• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

FREE AGUSTINA PINARONA S. 127032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FREE AGUSTINA PINARONA S. 127032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Free Agustina Pinarona S. Nomor Induk Mahasiswa : 127032011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D)

Anggota

(dr. Surya Dharma, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Juni 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KECEMASAN DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPATUHAN PASIEN MENJALANKAN TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2014

(6)

ABSTRAK

Kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa sangat diperlukan. Hemodialisa bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan terapi hemodialisa. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dengan jumlah 86 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecemasan (p = 0,030) dan dukungan sosial yang terdiri dari dukungan informasi (p = 0,003), dukungan penilaian (p = 0,033), dukungan instrumental (p = 0,027) dan dukungan emosional (p = 0,010) berhubungan dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Disarankan kepada Management Rumah Sakit melalui petugas kesehatan supaya memberikan informasi (konseling) kepada pasien yang menjalani terapi agar pasien memahami tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dalam diri pasien dan kepada keluarga.

(7)

ABSTRACT

Compliance running hemodialysis therapy is needed by patients with Chronic Renal Failure. Hemodialysis therapy aims to remove excess urea and other nitrogenous wastes that circulate in the blood.

This study is observational analytic cross-sectional design which aims to analyze the influence of anxiety and social support on patient adherence running hemodialysis therapy. The population in this study were all patients undergoing hemodialysis therapy at the Adam Malik General Hospital in 2014 the number of 86 people. This study was conducted from January to June 2014. Data was obtained through interviews with respondents and analyzed by multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the variables of anxiety (p = 0.030) and social support consisting of support information (p = 0.003), support assessment (p = 0.033), instrumental support (p = 0.027) and emotional support (p = 0.010) associated with adherence running hemodialysis.

It is recommended to the hospital management in order to provide information (counseling) to patients undergoing hemodialysis therapy for the patient to understand the actions undertaken so as not to cause anxiety in the patient and the family.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Kecemasan dan Dukungan Sosial terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. dr. Surya Dharma, M.P.H selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Prof. Dr. Karel Sesa, M.Si sebagai Rektor Universitas Cenderawasih Propinsi Papua yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di jenjang S2.

9. dr. Paulina Watofa, Sp.Rad sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Propinsi Papua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi di jenjang S2.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

(10)

12. Semua pasien Gagal ginjal kronik yang di hemodialisa telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini

13. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

14. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi (Alm) Drs. T.M. Sinaga, dan ibunda (Almarhumah) Masniari. Br Sihombing yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

15. Teristimewa buat suami tercinta dr. H. L. Tobing M.Kes, SpFK, M.Ked, Sp.PD dan anak-anak tersayang Angelina Vedrika Marceilla dan Abraham Christoffel yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

(11)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Free Agustina Pinarona Sinaga lahir pada tanggal 17 Agustus 1974 di Pangkalan Berandan, anak ke 5 (lima) dari pasangan ayahanda (Alm) Drs. Tigor. M. Sinaga, SE dan ibunda (Almarhumah) Masniari Br Sihombing.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di sekolah Dasar IV Yayasan Pendidikan Dharma Patra Pertamina Pangkalan Berandan selesai tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama PKMI-1 Medan selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Atas PKMI-1 Medan selesai tahun 1993, S-1 Fakultas Psikologi Universitas Medan Area selesai tahun 1998 dan profesi dari Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Bandung tahun 1998 dan selesai tahun 1999.

Penulis bekerja sebagai Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Propinsi Papua dari tahun 2005 sampai sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.2. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan ... 10

2.1.3. Tingkat Kecemasan ... 11

2.1.4. Respon Kecemasan ... 14

2.2. Dukungan Sosial ... 15

2.2.1. Dimensi Dukungan Sosial ... 16

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 18

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial ... 18

2.3. Gagal Ginjal Kronik ... 19

2.3.1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ... 20

2.3.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik ... 21

2.3.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik ... 23

2.3.4. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik ... 23

2.3.5. Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik ... 26

2.3.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik ... 27

2.3.7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik ... 27

2.4. Hemodialisa ... 28

2.4.1. Tujuan Hemodialisa ... 28

2.4.2. Proses Hemodialisa ... 29

(14)

2.5. Kepatuhan ... 31

2.5.1. Tipe Kepatuhan ... 31

2.5.2. Strategi Meningkatkan Kepatuhan ... 32

2.6. Landasan Teori ... 33

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... ... 40

3.5.1. Variabel ... 40

3.5.2. Definisi Operasional... ... 40

3.6. Metode Pengukuran... ... 41

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen... ... 42

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen... ... 44

3.7. Metode Analisis Data... ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Analisis Univariat ... 49

4.2.1. Karakteristik Responden ... 49

4.2.2. Gambaran Kecemasan Responden ... 50

4.2.3. Gambaran Dukungan Sosial Responden ... 53

4.3. Analisis Bivariat ... 63

4.3.1. Hubungan Kecemasan dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 63

4.3.2. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 64

4.4. Analisis Multivariat ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1. Pengaruh Kecemasan terhadap Kepatuhan Menjalankan Terapi Hemodialisa ... 71

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 79

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Status Perkawinan, Pembiayaan Hemodialisa dan Lama Menjalani Hemodialisa ... 49 4.2. Distribusi Frekuensi Gambaran Kecemasan Responden ... 51 4.3. Distribusi Kategori Kecemasan Responden ... 53 4.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasi Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 54 4.5. Distribusi Kategori Dukungan Informasi dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 56 4.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 56 4.7. Distribusi Kategori Dukungan Penilaian dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 58 4.8. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 58 4.9. Distribusi Kategori Dukungan Instrumental dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 60 4.10. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 61 4.11. Distribusi Kategori Dukungan Emosional dari Keluarga dan Petugas

Kesehatan Kepada Responden ... 62 4.12. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Responden ... 63 4.13. Tabulasi Silang Kecemasan dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan

(17)

4.14. Tabulasi Silang Dukungan Informasi dengan Kepatuhan Pasien Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 64 4.15. Tabulasi Silang Dukungan Penilaian dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 65 4.16. Tabulasi Silang Dukungan Instrumental dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 66 4.17. Tabulasi Silang Dukungan Emosional dengan Kepatuhan Pasien

Menjalankan Hemodialisa di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67 4.18. Hasil Seleksi Bivariat antara Variabel Kecemasan dan Dukungan Sosial

terhadap Kepatuhan Pasien Menjalankan Terapi Hemodialisa ... 69 4.19. Hasil Analisis Multivariat Variabel Kecemasan dan Dukungan Sosial

terhadap Pasien Kepatuhan Menjalankan Hemodialisa ... 69 4.20. Hasil Akhir Analisis Multivariat Variabel Kecemasan dan Dukungan

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 85

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 87

3. Kuesioner Penelitian ... 88

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 94

5. Output Hasil Penelitian ... 100

6. Dokumentasi Penelitian ... 122

(20)

ABSTRAK

Kepatuhan menjalankan terapi hemodialisa sangat diperlukan. Hemodialisa bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan terapi hemodialisa. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014 dengan jumlah 86 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecemasan (p = 0,030) dan dukungan sosial yang terdiri dari dukungan informasi (p = 0,003), dukungan penilaian (p = 0,033), dukungan instrumental (p = 0,027) dan dukungan emosional (p = 0,010) berhubungan dengan kepatuhan menjalankan hemodialisa.

Disarankan kepada Management Rumah Sakit melalui petugas kesehatan supaya memberikan informasi (konseling) kepada pasien yang menjalani terapi agar pasien memahami tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dalam diri pasien dan kepada keluarga.

(21)

ABSTRACT

Compliance running hemodialysis therapy is needed by patients with Chronic Renal Failure. Hemodialysis therapy aims to remove excess urea and other nitrogenous wastes that circulate in the blood.

This study is observational analytic cross-sectional design which aims to analyze the influence of anxiety and social support on patient adherence running hemodialysis therapy. The population in this study were all patients undergoing hemodialysis therapy at the Adam Malik General Hospital in 2014 the number of 86 people. This study was conducted from January to June 2014. Data was obtained through interviews with respondents and analyzed by multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the variables of anxiety (p = 0.030) and social support consisting of support information (p = 0.003), support assessment (p = 0.033), instrumental support (p = 0.027) and emotional support (p = 0.010) associated with adherence running hemodialysis.

It is recommended to the hospital management in order to provide information (counseling) to patients undergoing hemodialysis therapy for the patient to understand the actions undertaken so as not to cause anxiety in the patient and the family.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa. Secara umum upaya kesehatan terdiri dari dua unsur utama yaitu upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Salah satu upaya kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular (Depkes, 2011). Menurut Noor (2006), berbagai jenis penyakit menular tertentu telah dapat diatasi, akan tetapi di lain pihak timbul pula masalah baru yaitu meningkatnya penyakit tidak menular.

Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat karena semakin tinggi frekuensi kejadiannya pada masyarakat, keadaan ini terjadi di negara maju maupun negara ekonomi rendah-menengah (Bustan, 2007). Menurut WHO (World Health Organization ), pada tahun 2008 terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta (63%) (WHO, 2011). Balitbangkes (2008) melaporkan bahwa Proportional Mortality Rate (PMR) penyakit tidak menular di Indonesia pada tahun

2007 sebesar 59,5%.

(23)

merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2

Proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya disebut dialisis (Brunner & Suddarth, 2002). Metode dialisis yang menjadi pilihan utama dan merupakan perawatan umum adalah hemodialisa (Noor, 2006). Di dunia, sekitar 2.622.000 orang telah menjalani pengobatan End-Stage Renal Disease pada akhir tahun 2010. Dimana 2.029.000 orang (77%) diantaranya menjalani pengobatan dialisis dan 593.000 orang (23%) menjalani transplantasi ginjal (Fresenius Medical Care, 2011). Kenaikan populasi pasien hemodialisa di Indonesia terutama pasien PNS juga disebabkan karena adanya dukungan biaya dari PT ASKES (Sukandar, 2006). Menurut Roesli (2008) tindakan dialisis meningkat dari 389 kali pada tahun 1980 menjadi 4487 pada tahun 1986. Sedangkan jumlah kasus dialisis yang dibiayai oleh PT ASKES terjadi peningkatan dari 481 kasus pada tahun 1989 menjadi 10.452 kasus pada tahun 2005.

(24)

Proses hemodialisa merupakan upaya untuk mencegah kematian atau memperpanjang usia. Namun demikian, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisa juga tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal. Pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui pencangkokan. Biasanya hemodialisa dilakukan dua kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam (Smeltzer, 2008).

Pada pasien yang menjalani hemodialisa dapat mengakibatkan perubahan-perubahan baik perubahan-perubahan biologis maupun psikologis. Umumnya hemodialisa akan menimbulkan stres fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun dan juga mempengaruhi keadaan psikologis penderita, diantaranya tidak dapat tidur, cemas, khawatir memikirkan penyakitnya, bosan dengan tindakan hemodialisa yang terus-menerus dan akan mengalami gangguan dalam proses berfikir serta gangguan dalam hubungan sosial. Pasien juga dapat mengalami kecemasan, ketidakberdayaan, keputusasaan, bosan dan harga diri rendah serta gangguan citra tubuh (Black, 2005). Selain itu, banyak pasien menganggap hidupnya tinggal dihitung jari dan melampiaskan keputusasaannya dengan tidak mengindahkan petunjukkan tim medis serta makan dan minum sembarangan dan juga percaya bahwa akibat dari penyakit yang diderita mereka tak mungkin lagi dapat berolahraga (Suhud, 2009).

(25)

diantaranya mengatur pola hidup yaitu diantaranya mengatur pola hidup yaitu makan, pembatasan cairan, pola aktivitas istrahat yang seimbang. Perubahan fisik tersebut dapat mengakibatkan perubahan psikologis pasien akibat dari mengalami kelemahan, tidak mampu melakukan kegiatan dan tidak berdaya. Hal tersebut dapat mengakibatkan pasien merasa tidak mampu dan tidak berdaya karena keterbatasan fisiknya, sehingga pasien menjadi malu/minder, tidak mau bertemu dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sosial atau mengalami perubahan sosial.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa mengakibatkan pasien mengalami penurunan motivasi untuk patuh menjalani hemodialisa yang seharusnya sudah dijadwalkan, tidak mau melakukan diet untuk membatasi cairan, tidak mempunyai gairah hidup, pesimis dan mempunyai perasaan negatif terhadap diri sendiri sampai merasa kehilangan (Black, 2005).

(26)

menjalani hemodialisa di empat pusat kesehatan Taiwan didapatkan bahwa perilaku perawat medis dalam memahami keadaan pasien berpengaruh signifikan pada kepatuhan pasien menjalani hemodialisa.

Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (Sarwono, 2007).

Selain dukungan petugas kesehatan, dukungan keluarga sangat diperlukan dalam proses hemodialisa yang dijalani pasien. Pasien hemodialisa yang mengalami kelemahan fisik tidak mampu mengunjungi fasilitas kesehatan sendiri, sehingga diperlukan bantuan orang lain. Jarang sekali pasien datang sendiri ke tempat pelayanan kesehatan tanpa pendamping atau dukungan dari keluarga dalam melakukan hemodialisa (Smeltzer, 2008). Hal tersebut menyebabkan pasien mengalami ketergantungan yang terus menerus sampai keluarga tersebut mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien.

(27)

mempengaruhi komunitas dalam pemberdayaan individu dan keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kapasitas keluarga agar dapat menjadi pelindung yang handal untuk keluarganya sendiri (Keliat, 2005). Keluarga merupakan bagian yang paling dekat dan menetap bersama pasien sehingga anggota keluarga harus mampu merawat anggota keluarganya yang sakit.

Selain dukungan sosial dari keluarga dan petugas kesehatan, faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisa adalah kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa itu sendiri. Kecemasan merupakan respon umum yang sering muncul pada individu yang mengalami sakit dan takut yang terus-menerus timbul. Perasaan ini timbul akibat ancaman terhadap diri sendiri, identitas diri dan harga diri. Ancaman yang dirasakan pasien yang menderita sakit antara lain karena anggota tubuhnya mengalami kerusakan akibat sakit, penurunan fungsi tubuh akibat sakit (Tamsuri, 2006).

(28)

beberapa pasien di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik didapatkan bahwa sebagian pasien tidak patuh dalam melakukan hemodialisa. Hasil wawancara tersebut didukung dengan data dari rekam medik tentang jumlah pasien yang melakukan hemodialisa.

Jumlah pasien yang melakukan hemodialisa bervariasi dari bulan ke bulan. Data yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien yang menjalani hemodialisa dari bulan Juli – Desember 2012 sebanyak 5056 kunjungan, dan tahun 2013 sebanyak 13200 kunjungan dan kunjungan tertinggi pada Agustus 2012 sebanyak 986, sedangkan kunjungan terendah pada bulan Juli 2013 sebanyak 540 kunjungan. Dari data tersebut peneliti berasumsi bahwa banyak pasien yang tidak patuh melakukan hemodialisa. Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti ingin meneliti tentang pengaruh perilaku dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

1.2. Permasalahan

(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Rumah Sakit

Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk mempromosikan pengaruh kecemasan dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

2. Bagi Pasien dan Keluarga

Memberikan gambaran kecemasan dan dukungan sosial pada pasien yang menjalani hemodialisa untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien pasien.

3. Bagi Peneliti

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan yang disebabkan oleh konflik yang tidak di sadari mengenai keyakinan, nilai, krisis situasional, maturasi, ancaman pada diri sendiri dan kehidupan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi (Lumongga, 2010). Pendapat lain mendefiniskan kecemasan sebagai perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman, dan tidak menyenangkan, yang di ikuti oleh reaksi fisiologis seperti perubahan detak jantung dan pernapasan (Marlindawani, 2008). Menurut Dalami (2009) kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.

(31)

2.1.1. Tanda-tanda Umum Kecemasan

Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukan atau dikemukakan oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan oleh individu tersebut, keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain yakni; cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan kosentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2004) 2.1.2. Hal-hal yang Menimbulkan Kecemasan

Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum dan kehangatan. Ancaman terhadap keselamatan diri, tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status dari prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain, ketidak sesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata (Suliswati, 2009).

(32)

kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita atau stres yang nyata. Gangguan cemas lebih banyak terjadi pada perempuan, sekitar dua kali lebih banyak daripada laki-laki, gangguan ini biasanya timbul pada masa dewasa muda yang merupakan usia cukup matang dalam pengalaman hidup dan kematangan jiwa, meskipun dapat pula muncul pada usia yang lebih tua atau bahkan lebih muda (Widuri, 2008).

2.1.3. Tingkat Kecemasan

Suliswati (2009) mengatakan cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan cemas ini tidak memiliki objek spesifik dan merupakan pengalaman subjektif serta dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Tingkat kecemasan mempunyai karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain, manifestasi yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme yang digunakannya (Asmadi, 2008). Peplou dalam suliswati (2009) menggolongkan kecemasan dalam empat tingkat, yaitu :

1. Cemas Ringan

(33)

tangan gemetar. Manifestasi kognitifnya berupa mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah tidak dapat duduk tenang, gerakan halus pada tangan, suara kadang meninggi dan menggunakan mekanisme koping yang minimal.

Menurut Lumongga (2010) gejala kecemasan ringan secara fisik yang timbul berupa sesak napas, nadi dan tekanan darah naik, gangguan ringan pada lambung, mulut berkerut, bibir gemetar dan sedangkan gejala secara psikologis berupa persepsi meluas, masih dapat menerima stimulus yang komplek, mampu berkonsentrasi, mampu menyelesaikan masalah, gelisah, tremor dan suara terkadang tinggi. Cemas ringan atau cemas yang normal yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan menyebabkan waspada pada dan meningkatkan persepsinya terhadap penyakit gagal ginjal kronik dangan komplikasi dan lama perawatanya.

2. Cemas Sedang

(34)

tidur, perasaan tidak aman, mudah tersinggung, banyak pertimbangan dan mudah lupa.

Gejala fisik yang timbul pada kecemasan sedang berupa sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan gejala psikologis yang timbul seperti persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsangan, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, gerakan tersentak, meremasi tangan, bicara banyak dan cepat, insomnia, perasaan tak aman dan gelisah (Pieter, 2010).

3. Cemas Berat

Kecemasan berat, lapangan persepsi menjadi sangat sempit. Individu tidak mampu berfikir berat lagi, sehingga membutuhkan banyak pengarahan, cenderung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan yang lain. Manifestasi fisiologis yang muncul antara lain nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, tegang, rasa tertekan, nyeri dada, tidak mampu menyelesaikan masalah, perlu pengarahan yang berulang, tidak mampu membuat keputusan dan butuh bantuan. Manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah: konsep diri terancam, disorientasi, bingung dan kemungkinan halusinasi.

(35)

Penyakit diabetes mellitus dipersepsikan sebagai ancaman dalam kehidupan karena kebutuhan untuk bertahan yang tidak terpenuhi.

4. Panik

Panik pada tahap ini lapangan persepsi sudah terganggu, sehingga individu tidak mampu mengendalikan diri dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi tuntunan. Manifestasi fisiologis yang muncul berupa : nafas pendek, rasa tercekik, palpitasi dan sakit dada, pucat, hipertensi dan kordinasi motorik rendah. Manifestasi kognitif berupa lapangan pandang persepsi menyempit dan tidak berfikir logis, sedangkan manifestasi perilaku dan emosi yang muncul adalah mengamuk, marah, ketakutan, berteriak, dan kehilangan kendali.

Menurut Lumongga (2010) gejala fisik yang timbul seperti nafas pendek, tekanan darah dan nadi naik, aktivitas motorik meningkat, ketegangan, sedangkan gejala psikologis yang timbul lapangan persepsi sangat menyempit, hilangnya rasional, tidak dapat melakukan aktivitas, perasaan tidak enak dan terancam semangkin meningkat, menurunnya hubungan dengan orang lain dan tidak dapat kendalikan diri.

2.1.4. Respon Kecemasan

(36)

mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri didalam lingkungan pada umumnya (Sundari dalam Lumongga, 2010).

Beberapa respon individu yaitu dalam tingkatan rentang respon kecemasan respon adaptif, dan respon maladaptif yaitu respon adaptif respon yang wajar sedangkan respon maladaptif respon yang tidak wajar. Respon tingkat kecemasan terbagi atas antisipasi, ringan, sedang, Berat dan Panik ( Suliswati, 2009).

2.2. Dukungan Sosial

Menurut Sarwono (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.

(37)

2.2.1. Dimensi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

Bentuk dukungan sosial menurut Sarafino (2006) yaitu : a. Dukungan Informasional

Dukungan informasional didefinisikan sebagai suatu bentuk bantuan dalam wujud pemberian informasi tertentu. Informasi yang disampaikan tergantung dari kebutuhan seseorang. Dukungan informasional dapat bermanfaat untuk menanggulangi persoalan yang dihadapi keluarga, meliputi pemberian nasehat, ide-ide dan informasi yang dibutuhkan. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan Penilaian

(38)

dukungan penilaian adalah keluarga bertindak sistem pembimbing umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Tujuan bantuan instrumental adalah mempermudah seseorang menjalankan aktifitasnya. Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi atau menolong secara langsung masalah yang dihadapi sehingga bentuk dukungan istrumental ini dapat langsung dirasakan oleh pihak yang ditolong. d. Dukungan Emosional

(39)

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn & Antonoucci dalam Minkler (2002) terbagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dan mendukungnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami/istri) atau teman-teman dekat.

b. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung berubah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan.

c. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan yang dimaksud meliuputi supervisor, tenaga ahli/profesional dan keluarga jauh.

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima Dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

(40)

merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3. Gagal Ginjal Kronik

(41)

kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003). Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2009).

2.3.1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah :

a. Tahap pertama (stage 1)

Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73 m2

b. Tahap kedua (stage 2)

) atau LFG normal.

Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2

(42)

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.

d. Tahap keempat (stage 4)

Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73. e. Tahap kelima (stage 5)

Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative, 2009).

2.3.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik) (Noor, 2006).

(43)

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia).

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami anak-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter.

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa. g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik

tergolong penyebab yang sering pula.

h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering.

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.

(44)

2.3.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

2.3.4. Manifestasi Klinik Gagal Ginjal Kronik

Gejala awal gagal ginjal kronik tidak jelas dan sering diabaikan. Gejala umum berupa letargi, malaise, dan kelemahan sering tertutup dan dianggap sebagai gejala penyakit primer. Pada tahap lebih lanjut penderita merasa gatal, mual, muntah dan gangguan pencernaan lainnya. Makin lanjut progresif gagal ginjal kronik makin menonjol keluhan dan gejala uremik organ non ginjal lain (Suwitra, 2006). Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik menurut Sukandar (2006) terdiri atas :

a. Hematologik

(45)

b. Gastrointestinal

1. Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

2. Fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

3. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. 4. Gastritis erosif, Ulkus peptikus, dan colitis uremik. c. Syaraf dan otot

1. Miopati

2. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal. 3. Ensefalopati metabolic, lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi,

tremor, asteriksis, mioklonus, kejang

4. Burning feet syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

5. Restless leg syndrome, Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

d. Kulit

(46)

2. Echymosis akibat gangguan hematologis.

3. Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat. 4. Bekas garukan karena gatal.

e. Kardiovaskuler

1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron.

2. Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

3. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik.

4. Edema akibat penimbunan cairan. f. Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.

g. Gangguan Sistem Lain

1. Tulang : Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.

2. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.

(47)

2.3.5. Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik

Menurut Pace (2007), perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama, stadium kedua, dan stadium ketiga atau akhir.

a. Stadium pertama

Stadium pertama ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea daerah normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal dapat di ketahui dengan tes pemekatan kemih yang lama atau dengan tes glomerulus filtrasi yang teliti

b. Stadium kedua

Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal, gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.

c. Stadium ketiga atau stadium akhir

(48)

2.3.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Bila ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri dan mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer. Pada sebagian kecil kasus (10%), hipertensi mungkin tergantung renin dan refrakter terhadap kontrol volume natrium ataupun dengan anti hipertensi ringan. Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/l, dapat terjadi aritmia yang serius dan juga henti jantung. Hiperkalemia makin diperberat lagi oleh hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Anemia berupa penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal yang sakit maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Pada hiperurisemia kadar asam urat yang meninggi maka dihambat biosintesis yang dihasilkan oleh tubuh dan neuropati perifer biasanya simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap akhir (Noer, 2006).

2.3.7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

(49)

2.4. Hemodialisa

Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisa. Alat dialisa juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) membrans (Tisher & Wilcox, 2005).

Menurut Le Mone (1996) hemodialisa menggunakan prinsip dari difusi dan ultrafltrasi untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh. Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira-kira sama dengan komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain. Semua larutan molekul lebih kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui difusi.

2.4.1. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :

(50)

2. Membuang kelebihan air.

3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh. 4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. 5. Memperbaiki status kesehatan penderita (Rahardjo, 2009). 2.4.2. Proses Hemodialisa

Proses hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (end stage renal desase) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen (Smeltzer, 2008).

Proses dialisa menyebabkan pengeluaran cairan dan menjaga kehilangan elektroit dan produk kimiawi. Menurut Raharjo (2009), hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah pasien ke dalam tabung dialiser yang memiliki dua kompartemen semipermeabel. Kompartemen ini akan dialirkan oleh cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metanolisme nitrogen, pada proses dialysis, terjadi perpindahan cairan dari kompartemen hidrostatistik negatif pada kompartgemen cairan dialisa.

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :

(51)

2. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

3. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat (Rahardjo, 2009).

2.4.3. Indikasi dan Komplikasi Hemodialisa

Pada umumya indikasi dari hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :

1. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata 2. K serum > 6 mEq/L

3. Ureum darah > 200 mg 4. pH darah < 7,1

5. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari ) 6. Fluid overloaded (Suhardjono, 2003).

(52)

2.5. Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Sacket dalam Niven (2002) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Kepatuhan menurut Trostle dalam Ahmadi (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.

2.5.1. Tipe Kepatuhan

Menurut Cramer dalam Hawari (2003) kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:

1. Kepatuhan penuh (Total Compliance)

Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

2. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non Compliance)

(53)

2.5.2. Strategi Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet dalam Hawari (2003) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

1. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh professional kesehatan baik dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

2. Dukungan sosial/keluarga

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat perlu bagi pasien.

4. Pemberian informasi

(54)

2.6. Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung. Perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010).

(55)

obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Pada pasien yang menjalani hemodialisa merupakan faktor yang berasal dari individu itu sendiri adalah hal yang dialami oleh seseorang yang menderita penyakit seperti kecemasan. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Menurut Hawari (2008) adapun tingkat kecemasan adalah ringan, sedang, berat dan panik.

Selain yang berasal dari individu itu sendiri, faktor lainnya berasal dari keluarga pasien yang menjalani hemodialisa dan petugas kesehatan. Dukungan keluarga dan petugas kesehatan ini disebut dukungan sosial yang meliputi :

a. Dukungan informasional b. Dukungan penilaian c. Dukungan instrumental d. Dukungan emosional

2.7. Kerangka Konsep

(56)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Sosial

a. Dukungan informasional b. Dukungan penilaian c. Dukungan instrumental d. Dukungan emosional Kecemasan

(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian observasional yang bersifat analitik dengan rancangan potong lintang (cross-sectional) untuk menganalisa pengaruh kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit tipe A, memiliki perlengkapan media yang lengkap dan merupakan Rumah Sakit Pendidikan. Penelitian akan dilaksanakan mulai Januari hingga Juni 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

(58)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian pasien hemodialsa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Lameshow (1997) sebagai berikut:

n = ��� (�−�)�

��+(�−�)+��� (�−�)

Keterangan:

n : Besar sampel minimal N : Besar Populasi

d : galat pendugaan (0,1)

Z : Tingkat kepercayaan (95% = 1,96) p : Proporsi populasi (0,5)

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dikalkulasikan sebagai berikut :

n = (1,96)20,5 (1−0,5) 778

(0,1)2+(778−1)+ (1,96)20,5 (1−0,5)

= 747,19

8,73

= 85, 56 orang ≈ 86 orang

(59)

dijadikan sebagai responden sampai jumlah subjek yang diinginkan terpenuhi. Adapun kriteria inklusi adalah sebagai berikut :

1. Pasien yang menjalani hemodialisa di Instalasi Hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2. Berusia lebih dari 18 tahun.

3. Bersedia berpastisipasi dalam penelitian dengan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan.

Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah pasien yang memiliki keterbatasan kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk diwawancarai seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan kesulitan untuk mengisi kuesioner.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti untuk diajukan dan diisi oleh pasien yang menjadi responden secara langsung.

3.4.1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer

(60)

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dengan cara mengadakan pencatatan terhadap data-data yang diperlukan dari laporan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. 3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk pernyataan tentang kecemasan tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena pernyataan yang diajukan merupakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang telah disahkan penggunaannya. Untuk pernyataan dukungan

sosial yang terdiri dari 28 pernyataan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada 30 pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Pringadi Medan. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas diketahui bahwa 28 pernyataan dukungan sosial dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3.

a. Uji Validitas

(61)

Nilai r tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 orang pasien adalah 0,361 pada α = 5%.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas (tingkat kepercayaan) dari pernyataan yaitu merujuk pada pengertian apakah sebuah instrument dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu kewaktu. Jika alat ukur tersebut dapat dipergunakan secara konsisten maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang reliabel. Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika Cronbach Alpha > 0,60 maka dinyatakan reliabel, dan jika nilai uji Cronbach Alpha yang diperoleh < 0,60 maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecemasan dan dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa.

3.5.2. Definisi Operasional

(62)

1. Kapatuhan adalah ketaatan pasien dalam menjalani hemodialisa sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

2. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan yang disebabkan oleh penyakit yang diderita.

3. Dukungan informasional adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk informasi seperti memberikan nasihat, saran, maupun petunjuk.

4. Dukungan penilaian adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk perhatian, bersedia mendengarkan dan didengarkan. 5. Dukungan instrumental adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain

kepada pasien dalam bentuk pemberian uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan.

6. Dukungan emosional adalah bentuk dorongan yang diberikan oleh orang lain kepada pasien dalam bentuk kebersamaan, kesediaan dan aktivitas sosial yang sama.

3.6. Metode Pengukuran

(63)

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen 1. Kecemasan

Pengukuran kecemasan dengan menggunakan alat ukur yang dikenal dengan Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14

kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak pernah dialami, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat dikelompokkan derajat kecemasan seseorang yaitu :

a. Tidak ada kecemasan jika total nilai (score) < 14 b. Kecemasan ringan jika total nilai 14-20

c. Kecemasan sedang jika total nilai 21-27 d. Kecemasan berat jika total nilai 28-41 e. Panik jika total nilai 42-56

Skala : Ordinal

2. Dukungan Informasional

(64)

terendah 7 dan skor tertinggi 28. Dukungan informasional dikategorikan sebagai berikut :

a. Kurang mendukung (7-17) b. Mendukung (18-28) Skala : Ordinal

3. Dukungan Penilaian

Dukungan penilaian diukur dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 7 pernyataan, jika jawaban selalu diberi skor 4, kadang-kadang diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Maka diperoleh skor terendah 7 dan skor tertinggi 28. Dukungan penilaian dikategorikan sebagai berikut :

a. Kurang mendukung (7-17) b. Mendukung (18-28) Skala : Ordinal

4. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental diukur dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 7 pernyataan, jika jawaban selalu diberi skor 4, kadang-kadang diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Maka diperoleh skor terendah 7 dan skor tertinggi 28. Dukungan instrumental dikategorikan sebagai berikut :

(65)

Skala : Ordinal 5. Dukungan Emosional

Dukungan emosional diukur dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 7 pernyataan, jika jawaban selalu diberi skor 4, kadang-kadang diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1. Maka diperoleh skor terendah 7 dan skor tertinggi 28. Dukungan emosinal dikategorikan sebagai berikut :

a. Kurang mendukung (7-17) c. Mendukung (18-28) Skala : Ordinal

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen yaitu kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa dengan menggunakan data sekunder yang ada di rumah sakit yang dikategorikan menjadi patuh dan tidak patuh dengan skala ordinal.

3.7. Metode Analisis Data

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

(66)

2. Analisis Bivariat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji Chi-Squre pada tingkat kepercayaan 95% (p < 0,05) yaitu untuk melihat hubungan kecemasan dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pasien menjalankan hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2014.

(67)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap mulai berfungsi tepatnya pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah Sakit ini mulai beroperasi secara total pada tanggal 21 Juli 1993 yang diresmikan oleh Presiden RI pada waktu itu, H. Soeharto. RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Lauchi, Kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini berjarak ±1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi. Letak daerah yang jauh dari keramaian ini sangat mendukung bagi para pasien karena suasana tenang di daerah tersebut akan semakin mempercepat proses penyembuhan dari pasien. Selain itu, RSUP H. Adam Malik yang berada jauh dari pusat Kota Medan, masih memiliki udara yang sangat sejuk dan belum terpolusi oleh udara kendaraan bermotor. Di sekeliling area RSUP H. Adam Malik terdapat tempat-tempat seperti toko buah, warung ataupun rumah makan, apotik, toko yang menyediakan jasa foto kopi sehingga berguna bagi para pengunjung rumah sakit untuk menjenguk, para pegawai ataupun mahasiswa yang berada di rumah sakit.

(68)

Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian calon dokter spesialis.

Visi RSUP H. Adam Malik adalah sebagai ”Pusat Rujukan Kesehatan Regional”. Dengan Misi RSUP H. Adam Malik adalah :

1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangaku oleh lapisan masyarakat;

2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan yang bermutu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional di bidang kesehatan;

3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangna di bidang kesehatan;

4. Menyelenggarakan pelayanan penunjang kesehatan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pelaksanaan visi dan misi RSUP H. Adam Malik senantiasa berpedoman kepada nilai-nilai sebagai berikut:

(69)

2. Pelayanan harus diberikan secara utuh (Seamless) melalui organisasi dan sistem yang memungkinkan terjadinya pendekatan kerja sama tim, sehingga terlaksana pelayanan yang utuh dan bermutu.

3. Pelayanan medik dilaksanakan para staf medik fungsional merupakan leading sektor yang didukung oleh instalasi-instalasi pelayanan.

4. Adanya pemisah wewenang dan tanggung jawab antara para manajer produksi (ka. Instalasi), manajear klinik (ka. SMF/para dokter) dan para manajer koorporal (struktural).

5. Koordinasi pelayanan medik dilakukan melalui forum komite medik beserta tim-timnya (panitia bersama direksi).

6. Harus terjadi koordinasi, sinkronisasi, dan integritasi dengan Fakultas Kedokteran di semua tingkatan Departemen, Dekan, Direksi, Bagian dan Instalasi.

7. Pelayanan yang bermutu dengan perbandingan tempat tidur yang sesuai untuk dapat menghasilkan suatu pendapatan (revenue) untuk subsidi silang.

(70)

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diketahui gambaran karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pembiayaan hemodialisa dan lama menjalani hemodialisa. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Pembiayaan Hemodialisa dan Lama Menjalani Hemodialisa

No Variabel n %

3 Status Perkawinan

Belum kawin 5 5,8

Kawin 67 77,9

Duda/Janda 14 16,3

Jumlah 86 100,0

4 Pembiayaan Hemodialisa

BPJS 86 100,0

Jumlah 86 100,0

5 Lama Menjalani Hemodialisa

≤ 1 tahun 42 48,8

1 – 5 tahun 38 44,2

> 5 tahun 6 7,0

(71)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden berumur antara 41 - 50 tahun dan 51 - 60 tahun dengan jumlah masing-masing 28 orang (32,6%). Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 60 orang (69,8%). Berdasarkan status perkawinan diketahui bahwa sebagian besar berstatus menikah dengan jumlah 67 orang (77,9%). Berdasarkan pembiayaan hemodialisa diketahui bahwa semua responden dibiayai oleh BPJS. Berdasarkan lama menjalani hemodialisa diketahui bahwa sebagian besar sudah menjalani hemodialisa selama ≤ 1 tahun dengan ju mlah 42 orang (48,8%).

4.2.2. Gambaran Kecemasan Responden

(72)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Kecemasan Responden

6 Perasaan depresi (murung)

12 Gejala urogenitalia (perkemihan dan kelamin)

3 3,5 83 96,5 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Pembiayaan Hemodialisa dan Lama Menjalani Hemodialisa
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Kecemasan Responden
Tabel 4.3 Distribusi Kategori Kecemasan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan perkembangan di atas, sekarang ini pemasar harus melihat electronic word of mouth sebagai suatu peluang baru, sehingga pemasar tidak hanya sekedar menggunakan

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Mengevaluasi jenis, simbol dan nilai estetis dalam keilmuan yang mendukung

Walaupun SKRT mempunyai masalah sampling dan tidak memperhitungkan pengaruh musim, paling tidak angka ini menunjukkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian

Di bagian ini hukum internasional telah ada semenjak 4000 SM, hubungan yang mengikat terjadi antara setiap individu dan nations, namun pola dan bentuk interaksi yang dilakukan pada

The result shows that there is a negative relationship between both leverage ratios and firm size, profitability, liquidity economic growth and interest rate.. On the other

pada penulisan ilmiah ini di bahas mengenai pembuatan aplikasi soekarno yang pada zaman eraglobalisasi sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan technologi dalam bidang

● Mempraktlkkan bacaan al-Qur'an yang bertanda baca syiddah dengan benar. Bacaan syiddah

Penulis Ilmiah ini membahas masalah mengenai aplikasi penjualan tiket kereta api karena melihat adanya pemborosan waktu dalam proses penyimpanan data, transaksi, maupun