• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN (TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT)PADA SAPI PEDAGING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN (TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT)PADA SAPI PEDAGING"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFFECT OF THE

USE OF ORGANIC MICRO MINERALS AND FAT DIGESTIBILITY TDN (TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT) TO BEEF CATTLE

The aim of this research are: (1) To determine the effect of giving mineral micro organic in the ration against fat digestibility and TDN (Total Digestible Nutrient) on beef cattle; (2) To determine the best use of mineral micro organic against fat digestibility and TDN in beef cattle.

This research uses 4 beef cattle tails male post-weaning . The design used is a Latin Square design (RBSL) 4x4 with 4 beef cattle tails as the columns and 4 period as rows. The treatment are R0: basal ration (20% forages + 80% concentrate); R1: basal ration + mineral micro organic 0,5 times NRC

recommendation (Zn 20 ppm, Cu 5 ppm, Se 0,15 ppm, Cr 0,05 ppm); R2: basal ration + mineral micro organic 1 times NRC recommendation (Zn 40 ppm, Cu 10 ppm, Se 0,30 ppm, Cr 0,10 ppm); R3: basal ration + mineral micro organic 1,5 times NRC recommendation (Zn 60 ppm, Cu 15 ppm, Se 0,40 ppm , Cr 0,15 ppm). The data obtained were tested by analysis of variance (ANOVA), followed by an orthogonal polynomial tests to determine the best level of use of mineral micro organic.

(2)

ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN

(TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT)PADA SAPI PEDAGING

Oleh Anggi Nugroho

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) mengetahui pengaruh pemberian mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan lemak dan TDN

(Total Digestible Nutrient) pada sapi Pedaging; (2) mengetahui tingkat terbaik penggunaan mineral mikro organik terhadap kecernaan lemak dan TDN pada sapi pedaging.

(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Potong

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang

memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada 2010 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2010). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono et al., 2007). Pada 2006, tingkat konsumsi daging sapi 399.660 ton, atau setara dengan 1,70--2 juta ekor sapi potong (Koran Tempo, 2008), sementara produksi hanya 288.430 ton.

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju

(4)

dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan berat tubuh ideal untuk dipotong.

Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem ekstensif semua

aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5--2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan

dalam,temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).

B. Bahan Pakan

(5)

9

seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrient yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi. Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya.

Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, sedangkan bahan pakan yang berasal dari limbah industri yaitu bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai nutrisi pada bahan pakan lain yang nilai nutrisinya rendah (Sugeng, 1998).

Menurut Darmono (1999), konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji-bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi-umbian.

C. Kecernaan Bahan Pakan

(6)

Pencernaan merupakan suatu proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan-bahan pakan di dalam alat-alat pencernaan. Sistem pencernaan ternak ruminansia berbeda dengan sistem pencernaan ternak lainnya. Sistem pencernaan ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibanding dengan ternak lainnya

dikarenakan selain proses pencernaan oleh alat-alat pencernaan ruminansia sendiri juga terjadi proses pencernaan oleh mikroorganisme (Sutardi, 1980).

Daya cerna dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya nilai nutrisi suatu bahan pakan. Pada umumnya pakan dengan kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna tinggi, maka akan tinggi pula nutrisinya. Menurut Lubis (1963), nilai nutrisi makanan antara lain diukur dari jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna, sedangkan kualitas suatu bahan makanan dicerminkan dari angka konsumsi bahan kering atau bersama koefisien cerna zat-zat makanan tersebut (Tillman et al., 1998).

Menurut Anggorodi (1998), kecernaan dapat dihitung dari selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang ada dalam feses dan kemudian dikalikan 100%. Perhitungan kandungan dari zat-zat makanan dilakukan secara sistematis sesuai dengan zat-zat makanan pada ransum dan feses.

(7)

11

meningkatkan kecernaan pakan. Peningkatan populasi mikroba rumen dapat dilakukan melalui pendekatan segi ekologi dan kecukupan nutrient.

D. Nutrisi Mineral

Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup disamping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak, sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik

(Davis dan Mertz, 1987).

(8)

kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang

ber-sangkutan. Di samping mengakibatkan keracunan, logam juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi (McDonald et al., 1988; Spears, 1999; Inoue et al., 2002).

Tubuh hewan memerlukan mineral untuk membentuk jaringan tulang dan urat, untuk memproduksi dan mengganti mineral dalam tubuh yang hilang, serta untuk memelihara kesehatan (Sugeng, 1998). Mineral merupakan salah satu nutrisi yang berpengaruh juga dalam berbagai fungsi biologis dalam tubuh seperti

pem-bentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, pembentukan haemoglobin, menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh, mengatur metabolisme zat makanan, mengatur transport zat makanan ke sel-sel, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, dan sebagai komponen dari suatu sistem enzim (Tillman et al., 1998). Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1998).

Proses pencernaan pada ternak ruminansia sangat ditentukan oleh proses fermentasi di dalam rumen. Pemberian pakan ruminansia harus memenuhi kebutuhan nutrien ternak, menjaga kondisi optimum cairan rumen untuk proses fermentasi, dan mensuplai nutrient bagi pertumbuhan mikroba rumen. Nutrient yang cukup bagi pertumbuhan mikroba rumen mempengaruhi proses pencernaan di dalam rumen.

(9)

13

(Hungate, 1966). Sementara kebutuhan Zn pada ternak sapi perah adalah 40 ppm, sapi potong pada masa pertumbuhan dan finishing 20--30 ppm, domba 35--50 ppm (NRC, 1980). Little (1986) melaporkan bahwa kandungan Zn pada pakan

ruminansia berkisar antara 20--38 mg/kg bahan kering ransum, nilai ini jauh di bawah kebutuhan ruminansia sesuai yang direkomendasikan NRC (1989) 40--50 mg/kg bahan kering ransum. Hal ini menunjukkan bahwa sumber Zn dari pakan belum dapat memenuhi kebutuhan mineral seng ternak maupun mikroba rumen. Sedangkan pemberian Zn yang berlebihan akan berakibat buruk bagi ternak. Jika diberikan berlebihan, kandungan pada pankreas, hati, ginjal, dan dan tulang menjadi tinggi (Hartati, 1998). Selain itu pemberian Zn yang berlebihan juga dapat menyebabkan keracunan yang diperlihatkan pada penurunan berat badan, konsumsi dan efisiensi penggunaan ransum pada domba dan sapi.

Status mineral Cu pada ruminansia dilaporkan marjinal sampai defisien (Sutrisno, 1983). Pada kebanyakan ternak, Cu sangat sedikit diserap; pada ternak dewasa 5 sampai 10%, ternak muda antara 15% sampai 30%, dan pada ternak ruminansia hanya 1% sampai 3% (McDowell, 1992). NRC (1994) merekomendasikan angka kebutuhan Cu yaitu 10 mg/kg.

(10)

dan keratinisasi rambut dan wool, reproduksi, sistem kekebalan dan metabolisme lemak (Mc Dowell, 1992).

Selenium (Se) adalah bagian integral dari enzim glutation peroksidase yang berfungsi sebagai pereduksi peroksida, sehingga Se merupakan salah satu unsur pertahanan tubuh. Selenium kurang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia, karena selenit direduksi menjadi senyawa yang tidak larut dalam rumen.

Kebutuhan Se untuk ternak belum diketahui secara pasti. Namun, kemungkinan kebutuhan Se ternak mulai 0,05 sampai 0,3 ppm, kebutuhan Se sapi perah adalah 0,3 ppm (NRC, 1989).

Ransum sapi perah dianjurkan agar mengandung Se 0,3 mg/ton bahan kering ransum (NRC, 1989). Selenium dalam jumlah yang normal dapat menstimulir sintesa protein mikroba namun sebaliknya, jika berlebih akan menghambat sintesa protein mikroba (Arora, 1995). Mineral ini mungkin juga diperlukan dalam mekanisme penyerapan lipid di saluran pencernaan atau pengangkutan lemak melalui dinding usus (Parakkasi, 1999). Kombinasi mineral Se dengan vitamin E berperan dalam sistem imun dan dapat mencegah keracunan logam berat

(Mc Donald, 1995).

(11)

15

(toksik). Mengingat keadaan ini, satu-satunya bentuk pasokan Cr3+ ke dalam tubuh ternak ialah dalam bentuk ikatan ligand organik (Sutardi, 2002).

Mineral Cr termasuk mineral mikro yang harus tersedia dalam tubuh dalam jumlah yang sedikit. Kromium berperan dalam sintesis lemak, metabolisme protein dan asam nukleat (McDonald, 1995). Cr dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel-sel alveolus untuk pembentukan laktosa susu. faktor Cr sebagai faktor toleransi glukosa (GTF) telah lama diketahui (Tillman et al., 1998). Selanjutnya McDonald (1995) menyatakan bahwa defisiensi mineral Cr dapat mengakibatkan penurunan kolesterol darah dan peningkatan HDL (High Density Lipoprotein) dalam plasma darah. Selain itu mineral Cr esensial untuk kerja optimum hormon insulin dan jaringan mamalia serta terlibat dalam kegiatan lipase (Nasoetion, 1984).

E. Kecernaan Lemak

(12)

Lemak merupakan sekelompok zat-zat yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam eter, kloroform, dan benzene (Anggorodi, 1998). Fungsi lemak dalam tubuh

adalah sebagai sumber energi yang efisien, dan berperan penting dalam

metabolisme tubuh. Prekusor prostaglandin, sumber-sumber asam lemak esensial dan juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat makanan (Tillman et al., 1998). Menurut Pond et al. (2005), lemak berfungsi sebagai pasokan energi untuk kondisi maintenance dan produksi normal karena mampu menghasilkan energi tinggi sebesar 9,45 kcal dibandingkan karbohidrat yang hanya 4,1 kcal serta

berfungsi sebagai sumber asam lemak essensial yaitu linoleat dan linolenat. Sistem energi yang bagus adalah yang dapat merefleksikan akurasi dalam penyediaan energi pakan untuk kebutuhan pemeliharaan tubuh dan produksi (Romziah, 2003).

Keunggulan lemak selain dapat menghasilkan kalori terbesar juga berpengaruh dalam produksi susu dan pertambahan berat badan sehingga perlu diperhatikan nilai kecernaan lemak kasar. Semakin besar nilai kecernaan lemak, maka kebutuhan lemak hewan ternak akan terpenuhi. Kecernaan suatu bahan pakan dilakukan pada penelitian dengan metode in vivo yang merupakan metode

penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan menggunakan pakan yang tercerna dan jumlah feses yang dikeluarkan (Mc Donald et al., 1995).

(13)

17

yang dihasilkan oleh pangkreas lemak dihidrolisis menjadi asam lemak, gliserol, monogliserida, digliserida, serta sisa trigliserida (Anggorodi, 1998).

Absorbsi hasil pencernaan lemak yang sebagian besar (70%) adalah asam lemak dan sebagian lagi (20%) monogliserida terjadi pada usus kecil. Pada waktu asam lemak dan monogliserida diabsorbsi melalui sel-sel mukosa pada dinding usus, mereka diubah kembali (resistensis) menjadi lemak atau trigliserida. Lemak yang terjadi ini berbentuk partikel-partikel kecil yang disebut kilomikron dan dibawa ke dalam darah melalui cairan limfe (Lubis, 1963).

Kecernaan lemak dapat diestimasi dengan menganalisis lemak pakan dan lemak feses menurut metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1984). Kemudian menghitung selisih antara lemak pakan yang terkonsumsi dengan lemak feses.

F. TDN (Total Digestible Nutrient)

Energi dalam pakan umumnya berasal dari karbohidrat dan lemak. Pentingnya energi dalam pakan tercermin dari adanya 2 macam metode pengukuran yaitu metode pengukuran TDN merupakan sistem ukuran yang paling tua yang berdasar pada fraksi-fraksi yang tercerna dari sistem Wende serta sumbangan energinya. Sistem yang kedua adalah sistem kalori berdasar pada kandungan energi (kalori) pada bahan pakan (Blakely dan Bade, 1998). Menurut Siregar (1994) TDN adalah jumlah energi dari pakan maupun ransum yang dapat dicerna. Zat-zat pakan yang dapat menjadi sumber energi yaitu protein, serat kasar, lemak dan BETN.

(14)

kematian bila berlangsung lama (Tillman et al., 1998). Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan berat tubuh. Tinggi rendahnya TDN dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berat tubuh dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan berat tubuh.

TDN atau energi merupakan total dari zat pakan yang paling dibutuhkan.

Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh, tetapi sebaliknya jika pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan energinya maka lemak tubuh akan dirombak untuk mencukupi kebutuhan energi untuk hidup pokok ternak yang tidak tercukupi dari pakan.

(15)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli sampai Oktober 2011, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Analisis kecernaan lemak dan TDN dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa 4 ekor sapi pedaging jantan pascasapih dengan bobot sebagai berikut: sapi 1 168 kg, sapi 2 238 kg, sapi 3 189 kg dan sapi 4 206 kg, hijauan (rumput lapang), konsentrat (onggok, kulit kopi, bungkil kelapa, dedak, urea, dan premix) dan penggunaan mineral mikro organik dengan dosis pemberian 0,5; 1; dan 1,5 kali rekomendasi National Reasearch Council/NRC (1998).

2. Alat penelitian

(16)

skop, ember, dan cangkul. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat adalah seperangkat alat analisi kadar air, abu, protein, serat kasar, dan lemak.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan 4 ekor sapi pedaging dengan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL), 4 perlakuan dan 4 ulangan, data yang diperoleh diuji dengan analysis of variance (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal untuk menentukan tingkat terbaik penggunaan mineral mikro organik. Perlakuan yang diujicobakan adalah:

R0: Ransum basal (20% hijauan + 80% konsentrat)

[image:16.595.109.512.497.591.2]

R1: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) ½ kali dosis *) R2: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) 1 kali dosis *) R3: Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) 1½ kali dosis *)

Tabel 1. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan

Dosis mineral *) Mineral mikro organik

Zn Cu Cr Se

(ppm)

½ 20 5 0,15 0,05 1 40 10 0,30 0,10 1½ 60 15 0,40 0,15 keterangan:

(17)

21

Tabel 2. Komposisi konsentrat

No Nama Imbangan (%) 1 Bungkil Kelapa Sawit 12,50 2 Dedak 12,50 3 Onggok 41,25 4 Kulit Kopi 31,25 5 Urea 1,25 6 Premik 1,25 Jumlah 100

D. Peubah yang Diamati

1. Kecernaan lemak

Proses pencernaan lemak terjadi di lambung dengan bantuan enzim lipase yang dihasilkan oleh mukosa lambung. Hasil hidrolisis masih berupa globula-globula besar, karena sebagian besar pencernaan lemak terjadi di usus. Selanjutnya

globula tersebut mengalami emulsifikasi dengan bantuan empedu. Kemudian oleh enzim yang dihasilkan oleh pankreas lemak dihidrolisis menjadi asam lemak, gliserol, monogliserida, digliserida, serta sisa trigliserida.

Kecernaan lemak dapat diestimasi dengan menganalisis lemak ransum dan lemak feses menurut metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1984).

Kecernaan Lemak

(18)

2. TDN (Total Digestible Nutrient)

Energi dapat dinyatakan dalam TDN yaitu jumlah seluruh zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak, dan BETN) yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Energi dibutuhkan untuk hidup pokok, memenuhi kebutuhan energi mekanik untuk gerak otot, dan mensintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998).

Kebutuhan TDN berdasarkan Kearl (1982) yang diekstrapolasi pada BB 368,78 kg dan PBB 1,31 kg/hari sebesar 6,815 kg/ekor/hari. Zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak dan BETN) merupakan bahan organik, dan bahan organik bagian dari BK. Jadi penurunan konsumsi BK biasanya diikuti penurunan konsumsi TDN (Siregar, 1994).

Menurut Tillman et al., (1998) dalam sistem TDN ini nilai makanan dihitung untuk setiap bahan makanan sebagai berikut :

TDN = % Protein kasar dapat dicerna + % SK dapat dicerna + % BETN dapat dicerna + 2,25 x (% Ekstrak eter dapat dicerna)

(19)

23

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan ransum basal

Pertama-tama siapkan timbangan, kemudian timbang sesuai ukuran pakan yang akan dicampurkan untuk membuat ransum 100 kg. Campurkan onggok 41,25 kg, kulit kopi 31,25 kg, bungkil kelapa 12,50 kg, dedak 12,50 kg, Urea 0,8 kg, premik 1,2 kg dan aduk hingga semua bahan-bahan tersebut maka jadilah konsentrat yang diinginkan untuk ternak sapi.

Cara pencampuran mineral mikro organik dalam ransum perlakuan yang akan diberikan adalah dengan cara mencampur semua larutan mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, Cr) sesuai dengan kebutuhan yang sudah ditentukan, larutan mineral mikro organik yang sudah tercampur di tuangkan ke dalam ember yang di

dalamnya sudah terdapat sebagian bahan pakan guna mempermudah pencampuran mineral mikro organik ke dalam ransum, kemudian aduk sampai merata, setelah itu tambahkan atau campurkan ke dalam ransum yang akan di buat, aduk kembali sampai merata untuk menghomogenkan atau menyatukan mineral ke dalam ransum. Hal terakhir yang dilakukan yaitu memasukkan ransum yang sudah jadi ke dalam karung.

2. Pembuatan mineral Zn, Cu, Se, dan Cr

1) Zn-lysinat

2 Lys(HCl)2 + ZnSO4 Zn(Lys(HCl)2) + SO42-

(20)

2) Cu-lysinat

2 Lys(HCl)2 + CuSO4 Cu (Lys(HCl)2) + SO4-

Campur lisin 43,823 gr lysin HCl yang dilarutkan dalam 100 ml air + CuSO4 15,995 g yang dilarutkan dalam 100 ml air.

3) Se-lysinat

2 Lys(HCl)2 + NaSeO3.5H2O LysSeO3 + 2 NaCl

Campur 0,8712 g lisin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,627 gr NaSeO3 yang dilarutkan dalam 100 ml air.

4) Cr-Lysinat

3 Lys(HCl)2 + CrCl3.6H2O Lys3Cr + H2O

Campur 11,2 g lisin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,5 gr CrCl3. 6H2O yang dilarutkan dalam 100 ml air.

3. Prosedur penelitian

1) Persiapan penelitian

(21)

25

dalam penelitian dapat beradaptasi dengan lingkungannya serta terbiasa mengkonsumsi ransum penelitian yang akan diberikan.

2) Kegiatan penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: Tahap pertama merupakan prelium, yaitu sapi percobaan diberi ransum perlakuan. Tahap ini berlangsung selama 9 hari dalam satu periode. Tahap kedua yaitu tahap pengambilan data. Tahap ini dimulai setelah ternak mengkonsumsi ransum perlakuan selama 9 hari. Koleksi feses dan awal koleksi berlangsung selama 5 hari setelah ternak diberi ransum perlakuan selama 9 hari (masa prelium). Jumlah ransum yang dikonsumsi dan yang tersisa ditimbang selama tahap pengambilan data. Sampel ransum dan sampel feses selama periode koleksi diambil untuk dianalisis proksimat; Tahap ketiga yaitu masa istirahat (tanpa ransum perlakuan) selama 10 hari. Masa prelium, perlakuan dan masa istirahat diatas diulang sebanyak 4 kali selama 96 hari.

4. Prosedur koleksi sampel

(22)

Panaskan kertas saring biasa (6 x 6 cm2) di dalam oven 105° C selama 1 jam kemudian masukkan ke dalam desikator selama 10 menit, lalu timbang dan

catat bobotnya (A)

Tambah sampel analisa ± 0,1 gram dan catat bobot kertas saring berisi sampel(B)

Cawan porselin berisi sampel dipanaskan di dalam oven 1050 C selama 6 jam kemudian dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu timbang

dan catat bobotnya.

Masukkan ke dalam alat soxhlet lalu hubungkan antara alat soxhlet dan labu didih kemudian tambahkan 300 ml petroeum ether atau chloroform ke dalam

alat soxhlet

Alat soxhlet dengan alat kondensor dihubungkan lalu dialirkan air ke dalam kondensor, kemudian alat pemanas dinyalakan kurang sebih selama 6 jam.

Setelah 6 jam, matikan pemanas dan hentikan aliran air kemudian lipatan kertas saring berisi residue di ambil dan panaskan di oven 105° C selama 6 jam setelah itu dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit, timbang dan catat bobotnya. kasar dan BETN yang dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan, Universitas Lampung.

5. Prosedur analisis proksimat 1) Kadar lemak

Menghitung kadar lemak dengan rumus sebagai berikut:

(23)

27

Keterangan:

KL : kadar Lemak (%) BK : Kadar bahan kering (%) A : bobot kertas saring (gram)

B : bobot kertas berisi sample sebelum dipanaskan (gram) D : bobot kertas berisi residue setelah dipanaskan (gram)

2) Kadar protein

(bersambung)

Menimbang kertas saring biasa (6 x 6) cm2 dan mencatat bobotnya ( A ) kemudian memasukkan sampel sebanyak ± 0,1 gr dan mencatat bobot kertas berisi

sampel ( B ) dan lipat kertas saring

Mematikan alat destruksi apabila sampel berubah menjadi larutan berwarna jernih kehijau-hijauan kemudian didiamkan sampai menjadi dingin ( tetap diruang asam) Menambahkan 0,2 gr atau secukupnya campuran garam dan menyalakan alat destruksi

lalu mengerjakan destruksi

Lalu memasukkan kedalam labu kjehdahl, menambah 15 ml H2SO4 pekat. (dilakukan

diruang asam)

Tambahkan 200 ml air suling, setelah itu siapkan 25 ml H2SO4 di gelas erlenmayer, lalu

meneteskan 2 tetes indikator ( larutan berubah warna menjadi biru) ujung alat kondensor masukkan ke dalam gelas tersebut dan harus dalam posisi terendam

Menyalakan alat destilasi, mengerjakan destilasi

Tambahkan 50 ml NaOH 45% ke dalam labu tersebut secara cepat (sekaligus) dan hati-hati, jangan sampai digoyang-goyang atau dikocok lalu mengamati larutan yang

(24)

(sambungan)

Bilas ujung alat kondensor dengan air suling dengan menggunakan botol semprot Mengangkat ujung alat kondensor yang terendam, apabila larutan telah menjadi

sebanyak 2/3 bagian dari gelas tersebut matikan alat destilasi

Menyiapkan alat untuk titrasi

Isi buret dengan larutan NaOH 0,1 N. Mengamati angka pada buret catat (L1) kemudian

lakukan titrasi dengan perlahan-lahan. Mengamati larutan didalam gelas erlenmayer

Menghentikan titrasi apabila warna berubah menjadi hijau. Mengamati buret dan baca angka lalu dicatat (L2) setelah itu lakukan pekerjaan seperti diatas untuk blanko

( tanpa sampel)

Menghitung persentase nitrogen dengan rumus

N = [ L bl an ko - L s am pel ] X N basa X N/1000 X 100 % B - A

Menghitung kadar protein

Melakukan analisis 2 kali (duplo). Memberi tanda 1 atau 2 pada masing-masing labu kjehdal dan gelas erlenmayer lalu menghitung rata-rata kadar proteinnya

Kadar Protein (%) = Kp 1 + Kp2

(25)

29

3) Kadar serat kasar

(bersambung)

Menimbang kertas (8 x 8 cm2 ) dan mencatat bobotnya (A) kemudian masukkan sampel sebanyak ± 0,1 gr dan mencatat bobot kertas berisi sampel (B)

Menyalakan pemanas lalu panaskan selama 30 menit (dihitung sejak awal mendidih) Setelah mendidih, saring dengan corong kaca beralaskan kertas linen kemudian bilas

dengan air suling panas dengan menggunakan botol semprot sampai bebas asam Tuangkan sampel analisa ke dalam gelas erlenmayer, tambahkan 200 ml H2SO4 0,25 N.

lalu hubungkan gelas erlenmayer dengan alat kondensor

Melakukan uji lakmus untuk mengetahui bebas asam kemudian residu masukkan kembali dalam gelas erlenmayer

Menambahkan 200ml NaOH 0,313 N. Menghubungkan gelas erlenmayer dengan alat kondensor, panaskan selama 30 menit

Membilas dengan air suling panas dengan menggunakan botol semprot sampai bebas basa kemudian lakukan uji lakmus untuk mengetahui bebas basa

selanjutnya bilas dengan aceton

Saring dengan menggunakan corong kaca beralas kertas saring Whatman ashles nomor 541 berdiameter 12 cm yang sudah diketahui bobotnya

Lipat kertas saring whatman ashless berisi residu kemudian panaskan kedalam oven 1050C selama 6 jam. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit,

lalu menimbang dan mencatat bobotnya

(26)

(sambungan)

4) Perhitungan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)

BETN = 100% - (Kab+KP+KL+KSK)

Keterangan :

BETN : kadar BETN (%) KA : kadar air (%) Kab : kadar abu (%) KP : kadar protein (%) KL : kadar lemak (%) KS : kadar serat kasar (%)

Menghitung kadar serat kasar dengan rumus:

KS = ( D – C ) – ( F– E ) X 100 % ( B - A )

Melakukan analisis dua kali (duplo) beri tanda 1 dan 2 pada masing-masing gelas erlenmayer, kertas saring, dan cawan porselein lalu hitung rata-ratanya

Kadar Serat Kasar (%) = Ks 1 + Ks2 2

(27)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi produk ternak. Daging merupakan salah satu produk ternak yang mempunyai nilai gizi tinggi. Permintaan daging yang ada di masyarakat sampai saat ini masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas dan kuantitas produk daging, namun harga daging masih relatif tinggi.

Perkembangan peternakan di Indonesia khususnya peternakan sapi dari tahun-ketahun masih belum menggembirakan. Pada 2007, Indonesia baru mampu menyediakan daging sapi dalam negeri sebanyak 276,5 ribu ton atau sekitar 68 % dari kebutuhan, sehingga terdapat kekurangan sebesar 127 ribu ton atau sekitar 32 %. Kekurangan tersebut dipenuhi dari impor, berupa ternak bakalan dan daging sapi. Pada 2010, apabila tidak ada upaya terobosan, maka penyediaan daging sapi dalam negeri baru mencapai 259,2 ribu ton atau 62,6 % dari

(28)

Salah satu upaya untuk menurunkan angka impor dan menuju swasembada daging diperlukan peningkatan produktivitas dan kualitas ternak. Dampak dari

tercapainya swasembada daging akan meningkatkan taraf kesejahteraan dan kesehatan penduduk.

Peningkatan produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya secara kontinue sepanjang tahun. Terganggunya ketersedian pakan ternak tidak akan meningkatkan pertambahan berat tubuh. Penurunan kualiatas produksi sangat berpengaruh pada keuntungan, sebab biaya produksi tetap harus dikeluarkan oleh peternak, sehingga peternak dengan perlahan akan mengalami kerugian.

Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik kualitas maupun kuantitas dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia. Bahan pakan merupakan biaya produksi paling besar pada usaha ternak sapi yang mencapai 60 – 80 % dari biaya produksi total, maka perlu dilakukan pemanfaatkan bahan atau limbah yang belum termanfaatkan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan pakan dan pada akhirnya dapat menghasilkan kenaikan yang nyata pada efisiensi usaha ternak sapi.

(29)

3

makan maupun yang mengandung zat nutrisi seperti mineral, vitamin, asam amino, dan asam lemak tambahan.

Salah satu suplemen yang saat ini sedang diteliti pemanfaatannya sebagai campuran ransum ternak adalah mineral organik. Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat komplek dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawa organik biasanya tidak termasuk). Mineral digolongkan menjadi dua yaitu mineral makro dan mineral mikro. Dalam bentuk bebas, mineral makro dan mikro dapat saling berinteraksi positif dan negatif dengan lemak, protein, atau bahan organik lain dalam saluran pencernaan

ruminansia sehingga mineral tersebut akan terbuang bersama feses. Hal ini akan menyebabkan tubuh ternak kekurangan mineral dalam tubuhnya. Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar, meliputi Ca, P, K, Na, Cl, S, dan Mg. Sedangkan mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi yang sangat kecil, yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (McDonald et al., 1988; Spears 1999).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1) mengetahui pengaruh pemberian mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan lemak dan TDN pada sapi pedaging;

(30)

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta sumbangsih nyata kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait tentang manfaat tingkat

penggunaan mineral mikro organik dalam ransum terhadap kecernaan lemak dan TDN pada sapi pedaging.

D. Kerangka Pemikiran

Pakan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam budidaya ternak untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik kualitas maupun kuantitas dapat meningkatkan produksi ternak ruminansia.

Mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh ternak di

samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Mineral digolongkan menjadi

dua yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral mikro dan makro di dalam

alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif yang dapat

menurunkan ketersediaan (availability) mineral. Mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (McDonald et al., 1988; Spears 1999).

(31)

5

dahulu berikatan dengan bahan pengikat organik (lisin dan asam lemak) sebelum masuk ke dalam tubuh ternak. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003). Keunggulan lain penggunaan mineral organik antara lain mudah larut dan mudah diserap dalam tubuh ternak serta dapat langsung masuk ke dalam sel organ sasaran dan lebih efisien penggunaannya (Sutardi, 1997).

Beberapa mineral mempunyai peran yang penting dalam proses metabolishme tubuh ternak tersebut. Mineral mikro seperti ion besi berperan untuk pembentukan hemoglobin, ion kuprum berperan dalam pembentukan hemoglobin, pigmen, dan sebagai koenzim. Ion cobalt berperan dalam absopsi vitamin B12 serta untuk pertumbuhan mikroba rumen (Mc.Donald, 1978). Menurut Arora (1995), mineral Zn memiliki peran penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen.

Suplementasi Zn dapat mempercepat sintesa protein oleh mikroba dengan melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba. Selain itu mineral Zn juga berfungsi sebagai activator dan komponen dari beberapa dehidrogenase, peptidase dan fosfatase yang berperan dalam metabolisme asam nukleat, sintesis protein dan metabolisme karbohidrat (Parakkasi, 1999). Mineral Cu berfungsi sebagai katalisator enzim metallo-protein (Tillman et al., 1998) karena Cu merupakan salah satu unsur enzim tersebut. Mineral Cr termasuk mineral mikro yang harus tersedia dalam tubuh dalam jumlah yang sedikit. Kromium berperan dalam sintesis lemak, metabolisme protein dan asam nukleat (McDonald, 1995). Selenium dalam

(32)

Dengan adanya penambahan mineral organik dalam ransum diharapkan meningkatkan populasi mikroba rumen sehingga kecernaan terhadap zat-zat makanan meningkat.Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1997).

Penentuan jumlah penggunaan mineral mikro organik dalam ransum diharapkan dapat mengoptimalkan bioproses dalam rumen (pertumbuhan mikroba meningkat) dan pascarumen (penyerapan zat makanan meningkat) serta metabolisme zat-zat makanan lebih baik sehingga berimplikasi positif terhadap pertumbuhan dan nilai TDN pada ternak ruminansia.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan ialah:

1) pemberian mineral mikro organik dalam ransum berpengaruh terhadap kecernaan lemak dan TDN pada sapi pedaging;

(33)

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN

(TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT) PADA SAPI PEDAGING

(Skripsi)

Oleh

ANGGI NUGROHO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(34)

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN

(TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT) PADA SAPI PEDAGING

Oleh

ANGGI NUGROHO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(35)
[image:35.595.118.508.213.643.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rata-rata kecernaan lemak setiap perlakuan pada sapi pedaging ... 32

2. Rata-rata kecernaan TDN setiap perlakuan pada sapi pedaging ... 35

3. Tata letak percobaan ... 46

4. Menimbang mineral Zn, Cu, Cr, Se, dan lisin ... 48

5. Mineral Zn, Cu, Cr, Se, dan lisin sebelum dicampurkan ... 48

6. Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) ... 49

7. Menyiapkan mineral organik masing-masing perlakuan ... 49

8. Pencampuran ransum perlakuan ... 50

9. Penyimpanan ransum perlakuan ke dalam karung ... 50

10. Koleksi feses ... 51

11. Penjemuran sampel feses ... 51

12. Menyiapkan larutan analisis kadar lemak ... 52

13. Analisis Proksimat kadar Protein ... 52

14. Pemberian pakan konsentrat sapi perlakuan ... 53

(36)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Sapi Potong ... 7

B. Bahan Pakan ... 8

C. Kecernaan Bahan Pakan ... 9

D. Mineral Organik ... 11

E. Kecernaan Lemak... 15

F. TDN (Total Digestible Nutrient) ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 19

(37)

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 19

1. Bahan penelitian ... 19

2. Alat penelitian ... 19

C. Metode Penelitian... 20

D. Peubah yang Diamati ... 21

1. Kecernaan lemak ... 21

2. TDN (Total Digestible Nutrient) ... 22

E. Pelaksanaan Penelitian ... 23

1. Pembuatan ransum basal ... 23

2. Pembuatan mineral Zn, Cu, Se, dan Cr ... 23

3. Prosedur penelitian ... 24

4. Prosedur koleksi sampel ... 25

5. Prosedur analisis proksimat ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Lemak... 31

B. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan TDN ... 34

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta. Anggorodi, 1998. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta. AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of the Associotiort of Official Analytical Chemists. W. Harwitz (Ed). Benjamin Franklin Station. Washington DC.

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R. Murwani dan Srigandono. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Blakely, J dan H.D. Bade. 1998. Ilmu Peternakan Diterjemahkan oleh Bambang Srigondono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Church, D.C. 1998. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol.1 Digestive Physiology 2nd. Edition. USA

Chuzaeimi, S. Naseer, Z., and M.S. Alkaraides. 1990. Penentuan Praktikum Ilmu Makanan Ternak Khusus Ruminansia. LUW-Unibraw Animal Husbandrry Project. Malang: Unibraw Press.

Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta. Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego, CA.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

(39)

40

Hatmaya, R.T. 2008. “Efek Berbagai Pakan Komplit Terhadap Daya Cerna Lemak dan Serat Kasar Pada Sapi Perah”. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. 6-12.

Hungate, R.E. 1966. Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York: Inoue, Y., T. Osawa, A. Matsui, Y. Asai, Y. Murakami, T. Matsui, and H. Yano. 2002. “Changes of serum mineral concentration in horses during exercise”. Asian Aust. J. Anim.Sci. 15(4): 531−536.

Koran Tempo. 2008. Indonesia Belum Siap Impor Sapi Brazil. Edisi Senin, 13 Oktober 2008. Jakarta.

Little, D.A. 1986. “The mineral content of rumniant feeds and potential for mineral supplementation in South-East Asia with particular reference to

Indonesia”. In: R.M. Dixon (Ed.). Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural Residues. IDP, Canberra.

Lubis, D. A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.

McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. John Willey and Sons Inc., New York. p. 96−105.

. 1995. Animal Nutrition. 4th ED ELBS Longman. London.

McDowel, L.R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press, London.

Mersyah, R. 2005. “Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Muhtarudin. 2003. “Pembuatan dan penggunaan Zn-Proteinat dalaam ransum untuk meningkatkan nilai hayati dedak gandum dan optimalisasi bioproses dalam pencernaan ternak kambing”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. III (5): 385—393.

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. “Penggunaan Seng Organik dan Polyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng, Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi.

(40)

NRC (National Reseach Council). 1980. MineralTolerance of Domestic Animals. National Academy Press, Washington, D.C.

. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th Revised edit. National Academy Press, Washington, D.C.

. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Rev Ed. National Academy Press. Washington, DC.

Palmquist, D.L. 1978. “Ruminant Adipose Tissue Metabolisme”. Fed. Proc. 35: 2300 – 2318.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.

Pond, W.G., D.C. Church, K.R. Pond and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fifth Ed. John Wiley and Sons, Inc. United States. Putra, S. 1999. ”Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat”. Disertasi. Program Pascasarjana IPB Bogor.

Romziah, S.B. 2003. “Estimasi kebutuhan net energy laktasi sapi perah produktif yang diberi pakan komplit vetunair”. Media Kedokteran Hewan. 19(3):135. Rosalia, N. 2008. “Konversi Protein Kasar dan Lemak Kasar Pakan Komplit terhadap Total Protein dan Lemak Susu pada Kambing Peranakan Etawa (PE)”. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. 30.

Santi, W.P. 2008. “Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil IB terhadap Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di

Kabupaten Blora”. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta

Setiyono, P.B.W.H.E., Suryahadi, T. Toharmat, dan R. Syarief. 2007. “Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi”. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan 30(3): 207−217.

(41)

42

Spears, J.W. 1999. “Reevalution of the metabolic essensial of minerals”. Asian Aust. J. Anim. Sci. 12(6): 1.002−1.008.

Suarti, M. 2001. “Pengaruh Amoniasi, Penambahan Tepung Bulu Ayam, Tepung Daun Singkong, Lisin-Zn-PUFA dalam Ransum terhadap Kecernaan Zat-zat Makanan Kambing Peranakan Ettawa”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

. 1997. “Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak”. Orasi Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. . 2002. “Teknologi Pakan dan Aplikasinya”. Pelatihan Manajemen Pengelolaan Ternak Potong. Pemerintah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Dinas Pertanian dan Kehutanan. Pangkalpinang, 29 Oktober-2 November 2002. Sutrisno. 1983. Ilmu Gizi Ruminansia. Universitas Brawijaya, Malang.

Sutrisno, C.I. 1983. “Pengaruh Minyak Nabati dalam Mengatasi Defisiensi Zn pada Sapi yang Memperoleh Ransum Berbahan Dasar Jerami Padi”. Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat disimpulkan: 1) pengaruh penambahan mineral mikro organik dalam ransum tidak

berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan lemak dan TDN ransum pada sapi pedaging;

2) nilai kecernaan lemak ransum yang terbaik terdapat pada perlakuan R1 dengan penambahan mineral mikro organik 0,5 kali dari rekomendasi NRC di dalam ransum, sedangkan nilai kecernaan TDN ransum yang terbaik terdapat pada perlakuan R3 dengan penambahan mineral mikro organik 1,5 kali dari rekomendasi NRC.

B. Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka disarankan:

1) dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penambahan mineral mikro organik dengan menggunakan ternak yang berbeda untuk

mengetahui level yang tepat guna meningkatkan kecernaan;

(43)

Judul : PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP KECERNAAN LEMAK DAN TDN (TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT) PADA SAPI PEDAGING

Nama : Anggi Nugroho

NPM : 0614061018

Jurusan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Yusuf Widodo, M.P. Ir. Nining Purwaningsih

NIP 195601091985031003 NIP 195707261986032001

2. Ketua Jurusan Peternakan

(44)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Yusuf Widodo, M.P. ….……..

Sekretaris : Ir. Nining Purwaningsih ....……...

Penguji Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Erwanto, M.S. .………..

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Terbanggi Ilir, Bandar Mataram, Lampung Tengah pada 08 April 1988, merupakan putera ketiga dari tiga bersaudara, putera pasangan Bapak Sudardi dan Ibu Isnaeni.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar pada 2000 di Sekolah Dasar Negeri 3 PT. GMP, Kecamatan Terusan Nunyai, Lampung Tengah; Sekolah Menengah Pertama Satya Darma Sudjana, PT. GMP, diselesaikan pada 2003. Pada 2006 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Poncowati, Lampung Tengah.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2006, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negri (UMPTN). Pada 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kedaung, Kecamatan Seragi, Lampung Selatan.

(46)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmannirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang berperan memberikan bantuan, bimbingan, dan petunjuk. Oleh karena itu dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas petunjuk, bimbingan, nasehat, dan arahannya;

2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.--selaku Pembimbing Anggota--atas doa, kesabaran, bimbingan, arahan, nasehat, dan perhatiannya;

3. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S.--selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan bantuannya;

4. Bapak Drh. Madi Hartono, M.P.--selaku Pembimbing Akademik--atas persetujuan, segala saran, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan;

(47)

6. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.--selaku Sekretaris Jurusan Peternakan--atas izin dan bimbingannya;

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bimbingan, motivasi, nasehat, dan saran yang diberikan;

9. Mas Feri, Mbak Erni, Mas/Mbak Rajino, Mas Tio, dan Agus atas bantuan, fasilitas selama kuliah, selama penelitian dan penyusunan skripsi;

10.Bapak, Mamak, Mbak Reni, Mas Guntur dan Kak Ridwan, beserta keluarga besarku atas semua kasih sayang, nasehat, dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi penulis; 11.Seseorang yang dengan sabar telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan

pikiran untuk selalu menemaniku hingga tersusunnya skripsi ini;

12.Teman-teman seperjuangan saat penelitian Andik, Jepron, Andra, dan Alex atas kerjasama, dorongan semangat, dan rasa persaudaraan yang diberikan; 13.Teman-teman seperjuangan Doni, Dwi (Dkill), Dwi (Dugem), Made, Iyan,

Ivan, Zaki, Priyo, Wahyu, dan seluruh teman, saudara penulis PTK ’06 yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu atas do’a, kenangan, perhatian, semangat, kebersamaan dan bantuannya selama ini;

(48)

Bandar lampung, 28 Maret 2012 Penulis

Gambar

Tabel 1. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan
Gambar                                                                                                      Halaman

Referensi

Dokumen terkait

a) Memiliki Disiplin kerja yang baik dan tepat waktu dalam melaksanakan suatu pekerjaan. b) Memiliki wibawa dan daya tarik agar mampu membimbing dan memimpin bawahannya. c)

Mendasarkan hal diatas, penelitian ini sangat mendukung untuk membantu pemerintahan desa/kelurahan dalam pemecahan pemecahanan masalah tersebut terkait Implementasi

ditolak (Muhid, 2010), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa koefisien - 0,126 dengan signifikansi 0,506 lebih dari 0,05, maka Ho terima dan Ha ditolak

Abbreviations: ACA, anterior cingulate area; AId,p,v, agranular insular area, dorsal, posterior, ventral parts; ATN, anterior nuclei thalamus; AUDp,s, primary, secondary auditory

[r]

At the end of the season, the total prize money in a football tipping competition is to be shared among the 5 place getters according to the following rules:. (i) All prizes

[r]

(2) If the total prize money available is $72, find all possible ways in which the $72 may be distributed among the place getters.. This leaves no possible value for the third