• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JURNALIS

KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN

DI SUMATERA UTARA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh:

OZUI TELAUMBANUA

NIM. 100200335

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP JURNALIS

KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Rangka Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh:

OZUI TELAUMBANUA

NIM. 100200335

BAGIAN HUKUM PIDANA

Disetujui oleh:

Ketua Bagian Hukum Pidana

(Dr. M. Hamdan, S.H,M.H) NIP. 195703261986011001

Dosen Pembimbing I Dosen

Pembimbing II

(Prof. Dr. H. Ediwarman S.H,M.Hum) (Dr. Marlina S.H,M.Hum)

NIP. 195405251981031003 NIP. 197503072002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya.

Dengan tujuan mulia dan cita-cita yang sangat baik ditujukan untuk

menyelesaikan dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum dengan kewajiban bagi

tiap mahasiswanya harus menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis memberanikan diri

untuk menulis skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN DI SUMATERA UTARA”.

Walaupun dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun

berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Tuhan

Yang Maha Esa sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang luput dari kesalahan,

baik yang disengaja ataupun tidak. Apa bila terdapat kesalahan dan kekurangan

dalam penulisan skripsi ini, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan

sarannya yang berguna serta mampu membangun semangat penulis untuk

membuat tulisan yang lebih baik kedepannya. Agar dapat menjadi suatu

pengalaman pembelajaran kedepannya untuk menjadikan diri penulis sebagai

sosok yang akan selalu mencari suatu hal yang baik dan sesuai dengan apa yang

harus dilakukan.

Selesainya skripsi ini bukanlah semata-mata jerih payah dari penulis

(4)

yang turut serta membantu dan memberikan motivasi untuk terus menyelesaikan

skripsi ini. Baik itu dukungan moril dukungan materil ataupun bantuan lainnya

kepada penulis. Hal ini mungkin tidak dapat diucapkan dengan kata-kata. Akan

tetapi, mungkin ucapan terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan

kepada orang-orang dan pihak yang selalu memberikan semangat dan menjadi

motivasi bagi penulis. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum, selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, S.H.,M.H, DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak O.K. Saidin, S.H.,M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Hamdan, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. H. Ediwarman, S.H.,M.Hum, selaku Dosen

Pembimbing I yang sangat berjasa dan membantu baik hal-hal kecil

maupun besar serta terus memberikan jalan yang baik bagi penulis

untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Ibu Dr. Marlina S.H,M.Hum selaku pembimbing II yang telah

dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran

(5)

8. Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah mengajari dan memberikan ilmunya

kepada penulis selama duduk di bangku kuliah hingga akhirnya penulis

dapat menyelesaikan perkuliahannya.

9. Ayahanda F. Telaumbanua, S.H., yang telah merawat, mengurus,

membimbing dan melakukan segala yang terbaik untuk penulis hingga

kelak dapat mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.

10.Ibunda Dra. Yuliria Telaumbanua yang telah melahirkan saya,

yang telah merawat dengan sabar serta tulus hingga akhir masa.

Memberikan petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat demi kebaikan

penulis. Dengan kasih sayangnya selalu mendengar segala

permasalahan penulis dan mencoba mencari solusinya. Terima kasih

telah menjadi Ibu yang terbaik di dalam kehidupan penulis dengan

segala kelemahan dan kekurangannya.

11.Abang dan adik-adik kandung Eronu Telaumbanua, S.E., Sona

Telaumbanua, dan Lau Telaumbanua yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan Skripsi ini baik langsung atau tidak langsung.

12.Nofanolo Dian Putra Zebua dan Delviana Zebua yaitu sepupuyang

telah memberikan dukungan doa dan harapan-harapan yang terbaik

bagi penulis.

13.Benny Jeremia Sibarani dan Donny Samuel Hutagalung yaitu

“brother from another mother” yang dari kecil hingga saat ini selalu

(6)

tertawa, juga saat sadar atau apapun. Kalian yang terbaik. Dan akan

selalu menjadi yang terbaik.

“everyone is not my friend, and my friends are not like everyone”

14.Naomi Sabrina Pardede yang telah mendukung lewat doa dan

menyemangati dalam penyelesaian Skripsi ini.

15.Nency Debora yaitu adik angkat yang telah mendoakan segala yang

terbaik untuk kebaikan penulis.

16.Alm. Lara Tiara yaitu adik angkat yang tetap menjadi alasan kenapa

penulis harus tetap berjuang dalam hal apapun. See you again my lil

sista.

17.Semua teman-teman dari Fakultas Hukum USU, Syaid Mustafa

Siregar, S.H.,(Mustaf ganas), Evan Timotius Simon (Ipan a.k.a. imut),

Rendy Maulana (Kenyaang), Arif Budiman (Hallo aku adek), Dandy

Rizkian Tarigan,S.H.,(god), Eduard Tobing, Farel Dave

Sembiring,S.H., (bang Tattoo), Muhammad Mirza Hutajulu, S.H.,(Jek),

Hizkia Tongam Yomaro Purba (Ongam), Kinanti Aldilla, Intan Siregar,

Josua Dody Lumbantoruan, Oren Riff Milano, Khairina Nurdina

Nasution, Raja Pasaribu, adik Rafif Adib, Rendi Utama Sembiring

(Sek), Tengku Mud Alrasjid (Mud), dan semua teman yang belum

disebutkan namanya yang telah mendukung dan menginspirasi penulis

untuk menyelesaikan Skripsi ini.

18.Semua anggota “JOHOR FURY” M. Fakhrurazy, Javier Warganda,

Arkana Warganda, bang Andhyka Saputra, bang Andy Adika, Donny

(7)

Rahmatsyah, Andre Febrian Hutabarat, Rafyuda Al Yazid, Wahyu

Rachwaldy, Rey Javier Purba dan semua anggota lainnya yang selalu

menyemangati penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

19.Bapak Rizal Rudi Surya,S.H., selaku Wakil Ketua Bidang

Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera

Utara 2010-2015 dan Bapak Martohab Simarsohit,S.H., selaku

Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera

Utara 2010-2015 yang juga telah menjadi narasumber dalam penulisan

Skripsi ini demi melengkapi data-data yang dibutuhkan penulis.

20.Mentari Yolanda Ritonga, S.H., yang telah memotivasi penulis

dalam penyelesaian Skripsi ini.

21.Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan Skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi setiap orang yang membacanya, khususnya bagi masyarakat dan wartawan

sebagai korban tindak pidana penganiayaan.

Medan, 14 Mei 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vii

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penulisan ... 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 17

1. Spesifikasi Penelitian ... 17

2. Metode Pendekatan ... 18

3. Lokasi Penelitian ... 19

4. Alat Pengumpulan Data ... 19

5. Prosedur Pengumpulan Data ... 20

6. Analisis Data ... 20

BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers ... 21

B. Peraturan Dewan Pers No. 5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan ... 32

C. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana ... 34

(9)

BAB III : FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PENGANIAYAAN TERHADAP JURNALIS DAN BENTUK HAMBATAN YANG DIHADAPI JURNALIS KORBAN PENGANIAYAAN

A. Pengertian Penganiayaan ... 48

B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Penganiayaan Terhadap Jurnalis

1. Pelaku Penganiayaan Tidak Memahami Jurnalis

adalah Profesi yang Dilindungi ... 62

2. Wartawan yang Tdk Bekerja sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang No. 40 Tahun

1999 ... 63

3. Perusahaan Pers yang Belum Total Dalam Membela

Wartawan ... 65

C. Hambatan Dalam Mendapatkan Perlindungan Hukum

1. Eksternal ... 68

2. Internal ... 69

BAB IV : KEBIJAKAN TERHADAP JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN

A. Kebijakan Penal ... 73

B. Kebijakan Non Penal ... 76

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

ABSTRAK

Ozui Telaumbanua*

Prof.Dr.H. Ediwarman S.H,M.Hum** Dr.Marlina S.H,M.Hum***

Hukum mencita-citakan terciptanya negara dan bangsa yang hidup penuh keteduhan, sejahtera lahir dan batin, dengan setiap warga negara saling mengerti dan menyadari akan hak dan kewajibannya.

Untuk mencapai cita-cita diatas, seluruh warga negara diberikan informasi tentang hukum ini, tentang pentingnya “rule of law”. Penyampaian informasi ini dilaksanakan melalui media massa, termasuk pers dengan kegiatan jurnalistiknya.

Seorang wartawan, perlu mendapat perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan segala jenis saluran yang tersedia.

Perlindungan hukum yang dimaksud disini tak lain adalah kepastian hukum dan jaminan perlindungan dari pemerintah dan atau masyarakat yang diberikan kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak dalam mengelola

berita dan mengumumkannya tanpa harus ada izin terlebih dahulu,

meskipun demikian, setelah diterbitkan, penerbitnya haruslah bertanggung

jawab.1

Pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers

dikatakan “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat

perlindungan hukum”.

Hak ini diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum

yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti

menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitan surat kabar, majalah, buku

atau dalam material lainnya tanpa ada campur tangan atau perlakuan

sensor dari pemerintah.

Profesi seorang wartawan perlu mendapat perlindungan

hukumdalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk

tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun bentuk lainnya

dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis

saluran yang tersedia.

2

1

M. Djen Amar, Hukum Komunikasi Jurnalistik, Bandung: Alumni, 1984, halaman 76

2

Undang-Undang No.40 Tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 8

(12)

perlindungan hukum terhadap wartawandalam arti kekebalan dari tuntutan

pidana.

Wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistik termasuk dalam

tenaga kerja, yang berarti setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik di

dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau

barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.3

Jaminan kecelakaan kerja merupakan hak setiap tenaga kerja yang

wajib diberikan ketika tenaga kerja mengalami atau tertimpa kecelakaan

kerja.Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruhnya

penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resiko-resiko sosial, maka

diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja.4

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja yang terjadi terhubung

dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan

kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat

dari rumah menuju tempat kerja dan sebaliknya.5

Tidak semua kasus kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja

berujung pada pembayaran jaminan kecelakaan kerja. Beberapa sebab

sehingga pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar jaminan

kecelakaan kerja kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja atau

santunan kematian kepada keluarganya, yaitu dalam hal:6

a) Karena disengaja oleh tenaga kerja yang bersangkutan;

3

Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Press, Medan,2015, halaman 145

(13)

b) Menolak tanpa alasan yang sah akan diperiksa dokter yang

ditunjuk oleh perusahaan;

c) Sebelum selesai pengobatan tenaga kerja menolak pertolongan

dalam huruf b;

d) Tanpa alasan yang sah;

e) Pergi ke tempat lain sehingga dokter yang ditunjuk oleh

perusahaan tidak dapat memberikan pertolongan yang

dianggap perlu untuk memulihkan kesehatannya.

Sejauh apa negara dan peraturan yang berlaku di Indonesia

melindungi keselamatan dan hak-hak jurnalis ketika menjalankan tugasnya

sebagai pemburu berita atau pencari informasi tanpa adanya kekerasan

fisik adalah tolak ukur terhadap perlindungan pers.

Penegakan hukum merupakan hal yang rumit dalampengamalan

supremasi hukum dan keadilan. Penegasan dalamUndang-undang 1945

setelah adanya perubahan keempat, bahwa Republik Indonesia adalah

Negara Hukum, dalam pelaksanaannya ternyata belum dapat terselenggara

dengan baik.

Mekanisme atau proses penegakan hukum, yang sesungguhnya

telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, ternyata masih

menemui kendala-kendala serius di lapangan sehingga hakekatdan makna

penegakan hukum menjadi tidak efektif. Warga masyarakat menjadi apatis

(14)

Prinsip-prinsip kebebasan pers secara hukum harus tercantum

dalam konstitusi negara.Jaminan dan perlindungan dari hukum yang

tertinggi, mengakibatkan kebebasan pers tidak mudah diselewengkan.

Jurnalis berperan sebagai pencari berita yang disusun dan

disampaikan pada khalayak luas melalui media cetak atau elektronik

secara cepat, akurat, dan lengkap menjadikan mereka sebagai orang yang

paling bertanggung jawab dalam meliput kejadian dan fakta yang terjadi di

lapangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Wartawan bukanmeminta keistimewaan untuk tidak dihukum dan

mereka bisa dipidana bila melanggar norma hukum umum, seperti

pencurian, pembunuhan, pemerasan, tetapi semua hal yg terkait pekerjaan

jurnalistik seperti peliputan, wawancara, pemuatan berita dalam media

cetak atau elektronik tidak lagi dikenai pasal-pasal dalam KUHP.

Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers

menyatakan bahwa:

1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,

pembredelan atau pelarangan penyiaran.

3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan daninformasi. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.7

Selanjutnya Pasal 28 F Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu,“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

7

(15)

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”8

Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers dalam juga

dikatakan “Bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud

kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk

menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

demokratis”.9

Bentuk kekerasan yang dimaksud adalah

Perlindungan terhadap keselamatan jurnalis yang mencari

informasi dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai subsistem

komunikasi di dalam masyarakat tanpa kekerasan fisik harus mendapatkan

jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan

paksaan dari pihak manapun.

10

1. Kekerasan fisik termasuk penganiayaan ringan, penganiayaan berat,

penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan. :

2. Kekerasan non-fisik termasuk ancaman verbal, penghinaan,

penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.

3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

4. Upaya menghalangi kerja wartawan untuk mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi,

yaitu dengan merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan apa

pun yang merintangi tugas wartawan sehingga tidak dapat

memproses pekerjaan kewartawanannya.

8

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28F 9

Undang-Undang no.40 tahun 1999 tentang Pers, Menimbang 10

(16)

5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut

dalam pedoman ini merujuk kepada definisi yang diatur KUHP dan

UU HAM.

Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk

pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat

keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental,

kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan

dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan,

dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.11

Berdasarkan politik hukum maka negara untuk kepentingan

pemberian perlindungan bagi saksi dan korban yang sangat penting

keberadaannya dalam proses pengadilan, maka Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan

Undang-Undang no. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai

ius constitutum

Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek

saja,akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial.

12

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang

11Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 tahun 2002, tentang Tata Cara Perlindungan TerhadapKorban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, Pasal 1 ayat 1.

12

(17)

tertulis. Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi

hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Sarana perlindungan hukum berdasarkan uraian tersebut terdiri dari:

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.Tujuannya adalah

mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak

pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan

adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk

bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan dalam pembentukan

peraturan yang berlaku.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa.Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan

Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan

hukum ini.

Barnest dan Teeters menunjukkan beberapa cara untuk

menanggulangi kejahatan, yaitu13

13

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Jakarta: Rajawali,1983, halaman 79

(18)

1. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan-tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

2. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap

hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah, konsep-konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan

kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan

pemerintah.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak

pemerintahan adalah prinsip negara hukum.Dikaitkan dengan pengakuan

dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan

dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Dalam konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan,

terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian.Hal ini

(19)

mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formi, maupun

hukum pelaksanaan pidana.14

Adapun asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut15

a. Asas Manfaat

:

Artinya perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi

tercapainya kemanfaatan (baik materiil maupun spiritual) bagi

korban kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat

secara luas, khususnya dalam upaya mengurangi jumlah tindak

pidana serta menciptakan ketertiban masyarakat.

b. Asas Keadilan

Artinya, penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi

korban kejahatan tidak bersifat mutlak karena hal ini dibatasi

pula oleh rasa keadilan yang harus juga diberikan pada pelaku

kejahatan.

c. Asas Keseimbangan

Karena tujuan hukum di samping memberikan kepastian dan

perlindungan terhadap kepentingan manusia, juga untuk

memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu

menuju pada keadaan yang semula (restutio in integrum), asas

keseimbangan memperoleh tempat yang penting dalam upaya

pemulihan hak-hak korban.

14

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademia Pressindo, 1993, halaman 50

15

(20)

d. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi

aparat penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam

upaya memberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan.

Penganiayaan berasal dari kata aniaya yang artinya perbuatan

bengis, penindasan, sadis dan sebagainya; sewenang-wenang.16

a) Adanya kesengajaan;

Penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

b) Adanya perbuatan;

c) Adanya akibat perbuatan yakni :

1) Rasa sakit, tidak enak pada tubuh;

2) Lukanya tubuh;

d) Bertujuan pada akibatnya.

Penganiayaan merupakan salah satu tindak kejahatan. Perumusan

tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini ditujukan bagi perlindungan

kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa

penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa

sakit atau luka, bahkan menimbulkan kematian.

Perlindungan terhadap keselamatan jurnalis yang mencari

informasi dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai subsistem

komunikasi di dalam masyarakat tanpa kekerasan fisik harus mendapatkan

jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan

paksaan dari pihak manapun.

16

(21)

Fungsi Pers yang mencari berita, memberikan informasi

secepat-cepatnya kepada masyarakat luas secara aktual, akurat, faktual, menarik,

benar dan jernih.Mungkin dalam proses mencari informasi tersebut mereka

dapat merugikan sejumlah pihak yang berakibat juga merugikan

keselamatan para wartawan.

Pemberian perlindungan hukum terhadap Pers sering terdapat

hambatan-hambatan yang dihadapi seperti aparat penegak hukum dalam

memberikan informasi terkait kasus yang dialami tersebut tidak transparan

dan tidak detail dalam pemberian informasi perkembangan kasus

tersebut.Yang merupakan bentuk pengawasan mengenai penanganan suatu

kasus.

Menurut Marc Ancel, pengertian kebijakan hukum pidana (penal

policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan

secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada

pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan

undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan

pengadilan.17

17

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Hal. 23

Sistem peradilan pidana pemidaan itu bukanlah merupakan tujuan

akhir dan bukan pula merupakan satu - satunya cara untuk mencapai

tujuan pidana atau tujuan sistem peradilan pidana dengan cara diluar

(22)

Dilihat dari segi ekonomisnya sistem peradilan pidana disamping

tidak efisien, juga pidana penjara yang tidak benar-benar diperlukan

semestinya tidak diterapkan.

Kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik

perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan

sistematik dogmatik. Disamping pendekatan yuridis faktual juga dapat

berupa pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin ilmu sosial lainnya

dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan

nasional pada umumnya.18

18Ibid

, Hal. 24

Kekerasan dan penganiayaan terjadi terhadap dua wartawan harian

terbitan Medan Jefri dan Irvan Rumapea, oleh oknum satpam Universitas

Sumatera Utara (USU) saat meliput demo mahasiswa di depan Biro Rektor

USU, pada hari Kamis tanggal 21 Mei 2015.

Akibat pemukulan tersebut, dua wartawan tersebut mengalami luka

lebam. Kasus tersebut lalu diadukan ke Polresta Medan. Pemukulan

tersebut terjadi saat kedua wartawan tersebut meliput aksi demo

mahasiswa USU. Keduanya lalu diusir satpam tanpa alasan yang jelas.

Tak terima diusir, wartawan pun bertanya mengapa

dihalang-halangi melakukan tugas jurnalistik. Bukannya memberikan penjelasan,

oknum satpam itu langsung melayangkan pukulan. Melihat rekannya

memukuli dua wartawan, sejumlah oknum satpam lainnya ikut-ikutan

(23)

“Kami diusir dan dilarang meliput. Kami mempertanyakan alasan

kami diusir, tapi bukannya mendapatkan penjelasan, tapi kami langsung

dipukul dengan membabi buta,” kata Irvan saat membuat laporan di

Mapolresta Medan.

Tak hanya dipukuli, sepeda motor dua wartawan itu juga dirusak

para satpam. “Kami minta kepada Polresta Medan agar menangkap

pelakunya. Kami ada dua orang yang dipukul,” tambahnya.19

Kejadiantersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman

masyarakat tentang fungsi jurnalis yang mengakibatkan rentan terhadap

tindakan penganiayaan.

Jurnalis korban tindak penganiayaan pada umumnya memberikan

pengaduan tidak melalui jalur litigas melainkan kepada Dewan Pers.

Anggapan bahwa pengaduan ke Dewan Pers jauh lebih cepat prosesnya

dibandingkan melalui jalur litigasi yang juga memakan waktu dan biaya

lebih banyak.

Penyelesaikan perkara antar pihak tersebut, Dewan Pers

mengusahakan perdamaian melalui penyelesaian sengketa alternatif yaitu

mediasi yang bertujuan “win-win solution”.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas suatu masalah

yang berkaitan dengan Perlindungan Hukum terhadap Jurnalis dalam

bentuk skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis

Korban Tindak Penganiayaan di Sumatera Utara”.

(24)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban

tindak penganiayaan?

2. Apakah faktor penyebab terjadinya tindak penganiayaan terhadap

jurnalis dan bentuk hambatan yang dihadapi jurnalis korban

penganiayaan?

3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan?

C. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencari pemecahan masalah

terhadap masalah yang terjadi di kalangan jurnalis, antara lain:

1. Mengkaji peraturan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban

tindak penganiayaan.

2. Mengkajifaktor penyebab terjadinya tindak penganiayaan terhadap

jurnalis korban penganiayaan dan mengkaji bentuk hambatan yang

dihadapi jurnalis korban penganiayaan.

3. Mengkaji kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan

hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik

teoritas kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun

praktis kepada para praktisi hukum.

Dapat dijelaskan kegunaan teoritis dan praktis bagi pengembangan

(25)

1. Manfaat secara Teoritis

Penulis berharap kiranya hasil penelitian ini dapat

menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan

disiplin ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan masalah

perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan di dalam tata hukum

Indonesia.

2. Manfaat secara Praktis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan jalan

keluar yang akurat terhadap permasalahan khususnya yang berkaitan

dengan masalah perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan yang

disebabkan kurang pahamnya standar penerapan kode etik

jurnalistik.Selain itu dapat bermanfaat dalam memberi informasi yang

dapat disumbangkan kepada semua orang termasuk aparat penegak hukum

untuk menangani dan menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap jurnalis.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis

Korban Tindak Penganiayaan Di Sumatera Utara” ini diangkat karena

penulis ingin mengkaji dan mengetahui lebih tentang pengaturan

perlindungan hukum, hambatan-hambatan serta kebijakan pemerintah

terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan. Penulis belum menemukan

judul dan pengesahan yang sama dengan tulisan ini selama melakukan

(26)

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul dan pembahasan yang

sama oleh orang lain dengan skripsi yang dibuat oleh penulis, maka hal

tersebut dapat penulis pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis menguraikan apa yang menjadi landasan pemikirannya

yang dituangkan dalam bentuk latar belakang permasalahan, permasalahan,

tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP JURNALIS

KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini merupakan pembahasan pengaturan hukum apa saja yang

memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak pidana

penganiayaan.

BAB III FAKTOR TERJADINYA TINDAK PENGANIAYAAN

TERHADAP JURNALIS DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI

JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN

Bab ini berisi tentang faktor-faktor terjadinya penganiayaan terhadap

jurnalis dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh jurnalis dalam

mendapatkan perlindungan hukum.

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

JURNALIS KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini membahas tentang kebijakan pemerintah terhadap jurnalis korban

tindak pidana penganiayaan.

(27)

Bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban

dari permasalahan yang ada berdasarkan hasil penelitian serta saran-saran

yang diharapkan menjadi solusi dari permasalahan yang dibahas.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau

doktrineryaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder.Penelitian

hukum normatif atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian

perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap

data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.20

Penelitian hukum normatif mengambil isu dari hukum sebagai

sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif

tentang suatu peristiwa hukum.21

Penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat

kajiannya.22 Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah

atau aturan.23

20

Ediwarman, Metode Penelitian Hukum (Panduan penyusunan Skripsi, Tesis, dan Desertasi), Medan:P.T. Sofmedia,2015,Halaman 97

21

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, halaman 36

22Loc.cit. 23

Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta, Grafika, 2003, halaman 419

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan landasan hukum

yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum pidana

(28)

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian hukum yang

akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan menganalisis pasal-pasal yang

mengatur tentang perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak

penganiayaan, menganalisis berlakunya hukum positif dan pengaruh

berlakunya hukum positif terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan

serta faktor non hukum terhadap terbentuknya serta berlakunya ketentuan

hukum positif.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi

Sumatera Utara dengan melakukan wawancara tertulis dengan Bapak

Rizal Rudi Surya,S.H.,selaku Wakil Ketua Bidang Pendidikan Persatuan

Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera Utara 2010-2015.

Penelitian dilaksanakan pada Tanggal 18 Mei 2015.

4. Alat Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi

Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara

(Interview) yang berhubungan dengan perlindungan terhadap jurnalis

korban tindak penganiayaan.

Penelitian empiris yang bertujuan medapatkan bahan primer yang

berupa peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang berkaitan

(29)

bahan sekunder berupa bahan acuan lainnya yang mendukung penulisan

skripsi ini.24

Wawancara (interview) merupakan cara untuk memperoleh

informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang diwawancarai,

yang merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi 25

5. Prosedur Pengumpulan Data

untuk

memperoleh data yang diperlukan.

Prosedur pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, diperlukan

metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka terhadap

bahan-bahan hukum, baik bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, maupun

bahan hukum tersier dan atau bahan non-hukum26

6. Analisis Data

.

Memanfaatkan berbagai literatur untuk mempelajari dan

menganalisa kasus berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel dan

media lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap

jurnalis korban penganiayaan.

Analisis data Kualitatif adalah suatu cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh

responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata,

yang diteliti dan dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.27

Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam

(in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena

24

Ediwarman, Op.cit. hlm 114

25Ibid

, hlm 117

26

Mukti Fajar, Op.cit. halaman 160

27

(30)

metodologi kualitatif yakin sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan

sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu

(31)

BAB II

Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan

A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

Menurut Pasal 1 Undang-Undang ini, di jelaskan bahwa Pers

adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan

kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi.28

Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang

menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media

elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara

khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.

Penyampaian informasi oleh pers baik dalam bentuk tulisan, suara,

gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk

lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala

jenis uraian yang tersedia.

29

Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak,

media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam

memperoleh informasi.30

Kantor berita adalah pusat pengumpulan dan penyebaran berita,

bahan-bahan informasi dan karangan-karangan guna melayani harian,

penerbitan berkala, badan umum dan swasta lainnya yang usahanya

28

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 1

29

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 2

30

(32)

meliputi segala perwujudan kehidupan dan penghidupan masyarakat

Indonesia dalam tata pergaulan dunia.31

Kewartawanan adalah pekerjaan kegiatan usaha yang sah, yang

berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam

bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain sebagainya untuk

perusahaan pers, radio, televisi dan film.32

Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan

jurnalistik.33

Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi

perusahaan pers.

Hak-hak yang dimiliki oleh wartawan dijamin oleh Pasal 28

Undang-undang Dasar tahun 1945, yaitu “Kemerdekaan berserikat dan

berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan oleh undang-undang.”

34

Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh

perusahaan pers Indonesia.35Sedangkan Pers asing adalah pers yang

diselenggarakan oleh Perusahaan pers asing.36

Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau

seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau

tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak

manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak

berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.37

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 4

34

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 5

35

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 6

36

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 7

37

(33)

Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian

penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan

hukum.38

Hak Tolak Wartawan adalah hak karena profesinya, untuk menolak

mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang

harus dirahasiakannya.39Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok

orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan

berupa fakta yang merugikan nama baiknya.40

Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau

membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang

dirinya maupun tentang orang lain.41

Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat

terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar

yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.42Pengertian Kode Etik

Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.43

Kebebasan pers adalah hak dalam mengelola berita dan

mengumumkannya tanpa harus ada izin terlebih dahulu, meskipun

demikian, setelah diterbitkan, penerbitnya haruslah bertanggung jawab.44

Menurut Pasal 2, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud

kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,

38

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 9

39

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 10

40

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 11

41

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 12

42

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 13

43

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 1 ayat 14

44

(34)

dan supremasi hukum. 45

Menurut Pasal 3 fungsi Pers nasional adalah sebagai media

informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.Dan pers nasional dapat

berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Kebebasan ini merupakan salah satu cara

masyarakat mengemukakan aspirasinya.

46

Menurut Pasal 4 kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi

warga negara adalah pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan

atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi

terjamin.47

Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran

akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh

pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode Etik

Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.48

Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak

berlaku pada media cetak dan media elektronik.Siaran yang bukan

merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam

ketentuan undang-undang yang berlaku.Menjamin kemerdekaan pers, pers

nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan

gagasan dan informasi.49

45

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 2

46

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 3

47

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4

48

Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 1

49

(35)

Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi

sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber

informasi. Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan

negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.50

Menurut Pasal 5 Pers nasional berkewajiban memberitakan

peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa

kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.Pers wajib melayani

Hak Jawab dan Hak Tolak.

Hak tolak dapat digunakan wartawan ketika dimintai keterangan

oleh pejabat penyidik atau diminta menjadi saksi di pengadilan demi

melindungi kepentingan dari sumber informasi.

51

Pers nasional menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau

membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus

yang masih dalam proses peradilan serta dapat mengakomodasikan

kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut.52

Menurut Pasal 6 Pers nasional mempunyai peranan penting dalam

memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan

pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan

benar.Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran,

50

Penjelasan atas Undang-Undang no. 40 tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 3

51

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 5

52

(36)

serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang

tertib.53

Menurut Pasal 7 Undang-Undang ini, Wartawan bebas memilih

organisasi wartawan, dan wajib mentaati Kode Etik Jurnalistik, yaitu kode

etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan

Pers.54

Menurut Pasal 8, dalam melaksanakan profesinya wartawan

mendapat perlindungan hukum. Pengertianperlindungan hukum adalah

jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan

dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh Persatuan Wartawan Indonesia

atau PWI.Tujuannya adalah menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan

kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma

profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa.

55

Perlindungan hukum merupakan bukti bekerjanya fungsi hukum

untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan

kepastian hukum.Baik itu yang bersifat preventif atau pencegahan maupun

dalam bentuk yang bersifat represif atau pemaksaan, baik yang secara

tertulis maupun tidak tertulis dalam menegakkan peraturan hukum.

53

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 6

54

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 7

55

(37)

Menurut Pasal 9, setiap warga negara Indonesia berhak atas

kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia,

termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan

strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.Negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk

lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.

Perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.56

Menurut Pasal 10, perusahaan pers memberikan kesejahteraan

kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan

atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.57

Menurut Pasal 11, Penambahan modal asing pada perusahaan pers

dilakukan melalui pasar modal.

Pengertian bentuk kesejahteraan lainnya adalah peningkatan gaji,

bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut

dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan

dengan wartawan dan karyawan pers.

58

56

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers , Pasal 9

57

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers , Pasal 10

58

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 11

Penambahan modal asing pada

perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

(38)

Menurut Pasal 12 Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan

cara :

A. Media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung jawab

penerbitan serta nama dan alamat percetakan;

B. Media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya

pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;

C. Media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media

yang bersangkutan.59

Pengumuman tersebut dimaksud sebagai wujud

pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau

disiarkan.Dan jawab adalah perusahaan pers yang meliputi bidang usaha

dan bidang redaksi dan pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 13 Undang-Undang no.40 tahun 1999 tentang Pers,

Perusahaan pers dilarang memuat Iklan:

A. Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau

mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan

dengan rasa kesusilaan masyarakat;

B. Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai

dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;

C. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.60

59

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 12

60

(39)

Menurut Pasal 14, dalam mengembangkan pemberitaan ke dalam

dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat

mendirikan kantor berita.61

Menurut Pasal 15, menjelaskan tujuan dibentuknya Dewan Pers

adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan

kualitas pers nasional.

Mendirikan kantor berita berfungsi membantu wartawan dalam

menjalankan tugasnya yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang

tersedia.

62

A. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; Dewan Pers mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

B. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;

C. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;

D. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian

pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan

pemberitaan pers;

E. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;

F. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun

peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi

kewartawanan;

G. Mendata perusahaan, pers.63

61

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 14

62

(40)

Anggota Dewan Pers terdiri dari:

A. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;

B. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;

C. Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dari atau komunikasi, dan

bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi

perusahaan pers.64

Keanggotaan Dewan Pers ditetapkan dengan Keputusan Presiden

dan berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih

kembali untuk satu periode berikutnya.Sumber pembiayaan Dewan Pers

berasal dari organisasi pers, perusahaan pers, bantuan dari negara dan

bantuan lain yang tidak mengikat.

Menurut Pasal 16, peredaran pers asing dan pendiri perwakilan

perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.65

Menurut Pasal 17, masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk

mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh

informasi yang diperlukan.Untuk melaksanakan peran serta masyarakat

sebagaimana dimaksud dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau

media (media watch).66

63

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 15 ayat 2

64

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 15 ayat 3

65

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 16

66

Undang-Undang no. 40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 17

(41)

a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan

kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;

b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka

menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

Menurut Pasal 18, ketentuan pidana bagi setiap orang yang

melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat

menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan

ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau

denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan

ayat (2), serta Pasal 13 dipidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh

perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung

jawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12.

Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan

Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00

(seratus juta rupiah).67

B. Peraturan Dewan Pers No.5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang

Standar Perlindungan Profesi Wartawan

Menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia

yang tidak dapat dihilangkan dan harus dihormati.Rakyat Indonesia telah

67

(42)

memilih dan berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan

pikiran dan pendapat itu dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan

bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan

pendapat.Wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Pelaksanaan

tugas wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara,

masyarakat, dan perusahaan pers.

Untuk itu Standar Perlindungan Profesi Wartawan dibuat:

1. Perlindungan yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan

hukum untuk wartawan yang menaati kode etik jurnalistik dalam

melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi hak masyarakat

memperoleh informasi;

2. Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan memperoleh

perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers.

Tugas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui

media massa;

3. Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari

tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan

alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh

pihak manapun;

4. Karya jurnalistik wartawan dilindungi dari segala bentuk

(43)

5. Wartawan yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan atau

konflik wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan keselamatan

yang memenuhi syarat, asuransi, serta pengetahuan, keterampilan

dari perusahaan pers yang berkaitan dengan kepentingan

penugasannya;

6. Dalam penugasan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata,

wartawan yang telah menunjukkan identitas sebagai wartawan dan

tidak menggunakan identitas pihak yang bertikai, wajib

diperlakukan sebagai pihak yang netral dan diberikan perlindungan

hukum sehingga dilarang diintimidasi, disandera, disiksa, dianiaya,

apalagi dibunuh;

7. Dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers

diwakili oleh penanggungjawabnya;

8. Dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik,

penanggungjawabnya hanya dapat ditanya mengenai berita yang

telah dipublikasikan. Wartawan dapat menggunakan hak tolak

untuk melindungi sumber informasi;

9. Pemilik atau manajemen perusahaan pers dilarang memaksa

wartawan untuk membuat berita yang melanggar Kode Etik

Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku.68

C. Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum

Pidana

68

(44)

Menurut Pasal 170 KUHP, bahwa siapa yang secara

terang-terangan dan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang

atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam

bulan.

Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun,

bila la dengan sengaja menghancurkan barang atau bila kekerasan yang

digunakan itu mengakibatkan luka-luka.

Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,

bila kekerasan itu mengakibatkan luka berat dan diancam dengan pidana

penjara paling lama dua belas tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan

kematian.69

Menurut Pasal 351 KUHP, Penganiayaan dihukum dengan

hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp.4500,-. 70

Perbuatan itu menjadikan luka berat, pelaku dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun. Apabila mengakibatkan kematian dihukum

penjara selama-lamanya tujuh tahun.Luka berat atau mati disini harus

hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh pelaku.

Undang-undang tidak memberikan

ketentuan apakah yang di artikan dengan penganiayaan (mishandeling) itu.

Menurut Yurisprudensi, maka yang diartikan dengan penganiayaan

yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit,

atau luka.

69

Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 170

70

(45)

Penganiayaan diartikan merusak kesehatan orang dengan

sengaja.Percobaan melakukan tindak penganiayaan ringan ini tidak dapat

dihukum.

Menurut Pasal 352, bahwa penganiayaan yang tidak menjadikan

sakit atau halangan untuk melakukan pekerjaan sebagai penganiayaan

ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda

sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-.

Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila kejahatan

itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah

perintahnya.Dan percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat

dihukum.71

D. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi

dan Korban

Menurut Pasal 2, bahwa Undang-Undang ini memberikan

perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan

pidanadalam lingkungan peradilan.72

Menurut Pasal 3, pelaksanaan perlindungan saksi dan korban

berasaskan pada:

Perlindungan kepada Saksi dan Korban tujuannya adalah untuk

memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dan melindungi

hak-haknya agar tidak dilanggar oleh orang lain.

71

Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 352

72

(46)

A. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia;

B. Rasa aman;

C. Keadilan;

D. Tidak diskriminatif; dan

E. Kepastian hukum.73

Menurut Pasal 4, tujuan perlindungan saksi dan korban adalah

memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban dalam memberikan

keterangan pada setiap proses peradilan pidana.74

Perlindungan ini melindungi fungsi, hak, kewajiban dan

peranannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlindungan saksi dan

korban adalah diperlukan dalam memberikan keterangan pada setiap

proses peradilan pidana.75

Menurut Pasal 5 ayat (1) mengatur tentang hak-hak dari saksi dan

korban,yaitu:76

A. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan

harta bendanya, sertabebas dari Ancaman yang berkenaan dengan

kesaksian yang akan, sedang, atau telahdiberikannya;

Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang

diperlukan Saksi dan Korban.Apabila perlu, Saksi dan Korban harus

ditempatkan dalam suatu lokasi yang dirahasiakan dari siapa pun untuk

menjamin agar Saksi dan Korban aman.

73

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 3

74

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 4

75

Siswanto Sunarso, Op.cit. hlm. 255

76

(47)

Jika saksi mendapat ancaman dan gangguan, akan memberikan

dampak terhadap kesaksian yang tidak benar, kesaksian yang direkayasa,

dan pada akhirnya menimbulkan resiko hukum terhadap saksi dan korban

itu sendiri.77

B. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk

perlindungan dan dukungankeamanan;

C. Memberikan keterangan tanpa tekanan;

D. Mendapat penerjemah; Hak ini diberikan kepada Saksi dan Korban

yang tidak lancar berbahasa Indonesia untuk mempelancar persidangan.

E. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

F. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; Seringkali

Saksi dan Korban hanya berperan dalam pemberian kesaksian di

pengadilan, tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui perkembangan

kasus yang bersangkutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya informasi

mengenai perkembangan kasus diberikan kepada Saksi dan Korban.

G. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; Informasi ini

penting untuk diketahui Saksi dan Korban sebagai tanda penghargaan atas

kesediaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan tersebut.

H. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; Ketakutan

Saksi dan Korban akan adanya balas denda dari terdakwa cukup beralasan

dan ia berhak diberi tahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara

akan dibebaskan.

77

(48)

I. Dirahasiakan identitasnya; Dalam berbagai kasus, terutama yang

menyangkut kejahatan terorganisasi, Saksi dan Korban dapat terancam

walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu, Saksi dan

Korban haruslah dirahasiakan identitasnya.

J. Mendapat identitas baru; Saksi dan Korban dapat diberi identitas

baru untuk menghindari ancaman dari berbagai pihak walaupun terdakwa

sudah dihukum termasuk menyangkut kasus kejahatan yang terorganisir.

K. Mendapat tempat kediaman sementara; Jika keamanan Saksi dan

Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat sementara pada

Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat

meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.Dan yang dimaksud dengan

"tempat kediaman sementara" adalah tempat tertentu yang bersifat

sementara dan dianggap aman.

L. Mendapat tempat kediaman baru; Jika keamanan Saksi dan Korban

sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat baru pada Saksi dan

Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan

kehidupannya tanpa ketakutan.Dan yang dimaksud dengan "tempat

kediaman baru" adalah tempat tertentu yang bersifat permanen dan

dianggap aman

M. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan

kebutuhan; Saksi dan Korban yang tidak mampu membiaya dirinya untuk

(49)

N. Mendapat nasihat hukum; Yang dimaksud dengan nasihat hukum

adalah nasihat hukum yang dibutuhkan oleh Saksi dan Korban apabila

diperlukan.

O. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu

Perlindungan berakhir; Yang dimaksud dengan biaya hidup sementara

adalah biaya hidup yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu

itu, misalnya biaya untuk makan sehari-hari.

P. Mendapat pendampingan.

Menurut Pasal 5 ayat (2) menyatakan Hak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidanadalam

kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.78

Menurut Pasal 5 ayat (3) menyatakan selain kepada Saksi dan/atau

Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimanadimaksud

pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli,

termasuk pulaorang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan

dengan suatu perkara pidanameskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat Yang dimaksud dengan "tindak pidana dalam kasus tertentu"

antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat,

tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana

terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika,

tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan

tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban

dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.

78

(50)

sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjangketerangan orang itu

berhubungan dengan tindak pidana.”79

A. Bantuan medis; dan

Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang memiliki

keahlian di bidang tertentu yang diperlukan untuk membuat terang suatu

perkara pidana guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan.

Menurut Pasal 6 ayat (1) menyatakan Korban pelanggaran hak

asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban

tindakpidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan,

Korban tindak pidana kekerasanseksual, dan Korban penganiayaan berat,

selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,juga berhak

mendapatkan:

B. Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.80

Yang dimaksud dengan “bantuan medis” adalah bantuan yang

diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan

pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan

jenazah hingga pemakaman.

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikososial” adalah semua

bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk

membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik,

79

Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat (3)

80

(51)

psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan

fungsi sosialnya kembali secara wajar.

Antara lain LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup

Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang

berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan

memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikologis” adalah bantuan

yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau

masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan

Korban.

Rehabilitasi psiko-sosial adalah bantuan yang diberikan oleh

psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan

lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban.

Pasal 6 ayat (2) menyatakan Bantuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan berdasarkan Keputusan LPSK.”Pemberian bantuan

medis dan bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang

menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan

kembali kondisi kejiwaan korban harus memenuhi prosedur dari LPSK.81

Menurut Pasal 7 ayat (1) menyatakan setiap Korban pelanggaran

hak asasi manusia yang berat dan Korban tindak pidana terorisme selain

mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga

berhak atas kompensasi.82

81

Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 6 ayat (2)

82

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dari penulisan ini menunjukkan bahwa : Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana Kekerasan yang dilakukan secara bersama sama sehingga mengakibatkan kematian di

Ketiga macam perkiraan waktu tersebut akan digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan suatu kegiatan yang disebut dengan Waktu Harapan (Wh) atau Expected Time dengan

Tujuan dari Praktik Pengalaman Lapangan adalah untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada mahasiswa praktikan tentang proses pembelajaran di kelas dengan

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna informasi pada Bagian Air Condition PT Wisma Nusantara International untuk mendapatkan data dengan lebih

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik

Meskipun beberapa kajian memberikan bukti bahwasanya variabel kerja seperti kepuasan kerja, komitmen, stres kerja dan persepsi politik

Pada indikator variabel ke lima memutar sekrup makrometer pada saat melakukan mencari objek, dimana memutar makrometer saat melakukan pengamatan kerah belakang

Kemudian dari data yang terbaca sebagai data input pada proses neural network untuk dihasilkan keluaran berupa kode, dari kode yang dihasilkan dicocokkan dengan