• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN

MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

SKRIPSI

Oleh:

SUWANDI

110308035/KETEKNIKAN PERTANIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SKRIPSI

Oleh:

SUWANDI

110308035/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ainun Rohanah, STP, M. Si Adian Rindang, STP, M. Si Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

i

ABSTRAK

SUWANDI: Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan ADIAN RINDANG.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman, kemudian dibiarkan beberapa hari agar terjadi proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji komposisi bahan baku terasi dengan menggunakan alat pencetak terasi dan kualitas terasi yang dihasilkan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Parameter yang diamati adalah persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tak larut dalam asam, kadar protein, jumlah bakteri E.coli, kadar air, dan uji organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi bahan baku terasi berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli. Kadar garam berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli.

Kata kunci: terasi, komposisi, udang, ikan, garam.

ABSTRACT

SUWANDI: Shrimp paste composition test using shrimp paste molder, supervised by AINUN ROHANAH and ADIAN RINDANG.

Shrimp paste is one kind of fermented fish or shrimp that only have salting treatment and then left for several days in order to allow fermentation process happened. This research was purposed to test the composition of shrimp paste using shrimp paste molder and the shrimp paste quality produced. This research was starting from August until September 2015 in Agriculture Engineering Laboratory Univesity of North Sumatera, Biochemistry Laboratory of Mathematics and Basic Science Faculty, and Microbiology Laboratory of Mathematics and Basic Science Faculty Univesity of North Sumatera. Parameters observed were percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, protein content, number of E.coli, water content, and organoleptic tests.

The results showed that the combination of shrimp paste raw material had significant effect on percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, water content, and organoleptics test but had no significant effect on protein content and number of E.coli. Salt ratio had significant effect on percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, water content, and organoleptics test but had no significant effect on protein content and number of E.coli.

(4)

ii

RIWAYAT HIDUP

Suwandi, dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Januari 1994 dari

Ayahanda Mitar dan Ibunda Pau Cu. Anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Bodhicitta Medan pada tahun

2011 dan diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa

Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada Tahun 2014, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

di Pabrik kelapa Sawit (PKS) PTPN III Sisumut, Labuhan Batu Selatan.

Kemudian pada tahun 2015 mengadakan penelitian skripsi dengan judul “Uji

Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi” di

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi”

yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di

Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing serta kepada

Ibu Adian Rindang, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritik yang

bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta seluruh pihak

yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2015

(6)

iv

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Terasi ... 4

Fermentasi ... 4

Bahan Baku Pembuatan Terasi ... 7

Udang Rebon ... 7

Garam ... 8

Ikan ... 8

Proses Pengolahan Terasi ... 10

Mutu Hasil Terasi ... 11

Teknik Pengolahan Terasi ... 12

Alat Pencetak Terasi di Pasaran ... 13

Prinsip Kerja Alat ... 13

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat ... 14

Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 14

Kadar Protein ... 15

Bakteri E.coli... 15

Kadar Air ... 16

Organoleptik ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Persiapan Bahan Baku Terasi... 20

Prosedur Penelitian... 21

Parameter Penelitian... 21

Persentase Bahan Tertinggal ... 21

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 22

Penentuan Kadar Protein pada Terasi ... 22

Penentuan Jumlah Bakteri E.coli ... 23

Penentuan Kadar Air pada Terasi ... 24

Uji Organoleptik ... 25

Metodologi Penelitian ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Persentase Bahan Baku ... 28

(7)

Persentase Bahan Tertinggal ... 29

Kadar Abu Tak Larut dalam Asam ... 33

Kadar Protein ... 38

Jumlah Bakteri E.coli ... 39

Kadar Air ... 39

Organoleptik ... 42

Tekstur ... 42

Aroma ... 45

Warna ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 52

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(8)

vi

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara. ... 5

2. Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram ... 7

3. Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009 ... 12

4. Pembobotan Karakteristik Tekstur... 25

5. Pembobotan Karakteristik Aroma ... 25

6. Pembobotan Karakteristik Warna ... 25

7. Data Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi ... 28

8. Data Pengaruh Kadar Garam ... 28

9. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Persentase Bahan Tertinggal ... 29

10.Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal ... 30

11.Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal ... 32

12.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam ... 34

13.Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam ... 35

14.Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam ... 37

15.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Air... 39

16.Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Air ... 41

17.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur ... 42

(9)

19.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap

Nilai Organoleptik Aroma ... 45

20.Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Aroma ... 47

21.Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap

Nilai Organoleptik Warna ... 48

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Persentase Bahan Tertinggal. 30

2. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal ... 31

3. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar

Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal Dalam Alat ... 33

4. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Kadar Abu Tak Larut Asam .. 34 5. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Asam ... 36

6. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan

Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Asam ... 37

7. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Kadar Air ... 40

8. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Air ... 41

9. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Nilai Organoleptik

Tekstur ... 43

10.Pengaruh Kadar Garam Terhadap Nilai Organolpetik Tekstur ... 44

11.Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Nilai Organoleptik

Aroma ... 46

12.Pengaruh Kadar Garam Terhadap Nilai Organoleptik Aroma... 47

13.Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Nilai Organoleptik

Warna ... 49

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flow Chart Penelitian. ... 55

2. Data Pengamatan Persentase Bahan Tertinggal dalam Alat dan Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal ... 56

3. Data Pengamatan Kadar Abu Tak Larut Asam dan Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu Tak Larut Asam ... 57

4. Data Pengamatan Kadar Protein dan Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Protein ... 58

5. Data Pengamatan Kadar Air dan Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air ... 59

6. Data Pengamatan Jumlah Bakteri E.coli dan Daftar Analisis Sidik Ragam Jumlah Bakteri E.coli ... 60

7. Data Pengamatan Organoleptik Tekstur dan Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Tekstur ... 61

8. Data Pengamatan Organoleptik Aroma dan Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Aroma ... 62

9. Data Pengamatan Organoleptik Warna dan Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Warna... 63

10.Data Kadar Air Bahan Baku Sebelum Diolah Menjadi Terasi ... 64

11.Uji Organoleptik Tekstur Terasi ... 65

12.Uji Organoleptik Aroma Terasi ... 66

13.Uji Organoleptik Warna Terasi ... 67

14.Gambar Proses Pengolahan Terasi ... 68

15.Gambar Alat Pengujian Kadar Protein dan Kadar Abu Tak Larut dalam Asam ... 71

16.Gambar Alat Pengujian Jumlah Bakteri E.coli ... 72

(12)

i

ABSTRAK

SUWANDI: Uji Komposisi Bahan Baku Terasi dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan ADIAN RINDANG.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman, kemudian dibiarkan beberapa hari agar terjadi proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji komposisi bahan baku terasi dengan menggunakan alat pencetak terasi dan kualitas terasi yang dihasilkan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Parameter yang diamati adalah persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tak larut dalam asam, kadar protein, jumlah bakteri E.coli, kadar air, dan uji organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi bahan baku terasi berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli. Kadar garam berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar bakteri E. coli.

Kata kunci: terasi, komposisi, udang, ikan, garam.

ABSTRACT

SUWANDI: Shrimp paste composition test using shrimp paste molder, supervised by AINUN ROHANAH and ADIAN RINDANG.

Shrimp paste is one kind of fermented fish or shrimp that only have salting treatment and then left for several days in order to allow fermentation process happened. This research was purposed to test the composition of shrimp paste using shrimp paste molder and the shrimp paste quality produced. This research was starting from August until September 2015 in Agriculture Engineering Laboratory Univesity of North Sumatera, Biochemistry Laboratory of Mathematics and Basic Science Faculty, and Microbiology Laboratory of Mathematics and Basic Science Faculty Univesity of North Sumatera. Parameters observed were percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, protein content, number of E.coli, water content, and organoleptic tests.

The results showed that the combination of shrimp paste raw material had significant effect on percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, water content, and organoleptics test but had no significant effect on protein content and number of E.coli. Salt ratio had significant effect on percentage of remained material inside equipment, acid insoluble ash content, water content, and organoleptics test but had no significant effect on protein content and number of E.coli.

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang memiliki hasil

perikanan yang sangat besar. Hasil perikanan tersebut meliputi berbagai jenis

ikan, kerang, dan udang. Umumnya sebagian besar hasil perikanan di Indonesia di

ekspor dan sebagian lagi untuk kebutuhan dalam negeri. Karena sifat hasil

perikanan yang tergolong mudah rusak (perishable), maka pengolahan hasil

perikanan sangat dibutuhkan. Salah satu pengolahan hasil perikanan yang sering

dijumpai di Indonesia adalah pembuatan terasi.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang

hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan

asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi

(Afrianto dan Liviawaty, 1991). Pembuatan terasi banyak dilakukan oleh

penduduk di daerah pesisir secara tradisional. Dewasa ini, pembuatan terasi juga

telah diproduksi dalam skala besar oleh pabrik-pabrik secara modern.

Oleh karena permintaan pasar yang cukup besar akan terasi, maka

produsen pembuat terasi harus berusaha memproduksi terasi dengan kualitas yang

baik dan dengan produktivitas yang tinggi pula. Pencetakan terasi secara manual

dinilai kurang menarik karena bentuk yang tidak seragam sehingga mengurangi

nilai jual terasi tersebut. Pencetakan terasi dengan suatu alat semi-mekanis dapat

menghasilkan produk terasi dengan bentuk yang lebih seragam disamping dapat

(14)

Bahan utama dalam pembuatan terasi adalah udang rebon sebagai bahan

baku dan garam untuk proses fermentasi terasi itu sendiri. Adapun bahan yang

sering ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah tepung beras, tepung tapioka,

penyedap rasa, dan bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan tersebut dicampur

membentuk adonan dengan komposisi tertentu untuk memperoleh kualitas terasi

yang diinginkan, baik untuk diperoleh terasi dengan kualitas tinggi maupun hanya

untuk menambah volume produk dengan memperbesar jumlah tepung yang

dimasukkan dalam adonan.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1991), permintaan luar negeri terutama

negara Arab Saudi dan Belanda akan terasi cukup besar, namun sebagian belum

terpenuhi, sehingga peluang ekspor terasi Indonesia sangat baik. Dengan

demikian, para produsen terasi di Indonesia dapat meningkatkan hasil produksi

mereka dengan harapan produk terasi di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan

ekspor sehingga menambah keuntungan produsen sekaligus menambah devisa

negara.

Industri terasi biasanya merupakan industri rumah tangga yang

pengolahannya masih dilakukan secara manual dan tradisional dengan tumbukan

dan lumatan sebagai proses utama. Kapasitas dan mutu produksi pengolahan

secara tradisional masih dalam tingkat yang rendah. Kapasitas dan mutu produksi

terasi dapat ditingkatkan antara lain dengan pengembangan alat yang bekerja

secara mekanis dengan efisiensi yang tingi dan biaya yang rendah

(Sutrisno, 1983).

Komposisi bahan baku terasi merupakan hal utama dalam pembuatan

(15)

bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik

dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh

dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai

untuk alat pencetak terasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji komposisi bahan baku

terasi dengan menggunakan alat pencetak terasi dan kualitas terasi yang

dihasilkan.

Hipotesis Penelitian

1. Diduga adanya pengaruh komposisi udang rebon dan ikan serta garam

terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat pencetak terasi.

2. Diduga adanya pengaruh komposisi udang rebon dan ikan serta garam

terhadap kualitas terasi yang dihasilkan.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Terasi

Udang diklasifikasikan ke dalam filum Arthopoda, kelas Crustacea, dan

bangsa Decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan

jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnya yaitu

udang laut dan udang darat (Purwaningsih, 2000).

Dari sekian banyak jenis udang yang terdapat di perairan Indonesia, jenis

udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting antara lain

Penaeus monodon (udang windu), Penaeus merguiensis (udang putih), dan

Metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai

ekonomis penting antara lain Macrobranchium rosenbergii (udang galah),

Panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).

Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau

ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi

digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran,

sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang

berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan (Esti, 2000).

Fermentasi

Fermentasi sudah dikenal sejak zaman dahulu, dengan kecenderungan

terhadap keberlanjutan lingkungan hidup, dan pengembangan sumber daya yang

dapat diperbaharui, menyebabkan peningkatan upaya dan ketertarikan dalam

(17)

makanan, dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857

ketika Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari

sebuah aksi mikroorganisme yang spesifik (Riadi, 2007).

Menurut Saono, et al. (1982), setiap negara di Asia Tenggara memiliki

jenis fermentasi pasta ikan yang berbeda-beda, namun secara umum hampir sama

dengan produk terasi di Indonesia. Adapun nama-nama produk fermentasi pasta

ikan di beberapa negara Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1: Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara.

Produk Negara

Bagoong Filipina

Belachan Malaysia

Kapi Thailand

Mam-Tom Vietnam

Ngapi Myanmar

Padec Laos

Prahoc Kamboja

Terasi Indonesia

(Saono, et al., 1982).

Proses pembuatan terasi dilakukan secara fermentasi. Selama fermentasi

protein dihidrolisis menjadi turunan-turunannya, seperti pepton, peptida, dan

asam-asam amino. Fermentasi juga menghasilkan amonia yang menyebabkan

terasi berbau merangsang. Di dalam masakan, terasi digunakan sebagai penyedap

dan menimbulkan cita rasa (flavouring agent) (Kemenristek, 2002).

Menurut Hadiwiyoto (1993), selama fermentasi mikroba mampu

mengadakan transformasi senyawa-senyawa kimia, sehingga dihasilkan senyawa

yang turunanya bersifat volatile. Transformasi ini dapat berupa hidroksilasi,

oksidasi, pemecahan rantai karbon atau reduksi. Senyawa volatile adalam

(18)

mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan volatile terasi. Hal inilah

yang menjadikan terasi memiliki bau yang khas selama proses fermentasi.

Produk ikan dapat diawetkan dengan pengolahan secara fermentasi.

Bermacam-macam petis ikan dibuat di negara-negara Asia. Pada dasarnya, ikan

kecil-kecil atau udang dibersihkan, dicuci, dicampur dengan garam (1 kg garam

untuk 10 kg ikan) dan dikemas rapat-rapat dalam wadah. Selama penyimpanan

jaringan daging ikan dihidrolisa oleh enzim yang ada pada bahan pangan dan yang

dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme-mikroorganisme yang telah

berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya dan perlu

dipelajari lebih lanjut. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam

laktat seperti Leuconostoc mesenteroids, Pediococcus cerevisiae dan

Lactobacillus plantarum berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan

ikut berkembang dalam fermentasi (Buckle, dkk., 2009).

Selama pengolahan produk pangan terfermentasi dengan bahan baku hasil

laut selalu didominasi proses hidrolisis dengan adanya garam konsentrasi tinggi.

Walaupun awalnya enzim hidrolitik yang esensial berasal dari jaringan ikan,

terutama dari jaringan pencernaan, namun enzim yang dikeluarkan oleh

mikroorganisme selama fermentasi juga sangat penting dalam proses hidrolisis

makromolekul yang terkandung dalam ikan. Dengan demikian, selain enzim,

mikroorganisme juga sangat berperan dalam hidrolisis dan pembentukan

komponen flavor produk. Dengan penambahan garam akan terjadi penurunan

jumlah bakteri aerob dan berkembangnya bakteri anaerob pada awal fermentasi

dimana belum terjadi penetrasi garam ke dalam daging ikan. Selanjutnya,

(19)

lama. Mikroorganisme halofilik mengambil peran dominan dalam pembentukan

flavor produk akhir (Antara, 2009).

Bahan Baku Pembuatan Terasi Udang Rebon Udang Rebon

Udang rebon (Acetes) merupakan jenis udang yang berukuran kecil dan

hidup di perairan Asia Tenggara. Menurut Grave (2015), udang rebon pertama

kali ditemukan oleh H. Milne-Edwards tahun 1830 dan diklasifikasikan dalam

genus Acetes. Sampai sekarang, udang rebon terdapat 14 jenis spesies, dimana

spesies Acetes indicus merupakan spesies udang rebon terbanyak di Indonesia.

Terasi yang merupakan produk fermentasi spontan dengan bahan dasar

udang atau udang rebon secara umum memiliki komposisi 30-50% air, 20-45%

protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang kecil (Suprapti, 2002).

Berikut merupakan kandungan unsur gizi terasi berbasis 100 g pada Tabel 2.

Tabel 2 : Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram.

Zat Gizi Komposisi

(20)

Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal

yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida

(>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat,

kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis

yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 -

0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801°C (Burhanuddin, 2001).

Banyak yang menduga bahwa garam pada mulanya ditambahkan ke dalam

beberapa makanan untuk meningkatkan cita rasa. Lama kemudian diketahui

bahwa penambahan garam dalam beberapa kasus juga bertujuan untuk mengubah

produk asli menjadi produk yang berbeda dan lebih atraktif. Studi terbaru

menunjukkan, penambahan garam akan berefek langsung pada mikroorganisme

pembusukan (Saono, et al., 1982).

Ikan

Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi

tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh organ

tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala, ekor, sirip dan

isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus tidak seperti

kebanyakan hewan mamalia darat (Irawan, 1995).

Komoditas perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong mudah

dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

yang mudah busuk karena kandungan protein dan air yang cukup tinggi pada

(21)

mengeluarkan bau busuk dan makin cepat membusuk bila tidak segera mendapat

penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan (Irawan, 1995).

Trash fish dianggap sebagai bahan sisa tangkapan (hasil ikutan dalam

penangkapan ikan atau udang), sehingga nilai ekonomisnya rendah. Namun bila

kemudian dapat diolah menjadi produk yang dapat dinaikkan nilai ekonominya

dengan diolah menjadi produk terasi. Peluang pasarnya cerah karena terasi tidak

hanya digunakan di Indonesia namun juga di negara-negara lain di kawasan Asia

(Suprapti, 2002).

Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya

sebagai berikut:

1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh

asam - asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino

dalam tubuh manusia.

2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan

pengikat (tendon).

3. Daging ikan mengandung asam – asam lemak tak jenuh dengan kadar

kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

4. Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S,

Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Disamping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

1. Kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral,

(22)

menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri pembusuk.

2. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah

mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik.

(Adwyah, 2008).

Proses Pengolahan Terasi

Cara pembuatan terasi secara umum sebagai berikut :

1. Pertama-tama, udang rebon dicuci dengan air bersih agar semua kotoran

terbuang. Selanjutnya udang rebon dimasukkan kedalam karung selama

semalam agar bahan baku tersebut menjadi setengah busuk.

2. Keesokan harinya udang rebon tersebut dicuci kembali dan langsung dijemur

dibawah sinar matahari sampai setengah kering (kurang lebih selama 1-2

hari). Selama penjemuran, udang rebon harus sering dibalik-balik agar

keringnya merata dan kotoran yang mungkin masih melekat dapat

dibersihkan.

3. Setelah agak kering, daging udang rebon ditumbuk sampai halus dan

dibiarkan lagi selama semalam agar protein yang terkandung didalamnya

benar-benar terurai.

4. Selanjutnya kedalam daging udang rebon ditambahkan garam secukupnya

untuk membunuh bakteri pembusuk. Jumlah garam yang ditambahkan

tergantung selera, maksimal 30% dari berat total udang rebon, agar terasi

yang diproduksi tidak terlalu asin.

5. Langkah selanjutnya adalah menggumpalkan dan membungkus bahan terasi

(23)

malam agar bakteri pembusuk benar-benar mati. Setelah sat malam,

gumpalan bahan terasi tersebut dihancurkan kembali dan dijemur dibawah

sinar matahari selama 3-4 hari.

6. Terasi yang telah kering kemudian ditumbuk kembali sampai benar-benar

halus dan dibungkus kembali dengan tikar atau daun pisang kering.

Selanjutnya terasi tersebut dibiarkan kembali selama 1-4 minggu, agar proses

fermentasi dapat berlangsung secara sempurna. Proses fermentasi dapat

dianggap selesai apabila telah tercium aroma terasi yang khas.

7. Daya tahan terasi diolah dengan cara seperti diatas dapat mencapai 12 bulan.

(Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Mutu Hasil Terasi

Perkembangan teknologi pengolahan pangan telah memungkinkan

produksi makanan terbungkus (kemasan) dalam jumlah yang besar dengan daya

tahan yang relatif lama. Berkembangnya pembuatan makanan terolah dalam

kemasan siap pakai secara besar-besaran telah menimbulkan berbagai masalah.

Terjadinya kesalahan dalam proses pengolahan suatu produk terbungkus secara

besar-besaran dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pada masyarakat luas

(Winarno, 1993).

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, terasi dapat dibagi menjadi

empat kelas, yaitu terasi kelas I terbuat dari udang rebon, kelas II terbuat dari

rebon laut, kelas III terbuat dari campuran udang rebon dan ikan laut, dan kelas IV

(24)

Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan

terasi ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan

pada produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna

kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi

dibandingkan terasi ikan (Suprapti, 2002).

Kadang-kadang pengusaha terasi yang ingin mengeruk banyak keuntungan

dengan sengaja menambahkan tepung tapioka dan zat pewarna kedalam adonan

terasi. Tindakan demikian sangat merugikan konsumen, karena selain mutu terasi

menjadi rendah, kadang-kadang zat pewarna yang digunakan mengandung logam

Cu atau Mg yang berbahaya bagi kesehatan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Persyaratan mutu terasi berdasarkan SNI 01-2716.1-2009 dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3 : Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009

Jenis Uji Satuan Persyaratan

I. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

II. Cemaran Mikroba *

- Escherichia coli APM/g Minimal < 3

- Kadar Abu Tak Larut dalam Asam % Fraksi Massa Maksimal 1,5

- Kadar Garam % Fraksi Massa Maksimal 10

- Kadar Protein % Fraksi Massa Maksimal 15

- Kadar Karbohidrat % Fraksi Massa Maksimal 2

(BSN, 2009).

Teknik Pengolahan Terasi

Pada umumnya, teknik pengolahan terasi di setiap daerah hampir sama

yaitu bahan baku berupa udang dipotong kecil-kecil, dijemur, kemudian

(25)

sangat berkaitan dengan mutu terasi yang dihasilkan karena dipengaruhi oleh suhu

dan kelembaban.

Komposisi bahan baku terasi merupakan hal utama dalam pembuatan

terasi, terutama jika terasi dicetak menggunakan alat/mesin. Adapun komposisi

bahan baku terasi harus sesuai untuk memperoleh hasil cetakan terasi yang baik

dan memperoleh efisiensi yang maksimum. Diharapkan hasil yang diperoleh

dapat lebih optimal, dengan mengetahui komposisi bahan baku terasi yang sesuai

untuk alat pencetak terasi.

Alat Pencetak Terasi di Pasaran

Pada umumnya, alat pencetak terasi yang ada di pasaran sekarang

merupakan alat jenis extruder. Menurut Frame (1994), extruder juga sering

digunakan pada pengolahan bahan makanan karena extruder mampu menghasilkan

energi mekanis yang digunakan untuk proses pemasakan bahan. Extruder

mendorong bahan/adonan dengan cara memompanya melalui sebuah lubang

dengan bentuk tertentu (die).

Prinsip Kerja Alat Pencetak Terasi

Alat pencetak terasi ini bekerja dengan prinsip mengempa atau mengepres

adonan terasi dengan menggunakan screw press . Setelah alat dipastikan dalam

keadaan siap pakai, bahan baku berupa adonan terasi kemudian dimasukkan ke

dalam silinder melalui saluran masukan (hopper). Dalam silinder, terdapat screw

press yang akan mengalirkan dan mengempa adonan terasi ke lubang cetakan

yang telah dipasang. Adonan terasi yang telah keluar dari lubang cetakan

(26)

Persentase Bahan yang Tertinggal di Alat

Persentase bahan yang tertinggal di alat adalah banyaknya bahan yang

tidak dapat keluar dari alat secara otomatis setelah saluran pengeluaran bahan

dibuka setelah proses pengolahan selesai dilakukan. Bahan yang tidak dapat

keluar dari mesin pengolahan membutuhkan tenaga operator untuk

mengeluarkannya secara manual. Hal ini menyebabkan efisiensi pengolahan dan

biaya produksi meningkat untuk upah operator (Nugraha, dkk., 2012).

Kadar Abu Tak Larut

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara

pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral

yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua

macam garam yaitu garam organik dangaram anorganik. Yang termasuk dalam

garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat.

Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,

klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral

berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan

ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena

itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral

tersebut,yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, dkk., 2003).

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Dimana analisis

gravimetrik pada abu terbagi menjadi dua, yaitu analisis langsung dengan

menggunkan tanur dan analisis secara tidak langsung atau analisis basah.

(27)

bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot

cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu

porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu

berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau

oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat

dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain.

Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %

(Yunizal, dkk.,1998).

Kadar Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O,

dan N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur

proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi

tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2007).

Prinsip analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: bahan organik di didihkan

dengan asam sulfat pekat sehingga unsur-unsur dapat terurai. Atom karbon

menjadi CO2 dan nitrogen menjadi amonium sulfat. Larutan tersebut kemudian

dibuat alkalis dengan menambahkan NaOH berlebihan sehingga ion amonium

bebas menjadi amonia bebas. Amonia yang dipisahkan dengan cara distilasi

kemudian dijerat dengan larutan asam borat. Garam borat yang terbentuk dititrasi

dengan HCl (Sudarmadji, dkk., 2003).

Kadar Bakteri E. coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang

(28)

dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung,

dan halus dengan tepi yang nyata. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini

dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. E. coli

menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli

berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel

(Jawetz, et al., 1995).

Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :

1. Infeksi saluran kemih

E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 %

wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing,

disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi

saluran kemih bagian atas.

2. Diare

E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.

coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap

kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda

(Jawetz, et al., 1995).

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat

penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,

dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan

(29)

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,

sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2007)

Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk

pertumbuhannya. Dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau

berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan

adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan

yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan

penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.

Konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan

Aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Winarno, 2007).

Organoleptik

Secara umum, jumlah responden bergantung pada keanekaragaman

produk, penilaian reproduktivitas, dan juga terdapat perbedaan dasar pada

parameternya. Sekadar informasi, uji deskriptif biasanya memiliki empat

responden atau lebih dan sering berjumlah antara delapan sampai sepuluh

responden atau lebih. Uji diskriminatif sangat jarang menggunakan kurang dari 20

sampai 25 responden (biasanya berjumlah diatas 40 responden) terkecuali jika

produk yang diuji hanya memiliki perbedaan yang sedikit

(Pilgrim and Peryam, 1996).

Pengujian organoleptik terasi akan dilakukan dengan metode uji hedonik

atau uji kesukaan. Sesuai dengan pernyataan Rahayu (2001), dalam uji ini panelis

diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan dan

ketidaksukaan, sekaligus tingkatannya. Tingkat kesukaan itu disebut dengan skala

(30)

Menurut Riwan (2005), indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi

suatu produk dalam uji organoleptik adalah :

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan

bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta

bentuk bahan.

2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi.

Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan

sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan

jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.

3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator

terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang

menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan

mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah,

rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk

karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini

cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatannya

juga cepat diperoleh. Dengan demikian, uji organoleptik dapat membantu analisis

usaha untuk meningkatkan

memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat beberapa sifat

dideskripsikan. Manusia merupakan panelis yang kadang-kadang dapat

dipengaruhi oleh kondisi

(31)

Menurut Watts, et al. (1989) ilmu pengetahuan tentang sensoris

merupakan gabungan metode dan teknik dari ilmu psikologi, statistika, ilmu

pengetahuan terapan, seperti ilmu pangan dan ilmu kimia kosmetik, biofisika dan

teknik, ergonomis, sosiologi, dan beberapa ilmu matematika. Untuk melakukan

uji sensoris dengan baik memerlukan pengertian tentang bagaimana kebiasaan

(32)

20

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai dengan bulan September

2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, dan

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang

rebon, ikan, garam, serta air.

Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat

pencetak terasi, alu, bungkusan plastik, ember, blender, tempat jemuran, alat tulis,

kalkulator, timbangan, oven, kunci pass dan kunci ring.

Persiapan Bahan Baku Terasi

1. Disiapkan udang rebon dan ikan sampah (ikan yang terangkut dari

penangkapan udang) yang masih segar.

2. Dipisahkan udang rebon dan ikan sampah dari kotoran-kotoran (misalnya

kayu, kulit kerang, kerikil, dll.)

3. Dicuci kemudian dijemur dahulu udang rebon dan ikan selama 1-2 hari.

4. Dihaluskan udang rebon dan ikan yang telah dijemur dengan menggunakan

(33)

5. Dimasukkan bahan sebanyak 3 kg dengan persentase tertentu, air sebanyak

1500 mL, dan garam sesuai dengan perbandingan yang akan diuji ke dalam

alu.

6. Ditumbuk sampai bahan tersebut tercampur merata.

7. Dimasukkan adonan terasi yang telah ditumbuk kedalam ember, kemudian

ditunggu selama 2 minggu, agar proses fermentasi dapat berlangsung secara

sempurna.

8. Adonan siap untuk dicetak.

Prosedur Penelitian

1. Dinyalakan alat pencetak terasi.

2. Dimasukaan adonan terasi sebanyak 3 kg dengan komposisi yang akan diuji

ke dalam hopper.

3. Ditampung hasil cetakan terasi ke tempat jemuran.

4. Dijemur selama 1-2 hari agar terasi kering.

5. Dilakukan pengambilan sampel secara acak pada setiap perlakuan untuk

dilakukan analisa parameter.

6. Dilakukan uji organoleptik pada terasi yang telah jadi.

7. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali ulangan.

Pengukuran Parameter Penelitian

1. Persentase Bahan Tertinggal dalam Alat

Pengukuran persentase bahan tertinggal dalam alat dapat ditentukan

dengan membagi berat terasi yang tertinggal dalam alat dengan bahan awal

(34)

Bahan Tertinggal = Berat bahan tertinggal

Berat bahan awal x 100% ... (1)

2. Penentuan Kadar Abu Tak Larut dalam Asam

a. Dimasukkan sampel ke dalam cawan porselen yang telah diketahui

beratnya.

b. Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam.

c. Didinginkan dalam desikator.

d. Ditimbang cawan porselen yang telah dingin.

e. Dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar abu = W3-W2

W1 x 100% ... (2)

Keterangan :

W1 = Berat sampel

W2 = Berat cawan porselen

W3 = Berat cawan porselen + abu

3. Penentuan Kadar Protein pada Terasi

a. Dimasukkan sampel ke dalam DigiTUBE

b. Ditambahkan 15 mL H2SO4 98%

c. Ditambahkan 0,2 g selenium mixture

d. Didestruksi dengan DigiPREP HT selama 2 jam sampai bening

e. Didestilasi hasil destruksi dengan DigiPREP Distillation System

f. Ditampung destilat dengan 25 mL H3BO3 3% dan 3 tetes indikator

tashiro sampai diperoleh larutan warna hijau

(35)

h. Dilakukan titrasi blanko asam borat (H3BO3) dengan HCl 0,1 N sampai

diperoleh larutan ungu

i. Dihitung kadar protein menggunakan rumus:

Kadar protein = �Vs-Vb�x N HCl x 14,008 x fp

m sampel x 100% ... (3)

4. Penentuan Jumlah Bakteri E.coli

Penentuan jumlah bakteri E.coli metode MPN (Most Probable Number)

terdiri dari 3 tahap, yaitu:

a. Uji Pendugaan

− Disiapkan 9 tabung reaksi yang didalamnya telah dimasukkan

tabung durham. 3 tabung reaksi berisi media LBDS (Lactose Broth

Double Strand), 6 tabung reaksi berisi median LBSS (Lactose Broth

Single Strand).

− Dimasukkan sebanyak 10 mL sampel uji ke dalam tabung yang telah

berisi media LBDS.

− Dimasukkan sebanyak 1 mL sampel uji ke dalam 3 tabung yang

berisi media LBSS dan 0,1 mL sampel uji ke dalam 3 tabung yang

berisi media LBSS.

− Diinkubasi seluruh tabung selama 24 jam pada suhu 35°C.

− Diamati gelembung gas yang terbentuk pada tabung durham disetiap

tabung reaksi.

(36)

b. Uji Penegasan

Disiapkan tabung reaksi yang berisi media BGLBB (Brillian Green

Lactose Bile Broth) yang didalamnya telah terdapat tabung durham.

Jumlah tabung yang digunakan disesuaikan dengan jumlah tabung

yang menunjukkan uji positif pada uji sebelumnya.

− Dicelupkan satu ose pada tabung yang menunjukkan uji positif,

kemudian dicelupkan ose tersebut ke dalam tabung yang berisi

media BGLBB.

− Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C.

− Diamati gelembung gas yang terbentuk pada tabung durham di setiap

tabung reaksi.

c. Uji Lengkap

Disiapkan petri yang telah berisi media EMB (Eosin Metylen Blue).

− Dicelupkan satu ose ke dalam tabung reaksi yang menunjukkan uji

positif pada uji sebelumnya.

− Digoreskan ose tersebut pada media EMB.

− Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. − Dilihat koloni bakteri yang terbentuk.

5. Penentuan Kadar Air pada Terasi

a. Ditimbang sampel terasi kemudian ditaruh di atas aluminium foil.

b. Dimasukkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam.

c. Didinginkan kemudian ditimbang.

d. Dihitung kadar air menggunakan rumus:

Kadar air = Berat bahan basah –Berat bahan kering

(37)

6. Uji Organoleptik

Uji organoleptik meliputi:

- Tekstur, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indera

penglihatan secara langsung dengan mata oleh seorang penguji dengan

pembobotan sebagai berikut.

Tabel 4 : Pembobotan Karakteristik Tekstur

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Bagus

4 Bagus

3 Cukup Bagus

2 Kurang Bagus

1 Tidak Bagus

- Aroma, meripakan pengujian yang dilakukan dengan indera penciuman

langsung melalui hidung oleh seorang penguji dengan pembobotan

sebagai berikut.

Tabel 5 : Pembobotan Karakteristik Aroma

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Khas

4 Khas

3 Cukup Khas

2 Kurang Khas

1 Tidak Khas

- Warna, merupakan pengujian yang dilakukan dengan indera penglihatan

secara langsung dengan mata oleh seorang penguji dengan pembobotan

sebagai berikut.

Tabel 6 : Pembobotan Karakteristik Warna

Nilai Pembobotan Keterangan

5 Sangat Menarik

4 Menarik

3 Cukup Menarik

2 Kurang Menarik

(38)

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan rancangan acak lengkap

(RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu kombinasi bahan baku dan

persentase garam pada adonan terasi dengan tiga ulangan pada tiap perlakuan.

Faktor kombinasi bahan baku pada adonan :

K1 = Udang rebon : Ikan

100% : 0%

K2 = Udang rebon : Ikan

50% : 50%

K3 = Udang rebon : Ikan

0% : 100%

Faktor persentase garam pada adonan :

G1 = 10%

G2 = 15%

G3 = 20%

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam.

Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan dilanjutkan dengan uji

duncan (DMRT).

Adapun model rancangan yang digunakan yaitu:

Y ijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk ... (5)

Y ijk = hasil pengamatan dari kombinasi perlakuan faktor kombinasi bahan

baku terasi ke-i dan persentase kadar garam ke-j

µ = nilai tengah umum

(39)

βj = pengaruh perlakuan persentase kadar garam ke-j

(αβ)ij = pengaruh perlakuan interaksi perlakuan ke-i dan ke-j

(40)

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil pengaruh

kombinasi bahan baku terasi terhadap parameter pengujian yang ditunjukkan pada

Tabel 7.

Tabel 7. Data Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Perlakuan

Bahan

Tertinggal Abu Protein KA E.coli Organoleptik

(%) (%) (%) (%) (APM/g) Tekstur Aroma Warna

K1 37,37 16,056 29,174 33,09 - 3,64 3,62 3,24

K2 30,26 18,667 28,56 29,956 - 2,98 2,8 3,38

K3 28,48 19,833 28,6 24,323 - 2,19 2,52 2,54

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kombinasi bahan baku terasi

berpengaruh nyata terhadap persentase bahan tertinggal dalam alat, kadar abu,

kadar air, dan uji organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar

protein dan kadar bakteri E. coli.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data hasil pengaruh kadar

garam terasi terhadap parameter pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Pengaruh Kadar Garam

Perlakuan

Bahan

Tertinggal Abu Protein KA E.coli Organoleptik

(%) (%) (%) (%) (APM/g) Tekstur Aroma Warna

G1 30,85 15,556 28,181 28,094 - 3,16 3,14 3,27

G2 32,67 17,889 30 29,861 - 3,03 2,98 3,26

G3 32,59 21,111 28,152 29,413 - 2,62 2,82 2,64

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kombinasi bahan baku berpengaruh

(41)

organoleptik namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein dan kadar

bakteri E. coli.

Persentase Bahan Tertinggal

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi

bahan baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase

bahan tertinggal di alat sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple

range test (DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 9:

Tabel 9. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Persentase Bahan Tertinggal.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 28,48 a A

2 1,127 1,544 K2 30,26 b B

3 1,184 1,613 K1 37,37 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan K3 memberikan pengaruh berbeda

nyata dengan perlakuan K2 dan K1. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan

perlakuan K1. Persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada perlakuan K1

yaitu sebesar 37,37% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 28,48%.

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap persentase bahan

(42)

Gambar 1. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%).

Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka

bahan yang tertinggal dalam alat semakin besar. Hal ini dikarenakan tekstur

adonan terasi yang berbahan baku udang rebon lebih lengket sehingga banyak

bahan yang menempel di tabung silinder dan screw press alat pencetak terasi.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase bahan tertinggal di

alat sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT)

yang ditunjukkan pada Tabel 10:

Tabel 10. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal.

Jarak DMRT

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

(43)

Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan G1 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3. Perlakuan G2 tidak berbeda nyata

dengan perlakuan G3. Persentase bahan tertinggal tertinggi terdapat pada

perlakuan G3 yaitu sebesar 32,67% dan terendah pada perlakuan G1 yaitu sebesar

30,85%.

Hubungan antara kadar garam terhadap persentase bahan tertinggal dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%).

Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar garam yang memiliki persentase

bahan tertinggal yang tertinggi terdapat pada kadar garam 15% . Kadar garam

tidak akan memberikan pengaruh yang nyata ketika kadarnya lebih dari 15%. Hal

ini akan mempengaruhi tekstur adonan dimana semakin tinggi kadar garam,

adonan terasi akan menjadi lebih lengket. Hal ini tentu berpengaruh terhadap

persentase bahan yang tertinggal.

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik ragam persentase bahan tertinggal (Lampiran 2)

menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan

(44)

kadar garam memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap persentase bahan

tertinggal dalam alat.

Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) yang

menunjukkan pengaruh interaksi kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap

persentase bahan tertinggal dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal (%).

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3G1 28 a A

2 1,127 1,545 K3G3 28,55 a A

3 1,183 1,611 K2G1 28,67 a A

4 1,218 1,655 K3G2 28,89 a A

5 1,242 1,687 K2G2 30,56 b B

6 1,26 1,711 K2G3 31,56 b B

7 1,274 1,73 K1G1 35,89 c C

8 1,284 1,746 K1G3 37,67 d D

9 1,292 1,759 K1G2 38,56 d D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai persentase bahan tertinggal tertinggi

terdapat pada perlakuan K1G2 yaitu 38,56% dan terendah pada perlakuan K3G1

yaitu 28%. Dari pernyataan di atas diperoleh hasil terbaik pada kombinasi bahan

baku dan kadar garam yang berbeda yang disebabkan oleh tekstur adonan terasi

tiap perlakuan berbeda-beda yang bergantung pada karakteristik bahan, kadar

garam, dan perlakuan .

Hubungan interaksi antara kombinasi bahan baku dan kadar garam

(45)

Gambar 3. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Persentase Bahan Tertinggal Dalam Alat.

Gambar 3 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara interaksi

kombinasi bahan baku terasi dan kadar garam. Hal ini disebabkan karena tekstur

adonan terasi udang yang lengket sehingga bahan banyak tertinggal dalam tabung

silinder dan screw press alat dan tekstur adonan dengan kadar garam yang rendah

menyebabkan bahan tidak terlalu lengket sehingga bahan tertinggal dalam alat

lebih sedikit. Namun dengan kadar garam di atas 15%, tekstur adonan terasi tidak

berbeda nyata dengan adonan terasi dengan kadar garam 15%. Nilai R2 pada

grafik menunjukkan hubungan keeratan (korelasi) antar perlakuan dimana nilai 1

menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara kombinasi bahan baku dan kadar

garam terhadap persentase bahan tertinggal.

Kadar Abu Tak Larut dalam Asam

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kombinasi bahan

(46)

dalam asam sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test

(DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 12:

Tabel 12. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 16,056 a A

2 2,114 2,896 K2 18,667 b B

3 2,218 3,021 K3 19,833 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan

perlakuan K3. Kadar abu tak larut dalam asam tertinggi terdapat pada perlakuan

K3 yaitu sebesar 19,833% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar

16,056%.

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap kadar abu tak larut

dalam asam dapat dilihat pada Gambar 4.

(47)

Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin besar persentase udang maka

kadar abu tak larut dalam asam semakin kecil. Hal ini dikarenakan bahan baku

ikan diolah langsung sehingga isi perut yang mengandung banyak zat pengotor

ikut terproses dalam pembuatan terasi sehingga kadar abu tak larut dalam asam

pada adonan terasi berbahan baku ikan lebih tinggi dibandingkan adonan terasi

berbahan baku udang rebon. hal ini sesuai dengan pernyataan Irawan (1995) yang

menyatakan bahwa sekitar 30% dari seluruh organ tubuh ikan berupa kepala,

ekor, sirip, dan isi perut ikan yang umumnya dibuang.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu tak larut dalam

asama sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test

(DMRT) yang ditunjukkan pada Tabel 13:

Tabel 13. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 15,556 a A

2 2,114 2,896 G2 17,889 b B

3 2,218 3,021 G3 21,111 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan G1 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3. Perlakuan G2 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan G3. Kadar abu tak larut dalam asam tertinggi

terdapat pada perlakuan G3 yaitu sebesar 21,111% dan terendah pada perlakuan

(48)

Hubungan antara kadar garam terhadap kadar abu tidak larut dalam asam

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Dalam Asam (%).

Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar garam yang memiliki kadar abu tak

larut dalam asam yang tertinggi pada kadar garam 20% dan kadar abu tak larut

dalam asam terendah pada kadar garam 10%. Hal ini disebabkan oleh garam tidak

menguap pada saat pemanasan dengan suhu tinggi sehingga garam hanya menjadi

abu sehingga semakin tinggi kadar garam pada terasi maka kadar abu tak larut

dalam asam akan semakin tinggi.

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik ragam kadar abu tak larut dalam asam (Lampiran 3)

menunjukkan bahwa interaksi antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan

kadar garam memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar abu tak larut

(49)

Hasil pengujian dengan duncan multiple range test (DMRT) yang

menunjukkan pengaruh interaksi kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap

kadar abu tak larut dalam asam dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut dalam Asam (%).

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1G1 13 a A

2 2,114 2,896 K2G1 16,333 b B

3 2,218 3,021 K1G2 16,5 bc B

4 2,284 3,103 K3G1 17,333 bcd B

5 2,33 3.162 K3G2 18 bcd BC

6 2,362 3,208 K1G3 18,667 cde BC

7 2,388 3,244 K2G2 19,167 de BC

8 2,407 3,2773 K2G3 20,5 e C

9 2,422 3,298 K3G3 24,167 f D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai kadar abu tak larut dalam asam

tertinggi terdapat pada perlakuan K3G3 yaitu 24,167% dan terendah pada

perlakuan K1G1 yaitu 13%. Dari pernyataan di atas diperoleh hasil pada

kombinasi bahan baku dan kadar garam yang berbeda yang disebabkan oleh kadar

kotoran dalam bahan baku, jumlah mineral yang terkandung dalam bahan baku,

dan kadar garam itu sendiri.

Hubungan interaksi antara kombinasi bahan baku dan kadar garam

(50)

Gambar 6. Pengaruh Interaksi Antara Kombinasi Bahan Baku dan Kadar Garam Terhadap Kadar Abu Tak Larut Dalam Asam.

Gambar 6 menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara interaksi

kombinasi bahan baku terasi dan kadar garam. Adapun dalam hasil pengujian

kadar abu tak larut dalam asam pada terasi tidak sesuai dengan standar yang

ditentukan. Hal ini disebabkan karena kadar abu tak larut dalam asam dipengaruhi

oleh jumlah zat pengotor selama proses pembuatan terasi, jumlah mineral bahan

baku itu sendiri karena bahan baku merupakan hasil laut, dan kadar garam bahan

itu sendiri. Nilai R2 pada grafik menunjukkan hubungan keeratan (korelasi) antar

perlakuan dimana nilai 1 menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara

kombinasi bahan baku dan kadar garam terhadap kadar abu tak larut dalam asam.

Kadar Protein

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kombinasi bahan

baku terasi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar protein bahan

sehingga uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) tidak perlu

(51)

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam

memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar protein bahan sehingga uji

lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) tidak perlu dilakukan.

Jumlah Bakteri E.coli

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa tidak terdapat

bakteri E.coli dalam sampel terasi yang diujikan sehingga uji lanjutan dengan

duncan multiple range test (DMRT) tidak perlu dilakukan.

Jumlah bakteri E.coli yang negatif menandakan bahwa terasi yang

dihasilkan bebas dari bakteri E.coli dan sesuai dengan SNI 01-2716.1-2009.

Kadar Air

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kombinasi bahan

baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air sehingga

dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang

ditunjukkan pada Tabel 15:

Tabel 15. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Kadar Air.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 24,323 a A

2 1,524 2,088 K2 29,956 b B

3 1,599 2,178 K1 33,09 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh

(52)

perlakuan K3. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar

33,09% dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 24,323%.

Hubungan antara kombinasi bahan baku terasi terhadap kadar air dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terhadap Kadar Air (%).

Gambar 7 menunjukkan bahwa terasi berbahan baku udang rebon lebih

basah dibandingkan dengan terasi berbahan baku ikan. Hal ini dikarenakan dalam

proses penjemuran terasi berbahan baku udang rebon lebih sulit kering

dibandingakn dengan terasi berbahan baku ikan. Dalam Lampiran 10 diketahui

bahwa kadar air udang rebon kering lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air

ikan sehingga mempengaruhi kadar air terasi yang dihasilkan.

Pengaruh Kadar Garam

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, diperoleh bahwa kadar garam

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air sehingga dilakukan

uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang ditunjukkan pada

(53)

Tabel 16. Uji DMRT Kadar Garam Terhadap Kadar Air.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - G1 28,094 a A

2 1,524 2,088 G3 29,413 b B

3 1,599 2,178 G2 29,861 b B

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan G1 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan G2 dan G3. Perlakuan G2 berbeda tidak nyata

dengan perlakuan G3. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan G2 yaitu

sebesar 29,861% dan terendah pada perlakuan G1 yaitu sebesar 28,094%.

Hubungan antara kadar garam terhadap kadar air dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Kadar Air Terasi (%).

Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar garam yang rendah menyebabkan

kadar air terasi semakin kecil. Hal ini sesuai dengan literatur Winarno (2007)

yang menyatakan bahwa garam merupakan salah satu bahan pengikat air sehingga

(54)

menyebabkan bahan dengan konsentrasi garam yang tinggi memiliki kadar air

yang tinggi.

Pengaruh Interaksi

Dari analisis sidik kadar air (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi

antara pengaruh kombinasi bahan baku dengan kadar garam memberikan

pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar air terasi sehingga uji lanjutan

duncan multiple range test (DMRT) tidak dilakukan.

Organoleptik

Organoleptik Tekstur

Pengaruh Kombinasi Bahan Baku Terasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kombinasi bahan

baku terasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur terasi

sehingga dilakukan uji lanjutan dengan duncan multiple range test (DMRT) yang

ditunjukkan pada Tabel 17:

Tabel 17. Uji DMRT Kombinasi Bahan Baku Terasi Terhadap Nilai Organoleptik Tekstur.

Jarak DMRT

Perlakuan Rataan Notasi

P 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 2,19 a A

2 0,346 0,474 K2 2,98 b B

3 0,363 0,495 K1 3,64 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Tabel 17 menunjukkan bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh

berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3. Perlakuan K2 berbeda nyata dengan

perlakuan K3. Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan K1

Gambar

Tabel 1: Nama-nama Produk Pasta Ikan di Beberapa Negara Asia Tenggara.
Tabel 2 : Kandungan Unsur Gizi Terasi per Berat Bahan 100 Gram.
Tabel 3 : Persyaratan Mutu Terasi Menurut SNI Nomor 01-2716.1-2009
Tabel 4 : Pembobotan Karakteristik Tekstur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda

Citra digital merupakan salah satu media digital yang memiliki resiko untuk dimanipulasi. Informasi yang disampaikan dapat disalahgunakan oleh pihak lain, demi

Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Syari’ah

Kesadaran penuh akan berharganya tubuh yang dimiliki oleh perempuan haruslah diterapkan dalam sebuah media hal tersebut dapat mengubah stigma

Acara : Klarifikasi, Verifikasi Dokumen Penaw aran ( dengan membaw a serta berkas dokumen penaw aran asli). Demikian disampikan kepada Saudara, atas perhatiannya diucapkan

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya, maka peserta yang merasa keberatan atas hasil Lelang umum tersebut dapat

Di samping itu, pengembangan kurikulum pada PS-MPO PPs Unsyiah ini juga berlandaskan pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor 44 tahun 2015

Penulisan Tesis merupakan tugas akhir Mata kuliah ini membahas mengenai penyusunan proposal tesis untuk menjelaskan apa yang dilakukan, bagaimana hal itu hendak