• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERBAGAI BAHAN PELAPIS BENIH DAN BAHAN ADITIF TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) DALAM KONDISI MEDIA KERACUNAN ALUMUNIUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BERBAGAI BAHAN PELAPIS BENIH DAN BAHAN ADITIF TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa L.) DALAM KONDISI MEDIA KERACUNAN ALUMUNIUM"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH BERBAGAI BAHAN PELAPIS BENIH DAN

BAHAN ADITIF TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR

BENIH PADI (Oryza sativa L.) PADA KONDISI MEDIA

KERACUNAN ALUMUNIUM

Oleh

DWI ROSALIA

Benih bermutu harus memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi, terutama sebelum memasuki periode simpan hingga ditanam. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih ini adalah dengan pelapisan benih.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui bahan pelapis benih yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih padi pada saat

dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium. (2) Mengetahui bahan aditif pada pelapis benih yang mampu menghasilkan viabilitas dan vigor tinggi saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium. (3) Mengetahui respons benih terhadap bahan pelapis benih yang

(2)

Dwi Rosalia Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih Fakultas Pertanian

Universitas Lampung pada bulan November 2013 sampai dengan April 2014. Rancangan perlakuan disusun secara faktorial menggunakan

rancangan kelompok teracak sempurna dengan empat kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis bahan pelapis benih (arabic gum 3% dan

carboxylmethyl cellulose (CMC) 1,5%), sedangkan faktor kedua adalah bahan aditif (talk, gipsum, dolomit, dan kaptan masing-masing 1%). Pemisahan nilai tengah menggunakan perbandingan kelas yaitu dengan Uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Bahan pelapis mampu

mempertahankan viabilitas dan vigor benih padi yang dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium. Bahan pelapis berupa

carboxylmethyl cellulose (CMC) memperlihatkan viabilitas dan vigor benih lebih tinggi dibandingkan arabic gum pada hampir seluruh peubah; (2) Bahan aditif mampu mengurangi keracunan alumunium di daerah perkecmabahan benih. Namun tidak berbeda antarbahan aditif, yaitu talk, gipsum, dolomit dan kaptan; (3) Respons benih padi dengan beberapa bahan pelapis tidak tergantung dari penambahan bahan aditif.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bunglai Tengah, Kecamatan Hulu Sungkai, Kabupaten Lampung Utara pada 02 April 1993 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Barsani (Alm.) dan Ibu Rahma. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Lubuk Rukam, Lampung Utara pada 2004, kemudian lulus di SLTPN 06 Sungkai Utara, Lampung Utara pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 02 Kotabumi, Lampung Utara dan lulus pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademis dan non akademis.

Penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah antara lain Teknologi Benih (2012- 2014) dan Aneka Tanaman Perkebunan (2014). Pada kegiatan nonakademis, penulis aktif sebagai anggota

(7)
(8)

“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah SWT akan

memudahkan baginya jalan ke surga.”

(HR. Muslim)

“Education is not preparation for life; education is life it self”

(John Dewey)

“Allah SWT akan memberikan jalan tersendiri bagi dia yang

senantiasa bersyukur dan tawakal”

(9)

Bismillahhirrohmanirrohim,

Alhamdulillahhirrobil’alamin, d

engan penuh rasa syukur dan bangga

ku persembahkan karya kecilku ini kepada :

Ibunda Rahma dan Ayahanda Barsani alm.,

Ayuk Puspita Agustina, Adik Andri Sanjaya, Mas Pendi Setiawan

serta seluruh keluarga besarku

sebagai tanda bakti dan terimakasihku atas doa, semangat, dukungan

dan semua pengorbanan yang telah diberikan kepadaku selama ini

untuk menuju kesuksesan

(10)

ii

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya untuk melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Agustiansyah, S.P., M.Si., selaku pembimbing utama

sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan ide penelitian pengarahan, motivasi dan nasehat dalam melaksanakan perkuliahan, melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Paul Benyamin Timotiwu, M.S., selaku pembimbing kedua atas saran, bantuan, motivasi, nasehat, waktu dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Yayuk Nurmiyati, M.S., selaku pembahas atas motivasi, saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

(11)

ii

6. Bapak Prof. Dr. Setyo D. Utomo, M.Sc. selaku ketua bidang Budidaya Pertanian.

7. Heny Susanti atas kerjasama, saran, semangat, persahabatan dan

banyak hal yang dilewati bersama selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

8. Debby K Wibowo, Windi E Pratiwi, Aulia D Safitri., Bang Panji SA, Bang Dian, Ade Y Larasati, Hixkia J Marpaung, Diago F., Cahyadi P., Mutoharoh, dan Desis terima kasih atas semangat, doa serta

bantuannya selama mengerjakan penelitian dan penyelesaian skripsi. 9. Keluarga Besar UKM RAKANILA (Radio Kampus Unila) atas doa dan

semangat kepada penulis.

10. Teman-teman : Mbak Eka, Mawar, Immas, Adila, Arisha A., Iqbal, Dian O, Yulinda, Desi A, Mustika , Debby CF., Echa, Riza, Nina , Allen, Arya , teman-teman AGT D, AGT 2010 dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas dukungan, doa serta semangat selama ini dan staff laboratorium : Pak Tri, Pak Min, dan Buk Kus, atas bantuan saat melaksakan penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Vigor dan Viabilitas Benih ... 9

2.2 Pelapisan Benih pada benih padi ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian... 17

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 17

3.4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.4.2 Pembuatan larutan AlCl3 0,1 M... 17

(13)

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil Penelitian ... 21

4.2 Pembahasan ... 23

4.3.1 Pengaruh Berbagai Bahan Aditif pada Viabilitas dan Vigor Benih Padi ... 24

4.3.2 Pengaruh Penambahan Berbagai Bahan Pelapis Benih pada Viabilitas dan Vigor Benih Padi... 4.3.3 Respons Benih dalam Viabilitas dan Vigor Benih terhadap Penambahan Bahan Pelapis terhadap penambahan aditif ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

PUSTAKA ACUAN ... 36

(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Rekapitulasi respons viabilitas dan vigor benih

terhadap bahan pelapis benih dan bahan aditif. ... 20 2. Pengaruh bahan pelapis terhadap viabilitasdan vigor

benih padi pada media tanam kertas merang. ... 21 3. Data variabel pengamatan daya berkecambah benih. ... 41 4. Data variabel pengamatan daya berkecambah benih setelah

ditranformasi “arcosin” sebanyak 1 kal. ... 41

5. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel

daya berkecambah benih. ... 42 6. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel daya

berkecambah benih. ... 42 7. Data variabel pengamatan persentase indeks vigor

benih. ... 43 8. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel persentase

indeks vigor benih. ... 43 9. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel persentase

indeks vigor benih ... 44 10. Data variabel pengamatan kecepatan tumbuh

benih. ... 44 11. Data variabel pengamatan kecepatan tumbuh benih

(15)

vi

12. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel

kecepatan tumbuh benih ... 45 13. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel kecepatan

tumbuh benih. ... 46 14. Data variabel pengamatan bobot kering kecambah

Normal. ... 46 15. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel bobot

kering kecambah normal. ... 47 16. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel

pengamatan bobot kering kecambah normal. ... ... 47 17. Data variabel pengamatan panjang akar kecambah ... 48 18. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel

panjang akar kecambah. ... 48 19. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel pengamatan

panjang akar kecambah. ... 49 20. Data variabel pengamatan panjang plumula

Kecambah. ... 49 21. Uji homogenitas ragam pengamatan variabel

panjang plumula kecambah. ... 50 22. Uji aditivitas dan analisis ragam variabel

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lapisan yang terbentuk setelah pelapisan dan

penambahan bahan aditif. ... 23 2. Diagram berkecambah benih dan persentase i

ndeks vigor. ... 28 3. Diagram panjang akar. ... 30 4. Diagram panjang plumula. ... 31 5. Pengendapan bahan aditif dalam suspensi bahan

Pelapis arabic gum. ... 51 6. Pengendapan bahan aditif dalam suspensi bahan

pelapis carboxylmethyl cellulose (CMC). ... 51 7. Panjang akar primer kecambah pada benih dengan

pelapisan dan tanpa pelapisan. ... 52 8. Panjang plumula kecambah pada benih dengan

(17)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia adalah negara produsen beras dengan luas panen pada tahun 2013 mencapai 13.835.252 ha (Badan Pusat Statistik, 2014). Benih merupakan salah satu sarana produksi utama dalam budidaya tanaman. Kebutuhan benih padi di Indonesia pada tahun 2013 cukup tinggi yaitu sebesar

345.881.300 kg benih bermutu. Sang Hyang Sri (2013) melaporkan bahwa Pemerintah Indonesia hanya mampu menyediakan 62% benih bermutu dari total kebutuhan benih padi di Indonesia. Kekurangan jumlah benih lainnya dipasok oleh pihak swasta dan impor yang jumlahnya juga belum

mencukupi. Kondisi ini menyebabkan banyak petani Indonesia masih menggunakan benih hasil pertanaman sendiri dengan mutu benih yang tidak diketahui. Upaya untuk meningkatkan penyediaan benih bermutu bagi petani padi, agar tercapai swasembada beras di Indonesia.

(18)

2 Pada konsep Steinbeur-Sadjad, viabilitas dan vigor benih harus tetap

dipertahankan hingga periode konservasi sebelum tanam (PKT) atau periode konservasi sebelum simpan (PKS), sehingga pada saat dikecambahkan atau ditanam benih akan tetap baik (Sadjad, 1994). Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih adalah dengan pelapisan benih.

Proses pelapisan benih (seed coating) dengan bahan tertentu dapat

(19)

3 Penelitian ini menggunakan kapur sebagai bahan aditif pada pelapisan benih. Kapur diduga mampu memperbaiki media perkecambahan pada tanah dengan konsentrasi Alumunium (Al) tinggi terutama pada tanah dengan ordo ultisol. Al diketahui merupakan salah satu faktor penghambat dalam perkecambahan/pertumbuhan tanaman. Salah satu cara mengatasi keracunan alumunium adalah dengan pengapuran. Sumarwoto (2004), Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menjelaskan bahwa pemberian bahan kapur dapat menurunkan kandungan Al didalam media tanam. Bahan kapur yang dapat digunakan sebagai bahan aditif pada pelapisan benih yaitu kapur tohor, CaCO3, talkum, dan vermikulit (Bozzolo dan Evans, 2013).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelapisan benih dengan penambahan kapur terhadap perbaikan media untuk perkecambahan benih.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah bahan pelapis yang digunakan dapat mempertahankan viabilitas

dan vigor pada benih padi saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium?

2. Apakah diantara beberapa bahan aditif yang digunakan terdapat bahan yang mampu menghasikan viabilitas dan vigor yang tinggi saat

(20)

4 3. Bagaimanakah respons benih terhadap bahan pelapisdengan

penambahan masing-masing bahan aditif?

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui bahan pelapis yang mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih padi pada saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium.

2. Mengetahui bahan aditif pada pelapis yang mampu menghasilkan viabilitas dan vigor tinggi saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium.

3. Mengetahui respons benih terhadap bahan pelapis yang dikombinasikan dengan masing-masing bahan aditif.

1.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut.

(21)

5 Konsentrasi alumunium yang tinggi di dalam tanah umumnya akan

menyebabkan rendah unsur hara, selain itu air yang tersedia di dalam tanah sangat sedikit. Seperti yang dijelaskan oleh Purbayanti et al. (1998) bahwa tanah dengan pH rendah umumnya memiliki kandungan Ion H+ dengan jumlah yang tinggi. Vitorello et al. (2005) juga menjelaskan bahwa keberadaan ion H+ diakibatkan oleh adanya ion Al3+ yang mengikat air (H2O), untuk membentuk AlOH2+ (hidrolisis). Sehingga konsentrasi Al yang

tinggi di dalam tanah menyebabkan air terblok dan pada akhirnya air sulit tersedia bagi benih/ tanaman.

Air sangat dibutuhkan untuk proses imbibisi. Ketersediaan air yang rendah mampu menyebabkan benih sulit untuk membentuk kecambah normal. Selain itu, ketika kecambah muncul pertumbuhan akar terhambat dan plumula kecambah abnormal. Bahkan kadar Al yang tinggi di dalam media perkecambahan dapat menyebabkan masuknya Al ke dalam benih. Apabila Al masuk bersama air melalui hilum maka, proses pembentukan DNA dan RNA akan gagal. Hal ini menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim

(22)

6 Bahan pelapis yang umumnya digunakan adalah bahan yang harus tidak toksik bagi benih dan bahan pelapis yang digunakan adalah bahan yang mudah larut dalam air sehingga, lapisan coat yang terbentuk tidak menghalangi air untuk masuk ke benih. Bahan yang umum digunakan adalah starch, polyvinil alcohol (PVA), carboxylmethyl cellulose (CMC), methyl cellulose (MC), dan gelatin (Chen et al., 2012). Pada penelitian ini yang digunakan adalah arabic gum dan CMC.

Arabic gum merupakan karbohidrat yang dihasilkan oleh eksudasi akar pohon akasia (Acacia senegal dan Acacia seyal) (Dror et al., 2006). Bahan penyusun utama arabic gum adalah polisakarida yang mengandung asam glukoronat. Asam glukoranat banyak ditemukan di alam dengan bentuk magnesium, kalium, dan garam kalsium (Dauqan dan Abdullah, 2013). Sedangkan carboxylmethyl cellulose (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa. CMC adalah bahan pelapis benih yang baik untuk digunakan karena bahan CMC memiliki ukuran partikel yang sangat kecil yaitu 2,0 sampai dengan 2,5 sehingga kelarutan dalam air adalah bagus dengan kekerasan permukaan lapisan CMC yang baik.

(23)

7 Dengan demikian, pertukaran gas pada benih akan semakin kecil sehingga benih akan mengalami proses metabolisme yang rendah. Kegiatan

metabolisme yang rendah secara otomatis akan mengurangi laju kemunduran benih.

Pada prinsipnya, penambahan bahan aditif berupa kapur pada pelapisan benih bermanfaat untuk menciptakan kondisi media tumbuh benih yang optimum. Kapur yang memiliki kandungan utama adalah unsur kalsium dan magnesium diduga mampu mengurangi jumlah Al yang ada didalam media tanam. Oleh karena itu, diharapkan kecambah normal yang tumbuh pada benih yang telah dilapisi akan lebih tinggi dibandingkan dengan benih tanpa pelapisan benih. Sehingga ketika benih dikecambahkan akan

memperlihatkan daya berkecambah, persentase indeks vigor yang tetap baik, kecepatan tumbuh, berat kering kecambah normal yang tinggi, panjang akar dan panjang plumula yang normal (tidak terganggu).

1.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diungkapkan maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.

(24)

8 2. Diantara beberapa bahan aditif yang digunakan terdapat bahan yang

mampu menghasilkan viabilitas dan vigor yang tinggi saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium.

(25)

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor yang Mempengaruhi Vigor dan Viabilitas Benih.

Benih merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman. Benih diharapkan dapat menjadi pertanaman yang dapat memberikan hasil maksimal. Mutu benih meliputi tiga aspek terpenting yaitu mutu fisik, mutu fisologis serta mutu genetik.

Benih bermutu umumnya dicirikan dengan memiliki viabilitas serta vigor yang tinggi. Vigor dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan berkembang menjadi tanaman normal pada lingkungan yang suboptimum hingga optimum. Vigor benih menentukan besarnya hasil produksi lapang, hal ini karena kondisi lapang terkadang tidak sesuai

dengan kondisi optimum yang diharapkan misalkan dari segi cuaca, hama penyakit maupun kondisi nutrisi tanah (Copeland dan McDonald, 2001).

(26)

10

Benih akan mengalami penurunan vigor serta viabilitas benih. Oleh karena itu, dibutuhkan teknik mempertahankan vigor benih agar dapat

berkecambah dengan normal pada media tanam yang kurang optimal. Menurut Ilyas (2012), vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan kecambah yang cepat, seragam, dan perkembangan kecambah normal pada kondisi lapangan yang sub optimum. Beberapa faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah lingkungan benih pada saat di lapang, pengolahan benih setelah pemanenan, saaat

transportasi, dan kondisi lingkungan benih sampai dengan sebelum tanam.

Copeland dan McDonanld (2001), menjelaskan bahwa terdapat dua faktor umum yang mempengaruhi viabilitas serta vigor benih yaitu faktor

eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dapat berupa kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan. Sedangkan pada faktor internal meliputi, sifat genetik benih, kondisi kulit benih, dan kadar air benih awal. Menurut Ilyas (2012), dua faktor terpenting yang

(27)

11

Seed enchancement merupakan perlakuan benih yang baik pada saat pasca

panen yang bertujuan untuk memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah, memfasilitasi benih, dan materi yang lain saat tanam. Seed enchancement mencakup tiga metode umum, yaitu presowing hydration treatments (priming), coating technologies, dan seed conditioning (Taylor et al. dalam Ilyas, 2012).

Prosessing benih setelah panen biasanya akan diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Pada umumnya tujuan perlakuan benih adalah menghilangkan sumber infeksi benih (disenfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, meningkatkan perkecambahan atau

melindungi benih dari serangan patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting (Desai et al., 1997).

2.2. Pelapisan pada Benih Padi

(28)

12

Salah satu metode teknologi untuk mempertahankan dan menjaga mutu benih dengan pelapisan benih(Chen et al., 2012; Sari, 2009). Mutu benih meliputi mutu fisik, mutu fisiologis, mutu patologis, serta mutu genetik yang baik. Copeland dan McDonald (2001), menjelaskan bahwa pelapisan benih adalah teknologi yang digunakan oleh industri perbenihan untuk perbaikan mutu benih dengan menambahkan beberapa bahan kimia melalui pelapisan yang dapat memperbaiki perkecambahan benih.

Ilyas (2012) menjelaskan bahwa pelapisan benih semakin banyak

dibutuhkan dalam industri perbenihan karena dapat meperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari lingkungan, dan juga dapat menjadi pembawa (carrier) zat aditif, seperti antioksidan, antimikroba, repellent, mikroba antagonis, dan zat pengatur tumbuh. Pelapisan juga dapat memperbaiki performa benih agar tidak cepat mengalami stress lingkungan.

(29)

13

Jenis bahan perekat yang umum digunakan untuk pelapis benih adalah diatomaceous earth, charcoal, methylethyl cellulose, arabic gum, dan polyvinyl alcohol (Kuswanto, 2003), carboxylmethylcellulase (CMC), alginat (Zahran et al., 2008), dan chitosan (Zeng et al., 2012). Bahan perekat berupa arabic gum atau CMC dapat bersifat sebagai pelapis benih dengan melapisi seluruh bagian benih dan melindungi benih dari pe ngaruh langsung oleh lingkungan disekitar benih misalnya kelembapan, keberadaan patogen penyebab penyakit, dan lain sebagainya. Menurut Kuswanto

(2003), pelapisan benih bertujuan mempertahankan mutu benih saat dikecambahkan, melindungi benih dari keadaan lingkungan, dan mempertahankan kadar air.

Arabic gum merupakan karbohidrat yang dihasilkan oleh eksudasi akar pohon akasia (Acacia senegal dan Acacia seyal) (Dror et al., 2006). Karena bahannya yang alami, arabic gum umumnya digunakan sebagai bahan penstabil pada produk kosmetik, obat-obatan dan makanan. Bahan penyusun utama arabic gum adalah polisakarida yang mengandung asam glukoronat. Asam glukoranat banyak ditemukan di alam dengan bentuk magnesium, kalium, dan garam kalsium fraksi utama adalah polisakarida bercabang yang terdiri dari penyusun galaktosa dengan cabang terkait dari arabinosa dan rhamnosa, dengan berhenti dalam asam glukuronat

(30)

14

Carboxylmethyl cellulose (CMC) merupakan bahan salah satu turunan

selulosa. Secara kimiawi gugus metilselulosa didapatkan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah alkalisasi, yaitu mereaksikan selulosa dengan larutan soda (basa) sehingga menjadi alkali selulosa. Kemudian pada tahap kedua yaitu eterifikasi, yaitu mereaksikan hasil tahap pertama dengan senyawa natrium kloro asetat yang akan menjadi natrium karboksimetil selulosa (larutan viskous) (Grover, 1993).

Penggunaan bahan pelapis sangat penting dalam pelapisan benih, karena bahan ini dapat bersifat sebagai pembawa zat aditif seperti antioksidan, mikroba antagonis, dan zat pengatur tumbuh (Ilyas, 2012). Bahan aditif yang digunakan adalah bahan kapur yang kandungan utamanya adalah kalsium dan magnesium.

Kalsium diketahui dapat meningkatkan pH tanah (mengurangi kadar alumunium didalam tanah). Kapur terutama Ca akan terhidrolisis didalam tanah menjadi OH-, dengan demikian Al akan berikatan dengan OH- dan akan mengendap (Hanafiah, 2007). Beberapa bahan kapur yang dapat digunakan adalah dolomit (CaO) kaptan (CaCO3), Gipsum (CaCO4.2H2O)

dan talk (Mg3Si4O10(OH)2 (Purbayanti et al., 1998). Senyawa-senyawa yang

(31)

15

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November 2013

sampai dengan April 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Ciherang dengan kelas benih pokok (berlabel ungu) yang dikemas sejak Januari 2014, arabic gum, CMC (Carboxymethyl cellulose), talk, gipsum, kaptan, dolomit, kertas, AlCl3.6H2O, merang, plastik, aquadestilata, dan pewarna bubuk.

(32)

16

3.3 Metode Penelitian

Teknis penelitian dengan dilaksanakan percobaan sebagai berikut: Pada percobaan ini perlakuan disusun dalam rancangan perlakuan faktorial 2x4, dengan kontrol sebagai konfirmasi. Faktor pertama yaitu bahan pelapis berupa CMC dan arabic gum. Faktor kedua adalah bahan aditif yaitu talk, gipsum, doolomit dan kaptan. Perlakuan yang telah disusun diterapkan dalam rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS) berdasarkan hari pengecambahan. Masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut:

(1) arabic gum 3% + talk 1% (c1a1); (2) arabic gum 3% + gipsum 1% (c1a2);

(3) arabic gum 3% + dolomit 1% (c1a3); (4) arabic gum 3% + kaptan 1%

(c1a4); (5) CMC 1,5 % + talk 1 % (c2a1); (6) CMC 1,5 % + gipsum 1 %

(c2a2); (7) CMC 1,5 % +dolomit 1 % (c2a3); (8) CMC 1,5 % + kaptan 1 %

(c2a4).

(33)

17

3.4 Pelaksanaan Percobaan

Pelaksanaan percobaan melalui beberapa tahapan. Ada tiga tahap pelaksanaan yang dijabarkan sebagai berikut:

3.4.1. Proses Pelapisan Benih

Proses pelapisan benih (seed coating) dilakukan secara manual merupakan modifikasi Setiyowati et al. (2007). Bahan perekat arabic gum dan CMC dilarutkan sesuai dengan konsentrasi dengan pelarut akuadestilata dan diaduk merata. Setelah bahan perekat diaduk merata, bahan pelapis benih berupa dolomit, gipsum, kaptan, dan talk ditambahkan sesuai dengan konsentrasi dan perlakuan. Benih dimasukkan ke dalam suspensi sambil diaduk hingga tercampur merata. Lama pengadukan ± 20 menit. Benih yang telah dilapisi kemudian dikeringkan dengan drier (pengering). Kemudian benih dimasukkan ke dalam wadah simpan benih.

3.4.2. Pembuatan larutan AlCl3.6H2O0,1 M

Larutan AlCl3.6H2Odigunakan untuk menurunkan pH pada kertas merang.

(34)

18

Sebelumnya dilakukan pembuatan larutan AlCl3.6H2O 1 M. Pembuatan

larutan AlCl3.6H2O 1 M adalah dengan menimbang 241,5 g AlCl3.6H2O

dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan aquadestilata sebanyak 100 ml, kemudian diaduk hinga homogen. Setelah homogen ditambahkan aquadestilata hingga volume 1000 ml. Untuk membuat larutan AlCl3.6H2O

0,1 M, diambil larutan AlCl3.6H2O 1 M sebanyak 100 ml dan ditambahkan

aquadestilata sebanyak 100 ml kemudian diaduk hingga homogen. Setelah larutan homogen, ditambahkan lagi aquadestilata hingga mencapai volume 1000 ml.

3.4.3. Pengamatan

Benih yang telah diberi perlakuan pelapisan benih, akan diuji dengan dua percoabaan seperti penjelasan diatas. Pada percobaan 1, benih diuji pada kertas merang dengan metode Uji Diatas Kertas. Kertas merang yang digunakan direndam pada larutan yang sudah disesuaikan pH-nya yaitu 4,2 sampai dengan 4,5 sebagai simulasi tanah dengan pH rendah. pH kertas merang cenderung mendekati netral, sehingga perlu disesuaikan dengan menggunakan larutan asam AlCl3.6H2O yang diukur dengan pH indikator.

(35)

19

Pengamatan dilakuan dengan menggunakan peubah yang mencakup viabilitas dan vigor benih. Peubah pengamatan viabilitas benih meliputi daya berkecambah benih, sedangkan peubah pengamatan untuk vigor benih meliputi kecepatan tumbuh, persentase indeks vigor benih, bobot kering kecambah normal, panjang akar primer kecambah dan panjang Plumula Kecambah.

1. Daya Berkecambah Benih (DB)

Daya berkecambah benih diukur berdasarkan jumlah kecambah normal yang muncul pada hari hitung pertama dan harihitung akhir. Rumus yang digunakan adalah:

2. Kecepatan Tumbuh Benih (KCT)

Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah pertambahan persentase kecambah normal/hari (Sadjaj et al. 1999) dengan rumus :

Keterangan :

t = Waktu pengamatan

N = Perubahan persentase kecambah normal harian tn = Waktu akhir pengamatan

(36)

20

Indeks vigor (IV) diukur berdasarkan jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan ke-1 (Copeland dan McDonald 2001) dengan rumus:

4. Bobot Kering Kecambah Normal

Bobot kering kecambah normal diukur dengan cara mengoven seluruh benih yang berkecambah normal (tanpa endosperm) pada suhu 700C. Setelah dioven, benih selanjutnya ditimbang bobot keringnya.

5. Panjang Akar Primer

Panjang akar primer kecambah dilakukan dari pangkal akar hingga ujung akar primer.

6. Panjang Plumula

(37)

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pada percobaan dengan menggunakan media dengan kondisi keracunan alumunium, peubah yang diamati adalah daya berkecambah benih,

kecepatan berkecambah, indeks vigor, panjang akar, panjang plumula, dan bobot kering kecambah normal. Penyajian analisis data untuk rekapitulasi respons benih terhadap bahan pelapis dan bahan aditif disajikan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat pengaruh masing-masing bahanpelapis maupun bahan aditif pada setiap peubah pengamatan.

Tabel 1. Rekapitulasi pengaruh berbagai bahan pelapis benih dan bahan aditif pada viabilitas dan vigor benih padi (oryza sativa l.) dalam kondisi media keracunan alumunium

(38)

22 Penggunaan bahan pelapis benih yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada beberapa peubah yang diamati. Hasil uji statistik (uji BNT pada taraf 5%) pada percobaan media dengan kondisi keracunan alumunium memperlihatkan bahwa penggunaan bahan pelapis benih berupa CMC memberikan pengaruh pada peubah daya berkecambah, panjang akar, panjang plumula, dan indeks vigor pada Tabel 2, sebagai berikut:

Tabel.2. Pengaruh bahan pelapis pada viabilitas dan vigor benih padi yang ditanam dengan kondisi keracunan alumunium.

Bahan Pelapis DB Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang

(39)

23 4.2. Pembahasan

Penelitian pengujian benih yang sudah dilapisi dilakukan pada media kertas merang yang diberi AlCl3.6H2O 0,1 M. Percobaan ini dilakukan

dengan menggunakan media kertas merang asam dengan kisaran pH 4,2 sampai dengan 4,5. Pada penelitian ini terlihat bahwa pada pelapisan benih tidak tergantung dari penambahan bahan aditif. Hal ini diduga karena bahan aditif berupa kapur tidak mampu larut (menyatu) dengan larutan pelapis benih. Sehingga saat dilakukan pelapisan pada benih, akan terbentuk dua lapisan pada permukaan benih. Lapisan pertama adalah lapisan bahan pelapis benih kemudian bahan aditif akan menempel pada permukaan bahan pelapis benih. Ketika dikecambahkan, saat benih akan berimbibisi bahan aditif mengalami dispersi terlebih dahulu dibandingkan dengan bahan pelapisnya, sehingga alumunium pada daerah perkecambahan mulai terikat oleh bahan aditif dan air dapat masuk ke dalam benih untuk berkecambah. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, sebagai berikut:

Gambar 1. Lapisan yang terbentuk setelah pelapisan dan penambahan bahan aditif.

Bahan Aditif

(40)

24 4.3.1. Pengaruh Penambahan Berbagai Bahan Aditif Pada Viabilitas

dan Vigor Benih Padi.

Berdasarkan uji statistik yang didapat, penggunaan kapur sebagai bahan aditif tidak memberikan pengaruh pada semua peubah pengamatan

kecambah benih. Pada penelitian ini digunakan AlCl3.6H2O sebagai bahan

untuk menyesuaikan pH media dan memberikan pengaruh Al pada media perkecambahan. Pada dasarnya keasaman media tanam umumnya

tercermin dari pH tanah. Prasetyo dan Suriadikarta (2006), menjelaskan bahwa kendala tanah dengan kemasaman yang tinggi adalah rata-rata pH kurang dari 4,5 dengan kejenuhan Al yang tinggi serta mengalami defisiensi air. Menurut Hanafiah (2007), salah satu usaha yang harus dilakukan untuk mengurangi kandungan Al pada media tanam adalah dengan pengapuran. Sehingga bahan kapur (talk, gipsum, dolomit dan kaptan) digunakan sebagai aditif.

Alumunium mampu menghambat berbagai proses pertumbuhan benih. Selain itu keberadaan Al didalam media tanam dapat menyebabkan air (H2O) terikat dan tidak tersedia bagi benih. Selain itu, AlCl3.6H2O pada

media akan terdisosiasi dan mengalami reaksi sebagai berikut:

Al(H2O)6Cl3 Al(OH)3 + H+ + Cl3

(41)

25 Hal ini menyebabkan pH pada media akan menurun (asam), akan tetapi proton berupa H+ sangat sedikit dalam memberikan pengaruh terhadap perkecambahan benih. Keberadaan proton logam berupa Al yang dapat menyebabkan gangguan pada proses perkecambahan benih. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Al pada media perkecambahan tidak meracuni benih. Benih tetap mengalami perkecambahan yang menunjukkan bahwa Al diduga tidak masuk kedalam benih. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya akar dan plumula pada kecambah, namun Al dapat bersifat racun pada saat komponen kecambah sudah mulai muncul.

Al diduga berada pada daerah perkecambahan benih dan menempel pada kulit benih, sehingga saat benih dikecambahkan Al yang berada di sekitar benih akan meracuni komponen perkecambahan (akar dan plumula). Sehingga akar kecambah akan terhambat dan pertumbuhan plumula juga terganggu. Gupta (2005) menjelaskan bahwa Al diketahui dapat

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar, tunas mengalami abnormalitas, dan membuat kekeringan pada tanaman (kecambah).

(42)

26 pemanasan CaCO3). Reaksi yang terjadi pada media tanam terhadap CaO lebih cepat bila dibandingkan dengan kaptan (CaCO3), Gipsum

(CaCO4.2H2O) dan talk (Mg3Si4O10(OH)2 (Purbayanti et al,1998). Pada

saat dikecambahkan, sebagian bahan aditif pada pelapis benih diduga akan mengalami dispersi pada media perkecambahan dan menetralisir

alumunium pada daerah perkecambahan benih sebelum benih mengalami imbibisi. Sehingga Al tidak lagi mengikat air dan tersedia bagi benih untuk berkecambah tanpa terganggu oleh keracunan alumunium.

Kandungan utama dari bahan kapur adalah kalsium dan magnesium. Dalam prosesnya kapur di dalam media tanam akan terhidrolisa dan menghasilkan OH- yang dapat berikatan dengan Al dalam bentuk Al(OH)3 yang menjadi

endapan (Purbayanti et al.,1998). Selain itu keberadaan proton H+ pada media perkecambahan akan terikat oleh ion OH-. Secara langsung

keberadaan Al yang tidak tersedia pada waktu imbibisi dan perkecambahan benih tidak terganggu oleh keberadaan alumunium yang ada pada media tanam. Selain itu, pH pada media perkecambahan akan meningkat.

4.3.2. Pengaruh Berbagai Bahan Pelapis Benih Pada Viabilitas dan Vigor Benih Padi.

(43)

27 Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa perlakuan pelapisan benih dengan bahan carboxylmethil cellulose (CMC) lebih berpengaruh terhadap beberapa peubah pengujian viabilitas dan vigor benih dibandingkan dengan

perlakuan arabic gum. Hal ini karena CMC merupakan karbohidrat stabil yang dapat digunakan sebagai zat pembawa yang baik, sehingga mampu melapisi benih secara kompak dan merata (JECF, 2000). CMC mampu mengikat kapur lebih baik daripada arabic gum, dan kapur dengan jumlah yang lebih tinggi ini lebih banyak melepaskan air dari ikatan alumunium. Sehingga daerah perkecambahan banyak menyediakan air dan benih

mampu berimbibisi dengan baik dan membentuk kecambah normal dengan indeks vigor dan daya berkecambah yang lebih tinggi.

Kitamura et al. (1981) melaporkan bahwa CMC adalah bahan pelapis benih yang baik untuk digunakan karena bahan CMC memiliki ukuran diameter partikel yang sangat kecil yaitu 2,0 mmϕ sampai dengan 2,5 mmϕ

sehingga kelarutan dalam air dan kekerasan permukaan lapisan baik. Pada penelitian Palupi et al. (2012) penggunaan CMC mampu menstabilkan dan menghomogenkan suspensi dengan kekentalan yang baik pada 0,5 sampai dengan 3%.

(44)

28 Sedangkan carboxylmethyl cellulose memiliki viskositas tinggi (Grover, 1993), viskositas tinggi saat dilarutkan akan mengalami peningkatan karena butir CMC akan menyerap air sehingga partikel air dapat terperangkap dalam sistem. Air yang terperangkap akan memperlambat terjadinya pengendapan sehingga larutan yang terbentuk akan stabil dan homogen (Kitamura et al., 1981). Dengan demikian bahan CMC dapat melapisi benih secara keseluruhan. Secara umum dari Gambar 2, diagram persentase dan daya berkecambah, perlakuan kedua bahan memiliki performa yang lebih baik dibandingkan tanpa pelapisan.

Gambar 2. Diagram daya berkecambah benih dan persentase indeks vigor.

Terlihat pada Gambar 2, masing-masing nilai rata-rata kecambah dengan perlakuan pelapisan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pelapisan .

Hal ini terjadi karena benih tanpa pelapisan tidak memiliki perlindungan pada permukaan benihnya sehingga pada saat tumbuh akan langsung bersentuhan dengan Al. Al yang tinggi pada media tanam menghalangi

0

Tanpa coating Arabic Gum CMC

Daya Berkecambah

(45)

29 pertumbuhan dan perkembangan pada kecambah. Hal ini juga dilaporkan oleh Sari et al. (2013) bahwa benih memperlihatkan vigor yang lebih baik daripada benih tanpa pelapisan. Giang dan Gowda (2007) menjelaskan hasil penelitian mereka bahwa benih dengan pelapisan yang dikecambahkan memiliki persentase daya berkecambah yang lebih tinggi daripada benih tanpa pelapisan.

Bahan yang digunakan berpengaruh terhadap peubah penunjang yaitu panjang akar kecambah dan panjang plumula kecambah. Benih yang dilapisi menggunakan bahan CMC memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan dengan benih yang dilapisi dengan arabic gum. Diduga pemberian AlCl3 pada media kertas merang mempengaruhi pemanjangan

akar kecambah. Terlihat pada Gambar 3 bahwa alumunium pada media perkecambahan bersifat meracuni perakaran kecambah. Hal ini juga dibuktikan dengan mengamati panjang akar kecambah dari benih tanpa pelapisan bahwa akar primer pendek dan mengalami penebalan, sedangkan akar sekunder tidak terbentuk. Vitorelo et al. (2005) melaporkan bahwa akar kecambah benih tanpa pelapisan memperlihatkan kematian jaringan berupa warna kecoklatan pada permukaan akar. Kematian jaringan ini yang dijelaskan oleh Rengel (1997), dapat menghambat penyerapan hara dan air didalam tanah. Sehingga dapat menyebabkan tanaman mengalami

(46)

30

Gambar 3. Diagram panjang akar primer kecambah.

Pada dasarnya pada akar tanaman memiliki lapisan apoplast yang dapat mengeksudasi ion kalsium. Namun dengan keberadaan Al yang terlalu tinggi pada daerah perakaran menyebabkan Ca2+ tidak mencukupi untuk menetralisir Al. Dengan demikian Ca2+ akan habis, sehingga Al dapat masuk ke jaringan apoplast (Ryan et al., 1997). Al yang masuk ke dalam akar akan menyebabkan pembengkakan dan luka pada akar, sehingga tingkat keracunan akan semakin meningkat (Vitorelo et al., 2005).

Keracunan Al pada akar akan berdampak pada pertumbuhan pucuk tanaman (plumula) (Claudio et al., 2008). Pertumbuhan plumula pada kecambah dengan perlakuan arabic gum dan CMC tumbuh sesuai dengan

pertumbuhan akar yang terbentuk (plumula tidak terganggu).

Pada kecambah ini lebih lambat dalam terkena dampak Al. Dapat dilihat pada Gambar 4.

Tanpa Coating Arabic Gum CMC

(47)

31

Gambar 4. Diagram panjang plumula kecambah.

Pertumbuhan plumula berbeda antarperlakuan namun jika kedua perlakuan dibandingkan dengan kecambah tanpa perlakuan pelapisan benih, plumula yang terbentuk tidak berbeda berdasarkan diagram dengan standard error of mean. Diduga pada kecambah benih tanpa pelapisan, Al menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel akar sehingga dapat menyebabkan

pertumbuhan plumula menjadi abnormal. Abnormalitas yang terjadi berupa plumula yang tumbuh lebih cepat dan memiliki warna yang lebih pekat (Wang et al., 2006). Menurut Vitorelo et al. (2005), gejala yang sering muncul akibat keracunan alumunium pada tanaman adalah terjadinya perubahan dalam sel pada bagian dalam daun. Sehingga pada bagian daun juga terganggu.

Tanpa Coating Arabic Gum CMC

(48)

32 4.3.3. Respons Benih dalam Viabilitas dan Vigor Benih pada

Penambahan Berbagai Bahan Pelapis Terhadap Penambahan Bahan Aditif

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, penggunaan bahan pelapis berupa CMC dan arabic gum tidak dipengaruhi oleh penambahan bahan aditif. Hal ini diakibatkan oleh masing masing bahan tidak dapat menjadi suatu larutan homogen. Sehingga dalam pencampuran larutan pada masing-masing perlakuan kedua bahan tidak menjadi satu, yang berarti terbentuk dua lapisan pada permukaan benih.

Menurut Ericsson dan Palm (1966), carboxylmethyl celllose merupakan salah satu turunan selulosa yang dapat berkurang performanya pada tekanan dan suhu normal. CMC dapat mengendap menjadi garam kalsium pada saat kandungan kapur yang tinggi, sehingga kualitas CMC pun akan berkurang. Dauqan dan Abdullah (2013); Lelon et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan utama dari arabic gum adalah kalsium dan magnesium. Arabic gum merupakan bahan yang dapat bereaksi dengan air, namun tidak dapat bereaksi dengan asam, garam kalsium, potassium dan magnesium. Sedangkan bahan aditif yang digunakan adalah kapur yang bahan

utamanya adalah kalsium dan magnesium, sehingga tidak dapat

(49)

33 Bahan aditif yang digunakan memiliki bentuk fisik dan unsur kimia

penyusun yang berbeda. Umumnya bentuk fisik dan unsur kimia penyusun yang berbeda akan mengakibatkan jumlah masing-masing bahan aditif yang dibutuhkan juga berbeda (Purbayanti et al., 1989. Selain itu bahan kapur tidak dapat larut dalam air. Kapur yang dilarutkan didalam air hanya akan terpecah menjadi partikel dan sebagian di dalam air sehingga bagian lainnya akan mengendap pada dasar larutan pelapis benih.

(50)

34

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Bahan pelapis mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih padi dibandingkan dengan tanpa pelapisan, saat dikecambahkan pada kondisi media keracunan alumunium pada semua peubah yang diamati. Bahan pelapis berupa carboxylmethyl cellulose (CMC) memperlihatkan viabilitas dan vigor benih lebih tinggi dibandingkan dengan arabic gum untuk peubah daya berkecambah benih, panjang akar, panjang plumula, dan indeks vigor.

2. Penambahan bahan aditif pada pelapis benih mampu mengurangi

(51)

35

3. Tidak terdapat respons benih padi dalam viabilitas dan vigor benih terhadap penambahan bahan pelapis dan bahan aditif pada semua peubah yang diamati. Sehingga penggunaan bahan aditif berupa talk, gipsum, dolomit dan kaptan tidak tergantung pada berbagai bahan pelapis yaitu arabic gum ataupun carboxylmethyl cellulose.

5.2. Saran

(52)

36

PUSTAKA ACUAN

Badan Pusat Statistik.http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. Diakses pada tanggal 4 september 2014 pukul 16.45 WIB.

Bozzolo, A. and Evans, M.R. 2013. Efficacy of Cork Granulates As a Top Coat Substrate Component for Seed Germinationbas Compared to Vermiculite. Hort Tecnology. 23: 114-118.

Chen Z., Castaing J.C., Peng-Fei JI., and Cristobal G. 2012. Seed Coatings, Coating and Methods for Use. United States Patent. Pub.No

US2012/0220454 A1.

Claudio I.B., Braulio S., Pillar U., Felipe A., and Reyez-Diaz M.. 2008. Resistance Mechanism of Alumunium (Al3+) Phytotoxicity In Cereals: Physiological, Genetic and Molecular Bases. Universidad de La Frontera Temuco, Chile. J. Soil Sc. Plant Nutr. 8(4): (57-71). Copeland L.O. and McDonald M.B. 2001. Seed Science and Technology.

5th edition. New York: Chapman & Hall. Pp 409.

Dauqan E., and Abdullah A. 2013. Utilization of Gum Arabic for Industries and Human Health. American Journal of Applied Sciences. 10 (10) : 1270-1279.

Desai BB. Kotecha PM and Salunkhe DK. 1997. Seeds Hand Books Biology, Production, Processing and Storage. New York: Marcel Dekker Inc. Pp 627.

Ericson B.S.J., and Palm U. 1970. Additives for Mortar and Concrete. United States Patents 3,528,195.

(53)

37 Grover, J.A. 1993. Industrial Gum ‘Cahpter 8’, Third Edition.

MechaniganResearch and Development. The Dow Chemical Company, Midlad. Michigan. 475-504 pp.

Gupta, V.S. 2005. Physiology of Stressed Crops Vol.3: Science Publishers, Inc. Enfield, New Hampshire. United State of America. Pp 425. Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo

Persada: Jakarta. 360pp.

Ilyas, S.2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor: IPB Press. Pp 138.

JECFA. 1989. Sodium Carboxylmethyl Cellulose. Published in FNP 32/2 (1984) : FNP 52 (1992).

Karti, P.D.M.H. 2011. Mekanisme Toleransi Alumunium pada Rumput Pakan Setaria splendia: Institut Pertanian Bogor. Bogor. J. Agron. Indonesia. 39 (2): 144-148.

Kitamura, S., M. Watanabe, Ibaraki, and M. Nakayama.. 1981. Process for Producing Coated Seed: Sumitomo Chemical Company,Limited. Osaka, Japan. United States Patents. Pp 4.

Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan penyimpanan Benih. Yogyakarta: Kanisius. Pp 127.

Miller, E.C. 2005. Plant Physiology with reference to the green plant 2nd edition : Biotech Books 1123/74, Trinegar. New Delhi. Pp 407-845.

Palupi, T., S. Ilyas, M. Machmud, dan E. Widajati. 2012.Pengaruh Formula Coating terhadap Viabilitas dan Vigor serta Daya Simpan Benih Padi (Oryza sativa L.): Institut Pertanian Bogor. Bogor. J. Agron. Indonesia. 40 (1) : 21-28.

(54)

38 Purbayanti E.D., Lukiwati D.R., dan Trimulatsih R. Dasar-Dasar Ilmu

Tanah Edisi 7:Terjemah dari Foth D.H.. 1943. Fundamentals of Soil Science: (Editor Hudoyo S.A.B.) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pp782.

Rengel, Z. 1997. Role of Calsium in Alumunium. New Phytol. 21: 499-513. Ryan P.R., Skerreet M., Ffindlay G.P., Delhaize E., and Tyerman. 1997.

Alumunium Activates An Anion Channel In The Apical Cells Of Wheatroots. Proc. Natl. Azad Sci U.S.A. J. Plant Biology. 94(12) : 6547-6552.

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta.160 hlm.

Sari, M., E. Widajati dan P.R. Asih. 2013. Seed Coating Sebagai Pengganti Fungsi Polong pada Penyimpanan Benih Kacang Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. J. Agron. Indonesia 41 (3) : 215-220. Sari, P.E., E. Widajati dan S. Salma. 2009. Pengaruh Komposisi Bahan

Pelapis dan Methylobacterium spp. Terhadap Daya Simpan Benih dan Vigor Bibit Kacang Panjang (Vigna sinensis L.). 7 Pp.

Makalah Seminar Dept. Agronomi dan Hortikultura:Fakultas Pertanian IPB.

Setiadi, D. 2002. Pengaruh Konsentrasi karboksimetil selulosa terhadap mutu sari buah jambu biji. Yogyakarta. J. Ilmu Pertanian. 9 (1): 29-36.

Sumarwoto. 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-Iles (Amorphophallus Muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi: UPN Veteran. Yogyakarta. Ilmu Pertanian. 11 (2): 45-53.

Sang Hyang Sri (2013).http//www.sanghyangsri.co.id. Berita: Produksi Benih Bermutu diIndonesia. Diakses pada tanggal l 4 september 2014 pukul 16.45 WIB.

Vitorello V.A., Capaldi F.R., and Stefanuto V.A.. 2005. Recent Advance In Alumunium Toxicity And Resistance In Higher Plants.

(55)

39 Wahjudin, U.M. 2006. Pengaruh Pemberian Kapur dan Kompos Sisa

Tanaman terhadap Aluminium Dapat Ditukar dan Produksi Tanaman Kedelai pada Tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten: Institut Pertanian Bogor. Bul. Agron. 34(3): 141 – 147. Wang J., Raman S., Zhang G., Mendham N., and Zhou M.. 2006.

Alumunium Tolerance in barley (Hordeum vulgare L.)

Physiological Mechanism, Genetics and Scereening Methods. University of Tasmania, Australia. J. Zhjiang Univ. Science B. 7 (10): 769-787.

Winarso, S,. E. handayanto, Syekhfani, dan D. Sulistyanto. 2009. Pengaruh Kombinasi Senyawa Humik dan CaCO3 terhadap Alumunium dan

Fosfat Typic Paleudult Kentrong Banten: Universitas Brawijaya. Malang. J. Tanah Trop. 14 (2): 89-95.

Zahran, E.; Sauerborn J.; Elmagid, A.Abd. ; Abbasher, A.A.; Müller-Stöver, D. 2008. Granular formulations and seed coating: delivery options for two fungal biological control agents of Striga

hermonthica. J. Plant Dis. Plant Protect. 115:178-185.

(56)

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi pengaruh berbagai bahan pelapis benih dan bahan aditif pada viabilitas dan vigor benih padi (oryza sativa l.) dalam kondisi media keracunan alumunium
Tabel.2. Pengaruh bahan pelapis pada viabilitas dan vigor  benih padi yang ditanam dengan kondisi keracunan alumunium
Gambar 1. Lapisan yang terbentuk setelah pelapisan dan penambahan
Gambar 2. Diagram daya berkecambah benih dan  persentase indeks vigor.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Badan Usaha Milik Negara adalah bentuk badan hokum yang tunduk pada hukum Indonesia1. Tujuan BUMN sendiri ialah membangun ekonomi sosisal menuju tercapainya masyarakat yang adil

1. Langkah-langkah penerapan metode pembelajaran Index Card Match pada mata pelajaran Matematika materi “Perkalian” pada peserta didik kelas II SD Negeri 03

Ruang pengolahan makanan menurut kelaikan fi sik higiene sanitasi Jasa boga terbagi atas 2 (dua) bagian penilaian, yaitu: (1) tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja

Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan

Hasil penelitian Merin, (2016) : 1) pemikiran metakognitif dapat diajarkan bersamaan dengan konten, tanpa mengorbankan kualitas keduanya. Kurikulum pendidikan profesional

Penambahan tepung katuk dan tepung kunyit pada pada kambing perah yang diberi pakan suplemen sakura blok dapat meningkatkan produksi dan kualitas susu.. Tanaman katuk

memikirkan nilai yang tidak tuntas, tidak bisa menyesuaikan diri dengan mata pelajaran, tidak punya aspirasi pendidikan dan khawatir akan masa depan. Sedangkan

-DGL .63 ³.$5<$ 0$1',5,´ 6HORQJ WLGDN PHPEXDW EXNX EHVDU QHUDFD VDOGR VDPSDL GHQJDQ ODSRUDQ NHXDQJDQ /DSRUDQ NHXDQJDQ NRSHUDVL EHUXSD ODSRUDQ SHU EXODQ EHULVL ODSRUDQ SLQMDPDQ