• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl.)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa Boerl.)

SKRIPSI

ALBINUR P. S 050802058

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGENTAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUAH MAHKOTA DEWA

(Phaleria Macrocarpa Boerl.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ALBINUR P. S 050802058

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

JUDUL : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA

DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa Boerl.)

Kategori : SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Albinur P. S

Nomor Induk Mahasiswa : 050802058

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Mei 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs.Philipus H. Siregar, MSi Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D NIP: 1958 0504 1986 011002 NIP: 1952 0828 1982 031001

Diketahui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa Boerl.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja Saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

(5)

ABSTRAK

(6)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM MAHKOTA DEWA FRUITS (Phaleria macrocarpa Boerl.)

ABSTRACT

(7)

DAFTAR ISI

Daftar lampiran ix

Daftar tabel x

Bab 1 Pendahuluan

1.1Latar belakang 1

1.2Permasalahan 2

1.3Tujuan Penelitian 3

1.4Manfaat Penelitian 3

1.5Lokasi Penelitian 3

1.6Metode Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa 5

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa 5

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Mahkota Dewa 5

2.1.3 Kandungan Tumbuhan Mahkota Dewa 6

2.1.4 Manfaat Tumbuhan Mahkota Dewa 6

2.2 Senyawa Flavonoida 7

2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 7

2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida 8

2.2.3 Metode Isolasi Senyawa Flavonoida 14

2.2.4 Sifat Kelarutan Flavonoida 14

2.3 Teknik Pemisahan 15

2.3.1 Kromatografi 15

2.3.1.1 Kromatografi Lapis Tipis 16

2.3.1.2 Kromatografi Kolom 17

2.3.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor) 17

2.3.2 Kristalisasi 18

2.3.3 Ekstraksi 18

2.4 Teknik Spektroskopi 19

2.4.1 Spektrofotometer Ultraviolet (UV-Visible) 19

2.4.2 Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) 20

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Alat-alat 22

3.2 Bahan 23

3.3 Prosedur Penelitian 23

3.3.1 Penyediaan Sampel 23

(8)

3.3.2.1 Uji Busa 24

3.3.2.2 Skrining Fitokimia 24

3.3.2.3Kromatografi Lapis Tipis 25

3.3.3Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Buah

Mahkota Dewa 25

3.3.4Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 26

3.3.5Pemurnian 26

3.3.6Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis 26 3.3.7Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 27

3.3.7.1 Pengukuran Titik Lebur 27

3.3.7.2 Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer

Ultraviolet (UV-Visible) 27

3.3.7.3 Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer

Infra Merah (FT-IR) 28

3.3.7.4 Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer

Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR) 28

3.4 Bagan Skrining Fitokimia 29

3.4.1 Bagan Penelitian 30

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 31

4.2 Pembahasan 33

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Gambar Buah Mahkota Dewa 40

Lampiran B. Hasil Determinasi Buah Mahkota Dewa 41

Lampiran C. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Klorofom Buah Mahkota Dewa dengan Penampakan Noda dibawah Sinar Ultraviolet dengan

λ= 254 nm 42

Lampiran D. Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan

Noda dengan Penambahan Pereaksi 43

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Golongan - golongan Flavonoida menurut Harbone 13 Tabel 2. Rentang Serapan Spektrum UV-Visible Golongan Flavonoida 21 Tabel 3. Gugus Fungsi dan Pita Serapan Hasil analisis FT-IR senyawa

(11)

ABSTRAK

(12)

ISOLATION OF FLAVONOID COMPOUNDS FROM MAHKOTA DEWA FRUITS (Phaleria macrocarpa Boerl.)

ABSTRACT

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan

alga dan hornwort, Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni, dan biji.

Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya

dalam kelenjar bau berang-berang, ‘propolis’ (sekresi lebah), dan di dalam sayap

kupu-kupu; itu pun dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan

yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak disimbiosis di dalam tubuh mereka.

Indonesia juga diketahui memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar

di dunia dengan lebih kurang 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan berikut biota lautnya.

Dari sekian besar jumlah tersebut baru sekitar 940 species yang diketahui berkhasiat

terapautik (mengobati) melalui penelitian ilmiah dan hanya sekitar 180 spesies

diantaranya yang dimanfaatkan dalam temuan obat tradisional oleh industri obat

tradisional Indonesia. (Arif, Hariana, 2004).

Hal ini disebabkan karena pemanfaatan tumbuhan di Indonesia untuk

mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang

diwariskan secara turun-menurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi

persyaratan. (Harmanto, 2001).

Bertitik tolak dari sumber bahan alam hayati ini, yang mempunyai peranan

penting didalam penyediaan senyawa-senyawa kimia dalam bidang obat-obatan maka

pemerintah menghimbau para ahli untuk meningkatkan penelitiannya dalam bidang

tersebut, hal ini merupakan suatu tantangan bagi para ahli untuk melibatkan diri

dalam penelitian senyawa-senyawa baru yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan

(14)

Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan

mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.). Tanaman ini merupakan salah satu tanaman

tradisional Indonesia yang masih belum memiliki acuan informasi yang lengkap, baik

dari segi fitokimia maupun dari segi farmakologi guna dapat dimanfaatkan secara

optimal sebagai salah satu bentuk pengobatan alternatif. (Harmanto, 2001). Mahkota

dewa mengandung antihistamin alkaloida, sebab daun maupun buahnya agak pahit, mengandung senyawa triterpen, saponin dan polifenol (lignan). Kulit buahnya juga

mengandung alkaloida, triterpen, saponin dan flavonoida. (Gotama, dkk, 1999).

Tumbuhan mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.) tumbuh tegak dengan tinggi

1-2,5 m, tanaman ini bisa ditemukan ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau

di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Bagian tanaman yang digunakan sebagai

obat adalah daun, daging, dan kulit buahnya (Dalimartha, 2004).

Manfaat buah mahkota dewa telah diketahui oleh sebagian masyarakat, tetapi

belum banyak yang mengetahui kegunaan dari daunnya, padahal daun mahkota dewa

dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak berbuah sepanjang tahun

dan buahnya dapat digunakan setelah masak atau berwarna merah. Khasiat dari daun

tumbuhan mahkota dewa dapat mengobati penyakit seperti: kanker, tumor, diabetes

(kencing manis), pembengkakan prostad, asam urat, darah tinggi (hypertensi),

reumatik, batu ginjal, hepatitis, dan penyakit jantung. (Harmanto, 2001).

Dari uraian diatas dan berdasarkan literatur mengenai fungsi buah tumbuhan

mahkota dewa sebagai obat tradisional dari berbagai penyakit maka penulis merasa

tertarik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari buah tumbuhan mahkota dewa.

1.2Permasalahan

Permasalahan dalam penelitan ini adalah bagaimana cara mengisolasi senyawa

(15)

1.3Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daging

buah mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.).

1.4Manfaat penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam bidang

kimia bahan alam hayati dan farmasi dalam upaya pemanfaatan senyawa flavonoida

dari daging buah mahkota dewa ( P. macrocarpa Boerl.)

1.5Lokasi penelitian

Buah mahkota dewa diperoleh dari daerah Perumnas Simalingkar Medan, Sumatera

Utara. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU.

Analis Spektrofotometer UV-Visible, Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), dan

Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR), dilakukan di Pusat

Penelitian Kimia LIPI, Serpong-Tangerang.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap daging buah

mahkota dewa berupa serbuk halus yang kering sebanyak 1170 g. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan

menggunakan pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO4(p).

Tahap isolasi yang dilakukan :

- Ekstraksi Maserasi

- Ekstraksi Partisi

- Analisis Kromatografi Lapis Tipis

(16)

- Rekristalisasi

- Analisis Kristal Hasil Isolasi

Analisis kristal mencakup Kromatografi Lapis Tipis, Pengukuran titik lebur

dan identifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible,

Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR), dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Mahkota Dewa

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa

Tumbuhan Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis, juga bisa

ditemukan di pekarangan rumah sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai

tanaman peneduh. Perdu ini tumbuh tegak dengan tinggi 1-2,5 m. Daun mahkota dewa

dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak berbuah sepanjang tahun

dan buah tumbuhan ini dapat digunakan setelah masak atau berwarna merah. Daun

dan buah tumbuhan mahkota dewa merupakan tanaman obat. (Dalimartha, 2004).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Mahkota Dewa

Sistematika tumbuhan mahkota dewa adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Dicotyledon

Kelas : Thymelaeales

Famili : Thymelaeaceae

Marga : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa

Nama Daerah

Melayu : Simalakama

Jawa : Makuto rojo

Pohon : Tinggi 1 – 2.5 meter.

(18)

Daun : Bulat panjang, daun tunggal, bertangkai pendek ,

runcing, pertulangan menyirip dan rata, berwarna

hijau tua, panjang daun 7– 10 cm, lebar daun 2 – 5 cm.

Bunga : Muncul sepanjang tahun, tersebar dibatang atau ketiak

daun, berwarna putih.

Buah : Berbentuk bulat, permukaan licin serta beralur, saat masih muda berwarna hijau dan bila sudah masak

bewarna merah dan daging buah bewarna putih,

berserat dan berair.

Akar : Berjenis tunggang.

(Hartono, H. Soesanti, 2004).

2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Mahkota Dewa

Tumbuhan mahkota dewa adalah termasuk dari salah satu famili Thymelaeaceae dan

spesies Phaleria macrocarpa. Dari sumber literatur, mahkota dewa mengandung

antihistamin alkaloida, sebab daun maupun buahnya agak pahit, mengandung senyawa

triterpen, saponin dan polifenol (lignan). Kulit buahnya juga mengandung alkaloida,

triterpen, saponin dan flavonoida. (Gotama, dkk, 1999).

2.1.4 Manfaat Tumbuhan Mahkota Dewa

Sebagian masyarakat telah mengetahui manfaat buah mahkota dewa, tetapi belum

mengetahui kegunaan dari daunnya. Khasiat dari daun tumbuhan mahkota dewa dapat mengobati penyakit seperti: kanker, tumor, diabetes (kencing manis), pembengkakan

prostad, asam urat, darah tinggi (hipertensi), reumatik, batu ginjal, hepatitis, dan

penyakit jantung. (Harmanto, 2001).

Dosis efektif yang aman dan bermanfaat belum diketahui secara tepat. Untuk

obat yang diminum biasanya digunakan beberapa irisan buah kering (tanpa biji).

Selama beberapa hari baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit, sampai dirasakan

(19)

kadang harus lebih besar agar mendapat manfaat perbaikan. Efek samping yang

timbul harus diperhatikan. (Dalimartha, 2004).

2.2 Senyawa Flavonoida

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15

atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh

rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah

senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana,

sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal

dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan

oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil

yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang

berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang

mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai

struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan

flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga

flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan

sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal

dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis

di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988)

2.2.1 Struktur dasar senyawa flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti

fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat

(20)

C C C

A B

Kerangka dasar senyawa flavonoida

Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.

Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :

Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi

C3

2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan

pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,

umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996)

A A A

(21)

Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih)

terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula

yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa,

ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan

suatu gula dari suatu flavonoida O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh

sifat gula tersebut.

Pada flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan

dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan

karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan

pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida, misalnya pada orientin. (Markham,

1988)

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan

keragaman pada rantai C3 yaitu :

1. Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon

flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai

antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan

merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana

basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada

pengerjaannya masih dapat dilakukan.

O

OH O

(22)

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan

3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi

warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis

glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan

luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula

melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap

sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai

fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai

pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya

tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)

memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia

berubah menjadi coklat.

O

O

(23)

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.

Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah

jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat

dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

Struktur Flavanon

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika

dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena

konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

O

OH

Struktur Flavanonol

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.

Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir

dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat

(24)

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan

berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,

apiferol.

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam

tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab

hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga,

dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan

suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen

sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan

metilasi atau glikosilasi.

O

OH

Struktur Antosianin

9.Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila

dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena

hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas

dalam pengembang air. (Harborne, 1996)

O

(25)

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.

Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi

kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah

menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)

HC O

O

Struktur Auron

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua

flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan

semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

Golongan flavonoida Penyebaran Ciri khas

Antosianin

Proantosianidin

Flavonol

Flavon

Glikoflavon

pigmen bunga merah

marak,dan biru juga dalam

daun dan jaringan lain.

terutama tan warna, dalam

daun tumbuhan berkayu.

terutama ko-pigmen

tanwarna dalam bunga

sianik dan asianik;

tersebar luas dalam daun.

seperti flavonol

seperti flavonol

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

menghasilkan antosianidin (warna

dapat diekstraksi dengan amil alkohol ) bila jaringan dipanaskan dalam HCl

2M selama setengah jam.

setelah hidrolisis, berupa bercak

kuning murup pada kromatogram

Forestal bila disinari dengan sinar UV;

maksimal spektrum pada 330 – 350

setelah hidrolisis, berupa bercak coklat

redup pada kromatogram Forestal;

maksimal spektrum pada 330-350 nm.

mengandung gula yang terikat melalui

ikatan C-C; bergerak dengan

pengembang air, tidak seperti flavon

(26)

Biflavonil

pigmen bunga kuning,

kadang-kadang terdapat

juga dalam jaringan lain

tanwarna; dalam daun dan

buah

( terutama dalam Citrus )

tanwarna; sering kali

dalam akar; hanya terdapat

dalam satu suku,

Leguminosae

pada kromatogram BAA beupa bercak

redup dengan RF tinggi .

dengan amonia berwarna merah

; maksimal spektrum 370-410 nm.

berwarna merah kuat dengan Mg /

HCl; kadang – kadang sangat pahit . bergerak pada kertas dengan

pengembang air; tak ada uji warna

yang khas.

2.2.3 Metoda isolasi senyawa flavonoida

Metoda Isolasi Senyawa Flavonoida oleh Harborne

Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak

MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan,

diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan

Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan

(Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996)

2.2.4 Sifat kelarutan flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa

fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,

bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang

akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida

merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar

(27)

(DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada

flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih

mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas

dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon

yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang

termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform. (Markham, 1988)

2.3 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan

ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan

komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya

perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang

akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada

perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang

termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995)

2.3.1 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan

dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang

merembes lewat.

Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fase yang

bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981)

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam,

yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut

(28)

gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi

yaitu:

1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):

a. kromatografi lapis tipis

b. kromatografi penukar ion

2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat.

3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :

a. kromatografi gas–cair

b. kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa –

senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam

perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang

lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.3.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya

5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30

menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam

atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat

berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga

untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau

campuran pelarut. (Sudjadi, 1986)

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat

yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau

sebanyak 5g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah

pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan

salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat

(29)

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida

ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut

Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:

1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi. 4. Isolasi flavonoida murni skala kecil

5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap

dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas.

(Markham, 1988)

2.3.1.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode

kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada

kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada

bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan

tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena

aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa

linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan

berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan

hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran

flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti

selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen

memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi

dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988)

2.3.1.3 Harga Rf (Reterdation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang

diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan

(30)

ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk

mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan

dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan

Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991).

2.3.2 Kristalisasi

Kristalisasi adalah pengendapan kristal dari larutan yang terbuat dari bahan

tertentu. selama proses pembentukan kristal, molekul akan cenderung menjadi melekat

kristal tumbuh terdiri dari jenis yang sama molekul karena lebih cocok dalam kisi

kristal untuk molekul struktur yang sama daripada molekul lain. Jika proses

kristalisasi diperbolehkan untuk terjadi dalam dekat - kondisi kesetimbangan,

preferensi molekul untuk deposit pada permukaan terdiri dari molekul seperti akan

menyebabkan peningkatan dalam kemurnian bahan kristal. Sehingga proses

rekristalisasi adalah salah satu metode yang paling penting tersedia bagi ahli kimia

untuk pemurnian padatan. Prosedur tambahan dapat dimasukkan ke dalam proses

kristalisasi untuk menghilangkan kotoran. Ini termasuk filtrasi untuk menghilangkan

padatan undissolved dan adsorpsi untuk menghilangkan kotoran yang sangat

polar.(Daniel J.Pasto,1992)

2.3.3 Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum

ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan

derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai

pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, Eter, Benzena, Kloroform, Etil

asetat, Etanol, Metanol, dan Air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif

terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat

biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator.

(31)

2.4 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati

tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.

Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang

fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan

detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus

fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi

tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi

yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.

Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap

dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).

2.4.1 Spektrofotometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung

pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi,

menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang

berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi (Silverstein, 1986).

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol

(MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan

nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat

flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi

yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta

kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada

(32)

Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut:

2.4.2 Spektrofotometri infra merah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran

yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1

(panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai

garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi

getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk

menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut

dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis

jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,

(33)

karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi)

beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi

lentur.

1. Vibrasi regang

Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu

molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak

simetri.

2.Vibrasi lentur

Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi

lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau

vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa

(34)

BAB 3

8. Neraca Analitis Mettler PM 480

9. Alat pengering Memmers

10.Rotari evaporator Buchi B-480

11.Labu alas 500 ml Pyrex

12.Alat pengukut titik lebur Fisher-Jhons

13.Statif dan klem

14.Lampu UV 254 nm

15.Spatula

16.Batang pengaduk

17.Pipet tetes

18.Botol vial

19.Bejana Kromatografi Lapis Tipis

20.Spektrofotometer FT-IR Jasco

21.Spektrofotometer UV-Visible

22.Kertas Saring

(35)

3.2. Bahan

1. Buah Mahkota Dewa (P. macrocarpa Boerl.)

2. Etil Asetat Teknis

3. Kloroform p.a Merck

4. Metanol Destilasi

5. HCl 6%

6. n-heksana Teknis

7. FeCl 5%

8. NaOH 10%

9. Mg-HCl

10.H2SO4(p)

11.Aquades

12.Silika Gel 40 (70-230 Mesh) ASTM E.Merck.KgaA

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyediaan sampel

Sampel yang diteliti adalah buah mahkota dewa yang diperoleh dari Perumnas

Simalingkar Medan, Sumatera Utara. Buah mahkota dewa dihaluskan dengan cara

dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan di udara terbuka hingga diperoleh

potongan daging buah mahkota dewa kering sebanyak 1170 g.

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa

Serbuk kering buah mahkota dewa diidentifikasi dengan menggunakan cara:

1. Uji Busa

2. Skrining Fitokimia

(36)

3.3.2.1Uji Busa

Ekstrak metanol daging buah mahkota dewa sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam

tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 ml Aquades, lalu dikocok-kocok dengan

kuat hingga terbentuk busa dan didiamkan selama 5 menit. Melalui perlakuan tersebut

dalam sampel terdapat senyawa glikosida.

3.3.2.2Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa Flavonoida yang terdapat dalam buah mahkota

dewa (P. macrocarpa Boerl.) maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif

dengan reaksi warna sebagai berikut :

Prosedur :

- Dimasukkan 10 gram serbuk kering daging buah mahkota dewa (P.

macrocarpa Boerl.)

- Ditambahkan 100 ml metanol

- Didiamkan selama 1 malam

- Disaring

- Dibagi ekstrak metanol kedalam 4 tabung reaksi

- Ditambahkan masing-masing pereaksi

a) Tabung I : dengan FeCl3 1% menghasilkan larutan berwarna hitam

b) Tabung II : dengan H2SO4(p) menghasilkan larutan berwarna orange

kekuningan

c) Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda

(37)

3.3.2.3Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap Ekstrak Kloroform dengan

menggunakan fase diam silika gel 60F254. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari

pelarut yang sesuai didalam analisis kromatografi kolom. Pelarut yg digunakan adalah

campuran pelarut n-heksana: etil asetat (90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40) v/v, sehingga diperoleh perbandingan pelarut n-heksana: etil asetat yang sesuai untuk kromatografi

kolom. Pelarut yang digunakan berdasarkan pada jumlah bercak atau noda yang

terpisah dengan baik dalam kromatografi lapis tipis.

Prosedur Analisis Kromatografi Lapis Tipis :

Kedalam bejana kromatografi lapis tipis dimasukkan larutan fase gerak yaitu

campuran n-heksana: etil asetat dengan campuran ( 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ; 60:40 ) v/v.

Kemudian ekstrak kloroform di totolkan pada plat KLT. Lalu plat dimasukkan

kedalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan. Setelah dielusi, dikeluarkan dari

bejana dan dikeringkan. Noda terbentuk diamati dengan sinar Ultra Violet dan

difiksasi dengan pereaksi FeCl3 1%. Kemudian dihitung dan dicatat harga Rf. Yang

memberikan pemisahan bercak noda yang baik adalah perbandingan perlarut

n-heksana: etil asetat ( 70:30) v/v yang memberikan 3 noda dengan harga Rf yaitu 0,55 ;

0,42 dan 0,33.

3.3.3 Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Dari Ekstrak Buah Mahkota Dewa

Serbuk dari daging buah mahkota dewa ditimbang sebanyak 1170 g, dimasukkan kedalam ekstraktor kemudian ditambahkan dengan pelarut metanol sampai semua

sampel terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama ± 72 jam dan sesekali diaduk.

Ekstrak disaring dan diperoleh ekstrak berwarna merah kecoklatan. Maserasi

dilakukan secara berulang kali dengan menggunakan pelarut metanol hingga ekstrak

metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi untuk

identifikasi senyawa Flavonoida. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dengan

(38)

metanol, kemudian di ekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksana,

sehingga terbentuk 2 lapisan n-heksana dan lapisan metanol. Kemudian fraksi metanol

ditampung dan dipekatkan dan kemudian dihidrolisa dengan menggunakan HCl 6%.

Kemudian disaring dan fitrat yang diperoleh diekstraksi partisi dengan kloroform

secara berulang-ulang. Ekstrak kloroform dipekatkan kembali dengan menggunakan

alat rotari-evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat kloroform sebanyak 14,62 g.

3.3.4 Isolasi Senyawa Flavonoida Dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa flavonoida secara kromatografi kolom dilakukan terhadap ekstrak

pekat klorofom dari buah mahkota dewa yang diperoleh. Fasa diam yang digunakan

adalah silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dan fase gerak yaitu n-heksana 100% dan

campuran pelarut n-heksana : etil asetat (90:10 ; 80:20 ; 70:30 ) v/v.

Prosedur Isolasi Senyawa Flavonoida Dengan Kromatografi Kolom :

Dirangkai alat kolom kromatografi, dimana terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40

(70-230 mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana. Diaduk-aduk hingga

homogen lalu dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Kemudian di elusi dengan

menggunakan n-heksana 100% hingga silika gel dalam kolom padat dan homogen.

Dimasukkan 14,62g ekstrak klorofom buah mahkota dewa kedalam kolom

kromatografi yang telah diisi dengan bubur silika gel yang telah dielusi. Kemudian

ditambahkan fasa gerak n-heksana: etil asetat dengan perbandingan mulai dari

(90:10)v/v; (80:20)v/v; (70:30)v/v, secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran

fasa gerak yang keluar dari Kolom Kromatografi sama banyaknya dengan jumlah fasa

gerak yang ditambahkan. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 8 ml. Kemudian di KLT dan digabung fraksi yang berharga Rf sama. Setelah itu

dilakukan uji Flavonoida dan diuapkan pelarutnya.

3.3.5 Pemurnian

(39)

Prosedur

Senyawa hasil isolasi di rekristalisasi, dengan cara melarutkan kembali dengan Aseton

dan kemudian diuapkan di udara terbuka hingga diperoleh kristal murni sebanyak

80mg.

3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kemurnian senyawa hasil isolasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan

menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak n-heksana: etil asetat

dengan perbadingan (70:30) v/v.

Prosedur uji kemurnian hasil isolasi dengan kromatografi lapis tipis.

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak n-heksana: etil asetat kedalam bejana

kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya telah

dilarutkan dengan klorofom pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT yang telah

ditotolkan tersebut kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa

gerak merembes hingga batas atas plat KLT dikeluarkan dari bejana kemudian

dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan FeCl3 5% menghasilkan bercak

berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida. Perlakuan yang sama

dilakukan dan difiksasi dengan NaOH 10% yang menghasilkan bercak berwarna biru

violet.

3.3.7 Analisis Senyawa Hasil Isolasi

3.3.7.1 Pengukuran Titik Lebur Senyawa hasil Isolasi

Senyawa hasil isolasi memiliki rentangan titik lebur 172 – 174oC

3.3.7.2Analisis senyawa hasil isolasi dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analasis spektrofotometer UV-Visible dilakukan di Pusat Penelitian LIPI, Serpong -

(40)

3.3.7.3 Analisis Senyawa Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer Infra Merah Analasis spektrofotometer FT-IR dilakukan di Pusat Penelitian LIPI, Serpong -

Tangerang.

3.3.7.4 Analsis Senyawa Hasil Isolasi Dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analasis dengan spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

dilakukan di Pusat Penelitian LIPI, Serpong Tangerang. Dengan menggunakan Aseton

(41)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia

diekstraksi maserasi dengan metanol

disaring

ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan pereaksi FeCl3 1% pereaksi NaOH 10% pereaksi Mg-HCl pereaksi H2SO4(p)

Larutan Biru Violet

Larutan Merah Muda

Larutan Orange Kekuningan Larutan

Hitam

(42)

3.4.1 Bagan Penelitian

Dimaserasi dengan metanol selama ±72 jam Diulangi sebanyak 3 kali

Disaring

diskrining Fitokimia

dipekatkan dengan rotari-evaporator

diekstraksi partisi dengan n-heksana

diuapkan sampai larutan metanolnya menguap semua

dilakukan uji kandungan glukosa dengan menggunakan pereaksi Millon (+) dihidrolisa dengan menggunakan HCl 6% sambil dipanaskan selama ± 40 menit

didinginkan kemudian disaring

diekstraksi partisi dengan Klorofom sebanyak 3 kali

diuapkan hingga pekat

diskrining fitokimia

diuji KLT dengan menggunakan n-heksana : etil asetat (90:10;80:20;70:30;60:40)v/v

dikolom kromatografi dengan fase diam silica gel dan fase gerak n-heksana : etil asetat (90:10 ;80:20 ;70:30 ; 60:40)v/v

ditampung tiap fraksi sebanyak 8ml dalam botol vial

diuji FeCl3 1% diuji FeCl3 1% diuji FeCl3 1% diuji FeCl3 1% diuji FeCl3 1%

di KLT

digabung fraksi dengan harga Rf sama diuapkan spektrofotometer 1H-NMR 1170g daging buah mahkota dewa

( P. Macrocarpa Boerl.)

residu

Ekstrak Klorofom

Lapisan metanol-asam residu

Lapisan metanol Lapisan n-heksana ( negatif

terhadap pereaksi Flavonoida Ekstrak pekat metanol

Hasil negatif Hasil negatif Hasil positif Hasil positif

Senyawa murni

(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak dari buah mahkota dewa dengan

menambahkan pereaksi - pereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia

yang dikandung dengan menggunakan pereaksi Flavonoida yaitu:

1. H2SO4(p) memberikan warnaorange kekuningan

2. NaOH 10% memberikan warna biru violet

3. FeCl3 1% memberikan warna hitam

4. Mg-HCl memberikan warna merah muda

Hasil isolasi senyawa flavonoida dari ekstrak buah mahkota dewa (P. macrocarpa

Boerl.), diperoleh dengan menggunakan fase gerak n-heksana: etil asetat (70:30)v/v yang menghasilkan kristal berwarna kuning kecoklatan sebanyak 80 mg dan

memiliki rentangan titik lebur antara 172 – 174oC.

Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultra Violet Visible (UV-Visible)

memberikan 2 peak dengan panjang gelombang 209,0 nm dan 331,0 nm

(44)

Hasil analisis Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) dari kristal hasil isolasi

memberikan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) sebagai berikut

Gambar : Spektrum Hasil Analisis Infra Merah

Tabel. Gugus Fungsi dan Pita Serapan Hasil analisis FT-IR senyawa hasil isolasi

No Rentangan Pita Serapan Gugus Fungsi

1 3211,48 – 3122,75 cm-1 C-H ( aromatik )

2 2985,81 – 2800,64 CH2 dan CH3

3 1604,77 C=O ( Keton )

4 1587,42 C=C (Aromatik dan Alifatik )

5 1446,96 CH2

(45)

7 1286,24 – 1163,08

C O

C C( Keton )

8 1114,86 C-O

9 1066,64 – 1043,49 C-O-C (simetrik)

10 925,83 – 893,49 -C=CH ( Aromatik )

11 833,25 C-H ( Benzen)

12 732,96 - 690,52 -CH ( Aromatik )

Hasil analisis spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

memberikan pergeseran kimia pada daerah (ppm) sebagai berikut

Gambar : Spektrum Magnetik Inti Proton (1H-NMR) Senyawa Hasil Isolasi

(46)

2. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,0480 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton yang terdapat pada C6 dan C8 pada cincin A

dan C3 pada cincin C (Marby,T.J 1970)

3. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,8596 – 6,8764 ppm dengan puncak doublet menunjukkan C-CH=CH-C pada posisi C3’ dan C5’

4. Pergeseran kimia pada daerah δ= 7,6299 – 7,6483 ppm dengan puncak doublet menunjukkan C-CH=CH-C pada posisi C2’ dan C6’

4.2 Pembahasan

Dari hasil kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa perbandigan pelarut yang baik

digunakan untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari buah mahkota dewa adalah

n-heksana: etil asetat (70:30 v/v) yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari

noda yang di hasilkan. Hal ini juga didukung oleh dengan analisi KLT yang dilakukan

pada kristal menghasilkan noda tunggal.

Berdasarkan spektrum UV-Visible dari senyawa flavonoida yang di isolasi memberikan panjang gelombang I ( λI ) 331,0 nm dan λII 209,0 nm dengan pelarut aseton. Dan pada literatur dengan panjang gelombang 250 – 280 nm pada λII dan 310 – 350 nm pada λI yaitu senyawa flavonoida dengan jenis Flavon ( Markham, 1988 )

Dari hasil interpretasi Spektrum Infra Merah dan Spektrum Resonansi

Magnetik Inti Proton (1H-NMR), senyawa hasil isolasi dengan pelarut aseton

diperoleh sebagai berikut:

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 3,7889 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton-proton dari gugus metoksi O-CH3, hal ini didukung oleh spektrum inframerah pada bilangan

gelombang 2985,81 – 2800,64 cm-1 dengan puncak lemah

menunjukkan vibrasi ulur C-H. Hal ini juga didukung pita pada

bilangan gelombang 1446,61 cm-1 dengan puncak kuat

menunjukkan adanya vibrasi regang CH2, dan pada bilangan

gelombang 1382,96 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur metil

(47)

sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-O dan 1066,64 –

1043,49 cm-1 dengan puncak kuat menunjukkan adanya serapan

C-O-C simetrik

2. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,0480 ppm dengan puncak singlet menunjukkan proton pada C6 dan C8 yang terdapat pada

cincin A dan C3 pada cincin C. Hal ini didukung oleh pita pada bilangan gelombang 925,83 – 893,49 cm-1 dengan puncak kuat

menunjukkan adanya vibrasi –C=CH dari cincin aromatik dan

pada bilangan gelombang 833,25 cm-1 dengan puncak kuat

menunjukan adanya vibrasi C-H dari sistem benzen dan pada

bilangan gelombang 732,96 – 690,52 dengan puncak kuat

menunjukkan adanya vibrasi –CH pada cincin aromatik

3. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,8596 – 6,8764 ppm dengan puncak doublet menunjukkan C-CH=CH-C pada posisi C3’ dan

C5’ dan pada C2’ dan C6’ juga menunjukkan puncak doublet

C-CH=CH-C pada daerah δ= 7,6299 – 7,6483 ppm. Hal ini didukung oleh pita pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur C=C dari sistem aromatik dan alifatik

dan pada bilangan gelombang 925,83 – 893,49 cm-1 dengan

puncak kuat menunjukkan adanya vibrasi –C=CH dari cincin

aromatik

Dari data spektrum UV-Visible, FT-IR, dan 1H-NMR dapat

disimpulkan bahwa kemungkinan senyawa yg diisolasi adalah senyawa

Flavonoida jenis Flavon dengan struktur sebagai berikut:

(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil uji skrining fitokimia dengan pereaksi flavonoida menunjukkan

bahwa buah mahkota dewa (P. macrocaarpa Boerl.) mengandung senyawa

flavonoida. Isolasi senyawa flavonoida dari buah mahkota dewa (P.

macrocarpa Boerl.) sebanyak 1170g yang di ekstraksi dengan menggunakan

klorofom kemudian direkristalisasi dengan aseton menghasilkan kristal

berwarna kuning kecoklatan sebanyak 80 mg dengan rentangan titik lebur 172

– 174oC.

2. Dari data analisis sepektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer Infra

Merah (FT-IR) dan sepktrofotometer Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

menunjukkan senyawa yang diperoleh adalah senyawa flavonoida golongan

flavon.

5.2 Saran

1. Untuk lebih mendukung struktur senyawa flavonoida hasil isolasi sebaiknya

perlu dilakukan analisis spektroskopi karbon (13C-NMR) dan Spektroskopi

Massa (MS).

(49)

Arif, H. H. 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya (Seri Agri Sehat). Seri Pertama Jakarta : Penerbit Penebar swadaya.

Dalimartha, Setiawan. 2004. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 4. Jakarta : Puspa Swara.

Dreyer,L.D.1986.Chemataxonomy of The Rutaceae ,Constituent of

Murrayapaniculata(Linn.)Jack.The Journal of Organic Chemistry .33(3658) : halaman. 3575

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung

Gotama. I. B .I dkk. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid 4. Jakarta : Departemen Kes. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Harmanto, N. 2001. Sehat Dengan Ramuan Tradisional Mahkota Dewa. Cetakan Pertama. Tangerang : PT. Agromedia Pustaka.

Hartono, H. Soesanti. 2004. Tanaman Obat Keluarga 3. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Inti Sari Mediatama

Harborne, J. B. 1996. Metoda Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB. Bandung

Joshi,B.S.1969 .Structure of Exoticin ,a Flavone from the Leaves of Murraya exotica (Linn.). Journal Indian Chem .7, halaman. 636

Manito, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan ke-1. Terjemahan Koensoemardiyah. IKIP Press. Semarang

Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung

Marby,T.J dkk.1970.The Systematic identification of flavoniods.Springer-verlag, Heidelberg.New York

Muldja, M.H.1995 .Analisis Instrumental.Cetakan ke-1. Airlangga Universitas Press. Surabaya

Noerdin,D.1985.Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi Ultra Lembayung dan Inframerah .Edisi ke-1. Penerbit Angkasa. Bandung

(50)

Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Philladelphia: Saunders College.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung

Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi . Edisi ke-1.Yogyakarta:Penerbit Liberty

Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke-4. Terjemahan A. J. Hartomo dan Anny Victor Purba. Erlangga. Jakarta

(51)
(52)
(53)
(54)

Lampiran C. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Klorofom buah mahkota dewa (P. macrocarpa Boerl.) dengan penampakan noda dibawah sinar

ultraviolet dengan λ = 254 nm

I II III IV

MD MD MD MD

Keterangan :

Fase diam : Silika gel 60 F254

MD : Ekstrak Klorofom Buah mahkota dewa

I : Fase gerak n-heksana: etil asetat (90:10)v/v

II : Fase gerak n-heksana: etil asetat (80:20)v/v

III : Fase gerak n-heksana: etil asetat (70:30)v/v

IV : Fase gerak n-heksana: etil asetat (60:40)v/v

No Fase Gerak Jumlah

noda

Warna Noda Rf

1 n-heksana: etil asetat (90:10) v/v - - -

2 n-heksana: etil asetat (80:20) v/v 1 Coklat 0,59

3 n-heksana: etil asetat (70:30) v/v 3 Coklat 0,55

0,42

0,33

4 n-heksana: etil asetat (60:40) v/v 2 Coklat 0,3

(55)

Lampiran D. Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Hasil Isolasi melalui penampakan noda dengan penambahan pereaksi

I II

F F

Keterangan :

Fase diam : Silika gel 60 F254

F : Senyawa hasil isolasi

I : FeCl3 1% ( berwarna hitam)

II : NaOH 10% (berwarna biru violet)

Data harga Rf dari bercak noda :

No Penampakan Bercak Pereaksi Warna noda Rf

1 I FeCl3 Hitam 0,42

(56)
(57)
(58)
(59)
(60)

Lampiran I. Spektrum 1H-NMR Pembanding Untuk Senyawa Flavonoida a. Spektrum RMI-1H apigenin (eter TMS) dalam CCl4

Gambar

Gambar : Hasil Analisis Spektrofotometer Ultra Violet Visible
Tabel.  Gugus Fungsi dan Pita Serapan Hasil analisis FT-IR senyawa hasil isolasi
Gambar : Spektrum Magnetik Inti Proton (1H-NMR) Senyawa Hasil Isolasi
Gambar :Struktur Flavon

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa steroid dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan,

Skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) Dengan Basis Carbomer”, disusun sebagai salah satu syarat

Skripsi yang berjudul “Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) dengan Basis HPMC”, disusun sebagai salah satu syarat

Senyawa aktif antibakteri terhadap Escherichia coli tidak terdapat dalam fraksi heksan buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Kata Kunci : buah

Telah dilakukan uji daya antibakteri frak:si kloroform buah mahkota dewa masak: [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] terhadap Staphylococcus aureus dan deteksi senyawa

Telah dilakukan uji daya antibakteri fraksi kloroform buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.} terhadap pertumbuhan Escherchia coli, dilanjutkan dengan

Hasil yang didapat adalah bahwa larutan uji fraksi heksan buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa(Scheff.)Boerl] pada konsentrasi 10%-80% tidak menunjukkan adanya

Ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) terhadap HeLa cell line tidak dapat memberikan efek sitotoksik. Kata kunci : Buah mahkota dewa,