• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X

MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi

Oleh:

SRI AZNI

117029008

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Sri Azni

NIM : 117029008

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dihadapan para dewan penguji.

DEWAN PENGUJI

Penguji I/ Pembimbing : Siti Zahreni, M.Psi, psikolog [ ] NIP. 198201282005022001

Penguji II/Pembimbing : Meutia Nauly, M.Si, psikolog [ ] NIP. 196711272000032001

Penguji III : Prof. Dr. Irmawati, psikolog [ ] NIP. 195301311980032001

Medan, 12 Februari 2014

Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan Fakultas Psikologi USU

Fakultas Psikologi USU

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguh-sungguhnya bahwa tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi dari Magister

Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil

karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis saya yang saya kutip dari

hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam tesis ini, saya

bersedia menerima sanksi lainnya dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 12 Februari 2014

Sri Azni

(4)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstrak

Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu memihak pada organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Ciri komitmen organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen dan Meyer, 1977) yaitu : 1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, 3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. SDIT X mengalami

turnover guru setiap tahun serta pada guru kelasnya terdapat indikasi intensi

turnover dan kurangnya penerimaan mereka terhadap nilai dan tujuan sekolah. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari permasalahan komitmen organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas SDIT X menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus pada 4 orang partisipan, serta menggunakan program NVivo10 sebagai alat bantu dalam pengolahan data.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa satu partisipan menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah, sedangkan tiga partisipan lainnya menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah. Hasil penelitian tambahan memperlihatkan bahwa dua partisipan yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah, juga menunjukkan ciri dari komponen komitmen kontinuen terkait dengan keinginan mereka untuk keluar dari organisasi. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa komitmen profesi sebagai guru ikut mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.

(5)

ORGANIZATION COMMITMENT TO CLASS TEACHER IN SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstract

Organizational commitment is a situation where the individual are in favor of the organization and its objectives as well as the intention of maintaining membership in an organization. Characteristics of organizational commitment by Mowday, Porter and Steers (in Allen and Meyer, 1977), namely: 1. Accepting the values and goals of the organization, 2. Having the desire to do for the organization, 3. Having a strong desire to remain with the organization. SDIT X experienced teacher turnover every years, and there are the class teacher turnover intention and an indication of their lack of acceptance of the values and goals of the school. These are a part of the organization's commitment problems. This study aims to reveal the picture of the organization's level of commitment tendency of class teachers in SDIT X using qualitative research methods with case studies in 4 participants, and using NVivo10 program as a tool in data processing.

The results showed that one participant showed a trend toward moderate-level organizational commitment, while the three other participants showed a trend toward lower levels of organizational commitment. Additional results shows that the two participants who showed lower levels of organizational commitment, also shows the characteristics of the coninuance commitments components related to their desire to turn out of the organization. Another results is a suggest that the commitment of the profession as a teacher influence their organization's commitment to the school.

(6)

KATA PENGANTAR

Faidza „azamta fatawakkal „alallah...(QS. 3:159)”

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan kekuatan

kesabaran dan kesehatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan tesis

Magister Psikologi Profesi kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak

ada daya yang dimiliki untuk melalui proses ini, kecuali karena rahmat kekuatan

dariNya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, teladan tangguh

yang mengajarkan kesabaran sejati dalam menghadapi rintangan perjuangan.

Berbagai tantangan dan rintangan dalam merampungkan tesis yang

berjudul “Komitmen Organisasi Pada Guru Kelas SDIT X Medan” telah

berhasil peneliti lalui berkat adanya dukungan, perhatian dan kasih sayang dari

orang-orang tercinta. Peneliti mempersembahkan karya ini kepada kedua orang

tuaku, A. Aziz Hasan dan Husniah Muhammad, yang telah memperkenalkan

kehidupan dan perjuangan serta ketegaran menjalaninya. Rabbighfirlii waliwalidayya war hamhuma kamaa Rabbayani saghiraa.. Demikian pula kepada kedua orang tua peneliti, Huzaifah Abdullah dan Rohani Aziz yang senantiasa

memberikan dukungan dan memanjatkan doa kebahagiaan bagi keluarga kecil

kami. Allah, layakkan Syurga bagi mereka semua, ampuni kami yang belum mampu membalas kebahagiaan bagi mereka.

Kepada imamku, kanda Atthariq Huzaifah, sungguh bahagia menikmati

episode ini bersama kepercayaan, perhatian, kesabaran dan pengorbanan tulus tak

tergantikan. Hanya Allah jualah yang dapat membalasnya. Semoga semangat

(7)

Khattab dan Muadz. Celotehan, belaian, ciuman dan pelukan hangat mereka pula

memercikkan energi untuk segera menuntaskan janji ini. Teruslah tumbuh

menjadi mujahid tangguh, tebarkan cahaya bagi sesama dan jadilah kunci pintu

syurga bagi kami. Rabbij’alni muqimashshalati wa min zurriati.. Terima kasih atas dukungan dan semangat dari abang Haikal, bang Faisal & Kak Rahmi,

Akhyar & Rizka. Tak lupa untuk Cek Kasma yang telah hadir disaat yang tepat.

Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas

akademika Magister Psikologi Profesi USU. Kepada Ibu Siti Zahreni,

M.Psi,psikolog selaku dosen pembimbing satu sekaligus sahabat dalam

menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas waktu kesabaran, serta

dukungannya, bahkan sejak awal melangkahkan kaki di MP2 USU. Kepada Ibu

Meutia Nauly, M.Si,psikolog selaku dosen pembimbing dua, atas masukan,

diskusi, dan dukungannya. Kepada Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dosen

penguji tesis, atas waktu yang telah ibu luangkan dan ilmu yang ibu berikan

selama bimbingan revisi tesis. Kepada Ibu Vivi Gusrini Pohan, MA, M.Sc,

psikolog selaku ketua Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi Magister

Psikologi Profesi USU dan seluruh dosen Magister Profesi Psikologi USU.

Terima kasih pula Kepala Sekolah SDIT Al Hijrah Medan yang telah

memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan seluruh

partisipan yang terlibat dalam pengambilan data tesis ini. Maafkan atas

keterbatasan kontribusi yang peneliti berikan. Semoga SDIT Al Hijrah senantiasa

berjaya.

(8)

Masa-masa indah tak terlupakan di MP2 PIO bersama sahabat sekaligus

adik yang setia, Uci, Suci Rahma Nio M.Psi, psikolog. Terimakasih atas semangat dan support serta bantuannya. Perkenalan di loby, kebersamaan di ruang kuliah, pengalaman selama praktek kerja profesi di Pertamina UPMS I Medan akan selalu

indah untuk dikenang. Semoga ikatan ini terus terjalin selamanya.. Good luck dear... Kepada teman-teman seperjuangan MP2 PIO angkatan VI, Karlina Yunisa, M.Psi, psikolog, Sri Wahyuni, M.Psi, psikolog, Sherry Hadiyani, M.Psi, psikolog,

Amelia Alsa, M.Psi, psikolog, Ivi Vanessa, M.Psi, psikolog, Ridzky Anggarini

M.Psi, psikolog dan Ghita Shandra. Bahagia telah menjadi salah satu diantara

kalian. Buat Rara, tetap semangat menyelesaikan tesisnya, tinggal selangkah

lagi...

Hari-hari bahagia sebagai warga setia di Gg. Mulia dengan pengalaman

berharga bersama Tante Citra Mustika, semoga perjuangan selama ini bernilai

ibadah dan menempatkan tante di jannah-Nya. Umi Nila Anggreiny, tetap

semangat melewati tantangan hidup yang lebih dahsyat lagi, (terima kasih juga

atas villa dipinggir sungai di hari-hari terakhir). Dan Dita, lanjutkan

perjuanganmu.. Untuk Teman-teman MP2 USU angkatan VI : Ayu, Muti,

Mayang, Yulinda, Winida (trims untuk pinjaman Workbook Nvivo-nya), bang Nasri, Irvan, David, Ira, Ema, Kiki dan Rena. Good Luck friend...

Kepada semua staff dan karyawan MP2 PIO dan Fakultas Psikologi. Kak

Ely, Bang Eko yang baik hati dan Yudhie.. spesial untuk Pak Aswan yang selalu memberikan semangat pantang menyerah lewat satu kata pamungkasnya

(9)

Akhirnya peneliti menyadari keterbatasan diri ilmu dan pengalaman

sehingga tesis ini masih jauh dari nilai sempurna. Untuk itu dengan segala

kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun

dari semua pihak demi kesempurnaannya. Harapan peneliti semoga karya ini

bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, lingkungan akademik Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Medan, serta para pembaca pada umumnya.

Medan, Februari 2014

Peneliti,

(10)

DAFTAR ISI

2. Pendekatan dalam Komitmen Organisasi ... 26

3. Tingkatan Komitmen Organisasi ... 29

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ... 30

(11)

F. PROSEDUR PENELITIAN ... 42

1. Tahap Persiapan ... 42

2. Tahap Pelaksanaan ... 43

3. Tahap Pengolahan Data ... 43

G. PROSEDUR ANALISA DATA ... 44

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PARTISIPAN ... 47 - Lampiran 2 Contoh Lesson Plan - Lampiran 3 Dokumen

- Lampiran 4 Informed Consent

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 : Jumlah Guru yang Keluar Masuk SDIT X per Tahun ... 8

TABEL 2 : Rekapitulasi Keterlambatan Guru Kelas bulan Juli s/d Desember 2013 ... 14

TABEL 3 : Rekapitulasi Kehadiran Guru Kelas SDIT X bulan Juli 2012 s/d Maret 2013 ... 16

TABEL 4 : Rekapitulasi Ketuntasan Pengerjaan Lesson Plan bulan Januari s/d Juni 2013 dan Juli s/d Desember 2013 ... 18

TABEL 5 : Pelaksanaan Penelitian ... 43

TABEL 6 : Gambaran Umum Partisipan ... 47

TABEL 7 : Kegiatan Sekolah dari Hari Senin s/d Jumat ... 54

(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada Bagian Source ... 44

GAMBAR 2 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada Bagian Media Audio ... 45

GAMBAR 3 : Tampilan Aplikasi Nvivo pada bagian Nodes ... 45

GAMBAR 4 : Tampilan Aplikasi Nvivo10 pada bagian Coding dengan Tools Framework Matrices ... 46

GAMBAR 5 : Denah Lokasi Sekolah ... 48

GAMBAR 6 : Sekolah Tampak Depan ... 49

GAMBAR 7 : Lapangan Belakang Sekolah ... 49

GAMBAR 8 : Halaman Dalam Sekolah ... 50

GAMBAR 9 : Suasana di Dalam Kelas ... 52

(14)

KOMITMEN ORGANISASI PADA GURU KELAS SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstrak

Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu memihak pada organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Ciri komitmen organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen dan Meyer, 1977) yaitu : 1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi, 2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, 3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasinya. SDIT X mengalami

turnover guru setiap tahun serta pada guru kelasnya terdapat indikasi intensi

turnover dan kurangnya penerimaan mereka terhadap nilai dan tujuan sekolah. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari permasalahan komitmen organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas SDIT X menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus pada 4 orang partisipan, serta menggunakan program NVivo10 sebagai alat bantu dalam pengolahan data.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa satu partisipan menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat menengah, sedangkan tiga partisipan lainnya menunjukkan kecenderungan komitmen organisasi tingkat rendah. Hasil penelitian tambahan memperlihatkan bahwa dua partisipan yang menunjukkan komitmen organisasi tingkat rendah, juga menunjukkan ciri dari komponen komitmen kontinuen terkait dengan keinginan mereka untuk keluar dari organisasi. Ada pula bukti yang menunjukkan bahwa komitmen profesi sebagai guru ikut mempengaruhi komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.

(15)

ORGANIZATION COMMITMENT TO CLASS TEACHER IN SDIT X MEDAN Sri Azni, Siti Zahreni, Meutia Nauly

Abstract

Organizational commitment is a situation where the individual are in favor of the organization and its objectives as well as the intention of maintaining membership in an organization. Characteristics of organizational commitment by Mowday, Porter and Steers (in Allen and Meyer, 1977), namely: 1. Accepting the values and goals of the organization, 2. Having the desire to do for the organization, 3. Having a strong desire to remain with the organization. SDIT X experienced teacher turnover every years, and there are the class teacher turnover intention and an indication of their lack of acceptance of the values and goals of the school. These are a part of the organization's commitment problems. This study aims to reveal the picture of the organization's level of commitment tendency of class teachers in SDIT X using qualitative research methods with case studies in 4 participants, and using NVivo10 program as a tool in data processing.

The results showed that one participant showed a trend toward moderate-level organizational commitment, while the three other participants showed a trend toward lower levels of organizational commitment. Additional results shows that the two participants who showed lower levels of organizational commitment, also shows the characteristics of the coninuance commitments components related to their desire to turn out of the organization. Another results is a suggest that the commitment of the profession as a teacher influence their organization's commitment to the school.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Globalisasi yang melanda dunia menyebabkan perubahan yang

sangat mendasar dalam setiap ruas kehidupan manusia. Dunia menjadi

lebih transparan dan terbuka karena sikap interdependensi antar negara

semakin besar. Kejadian disuatu negara baik yang positif maupun negatif

dengan cepat dapat diterima dan dengan serta merta akan membias pada

setiap kehidupan manusia. Dalam transformasi nilai yang sangat cepat dan

pelik tersebut, pendidikan tampil sebagai satu-satunya institusi yang

mempunyai peluang banyak untuk meluruskan bias dan efek dari

nilai-nilai transformatif kepada anak didik sebagai generasi penerus bangsa

(Rosyadi, 2004).

Pendidikan merupakan pilar kehidupan bangsa. Masa depan bangsa

bisa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat, bangsa atau

negara dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. DalamUU RI No.

20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas Pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan

pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

(17)

nasional tersebut menunjukkan bahwa peran pendidikan menjadi sangat

penting sebagai prasyarat bagi terciptanya peningkatan sumber daya

manusia dimasa yang akan datang. Dalam rangka perwujudan fungsi

idealnya untuk meningkatkan kualitas SDM, sistem pendidikan di

Indonesia harus senantiasa mempersiapkan diri untuk menjawab

kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai

konsekwensi logis dari perubahan (Rini, 2012).

Pendidikan yang berkualitas akan dapat dicapai dengan adanya

guru yang memiliki dedikasi dan komitmen. Adanya komitmen pada guru

akan berpengaruh terhadap masa depan siswa dan sekolah (Mark, 2013).

Park (dalam Razak dkk, 2010) menjelaskan 2 alasan pentingnya komitmen

pada guru. Pertama, komitmen merupakan kekuatan internal yang muncul

dari dalam diri guru yang memiliki tanggung jawab dan merasa tertantang

dalam bekerja. Kedua, ada kekuatan eksternal yang berasal dari usaha

reformasi pendidikan yang menetapkan standar yang lebih tinggi dan

akuntabilitas yang lebih besar sehingga menuntut guru agar memiliki

upaya yang berkelanjutan dan komitmen terhadap siswa, sekolah dan

pekerjaan mereka sebagai guru. Menurut Reyes (dalam Razak, 2010) guru

yang memiliki komitmen akan menunjukkan ciri-ciri : a). jarang terlambat,

giat bekerja, dan jarang meninggalkan kelas/sekolah, b). menyediakan

waktu untuk aktifitas ekstra kurikuler sesuai dengan tujuan sekolah, c)

menampilkan hasil kerja yang lebih baik, d). mampu mempengaruhi

(18)

sekolah, f). bekerja melebihi kepentingan pribadinya, g). memiliki

keinginan untuk tetap menjadi bagian dari sekolah.

Ebmeier (dalam Chan dkk, 2008) menyebutkan ada 2 komitmen

yang dimiliki oleh guru, yaitu komitmen profesi atau komitmen guru

terhadap profesi mengajar, dan komitmen organisasi atau komitmen guru

terhadap sekolah. Ditambahkan oleh Somech dan Bogler (dalam Chan

dkk, 2008) bahwa komitmen profesi guru menunjukkan perilaku

kewargaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior, OCB) terhadap siswa, sedangkan komitmen organisasi menunjukkan perilaku

kewargaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior, OCB) terhadap organisasi.

Selanjutnya Chan (2008) mendefinisikan ciri-ciri guru yang

memiliki komitmen profesi adalah guru yang menerima profesi guru

secara afektif maupun kognitif, mempunyai keinginan berbuat sesuai

dengan tuntutan profesi sebagai guru dan mempunyai keinginan yang kuat

untuk tetap menjadi guru yang professional. Sedangkan guru yang

memiliki komitmen organisasi adalah guru yang menerima nilai-nilai dan

tujuan organisasi, mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, dan

mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan

organisasinya. Hasil penelitian Somech dan Bogler (dalam Chan dkk,

2008) menyimpulkan bahwa guru yang memiliki komitmen organisasi

yang tinggi adalah guru yang juga memiliki komitmen yang tinggi

(19)

Allen dan Meyer (1997), menjelaskan ada 3 komponen komitmen

organisasi yaitu : komitmen afektif, kontinuen dan normatif. Karyawan

yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan melanjutkan pekerjaannya

dalam organisasi karena setuju dengan tujuan organisasi dan adanya

keinginan untuk melakukan hal tersebut (want to do so). Karyawan yang mempunyai komitmen kontinuen (berkesinambungan) akan tetap bekerja

karena ia menganggap rugi bila meninggalkan organisasi dan karena

adanya kebutuhan melakukan hal tersebut (need to do so). Sedangkan kayawan yang memilik komitmen normatif akan tetap bekerja dalam

organisasi karena adanya nilai-nilai dan norma-norma yang telah

terinternalisasi dalam dirinya yang mengharuskannya melakukan hal

tersebut (ought to do so).

Ketiga komponen tersebut berkembang dari sebagai hasil

pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula.

Misalnya seorang karyawan dapat secara bersamaan merasa terikat dengan

organisasi sekaligus merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi

sehingga ia berusaha untuk memberikan kontribusi maksimal bagi

organisasi. Sementara itu ada pula karyawan yang bertahan karena ia sadar

bahwa lebih baik berada dalam organsasi karena situasi ekonomi, namun

tidak merasakan adanya ikatan emosional dengan organisasi. Karyawan

tersebut tidak dapat diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti

(20)

Guru yang memiliki komitmen organisasi akan berusaha bekerja

dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai

oleh sekolah demi kemajuan sekolah tersebut (Hutapea, 2012). Beberapa

penelitian membuktikan bahwa banyak hal yang mempengaruhi komitmen

organisasi pada guru. Hasil penelitian oleh Sezgin (2010) dan Balay

(2010) menunjukkan budaya organisasi sekolah dan penerimaan terhadap

lingkungan organisasi sekolah merupakan hal yang penting dalam

membangun persepsi guru tentang komitmen organisasi. Lebih lanjut

Balay (2010) juga menyimpulkan pengalaman mengajar dan status

perkawinan mempengaruhi persepsi guru terhadap komitmen organisasi.

Penelitian oleh Sutarno dan Nurhadi (2006) pada guru SMP Negeri di

Kabupaten Boyolali menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara

tingkat pendidikan, masa kerja dan gaji terhadap komitmen organisasi

guru.

Beberapa penelitian lainnya menfokuskan hanya pada guru yang

bekerja di sekolah swasta yang cenderung menghadapi lebih banyak

tuntutan pekerjaan namun mereka harus menerima ketidakpastian dalam

hal pendapatan. Penelitian pada guru sekolah swasta di Organisasi

Pendidikan Islam X di Jakarta Barat yang dilakukan oleh Buraidah (2010)

menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari kompensasi dan

motivasi kerja terhadap komitmen organisasi guru. Penelitian mengenai

komitmen guru pria di sekolah swasta oleh Hutapea (2012) menyimpulkan

bahwa sifat kepribadian dan dukungan organisasi merupakan prediktor

(21)

Sekolah swasta adalah sekolah yang dikelola oleh

masyarakat/kelompok masyarakat. Sekolah swasta didirikan atas motivasi

yang kompleks dalam rangka membantu pemerintah memberikan

pelayanan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat. Dalam hal ini

pemerintah dipandang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan akan

satuan pendidikan yang diminta untuk diadakan bagi warga negaranya.

Dalam pelaksanaannya standar pendidikan yang harus ada dan

berlangsung pada sekolah swasta sama dengan standar yang ada pada

sekolah negeri, sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional, Peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan, dan ketentuan

organik yang mengikutinya (Sinaga, 2012).

Sekolah swasta menghadapi tantangan yang lebih berat daripada

sekolah negeri terutama dalam hal memberikan warna yang indah pada

satuan pendidikan agar terlihat oleh masyarakat sehingga mereka memilih

sekolah tersebut sebagai tempat pendidikan bagi putra-putrinya. Hal ini

penting diperhatikan karena bagi sekolah swasta siswa adalah nafas hidup

dan nafas keberlangsungan kehidupan sekolah. Untuk itu sekolah swasta

juga perlu memiliki berbagai fasilitas pendukung seperti harus memiliki

tanah sendiri, membangun gedung sendiri, melengkapi sarana prasarana

sendiri, mengadakan pendanaan usaha sendiri serta kemampuan sumber

(22)

Salah satu bentuk sekolah swasta di Indonesia adalah Sekolah

Islam Terpadu. Sekolah ini berusaha memadukan pendidikan umum dan

agama, yaitu kurikulum pendidikan umum yang ada di Kementrian

Pendidikan Nasional (Kemendiknas), seperti pelajaran matematika, bahasa

Indonesia, bahasa Inggris, IPA, IPS, dan lain-lain, serta kurikulum

pendidikan agama Islam yang ada di Kementrian Agama (Kemenag),

ditambah dengan kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu

(JSIT). Selain itu, sekolah ini juga memadukan metode pembelajaran

yang memaksimalkan ranah kognitif, afektif dan konatif dengan

menciptakan proses belajar mengajar yang variatif dan menggunakan

media serta sumber pembelajaran dari lingkungan sekitarnya. Besarnya

tuntutan pembelajaran pada sekolah ini menuntut komitmen guru yang

lebih tinggi, sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan

optimal (Kuswandi (2012), Tim JSIT (2006).

SDIT X merupakan salah satu Sekolah Islam Terpadu yang ada di

Kota Medan. Sekolah ini berdiri sejak tahun 2004. Pada tahun 2007

kegiatan belajar mengajar di SDIT X sudah dilakukan di gedung milik

sekolah yang terletak di kecamatan Medan Tuntungan. Saat ini tercatat ada

16 orang guru yang bekerja pada sekolah tersebut. Guru-guru tersebut

terdiri atas 12 orang guru kelas dan 4 orang guru bidang studi (2

diantaranya merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah). Selain guru,

(23)

Sejak berdiri hingga saat ini SDIT X mengalami permasalahan

yang berhubungan dengan turnover guru termasuk pada guru kelas. Berikut data turnover guru SDIT X sejak tahun 2004 :

Tabel 1

Jumlah Guru yang Keluar Masuk SDIT X per Tahun

Tahun Jumlah guru

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa SDIT X mengalami turnover

1 s/d 2 orang guru setiap tahun dan mencapai puncaknya pada tahun 2012

ada 6 orang guru yang keluar, sehingga membutuhkan 6 orang guru

pengganti. Adanya guru yang keluar dari sekolah mengindikasikan bahwa

ada permasalahan berkaitan dengan komitmen organisasi. Menurut Allen

dan Meyer (1997), turnover merupakan akibat (konsekuensi) dari rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi.

Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah, alasan guru keluar atau

mengundurkan diri setiap tahun (termasuk kejadian turnover 6 orang guru pada tahun 2012) disebabkan karena mereka sudah berkeluarga, ingin

(24)

sekolah. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Sekolah pada Kamis,

31 Oktober 2013.

“iya, biasanya mereka ada yang keluar alasannya karena menikah,

punya anak, atau lulus PNS. Ada juga karena terpaksa di pecat. Tahun ini kami baru memecat 1 orang guru. Sebenarnya sudah beberapa kali kita toleransi sikapnya, tapi setelah dipertimbangkan oleh yayasan, akhirnya beliau dipecat. Ada juga karena alasan pindah domisili. Kalau guru yang pindah ini, saya merasa kehilangan karena beliau itu sangat potensial. Istilahnya kalau sama guru lain ga selesai, sama beliau ini selesai” (wawancara

dengan Kepala Sekolah, Kamis, 31 Oktober 2013)

“Biasanya setiap tahun itu ada 1 atau 2 orang guru yang keluar. Yang kemarin yang tahun 2012 memang ada 6 orang yang keluar, tapi bulannya berbeda-beda” (wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013)

Bila ada guru yang keluar, pihak sekolah harus segera mencari

guru pengganti untuk menyempurnakan pekerjaan yang ditinggalkan oleh

guru yang sudah keluar. Keadaan menjadi sulit bila sekolah mulai

memasuki masa akhir tahun ajaran, karena guru pengganti memiliki beban

yang lebih berat, yaitu ikut menentukan nilai siswa yang baru dikenalnya.

Disamping itu, adanya pergantian guru mengharuskan siswa beradaptasi

kembali dengan guru baru.

“Sebenarnya peraturan disini mewajibkan guru yang keluar agar mencari pengganti. Tapi realitanya kan ga seperti itu. Besok mau keluar, hari ini baru dikasi tau. Jadi bagaimanapun kita kan ga bisa diam. Kalo ada guru yang mau keluar, semua guru berusaha mencari pengganti. Kadang kosong juga sampai satu atau dua minggu. Tapi kita coba atasi lah.”(wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April 2013)

(25)

Turnover dalam organisasi biasanya diawali dengan adanya intensi

turnover, yaitu adanya keinginan yang mengarahkan karyawan untuk meninggalkan organisasi dimasa yang akan datang (Mobley dkk dalam

Sinuhaji, 2005) Hasil wawancara dengan 2 orang guru SDIT X

menunjukkan adanya intensi turnover pada guru SDIT X. Menurut pengakuan 2 orang guru tersebut, mereka memiliki rencana suatu saat akan

keluar dari sekolah dengan alasan menikah atau berkeluarga, atau memilih

pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan minat mereka.

“Prediksi saya ke depan, ya tergantung, kalo nanti saya berkeluarga ya gimana nanti izin suami. Kalo diizinkan ya udah,

tapi kalo tidak diizinkan yaa… mungkin saya tidak bisa lah

selamanya disini” (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April

2013)

“Kalo saya sebenarnya ada keinginan lain. Saya pingin buka usaha. Mungkin ke depannya ga ingin disini lagi. saya dulu kan tamatan SMK. Saya ingin buka usaha jahit menjahit gitu bu. Bagi saya kalo saya punya usaha, waktu kita kan tidak banyak diluar. Kalo mengajar gini, apalagi sekolah SD kan sampe sore bu.” (wawancara dengan guru B, Rabu, 24 April 2013)

Intensi turnover guru yang terjadi di SDIT X berhubungan dengan komitmen organisasi guru, yaitu keinginan untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi. Guru yang tidak memiliki komitmen

organisasi akan cenderung menunjukkan kurangnya tanggung jawab

terhadap sekolah dan memiliki keinginan untuk tidak mempertahankan

keanggotaan di sekolah tempat ia bekerja (Kardiman dan Indriana, 2012).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa guru SDIT X

(26)

untuk keluar dari SDIT X bila ada alternatif pekerjaan lain atau karena

alasan lainnya.

Komitmen organisasi juga terkait dengan penerimaan nilai dan

tujuan organisasi (Mowday & Steers, 1979). Dari hasil wawancara dengan

kepala sekolah SDIT X dan beberapa guru kelas, serta hasil observasi

selama preliminary research, membuktikan bahwa ada beberapa guru kelas di SDIT X yang menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan

nilai dan tujuan sekolah. Namun ada juga guru yang menerima nilai dan

tujuan sekolah dengan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan nilai dan

tujuan sekolah.

Tujuan SDIT X yang telah dirumuskan dalam visi sekolah yaitu :

“Membentuk generasi berkualitas” yaitu yang memiliki karakter seorang

muslim dengan ciri-ciri : akidah yang lurus, ibadah yang benar dan

berakhlak yang mulia. Menurut Kepala Sekolah, untuk mewujudkan

tujuan tersebut, guru kelas SDIT X dituntut mampu memberikan

keteladanan sehingga dapat menjadi contoh nyata bagi seluruh siswa

dalam membentuk karakter siswa sebagai seorang muslim sesuai dengan

visi sekolah.

Tujuan sekolah ini membentuk generasi berkualitas, maksudnya sekolah ini ingin mewujudkan siswa-siswa yang memiliki karakter, atau akhlak. Karena kita ingin membentuk karakter, maka peran guru itu menjadi sangat penting. Untuk membentuk karakter anak, mereka kan harus melihat contoh langsung. Prilaku yang kita tampilkan sehari-hari itu menjadi contoh bagi mereka. Jadi, kita mendidik agar siswa memiliki karakter, kita sebagai guru juga harus punya karakter. Keteladanan prilaku yang bisa dicontoh

oleh siswa”. (wawancara dengan Kepala Sekolah, Kamis, 18 April

(27)

Pentingnya keteladanan guru dalam membentuk karakter siswa

ditunjukkan melalui perilaku guru terhadap siswa yang menampilkan

prilaku berakhlak mulia, yaitu santun, kasih sayang, peduli, suka

menolong, jujur, menunaikan amanah dan qanaah. Perilaku yang

menunjukkan akhlak mulia tersebut tidak dikotori oleh perilaku berakhlak

buruk seperti pemarah, kasar, kikir, hasad dan dengki, fitnah, curang,

dusta, prasangka, khianat dan sebagainya (Tim JSIT, 2006). Hasil

observasi selama penelitian awal, terlihat bahwa mayoritas guru sudah

menunjukkan contoh prilaku berakhlak mulia. Mereka memperlakukan

siswa dengan penuh kasih sayang seperti mendengarkan

perkataan/pertanyaan siswa dengan penuh perhatian, bahkan sambil

mengusap kepala, merangkul atau bahkan memeluk siswa.

Meskipun demikian ada juga guru kelas tertentu yang tidak

menunjukkan prilaku berakhlak mulia seperti memukul siswa bila mereka

melakukan kesalahan. Berdasarkan pengalaman guru tersebut,

menghukum siswa dengan cara memukul merupakan cara yang efektif

untuk merubah perilaku siswa. Menurut kepala sekolah hal tersebut terjadi

disebabkan karena kurangnya kesabaran guru terhadap perilaku siswa dan

pemahaman mereka mengenai cara mendidik siswa masih sangat minim.

Sebaliknya, SDIT X tidak membenarkan mendidik siswa dengan cara

kekerasan dalam bentuk apapun.

“saya pernah menghadapi guru yang menendang siswa,katanya

(28)

ikuti aturan disini. Saya gitukan”.(wawancara dengan Kepala Sekolah, Rabu, 31 Oktober 2013)

“Kemarin itu baru aja kejadian, guru memukul siswa. Cuma

karena masalah galon air. Kalau udah gitu saya panggil guru itu. Bagi saya itu masalah penting. Kita disini dapat amanah dari orang tua siswa mendidik anak-anaknya. Itu kepercayaan. Disini ga bisa anak dididik dengan cara begitu. Kenapa anak-anak manjat pagar, liat saya dari jauh langsung turun. Tapi ibu liat sendiri kan, anak keluar masuk ruangan saya itu biasa aja. Nanya

ini itu. Bebas”.(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013).

“Anak-anak itu cuma butuh ketegasan, diberikan aturan yang konsisten. Pasti berubah. Namanya juga anak-anak. Orang besar juga kalau diingatkan ga langsung bisa berubah. Apalagi anak-anak. Pernah juga dia buat perjanjian si anakakan dimaafkan, asal berperilaku baik selama 2 minggu. Itu kejadiannya pagi, siangnya si anak udah ngelempar sepatu ke atap sekolah. Itu kan anak-anak. Ga bisa sekali diingatkan. Kenapa mereka tidak tertib ?? karna itu lah makanya mereka disekolahkan. Biar jadi tertib. Iya kan ??Yang penting tegas dan konsisten aja anak dah ngerti, ga perlu dibuat takut. (wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013)

Disamping menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan

sekolah, beberapa guru kelas tertentu juga menunjukkan perilaku yang

tidak sesuai dengan nilai-nilai sekolah. Menurut Kepala Sekolah ada

beberapa nilai penting yang harus dimiliki setiap guru SDIT X, yaitu patuh

terhadap aturan sekolah (seperti : menjaga kehadiran disekolah, mengikuti

setiap kegiatan wajib sekolah seperti rapat guru setiap hari Selasa, PKG

setiap hari Sabtu), bertanggungjawab terhadap pekerjaan (menyelesaikan

Lesson plan, mengawasi siswa), dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan aturan sekolah. Selama ini ada beberapa guru kelas

yang tidak patuh terhadap aturan sekolah (sering terlambat, sering tidak

(29)

jawab terhadap pekerjaannya (tidak menyelesaikan lesson plan), dan sulit beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi disekolah.

Salah satu peraturan bagi guru kelas di SDIT X adalah hadir

disekolah pukul 7.30 Wib setiap hari. Data kartu checklock pada bulan Juli s/d Desember 2013 menunjukkan gambaran kehadiran guru kelas di

sekolah, sebagaimana terlihat pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 2

Rekapitulasi Keterlambatan Guru Kelas Bulan Juli s/d Desember 2013

Guru Jul Agust Sept Okt Nov Des Jlh

Sumber : Kartu checkclock guru SDIT X Bulan Juli s/d Desember 2013

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar guru kelas

SDIT X pernah terlambat hadir disekolah. Dari 12 orang guru kelas

terdapat 2 orang guru kelas yang jumlah keterlambatannya paling banyak

yaitu mencapai 8 kali dan 11 kali perbulan, sedangkan 8 orang guru kelas

lainnya bervariasi antara 4 hingga 6 kali keterlambatan perbulan. Hanya 2

orang guru kelas yang jumlah keterlambatannya hanya 1 atau 2 kali selama

6 bulan. Menurut kepala sekolah keterlambatan guru kelas bukan saja

(30)

berdomisili disekitar sekolah justru sering terlambat. Kondisi ini sangat

disayangkan oleh Kepala Sekolah karena kehadiran guru disekolah tepat

waktu merupakan bagian dari pendidikan kedisiplinan bagi siswa.

Beberapa kali Kepala Sekolah mendapatkan keluhan dari wali murid

mengenai hal ini.

“Sebenarnya jarak rumah dan sekolah itu bukan alasan ya bu. Memang ada guru-guru yang tinggal di daerah Pancing, Tembung, Johor. Tapi justru mereka adalah guru-guru yang konsisten datang tepat waktu setiap hari. Sedangkan guru yang tinggal didekat sini

malah sering terlambat”(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6

Maret 2013)

“Konsekuensinya bagi sekolah kan imej orang tua murid untuk

sekolah jadi jelek kan. Saya beberapa kali pernah dapat komplain dari orang tua “Gimana anak mau disuru datang cepat. Sampe

disekolah gurunya belum datang”. Ini sebenarnya yang terjadi.

Walaupun beberapa kali diingatkan, dipanggil, diberikan teguran. Masih saja seperti ini kejadiannya. Padahal kehadiran guru tepat waktu itu sebenarnya jadi contoh bagi siswa. Mereka kan setiap hari memantau apa yang dilakukan oleh gurunya””(wawancara dengan Kepala Sekolah, 6 Maret 2013)

Selain diwajibkan hadir tepat waktu, guru kelas di SDIT X juga

diwajibkan untuk menjaga kehadirannya disekolah selama 6 hari setiap

minggu. Kegiatan belajar mengajar di SDIT X dilakukan 5 hari seminggu,

yaitu hari Senin hingga Jumat sejak pukul 7.30 s/d 14.30 Wib, sedangkan

hari Sabtu diadakan kegiatan PKG (Peningkatan Kompetensi Guru) yang

juga wajib dihadiri oleh seluruh guru SDIT X. Tabel 2 di bawah ini

merupakan rekapitulasi absensi kehadiran guru kelas selama 9 bulan, sejak

bulan Juli 2012 sampai Maret 2013. Terlihat bahwa ada beberapa guru

kelas yang tidak hadir ke sekolah karena alasan izin, sakit dan alpa (tanpa

(31)

Tabel 3

Rekapitulasi Kehadiran Guru Kelas SDIT X Bulan Juli 2012 s/d Maret 2013

Guru Izin Sakit Alpa Jumlah

Sumber : Daftar rekapitulasi kehadiran guru SDIT X bulan Juli 2012 s/d Maret 2013

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 9 bulan

(216 hari kerja) ketidakhadiran guru berkisar antara dari 0 hingga 24 hari.

Terdapat 2 orang guru kelas dengan jumlah ketidakhadiran terbanyak yaitu

9 dan 24 hari. Sedangkan jumlah ketidakhadiran 9 orang guru kelas

lainnya berkisar antara 1 hingga 5 hari. Hanya ada 1 orang guru kelas saja

yang selalu hadir di sekolah. Umumnya mereka tidak dapat hadir karena

alasan menghadiri acara keluarga, mengurusi orang tua atau anak yang

sedang sakit atau mengikuti pelatihan/seminar atas rekomendasi sekolah.

Keadaan tersebut biasanya diatasi oleh guru kelas pada kelas yang sama

atau meminta bantuan guru dari kelas tinggi (kelas 4,5, dan 6) yang sedang

tidak mengajar. Ketidakhadiran guru kelas seperti yang dijelaskan diatas

akan mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas, yaitu berkaitan

(32)

pemahaman siswa serta pemberian nilai terhadap kemampuan siswa

selama 1 semester.

Kepatuhan guru kelas terhadap peraturan sekolah merupakan

bagian dari ciri komitmen organisasi guru terhadap sekolah yang berkaitan

dengan penerimaan nilai-nilai organisasi (Mowday & Steers, 1979). Guru

yang sering terlambat tiba disekolah dan tidak hadir menunjukkan

rendahnya komitmen organisasi terhadap sekolah. Sebaliknya guru yang

hadir tepat waktu dan menjaga kehadirannya disekolah adalah guru yang

menunjukkan komitmennya terhadap sekolah.

Selain menaati peraturan sekolah, setiap guru kelas di SDIT X,

memiliki kewajiban mengawasi siswa dalam setiap kegiatan sekolah dan

membuat lesson plan untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan. Lesson Plan merupakan rancangan rencana pelajaran untuk setiap pembahasan dalam setiap mata pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Setiap guru

kelas bertanggung jawab atas 2 hingga 3 mata pelajaran. Dengan

demikian, mereka harus membuat 2 hingga 3 lesson plan setiap minggu atau 8 hingga 12 lesson plan setiap bulan. Setiap lesson plan harus dibuat pada akhir minggu sebelum pelajaran tersebut diajarkan dikelas dan harus

dikumpulkan pada Kepala Sekolah setiap akhir semester. Selama ini

sebagian besar guru kelas tidak dapat menyelesaikan tugas pembuatan

(33)

Tabel 4

Rekapitulasi Ketuntasan Pengerjaan Lesson Plan

Bulan Januari s/d Juni 2013 Dan Juli s/d Desember 2013

Guru Januari s/d Juni 2013 Juli s/d Desember 2013 Tuntas Tidak tuntas Tuntas Tidak tuntas

1 2 1 2 1

dapat menyelesaikan pembuatan Lesson Plan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hanya ada 3 guru kelas yang dapat menuntaskan seluruh

lesson plan tepat waktu, sedangkan 8 guru lainnya hanya dapat mengumpulkan sebagian, bahkan ada juga yang hanya mengumpulkan 1

dari 3 mata pelajaran yang diasuhnya. Menurut mereka, membuat Lesson Plan membutuhkan waktu untuk mencari inspirasi agar sesuai dengan kebutuhan siswa dan tujuan pelajaran yang akan diajarkan. Mereka harus

membuat games atau simulasi untuk membangkitkan semangat siswa, merancang proses belajar yang akan dilakukan serta membuat evaluasi.

Selama ini proses tersebut tidak sesuai dengan waktu yang tersedia. Setiap

hari mereka harus mengajar, mengawasi siswa dalam setiap kegiatan

sekolah serta melakukan tugas-tugas lain seperti laporan perkembangan

(34)

“Paling yaa… sebagai guru, beban dari kepala sekolah itu kan

ada juga yang harus disiapkan. Paling ya itu aja. Waktunya itu kadang tidak ada. Sebagian besar kan habis untuk mengajar, jadi waktu untuk mengerjakan tugas dari yayasan dan kepala sekolah itu jadi sedikit. Disitu aja yang agak terkendala. misalnya sebelum mengajar kami harus menyiapkan Lesson Plan. Sebenarnya itu tidak dibuat ketika sedang mengajar. Ada waktu yang disediakan setiap hari sabtu, itu 2 jam. Cuma dengan waktu 2 jam itupun ga

cukup juga……yang lain seperti laporan perkembangan anak..

kemudian nilai-nilai anak lah yang harus diserahkan. Kemudian kalo ada acara-acara. Nah, itu kan harus lebih banyak

mengeluarkan tenaga sama fikiran.”(wawancara dengan guru A,

Rabu, 24 April 2013)

Membuat Lesson Plan itu butuh waktu. Kita kan harus memikirkan gamesnya, simulasi pengantarnya. Itu biar anak-anak tertarik dengan pelajaran yang mau kita ajarkan. Kemudian kita buat prosesnya. Misalnya tentang air, gimana cara kita menjelaskan sifat-sifat air, kemudian harus ada evaluasinya juga. Jadi lengkap semuanya. Makanya kalau lagi dapat ide, bisa cepat. Tapi kalo enggak, yaa... harus mikir dulu. Heheee.. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

Menurut Kepala Sekolah, Lesson Plan bagi guru adalah panduan penting dalam mengajar agar tercapai tujuan pembelajaran yang optimal.

Oleh karena itu, setiap guru memiliki tanggungjawab untuk membuat

lesson plan untuk setiap pembahasan dalam setiap mata pelajaran. Penerapan peraturan mengenai Lesson Plan juga sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, termasuk supervisi yang rutin dilakukan oleh

Kepala Sekolah setiap bulan bagi masing-masing guru agar mereka

semakin terlatih dalam membuat Lesson Plan. Selain itu sekolah juga mengadakan kegiatan PKG untuk meningkatkan kompetensi guru setiap

hari Sabtu, serta mengikutsertakan guru dalam seminar-seminar di luar

sekolah agar mendapatkan wawasan yang luas serta inspirasi dalam

(35)

Kepala Sekolah, ada beberapa orang guru kelas tertentu tidak mau keluar

dari zona nyaman sehingga mereka tidak siap dengan tuntutan tugas dari

sekolah, khususnya pembuatan Lesson Plan.

“Penerapan aturan tentang Lesson Plan ini bukan baru tahun ini

bu. 2 tahun sebelumnya, kita udah mulai memperkenalkan Lesson Plan pada guru. Awalnya setiap mata pelajaran, 1 Lesson Plan setiap bulan. Kemudian, pada semester berikutnya kita minta mereka membuat Lesson Plan untuk setiap mata pelajaran dan dikumpulkan setiap akhir semester. Berikutnya kita minta mereka membuat Lesson Plan untuk setiap pelajaran dan dikumpulkan setiap bulan. Tapi setelah kita evaluasi setiap 3 bulan, masih juga

banyak yang belum selesai”

“untuk peningkatan kompetensi guru, kita rutin adakan kegiatan

PKG setiap sabtu. Disitu guru-guru dapat tips-tips mengajar, metode-metode baru, segala macam lah. Kemudian kalau ada seminar-seminar diluar, mereka kita ikutkan. Itu untuk wawasan

mereka juga.”

“Kita sadar bahwa ilmu ini kan berkembang terus. Jadi kita juga harus bergerak terus, berubah. Masalahnya sekarang kitanya, mau berubah atau tidak, kan gitu. Guru-guru disini saya lihat ga mau

keluar dari zona nyaman”

Sejak awal berdiri hingga diusia yang ke 10 tahun, SDIT X

memang sering melakukan perubahan berkaitan dengan kebijakan sekolah

terhadap peran guru disekolah, khususnya terhadap guru kelas yang selalu

berhubungan dengan siswa. Hal itu dilakukan agar kegiatan sekolah dapat

berjalan dengan efektif sesuai dengan kebutuhan siswa.

Selama ini kita memang belum memiliki format yang baku ya bu. Mungkin karena disini sistem itu yang tidak berjalan. itu tadi ya, kita menyadari bahwa peran yayasan masih kurang, jadi saya (Kepala Sekolah) yang ngedraft, merancang program sampai tingkat pelaksanaan oleh guru. Nanti setelah berjalan, kita evaluasi kita bicarakan di rapat dengan guru-guru. Kalau ada yang masih kurang atau harus diperbaiki ya kita perbaiki. Kita lihat bagaimana efeknya terhadap siswa. Selama ini seperti itu

(36)

Perubahan yang terjadi disekolah menuntut kemampuan guru

dalam beradaptasi sehingga dapat mengikuti perubahan-perubahan yang

terjadi. Namun demikian, masih ada guru yang belum dapat menerima

kondisi ini, sehingga sering mengeluh mengenai penerapan aturan-aturan

baru.

“Kepala Sekolah sering menerapkan peraturan-peraturan baru.

Nanti ada tugas-tugas baru untuk guru. Yang seperti itulah yang buat kita gitu, kadang-kadang mendadak, kadang-kadang ada penambahan juga dari kepala sekolah, entah ngisi apa gitu. udah kata kepala sekolah, mulai sekarang guru-guru harus ini yaa.. dah, jadi ada tugas lagi…memang yang seringnya berkaitan dengan

kebutuhan anak”. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April

2013)

“sebenarnya memang kalau peraturan disini itu dibuat oleh guru. Jadi, dari guru untuk guru. Memang ide awalnya biasanya dari Kepala Sekolah. nah itu tiap tahun kita bicarakan diraker gitu, Itu dievaluasi. Nanti tiap minggu, hari selasa siang kita juga rapat untuk evaluasi. Jadi disitu kita evaluasi dan kita buat lagi. Cuma yaa... kadang-kadang kesannya mendadak, padahal kita dengan siswa saja sudah menguras waktu dan tenaga. Nanti harus mengerjakan yang lainnya juga”. (wawancara dengan guru A, Rabu, 24 April 2013)

“Peraturan disini sering berubah. Belum lama ada peraturan

baru, nanti dah berubah lagi. Kadang kita jadi bingung juga.. tapi ya udah dijalani aja semampunya. Walaupun sebenarnya rasanya nambah-nambah kerjaan yaa... kerjaan yang ada aja belum selesai, dah ditambah lagi aturan baru. Jadi tambah lagi kerjaan

baru” ”. (wawancara dengan guru B, Rabu, 24 April 2013)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

permasalahan yang terjadi di SDIT X. Diantaranya terkait dengan turnover

yang terjadi setiap tahun, serta indikasi adanya intensi turnover guru karena ada beberapa guru yang memiliki keinginan untuk keluar dari

sekolah. Ada juga permasalahan yang berhubungan dengan penerimaan

(37)

menampilkan perilaku yang berakhlak mulia, serta permasalahan yang

terkait dengan penerimaan nilai-nilai organisasi, seperti kepatuhan

terhadap aturan sekolah (dalam menjaga kehadiran di sekolah), tanggung

jawab dalam menyelesaikan kewajibannya sebagai guru kelas (misalnya

menyelesaikan lesson plan) dan kemampuan adaptasi guru kelas terhadap berbagai perubahan peraturan yang terjadi disekolah. Semua kondisi diatas

memberikan gambaran adanya permasalahan mengenai komitmen

organisasi, khususnya pada guru kelas. Adanya fenomena tersebut

mendorong peneliti untuk menggali lebih dalam bagaimana gambaran

kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas di SDIT X

melalui pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

mengenai kecenderungan tingkatan komitmen organisasi pada guru kelas

SDIT X.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi yang berarti kepada manajemen sekolah mengenai

komitmen organisasi terutama pada guru kelas sehingga sekolah

(38)

(organizational support) yang tepat agar komitmen organisasi guru kelas tetap terjaga

b. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat membantu guru untuk

meninjau kembali sejauhmana komitmennya terhadap organisasi

dan meminimalisir faktor-faktor yang dapat mengganggu

perkembangan komitmennya terhadap organisasi.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai salah satu sumber informasi di bidang psikologi pada

umumnya serta secara khusus pada bidang Psikologi Industri dan

Organisasi serta Psikologi Pendidikan terutama yang berkaitan dengan

komitmen organisasi.

D. Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Dalam Bab ini akan disajikan uraian singkat mengenai latar

belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bagian ini berisikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan

(39)

Bab III : Metode Penelitian

Dalam Bab ini akan dijelaskan jenis metode penelitian

kualitatif yang digunakan, termasuk subjek dan lokasi

penelitian, juga memuat tahap-tahap penelitian.

Bab IV : Analisis dan Interpretasi Data

Berisi análisis dan interpretasi data hasil wawancara dan

observasi yang dilakukan

Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan yang ditarik dari hasil

penelitian, diskusi dan saran-saran yang diajukan dalam

(40)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.KOMITMEN ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menurut Robbins (2003) ialah suatu keadaan

dimana karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan

tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Menurut Berry (1998) komitmen adalah derajat dimana karyawan

mengidentifikasikan dirinya dan terlibat dalam organisasi. Demikian juga

penjelasan Sunarto (2004), komitmen organisasi adalah keadaan dimana

seorang karyawan memihak pada suatu oganisasi tertentu dan

tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi itu.

Allen dan Meyer (1997) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki

komitmen organisasi akan bekerja penuh dedikasi, karena karyawan yang

memiliki komitmen akan menganggap bahwa hal paling penting yang harus

dicapai adalah pencapaian tujuan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki

komitmen organisasi juga akan memiliki pandangan yang positif dan akan

melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat

karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab

yang lebih untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi

(41)

2. Pendekatan dalam komitmen organisasi

Mowday, Porter & Steers dalam Allen dan Meyer (1997) menjelaskan ada 2

pendekatan dalam mengartikan komitmen organisasi :

a.Pendekatan attitudinal commitment yang berfokus pada proses dimana karyawan berfikir mengenai hubungan mereka dengan organisasi, seperti

kesamaan antara nilai dan tujuan yang mereka miliki, menunjukkan

kepedulian terhadap nilai dan tujuan organisasi, serta keinginan untuk

mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Komitmen menurut

pendekatan ini terkait dengan keterlibatan dan loyalitas. Bila komitmen

karyawan tinggi, maka mereka akan memiliki loyalitas dan rasa memiliki

organisasi, keinginan kuat untuk tetap berada dalam organisasi, terlibat

sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan menampilkan perilaku yang

sesuai dengan tujuan organisasi. Hal ini akan menyebabkan turnover

yang rendah dan produktivitas yang tinggi.

b.Pendekatan behavioral commitment lebih terfokus pada sejauh mana karyawan menetapkan keputusan untuk terikat pada organisasi berkaitan

dengan kerugian bila ia memutuskan untuk melakukan alternatif lain

diluar pekerjaannya saat ini. Pendekatan ini lebih menekankan pada

proses dimana karyawan mengembangkan komitmen tidak pada

organisasi, tapi pada tingkah lakunya terhadap organisasi. Pendekatan ini

juga menitikberatkan pada investasi karyawan (berupa waktu,

pertemanan, dan lain-lain) yang membuat ia terikat dan loyal terhadap

(42)

Dari 2 pendekatan tersebut, Mowday, Porter dan Steers (dalam Allen

dan Meyer, 1997, Manetje, 2009) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai kekuatan relatif dari karyawan dalam melakukan identifikasi terhadap

organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi. Definisi ini menunjukkan

bahwa komitmen organisasi memiliki arti lebih dari sekedar loyalitas yang

pasif, tapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk

memberikan kontribusi yang berarti pada organisasi. Komitmen yang

dikemukakan oleh Mowday dkk ini memiliki 3 ciri :

1. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Nilai organisasi merupakan gagasan-gagasan mengenai apa yang

benar, baik dan diinginkan oleh organiasi. Nilai organisasi adalah kriteria

standar yang dapat memandu perilaku karyawan dalam organisasi. Ada

beberapa contoh nilai-nilai organisasi, seperti : kemampuan adaptasi

(adaptability), kreativitas (creativity), keadilan (fairness), formalitas (formality), inisiatif (initiatives) dan lain-lain. Nilai dalam organisasi satu sama lain berbeda-beda sesuai dengan tujuan organisasi dan budaya yang

ingin dikembangkan (Gibson, 2012). Sedangkan tujuan organisasi adalah

adalah representasi dari hasil-hasil yang diharapkan oleh organisasi dari

pelaksanaan strategi tertentu (David, 2006).

Penerimaan nilai dan tujuan organisasi terkait dengan adanya

kesamaan nilai dan tujuan pribadi karyawan dengan nilai dan tujuan

organisasi atau proses identifikasi karyawan terhadap nilai dan tujuan

organisasi sebagai bentuk kepedulian karyawan terhadap nilai dan tujuan

(43)

organisasi sudah dimulai sejak awal ia memasuki organisasi. Pada saat itu,

karyawan akan menyesuaikan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan

tujuan organisasi sehingga membentuk harapannya terhadap organisasi.

Harapan tersebut akan mempengaruhi sikap karyawan untuk berkomitmen

terhadap organisasi. Komitmen yang terbentuk pada saat awal memasuki

organisasi disebut dengan komitmen awal (initial commitment) (Minner, 1992)

2. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya, yaitu keinginan untuk

terlibat secara aktif dan memberikan kontribusi melebihi harapan normatif

yang diinginkan oleh organisasi untuk menyokong kesejahteraan dan

keberhasilan organisasi.

3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasi.

Meliputi perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi dan

menunjukkan kesetiaan terhadap organisasi.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa

tokoh, dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan

keadaan dimana karyawan mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi

dan terlibat aktif serta berniat memelihara keanggotaannya dalam organisasi

tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan memiliki

ciri-ciri :

a. Menerima nilai dan tujuan organisasi yaitu memiliki kesamaan nilai

pribadi dan nilai organisasi, berusaha mengidentifikasikan dirinya

dengan nilai dan tujuan organisasi sebagai bentuk kepedulian terhadap

(44)

b. Keinginan berbuat untuk organisasi yaitu keinginan untuk terlibat

secara aktif dan berusaha bekerja melebihi harapan normatif yang

diinginkan organisasi.

c. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan

organisasi, merasa bangga menjadi bagian dari organisasi dan

menunjukkan kesetiaan terhadap organisasi.

3. Tingkatan (level) komitmen organisasi

Dari definisi komitmen organisasi tersebut diatas, Reichers (dalam

Manetje, 2009) membagi komitmen organisasi dalam 3 tingkatan, yaitu :

a. Tingkat tinggi (Higher Level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan penerimaan yang kuat terhadap

nilai organisasi, adanya keterlibatan dalam organisasi dan berusaha untuk

tetap bertahan di organisasi. Usaha untuk bertahan dalam organisasi

disebabkan karena mereka menginginkannya (want to). b. Tingkat menengah (Moderate level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan penerimaan terhadap tujuan dan

nilai organisasi dan usaha untuk tetap bertahan di organisasi. Keinginan

untuk bertahan merupakan bagian dari komitmen moral karena merasa

(45)

c. Tingkat rendah (Lower Level)

Tingkatan ini dikarakteristikkan dengan kurangnya penerimaan terhadap

tujuan dan nilai organisasi atau kurangnya kemauan untuk berusaha agar

tetap bertahan di organisasi. Mereka tetap bertahan dalam organisasi

karena membutuhkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen

organisasi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : Tingkat tinggi, tingkat

menengah dan tingkat rendah.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Dari berbagai penelitian mengenai komitmen organisasi, Manetje

(2009) menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen

organisasi, yaitu :

a.Job-related factors

Komitmen organisasi merupakan hasil penting yang berhubungan dengan

pekerjaan. Peran kerja, beban kerja, kesempatan promosi dan autonomi

mempengaruhi komitmen organisasi. Ditambahkan oleh Somech dan

Bogler (dalam Chan, 2008) komitmen profesi guru mempengaruhi

komitmen organisasi mereka terhadap sekolah.

b.Employment opportunities

Individu yang memiliki persepsi kuat bahwa mereka memiliki

kesempatan untuk menemukan pekerjaan lain akan memiliki komitmen

yang rendah terhadap organisasi karena mereka memikirkan dan

(46)

c.Personal characteristics

Komitmen karyawan pada organisasi dapat juga dipengaruhi oleh

karakteristik personal karyawan, seperti usia, lamanya bekerja dan

gender (Allen dan Meyer, 1997).

d. Positive relationships

Organisasi sebagai lingkungan kerja dibangun dari hubungan kerja, salah

satunya adalah hubungan supervisor/pemimpin. Hubungan dengan

pemimpin dapat mempengaruhi komitmen organisasi, baik secara positif

maupun negatif. Hubungan kerja lainnya seperti tim atau kelompok yang

ada di lingkungan kerja. Senada dengan hal tersebut, menurut Jewel dan

Siegel (1998) kohesivitas kelompok mempengaruhi komitmen organisasi.

e. Organizational structure

Struktur organisasi memiliki peran penting dalam komitmen organisasi.

Struktur dari birokrasi cenderung memiliki efek negatif terhadap

komitmen organisasi. Struktur yang lebih fleksibel akan lebih mungkin

untuk memiliki kontribusi terhadap peningkatan komitmen organisasi,

baik dari segi loyalitas dan keterikatan mereka. Manajemen dapat

meningkatkan level komitmen dengan memberikan pengaruh dan

pengarahan yang lebih baik terhadap karyawan.

f. Management style

Gaya manajemen yang lebih fleksibel dan partisipan dapat meningkatkan

komitmen karyawan pada organisasi dengan kuat dan positif. Organisasi

(47)

untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan dibandingkan

kepatuhan karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi adalah job-related factors, employment opportunities, personal characteristics, work environment, positive relationships, organisational structure dan

management style.

2. GURU

1. Pengertian Guru

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991 (dalam

Syah, 1995), guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata

pencahariannya) mengajar. Guru adalah orang-orang yang berkewajiban atau

bertugas mengajar termasuk metode, model, strategi dan lain-lain yang

berhubungan dengan aktivitas penyajian materi pelajaran (Syah, 1995).

Djamarah (2000) mengungkapkan, guru adalah unsur manusiawi

dalam pendidikan. Guru merupakan figur manusia sebagai sumber yang

menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru

adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru

dalam pandangan masyarakat Indonesia merupakan orang yang melaksanakan

pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan

formal, tetapi bisa juga di mesjid, di rumah, dan sebagainya. Sedangkan

menurut Rosyadi (2004) Guru merupakan profesi, yaitu pekerjaan yang

(48)

orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan. Kegiatan pendidikan dan

pembelajaran di sekolah terhadap peserta didik tidak bisa dilakukan

sembarang orang, karena untuk melakukan pekerjaan tersebut dituntut

keahlian atau kompetensi sebagai guru.

Dari penjelasan diatas, maka dapat kita definisikan bahwa guru

adalahsuatu profesi yang memiliki tugas atau pekerjaan mengajarkan ilmu

pengetahuan kepada anak didik.

2. Peran Guru

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru memiliki

beberapa peran. Menurut Rosyadi (2004) tugas pendidik adalah mendidik dan

mengupayakan seluruh potensi anak didik baik kognitif, afektif maupun

psikomotorik. Potensi ini harus dikembangkan secara seimbang sampai

mencapai tingkat yang paling optimal. Guru tidak saja bertugas sebagai

penyampai informasi atau ilmu pengetahuan, tapi juga sebagai motivator dan

fasilitator proses belajar. Mulyasa (2007) merangkum peranan guru menjadi 4

jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Guru sebagai fasilitator; Seorang guru bertugas untuk memberikan

kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar

dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak

cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.

2. Guru sebagai motivator; Guru dituntut untuk membangkitkan motivasi

(49)

3. Guru sebagai pemacu; Guru harus mampu melipatgandakan potensi

peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita

mereka di masa yang akan datang.

4. Guru sebagai pemberi inspirasi; Guru harus mampu memerankan diri dan

memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan

pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan

ide-ide baru.

B.SDIT X

SDIT X adalah salah satu sekolah Islam terpadu (SIT) yang berada

didalam wadah organisasi Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Sekolah ini

menerapkan konsep pendidikan Islam yang berlandaskan Al Quran dan

Sunnah. Menurut Tim JSIT (2006) istilah „terpadu‟ dalam SIT dimaksudkan

bahwa :

1. Penyelenggaraan pendidikan dikemas dengan memadukan pendidikan

umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum, sehingga

semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah dikemas dalam bingkai ajaran

dan pesan nilai Islam.

2. Perpaduan metode pembelajaran yang mengoptimalkan ranah kognitif,

afektif dan konatif. Perpaduan tersebut menuntut adanya pengembangan

pendekatan pembelajaran yang kaya, variatif, dan menggunakan media

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi (tailorability), memiliki kekuatan lelah (fatigue)

Variabel Memecahkan Masalah Sehari-hari yang Terkait dengan Segitiga-segitiga Sebangun Pada variabel memecahkan masalah sehari-hari yang terkait dengan segitiga-segitiga

LAKIP Tahun 2018 merupakan laporan akuntabilitas kinerja tahun ke-3 periode perencanaan strategis 2015-2019 yang menguraikan capaian LPMP Gorontalo dalam

Paper ini membahas machine vision berbasis jaringan saraf tiruan sebagai teknologi alternatif untuk identifikasi varietas padi rawa Kalimantan Selatan

variable dengan menggunakan klasifikasi yang sama atau algoritma regresi digunakan untuk memprediksi nilai dari variabel target. Metode

Mereka dapat terlihat secara langsung (seperti terlihat pada gambar di samping), atau dideteksi dari spektrum bintang tersebut, atau dari gerhana yang terjadi antar

Untuk mengetahui keanekaragaman digunakan perhitungan nilai kerapatan jenis dan kerapatan relatif, frekuensi dan frekuensi relatif, penutupan jenis dan penutupan relatif

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen fungisid sirih hijau ( Piper betle Linn ) terdapat pada kavikol dan karvakrol , sedangkan komponen fungisid sirih merah