface LCD

(40)

24

cepat dalam pembacaan dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang

ditampilkan sepanjang 8 bit dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu.

Jika mode 4 bit yang digunakan, maka 2 nibble data dikirim untuk membuat

sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock

EN setiap nibblenya). Gambar 2.12 berikut adalah contoh LCD (2×16) yang

umum digunakan :

Gambar 2.6 LCD M1632

Jalur kontrol EN digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller

mengirimkan data ke LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset

EN ke kondisi high (1) dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan

R/W) atau juga mengirimkan data ke jalur data bus. Saat jalur lainnya sudah siap,

EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat (tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS berada dalam kondisi low (0),

data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi

khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS dalam kondisi high

atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan ditampilkan dilayar.

Misal, untuk menampilkan huruf pada layar maka RS harus diset ke 1.

Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data

bus akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka

program akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan

hanya satu, yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan

instruksi penulisan. Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W

selalu diset ke 0. Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang

dipilih pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6

dan DB7. Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode

operasi primer.

(41)

Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi

merupakan hal yang paling penting. Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika

kecepatan menjadi keutamaan dalam sebuah aplikasi dan setidaknya minimal

tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8 pin untuk data). Sedangkan mode 4 bit

minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin untuk kontrol, 4 untuk data). Aplikasi

dengan LCD dapat dibuat dengan mudah dan waktu yang singkat, mengingat

koneksi parallel yang cukup mudah antara kontroller dan LCD. (Setiawan, 2011)

2.11 MOSFET

MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) merupakan salah

satu jenis transistor yang memiliki impedansi mauskan (gate) sangat tinggi

(Hampir tak berhingga) sehingga dengn menggunakan MOSFET sebagai saklar

elektronik, memungkinkan untuk menghubungkannya dengan semua jenis

gerbang logika. Dengan menjadikan MOSFET sebagai saklar, maka dapat

digunakan untuk mengendalikan beban dengan arus yang tinggi dan biaya yang

lebih murah daripada menggunakan transistor bipolar.

Untuk membuat MOSFET sebagai saklar maka hanya menggunakan

MOSFET pada kondisi saturasi (ON) dan kondisi cut-off (OFF).

(42)

26

Pada daerah Cut-Off MOSFET tidak mendapatkan tegangan input (Vin = 0V)

sehingga tidak ada arus drain Id yang mengalir. Kondisi ini akan membuat

tegangan Vds = Vdd. Dengan beberapa kondisi diatas maka pada daerah cut-off

ini MOSFET dikatakan OFF (Full-Off). Kondisi cut-off ini dapat diperoleh

dengan menghubungkan jalur input (gate) ke ground, sehingga tidaka ada

tegangan input yang masuk ke rangkaian saklar MOSFET. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Cut-Off

Karakeristik MOSFET pada daerah Cut-Off antara lain sebagai berikut.

1. Input gate tidak mendapat tegangan bias karena terhubung ke ground (0V)

2. Tegangan gate lebih rendah dari tegangan treshold (Vgs < Vth)

3. MOSFET OFF (Fully-Off) pada daerah cut-off ini.

4. Tidak arus drain yang mengalir pada MOSFET

5. Tegangan output Vout = Vds = Vdd

6. Pada daerah cut-off MOSFET dalam kondisi open circuit.

Dengan beberapa karakteristik diatas maka dapat dikatakan bahawa

MOSFET pada daerah Cut-Off merupakan saklar terbuka dengan arus drain Id = 0

Ampere. Untuk mendapatkan kondisi MOSFET dalam keadaan open maka

tegnagan gate Vgs harus lebih rendah dari tegangan treshold Vth dengan cara

menghubungkan terminal input (gate) ke ground.

2.11.2 Wilayah Saturasi (MOSFET ON)

Pada daerah saturasi MOSFET mendapatkan bias input (Vgs) secara maksimum

sehingga arus drain pada MOSFET juga akan maksimum dan membuat tegangan

Vds = 0V. Pada kondisi saturasi ini MOSFET dapat dikatakan dalam kondisi ON

secara penuh (Fully-ON).

(43)

Gambar 2.9 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Saturasi

Karakteristik MOSFET pada kondisi saturasi antar lain adalah :

1. Tegangan input gate (Vgs)

2. tinggi Tegangan input gate (Vgs) lebih tinggi dari tegangan treshold

(Vgs>Vth)

3. MOSFET ON (Fully-ON) pada daerah Saturasi

4. Tegangan drain dan source ideal (Vds) pada daerah saturasi adalah 0V

(Vds = 0V)

5. Resistansi drain dan source sangat rendah (Rds < 0,1 Ohm)

6. Tegangan output Vout = Vds = 0,2V (Rds.Id)

7. MOSFET dianalogikan sebagai saklar kondisi tertutup

Kondisi saturasi MOSFET dapat diperoleh dengan memberikan tegangan

input gate yang lebih tinggi dari tegangan tresholdnya dengan cara

menghubungkan terminal input ke Vdd. Sehingga MOSFET mejadi saturasi dan

(44)

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem

Adapun diagram blok dari sistem yang dirancang adalah seperti yang

diperlihatkan pada gambar 3.1 berikut ini :

Driver relay

ELEMEN PELTIER

Sensor Suhu Ruang Pendingin

Mikrokontroler

LCD

buzzer

RS 232

PC Pendingin Gas

Freon Pembuangan panas

DRIVER REG. ARUS

SENSOR SUHU

SETTING

Gambar 3.1 Desain Blok Diagram Sistem

Diagram blok pada gambar 3.1 dapat diuraikan sebagai berikut :

1. LCD (liquid crystal Display) berfungsi seabagai tampilan penunjuk suhu

di dalam ruangan pendingin.

2. Buzzer berfungsi sebagai indikator permintaan suhu.

3. Mikrokontroler berfungsi sebagai pemproses masukan dari sensor suhu

pada masing-masing pendingin dan membandingkannya, menampilkan

pembcaan suhu di dalam kabinet pendingin melalui LCD, mengendalikan

(45)

kerja elemen peltier dan kipas DC berdasarkan perintah-perintah yang

telah diprogramsebelumnya pada mikrikontroler.

4. Sensor suhu berfungsi untuk mengukur/ membaca suhu ruangan pada

masing-masing pendingin dan mengirimkannya pada mikrokontroler.

5. Siklus pendingin berfungsi mempercepat pembuangan/ penyerapan panas.

6. Ruang pendingin berfungsi sebagai tempat objek yang diinginkan.

7. Pembuangan panas berfungsi sebagai tempat pembuangan panas dari

pendingin Termoelektrik.

8. Driver relay berfungsi sebagai rangkaian kopel untuk mengendalikan aktif

tidaknya dc kipas yang dipicu dari sinyal output Mikrokontroler.

9. PC berfungsi untuk menginterface semua data yang masuk ke

mikrokontroler yang dikomunikasikan lewat RS-232.

10. Driver regulator arus berfungsi sebagai pengontrol arus.

3.2 Perancangan Rangkaian Tiap Blok

3.2.1 Perancangan Kotak Pendingin Termoelektrik

Pendingin termoelektrik menggunakan kotak kulkas 150 watt yang sudah

rusak. Kotak pendingin kulkas yang sudah rusak tersebut dipebaiki dan dan

rangkai kembali menjadi sebuah kotak pendingin yang bagus menggunakan

termoelektrik cooler. Alat ini dikondisikan dingin dengan menggunakan unit

pendingin termoelektrik, tempat penyimpanan benda-benda yang akan

didinginkan, heat sink dan blower.

Struktur bahan yang digunakan pada kotak pendingin ini dilapisi aluminium

dibagian bawah ruangan kotak pendingin sebagai penyalur dingin dari

termoelektrik dengan ketebalan 0,1 cm (0,001 m). Bahan kedua menggunakan solid plastic di bagian atas kotak pendingin yang bertujuan untuk meminimalisir aliran dingin dari termoelektrik ke bagian atas, karena bagian atas kotak pendingin

adalah bagian untuk membuka dan menutup pendingin itu sendiri. Ketebalan solid plastic itu sendiri adalah 0,2 cm (0,002 m). Sementara untuk kain plastic, ketebalannya adalah 0,2 cm (0,002 m). Insulasi coolbox ini menggunakan

(46)

30

3.2.2 Perancangan Peltier Dengan Heatsink

Dalam sistem ini termoelektrik yang digunakan adalah peltier super cooler

TEC1-12730,adapun heatsink yang digunakan pada ruangan pendingin adalah untuk

menyerap dingin yang dihasilkan peltier dan diteruskan oleh kipas ke seluruh

ruangan sehingga suhu seluruh ruang homogen.

Untuk menentukan luas permukaan heatsink yang digunakan digunakan

persamaan perpindahan kalor konduksi, dengan mengasumsikan heatsink

seluruhnya adalah aluminium. Dalam hal ini laju perpindahan panas (P) sebesar

146 watt, beda tempetatur (∆T) bernilai 480C, ketebalan aluminium (x) sebesar

0.05 meter dan konduktivitas panas (k) untuk aluminium sebesar 200 Watt/m 0C.

Jika waktu pendinginan (t) dilakukan selama 1 jam atau 3600 detik, maka dapat

diperoleh luas heatsink yang diperlukan sesuai dengan rumus berikut :

Q + , ∆

- ./ 0 × 2, Maka dapat diperoleh

+×,×∆

- 0 × 2

A = 34 5-6477 - 7.78 9

:77<=; - 3> ?

Sehingga luas permukaan heatsink yang dibutuhkan untuk pendinginan 3600

detik atau 1 jam adalah seluas 2,628 m2.

3.2.3 LCD (Liquid Crystal Display)

LCD digunakan untuk menampilkan hasil pengolahan data pada mikrokontroler

dalam bentuk tulisan. Pada alat ini, mode pemrogram LCD yang digunakan adalah

mode pemrograman 4 bit. Dengan demikian, pin data LCD yang dihubungkan ke

mikrokontroler hanya pin D4,D5, D6, dan D7. Sedangkan untuk jalur kontrolnya,

pin LCD yang dihubungkan adalah pin RS dan E. LCD pada alat ini hanya

digunakan sebagai penampil, sehingga pin R/W nya dihubungkan ke ground.

LCD (Liquid Crystal Display) berfungsi untuk menampilkan besar suhu

yang diukur oleh sensor dan juga waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai

besar suhu yang telah ditentukan. Jenis LCD (Liquid Crystal Display) yang

digunakan adalah ukuran 2 x 16 karakter, dan LCD (Liquid Crystal Display) ini

(47)

dicatu dengan 5 volt tegangan DC. Gambar dibawah ini menjelaskan Rangakaian

minimum LCD (Liquid Crystal Display):

Gambar 3.2 Rangkaian LCD karakter 2x16

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa LCD 16×2 mempunya 16 pin.

sedangkan pengkabelanya adalah sebagai berikut :

1. Kaki 2 dan 16 terhubung dengan Ground (GND)

2. Kaki 1 dan 15 terhubung dengan VCC (+5V)

3. Kaki 3 dari LCD 16×2 adalah pin yang digunakan untuk mengatur kontras

kecerahan LCD. Jadi kita bisa memasangkan sebuah trimpot 103 untuk

mengatur kecerahanya. Pemasanganya seperti terlihat pada rangkaian

tersebut. Karena LCD akan berubah kecerahanya jika tegangan pada pin 3

ini di turunkan atau dinaikan.

4. Pin 4 (RS) dihubungkan dengan pin mikrokontroler

5. Pin 5 (RW) dihubungkan dengan GND

6. Pin 6 (E) dihubungkan dengan pin mikrokontroler

7. Sedangkan pin 11 hingga 14 dihubungkan dengan pin mikrokontroler

(48)

32

3.2.4 Rangkaian Power Supply (PSA)

Rangkaian ini berfungsi untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian yang

ada. Rangkaian PSA yang dibuat yaitu Travo CT. Berikut merupakan rangkaian

power supplay yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3.3 Rangkaian Power Supply

Trafo yang digunakan merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk

menurunkan tegangan dari 220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt

AC akan disearahkan dengan menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt

DC akan diteruskan kepada kapasitor 2200 µF sebanyak 12 buah yang disusun

paralel, sehingga mempunyai kapasitas total 26400 µF. Berdasarkan rumus

mencari tegangan efektik dan tegangan maksimum pada arus bolak-balik (AC)

dapat dihitung besar tegangan yang dikeluarkan oleh PSA. Pada penelitian ini

perhitungan tegangan maksimum yang dikeluarkan oleh PSA adalah sebagai

berikut.

@ @A'B × √2

12 × 1.4142

V 16,97 @JK2

Sehingga dengan perhitungan diatas, besar tegangan yang dihasilkan oleh PSA

adalah sebesar 16,97 volt.

Gambar

Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor
Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display
Gambar 2.6 LCD M1632
Gambar 2.7 Kurva Karakteristik MOSFET
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga sampel sirup markisa tersebut tidak memenuhi ketentuan batas penggunaan bahan tambahan makanan yang tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan

Karena itu dibuatlah alat untuk memonitoring daya yang digunakan menggunakan ACS-712 sebagai sensor arus dan Transformator sebagai sensor tegangan sehingga dapat

BUKU CATATAN PERCAKAPAN ANAK DIDIK TAMAN KANAK-KANAK KELOMPOK :

[r]

dilakukan oleh peneliti, baru peneliti membatasi masalah pada model dan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian tindakan kelas?. Sebelum merumuskan

[r]

Mengacu pada Indikator Aktivitas Guru , besaran angka 97,5% termasuk kriteria Sangat Aktif. Mengacu pada Indikator Hasil Belajar Siswa pada Tabel 1, persentase

Kecamatan Lengayang dengan jumlah pagu anggaran yang tersedia sebesar Rp..  Belanja Bahan bakar minyak/Gas dan pelumas, dengan pagu anggaran