SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
SITI KOMARIAH
NIM : 109045200005
PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
MENURUT IMAM KHOMEINI. Program studi Hukum Tata Negara (Siyasah),
Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 1438 H/2016 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui, menguraikan, menjelaskan, dan menganalisis tentang konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini. Tema revolusi yang terlebih dahulu berkembang dalam dunia pemikiran Barat ternyata telah mempengaruhi pembahasan yang sama dalam pemikiran politik Islam. Revolusi yang merupakan fenomena gerakan sosial modern telah membangkitkan semangat dan pandangan-pandangan Islam terhadapnya pada masa kini. Kondisi sosial umat Islam pasca runtuhnya Dinasti Usmani boleh dikatakan mundur dibandingkan dengan peradaban Islam terdahulu. Imprealisme telah memisahkan wilayah-wilayah Islam yang dahulu bersatu di bawah satu naungan kekuatan politik Dinasti Usmaniyah. Di tengah kemundurannya hadirlah sosok Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai pencetus gerakan bangkitnya umat Islam di bawah kekuatan imprealisme. Gerakan yang mereka lakukan oleh banyak kalangan juga disebut sebagai awal revolusi Islam karena gerakan tersebut banyak menginspirasi kalangan intelektual dan ulama untuk merubah kondisi umat Islam dan melepaskannya dari cengkraman imprealisme modern.
Salah satu revolusi Islam yang paling spektakuler adalah revolusi Islam Iran tahun 1979 yang di pimpin oleh seorang ulama Iran yaitu Imam Khomeini. Revolusi ini berhasil menumbangkan Dinasti Pahlevi dan yang bersifat otokrasi dan merubah negara menjadi republik Islam. Revolusi yang bersifat memberbaiki kondisi sosial, politik, dan budaya kearah yang lebih baik ini sejalan dengan semangat Islam.
Skripsi ini ingin menguraikan dan menjelaskan bagaimana pandangan Imam Khomeni tentang revolusi Islam yang dipimpinnya tahun 1979. Revolusi yang bersifat menumbangkan kekuasaan lama dan mendirikan kekuasaan baru juga telah memberikan pertanyaan besar dalam khazanah keilmuan politik Islam tentang hukum menumbangkan kekuasaan terutama dalam literatur Syi’ah yang mana merupakan sekte yang dianut oleh Imam Khomeini dan sebagian besar masyarakat Iran.
Kata Kunci : Revolusi Islam, menumbangkan kekuasaan, kudeta, pemberontakan
Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA
v
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta
syukur Penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmat dan
kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun,
banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan
penghambat proses tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan
pengalaman yang sangat berharga. Sholawat dan salam senantiasa dihaturkan
kepada Nabi Muhammad Saw beserta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami, namun, berkat kerja keras, doa dan
kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi
ini, atas izin Allah SWT Alhamdulillah dapat teratasi.
Skripsi/Tugas akhir ini berjudul : KONSEP REVOLUSI ISLAM IRAN
MENURUT IMAM KHOMEINI ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah Penulis
menyelesaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang
dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, saran petunjuk, dorongan dan
bantuan kepada Penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, terutama
vi
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta periode
Tahun 2015 sampai periode tahun 2019.
3. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, MA selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan
nasehat yang berguna bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
4. Dra. Hj. Maskufa, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Tata
Negara (Siyasah) yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan
nasehat yang berguna bagi penulis selama perkuliahan dalam semester
8 ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1 dengan
sebaik-baiknya.
5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Hukum Tata
Negara (Siyasah) yang telah banyak membantu penulis untuk
melengkapi berbagai macam keperluan berkas-berkas persyaratan
untuk menggapai studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.
6. Nur Habibi, S.H, M.H, selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum
yang telah memberikan banyak bimbingan, petunjuk dan nasehat yang
berguna bagi penulis selam perkuliahan sehingga penulis dapat
vii
7. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum dengan ikhlas
menyalurkan ilmu dan pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar
yang penulis jalani.
8. Kedua orang tua penulis yang membantu dengan sekuat tenaga dan
pengorbanan serta doa yang bergema dalam dzikir dan tahajudnya
sehingga penulis dapat penyelesaikan studi strata 1 dengan penuh
semangat, ayahanda Saut Baekani dan ibunda Surnasih Saiman serta
kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang telah banyak memberikan
dorongan.
9. Suami tercinta, Dede Abdul Halim yang selalu mendoakan dan
mendukung penuh dalam penyelesaian skripsi ini, you are my home
and I love you.
10.Teman-teman tulusku, Azizatul Iffah,S.Th.i Yayah Nihayah,S.Hum,
Ade Esa,S.Sy, Nashrotul Ummah,S.Hum, Sari Nihayatizzuhriyah,S.Si
dan Isna Ulya Azizah,S.Th.i serta temen-temen Darussunah
Internasional Institut For Hadist Sciences.
11.Teman-teman Ketatanegaraan Islam (SS) angkatan 2009 dan
teman-teman KKN Andalusia.
12.Para pustakawan Islamic Cultural Centre Warung Buncit dan Iranian
corner yang telah membantu penulis mencari sumber-sumber skripsi
yang berkaitan.
Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan
Allah SWT sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya dalam ilmu
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN………..………...…...……...i
LEMBAR PENGESAHAN………...………..…………ii
LEMBAR PERNYATAAN ………...…..…..iii
ABSTRAK ……….....……….iv
KATA PENGANTAR ………...…..………v
DAFTAR ISI ………..……….xi
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang Masalah ………...1
B. Perumusan Masalah ………...………..…...9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….…….……..……..10
D. Tinjauan Pustaka...……….….……….….…... 10
E. Metode Penelitian...……….…..……….…...11 F. Pendekatan Penelitian………..………..……12 G. Teknik Pengumpulan Data...12
H. Teknis Analisis Data...13
xii
BAB III KONSEP REVOLUSI ISLAM KLASIK DAN MODERN…….36
A. Definisi Revolusi……….……..36
B. Teori Revolusi Islam Klasik dan Modern………..……….40
C. Sejarah Revolusi Islam klasik dan Modern ………..……….47
D. Revolusi Islam abad modern.……….…..50 E. Pandangan revolusi dalam khazanah Syiah………..….53
BAB IV
Konsep Revolusi Islam Menurut Imam Khomeini
…….5
6
A. Revolusi Islam : Ulama sebagai Pemimpin Politik ………..56 B. Revolusi Islam : Revolusi Melawan Kaum Penindas.. ………….62 C.Hukum Penggulingan Kekuasaan menurut Imam
Khomeini……….71
D.Iran Pasca Revolusi………75
BAB IV PENUTUP………..79
A. Kesimpulan………..……..79
B. Saran ……….……….…...81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Revolusi Islam merupakan sebuah usaha untuk membangun sebuah
kondisi masyarakat baik dalam konteks sosial ataupun politik yang lebih baik dan
ideal yang hal tersebut adalah sejalan dengan ajaran dan misi Islam. Revolusi
dalam Islam bermakna juga pembebasan, pembelaan dan pencerahan. Maka dalam
perspektif ini visi revolusi adalah sejalan dengan visi Islam dan dengan sendirinya
revolusi bukanlah sebuah gerakan yang kontra jihad.1
Tema revolusi Islam dalam pemikiran Islam klasik cukup sulit dilacak, hal
ini sangat bisa dipahami apabila kita melihat bahwa salah satu dari sifat revolusi
adalah perlawanan terhadap sebuah kemapanan yang dianggap salah, termasuk di
dalamnya adalah kemapanan kekuasaan. sebagaimana diketahui bahwa pada masa
tersebut Islam sedang ada dalam keadaan berkuasa, bahkan Islam mengalami
masa-masa keemasan di beberapa periode seperti pada zaman dinasti Turki
Usmani. Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa tema revolusi bukanlah
sebuah tema yang relevan untuk dibahas oleh para pemikir Islam pada waktu itu.
Runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani yang diakibatkan oleh
kolonialisme Barat, telah ,mempengaruhi perkembangan pemikiran keislaman
1
hingga tampil lebih variatif. kolonialisme telah cukup lama mengendalikan sendi
kehidupan di Negara-negara Islam, termasuk denyut kehidupan politik.2
Banyak negara yang penduduknya mayoritas Islam dan di bawah kendali
kolonialisme Barat bangkit dalam membangun kembali tatanan masyarakat dan
politik mereka dengan tuntunan Islam. Revolusi merupakan jalan yang mereka
tempuh untuk membangun Negara Islam yang mereka kehendaki. Ide revolusi
Islam yang mereka gencarkan tidak terlepas dari para pemikir Islam modern di
wilayahnya.
Salah satu peristiwa revolusi Islam terbesar abad modern adalah revolusi
Islam Iran tahun1979. Menurut Riza Sihbudi, revolusi Islam Iran menjadi sangat
fenomenal karena melihat dampak pada dimensi internal revolusi tersebut berhasil
menjungkir balikkan tatanan social, politik, ekonomi dan budaya modern yang
dibangun Dinasti Pahlevi, sedangkan dampak pada dimensi eksternal revolusi
tersebut mengakibatkan perubahan cukup drastis pada peta politik di kawasan
timur tengah, khususnya kawasan teluk parsi, serta menimbulkan dampak cukup
dahsyat terutama dari segi religio-politik di dunia Islam.3
Iran di bawah rezim Syah Mohammad Reza Pahlevi merupakan negara
dengan sistem monarki absolut. Sebelumnya, Iran adalah negara dengan sistem
Monarki konstitusional dimana kekuasaan eksekutif dijabat oleh seorang perdana
menteri. Setelah terjadi percobaan kudeta yang dipimpin oleh Mossadeq4 tahun
2
Sarbini, Islam di Tepian Revolusi, (Jakarta:Pilar Media, 2005), h. 35. 3
Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.16
4
3
tahun 1953 Syah Mohammad Reza Pahlevi mengganti sistem monarki Iran dan
menjadikan perdana menteri tunduk sepenuhnya kepada kekuasaan raja (Syah).5
Menjelang revolusi Iran merupakan negara yang berekonomi kuat, tetapi
pada kenyataannya 80% rakyatnya hidup pada tingkat kemiskinan yang
menyedihkan. kekayaan negara hanya tertimbun di kalangan orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga raja atau orang-orang yang dapat memanfaatkan
pejabat pemerintahan dan istana. Mayoritas rakyat Iran terutama yang tinggal di
pedesaan dan kota kecil, hidup dalam keadaan menderita. Hal tersebut ditandai
dengan 70% rakyat Iran masih buta aksara dikarenakan pendidikan yang tidak
mencukupi, pelayanan kesehatan yang buruk serta meningkatnya jumlah
pengangguran.6
Menjelang pecahnya Revolusi Islam di Iran, banyak kalangan masyarakat
yang mengkritisi kepemimpinan Syah. Kudeta yang dilakukan Mosaddeq dengan
nasionalisasi minyak telah mengakibatkan terjadinya perpecahan antara kelompok
nasionalis yang mendukung Mosaddeq, dengan kelompok kerajaan dan militer
yang kurang menyetujui nasionalisasi disebabkan adanya tekanan dari pemerintah
Inggris dan As.7
Ali Syariati8 yang merupakan seorang tokoh Iran juga menentang rezim
Syah. Ali Syariati sangat mendukung kudeta yang dilakukan Mosaddeq dan
5
Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26
6
sangat terpengaruh oleh gerakan Mosaddeq. Antara 1962-1963, waktu Syari‟ati
tampaknya sepenuhnya tersita untuk aktivitas politik dan jurnalistiknya
menentang rezim Iran. Syariati bahkan menghimbau agar dibentuknya kader
khusus untuk menumbangkan rezim Syah melaui perjuangan bersenjata. Tugas
meletakkan dasar-dasar revolusioner, dan mempersiapkan sarana intelektual
diserahkan kepada kader khusus ini.9
Berdasarkan UUD 1906, kaum agama mempunyai posisi yang
menentukan dalam kehidupan politik di Iran. Di mana suatu majelis yang terdiri
dari beberapa pemimpin agama mempunyai hak untuk memeriksa dan
membatalkan setiap UU yang dihasilkan oleh parlemen bila undang-undang
tersebut dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam.10 Tetapi pada
kenyataanya terkadang Syah Reza Pahlevi mengabaikan hak pemuka Islam untuk
memveto rencana undang-undang yang menyimpang dari Islam.11
Sebelum Syah Reza Pahlevi menjadi raja di Iran pengaruh agama Islam di
berbagai bidang sangat kuat. Namun di bawah kekuasaan Syah Reza Pahlevi
(1925-1941) pengaruh kebudayaan Barat mulai masuk ke Iran. Pengaruh tersebut
bertambah besar ketika Mohammad Reza Pahlevi menggantikan ayahnya
(1941-1979). Syah Mohammad Reza Pahlevi selanjutnya disebut Syah berambisi
menjadikan Iran sebagai negara industri terkemuka di dunia pada tahun 1990.
Usaha Syah didukung penuh oleh AS yang menjadikan semakin banyaknya warga
9Ali Syari‟ati,
Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Terjemahan Ms. Nasrullah dan Afif Muhammad, Cet. Ke-2,(Bandung, Mizan, 1995), h. 11.
10
Riza Sihbudi, Biografi Poltik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26.
11
5
AS yang masuk ke Iran. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab meluasnya
pengaruh kebudayaan Barat dalam bentuk seperti pornografi, minuman keras,
musik pop, film, dan tempat-tempat hiburan. Para ulama menganggap hal tersebut
sebagai sebuah ancaman bagi nilai-nilai Islam di Iran.12
Kedekatan Syah dengan Barat banyak ditentang oleh kalangan ulama. Hal
ini dikarenakan beberapa langkah Syah yang beretentangan dengan nilai-nilai
Islam. Syah mencoba untuk mengganti budaya Islam yang ada di Iran dengan
budaya barat. Salah satu contohnya adalah para ulama sadar sejak zaman Syah
Reza Khan telah dilakukan usaha-usaha deislamisasi melalui pembaratan wanita.
Di zaman Reza khan para wanita dilarang berkerudung serta menyatakannya
sebagai kriminal bahkan polisi menangkap dan merobek-robek kerudung di jalan
dan mengganti kopiah dengan topi model Eropa.13 Syah yang ingin bersahabat
akrab dengan dunia barat menjadi “westxocated” atau keracunan paham-paham
Barat yang memuja segala sesuatu yang berasal dari Barat.14
Peran ulama di kalangan masyarakat Iran sangat kuat dan rakyat mencintai
bahkan lebih bersimpati kepada para ulama mereka. Hal tersebut disebabkan oleh
penindasan yang dilakukan rezim Syah. kemurkaan ulama terhadap kebijakan
rezim syah yang bertentangan dengan islam serta kemarahan rakyat terhadap
rezim yang secara kejam menghukum para ulama yang menghalangi setiap
12
Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h.26.
13
Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Republik ReolusiIslam, (Jakarta: The Cultural Section Of Embassy of The Islamic Republic of Iran, 2009), h. 505.
14
jalannya sedikit-demi sedikit telah membangkitkan amarah terhadap rezim15.
Salah satu penantang yang paling mengkritik rezim syah adalah Khomeini.
Ayatullah Khomeini tampil sebagai suara anti pemerintah diantara
minoritas ulama vokal yang menganggap Islam dan Iran tengah terancam bahaya
dan kekuasaan mereka. Program modernisasi Barat yang dijalankan Syah dan
ikatan Iran dengan AS dianggap sebagai ancaman bagi Islam, kehidupan Muslim
dan kemerdekaan nasional Iran.
Ayatullah Khomeini sangat aktif mengkritik kebijakan rezim Syah
sehingga Syah menganggap Khomeini sebagai ancaman bagi kekuasaannya
dimana Khomeini mempunyai banyak pendukung dan pendengar di Iran, bahkan
Khomeini sering dipenjara dan diasingkan dari Iran. Rakyat Iran yang muak
dengan rezim Syah tidak gentar melakukan demonstrasi-demonstrasi sebagai aksi
protes. Syah tidak segan-segan menggunakan tentaranya untuk menghalangi para
demonstran bahkan melukai dan memejarakan sebagian dari mereka dan para
ulama yang menjadi provokator.
Aksi demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan rakyat Iran berlanjut dengan
pemogokan di berbagai sektor. Hal ini membuat Syah terjepit dalam mengambil
keputusan-keputusan. Di tengah krisis politik yang melanda, Syah lalu meminta
kepada Syahbur Bahtiar anggota Front Nasional supaya menyusun kabinet yang
15
7
menggantikan kabiner Azhari yang telah mengundurkan diri di bawah tekanan
luapan massa.16
Terbunuhnya putra Imam Khomeini yaitu Ayatullah Mustafa Khomeini, di
tangan orang-orang Iran dan Irak, fitnahan di surat kabar terhadap Imam
Khomeini, pembunuhan murid-murid sekolah agama di Qum, kemudian di Tabris
dan kota-kota lain dalam tahun 1978, serta pembantaian 8 september 1979, serta
perluasan perjuangannya sehingga pada 11 Februari 1979 dengan korban
cedera-cedera 60.000 orang dan mati syahid 100.000 orang. Revolusi besar Islam
menghancurkan despot Syah di bawah pimpinan Imam Khomeini.17Revolusi
tersebut merubah semua tatanan Iran di bawah Mohammad Reza Pahlevi.
Iran setelah revolusi Islam tahun 1979 berganti dari negara berbentuk
monarki menjadi negara republik sesuai dengan UUD Republik Islam Iran Bab 1
pasal 1 yang berbunyi:
Pemerintah Iran adalah Republik Islam, yang telah disepakati oleh rakyat Iran, berdasarkan keyakinannya yang abadi atas pemerintahan Al-Quran yang benar dan adil, menyusul Revolusi Islam yang jaya yang dipimpin oleh Ayatullah al-Uzma Imam Khomeini, yang dikukuhkan oleh Referendum Nasional yang dilakukan pada tanggal 10 dan 11 bulan Farvadin tahun 1356 Hijriyah Syamsiyah (29-30 Maret 1979) bertepatan dengan tanggal 1 dan 2 Jumadil Awal tahun 1399 Hijriyah Kamariah dengan mayoritas 98,2% dari jumlah suara orang-orang yang berhak memilih memberikan suara persetujuannya.18
Pada pasal 12 juga disebutkan bahwa agama negara Iran ialah Islam
madzhab Ja‟fari Dua belas Imam dan pasal tersebut tidak boleh diubah untuk
16
Musa Al-Musawi, Tragedi Revolusi Iran, Terjemahan H.A Syakur Yasin, (Jakarta: Percetakan Offset, 2000) h. 22.
17
Khomeini, Pesan Sang Imam, ( Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), h.272. 18
selama-lamanya.19 Iran merupakan negara penganut mayoritas Syiah Dua Belas
Imam atau disebut juga Syi‟ah Itsna ‘Asayariah atau Syi‟ah Dua Belas
(selanjutnya akan disebut Syi‟ah saja). Syi‟ah percaya bahwa kepemimpinan
(Imamah) setelah Nabi Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib dan dua belas
keturunannya. Imam yang ke dua belas diyakini hilang dan akan datang pada
akhir zaman. Kekosongan kepemimpinan tersebut akan diisi oleh tokoh yang
dianggap menguasai bidang agama. Ketaatan kepada Imam merupakan hal yang
wajib sama dengan ketaatan pada ulama yang menggantikan posisi Imam di masa
keghaibannya.20
Revolusi Islam Iran mengacu pada perubahan secara fundamental sistem
pemerintahan Iran dan penggulingan kekuasaan dinasti Syah. Hal ini menjadi
menarik ketika disandarkan pada beberapa paham dalam khazanah keilmuan
Islam tentang hukum penggulingan kekuasaan. Sunni dan Syiah adalah dua
contoh golongan dalam Islam yang mempunyai tindakan tersendiri dalam
menghadapi penguasa yang zalim atau diktator.
Revolusi Islam mengandung makna dan pengaruh yang bersifat global.
Untuk pertama kalinya di era modern tokoh-tokoh agama (ulama) mampu dan
berhasil melawan sebuah rezim modern dan mengambil alih kekuasaan Negara21.
Imam Khomeini sebagai seseorang dari kalangan ulama yang berhasil melawan
19
Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta, Undang-undang Dasar Republik Islam Iran, h. 22.
20
M. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Islam Iran, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h.43.
21
9
sebuah rezim tersebut berhasil menggabungkan berbagai kalangan dalam
menggerakkan revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.22
Dari sini kemudian penulis berpandangan bahwa revolusi Islam di Iran yang
dipimpin oleh Imam Khomeini sangat berdampak besar bagi kehidupan umat
islam di Iran baik dari segi politik, sosial, ekonomi dan kehidupan beragama.
Revolusi yang identik dengan penggulingan kekuasaan memberikan sebuah
pertanyaan besar juga bagaimana para pemikir Islam memandangnya termasuk
Imam Khomeini sebagai pelopor. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini
penulis sengaja mengambil judul : “ Konsep Revolusi Islam Iran menurut Imam
Khomeini”.
B. Perumusan Masalah
Menguraikan tentang pemikiran Imam Khomeini merupakan hal yang sangat
luas sekali pembahasannya, karena beliau dengan segala fenomenanya telah
banyak sekali kiprah dan sumbangsihnya dalam pembangunan suatu negara.
Dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis akan
membatasi pembahasan pada permasalahan pada kiprah dan biografi Imam
Khomeini serta konsep-konsep revolusi Islam dan bagaimana beliau memandang
revolusi Islam.
Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka penulis merumuskan
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana konsep Revolusi dalam Islam?
2. Bagaimana konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeni?
22
3. Apa hukum penggulingan kekuasaan menurut Imam Khomeini?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang paling utama dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui
sebenarnya:
1. Memperoleh konsep revolusi dari segi sejarah Islam
2. Mengetahui kerangka berfikir Imam Khomeini dalam memandang
revolusi Islam Iran.
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan
umumnya bagi:
1. Pengkaji Politik Islam untuk lebih mengenal fenomena gerakan
masyarakat Islam modern.
2. Aktivis dan ormas Islam dalam hal partisipasi politik.
3. Pemerintah dalam membimbing umat agar lebih terarah dalam masalah
sosial, budaya dan politik.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian tentang pemikiran Imam Khomeini khususnya pemikiran politik
banyak diminati oleh banyak kalangan mahasiswa untuk dijadikan objek
penelitian salah satunya tentang revolusi. Beberapa peneliti yang menulis tentang
pemikiran Imam Khomeini bicara secara konseptual, sejarah maupun empiris
dengan pendekatan sosiologis relative banyak. Dalam skripsi ini penulis ingin
mengetahui konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomaeni. Dari hasil
11
Khomeini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih
sebagai Epistomologi Pemerintahan Islam (2010).
Untuk menghindari duplikasi serta untuk memenuhi kebutuhan dan
keperluan penyusunan ini, beberapa tulisan yang terdapat di berbagai media cetak,
buku dan lain-lain yang penyusun gunakan sebagai bahan rujukan sehingga dapat
membantu dalan penyusunan yang mengkaji hal tersebut di atas ada beberapa
tulisan skripsi yang berkaitan dengan pemikiran politik Imam Khomeini. Skripsi
yang membahas pemikiran Imam Khomeini di antaranya adalah: Susilawati
Munawar, “Konsepsi Ayatullah Khomeini tentang Negara” yang membahas
konsep Imam Khomeini tentang Negara23. Skripsi Muhamad Syaugi, “
Ajaran-ajaran Tasawuf Imam Khomeini”, (2007) yang membahas tentang pokok tasawuf
menurut Imam Khomeini, kemudian skripsi Al-Mukarramah, “Pemikiran Dakwah
Imam Khomeini”, (2008) yang membahas tentang metode-metode dakwah dari
Imam Khomeini. Skripsi Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam
Khomeini,24. Sedangkan tesis yang membahas pemikiran Imam Khomeini
diantaranya Iiz Izmuddin “Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial”,
(2005) yang membahas bagaimana ijtihad Imam Khomeini dalam mengambil
suatu hukum25. Tesis Andi Eka Putra, “Tasawuf dalam pandangan Imam
Khomeini”, (2005) yang membahas tentang corak tasawuf Imam Khomeini26 .
Tesis Tasliah, “Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan
23
Susilawati Munawwar, Konsep Ayatullah Khomeini tentang Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
24
Alan Pamungkas, Konsep Etika Politik Menurut Imam Khomeini, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
25
Iiz Izmuddin, Metode Ijtihad Khomeini dan Perubahan Sosial, Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
26
kemungkinan penerapannya di Indonesia pada era reformasi”, (2000) yang
membahas tentang konsep eksistensi sebuah negara serta wilayatul faqih menurut
Imam Khomeini dan kemungkinan penerapannya di Indonesia27. Sedangkan pada
skripsi yang akan saya teliti lebih kepada konsep revolusi Islam di Iran dalam
pemikiran Imam Khomeini yang beliau pimpin langsung serta pandangan beliau
mengenai status hukum menggulingkan suatu kekuasaan yang sah menurut
undang-undang negara.
E. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, maka penulis akan menjelaskan
metode penelitian sebagi berikut:
F. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini secara tipologis, jenis penulisan penelitian ini bersifat
kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, diterapkan metode deskriptif analisis
yaitu menggambarkan konsep revolusi Islam Iran menurut Imam Khomeini.
Dilihat dari sudut model penelitian politik Islam, penelitian ini merupakan studi
politik Islam dengan pendekatan kombinasi yaitu teoritis dan doktriner.
Pendekatan teoritis diterapkan karena konsep revolusi Islam merupakan kajian
politik Islam (Fiqh Siyasah). Pendekatan doktriner diterapkan karena objek
masalah yang terkait langsung, yakni revolusi Islam merupakan salah satu aspek
dari keseluruhan doktrin politik Islam.
G. Teknik Pengumpulan Data
Secara kategoris, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan
penelitian pustaka (library research), yaitu dengan memanfaatkan sumber
27
Tasliah, Wilayat al-Faqih dalam Pemikiran Imam Khomeini dan Kemungkinan
13
informasi yang terdapat di perpustakaan seperti yang terdapat di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Iranian corner yang terletak di Fakultas Ushuludin,
perpustakaan pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Islamic Culture
Center serta informasi tersedia, baik yang terdokumentasi dalam bentuk buku,
majalah, jurnal, artikel ataupun data-data kepustakaan lainnya yang berhubungan
dengan konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini. Selain itu sumber data
dalam teknik penulisan skripsi ini dengan menggunakan sumber primer dan
sekunder.
A. Data primer adalah objek kajian utama yang berupa karya asli (yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) Imam Khomeini seperti Pemikiran
Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih sebagai
Epistemologi Pemerintahan Islam, Pesan sang Imam, Insan Ilahiyah menjadi
manusia sempurna dengan sifat-sifat Ketuhanan: Puncak Penyingkapan
Hijab-Hijab Duniawi.
B. Data sekunder merupakan tulisan-tulisan mendukung mengenai pembahasan
tentang revolusi Islam dan tulisan yang membahas tokoh Imam Khomeini dan
pemikirannya.
H. Teknis Analisis Data
Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan teknik analisis data
(deskriptis analisis), yaitu data yang penulis dapatkan tentang konsep revolusi
Islam menurut Imam Khomeini akan diuraikan secara umum dengan cara
menguraikan sesuai dengan data yang ada di lapangan. Jenis penelitian deskriptif
analisis ini dimaksud untuk menggambarkan objek atau fakta sosial yang diamati
Teknik penulisan dalam pembuatan skripsi ini mengacu kepada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari
lima bab termasuk di dalamnya pendahuluan. Adapun sistematika penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, menjelaskan tentang biografi Imam Khomeini, mengenai
pendidikan, latar belakang sosial, dan aktifitas politik
Bab ketiga, membahas tentang devinisi revolusi secara umum, devinisi
revolusi Islam, peristiwa kudeta dan demonstrasi di masa sahabat Nabi
Muhammad, dan revolusi menurut litelatur Syiah.
Bab keempat, membahas konsep revolusi Islam menurut Imam Khomeini.
15
BAB II
Biografi Imam Khomeini
Imam Khomeini sebagai tokoh sentral gerakan revolusi Islam Iran tahun
1979 merupakan sosok yang sangat tegas terhadap nilai-nilai Islam. Ketegasan
tersebut terbentuk dari latar belakang keluarga, pendidikan dan perjuangan
panjang menentang kekuasaan dinasti Qajar dan Pahlevi. Imam Khomeini juga
merupakan sosok pemimpin kharismatis yang sangat berpengaruh bahkan setelah
dinasti Pahlevi tumbang dan setelah revolusi.
A. Latar Belakang Keluarga dan Sosial Politik di Iran Abad 20
Imam Khomeini lahir dengan nama Ruhullah Musawi Khumaini pada 20
Jumadil Akhir 1320 H atau 24 September 1902 disebuah kota kecil bernama
Khumayn, sekitar 160 kilometer barat daya kota Qum.1 Khomeini dipercaya
ketururan langsung Rasulullah dari jalur Sayyidah Fatimah al-Zahra dan Imam
Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu beliau bergelar Sayyid.2 Tanggal lahir
Khomeini bertepatan dengan ulang tahun kelahiran Sayyidah Fatimah al-Zahra.3
Silsilah Imam Khomeini bermuara pada garis keturunan Nabi Muhammad Saw
melalaui jalur Imam Syi‟ah ketujuh, Musa al-Kazim.4
Melihat leluhur Khomeini berasal dari keluarga yang sangat religius
terlihat dari ayah-nya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini,
1
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.34.
2
Panitia Peringatan Haul Ke 11 Imam Khomeini, Imam Khomeini: Pandangan ,Hidup, dan Perjuangan, (T.tp: T.pn, t.t.), h. 4.
3
Ringkasan Biografi, Pidato-pidato dan Wasiat Imam Khomeini, h.1. 4
kakeknya, Sayyid Ahmad Hindi, maupun kakek ayahnya, Sayyid Din Ali Syah,
dikenal sebagai tokoh-tokoh agama yang disegani pada masanya. Begitu pula
kakek dari ibunya (Hajar Agha Khanom), Ayatullah Aqa Mirza Ahmad
Khwansari. Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendekiawan muslim (religious
scholar) dari Nishapur atau Neyshabur (Iran timur laut) yang bermigrasi ke
Kashmir dimana kemudian ia menetap untuk selama-lamanya.
Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini adalah seorang tokoh ulama yang
sangat berpengaruh sampai ke luar Khomein. Sebagai tradisi keluarganya, ia
berusaha sebisa mungkin, seperti ayahnya, melindungi orang-orang tak berdaya
dari kezaliman dan tekanan kaum feodal. Pada masa pemerintahan dinasti Qajar,
kehormatan dan hak milik rakyat berada di bawah belas kasihan golongan yang
berkuasa, Sayyid Mustafa dengan beraninya melawan para khan (penguasa)
setempat yang buas dan para penjahat feodal yang memangsa rakyat tak berdaya
dan lemah. Tiga tokoh terkemuka diantara para khan lokal, Behram Khan, Ridho
Quli Sulthan dan Ja‟far Quli Khan, menganggap Sayyid Mustafa sebagai
penghalang bagi rencana-rencana mereka.5
Pada 1903 ayah Imam Khomeini meninggal dunia pada usia 42 tahun.6
Sang ayah Sayyid Mustafa terbunuh di tangan Wali kota Khomein ketika
memprotes pemerasan dan pajak yang tidak adil, serta praktik-praktik penindasan
yang dilakukan oleh aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu7. Kabarnya, Sayyid
Mustafa dibunuh oleh dua orang bernama Ja‟far Quli Khan dan Ridha Quli
5
Sekilas Tentang Imam Khomeini, h. 44. 6
Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 39.
7
17
Sultan, agen-agen rezim Dinasti Qajar yang berkuasa. Jenazah Sayyid Mustafa
segera dibawa ke Najaf. Para ulama di Teheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan
Khumayn, mengadakan upacara untuk mengenang kematian (majlis-e tarhim)
Sayyid Mustafa.
Di bawah tekanan rakyat, rezim Syah Muzaffar al-Din (1896-1907) dari
dinasti Qajar berjanji untuk menghukum para pembunuh Sayyid Mustafa. Tapi,
salah seorang pembunuhnya, Ridha Quli Sultan, tewas sebelum dipenjarakan.
Sedangkan Ja‟far Quli Khan tidak lama berada di penjara, karena pada 1905 ia
dieksekusi atas perintah putra mahkota Muhammad Ali Mirza ketika Syah sedang
melewat ke Eropa. Pada umumnya suratkabar-surat kabar itu menuduh bahwa
syah sebenarnya berada dibelakang pembunuhan Sayyid Mustafa.8
Ada pendapat yang mengatakan bahwa motif pembunuhan Sayyid Mustafa
disamping karena membela para petani miskin, pembunuhan tersebut juga
didasari oleh perselisihan memperebutkan hak irigasi, karena disamping
menjalani tugas keagamaan, Sayyid Mustafa sendiri juga seorang petani yang
lumayan makmur. Perselisihan irigasi tersebut merupakan hal yang kaprah
diantara para petani pada waktu itu. Pendapat yang lain mengatakan bahwa
kapasitasnya sebagai hakim Syariat di Khumayn, Sayyid Mustafa menjatuhkan
hukuman kepada sejumlah orang lantaran melanggar ketentuan publik pada bulan
8
suci Ramadhan, kemudian keluarga tersangka melancarkan pembalasan yang
mematikan.9
Karena wafatnya sang ayah dalam usia muda, ia dibesarkan dalam asuhan
ibu dan bibi nya, Sahiba. Baru limabelas tahun umurnya, ketika sang bibi pun
meninggalkannya untuk menghadap Tuhan. Tak lama kemudian, menyusul pula
ibunya wafat. Wafatnya orang-orang yang paling disayangi itu dalam usianya
yang masih muda, tak urung memukulnya. Menurut riwayat, ia pun besar sebagai
anak muda yang serius, banyak merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di
dekat tempat kediamannya. Dengan demikian, giliran sang kakak,
Pasandideh-kelak juga seorang Ayatullah- mengasuhnya, sekaligus menjadi guru pertamanya
di bidang ilmu-ilmu keislaman, khususnya di bidang logika dan bahasa Arab.
Setelah kematian bibi dan ibunya, tanggung jawab keluarga jatuh ke
tangan abang tertuanya, Sayyid Murtaza (belakangan dikenal dengan Ayatullah
Pasandida). Secara materi kakak-beradik ini hidup berkecukupan dengan
mengandalkan tanah milik ayah mereka. Namun ketidakamanan dan situasi tak
berhukum terus mengganggu kehidupan mereka. Betapa tidak, disamping
kekisruhan yang kerapa terjadi antar- tuan tanah, Khumayn juga dikacaukan
dengan pemberontakan yang berkali-kali dilancarkan suku Bakhtiari dan Lurr.
Begitu kepala suku Bakhtiyari, yakni Rajab Ali, mengumumkan perang, Imam
9
19
Khomeini yang masih belia harus mengangkat senjata bersama-sama kakaknya,
demi mempertahankan rumah keluarga.10
Semasa kecil, Imam Khomeini mulai belajar bahasa Arab, syair Persia,
dan kaligrafi di sekolah negeri dan di maktab. Menjelang dewasa, beliau mulai
belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, Imam
Khomeini mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya,Murtadha, yang
belajar bahasa Arab dan Teologi di Isfahan. Pada usia tujuh belas tahun, Imam
Khomeini pergi ke Arak, kota dekat Isfahan, untuk belajar dari Syekh „Abdul
Karim Ha‟eri Yazdi, seorang ulama yanag terkemuka11 .
Setelah runtuhnya imperium Usmaniyah, Syekh Ha‟eri enggan tinggal di
kota-kota yang berada dibawah mandat Inggris. Ia kemudian pindah ke Qum.
Lima bulan kemudian Imam Khomeini mengikuti jejak Syekh Ha‟eri pindah ke
Qum. Segera saja, Khomeini tampil sebagai salah seorang murid yang paling
menonjol di hauze ‘ilmiye kota itu. Di bawah bimbingan Syekh Ha‟eri Khomeini
belajar fikih dan ushul fiqh. Pada saat yang sama, ia juga mempelajari filsafat dan
„irfan–yakni Tasawuf- dibawah bimbingan seorang guru yang dipandang ahli di
bidang itu, Mirza Muhammad „Ali Syahabadi. Sebelum kelak menjadi mujtahid
(marja’ taqlid), kemasyhuran Khomeini diperoleh dalam kedua bidang ini. ia
bahkan telah menjadi guru filsafat dan „irfan sejak usia 27 tahun12.
10
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.37.
11
Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, ( T.tp : Zahra, 2004). h. 1.
12
Mirza Muhammad „Ali Syahabadi merupakan guru yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap perkembangan spiritual Imam Khomeini.
Kepadanyalah beliau persembahkan sejumlah karyanya, seperti Syaikhuna dan
‘Arif-I kamil. Dan hubungan belaiu dengan Syahabadi sama seperti seorang murid
dengan mursyidnya. Ketika Syahabadi pertama datang ke Qum pada tahun 1928
M, Imam Khomeini yang masih muda mengajukan pertanyaan menyangkut
karakter wahyu. Beliau terpesona dengan jawaban yang diberikan dan memohon
agar Syahabadi bersedia menjadi guru. Secara sadar atau tidak, Imam Khomeini
mewarisi campuran minat terhadap gnostic dan politik, setidaknya sebagian, dari
Syahabadi. Syahabadi juga merupakan segelintir ulama pada masa Reza Syah
yang memberi khutbah terbuka yang menentang kebobrokan rezim itu.13
Di Qum Khomeini juga belajar retorika syair dan tata bahasa dari
gurunya yang bernama Syekh Muhammad Reza Masjed Syahi. Selama belajar di
Qum, Khomeini juga menyelesaikan studi fikih dan ushul fikih di bawah
bimbingan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu
Ayatullah „Alio Yasrebi.14
Pada usia 27 tahun, selain sudah menjadi guru dalam
bidang filsafat dan irfan, Khomeini juga menulis sejumlah buku-buku agama dan
sebagian merupakan komentar (syarh) atas karya penulis klasik.
Kepribadian Imam Khomeini menunjukkam minatnya pada bidang irfan.
Muhammad Shadruddin al-Syirazi yang dikenal dengan Mulla Sadra mengatakan
dalam dalam karya monumentalnya, al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Ashfar
13
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.42.
14
21
Arba’ah, mendiskripsikan bahwa perjalanan menuju Allah SWT terdiri dalam
empat pos. Dalam kata pengantarnya beliau mengatakan, “ketahuilah,
sesungguhnya para pesuluk dari kalangan ‘urfa dan „Auliya mempunyai empat
pos; pertama, perjalanan dari makhluk menuju al-Haq. Kedua, perjalanan dengan
al-Haq di dalam al-Haq. Ketiga, kebalikan dari pertama, perjalanan dari al-Haq
menuju makhluk dengan al-Haq. keempat; kebalikan dari yang kedua, perjalanan
dengan al-Haq di tengah makhluk.”
Menurut Ayatullah Jawadi Amuli, seperti yang dikutip oleh Sayid Kamal
Haydari, dalam kuliah filsafat dan kalam-nya di kota Qom tahun 1992, bahwa
dalam perjalanan spiritualnya, Imam Khomeini telah melewati “pos ketiga.”15
Pada usia 30 tahun Khomeini menikah dengan putri seorang agamawan
terkemuka dan memiliki dua orang putra dan tiga orang putri. Putranya, Musthafa
Khomeini yang merupakan seorang hujjatul Islam terkemuka sekaligus tangan
kanan ayahnya wafat secara misterius dan diduga besar SAVAK (agen-agen dinas
rahasia Iran pada masa Syah) adalah dalang dibalik pembunuhannya. Putra Imam
Khomeini yang kedua adalah Ahmad Khomeini yang juga merupakan seorang
hujjatul Islam dan kemudian menjadi tokoh yang berpengaruh di Republik Islam
Iran (RII). Sedangkan putri-putrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doctor
dan dosen filsafat di salah satu Universitas Iran.16
15
Muhammad Abdul Kadir Alcaff (penerjemah), Kedududkan Wanita dalam Pandangan Imam Khomeini judul asli Makanah al-mar’ah fi Fikr al-Imam al-Khomeini, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2004) h.17.
16
Kecaman-kecaman Imam Khomeini terhadap rezim Pahlevi disebabkan
kondisi sosial politik Iran yang hanya di dominasi oleh kalangan istana dan kaum
borjuis industrialis.
B. Karir dan Aktifitas Politik Imam Khomeini
Sepanjang tahun1930-an, Imam Khomeini tidak terlibat dalam aktivitas
politik terbuka. Beliau selalu yakin bahwa kepemimpinan aktivitas politik
seharusnya berada di tangan cendekiawan agama yang paling mumpuni. Dan
karena itulah, beliau bertanggun jawab untuk menerima keputusan Ha‟iri untuk
tetap relative pasif terhadap tindakan Reza Syah. Sebagai sosok yang masih
yunior dalam institusi keagamaan di Qum, bukanlah posisi beliau untuk
memobilisasi opini masyarakat dalam skala nasional. Kendati demikian, beliau
menjalin kontak dengan segelintir ulama yang terang-terangan menentang Reza
Syah.17
Imam Khomeini memang sangat mendambakan para marja’ taqlid atau
pemimpin tertinggi ulama untuk memimpin Iran. Selain wakil sah Imam Mahdi
as, para marja’ taqlid adalah orang-orang yang telah mencapai kualitas keilmuan
dan ketaqwaan yang sangat tinggi. Karena itu, Imam Khomeini selalu
mendorong Ayatullah Burujurdi yang pada masa itu merupakan marja’taqlid
utama, agar bersedia mengamban amanah ini.18 Namun karena ada beberapa hal
Ayatullah Burujurdi tidak bisa mengembannya.
17
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.46.
18
23
Sejak usia muda, Imam Khomeini memiliki keprihatian yang mendalam
terhadap kondisi negaranya terutama para penguasa. Ketika umur 39 tahun Imam
Khomeini yang pada waktu itu seorang hujjatul Islam, secara terbuka menuding
Reza Syah sebagai budak Inggris, zalim, koruptor dan penguasa anti Islam.19Pada
tahun 1943 Khomeini menerbitkan bukunya yang berjudul Kasyhf al-Asrar
(Menyingkap Rahasia), di mana ia mengecam pemerintahan Reza Syah, dengan
menegaskan bahwa sebuah monarki seharusnya dibatasi oleh aturan-aturan
dalam syariat sebagaimana ditafsirkan para mujtahid dan mengisyaratkan
keutamaan suatu pemerintahan oleh para mujtahid.20 Buku tersebut tergolong
sangat berani pada waktu itu karena merupakan kritikan terang-terangan kepada
Syah.
Tudingan Khomeini kepada Reza Syah didasarkan atas fakta bahwa Reza
Syah melakukan banyak perubahan di berbagai bidang. Di bidang hukum
misalnya mulai diperlakukan sistem hukum ala Prancis, yang tentu saja mendapat
tantangan keras dari para ulama Islam. Walaupun sebenarnya Reza Syah
bermaksud menjadikan Iran sebagai Negara Republik tetapi ditentang oleh para
Ulama yang khawatir terhadap kemungkinan berkembangnya Iran menjadi
Negara sekuler seperti Turki.21
Bagi Imam Khomeini, Islam ada di atas segalanya. Sambil mengecam tata
tertib yang berlaku menurut Baqir Moin, Imam Khomeini menyanjung kebaikan
suatu pemerintahan Islam, tanpa merinci mekanisme untuk mewujudkannya.
19
Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, (Bandung:Mizan, 2002), h. 112.
20
Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam, h. 111. 21
tetapi ia cukup berani untuk mendorong kaum muda untuk “membungkam mereka
yang mengancam para ulama secara terbuka”. Walaupun demikian,
pandangan-pandangan Imam Khomeini tidak diikuti oleh semua ulama. Serangan Imam
Ayatullah terhadap golongan kanan anti-ulama, terjadi pada waktu ancaman dari
golongan kiri belum sepenuhnya dirasakan oleh Imam Khomeini.22
Awal 1960-an, Imam Khomeini melewatkan hidupnya di kota suci Qum.
Ia berkomitmen bahwa Islam memiliki komitmen terhadap kehidupan sosial dan
politik. Iran, katanya, harus merdeka baik dari kolonialisme Barat Maupu Timur.
Selama periode kepemimpinan Ayatullah Husain Burujirdi, imam Khomeini
secara langsung tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik, tetapi tahun-tahun
ini khususnya pada tahun 1962-sejak meninggalnya Ayatullah Husain Burujirdi-
melalui ceramah-ceramah yang diberikannya, Imam Khomeini secara terbuka
mengkritik pemerintah. Pada 1961 PM Ali Amini mengumumkan program land
reform-nya dan juga mengajukan sebuah RUU tentang pemilihan dewan lokal
pada November 1962 disamping juga terdapat isu Referendum nasinional (1963).
Pada masa inilah untuk pertama kali Imam Khomeini tampil sebagai tokoh politik
nasional terdepan yang menentang Syah. Slogan land reform di Iran adalah suatu
penyamaran untuk penghancuran ekonomi agraris dalam satu cara yang
direncanakan untuk menjamin keuntungan maksimum bagi keluarga raja dan
memberikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang berpusat
di Amerika Serikat, Eropa dan Israel.23
22
Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996), h. 46.
23
25
Kecamannya terhadap Syah serta pemboikotan terhadap referendum
nasinoal tersebut membuat Imam Khomeini-untuk pertama- kalinya ditahan
tepatnya pada tanggal 25 Januari 1963. Ia memberikan kecamannya yang
berbentuk khutbah di madrasah Faiziyeh (Qum) dan menganjurkan para ulama
melakukan pemogokan dengan tidak pergi ke mesjid-mesjid. Madrasah Faiziyeh
diserang oleh pasukan terjun tentara SAVAK, sejumlah tollab (santri/siswa
teologi) banyak yang gugur. Ini semua merupakan tindakan keras yang dilakukan
Syah kepada pihak yang menentang referendum.
Tidak lama setelah di jebloskan ke penjara, Imam Khomeini kembali
melancarkan kritikan tajam terhadap rezim dan kebijakan Syah. Imam Khomeini
mengecam dominasi AS di Iran dan mengangap AS sebagai “musuh Islam”
karena mendukung Israel. 24
Pada 3 Juni 1963 dalam sebuah khutbah yang bersejarah di Qom, Imam
Khomeini mendeklarasikan perang terhadap Syah. Keesokan harinya, 4 Juni 1963,
sewaktu berlangsung peringatan berlangsung peringatan ulang tahun syahidnya
Imam Husain, rezim Syah menangkap Imam Khomeini untuk yang kedua kalinya.
Syah juga menangkap sejumlah ulama, diantaranya Ayatullah Fazlullah Mahallati
di Shiraz, Ayatullah Hasan Tabataba‟I Qommi di Mashad, dan Muhammad Taqi
Falsafi di Teheran. Ketika berita ditangkapnya Imam Khomeini samapai ke
Teheran prosesi ulang tahun peringatan syahidnya Imam Husain berubah menjadi
suatu demonstrasi besar-besaran. Besoknya, demonstrasi meluas ke kota-kota
Shiraz, Khasan, dan Mashad. Kendaki di bawah tekanan pihak militer,
24
demonstrasi terus berlanjut hingga jumat, 7 Juni 1963 dimana ditemukan sebuah
pamflet yang menyerukan perang jihad terhadap rezim Syah. Beberapa hari
kemudian demonstrasi baru berhasil dipadamkan dengan jatuhnya ratusan korban
jiwa.25
Imam khomaeni baru di bebaskan pada Agustus 1963. Oktober 19963 Iran
mengadakan pemilu anggota parlemen. Karena menyeru kepada para pengikutnya
untuk memboikot parlemen tersebut, Imam Khomeini untuk yang ketiga kalinya
ditahan pada 5 November 1963. Sejumlah tokoh ulama seperti: Syariatmadari,
Najafi Mar‟ashi, dan Montazeri secara bersamaan melancarkan kampanye yang
efektif bagi pemebebasaan Imam Khomeini. Enam minggu setelah dipenjara
akhirnya Imam Khomeini dibebaskan, tapi tidak diperbolehkan kembali ke Qom,
dan berada dalam status tahanan rumah di Teheran sampai bulan Mei 1964.
Setelah Imam Khomeini dibebaskan dari penjara, kaum ulama yang melancarkan
protes kembali ke Qum.
Pemilu anggota parlemen tersebut tetap berjalan dan dimenangkan oleh
kelompok “progresif tengah” yang dipimpin Hasan Ali Mansur. Mansur yang
kemudian diangkat sebagai PM tidak mau meneruskan kebijakan pendahulunya
(PM Alam) yang berkonfrontasi dengan kaum ulama. Guna memperbaiki
hubungannya dengan kaum ulama, Mansur mengizinkan Imam Khomeini untuk
kembali ke Qum.
Pada bulan Januari 1964, Imam Khomeini kembali ke Qum dan muncul
sebagai pemimpim agama yang paling popular di Iran serta disambut bak
25
27
pahlawan oleh para muridnya. Tidak lama kemudian murid-muridnya mengajukan
rencana 10 pasal kepada pemerintah, yang merupakan refleksi akurat dari aspirasi
dan persuasi ideology pereka. Di antara rencana 10 pasal itu, terdapat tuntutan
bagi diberlakukannya Konstitusi 1906, khususnya pasal 2 yang memberikan hak
veto pada kaum ulama terhadap legislasi majlis.
Seperti telah disinggung bahwasanya Imam Khomeini merupakan sosok
yang sangat keras dan paling terus terang menentang rezim Syah. Betapa
bagaimanapun Syah telah berulangkali menahannya. Pada November 1964 untuk
yang keempat dan terakhir kalinya, Imam Khomeini ditahan dan kemudian
diasungkan ke Bursah, sebuah kota kecil di Turki. Ia diusir dengan paksa dari
negaranya setelah dengan keras menentang rancangan undang-undang yang akan
memberikan hak-hak istimewa bagi warga Amerika di Iran. Menurut Imam
Khomeini rezim Syah telah menempatkan bangsa Iran lebih rendah dari anjing
Amerika. Apabila ada seseorang memukul anjing Amerika, ia akan diusut, tetapi
bila seorang koki Amerika memukul Syah Iran atau tokoh yang sangat penting
disini, maka tidak ada orang yang berhak memprotes.26
Pada awalnya Imam Khomeini akan diungsikan ke Pakistan dan India,
tapi kedua Negara ini menolak. Sesampainya di Bursah, Turki, Imam Khomeini
merasa terisolir total. Sekularisme Turki dan kenyataan bahwa kaum Syiah
merupakan minoritas disana membuatnya merasa bagaikan “ikan di luar air”
(ungkapan ini berasal dari Ahmad Khomeini). Di samping itu, hukum di Turki
melarang dikenakannya pakaian keagamaan (seperti jubah atau sarung). Baik
Imam Khomeini maupun Mustafa Khomeini (putra sulung Imam Khomeini)
26
dianjurkan mengenakan pakaian Eropa atau tetap tinggal di rumah. Keadaan
seperti itu membuat Imam Khomeini tidak betah tinggal di Turki.
Akhirnya pada Oktober 1965 dengan bantuan izin dari duta besar Irak di
Teheran Imam Khomeini pindah ke Najaf (Irak). Beliau menetap disana selama
13 tahun.27 Ketika sampai di Najaf rezim Baghdad berusaha membatasi aktivitas
politik Imam Khomeini, tokoh ulama Syiah Irak Ayatullah Muhsin al-Hakim pun
pada mulanya kurang menyukai aktivitas politik Imam Khomeini namun pada
akhirnya al-Hakim mendukung sikap Imam Khomeini. Selama berada di Najaf,
Imam Khomeini selalu mengikuti laporan atau berita internasional dari radio
Baghdad dan BBC siaran bahasa Parsi, Imam Khomeini juga mempertahankan
hubungan dengan negaranya dalam bentuk korespondensi secara regular dengan
sejumlah mullah di dalam negeri Iran. Imam Khomeini juga tidak pernah berhenti
melacarkan kritikan tajamnya terhadap gaya pemerintahan rezim Syah. Pada
1970, dalam kuliah-kuliahnya yang diberikan di Najaf, Imam Khomeini
mengembangkan gagasannya tentang konsep wilayatul faqih.28
Awal tahun1970, ketika Saddam Hussein mengambil alih kekuasaan,
hubungan Imam Khomeini dengan Baghdad sempat membaik. Rezim Irak
memanfaatkan keberadaan Imam Khomeini untuk menekan Syah ketika hubungan
Baghdad-Teheran dalam suasana konflik. Namun hubungan tersebut membaik
pada tahun 1975, dan sejak itu aktivitas politik Imam Khomeini dibatasi. Di sisi
27
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.58.
28
29
lain, dibukanya kembali perbatasan Iran-Irak justru menguntungkan perjuangan
Imam Khomeini, karena pesan-pesan Imam baik dalam bentuk brosur maupun
kaset rekaman lebih mudah sampai ke Iran.
Pada Juni 1970, sesudah wafatnya al-Hakim, di Qum terjadi demonstrasi
besar-besaran yang menentang Syariatmadari, karena ia dituduh “terlalu
emosional loyalistik” dan “menanggalkan permusuhan yang telah ditunjukannya
kepda rezim Syahpada Juni 1963”. Di lain pihak para demonstran yang
berkerumun di depan kediaman Syariatmadari itu menegaskan kembali
kesetiannya pada Imam Khomeini sebagai marja’. Pada saat bersamaan, 45 ulama
mengirimkan surat kepada Imam Khomeini yang menyatakan turut berduka cita
atas meninggalnya al-Hakim dan menjanjikan kesetiaan mereka yang abadi.
Rezim Syah menangkap sejumlah penandatangan surat tersebut dan beberapa dari
mereka yang ikut berdemonstrasi melawan Syariatmadari.
Setelah peristiwa Juni 1970, timbul ketidak puasan dan perlawanan lain
terhadap rezim Syah yang melengkapi bukti pengaruh Imam Khomeini yang lebih
besar di Iran. Di Universitas Teheran muncul slogan-slogan yang menegaskan
dukungan rakyat terhadap Imam Khomeini. 29
Syah memutuskan untuk mendeportasi Imam Khomeini dari Irak. Tentu
saja dengan asumsi bahwa begitu dienyahkan dari lokasi bergengsi di Najaf dan
kedekatannya dengan Iran, suara beliau pun tak akan didengar lagi. Kesepakatan
pemerintah Irak tercapai pada sebuah pertemuan antara menteri luar negeri Irak
dan Iran yang berlangsung di New York. Dan pada 24 September 1978, rumah
29
Imam Khomeini di Najaf dikepung pasukan. Dikabarkan bahwa beliau boleh
menempati rumah tersebut dengan syarat beliau menghentikan aktivitas
politiknya. Setelah terusir dari Najaf, Imam Khomeini pergi ke Kuwait tetapi
kedatangannya ditolak. Akhirnya, atas saran dari putra keduanya yaitu Haji
Sayyid Ahmad Khomeini, yang telah bergabung dengan beliau, Imam Khomeini
berangkat ke Paris dan bermukim di Neauphle-le-Chateau.30 Radio-radio
internasional dan Koran-koran besar memuat apa yang dikatakan Imam Khomeini
berkaitan dengan sikapnya yang menentang Syah. Siaran BBC London berbahasa
Persia menyiarkan apa saja yang dikatakan Khomeini dan tuntutannya kepada
Syah.31
Pada 4 September 1978, 200 ribu sampai 500 ribu demonstran menuntut
kembalinya Imam Khomeini ke Iran. Pemerintah melarang rapat-rapat umum
yang diadakan pihak oposisi, namun pemogokan tetap berlanjut. Dan pada 7
September 1978, lebih dari 100 ribu demonstran berbaris sepanjang ibukota
Teheran. Besoknya, keadaan darurat perang diberlakukan selama 6 bulan di
Teheran dan 11 kota lainnya. Demosntrasi besar meletus, setelah terjadi insiden
terburuk di Jaleh(timur Teheran) dimana tentara mengepung 5000 pemuda yang
mengakibatkan tewasnya sedikitnya 97 orang , yang kemudian dikenal sebagai
30
Abdar Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Dierjemahkan dari: Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h.69.
31
31
“jumat hitam”. Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu berkobarnya revolusi
Islam 1979.32
Pada 1 februari 1979, Imam Khomeini kembali ke negaranya setelah
sekitar 14 tahun (sejak November 1964) berada di pengasingan- untuk memimpin
langsung jalannya revolusi Islam. Sekembalinya dari pengasingan, ia sempat
tinggal sebentar di Qu m, dan kemudian pindah ke Jamaran Teheran hingga saat
wafatnya pada 3 Juni 1989.33
C. Posisi Agama dalam Negara
Ketika membicarakan Iran maka tidak terlepas dari sekte Syiah.
Keterkaitan tersebut berdasarkan daftar panjang dinasti-dinasti yang pernah
berjaya di Iran dan mempunyai hubungan naik turun dengan para mullah di
zamannya. Sementar itu, di kalangan komunitas Syiah hampir tidak dikenal
istilah pemisahan agama dan politik. Setiap bentuk ritual keagamaan selalu
dikaitkan dengan “ritual politik”.
Para sejarawan umumnya sepakat bahwa yang pertama kali menjadikan
Syiah Imamiyah sebagai agama resmi adalah Syah Ismail dari dinasti Safawi.
Imperium Safawi bermula sebagai sebuah Negara missioner, yang dibentuk untuk
melawan kekuatan Sunni Ustmani di barat dan Uzbek di timur. Syah Ismail
(1487-1524) raja pada dinasti Safawi mengeluarkan dekrit revolusioner agar
semua umat Islam menerima satu sekte Islam yang hingga kini diingat terutama
32
Muhammad Hasyim Asssagaf, Lintasan Sejarah Iran Dari Dinasti Achaemenia Ke Republik Revolusi Islam, (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republik of Iran, 2009), h. 561.
33
karena kepasifan politiknya di bawah ancaman kekuatan. Dia “menegaskan
kesamaan antara iman kepada agama yang benar dan loyalitas kepada negara”.
Syiah Kedua Belas dipaksakan sebagai agama resmi yang harus diakui oleh
seluruh rakyat.
Ideology awal kerajaan Safawi memadukan ide tasawuf, Syiah, dan
patrimonial. Syah adalah guru spiritual yang sempurna (mursyid-i kamil), yang
memiliki kharisma (barakat), dan mendapatkan wewenang Tuhan. Para penganut
Syiah pada waktu itu percaya bahwa Syah adalah wakil Imam Kedua Belas yang
akan datang dan guru tarekat sufi Safawi memberinya otoritas mutlak dalam
urusan spiritual dan duniawi. 34
Bagaimanapun suatu dinasti yang berkuasa selalu menghadapi kesulitan.
Dinasti semacam Safawi, terlalu banyak tergantung pada kualitas individu sang
pemimpin. Abbas I yang merupakan salah satu Syah Safawi sedemikian takut
akan pemberontakan, sehingga ia membunuh salah seorang putranya dan
membutakan dua lainnya; karenanya, dinasti ini tidak memiliki pewaris yang
cakap. Para Syah Safawi yang terakhir membolehkan pemusatan kekuasaan oleh
kalangan agamawan, mungkin karena kesalehan mereka dan karena percaya
bahwa dengan mendapatkan dukungan aktif dari fukaha, ia bisa mendapatkan
kembali dukungan rakyat sehingga otoritas dinasti akan terangkat. 35
Kekuasaan oleh kalangan agamawan tersebut meningkat seiring dengan
pejalanan waktu. Peningkatan tersebut tidak mampu menyelematkan Dinasti
34
Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),h.404.
35
33
Safawi, bahkan sebaliknya, mempercepat kematiannya. Perilaku serta tindakan
mungkar dan amoral yang dipraktekan oleh keluarga istana mempercepat
runtuhnya otoritas dan efektivitas politik dinasti itu dan (pada gilirannya)
Negara.36 Namun, pada pertengahan pertama abad ke-18, di bawah kekuasaan
orang-orang sunni Afgan (1722-1730) yang menyerbu Isfahan-ibukota Persia
sejak 1597-dan kemudian Nader Syah, menurut Esposito, posisi madzhab Syiah
sempat “diturunkan” ke peringkat kelima di bawah empat madzhab Sunni (kendati
sinyalemen Esposito ini juga dipertanyakan oleh sebagian warga Iran sendiri).
Banyak orang Syiah yang disiksa, dan sejumlah ulama mereka melarikan diri ke
Najaf, Karbala, dan tempat-tempat suci lainnya di Irak. 37
Peranan dan posisi kaum ulama Syiah menguat kembali pada masa dinasti
Qajar. Mereka memainkan peranan politik yang lebih kritis terhadap Negara. Pada
dinasti Qajar ulama merupakan satu-satunya oposisi yang efektif para pemimpin
dinasti Qajar. Mereka merupakan satu-satunya kelompok yang dapat bertindak
sebagai kendali atas pemerintah, dan yang dapat mengajukan kritik secara terbuka
kepada Syah dan para penasehatnya tentang dampak negatif dari beberapa
kebijaksanaan mereka. Mereka mendorong “aksi komunal melalui mobilisasi
massa”. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menuntut pembubaran kaum
sufi, kaum Baha‟i dan kalangan non muslim pada umumnya. Ini mengindikasikan
36
Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006),,h.431.
37
pandangan mereka tentang Negara Syiah-Iran; mereka sama sekali tidak
mempunyai “konsepsi tentang masyarakat sekuler”. 38
Kaum Mullah atau kaum ulama Syiah memiliki sumber-sumber ekonomi,
prestise sosial, status keagamaan dan kesinambungan, serta perspektif ideology
yang berdaya guna. Mereka mengelola sebagian besar sekolah dan rumah sakit.
Mereka memusatkan persosalan, menengahi perselisihan, termasuk sebagiannya
antara pemrintah dan rakyat; mereka adalah para pembela kepentingan Negara
dan masyarakat, pejuang bagi orang-orang yang merasa didzalimi oleh para
pejabat Negara. Seperti di kebanyakan rezim Islam, “pelaksanaan keadilan dipilah
antara pengadilan syariat, yang dijalankan oleh ulama, dan pengadilan hukum adat
yang dipimpin oleh Syah serta para pejabatnya”.39
Sesudah Perang Dunia I, kaum ulama Syiah terus memainkan peranan
penting dalam politik, disamping meningkatnya peranan kaum politisi nasionalis.
Pada masa dinasti Pahlevi(1925-1979), misalnya, kaum ulama sangat berperan
dalam mempertahankan identitas nasional dan reformasi politik, seperti yang
terlihat dalam pemberontakan Juni (1963) dan pergolakan panjang akhir 1970-an
yang berujung pada keberhasilan revolusi Islam 1979. Setelah revolusi Islam
tahun 1979, Iran yang pada awalnya berbentuk monarki konstitusional berubah
menjadi Republik Islam secara resmi berdasarkan persetujuan mayoritas (98,2%)
rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada 1 April 1979, sedangkan
Undang-undang DasarRepublik Islam Iran disetujui mayorita (99,5%) rakyat Iran
38
Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,(Jakarta:PT Serambi Ilmu Semest,2006)h.517.
39
35
melalui referendum yang diadakan pada 3 Desember 197940. Hal ini, sekali lagi,
membuktikan bahwa Islam (Syiah) memainkan peranan penting dalam
pembentukan dan pengembangan nasionalisme Iran.41
Dari uraian diatas diketahui bahwa pengaruh Islam pada diri Imam
Khomeini didapatkan dari sejarah panjang leluhurnya yang memang merupakan
para ulama berpengaruh di masanya. Sejarah ulama Syi‟ah di Iran mempunyai
pengaruh kuat di masyarakat sehingga banyak mempengaruhi kebijakan-kebikan
penguasa mulai dari dinasti Safawi, Qajar hingga tumbangnya dinasti Pahlevi.
Setelah mengetahui sepak terjang Imam Khomeini di kancah politik Iran sebelum
revolusi Islam Iran, selanjutnya di bab tiga akan memaparkan revolusi sebagai
sebuah fenomena gerakan social modern dan revolusi dalam sejarah hingga teori
dalam Islam.
40
Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, , (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 1996),h.80.
41