• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Pendamping-ASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Pendamping-ASI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Pendamping- ASI

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan

keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).

MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes,2000).

Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut :

- Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan

(2)

- Tersedak disebabkan sampai usia 6 bulan, koordinasi syaraf otot

(neuromuscular) bayi belum cukup berkembang untuk mengendalikan gerak kepala dan leher ketika duduk dikursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan dengan menggerakan makanan dari bagian depan ke bagian belakang mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda dengan minum susu.

- Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi , penyakit

seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).

- Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan

makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.

- Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih di

awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya kanker, diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut (Lewis, 2003).

2.1.1 Jenis MP-ASI

Beberapa Jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah:

1). Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis lain yang sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan tomat sebagai sumber vitamin A dan C.

2). Makanan bayi tradisional :

(3)

b). Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa bahan makanan, satu sampai dua sendok beras, sepotong daging, ikan atau hati, sepotong tempe atau tahu dan sayuran seperti wortel dan bayam, serta buah tomat dan air kaldu. 3). Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam kaleng,

karton, karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis makanan seperti ini perlu dibaca dengan teliti komposisinya yang tertera dalam labelnya (Lewis, 2003). Menurut WHO Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik adalah apabila memenuhi beberapa kriteria hal berikut :

a). Waktu pemberian yang tepat, artinya MP-ASI mulai diperkenalkan pada bayi ketika usianya lebih dari 6 bulan dan kebutuhan bayi akan energy dan zat-zat melebihi dari apa yang didapatkannya melalui ASI

b). Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberikan memberikan energy, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak.

c). Aman, makanan yang diberikan bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat diberikan pada anak.

2.1.2 Anjuran Pemberian ASI

` Dalam deklarasi Innoceti tentang perlindungan, promosi dan dukungan pada pemberian ASI antara perwakilan WHO dan UNICEF pada tahun 1991, pemberian makanan bayi yang optimal adalah pemberian ASI eksklusif mulai dari saat lahir hingga usia 4-6 bulan dan terus berlanjut hingga tahun kedua kehidupannya.

(4)

meninjau lebih dari 3000 makalah riset dan menyimpulkan bahwa periode 6 bulan merupakan usia bayi yang optimal untuk pemberian ASI eksklusif (Gibney, 2008).

Pemberian makan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan imunitas bayi > 6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan dengan umur bayi < 6. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan mebuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Hasil riset menunjukan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

Saat bayi berusia 6 bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase baru akan diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat

menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009).

(5)

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI Dini

(6)

2.3. Masalah-Masalah dalam Pemberian MP-ASI

Masalah dalam pemberian MP-ASI pada bayi adalah meliputi pemberian makanan prelaktal (makanan sebelum ASI keluar). Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan menggangu keberhasilan menyusui serta kebiasaan membuang kolostrum padahal kolostrum mengandung zat-zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi yang tinggi. Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang.

Selain itu pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 6 bulan) dapat menurunkan konsumsi ASI dan meningkatkan terjadinya gangguan pencernaan/diare, dengan memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang yang berakibat menurunnya produksi ASI. Hal ini dapat mengakibatkan anak menderita kurrang gizi, seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI

(7)

2.4. Hubungan MP-ASI Dini dengan Kejadian Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah masuknya kuman tau bibit penyakit baik virus , bakteri

maupun jamur ke dalam organ tubuh dan berkembang biak serta menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dalam tubuh. Gejala utama terjadinya infeksi pada

manusia adalah meningkatnya suhu badan yang disebut dengan demam (Setiawan,2009).

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI (Roesli, 2005).

(8)

Pemberiaan MP-ASI yang terlalu dini dapat menyebabkan penurunan produksi ASI. Karena insting bayi untuk mengisap akan menurun sehingga jumlah ASI yang dikonsumsi juga menurun sehingga kebutuhan bayi tidak tercukupi. Kekurangan gizi banyak terjadi karena pemberian MPASI yang terlalu dini.

MP-ASI dini dan makanan pralaktal akan berisiko diare dan ISPA pada bayi. Dengan terjadinya infeksi tubuh akan mengalami demam sehingga kebutuhan zat gizi dan energi semakin meningkat sedangkan asupan makanan akan menurun yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh. Pada suatu penelitian di Brazil Selatan bayi-bayi yang diberi MP-ASI dini mempunyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI eksklusif (Utami, 2002).

Selain itu dapat

menyebabkan ganguan pencernaan karena lambung dan usus belum berfungi secara sempurna sehingga bayi menderita diare, yang apabila terus berlanjut dapat berakibat buruk berupa status gizi yang kurang atau buruk bahkan tidak jarang menyebabkan kematian. Kekurangan gizi menyebabkan bayi mudah terserang penyakit infeksi (Depkes, 2002).

Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI saja (Depkes RI,2005).

(9)

Pemberian MP-ASI dini sama halnya dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis penyakit. Hasil riset menunjukan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk, pilek dan panas dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Pada bayi < 6 bulan beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase belum diproduksi secara sempurna. Sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadinya alergi. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan.

2.5. Pengaruh Gizi Terhadap Penyakit Infeksi

(10)

Gizi buruk mengakibatkan terjadi gangguan terhadap produksi zat badan anti di dalam tubuh. Penurunan produksi zat badan anti tertentu akan mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding usus dapat mengalami kemunduran dan dapat juga menggangu produksi berbagai enzim untuk pencernaan makanan. Makanan tidak dapat dicerna dengan baik dan ini berarti penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan, sehingga dapat memperburuk keadaan gizi (Sjahmien, 1988).

Interaksi antara malnutrisi dan infeksi secara sinergis sudah lama diketahui. Infeksi berat dalam memperburuk keadaan gizi melalui gangguan makan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi baik ringan sampai berat berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduanya berjalan sinergis, oleh karena salah gizi dan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibanding dengan dampak infeksi dan salah gizi secara terpisah (Pudjiadi, 1990).

2.6.Penyakit Infeksi yang Sering Terjadi pada Bayi 2.6.1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas

(11)

beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40%-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% -30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan hal ini disebabkan oleh pemberian MP-ASI dini ( Irawati, 2004).

Prevalensi ISPA Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 oleh Depkes sebesar 25,50%. Di Indonesia ISPA merupakan penyebab kematian pada anak. Prevalesi dunia dilaporkan kasus ISPA pada anak mencapai 2 juta anak pada tahun 2000.

(12)

peneliti ini merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan untuk mengurangi resiko terkena asma dan gangguan pernafasan (Anonim, 2009).

Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang.

2.6.2. Diare

Diare adalah suatu gejala dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari) buang air hingga lima kali sehari dan fesesnya lunak. Neonatus diyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak , bila frekuensi lebih dari 3 kali (Staf Pengejar Ilmu Kesehatan Anak, 2000).

Neonatus adalah bayi yang berumur 0 ( baru lahir) sampai usia 1 bulan sesudah lahir (Muslihatun, 2010). Sistem pencernaan bayi belum sepenuhnya berfungsi seperti sistem pencernaan orang dewasa. Pada saat lahir bayi memasukan makanan dari mulut, mencerna dan mengabsorbsi nutrien-nutrien, memfungsikan ginjal untuk mengeluarkan limbah-limbah metabolik serta mempertahankan air dan hemoestasis elektrolit.

(13)

air, mineral secara keseluruhan dan yang spesifik masih sangat sempit jika dibandingkan dengan bayi yang berusia lebih tua. Pada saat bayi lahir sampai beberapa bulan ginjal belum mapu mengonsentrasikan urine untuk dapat mengeluarkan mineral yang memadai, bayi membutuhkan makanan dengan kandungan air yang tinggi ( Setyorini, 2009).

Diare merupakan penyebab kematian yang banyak dijumpai pada anak kecil. Kematian karena diare umumnya disebabkan oleh dehidasi karena diare dan muntah yang berdampak pada hilangnya air dan garam tubuh.. Hal ini terjadi saat anak belajar mendapatkan MP-ASI. Makanan yang dimakan anak mungkin mengandung banyak kuman yang dapat menyebabkan infeksi usus dan anak terkena diare.

Antara keadan gizi buruk dan dan penyakit diare terhadap hubungan yang sangat erat, sungguhpun sulit untuk mengatakan apakah terjadinya gizi buruk akibat adanya diare ataukah kejadian diare adalah disebabkan keadaan gizi buruk.Diare murupakan suatu gejala penyakit yang dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti salah makan, makanan yang basi atau busuk seperti sering terjadi pada pemberian susu botol yang telah basi, disamping akibat infeksi. Mengingat tingginya angka kematian akibat diare dan gizi buruk, maka penanganan penderita harus dilakukan dengan cermat. Disamping pengembalian cairan yang hilang, pemberian makanan pun harus seksama sehingga memungkinkan tercapainya kembali berat badan anak (Sjahmien, 1988).

(14)

berkembang, dua di antara lima orang tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai air bersih yang siap tersedia setiap saat. Penelitian di Filipina menegaskan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal lainnya berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibanding bayi yang diberi ASI eksklusif ( Linkages, 2009).

Penelitian terhadap 358 baduta di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah dengan gizi buruk 34,6% menunjukkan tingginya prevalensi demam 29,1%, ISPA 22,6% dan diare 11,2% pada baduta sesuai dengan rendahnya praktik pemberian ASI Eksklusif 20,5% . Terjadi peningkatan penggunaan susu formula pasca gempa tahun 2006 di Jawa Tengah pada bayi yang menyusu akibat maraknya sumbangan, diikuti

peningkatan insiden diare pada bayi yang mengkonsumsi susu formula dua kali lipat (25%) dibanding yang tidak mendapatkan formula yaitu 12% ( Anonim, 2009).

Penelitian yang dilaksanakan oleh Winda di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 43,33 %. Sedangkan prevalensi kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan yang mendapat MP-ASI dini sebesar 56,67 % ( Winda, 2010).

(15)

penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan gizi buruk.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Depkes RI dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) ( Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 2011).

2.7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan MP-ASI Dini dan Infeksi 2.7.1. Pengetahuan Ibu

(16)

makanan tambahan pada bayi usia di bawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.

Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan. Sehinga sulit menerima informasi baru tentang gizi. ( Suhardjo. 1996).

Dari hasil penelitian Ragil Marni, 1998 dilaporkan bahwa ibu dengan pengetahuan gizi baik 70% memberikan kolostrum pada bayi dan ibu dengan pengetahuan gizi kurang baik sebanyak 21, 7% yang memberikan kolostrum pada bayi mereka (Simanjuntak, 2002).

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang cara yang benar memilih bahan makanan, mengolah dan mendistribusikannya. Seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu mampu menyusun makanan yang memenuhi syarat gizi. Karena sekalipun pendidikan rendah jika rajin mendengarkan informasi tentang gizi, maka pengetahuan gizi mereka akan lebih cepat baik ( Khomsan, 2004).

2.7.2. Pendapatan

(17)

sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar

Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Penurunan prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik (Zulfanetti, 1998). Disamping itu, ibu dengan status ekonomi lebih rendah cenderung terlambat memulai menyusui, membuang kolostrum dan

memberikan makanan pralaktal. Selanjutnya, menurut penelitian Zulfanetti di Jambi, ibu-ibu dengan penghasilan keluarga Rp.260-000 –Rp.360.000 yang memberikan MP-ASI berupa susu formula sebesar 30%, 26% pada ibu-ibu dengan pendapatan keluarga sebesar Rp.361.000-Rp.560.000, sedangkan ibu-ibu dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp.561.000 memberikan MP-ASI berupa susu formula sebesar 44% (Pernanda 2010).

2.7.3. Pekerjaan Ibu

(18)

Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa (Siregar, 2008).

Pada penelitian Winikoff (1988) di empat negara menunjukkan bahwa status ibu bekerja saja tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk menduga penggunaan susu formula dan lamanya bayi disusui. Karakteristik pekerjaan, apakah harus

meninggalkan rumah atau tanpa meninggalkan rumah perlu dipertimbangkan. Ibu yang bekerja meninggalkan rumah berhubungan positif dengan penggunaan susu botol dan penyapihan dini (Pernanda, 2010).

(19)

2.7.4. Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmojo, 2003). Pada beberapa hasil penelitian (Behm, 1976-78; Haines & Avery, 1978; Caldwell, 1979, Farah & Preston, 1982; Cochrane, 1980; Caldwell & Mc. Donald, 1981) yang dikutip oleh Ware (1984, 193) ditemukan hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelangsungan hidup anak walaupun berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dan perilaku. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengukur tingkat pendidikan ibu dapat dibagi dalam dua kategori yaitu Pendidikan Dasar dan Pendidikan Lanjutan ( Simanjuntak, 2002).

Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang mempunyai pendidikan formal lebih banyak

memberikan susu botol pada usia 2 minggu dibanding ibu tanpa pendidikan formal (Pernanda, 2010).

2.7.5. Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan. Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau tidak. Petugas

(20)

Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan makanan tambahan dan risiko pemberian makanan tambahan dini pada bayi.

Prevalensi ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil Susenas 2010 provinsi Sumatera Utara adalah 88,4%. Pengaruh tenaga keseatan merupakan faktor pendorong perilaku dan pola asuh bagi ibu pada bayi misalnya pemberian ASI eksklusif ( Depkes, 2010)

(21)

2.8. Kerangka Konsep

[image:21.612.126.518.111.334.2]

Gambar 2.1. Kerangka konsep kaitan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian infeksi ada bayi 0-6 bulan

Dari skema terlihat bahwa karakteristik keluarga (pengetahuan ibu, pendapatan, pekerjaan, pendidikan) dan dukungan petugas kesehatan mempengaruhi pemberian MP-ASI dini yang merupakan variabel independen dan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan merupakan variabel dependen. Pemberian MP-ASI dini mempengaruhi kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan.

2.9. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean Tahun 2012

Ha: Ada hubungan antara pemberian MP-ASI dini dengan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sindar Raya Kecamatan Raya Kahean Tahun 2012.

Kejadian Penyakit: - ISPA - Diare

Karakteristik Keluarga;

- Pengetahuan Ibu - Pendapatan - Pekerjaan - Pendidikan

MP-ASI Dini

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka konsep kaitan antara pemberian MP-ASI dini dengan

Referensi

Dokumen terkait

Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga

Demikian juga halnya dengan pemberian vitamin K pada bayi baru lahir, tenaga kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan atau petugas pelayanan kesehatan ibu dan

Kegiatan dilaksanakan dengan melibatkan secara penuh ibu sesuai sasaran, mulai dari kegiatan edukasi yakni penyuluhan kesehatan tentang MP-ASI pada ibu yang memberikan MP- ASI

Kontak kulit bayi dengan kulit ibu dan bayi menyusu sendiri segera setelah lahir dalam satu jam pertama kehidupan sangatlah penting, karena dada ibu menghangatkan bayi dengan

yang langsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau. mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya

Manfaat yang diperoleh baik untuk bayi maupun ibu, antara lain: komposisi air susu ibu sangat cocok dengan fungsi pencernaan bayi yang belum lengkap ataupun bayi dengan

Bagi ibu yang kembali bekerja setelah melahirkan, pemberian ASI perah kepada bayi saat ibu tidak bersama-sama dengan bayi karena harus bekerja merupakan cara

Materi kelas ibu hamil pertemuan IV Pencegahan penyakit, komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas agar ibu dan bayi sehat Tanda bayi lahir sehat Perawatan bayi baru lahir