• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA (Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA (Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH

PERAIRAN INDONESIA

(Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

Oleh : ROMI IBRAHIM

Pencurian Sumberdaya alam yang terdapat di perairan Indonesia sangat potensial jumlahnya sehingga banyak nelayan yang ingin memperoleh keuntungan dari kekayaan alam Indonesia. Dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan kapal-kapal nelayan asing banyak yang melakukan pelanggaran sehingga menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia. Kapal-kapal asing ini biasanya beroperasi tanpa memiliki surat izin penangkapan dan menyalahi peraturan alat tangkap dan wilayah penangkapan. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana praktekillegal fishingyang terjadi di perairan Indonesia dan melihat upaya pemerintah Indonesia dalam menanggapi masalah tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah karakteristik tindak pidana pencurian ikan berdasarkan modus operandi pelaku di wilayah perairan Indonesia dan bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap praktek tindak pidana pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia dan serta kendala-kendala apakah yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

(2)

Lampung selalu beriringan dan bekerjasama serta berkoordinasi dengan institusi dan lembaga baik internasional maupun nasional yang terkait. Sebagai salah satu penyelenggara keamanan di laut Polair Polda Lampung berhak menyidik tindak pidana illegal fishing yang terjadi di laut, hal ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tindak pidana illegal fishing secara keseluruhan merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan,

illegal fishing adalah perbuatan menangkap ikan atau memungut ikan yang berasal dari kawasan perikanan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil perikanan tanpa melengkapi surat keterangan sahnya pelayaran hasil perikanan berupa ikan. Membawa alat-alat dan atau bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam penangkapan dan atau pengelolaan perikanan di kawasan pengelolaan perikanan tanpa izin pejabat yang berwenang. Kendala-kendala yang paling menonjol antara lain kurangnya aturan hukum memadai, kurang tegasnya penindakan terhadap pelaku illegal fishing, serta kurangnya koordinasi antara pihak terkait di laut Indonesia.

(3)

(Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

Oleh

ROMI IBRAHIM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

(Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

(Skripsi)

Oleh : ROMI IBRAHIM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Halaman

I. PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan………. 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 9

E. Sistematika Penulisan ………. 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA……….... 13

A. Pengertian Penegakan Hukum ……..………. 13

B. Pengertian Tindak Pidana ……….. 18

C. Jenis-Jenis Tindak Pidana………..…… 21

D. Tindak Pidana Pencurian ………... 23

E. Tindak Pidana di Bidang Perikanan………..…. 24

F. Modus Operandi Tindak PidanaIllegal Fishing………. 29

DAFTAR PUSTAKA III.METODE PENELITIAN……...……….……… 32

A. Pendekatan Masalah………..……….. 32

B. Sumber dan Jenis Data………..……….. 33

C. Penentuan Populasi dan Sampel……….…………..………….. 34

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..… 37

A. Karakteristik Responden……….……… 37

B. Karakteristik Tindak PidanaIllegal Fishing di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.………..……….. 46

C. Penegakan Hukum Terhadap Tindak PidanaIllegal FishingDi Wilayah Perairan Provinsi Lampung………..……….... 38

D. Kendala-kendala dalam Upaya Penegakan Hukum Terhadap Tindak PidanaIllegal Fishing……….….. 51

V. PENUTUP……….……… 55

A. Kesimpulan………. 55

B. Saran……… 56

(7)

Moeljatno, 2005,Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Soekanto, soerjono. 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

_______________, 1981, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Rajawali, Bandung

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, perkembangan dan penanggulangan kejahatan Terhadap kekayaan negara dan Kejahatan transnasional, Jakarta september 2008.

Ansory, Lemahnya Penegakan Hukum Trehadap Pelaku Illegal Fishing, http://www.yahoo.co.id

http://www.google.co.id, Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP, Kerugian Akibat Pencurian Ikan.

(8)

Daliyo, J.B., 2001,Pengantar Hukum Indonesia, Prenhallindo, Jakarta.

Poernomo, Bambang, 1983, Orientasi Hukum Acara Pidana, Amarta Buku, Yogyakarta

__________________, 1997,Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta. Moeljanto, 1980,Asas-Asas Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta

Kansil, C.S.T., 2004,Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta. Samosir, C. Djisman, 1981,Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung. Sukardi, 2002, Penyidikan Tindak Pidana Tertentu, Edisi Revisi, Penerbit Restu

Agung, Jakarta.

Aji Sularso, PermasalahanIUU Fishing, Seminar, 2002.

(9)

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, 1987, Metode Penelitian dan Survey, Jakarta

(10)

A. Latar Belakang

Tindak pidana yang berlangsung lintas negara baik yang merupakan tindak pidana terhadap kekayaan negara maupun transnational crime menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan baik secara kualitas maupun kuantitas serta menjadi isu dalam berbagai pertemuan regional maupun internasional. Beberapa aspek terkait dengan perkembangan kejahatan, antara lain: munculnya bentuk-bentuk tindak pidana baru, semakin kompleksnya modus operandi, semakin canggihnya peralatan yang digunakan oleh pelaku kejahatan, semakin luasnya lingkup wilayah operasi kejahatan, tidak terbatas pada satu negara akan tetapi juga lintas negara. Saat ini dan masa mendatang, tidak ada satupun negara di dunia yang bebas dari ancaman kejahatan lintas negara.

(11)

Bentuk negara kepulauan dengan pantai terbuka wilayah perairan mengandung arti bahwa wilayah Perairan Indonesia yang merupakan 2/3 bagian wilayah Indonesia sebagai Negara Kepulauan, mencakup perairan kedaulatan dan yurisdiksi nasional, seluas kurang lebih 6 juta kilometer persegi. Upaya pengawasan dan pengamanan melalui tindakan pemberantasan yang dilakukan oleh Polri terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut termasuk sumber daya perikanan di wilayah perairan nasional, merupakan bagian penting dari upaya dukungan terhadap pembangunan ekonomi nasional dan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan pengawasan dan pengamanan tersebut, fokus upaya harus mencakup: pemberantasan penangkapan ikan secara tidak sah (Tanpa Ijin, Penyalahgunaan ijin meliputi daluwarsa, penangkapan ikan secara liar, alat tangkap), pengangkutan hasil tangkapan (Entry Point dan Exit point, Transhipment), bentuk-bentuk pelanggaran terkait lainnya.

(http://www.google.co.id/20042011).

(12)

akan bermuara pada meningkatnya kemakmuran rakyat dan citra Indonesia di dunia internasional.

(13)

Arti pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan illegal fishing adalah tertanggulangi kejahatan terhadap kekayaan negara yang wajib untuk dilindungi, namun dalam praktek penegakan hukum dibandingkan dengan jumlah kerugian negara yang mencapai angka Rp. 30 Triliun per tahun kurang efektif. Adapun catatan penanganan kasus illegal fishingtergambar bahwa tindak pidanaillegal fishing yang diungkap sebanyak 429 kasus, diselesaikan 268 kasus. Kasus dimaksud antara lain Kasus M.V.Golden Blessings (Bendera Philiphina), Putusan Pengadila Negeri Jayapura 28 Februari 2007 denda Rp 500 Juta, Subsider 6 bulan penjara, barang bukti dikembalikan kepada pemilik (JPU banding), Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor 24/Pid.B/2007/PT.JPR 5 Oktober 2007, pidana denda Rp 500 Juta, Subsider 6 bulan kurungan, Barang bukti Kapal beserta kelengkapan dan uang hasil lelang ikan tuna 200 ton seharga Rp 210 Juta dirampas untuk negara (terdakwa kasasi). (Ansory, Lemahnya Penegakan Hukum Trehadap Pelaku Illegal Fishing, http://www.yahoo.co.id/12042011)

(14)

sanksi pidana terhadap pelaku illegal fishing Undang-Undang No. 31 Tahun 2004

khusunya pasal 84 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan atau cara, dan atau bangunan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1. 200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah)”.

Berdasarkan pengertian ini dapat diklasifikasi bahwa pencurian ikan (ilegal fishing) adalah pencurian yang dilakukan karena menangkap ikan tanpa SIUP dan SIPI, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, bahan berbahaya dan lainnya yang mengakibatkan kerusakan dan kepunahan sumber daya ikan.

(15)

Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, maka pelaku tindak pidanaillegal fishing juga dapat dijerat Pasal 187 KUHP Tentang yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, dengan hukuman terberatnya pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Jika karenanya timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan matinya orang lain Modus operandi kejahatan

illegal fishing mempunyai sifat spesifik dibandingkan dengan kejahatan lainya berkaitan dengan kejahatan di wilayah perairan negara Republik Indonesia baik yang dilakukan oleh orang perseorangan ataupun melibatkan pihak-pihak yang terkait sebagai organization crime. Pencegahan tindak pidana ini dapat dilakukan dengan pendekatan sistem termasuk sebagai sub sistem adalah koordinasi terpadu antar lintas negara (transnational) maupun lemabaga otoritas di bidang kelautan dan perikanan.

(16)

kepolisian, sebab sub kepolisian ini merupakan pintu gerbang yang dapat menentukan suatu dugaan terjadinya tindak pidana itu dapat dipertanggungjawabkan atau tidaknya bagi pelaku yang diperiksa dapat di identifikasikan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai tindak pidana pencurian ikan dan memaparkannya kedalam skripsi ini dengan judul “Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Di Wilayah Perairan Indonesia (Studi Pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah karakteristik tindak pidana pencurian ikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan?

b. Bagaimanakah upaya penegakan hukum terhadap praktek tindak pidana pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia?

c. Kendala-kendala apakah yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan?

2. Ruang Lingkup

(17)

upaya penegakan hukum dalam mengatasi praktek tindak pidana pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

a. Karakteristik tindak pidana pencurian ikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

b. Upaya penegakan hukum terhadap praktek tindak pidana pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.

c. Kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana yang terjadi diperairan Indonesia. b. Kegunaan Praktis

(18)

1996 tentang Perairan Indonesia, dan turut serta berpartisipasi dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidanayang terjadi di perairan Indonesia.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relefan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto,1986:125).

(19)

memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial dan tradisional. Kriminalisasi kejahatan ini di bidang ekonomi ini lazim dikategorikan sebagaiwhite collar crime.

Penerapan hukum pidana menitikberatkan pada upaya refresif (penindakan/ pemberantasan/penumpasan) sesudah tindak pidana terjadi dengan menggunakan cara penal seperti melakukan penangkapan, pemeriksaan, dan penindakan terhadap tindak pelaku pidana pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing dengan menerapkan sanksi pidana yang sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana serta Undang-Undang No. 31 Tahun 2004.

Pasal 1 butir ke (9) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, menentukan bahwa penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Selanjutnya di dalam Pasal 1 butir ke (13), dinyatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

(20)

perencanaan penegakkan hukum dapat mencegah timbulnya kejahatan (onrech in potentie) dan tidak hanya memberantas kejahatan yang secara nyata terjadi (onrech in actu) (Soerjono Soekanto, 1986:98).untuk mnganalisis tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing digunakan pendapat yang dikemukakan oleh Soerjono Soerkanto, yaitu:

a. Faktor hukum (undang–undang)

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang menerapkan undang-undang c. Faktor fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum d. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya cipta rasa yang didasarkan pada

karsa manusia dalam pergaulan hidup. (Soerjono Soekanto,1981:5)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubuangan antara konsep-kosep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto,1986:132).

Adapun pengertian dasar dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

(21)

(sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983:13).

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana yang disertai dengan ancaman/sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. (Moeljatno, 2005 : 37)

c. Pencurian ikan adalah melakukan perbuatan pencurian terhadap wilayah perairan Negara lain, dengan maksud memiliki barang atau ikan yang dicuri di dalam perairan Negara Indonesia (Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan)

d. Perairan Indonesia adalah laut toritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia).

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penulisan permasalahan yang akan dibahas beserta ruang lingkupnya. Selanjutnya memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(22)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan masalah, penguraian tentang sumber data dan jenis data, serta prosedur analisis data yang telah didapat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi serta menguraikan pembahasan dan memberikan masukan serta penjelasan tentang faktor-faktor yang mendorong terjadinya pencurian ikan oleh nelayan asing, modus operandi nelayan asing di dalam melakukan pencurian ikan serta pelaksanaan penyidikan tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing di perairan Pripinsi Lampung.

V. PENUTUP

(23)

A. Pengertian Penegakan Hukum

Menurut Friedman (Siswanto Sunarso, 2004:70) menguraikan tentang fungsi sitem hukum, yaitu :

1. Fungsi kontrol sosial, menurut Donald Black semua hukumadalahberfungsi sebagai kontrol sosial dari pemerintah.

2. Berfungsi sebagai cara penyelesaian sengketa dan konflik. Penyelesaian sengketa ini biasanya untuk penyelesaian yang sifatnya berbebtuk pertentangan lokal berskala kecil.

3. Fungsi redistribusi atau fungsi rekayasa sosial. Fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum untuk mengadakan perubahan sosial yang berencana yang digunakan oleh pemerintah.

4. Fungsi pemeliharaan sosial. Fungsi ini berguna untuk penegakan hukum, agar berjalan sesuai dengan aturan mainnya.

(24)

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983:13).

Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut penyelesaian antara nilai-nilai dengan kaidah serta dengan prolaku nyata manusia. Pada hakikatnya, hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin hidup sosial masyarakat karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi.

Muladi mengidentifikasikan tentang hubungan penegakan hukum pidana dengan politik sosial menyatakan bahwa “penegakan hukum pidana merupakan bagian dari penanggulangan kejahatan (politik kriminal)”. Tujuan akhir dari polotik

(25)

Berdasarkan orientasi kebijakan sosial itulah, menurut Djoko Prakoso yang mengutip pandangan Soedarto dalam menghadapi masalah kriminal atau kejahatan harus diperhatikan hal-hal yanjg pada intinya sebagai berikut :

1. Tujuan penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila. Sehubungan dengan itu maka penggunaan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penyegaran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

2. Perbuatan yang diusahakan untuk mencegah atau menanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu kegiatan yang mendatangkan kerugian materiil dan sprituil atas warga masyarakat.

3. Penggunaan hukum pidana juga harus memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”.

4. Penggunaan hukum pidana juga harus memperhitungkan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai melampaui beban tugas.

Penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika. Hal ini didasarkan atas empat alasan, yaitu :

(26)

2. Hampir semua profesional dalam penegakan hukum pidana adalah pegawai pemerintah yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani. 3. Bagi setiap orang etika dapat digunakan sebagai alat untuk membantu

memecahkan dilema etis yang dihadapi seseorang dalam kehidupan profesionalnya.

Menurut Moeljatno (Soejono Soekanto, 1986) hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan huk yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang yang disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau bukan. Haruslah dilihat dari ketentuan hukum pidana yang ada dan berlaku di Indonesia. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut di atas belumlah belumlah terdapat suatu rumusan yang menjadi patokan yang tepat.

(27)

syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana. Jadi, pengrtian hukum pidana itu meliputi dua hal pokok, yaitu aturan hukum yang mengatur perbuatan pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan pidana, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu

Yang dimaksud perbuatan yang memenuhi syarat tertntu adalah perbuatan yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memnuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Perbuatan tertentu itu harus merupakan perbuatan yang dilarang b. Perbuatan tertentu itu harus dilakukan oleh orang

2. Pidana

Pidana ini merupakan suatu hal yang mutlak diperoleh dalam hukum pidana. Tujuannya agar dapat menjadi sarana pencegahan umum maupun khusus bagi anggota masyarakat agar tidak melanggar hukum pidana.

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa Sarjana Hukum Pidana di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda menyebutkan kata “Pidana”, ada beberapa sarjana yang menyebutkan dengan tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik (Bambang Poernomo, 1997: 86).

(28)

oleh orang dan dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman) (J.B. Daliyo, 2001: 93).

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan diajukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. (Moeljatno, 2005: 54).

Menurut D. Simons (dalam C.S.T. Kansil, 2004: 37), peristiwa pidana itu adalah “Een Strafbaargestelde, Onrechtmatige, Met Schuld in Verband Staande handeling Van een Toerekenungsvatbaar persoon”. Terjemahan bebasnya adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.

Menurut Simons (dalam C.S.T. Kansil, 2004: 37-38), unsur-unsur peristiwa pidana adalah:

a. Perbuatan manusia(handeling)

(29)

c. Perbuatan itu diancam dengan pidana(Strafbaar gesteld)oleh Undang-undang d. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab

(Toerekeningsvatbaar)

e. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan(Schuld)si pembuat.

Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu dicantumkan sanksinya (J.B. Daliyo, 2001: 93).

Berdasarkan pendapat para sarjana mengenai pengertian tindak pidana/peristiwa pidana dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana adalah harus ada sesuatu kelakuan (gedraging), kelakuan itu harus sesuai dengan uraian Undang-undang

(30)

C. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Perbuatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan.

2. Delik material adalah suatu pebuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan itu.

3. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja. 4. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya

mengakibatkan matinya seseorang.

5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.

6. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung. (J.B. Daliyo, 2001: 94)

Dalam KUHP yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal kategorisasi tiga jenis peristiwa pidana yaitu:

1. Kejahatan(Crimes)

2. Perbuatan buruk(Delict)

(31)

Sedangkan menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dua jenis yaitu “Misdrijf” (kejahatan) dan “Overtreding” (pelanggaran) (Moeljatno, 2005: 40).

Tetapi, selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain dalam:

1. Delik CommissionisdanDelikta Commissionis.

Delik Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat sesuatu) pernuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta Commissionis adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat.

2. Ada pula yang dinamakan delikta Commissionis Peromissionem Commissa, yaitu delik-delik yang umumnya terdiri dari berbuat sesuatu, tetapi dapat pula

Delik DolusdanDelik Culp.

Bagi delik dolus harus diperlukan adanya kesengajaan, misalnya Pasal 338 KUHP, sedangkan pada delik culpa, orang juga sudah dapat dipidana bila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya menurut Pasal 359 KUHP.

dilakukan dengan tidak berbuat.

1. Delik Biasa dan Delik yang dapat dikualifisir (Dikhususkan) 2. Delik menerus dan tidak Menerus. (Moeljatno, 2005: 75)

(32)

pengertian, maksud yang sama yaitu perbuatan yang melawan hukum pidana dan diancam dengan hukuman/sanksi pidana yang tegas.

D. Pengertian Pencurian

Menurut P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir (1981:7), di dalam Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis kejahatan yang termasuk ke dalam golongan “kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan

lain-lain hal yang timbul dari hak milik” atau apa yang di dalam Bahasa Belanda disebut “Misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortvloeiende zakelijke rechten” adalah kejahatan-kejahatan :

1. Pencurian ataudiefstal

2. Pemerasan atau afpersing

3. Penggelapan atauverduistering

4. Penipuan ataubedrog, dan 5. Pengrusakan atauvernieling.

Pencurian dalam bentuknya yang pokok (bentuk pencurian biasa) diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Bab XXII. Dalam Pasal tersebut memuat batasan dan pengertian pencurian. Pasal 362 KUHP menentukan bahwa : Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

(33)

Undang-Undang. Namun dalam penterjemahannya terdapat perbedaan antara beberapa ahli hukum dan para sarjana hukum, seperti P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir (1981:198), mempergunakan istilah menguasai bukan memiliki sebagai berikut : Barangsiapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum, karena salah telah melakukan pencurian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun penjara atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

E. Tindak Pidana di Bidang Perikanan

Dalam ilmu hukum secara umum dikenal adanya hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Dalam sistem hukum pidana di Indonesia dapat ditemukan dalam Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut : ”Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII Buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Berdasarkan ketentuan Pasal 103 tersebut, maka yang dimaksud dengan:

1. Tindak Pidana Umum adalah semua tindak pidana yang tercantum dalam KUHP dan semua undang-undang yang mengubah atau menambah KUHP. 2. Tindak Pidana Khusus adalah semua tindak pidana yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan tertentu di luar KUHP.

(34)

tersendiri sebagai ketentuan khusus (Sukardi, 2009:275). Wewenang penyidik dalam tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa tindak pidana perikanan termasuk dalam katagori tindak pidana khusus.

1. Beberapa macam tindak pidana perikanan (IUU Fishing : Illegal, Unregulated, Unreported Fishing) dapat dibedakan atas :

a. Illegal Fishingadalah kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, tidak memiliki ijin dari negara pantai. b. Unregulated Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan

wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut.

c. Unreported Fishingadalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya (Aji Sularso, 2002).

2. Berdasarkan IPOA (International Plan Of Action) yaitu suatu organisasi regional yang bergerak di bidang perencanaan dan pengelolaan perikanan, memetakan jenisIUU Fishingsebagai berikut (Aji Sularso, 2002) :

a. Kegiatan perikanan melanggar hukum (Illegal Fishing), yaitu kegiatan penangkapan ikan :

(35)

2) Bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;

3) Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku;

4) PenyebabIllegal Fishing,antara lain :

a) Meningkat dan tingginya permintaan ikan, baik didalam negeri maupun luar negeri;

b) Berkurang atau habisnya sumber daya ikan di negara lain; c) Lemahnya armada perikanan nasional;

d) Dokumen perijinan pendukung dikeluarkan oleh lebih dari satu instansi;

e) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut; f) Lemahnya tuntutan dan putusan pengadilan;

g) Belum adanya kesamaan visi aparat penegak hukum yang berkompeten di laut;

h) Lemahnya peraturan perundangan terutama mengenai ketentuan pidananya.

Kegiatan iIllegal fishing yang umum terjadi di perairan yurisdiksi nasioal Indonesia, adalah :

1) Penangkapan ikan tanpa ijin;

(36)

3) Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; dan 4) Penangkapan ikan dengan jenis yang tidak sesuai dengan ijin.

b. Kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan (Unreported Fishing), yaitu kegiatan penangkapan ikan :

1) Tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional.

2) Dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.

3) PenyebabUnreported Fishing, antara lain : a) Lemahnya peraturan perundang-undangan; b) Lemahnya ketentuan sanksi dan pidana;

c) Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan angkutan ikan;

d) Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil tangkapan/angkutan ikan;

e) Hasil tangkapan dan daerah tangkapan dianggap rahasia dan tidak untuk diketahui pihak lain;

(37)

g) Unit penangkapan dibawah 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan SIPI, sehingga tidak diwajibkan melaporkan data hasil tangkapannya; dan

h) Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan ikan mempunyai pelabuhan sendiri.

Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di perairan yurisdiksi nasional Indonesia, adalah :

1) Penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan.

2) Penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment) di tengah laut.

c. Kegiatan perikanan yang tidak diatur (Unregulated Fishing), yaitu kegiatan penangkapan ikan :

1) Suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya ikan sesuai hukum internasional.

(38)

a) Potensi sumber daya ikan di perairan Indonesia masih dianggap memadai dan belum mencapai tingkat yang membahayakan;

b) Terfokus pada aturan yang sudah ada karena banyak permasalahan/kendala dalam pelaksanaan di lapangan;

c) Orientasi jangka pendek;

d) Beragamnya kondisi daerah perairan dan sumber daya ikan, dan e) Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan

internasional.

Kegiatan Unregulated Fishing di perairan yurisdiksi nasional Indonesia banyak ragamnya, antara lain masih belum diaturnya :

1) Mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan ikan yang ada;

2) Wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang; dan

3) Pengaturan aktifitas sport fishing, kegiatan-kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang, seperti penggunaan jaring arad dan jaring apollo.

F. Modus Operandi Tindak PidanaIllegal Fishing.

Berbagai kasus tindak pidana illegal fishing selama ini modus operandi yang dilakukan oleh kapal ikan asing maupun kapal ikan berbendera Indonesia eks kapal ikan asing, antara lain :

(39)

2. Kapal Ikan Indonesia eks KIA dengan dokumen aspal (asli tapi palsu) atau tidak ada dokumen ijin.

3. Adanya Kapal Ikan Indonesia dengan dokumen aspal (pejabat yang mengeluarkan bukan pejabat yang berwenang atau dokumen palsu).

4. Kapal Ikan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen sama sekali artinya menangkap ikan tanpa ijin.

5. Kapal Ikan Indonesia atau Kapal Ikan Asing melaksanakan kegiatan penangkapan di perairan Indonesia yang menyalahi ketentuan alat tangkap dan manipulasi hasil tangkapan atau ikan yang diangkut

Menurut Aji Sularso, berdasarkan hasil rekam VMS (Vessel Monitoring System), rekam jejak (track record) kapal-kapal eks asing menunjukkan bahwa modus utama adalah menyalahi fishing ground, transiphment ikan di laut (kapal angkut posisinya dekat perbatasan ZEEI). Kapal-kapal asli Indonesia pada umumnya menggunakan jaring sesuai ketentuan, penyimpangan alat tangkap sangat sedikit ditemukan. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan adalah menyalahi fishing ground.

Lebih lanjut Aji mengatakan bahwa kegiatanIUU fishingoleh kapal asing dan eks asing dilihat dari prspektif yang lebih luas dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Merupakan kejahatan lintas negara terorganisasi (trans national organized

crime).

2. Sangat mengganggu kedaulatan NKRI (terutama kedaulatan ekonomi).

(40)

4. Merusak kelestarian sumber daya ikan, karena intensitas IUU fishing

(41)
(42)

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan yaitu penyidikan tindak pidana pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing.

(43)

Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku hukum yang didasarkan pada identifikasai hukum dan efektifitas hukum.

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah tempat dari mana data tersebut diperoleh. Dalam penelitian ini data yang diperoleh berdasarkan data lapangan dan data pustaka. Jenis data pada penulisan ini menggunakan dua jenis data, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama (Soerjono Soekanto, 1984:12). Dengan demikian data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di Kepolisian Air Laut Polda Lampung.

2. Data Sekunder

(44)

Jenis data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 4) Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer yang terdiri dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, terdiri dari literatur-literatur, mass media dan lain-lain.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

(45)

Metode penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti yaitu menggunakan Metode Proporsional Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan penunjukan yang sesuai dengan wewenang atau kedudukan sampel (Irawan Suhartono, 1999: 89). Adapun sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Penyidik Polairut Polda Lampung : 2 Orang

b. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang Jumlah : 3 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan, yaitu data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan baik dari bahan hukum primer berupa undang-undang dan peraturan pemerintah maupun dari bahan hukum skunder berupa penjelasan bahan hukum primer, dilakukan dengan cara mencatat dan mengutip buku dan literatur maupun pendapat para sarjana atau ahli hukum lainnya yang berhubungan dengan penulisan ini.

(46)

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data skunder maupun data primer kemudian dilakukan metode sebagai berikut :

a. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan penulisan yang akan dibahas.

b. Sistematisasi, yaitu data yang diperoleh dan telah diediting kemudian dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

c. Klasifikasi data, yaitu penyusunan data dilakukan dengan cara mengklasifikasikan, menggolongkan, dan mengelompokkan masing-masing data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga mempermudah pembahasan.

E. Analisis Data

(47)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah

menjadi manusia yang berguna

(Einstein)

Apabila didalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat

suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan

bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun

(Bung Karno)

Yang membedakan bodoh atau pintarnya seseorang bukanlah tingginya ilmu

pengetahuan yang dimiliki, namun sikap rajin dan malasnya seseorang dalam

mencapai ilmu pengetahuan tersebut, karena ilmu pengetahuan tersebut tercipta

dari sikap rajinnya seseorang untuk mencapainya, oleh sebab itu janganlah

menjadi seorang pemalas jika tidak ingin dikatagorikan orang bodoh

(Penulis)

Masa depanmu ada ditanganmu, maka gapailah masa depanmu yang cerah

dengan caramu sendiri

(48)

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Maroni, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heriyandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(49)

Dengan penuh rasa puji dan syukur kehadirat Allah SWT pencipta alam

semesta beserta isinya

Kupersembahkan karya kecil ini :

Untuk orang tua tuaku Bapak H. Rizkan Sidik, S.E dan Ibu HJ. Maimunah

tercinta atas ketulusan kasih sayangnya yang tak terbatas dan tak akan pernah

terbalas walau apapun yang kuberikan didunia ini, yang aku sayangi,

mendidikku, mengajariku dengan penuh kasih sayang , mengajariku cara

bersabar , menyebutku dalam setiap munajadnya, yang selalu tersenyum dan

mengajariku bagaimana tersenyum , untuk tiap tetes keringat yang keluar

untuk keberhasilanku dan untuk semangat, nasihat, dorongan dan doa disetiap

shalat dan sujudnya, orang yang selalu ada di dalam hatiku sampai tutup

usiaku.

Untuk Ayukku Tercinta Masnah. Am.Keb, kakakku Tercinta Afrizal, S.E.,

M.M, dan Adikku Tercinta Dian Oktarina yang menyayangiku dan aku

sayangi, yang selalu menantikan kesuksesanku.

Melinda Safitri Thamrin, S.Si tersayang yang aku sayangi, yang selalu

memberikan dukungan, semangat, dan keringat dalam setiap langkah dan

perjuanganku.

Seluruh Keluarga Besarku Tercinta

Serta Almamater Fakultas Hukum Universitas Lampung

Para Pembaca dan Pecinta Ilmu pengetahuan..!!

(50)

PERAIRAN INDONESIA (Studi pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)

Nama Mahasiswa : Romi Ibrahim

No. Pokok Mahasiswa : 0642011349

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.

NIP 1963121719880302003 NIP 196004061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(51)

Romi Ibrahim dilahirkan Di Bengkulu, 02 April 1988, yang merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara pasangan Bapak H. Rizkan Sidik, S.E dan Ibu Hj. Maimunah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Yayasan Harapan Kita Teluk Betung Bandar Lampung pada tahun 1994, Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Beringin Raya Kemiling Bandar Lampung pada tahun 2000, penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 2003 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-azhar 3 Way Halim Bandar Lampung pada tahun 2006. Dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa akhirnya penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada Tahun 2006.

(52)

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA (Study Pada Polisi Air Laut (Polair) Polda Lampung)”. adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

(53)

menyempurnakan skripsi ini;

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

7. Bapak Sudirman Mechsan, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;

9. Sahabat-sahabatku terbaik yang pernah kumiliki baik yang telah sarjana maupun yang belum menjadi seorang sarjana : Burmansyah. S (Iman Burman Paradise), Yopy Penesha (Yopy Latul), Restu Tri Handaru (daru nyon) Jimy Hendrianto, S.H. (kiyay Jimi), Mahdi Fernandes.M (ndes uye) , Rizki Ferdian (gembel), Perdana Cross Frendi (goceng), Meidian.H (iyan), Yan Bastian (nai), Naradea Pranusa (nara), Martian Wibowo (iyan nai), Nuriza (boy), Suandi Herman (wandi), Sevtian Quba (quba), dan teman-teman yang lain yang tidak bisa aku sebut satu-persatu, terima kasih untuk kebersamaan dan keceriaan selama kita menjadi mahasiswa, ” I miss U ALL”.

10. Special Thanks To Someone Melinda Safitri Thamrin, S.Si, atas do’a,

dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya.

(54)

bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Bandar Lampung, Febuari 2012 Penulis

(55)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengamankan wilayah perairan sudah begitu intensif. Penyelenggaraan keamanan di wilayah laut Lampung, Polair Polda Lampung selalu beriringan dan bekerjasama serta berkoordinasi dengan institusi dan lembaga baik internasional maupun nasional yang terkait. Sebagai salah satu penyelenggara keamanan di laut Polair Polda Lampung berhak menyidik tindak pidana illegal fishing yang terjadi di laut, hal ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam lingkup kerjasama di tingkat bilateral maupun multilateral upaya Indonesia untuk mengatasi praktek

(56)

2. Tindak pidanaillegal fishingsecara keseluruhan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, illegal fishing

adalah perbuata menangkap ikan atau memungut ikan yang berasal dari kawasan perikanan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Mengelola dan atau membudidayakan ikan yang berasal dari kawasan perikanan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil perikanan tanpa melengkapi surat keterangan sahnya pelayaran hasil perikanan berupa ikan. Membawa alat-alat dan atau bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam penangkapan dan atau pengelolaan perikanan di kawasan pengelolaan perikanan tanpa izin pejabat yang berwenang.

3. Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah terhadap tindak pidana Illegal Fishing sejauh ini sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, karena dalam pelaksanaannya harus seiring juga dengan hukum nasional, Namun upaya tersebut belum sepenuhnya dapat menghilngkan praktekillegal fishingsecara keseluruhan,

hal ini disebabkan masih banyaknya kendala-kendala yang dihadapi oleh para penegak hukum, salah satunya masih kurangnya armada pengawasan yang dimiliki oleh pemerintah. Kendala-kendala yang ada antara lain:

a. Kurangnya aturan hukum memadai.

b. Kurang tegasnya penindakan terhadap pelakuillegal fishing

c. Kurangnya perhatian dari pemerintah.

d. Masih banyaknya oknum petugas yang melakukan pelanggaran. e. Kurangnya publikasi terkait masalahillegal fishing.

(57)

g. Kurangnya sarana dan prasarana.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui hasil penelitian maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel pengabdian pada profesi, keyakinan terhadap peraturan profesi, kemandirian, dan hubungan dengan sesama

sudah dapat membentuk perubahan sikap yang positif dari peserta terhadap vendor wedding Lintas Warna dillihat dari hubungan valensi informasi pada sikap yang

pada tahap awal yang di lakukan ketika akan membuat sebuah film documenter adalah mempelajari isu atau permasalahan yang ingin kita angkat dengan cara meriset,

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada analisis struktur support pemegang sumber dan karakterisasi yang meliputi pengujian kinerja sistem kendali dan kinerja

Kaitannya dengan template di sini kita akan mencoba menggunakan PHP untuk membuat menu baru pada situs yang kita buat, yaitu menu yang datanya diambil dari database

Namun disamping kepatuhan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang kepatuhan sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya

1387 yılında Ak Koyunlu Türk kabilesi beyi Kutluk beyin oğlu Ahmet Sivas üzerine yürüdü.. Kadı Burhaneddin, Yusuf Çelebi komutasında bir orduyu karşı yolladı ise de

Berdasarkan pengolahan dan analisis nilai resistivitas rendah ( ρ < 20,9 Ωm ) pada lintasan 1, 2, dan 3 yang memotong perlapisan antara batuan yang memiliki nilai resistivitas