• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) (ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROID FROM THE FRUIT OF MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa))

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) (ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROID FROM THE FRUIT OF MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa))"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa)

Oleh

Astri Rahayu

Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa steroid dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan, persiapan sampel, dan ekstraksi. Identifikasi senyawa steroid dilakukan menggunakan KLT dengan berbagai eluen, pereaksi Liebermann-Burchard, dan uji titik leleh. Penentuan struktur senyawa yang dilakukan meliputi spektrofotometer ultraungu-tampak (UV-Vis),

spektrofotometer FT-IR, spektrofotometer NMR, dan spektrofotometer massa (MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan identifikasi dengan KLT, pereaksi Liebermann-Burchard, uji titik eleh, data spektrum FT-IR, ultraungu-tampak, NMR, dan massa senyawa hasil isolasi tersebut merupakan senyawa steroid yang bernama stigmast5en3 ol ( -sitosterol) sebanyak 10 mg yang berupa kristal murni berbentuk jarum berwarna putih dengan titik leleh 135o-137oC.

(3)

ABSTRACT

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF STEROID FROM THE FRUIT OF MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa)

By Astri Rahayu

This research had done the isolation and identification of steroid from the fruit of mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Research phase conducted include the collection and

preparation samples, extraction, isolation. Identification of steroid compound is carried out using TLC with various eluen, reagent Liebermann-Burchard, and melting point test. Determining of structure using UV-Vis spectrophotometer, FT-IR spectrophotometer, NMR, and mass spectrophotometer (MS). The result showed that based on identification by TLC, reagent Liebermann-Burchard, melting point test, FT-IR spectrum data, UV-Vis spectra, NMR and MS, indicate that had formed a steroid compound called stigmast5en3 ol ( -sitosterol) as much as 10 mg as a pure crystal needle-shaped with the melting point ca 135o -137 oC.

(4)
(5)
(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tymelaceae ... 4

B. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) ... 4

1. Kandungan kimia mahkota dewa ... 6

2. Manfaat mahkota dewa ... 7

C. Senyawa steroid ... 8

1. Manfaat steroid... 12

2. Ekstraksi dan isolasi steroid ... 13

D. Pemisahan Senyawa Secara Kromatografi ... 16

1. Kromatografi lapis tipis (KLT) ... 17

(7)

ii

3. Kromatografi cair vakum (KCV) ... 19

4. Kromatotron ... 19

5. Analisis kemurnian ... 21

E. Penentuan Struktur Senyawa Organik ... 22

1. Identifikasi Senyawa Organik Secara Spektroskopi ... 22

1.1. Fourier transform infrared spectroscopy (FT-IR) ... 22

1.2. Spektroskopi ultraungu-tampak (UV-VIS) ... 24

1.3. Spektroskopi resonansi magnetik nuklir (NMR) ... 25

1.4. Spektroskopi GC-massa (MS)... 26

1.5. Spektroskopi massa (MS) ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

B. Alat dan Bahan ... 27

1. Alat-alat yang digunakan ... 27

2. Bahan-bahan yang digunakan ... 28

C. Prosedur Penelitian ... 28

1. Pengumpulan dan penyiapan sampel ... 28

2. Ekstraksi dengan etil asetat ... 29

3. Kromatografi cair vakum (KCV) ... 29

4. Kromatografi lapis tipis (KLT) ... 30

5. Kromatotron ... 30

6. Kromatografi kolom (KK) ... 31

7. Analisis kemurnian ... 31

(8)

iii

9. Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) ... 32

10. Spektroskopi resonansi magnetik nuklir (NMR) ... 33

11. Spektroskopi GC-massa (MS) ... 33

12. Spektroskopi massa ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Isolasi senyawa steroid ... 35

B. Penentuan titik leleh ... 41

C. Penentuan struktur senyawa organik ... 42

1. Identifikasi senyawa organik secara spektroskopi ... 42

1.1. Spektroskopi ultraungu-tampak (UV-Vis) ... 42

2. Analisis fourier transform infrared spectroscopy (FT-IR) ... 43

3. Spektroskopi magnetik nuklir (NMR) ... 45

3.1. Spektroskopi NMR karbon ... 45

3.2. Spektroskopi DEPT ... 47

4. Spektroskopi GC-massa (MS) ... 49

5. Spektroskopi massa (MS) ... 49

V. SIMPULAN ... 51

A. Simpulan ... 51

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman jenis tumbuhan menjadi salah satu sumber senyawa organik yang

dapat dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya digunakan dalam kesehatan.

Dari adanya keragaman jenis tumbuhan dan keragaman jenis senyawa yang

dikandungnya ini, maka sangat diperlukan penelitian-penelitian dalam

pemanfaatannya. Senyawa kimiawi hasil isolasi dari tumbuhan banyak

dimanfaatkan sebagai obat. Di Indonesia spesies tumbuhan yang banyak

dimanfaatkan sebagai obat salah satunya berasal dari famili Tymelaceae yaitu

Phaleria macrocarpa. P. macrocarpa adalah tanaman perdu dari suku

Tymelaceae yang tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200

meter di atas permukaan laut (Burkill, 1966).

Pemanfaatan buah tumbuhan mahkota dewa sebagai obat tradisional secara

konvensional telah banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengobati asam urat,

diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal (Wiryowidagdo, 2000).

Phaleria macrocarpa adalah sumber bagi senyawa-senyawa kimia yang berguna,

termasuk senyawa medisinal yang bersifat anti-hipertensi, anti-bakteri, dan

(10)

senyawa steroid yang berpotensi sebagai senyawa obat, maka diperlukan

penelitian lebih lanjut dalam rangka untuk mengungkapkan dan menemukan

senyawa-senyawa kimia yang berguna dari tumbuhan mahkota dewa. Tumbuhan

Phaleria macrocarpa dikenal dengan nama mahkota dewa, sudah pernah diteliti

sebelumnya dan diperoleh beberapa senyawa derivat steroid hasil pemurnian

senyawa dari ekstrak etil asetat pada bagian buah memberikan tiga senyawa yaitu:

sikloargentenol, -sitosterol, dan stigmasterol (Simanjuntak et al., 2005).

Jumlah kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan terdistribusi

pada berbagai bagian tumbuhan, dan dalam masing-masing bagian itu mempunyai

jenis dan kuantitas senyawa yang relatif tidak sama. Keadaan geologis yang

berbeda dapat mempengaruhi kandungan senyawa dalam suatu tumbuhan

(Lisdawati, 2002). Lingkungan dengan kondisi yang berbeda suhu, ketersediaan

air, energi surya, mutu atmosfer, struktur dan komposisi udara tanah, reaksi tanah

dan organisme mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme (Nyapka,

1988). Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, maka perbedaan tempat

pengambilan sampel memungkinkan diperolehnya senyawa hasil isolasi yang

akan berbeda pula. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian terhadap tumbuhan

mahkota dewa yang tumbuh di daerah Way Halim Bandar Lampung.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah buah mahkota dewa. Bagian

buah dipilih karena bagian tumbuhan ini diperkirakan memiliki senyawa hasil

metabolit sekunder yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena bagian buah

merupakan bagian yang digunakan oleh tumbuhan untuk berinteraksi dengan

(11)

tersebut mendorong tumbuhan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder

agar dapat mempertahankan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.

Metode isolasi senyawa steroid dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etil

asetat. Pemisahan dilakukan dengan cara kromatografi cair vakum (KCV),

kromatotron, dan kromatografi kolom (KK). Identifikasi kemurnian dilakukan

menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji titik leleh. Identifikasi

struktur molekul dilakukan dengan menggunakan spektroskopi ultraungu-tampak

(UV-VIS), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR), spektroskopi

resonansi magnetik nuklir (NMR), spektroskopi GC-massa (MS), dan

spektroskopi massa (MS).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengisolasi senyawa steroid dari buah mahkota dewa dari daerah Way Halim

Kecamatan Kedaton Kelurahan Labuhan Ratu Bandar Lampung.

2. Menentukan struktur molekul senyawa steroid hasil isolasi.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penemuan

senyawa baru hasil isolasi senyawa steroid dari buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa), dalam rangka penggalian dan pengembangan potensi sumber daya

alam Provinsi Lampung sebagai penghasil senyawa-senyawa berkhasiat sebagai

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tymelaceae

Tumbuhan yang masuk pada famili Tymelaceae merupakan tanaman perdu

bercabang banyak dengan tinggi 1,5 sampai dengan 2,5 m (Harmanto, 2003).

Famili ini dikenal sebagai sumber utama senyawa fenolat turunan flavonoid,

aril-benzofuran, stilbenoid dan santon turunan flavonoid, terdiri dari 40 genus dan

tidak kurang dari 3000 spesies, dari sejumlah senyawa yang dihasilkan

mempunyai aktivitas biologi, sebagai promotor tumor, bakteri,

anti-kanker dan lain-lain (Achmad et al., 1986).

B. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

Tumbuhan mahkota dewa ini umumnya berupa pohon perdu. Tajuk pohon

bercabang-cabang, ketinggian pohonnya sekitar 1,5 – 2,5 m. Namun, jika

dibiarkan bisa mencapai 5 m. Mahkota dewa bisa sampai berumur puluhan tahun.

Tingkat produktivitasnya mampu dipertahankan sampai usia 10 hingga 20 tahun.

Pohon mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Akarnya

berupa akar tunggang, panjang akar bisa mencapai 100 cm. Akar ini belum

(13)

Kulit dan daging buah

Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau. Namun, saat sudah tua warnanya

berubah menjadi merah marun. Ketebalan kulit sekitar 0,1 – 1 mm. Daging buah

berwarna putih. Ketebalan daging bervariasi tergantung pada ukuran buah.

Dalam pengobatan, kulit dan daging buah tidak dipisahkan. Jika dimakan

langsung akan menimbulkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk bahkan

keracunan. Pemanfaatan kulit dan daging buah dianjurkan dengan cara

merebusnya terlebih dahulu.

Cangkang buah

Cangkang buah adalah batok pada biji. Jadi, cangkang ini bagian buah yang

paling dekat dengan biji. Cangkang buah berwarna putih, ketebalannya mencapai

2 mm. Rasa cangkang buah juga sepet-sepet pahit, tetapi lebih pahit daripada

kulit dan daging. Pemanfaatannya juga dianjurkan dengan cara merebusnya.

Cangkang ini lebih berkhasiat dibandingkan dengan kulit dan daging buah.

Biji

Seperti bentuk buah, biji juga bulat, warnanya putih dan diameternya mencapai 2

cm. Biji ini sangat beracun, jika tergigit akan menyebabkan lidah kaku, mati rasa

dan meriang. Oleh karena itu biji hanya digunakan untuk obat luar yaitu sebagai

obat oles. Pemanfaatan biji dilakukan dengan cara mengeringkan dan

(14)

Dalam taksonomi, tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermathophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Thymelaeales

Suku : Thymelaeaceae

Marga : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa

(Sumber : Winarto, 2003).

Gambar 1. Buah mahkota dewa (Harmanto, 2001).

1. Kandungan Kimia Mahkota Dewa

Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin,

flavonoid, dan ekstrak kloroformnya juga ditemukan senyawa terpenoid (Gotawa

dkk., 1999). Buah mahkota dewa dilaporkan mengandung anti-histamin

(15)

Sedangkan daging buah dan cangkang biji mengandung zat-zat aktif seperti :

Alkaloid : berfungsi sebagai detoksifikasi yang dapat menetralisir

racun-racun di dalam tubuh.

Saponin : – Menjadi sumber anti-bakteri dan anti-virus

– Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

– Meningkatkan vitalitas

– Mengurangi kadar gula dalam darah

– Mengurangi penggumpalan darah

Flavanoid : – Melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah

terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah.

– Mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi

penimbunan lemak pada dinding pembuluh.

– Mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner.

– Mengandung anti-inflamasi (anti-radang)

• Steroid : Meningkatkan metabolisme hormonal tubuh

Polifenol : Berfungsi sebagai anti-histamin

(Sumber : Lisdawati, 2002).

2. Manfaat Mahkota Dewa

Batang tanaman mahkota dewa yang bergetah digunakan untuk mengobati

penyakit kanker tulang, sehingga mungkin hanya akar dan bunganya saja yang

jarang dipergunakan sebagai obat (Harmanto, 2001). Berdasarkan sejumlah

pengalaman eksperimen, terbukti bahwa sebagian besar tanaman yang memiliki

(16)

anti-kanker karena toksisitas yang dimilikinya tersebut dapat bekerja terhadap fase

tertentu dari siklus sel tumor (Lisdawati, 2002). Zat penangkal alergi seperti

biduran, gatal-gatal, dan sesak nafas. Mahkota dewa juga dapat berperan sebagai

oksitoksin yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga persalinan berlangsung

lancar (Sumastuti, 2002). Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan

dengan aktivitas anti-kanker dan anti-oksidan antara lain adalah golongan

alkaloid, steroid, terpenoid, polifenol, dan flavonoid (Wiryowidagdo, 2000).

C. Senyawa Steroid

Steroid adalah sebuah kelas tanaman metabolit sekunder. Steroid merupakan

senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang merupakan hasil reaksi dari

turunan terpena atau skualena (Hanani et al., 2005).

Steroid mempunyai kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid ialah

sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan enam

atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima. Perhatikan Gambar 2.

(17)

L k d p d h s f P b i d s k d u Lemak stero kerangka kol dengan mini

penting di da

disebut zoos

hormon stero

stigmasterol

fungi yang b

Pada tanama

bentuk utam

itu terdapat p

dan metil ste

sangatlah ren

kampesterol.

dibandingka

untuk dapat

rol (bahasa Yu

kolestana yang

inimal 8 atom

dalam steroid

osterol. Jenis

eroid. Sedang

ol. Ergosterol

berfungsi lay

an terdapat le

ma fitosterol,

t pula sitoasta

sterol. Tingka

rendah, yaitu s

ol. Selain itu,

kan kolesterol,

at memenuhi k

Yunani: stereo

ng mengandun

karbon yang

id. Lemak ste

is zoosterol ya

ngkan pada fit

rol adalah lema

ayaknya koles

Gambar

t lebih dari 40

, yaitu: -sito

tanol yang me

kat absorbsi fi

u sekitar 5-10%

u, fitosterol ju

ol, sehingga ju

i kebutuhan tu

eos, padat) ad

ung gugus hid

ng terikat. Le

sterol nabati di

yang penting a

fitosterol diken

mak sterol yan

lesterol pada h

ar 3. Struktur

0 senyawa ste

itosterol, kamp

merupakan kom

fitosterol dari

0% untuk -si

juga lebih cep

jumlah konsu

tubuh (Yuk et

adalah steroid

idroksil-3 da

Lemak sterol m

disebut fitoste

g antara lain a

kenal kampest

ang ditemuka

hewan (Atun,

ur sterol

sterol yang did

mpesterol, dan

omponen cam

ari jumlah yan

sitosterol dan

epat dielimina

umsi fitostero

et al., 2007).

tak jenuh de

dan rantai sisi

l merupakan k

sterol dan yan

adalah kolest

sterol, sitoster

kan pada mem

n, 2005).

idominasi ole

an stigmastero

ampuran kamp

ang dikonsum

an 15% untuk

nasi dari dalam

erol dianjurkan dengan isi alifatik kelompok ang hewani sterol dan terol dan mbran sel leh tiga

rol. Selain

mpesterol

msi

k

lam tubuh

(18)

Perlu diketahui bahwa senyawa -sitosterol mampu menghambat kerja enzim

yang mengkonversi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) yang

merupakan penyebab terjadinya kanker prostat (Salempa et al., 2009).

-sitosterol merupakan senyawa yang efektif digunakan dalam penyembuhan

penyakit asma, sehingga memungkinkan senyawa ini untuk dikembangkan

sebagai obat terapi penyakit alergi (Yuk et al., 2007).

Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol,

progesteron, dan estrogen. Kolestrol memiliki struktur dasar inti steroid yang

mengandung gugus metil, gugus hidroksi yang terikat pada cincin pertama, dan

rantai alkil. Kolestrol merupakan steroid yang terbanyak di dalam tubuh manusia.

Kandungan kolestrol dalam darah berkisar 200-220 mg/dL, meningkatnya kadar

kolestrol dalam darah dapat menyempitkan pembuluh darah di jantung, sehingga

terjadi gangguan jantung koroner. Pengobatan yang sering dilakukan adalah

melebarkan pembuluh darah seperti, memasang ring atau melakukan operasi.

Kolestrol dalam tubuh dibentuk di dalam liver dari makanan. Struktur kolestrol

dapat dilihat pada Gambar 4.

(19)

Kolestrol dalam makanan yang perlu kita waspadai mengingat tren penyakit

jantung cukup tinggi di Indonesia. Beberapa makanan yang banyak mengandung

kolestrol disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Sumber makanan dan ukuran sajian serta kandungan kolestrolnya.

Makanan Ukuran Sajian Kolestrol

Hati (sapi) 3 ons 370

Telur 1 250

Lobster 3 ons 175

Ayam goreng 3,5 ons 130

Ayam (tanpa kulit) 3 ons 75

Ikan 3 ons 40

Butter 1 sendok makanan 30

Susu full cream 1 cup 35

Susu stim 1 cup 5

Margarine 1 sendok makanan 0

Sumber : (Hanani et al., 2005).

Garam empedu merupakan hasil sintesis kolestrol dan disimpan dalam bladder,

peran senyawa ini adalah untuk mengemulsikan asam lemak dan minyak sehingga

memperluas permukaan lipida yang akan dibongkar secara enzimatik. Struktur

(20)

Gambar 5. Struktur molekul garam empedu (Hanani et al., 2005).

1. Manfaat Steroid

Steroid terdistribusi secara luas dalam tanaman dan memiliki berbagai fungsi.

Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon (Hanani et al., 2005).

Secara rinci beberapa fungsi steroid adalah sebagai berikut :

- Meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan

- Menghambat penuaan daun (senescence)

- Mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan

- Menghambat proses gugurnya daun

- Menghambat pertumbuhan akar tumbuhan

- Meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan

- Menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan

- Merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan

(21)

Contoh jenis hormon steroid pada manusia adalah hormon seks bagi kaum

laki-laki dan perempuan seperti testosteron, estradiol dan progesteron. Struktur

molekul dan fungsinya dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jenis hormon dan fungsi fisiologisnya.

Hormon Fungsi Fisiologis

Berperan dalam pengembangan organ laki-laki, otot, rambut, dan pembentuk sperma

Berperan dalam pengembangan organ kewanitaan seperti ovulasi

Mempersiapkan uterus untuk

menyuburkan indung telur

Sumber : (Hanani et al., 2005).

2. Ekstraksi dan Isolasi Steroid

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan proses

perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur

(22)

karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga

senyawa metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut organik dan ekstrasi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama

perendaman yang dilakukan (Lenny, 2006). Proses ini dilakukan beberapa kali

dan ekstrak kemudian disatukan lalu diuapkan dengan menggunakan

penguap-putar vakum (Markham, 1988). Setelah dilakukan proses ekstraksi, tahap isolasi

selanjutnya adalah analisis senyawa dengan menggunakan beberapa jenis

kromatografi.

Hasil isolasi dari buah mahkota dewa mengandung senyawa lignan C19H20O6:

5-[4(4-metoksi-fenil)-tetrahidrofuro[3,4-c]furan-1-il]-benzena-1,2,3-triol. Struktur

molekulnya seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

(23)

Hasil isolasi dan pemurnian senyawa ekstrak etil asetat dari buah mahkota dewa

memberikan tiga senyawa yaitu: -sitosterol, stigmasterol, dan sikloargentenol.

(24)

Hasil isolasi dan identifikasi dari ekstrak n-butanol buah mahkota dewa yang

mempunyai daya aktivitas sebagai senyawa anti-oksidan yaitu senyawa

6,4’-dihidroksi-4-metoksibenzofenon-2-O- -D-glukopiranosida.

Gambar 8. Struktur molekul senyawa 6,4’-dihidroksi-4-metoksibenzofenon-2-O- -D-glukopiranosida (Hartati et al., 2005).

D. Pemisahan Senyawa secara Kromatografi

Kromatografi merupakan pemisahan suatu senyawa yang didasarkan atas

perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam campuran.

Pemisahan dengan metode kromatografi dilakukan dengan cara memanfaatkan

sifat-sifat fisik dari sampel, seperti kelarutan, adsorbsi, keatsirian dan kepolaran.

Kelarutan merupakan kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan.

Adsorpsi penjerapan adalah kecenderungan molekul untuk melekat pada

permukaan serbuk halus (Johnson dan Stevenson, 1991).

Berdasarkan jenis fasa diam dan fasa gerak yang dipartisi, kromatografi dapat

(25)

Tabel 3. Penggolongan kromatografi berdasarkan fasa diam dan fasa gerak.

Fasa Diam Fasa Gerak Sistem kromatogafi

Padat

Padat

Cair

Cair

Cair

Gas

Cair

Gas

Cair- adsorbsi

Gas-adsorbsi

Cair-partisi

Gas-partisi

Sumber : Johnson dan Stevenson (1991).

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia yang terdiri atas

bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,

logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,

ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam

bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),

pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya,

senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

Kromatogarafi Lapis Tipis merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan

yang sedikit. Untuk peneliti pendahuluan kandungan flavonoid suatu ekstrak,

sudah menjadi kebiasaan umum untuk menggunakan pengembang beralkohol

pada pengembangan pertama dengan kromatografi lapis tipis, misalnya

butanol-asam asetat-air (Markham, 1988).

Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa

yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam

(26)

biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan

dan menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan

adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 2002).

Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention factor (Rf) dengan persamaan :

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya

mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastrohamidjojo, 2002).

2. Kromatogafi Kolom (KK)

Pada prinsipnya Kromatografi Kolom (KK) digunakan untuk pemisahan

campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan

menggunakan fase padat dan fasa cair maka fraksi-fraksi senyawa akan

menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.

Teknik KK pada dasarnya sama dengan KCV, yaitu merupakan kromatografi

cair-adsorpsi, hanya saja KK dilakukan pada sistem yang bekerja pada kondisi normal

tanpa vakum. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya lebih lama, namun

diharapkan akan mendapat hasil dengan pemisahan yang lebih baik dan lebih

(27)

3.Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Teknik KCV dilakukan dengan suatu sistem yang bekerja pada kondisi vakum

secara terus-menerus sehingga diperoleh kerapatan kemasan yang maksimum atau

menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju alir fasa gerak. Urutan

eluen yang digunakan dalam kromatografi cair diawali dari eluen yang

mempunyai tingkat kepolaran rendah kemudian kepolarannya ditingkatkan secara

perlahan-lahan. Urutan eluen yang digunakan dalam kromatografi diawali dari

eluen yang mempunyai tingkat kepolaran rendah kemudian kepolarannya

ditingkatkan secara perlahan-lahan (Hosstetmann et al., 1995).

Berikut ini merupakan urutan eluen pada kromatografi berdasarkan kenaikan

tingkat kepolarannya :

n-heksana Non polar Sikloheksana

Karbon tetraklorida Benzena

Toluena

Metilen klorida Kloroform Etil asetat Aseton

n-propanol Etanol Asetonitril

Metanol

Air Polar

(Sumber: Gritter dkk., 1991).

4. Kromatotron

Kromatografi digunakan pada beberapa teknik pemisahan berdasarkan pada

(28)

fase gerak. Terdapat 3 hal yang wajib ada pada teknik ini, yang pertama yaitu

harus terdapat medium perpindahan tempat, yaitu tempat terjadinya pemisahan.

Kedua harus terdapat gaya dorong agar spesies dapat berpisah sepanjang

“migration medium“. Ketiga harus terdapat gaya tolakan selektif. Gaya yang

terakhir ini dapat menyebabkan pemisahan dari bahan kimia yang

dipertimbangkan (Sienko et al., 1984).

Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan

secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam.

Tetapi dalam kuantisasi belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh

“HPLC” (High Performance Thin-layer Chromatography) atau Kromatografi

Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 1991).

Kromatotron memiliki prinsip sama seperti kromatografi klasik dengan aliran fase

gerak yang dipercepatoleh gayasentrifugal. Kromatografi jenis ini menggunakan

rotor yang dimiringkan dan terdapat dalam ruang tertutup oleh plat kaca kuarsa,

sedangkan lapisan penyerapnya berupa plat kaca yang dilapisi oleh silika gel. Plat

tersebut dipasang pada motor listrik dan diputar dengan kecepatan 800 rpm.

Pelarut pengelusi dimasukkan kebagian tengah pelarut melalui pompa torak

sehingga dapat mengalir dan merambat melalui lapis tipis karena gaya sentrifugal.

Untuk mengetahui jalannya proses elusi dimonitor dengan lampu UV. Gas

nitrogen dialirkan kedalam ruang plat untuk mencegah pengembunan pelarut

pengelusi dan mencegah oksidasi sampel. Pemasukan sampel itu diikuti dengan

(29)

tepi plat, pita-pita akan terputar keluar dengan gaya sentrifugal dan di tampung

dalam botol fraksi, diidentifikasi dengan KLT (Hostettmann et al., 1995).

5. Analisis Kemurnian

Analisis kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan dengan kromatografi lapis

tipis (KLT) dan uji titik leleh. KLT dilakukan dengan mengelusi larutan sampel

yang ditotolkan pada lempeng silika gel60 F254 dengan fase gerak berupa eluen

etil asetat-heksana (4 : 6). Bercak yang ada diamati dengan sinar tampak, UV 254

nm dan UV 366 nm kemurnian senyawa ditetapkan secara semi kuantitatif dengan

densitometer pada maks = 347 nm (Margono dan Zendrato, 2006). Senyawa

hasil analisis dikatakan murni apabila memberikan noda tunggal pada KLT

dengan berbagai fase gerak (Setyowati et al., 2007).

Sedangkan titik leleh merupakan ciri penting senyawa organik padat. Titik leleh

memiliki arti penting dalam identifikasi dan pengukuran kemurnian. Penggunaan

untuk identifikasi didasarkan pada fakta bahwa semua senyawa murni mempunyai

titik leleh yang tajam ketika berubah sempurna dari padat ke cair. Selain itu,

penggunaan titik leleh untuk identifikasi juga didasarkan pada fakta bahwa

senyawa yang tidak murni menunjukkan 2 fenomena, pertama yaitu suhu leleh

yang lebih rendah, dan kedua memiliki jarak leleh yang lebih lebar. Alat yang

digunakan untuk menguji titik leleh suatu senyawa adalah termopan. Untuk

identifikasi kualitatif, titik leleh merupakan tetapan fisika yang penting terutama

untuk suatu senyawa hasil sintesis, isolasi, maupun kristalisasi. Titik leleh suatu

(30)

tekanan udara 1 atm. Jika suhu dinaikkan, molekul senyawa akan menyerap

energi. Semakin tinggi suhu maka akan semakin banyak energi yang diserap

sehingga akan menaikkan gerakkan vibrasi dan rotasi molekul (Hadiprabowo,

2009).

E. Penentuan Struktur Senyawa Organik

Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan sifat

fisika, sifat kimia dan identifikasi dengan spektroskopi (Achmad et al., 2006).

1. Identifikasi Senyawa Organik Secara Spektroskopi

Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara menganalisis

spektrum suatu senyawa dan interaksi antara radiasi elektromagnetik. Teknik

spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur dari senyawa organik

tersebut (Fessenden dan Fessenden, 1999). Metode spektroskopi yang dipakai

pada penelitian ini antara lain, Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR),

spektroskopi ultraungu-tampak (UV-VIS), spektroskopi resonansi magnetik nuklir

(NMR), spektroskopi GC-massa (MS), dan spektroskopi massa (MS).

1.1 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR)

Pada spektroskopi inframerah (IR), senyawa organik akan menyerap berbagai

frekuensi radiasi elektromagnetik inframerah. Molekul-molekul senyawa akan

menyerap sebagian atau seluruh radiasinya. Penyerapan ini berhubungan dengan

(31)

kovalen pada molekul-molekul itu. Penyerapan ini juga berhubungan dengan

adanya perubahan momen dipol dari ikatan kovalen pada waktu terjadinya vibrasi

(Supriyanto, 1999). Pada dasarnya spektrofotometer FT-IR (Fourier Trasform

Infra Red) adalah sama dengan spektrofotometer IR dispersi, yang

membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas

sinar infra merah melewati contoh. Pada sistem optik FT-IR digunakan radiasi

LASER (Light Amplification by Stimulated Emmission of Radiation) yang

berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar

sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.

[image:31.612.135.492.375.701.2]

Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus molekul ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus fungsi.

Gugus Serapan (cm-1) Gugus Serapan(cm-1)

OH 3600

CH2

2930

2860

1470

NH2 3400

CH 3300

H

Ar 3060 C O 1200-1000

CH 2

3030

2870

1460

1375

C C 1650

C N 1600

C N 1200-1000 C C 1200-1000

C O 1750-1600

(32)

Daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat spektroskopi inframerah

adalah pada daerah inframerah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 –

50 µm atau pada bilangan gelombang 4.000 – 200 cm-1 . Daerah tersebut adalah

cocok untuk perubahan energi vibrasi dalam molekul. Daerah inframerah yang

jauh (400-10 cm-1), berguna untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti

senyawa anorganik tetapi lebih memerlukan teknik khusus percobaan (Silverstein,

1986).

Penggunaan spektrum inframerah dalam menentukan struktur senyawa organik

berada antara 650-4000 cm-1. Daerah di bawah frekuensi 650 cm -1 dinamakan

daerah infra merah jauh dan daerah di atas frekuensi 4000 cm -1 dinamakan infra

merah dekat (Sudjadi, 1983). Daerah antara 1400-4000 cm -1 merupakan daerah

khusus yang berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini

menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah antara

1400-700 cm -1 (daerah sidik jari) seringkali sangat rumit karena menunjukkan absorpsi

yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan (Fessenden dan Fessenden,

1999).

1.2 Spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-VIS)

Dalam spektoskopi UV-VIS penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu

molekul akan menghasilkan transisi di antara tingkat energi elektronik molekul

tersebut. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan, orbital non-ikatan

atau orbital anti-ikatan. Panjang gelombang serapan yang muncul merupakan

ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital suatu molekul (Sudjadi,

(33)

1.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir (NMR)

Analisis spektroskopi NMR akan memberikan informasi tentang posisi atom-atom

karbon yang memiliki proton atau yang tidak memiliki proton. Selain itu juga

untuk mengenali atom-atom lainnya yang berkaitan dengan proton. Spektroskopi

NMR juga dapat memberikan informasi tentang jumlah dan jenis atom karbon

yang ada pada struktur senyawa organik. Teknik spektroskopi ini didasarkan pada

penyerapan gelombang radio elektromagnetik oleh inti atom hidrogen atau karbon

(Silverstein et al., 1986). Letak pergeseran kimia untuk proton pada beberapa

[image:33.612.164.475.352.697.2]

molekul organik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Letak pergeseran kimia untuk proton dalam molekul organik.

Jenis Senyawa JenisProton 1H ( ) ppm

Alkana Alkuna Eter Alkena Fenol Alkohol Aromatik Aldehid Karboksilat

C CH3

C C H

H3C O

H2C C

Ar OH

R OH

Ar H

O

C H

O

C OH

0,5 – 2

2,5 - 3,5

3,5 - 3,8

4,5 - 7,5

4 - 8

5 - 5,5

6 - 9

9,8 - 10,5

11,5 - 12,5

(34)

1.4. Spektroskopi GC-Massa (MS)

GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua

metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah

senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis

struktur molekul senyawa analit (Fowlis, 1998).

Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan

prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi

komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk

mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga

menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas (Fowlis, 1998).

1.5. Spektroskopi Massa (MS)

Spektroskopi massa (MS) akan melengkapi pelacakan struktur untuk suatu

molekul yang belum diketahui berat molekulnya (g/mol) dan bagaimana pola

pemecahan (fragmentasi) dari suatu molekul organik. Rekonstruksi terhadap

pemecahan dan dipandu dengan interpretasi data spektra FT-IR dan H1-NMR

akan dapat mengelusidasi struktur molekul organik yang belum diketahui (Sitorus,

2009).

Analisis spektroskopi massa berfungsi untuk menghasilkan berkas sinar kation

dari zat, berkas kation menjadi bentuk spektrum massa (m/z), mendeteksi dan

mencatat nilai massa relatif (m/z) atau menentukan bobot molekul suatu senyawa

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di

Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lampung. Analisis spektroskopi yang digunakan adalah spektroskopi

ultraungu-tampak (UV-Vis), Fourier Trasform Infra Red (FT-IR) dilakukan di Laboratorium

Biomassa, spektroskopi resonansi magnetik nuklir (NMR) di Laboratorium

NMR-LIPI Serpong, spektroskopi GC-massa (MS) dan spektroskopi massa (MS) di

Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, penguap

putar vakum, satu set alat kromatografi cair vakum (KCV), kromatotron, satu set

alat kromatografi kolom (KK), pengukur titik leleh, lampu UV, pipet kapiler,

penguap putar vakum, spektrofotometer FT-IR merk Scimitar 2000,

(36)

NMR, spektrofotometer GC-massa (MS) merk Shimadzu QP-2010, dan

spektofotometer massa (MS) merk Shimadzu QP-2010.

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah buah mahkota dewa yang telah dikeringkan dan

dihaluskan, diperoleh dari daerah Way Halim Kecamatan Kedaton Kelurahan

Labuhan Ratu Bandar Lampung. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan

kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan untuk analisis

spektrofotometer berkualitas pro-analisis (p.a). Bahan kimia yang dipakai

meliputi etil asetat (EtOAc), metanol (MeOH), n-heksana (n-C6H14), aseton

(C3H6O2), akuades (H2O), serium sulfat 1,5% dalam asam sulfat (H2SO4) 2N,

benzena (C6H6), kloroform (CH3Cl), diklorometana (CH2Cl2), silika gel Merck G

60 untuk impregnasi, silika gel Merck 60 (35-70 Mesh) untuk KCV dan KK,

untuk KLT digunakan plat KLT silika gel Merck kiesegal 60 F254 0,25 mm, silika

gel 60 PF254 untuk plat kromatotron.

C. Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan dan Persiapan Sampel

Sampel berupa buah mahkota dewa yang dipisahkan bijinya kemudian buah

dibersihkan dan di potong kecil-kecil. Sampel buah yang telah dipotong kemudian

(37)

2. Ekstraksi dengan Etil Asetat

Sebanyak 1500 gram buah mahkota dewa yang telah dihaluskan,dimaserasi 3 kali

dengan menggunakan etil asetat (EtOAc) masing-masing selama 1x24 jam.

Ekstrak etil asetat yang diperoleh disaring kemudian dipekatkan dengan

menggunakan penguap putar vakum pada suhu 45o-50oC dengan laju putaran

120-150 rpm.

3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Ekstrak kasar kemudian difraksinasi dengan KCV. Terlebih dahulu fasa diam

silika gel halus sebanyak 3 kali berat sampel dimasukkan ke dalam kolom.

Kemudian kolom dikemas kering dalam keadaan vakum menggunakan alat

vakum. Eluen yang kepolarannya rendah, dimasukkan ke permukaan silikagel

halus terlebih dahulu kemudian divakum kembali. Kolom dihisap sampai kering

dengan alat vakum dan siap digunakan.

Ekstrak kasar yang telah dilarutkan dalam aseton dan diimpregnasikan kepada

silika gel kasar, kemudian dimasukkan pada bagian atas kolom yang telah berisi

fasa diam dan kemudian dihisap secara perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan

cara memvakumkannya. Setelah itu kolom dielusi dengan etil asetat/n-heksan 0%

sampai dengan etil asetat 100%. Kolom dihisap dengan vakum sampai kering

pada setiap penambahan eluen (tiap kali elusi dilakukan). Kemudian fraksi-fraksi

yang terbentuk dikumpulkan berdasarkan pola fraksinasinya. Fraksinasi sampel

dengan teknik KCV dilakukan berulang kali dengan perlakuan yang sama seperti

(38)

4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Sebelum difraksinasi, terlebih dahulu dilakukan uji KLT untuk melihat pola

pemisahan komponen-komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar. Uji

KLT juga dilakukan terhadap fraksi yang akan difraksinasi dan juga

fraksi-fraksi yang didapat setelah perlakuan fraksi-fraksinasi. Uji KLT dilakukan

menggunakan sistem campuran eluen menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat,

kloroform, benzena, metanol, dan diklorometana. Hasil kromatogram tersebut

kemudian disemprot menggunakan larutan serium sulfat untuk menampakkan

bercak/noda dari komponen senyawa tersebut. Ketika diperoleh fraksi yang lebih

sedikit bercak/noda dilihat dibawah lampu UV setelah dilakukan elusi terhadap

plat KLT. Setiap fraksi yang menghasilkan pola pemisahan dengan Rf (Retention

factor) yang sama pada kromatogram, digabung dan dipekatkan sehingga

diperoleh beberapa fraksi gabungan yang akan difraksinasi lebih lanjut.

5. Kromatotron

Setelah sampel diidentifikasi dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT), kemudian difraksinasi menggunakan kromatotron dengan menggunakan

plat silika 2 mm dan menggunakan eluen diklorometana/n-heksana. Sebelum

digunakan plat silika diaktifkan terlebih dahulu dengan pemanasan lampu pijar

selama 20 jam. Plat silika yang sudah aktif kemudian dipasang pada kromatotron

dan dibasahi perlahan dengan pelarut n-heksana sampai menetes, kemudian

sampel diteteskan perlahan ke dalam plat silika selagi basah. Setelah sampel

(39)

Setelah sampel kering, kemudian dialirkan 100 mL n-heksana dilanjutkan dengan

mengalirkan eluen diklorometana/n-heksana 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 100%

masing-masing sebanyak 100 mL. Hasil fraksinasi kemudian ditampung dalam

botol-botol kecil berukuran ±10 mL. Setelah selesai fraksinasi, plat silika

kemudian dicuci dengan mengalirkan aseton sebanyak 100 mL dilanjutkan

dengan mengalirkan air-metanol 5% sebanyak 100 mL.

6. Kromatografi Kolom (KK)

Setelah dihasilkan fraksi-fraksi dengan jumlah yang lebih sedikit, tahapan

fraksinasi selanjutnya dilakukan menggunakan teknik kromatografi kolom.

Adsorben silika gel Merck (35-70 Mesh) dilarutkan dalam pelarut yang akan

digunakan dalam proses pengelusian. Slurry dari silika gel dimasukkan terlebih

dahulu ke dalam kolom, atur fasa diam hingga rapat (tidak berongga) dan rata.

Selanjutnya masukkan sampel yang telah diimpregnasi pada silika gel ke dalam

kolom yang telah berisi fasa diam. Pada saat sampel dimasukkan, usahakan agar

kolom tidak kering/kehabisan pelarut karena akan mengganggu fasa diam yang

telah dikemas rapat, sehingga proses elusi tidak akan terganggu.

7. Analisis Kemurnian

Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT dan uji titik leleh. Uji kemurnian

secara KLT menggunakan beberapa campuran eluen. Kemurnian suatu senyawa

ditunjukkan dengan timbulnya satu noda dengan berbagai campuran eluen yang

(40)

menampakkan bercak/noda dari komponen senyawa tersebut dan pereaksi

Liebermann-Burchard untuk identifikasi senyawa steroid.

Untuk kristal yang berukuran besar, kristal terlebih dahulu digerus hingga

berbentuk serbuk kemudian kristal yang akan ditentukan titik lelehnya diletakkan

pada lempeng kaca, diambil sedikit dengan menggunakan pipet kapiler, alat

dihidupkan dan titik leleh diamati dengan bantuan kaca pembesar. Suhu pada saat

kristal pertama kali mulai meleleh sampai semua zat meleleh, itulah titik leleh dari

senyawa tersebut.

8. Spektroskopi Ultraungu–tampak (UV-VIS)

Sampel berupa kristal murni sebanyak 0,001 gram dilarutkan dalam 10 mL etil

asetat. Larutan ini digunakan sebagai persediaan untuk beberapa kali pengukuran.

Pertama, sampel diukur serapan maksimumnya dalam etil asetat lalu sampel

kristal tersebut dilarutkan dalam 10 mL etil asetat kemudian larutan diukur

serapan maksimumnya.

9. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR)

Sampel kristal hasil isolasi yang telah murni dianalisis menggunakan

spektrofotometer inframerah. Kristal yang telah murni dibebaskan dari air

kemudian digerus bersama-sama dengan halida anorganik, KBr. Gerusan kristal

murni dengan KBr dibentuk menjadi lempeng tipis atau pelet dengan bantuan alat

penekan berkekuatan 8-10 ton per satuan luas kemudian pelet tersebut diukur

(41)

10. Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir (NMR)

Sampel berupa kristal murni yang akan diidentifikasi dilarutkan ke dalam pelarut

inert yang tidak mengandung proton seperti CCl4 dan CDCl3, kemudian

ditambahkan sedikit senyawa acuan. Larutan ini ditempatkan dalam tabung gelas

tipis dengan tebal 5 mm di tengah-tengah kumparan frekuensi radio (rf) di antara

dua kutub magnet yang sangat kuat kemudian energi dari kumparan rf ditambah

secara terus-menerus. Energi pada frekuensi terpasang dari kumparan rf yang

diserap cuplikan direkam dan memberikan spektrum NMR (Silverstein et

al.,1986).

11. Spektroskopi GC-Massa (MS)

Spektroskopi GC-MS merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia

organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji

kemurnian dari bahan tertentu atau memisahkan berbagai komponen dari

campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi

sebuah senyawa kompleks. Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak atau

mobile phase adalah sebuah operator gas yang biasanya gas murni seperti helium

atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam

merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung gas

murni di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut kolom.

Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas

(42)

12. Spektroskopi Massa (MS)

Sampel diuapkan di bawah vakum dan diionkan menggunakan berkas elektron.

Ion sampel dipercepat menggunakan medan listrik memasuki tabung penganalisis

dan dilalukan dalam medan magnet. Dalam kekuatan medan magnet yang

diberikan, hanya ion-ion positif dan radikal positif akan difokuskan ke detektor,

sedang ion-ion yang lain (radikal netral) akan dibelokkan ke dinding tabung. Ion

dengan m/z lebih besar akan mencapai detektor lebih dulu diikuti m/z yang lebih

kecil. Arus listrik yang diterima detektor akan diperkuat dan spektrum massa dari

(43)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa steroid dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).

2. Senyawa steroid yang didapatkan memiliki sifat fisik berupa padatan berwarna putih dengan titik leleh 135o-137oC.

3. Senyawa steroid yang dikenal dengan nama stigmast-5-en-3 -ol ( -sitosterol) sebanyak 10 mg.

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut terhadap sampel buah mahkota dewa perlu dilakukan sehingga memperoleh informasi lebih tentang jenis senyawa steroid yang terkandung.

2. Penggunaan pelarut yang berbeda pada saat maserasi atau partisi sehingga diharapkan memperoleh senyawa steroid dari jenis yang berbeda.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Materi 4: Ilmu Kimia Flavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta. Hlm 39.

Achmad, S.A., E.H. Hakim, L.J. Dewi, L. Makmur, dan Y.A. Maolana. 2006. Hakekat Perkembangan kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional ke Moderen dan Contoh terkait Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae Indonesia.Akta Kimindo. 1 (2). Hlm 55-66.

Atun, S. 2005. Pengembagan Potensi Bahan Alam sebagai Sumber Penemuan Obat Baru, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia. Universitas Negeri Yogyakarta.

Banwell, C.N. and E.M. McCash. 1994. Fundamental of Molecular Spectroscopy. Mc Graw-Hill Book Company. London.

Burkill, I.H. 1966. A Dictionary of the Economic Products of the Malay Penninsula. Vol II. Ministry of Agriculture and Co-operatives. Kuala Lumpur. Hlm 1732.

Ersam, T. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia Dalam Merekayasa Model Molekul Alami. Prosiding Seminar Nasional Kimia VI. ITS. Surabaya. Hlm 4-12.

Fessenden, R.J. dan J. S. Fessenden. 1999. Kimia Organik Jilid I. Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hlm 525.

Fowlis, Ian A.,1998. Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open Learning. John Wiley & Sons Ltd: Chichester.

Gotawa, I. B. I. , Sugiarto, S. , Nurhadi, M. , Widiyastuti, Y. Wahyono, S. , Prapti, I. J. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V. Departemen Kes. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Hal. 147-148.

(45)

Hadiprabowo, T. 2009. Optimasi Sintesis Analog Kurkumarin 1,3-Bis- (4-Hidroksi-3-Metoksi Benzilidin) Urea pada Rentang pH 3-4. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hlm 10-11.

Hanani, E, Mun’im A, Sekarini, R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia Sp. Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. II, No.3. Departemen Farmasi, FMIPA-UI,

Kampus UI Depok. Hlm 127-133.

Harmanto, N. 2001. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Harmanto, N. 2003. Sehat dengan Ramuan Tradisional Mahkota Dewa. Cetakan empat. PT. Agromedia Pustaka. Tangerang. Hlm 5.

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Alih bahasa Kosasih Padmawinata. ITB Bandung. Hlm 151. Hartati, S. M., S. Mubarika, I. G. Gandjar, M. T. Harmann, K.V. Rao dan S.

Wahyuno. 2005. Phalerin, Glukosida Benzofenon Baru Diisolasi dari Ekstrak Metanolik dan Mahkota DewaPhaleria macrpcarpa (Scheff) Boerl. (Tymelaceae). Majalah Farmasi Indonesia. Hlm 51-57.

Hostettman, K., M. Hostettman, dan A. Manson. 1995. Cara kromatografi Preparatif Penggunaan pada Senyawa Bahan Alam. Alih bahasa Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 27-34.

Johnson, L.E. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Alih bahasa Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 365.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan alkaloid. Karya ilmiah.Departemen Kimia. FMIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm 7.

Lisdawati, V. 2002. Buah Mahkota Dewa-Toksisitas, Efek Antioksidan, dan Efek Anti Kanker Berdasarkan Uji Penapisan Farmakologi.

http://www.mahkotadewa.com/ 7 Februari 2011 pukul 13:00

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Alih Bahasa Koensoemardiyah. IKIP Semarang Press. Semarang. Hlm 235.

Margono, S.A., dan R.N. Zendrato. 2006. Sintesis Diasetil Gamavuton-0 dengan menggunakan Asetil Klorida sebagai Acylating agent. M. Far. Indo. 17. (1). Hlm 25-31.

(46)

Munson, J. W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern.Airlangga University Press. Surabaya.

Nyapka, Y., A. M. Lubis, M. Pulung, G. Amrah, A. Munandar, G. B. Hong, N. Hakimi. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Unila. Bandar Lampung. Hlm 117.

Padua, D., L.S, N. Bunyapraphatsara dan R.H.M.S Lemmens. 1999. Plant Resources of South East Asia. Medical and Poisonous Plants in Bogor Indonesia (PROSEA). Bakhuys Publishers, Leiden, the Neaderlands. Hlm 36.

Patra, A., S. Jha, P.N Murthy, Manik, A. Sharone. 2010. Isolation And

Characterization Of Stigmast-5-en-3 -ol ( -sitosterol) From The Leave Of Hygrophila spinosa T. Anders. International Journal of Pharma Sciences and Research (IJPSR) vol.1 (2). Hlm 95-100.

Pavia, Donald L., Gary M. Lampman, George S. Kritz, Randall G. Engel.

2006. Introduction to Organic Laboratory Techniques (4th Ed.). Thomson Brooks/Cole. pp. 797–817.

Rohyami, Y. 2007. Identifikasi Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl) Menggunakan

Spektrofotometer UV-Vi dan FT-IR, Laporan Penelitian PDM DIKTI. Jakarta.

Saleh, Chairul. 2008. Isolasi dan Penentuan Struktur Senyawa Steroid Dari Akar Tumbuhan Cendan (Santalum Album Linn), USU e-Reposetory.

Salempa, P., Noor, A., Soekamto, N.H. dan Harlim, T. 2009. Bioaktivitas Fraksi n-heksan dan Senyawa -sitosterol dari Kayu Akar Pterospermum subpeltatum C.B.Rob, Farmakologi 4 (2), Hlm 45-50.

Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta. Hlm 35-36. Setyowati, E. P., U. A. Jenie, Sudarsono, B. Kardono, R. Rahmat, dan E.

Meiyanto. 2007. Isolasi Senyawa Sitotoksik Spons Kaliasis.M. Far. Indo. 18 (4). Hlm 183-189.

Simanjuntak, P. 2005. Report On Research Centre For Green Sciences, Fukuyama University in post doctoral program. Fukuyama, Japan.

Sienko, Plane and Marcus. 1984. Experimental Chemistry 6th Edition. Mc Graw Hill Book Co. Singapore.

(47)

Sitorus, M. 2009. Spektroskopi ( Elusidasi Struktur Molekul Organik). Graha Ilmu. Yogyakarta. Hlm 78.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi. diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Institut Teknologi

Bandung. Bandung. Hlm 3-17.

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 283.

Soeksmanto, A., Y. Hapsari, dan P. Simanjuntak. 2007. Analisis Antioksidan Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria macrpcarpa (Scheff) Boerl. (Tymelaceae). Jurnal Ilmu Kefarmasian. In Press. Jakarta.

Sumastuti. 2002. Efek Antihistamin Ekstrak Daun dan Buah Mahkota Dewa pada Ileum Marmot Terpisah.

http://www.mahkotadewa.com/ 7 Februari 2011 pukul 14:00

Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 2-3.

Tim Penyusun. 2007. Modul Kuliah Spektroskopi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Hlm 58-62.

Venkata Sai Prakash Chaturvedula, Indra Prakash. 2012. Isolation of Stigmasterol and -sitosterol From The Dichloromethane Extract Of Rubus

suavissimus. International Current Pharmaceutical Journal. Hlm 239-242. Winarto, WP. 2003. Mahkota Dewa, budidaya dan pemanfaatan untuk obat. PenebarSwadana. Jakarta.

Wiryowidagdo, Sumali. 2000. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Dirjen Dikti-Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 339.

Yuk, J.K., Woo, J.S., Yun, C.Y., Lee, J.S., Kim, J.H., Song, G.Y., Yang, E.J., Hur, I.K. and Kim, I.S. 2007. Effects of Lactose- -sitosterol and

Gambar

Gambar 1. Buah mahkota dewa (Harmanto, 2001).
Gambar 2. Kerangka dasar steroid dan penomorannya (Hanani et al., 2005).
Gambar 4. Struktur molekul kolestrol (Hanani et al., 2005).
Tabel 1. Sumber makanan dan ukuran sajian serta kandungan kolestrolnya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOLIK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) DENGAN BASIS A/M DAN M/A.. FORMULATION OF CREAM ETHANOLIC EXTRACT OF Phaleria

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengaplikasikan pigmen antosianin dari kulit buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl)

PENGARUH PERLAKUAN SAMPEL BUAH MAHKOTA DEWA ( PHALERIA MACROCARPA (SCHEFF.) BOERL.) TERHADAP PERSENTASE INHIBISI.. AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA

Senyawa aktif antibakteri terhadap Escherichia coli tidak terdapat dalam fraksi heksan buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Kata Kunci : buah

Telah dilakukan uji daya antibakteri fraksi etanol dari buah mahkota dewa masak [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl] terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Telah dilakukan uji daya antibakteri fraksi kloroform buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.} terhadap pertumbuhan Escherchia coli, dilanjutkan dengan

Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dapat menurunkan kadar

Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk membuktikan efek antibakteri ekstrak daging buah muda Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Klebsiella