ABSTRAK
PENGARUH SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTARSUKU DISEKITAR DESA BANJARSARI
KECAMATAN WAY SULAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
(Novi Noor Fachriyah, Adelina Hasyim, Yunisca Nurmalisa)
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Lampung Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan sampel 93 responden. Menggunakan teknik pengumpulan data, wawancara dan dokumentasi, analisis data menggunakan chi quadrat.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat derajat keeratan, yaitu dengan koefisien kontigensi C=0,79 dan koefisien kontigensi Cmaks= 0,82. Artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku di sekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan. Berdasarkan pada beberapa indikator mengenai sikap masyarakat dan konfik antarsuku yang meliputi indikator kognisi masyarakat terhadap konflik cenderung kurang baik, indikator afeksi cenderung baik, indikator konasi cenderung kurang baik, indikator menuruti konflik cenderung kurang baik, indikator menghindari konflik cenderung baik dan indikator antipati cenderung baik.
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, buah hati dari
pasangan Bapak Moh Amin dan Ibu Sumiatun.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 01 Karang Pucung pada
tahun 2004, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Merbau Mataram tahun
2007, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Merbau Mataram pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat
(PKAB). Saat di bangku kuliah, Penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan di KSR PMI UNIT UNILA periode 2011 – 2012 sebagai ketua
pelaksana Diklat Lapangan dan Latihan Dasar (DIKSAR). Pada Juli 2013, Penulis
mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di
MOTO
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.”
(Q.S. Al Hujarat:13)
“Jadikanlah Sabar Dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan
Seseunggunya Berat, Kecuali Bagi Orang-orang Yang Khusus”
kupersembahkan karya kecilku ini sebagai tanda baktiku kepada:
Ayah tercinta Bapak Moh Amin dan mama tersayang Ibu Sumiatun
yang telah membesarkanku denganpenuh kasih sayang dan kesabaran
yang luar biasa dalam mendidik, membimbing, memberikan semangat,
dans enantiasa berdoa demi keberhasilanku
Kakak tersayang Desy Sufriyanty dan adik tersayangku Yeni
Ameliana dan seseorang yang selalu menemaniku, atas semangat serta
dukungan yang besar dalam menanti keberhasilanku dan do’a yang
tulus
Para pendidikku yang ku hormati, terima kasih atas ilmu yang telah
diberikan
Almamater tercinta, Universitas Lampung
SANWANCANA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, yang selalu dinantikan syafa’atnya di Yaumul
akhir nanti.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Sikap Masyarakat Terhadap Konflik Antarsuku Disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh saran maupun kritikan yang bersifat membangun sekaligus merupakan sebuah pembelajaran baik dalam menambah ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan penulis sendiri. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku pembimbing I dan Bapak Muhammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd.,
selaku pembimbing II, serta ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Abdurahman. M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama FKIP Universitas Lampung.
FKIP Universitas Lampung.
6. Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, sekaligus Penguji Utama, Terimakasih atas saran dan motivasi yang telah diberikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP Unila, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
8. Kedua orangtuaku yang tercinta dan seluruh keluargaku terimakasih atas doa, senyum, airmata, bahagia, dukungan, kasih sayang yang telah diberikan dan semua pengorbanan mu untukku yang tiada pernah bisa
dinilai dari segi apapun.
9. Seluruh keluarga yang telah mendoakan keberhasilanku kelak
10. Sahabat terdekatku Rohimin Fellow, Viola Indora, Frentylia Shandi, Sutri Handayani selalu berusaha meluangkan waktu disaat aku butuh teman cerita, yang terus berusaha menasehati dan memberi motivasi saat aku
mulai mengeluh dalam segala hal.
11. Teman-temanku, Anesya, Evi andespa, Muklas Nurahman, Dian Puspita
bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa, saran, dukungan
serta motivasinya yang selalu kalian berikan kepadaku.
12. Adik tingkat angkatan 2011 dan 2012, Rio, Ridho dan yanda yang selalu
setia saat dibutuhkan.
13. Teman-teman KKN-PPL di desa Chandra Kencana Tulang Bawang Barat, Mba angge, Rima, Noni, Melisa, Mba risa, Puspita, Silvi, Haekal, Rizki
yang selalau memberikan semangat serta canda tawa dalam kebersamaan selama ini untuk bersama-sama meraih kesuksesan.
14. Murid-murid ku di SMP Negeri 05 Tulang Bawang Tengah yang telah memberikan semangat.
15. Teman-teman seperjuangan waktu SMA, Andri, Dedi Yadi, Balutan,
Berthon, Komang, Indah, Yuni Astuti, Alan, Rani, Mega dan Anita, yang selalu memberi dukungannya.
16. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Dalam menyusun Skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bandar Lampung, Januari 2015 Penyusun
Halaman
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
SURAT PERNYATAAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
PERSEMBAHAN... viii
MOTTO ... ix
SANWACANA ... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian...6
2. Kegunaan Penelitian ...6
a. Kegunaan Teoritis Penelitian...6
b. Kegunaan Praktis Penelitian ... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian... 7
1. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian... 7
2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ...7
3. Ruang Lingkup Subyek Penelitian ... 8
4. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori... 9
1. Sikap ... 9
1. Pengertian Sikap ... 9
2. Komponen Sikap ... 12
3. Komponen Pokok Sikap ... 13
4. Ciri-ciri Sikap ... 13
5. Fungsi Sikap ... 14
6. Faktor-faktor Sikap ... 15
7. Pembentukan dan Perubahan Sikap ... 16
2. Masyarakat Desa ... 19
1. Masyarakat ... 19
2. Desa ... 22
a. Pengertian Desa ... 22
b. Unsur Desa ... 22
3.Masyarakat Desa... 23
a. Pengertian Masyarakat Desa ... 23
b. Ciri-ciri Masyarakat Desa ... 23
3. Konflik Antarsuku ... 24
A. Konflik ... 24
1. Pengertian Konflik ... 24
2. Teori Konflik ... 26
3. Penyelesaian konflik ... 26
4. Penyebab Konflik ... 27
B. Suku ... 28
C. Konflik Antarsuku ... 28
1. Pengertian Konflik Antarsuku ... 28
2. Dampak Konflik Antarsuku ... 29
C. Kerangka Pikir ... 29
D. Hipotesis... 31
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 32
B. Populasi dan Sampel ... 32
1. Populasi ... 32
2. Sampel ... 33
3. Teknik Pengambilan Sampel ... 35
C. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 36
1. Variabel Penelitian ... 36
2. Definisi Konseptual ... 36
3. Definisi Operasional ... 37
D. Rencana Pengukuran Variabel ... 38
E. Teknik Pengumpulan Data... 39
1. Teknik Pokok... 39
2. Teknik Penunjang ... 40
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 41
1. Uji Validitas... 41
2. Penelitian Pendahuluan ... 49
3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 49
4. Pelaksanaan Penelitian ... 50
5. Pelaksanaan Uji Coba Angket... 51
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55
1. Sejarah Desa Banjarsari ... 55
2. Keadaan Personel ... 56
3. Letak Administrasi ... 57
4. Luas Wilayah dan Keadaan Desa Banjarsari ... 58
5. Sarana dan Prasarana di Desa Banjarsari ... 59
C. Deskripsi Data... 60
1. Pengumpulan Data... 60
2. Penyajian Data... 60
a. Penyajian Data Indikator Kognisi... 61
b. Penyajian Data Indikator Afeksi... 63
c. Penyajian Data Indikator Konasi ... 66
d. Penyajian Data Indikator Menuruti... 68
e. Penyajian Data Indikator Menghindari/Menjauhi ... 70
f. Penyajian Data Indikator Antipati ... 72
D. Pengujian... 74
1. Pengujian Pengaruh ...74
2. Pengujian Tingkat Keeratan Pengaruh ... 77
E. Pembahasan... 79
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 84
B.Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Data Konflik yang Prnah Terjadi di Sekitar Desa Banjarsari 4
Tabel 2.1 Data Jumlah Masyarakat di Desa Banjarsari Tahun2013 ... 34
Tabel 4.1 Hasil Uji Coba Angket 10 Orang di Luar Responden tentang Pengaruh Sikap Masyarakat Terhadap Konflik Antarsuku Disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan untuk Item Ganjil (X) ... 52
Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Angket 10 Orang di Luar Responden tentang Pengaruh Sikap Masyarakat Terhadap Konflik Antarsuku Disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan untuk Item Genap (Y) ... 52
Tabel 4.3 Distribusi antara Item Soal Kelompok Ganjil (X) dengan Item Genap (Y) ... 53
Tabel 4.4 Regenerasi Sistem Kepemimpinan Desa Banjarsari dari Tahun 1989 – sekarang ... 56
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan ... 59
Tabel 4.6 Data Sarana Peribadatan dan Sarana Olahraga di Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan ... 59
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Indikator Kognisi... 62
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Indikator Afeksi... 64
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Indikator Konasi ... 67
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Indikator Menuruti ...69 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Indikator Menjauhi ... 71
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Indikator Antipati ... 73
Tabel 4.13 Daftar Kontingensi Pengaruh Pengaruh Sikap Masyarakat Terhadap Konflik Antarsuku ... …75
1. Surat Keterangan Penelitian Dari Pembantu Dekan I
2. Surat Keterangan Penelitian Pendahuluan
3. Surat Izin Melaksanakan Penelitian
4. Surat Balasan Telah Melaksanakan Penelitian di Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan
5. Kisi-kisi Angket
6. Angket Penelitian
7. Distribusi Hasil Angket Mengenai Sikap Masyarakat Terhadap Konflik
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memilki berbagai macam suku bangsa, sebagaimana menurut sensus
BPS pada tahun 2010, jumlah suku di Indonesia 1.340 suku bangsa. Diantaranya
Suku jawa merupakan kelompok suku terbesar di Indonesia dengan mencapai
41% dari total populasi, kawasan utamanya yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan
Lampung. Terbesar kedua adalah kelompok suku Sunda mencapai 15%,
Kawasan utama yaitu Jawa Barat. Suku Melayu dan suku Madura adalah
kelompok terbesar berikutnya di negara ini.
Melihat banyaknya jumlah suku yang ada di Indonesia maka kemajemukan
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia.
Masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, dengan
melihat kemajemukan tersebut, maka tidak jarang pula terjadi
perbedaan-perbedaan pandangan dan tujuan sering dipandang sebagai masalah yang hanya
dapat di selesaikan jika kita semua memiliki maksud yang sama. Sehingga
dengan adanya perbedaan tersebut seringkali menimbulkan gesekan-gesekan
sosial oleh adanya seluruh kepentingan masyarakat agar tetap berintegrasi dalam
2
Namun, akhir-akhir ini perjalanan hidup bangsa Indonesia selalu diwarnai
dengan persoalan-persoalan konflik yang terjadi antara masyarakat lainnya.
Konflik itu sendiri meliputi konflik SARA. Sering kali dalam kelompok
masyarakat terjadi konflik, atau pertentangan yang menjadi penyebab terjadinya
perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentanngan-pertentangan mungkin terjadi
antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok.
Konflik antarsuku yang sering kali terjadi disebagian besar dilatar belakangi
bukan karena perbedaan suku, perbedaan pendapat antar suku atau cara hidup
antar suku yang berbeda, tetapi disebabkan karena kecemburuan sosial,
kecemburuan ekonomi, kesenjangan sosial, dan kesalah pahaman yang
mengakibatkan terjadinya konflik antar suku.
Begitupun konflik yang pernah terjadi disekitar Desa Banjarsari seperti konflik
antarmasyarakat Desa Bali Nuraga dan Way Harong. Konflik tersebut berakar
dari kurang harmonisnya hubungan antara warga pendatang, yaitu kelompok
etnis Bali dan penduduk asli. Warga Bali datang ke Lampung sejak Zaman
Belanda sebagai transmigran. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, rombongan
yang berdatangan semakin banyak. Sebagian dari mereka adalah korban letusan
Gunung Agung, Bali pada tahun 1963.
Ketika rombongan warga Bali mulai bermukim, gesekan-gesekan bermunculan.
Gesekan itu didorong oleh kesenjangan ekonomi antara kelompok pendatang
dan penduduk asli. Warga pendatang umumnya sukses sebagai pengusaha dan
lokal juga menuding para pendatang dari Bali ini enggan membaur. Kebiasaan
warga Bali membangun kampung menyerupai desa asalnya di Bali, lengkap
dengan pusat ibadah dan kebudayaannya, dianggap sebagai simbol keengganan
warga Bali membaur dengan warga masyarakat lokal. Karena kecemburuan
sosial dan ekonomi antarmasyarakat Desa secara tidak langsung hal ini
mempengaruhi sikap masyarakat yang ada disekitar Desa yang berkonflik.
Dengan terjadinya konflik tersebut perekonomian, politik dan sosial warga di
sekitar desa terganggu, karena harus dihentikan sementara waktu sampai konflik
mereda.
Masyarakat Desa Banjarsari prihatin terhadap kejadian yang terjadi di Desa
Balinuraga dan konflik yang terjadi disekitar Desa Banjarsari, seperti di Desa
Karang Pucung Kecamatan Way Sulan Lampung Selatan pada tahun 2002 dan
pada awal tahun 2013. Terjadi konflik antarpemuda yang berujung konflik
anatar suku, sehingga membuat masyarakat desa Banjarsari khawatir dan
antipati terhadap masyarakat asing yang berkunjung ke desa Banjarsari, karena
sebagian besar masyarakat Banjarsari adalah suku sunda dan suku jawa.
Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara diketahu bahwa Desa yang
terjadi konflik antar suku disekitar desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan
4
Tabel 1.1 Data konflik yang terjadi di sekitar desa banjarsari
No Desa Tahun
Konflik
Selesai Belum selesai 1. 2. 3. Karang Pucung Balinuraga Way Horong 2002 2013 2012 2012
-Sumber : Wawancara Kepala Desa Karang Pucung dan Camat Way Panji
Berdasarkan dari tabel 1.1 diketahui bahwa Desa Karang Pucung terjadi konflik
pada tahun 2002 dan tahun 2013, Desa Bali Nuraga terjadi konflik pada tahun
2012, dan Desa Way Horong terjadi konflik pada tahun 2012
Konflik yang terjadi baru-baru ini di beberapa daerah di Indonesia, seperti
konflik yang terjadi pada tahun 2012 di desa Bali Nuraga dan Way Panji
Lampung Selatan. Karena kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial antar
masyarakat desa sehingga mengakibatkan konflik antar suku yang
berkepanjangan dan merugikan warga sekitar. Sehingga berdampak pada sikap
masyarakat terhadap masyarakat desa yang berkonflik tersebut.
Dampak dari konflik anatarsuku yang terjadi di Lampung Selatan
mengakibatkan kewaspadaan masyarakat terhadap suku yang berkonflik.
Seringnya terjadi konflik-konflik kecil dan mengatas namakan perbedaan suku
belakang tersebut, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh konflik anatr
suku terhadap sikap dan hubungan sosial dalam masyarakat, maka peneliti
tertarik untuk mengambil judul: “Pengaruh Sikap Masyarakat Terhadap Konflik
Antarsuku Disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten
Lampung Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah ini dapat di
identifikasikan sebagai berikut :
1. Masyarakat sekitar konflik terimbas oleh pertikaian yang terjadi
2. Respon yang diberikan masyarakat terhadap masyarakat yang berkonflik
bisa menimbulkan konflik baru
3. Kesenjangan sosial antarpenduduk pendatang dengan penduduk pribumi
berkaitan dengan keharmonisan antar penduduk.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis
membatasi masalah pada pengaruh sikap masyarakat terhadap konflik
antarsuku disekitar Desa Banjarsari kecamatan Way Sulan kabupaten Lampung
6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
pengaruh sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku disekitar Desa
Banjarsari kecamatan Way Sulan kabupaten Lampung Selatan.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh sikap masyarakat
terhadap konflik antarsuku disekitar Desa Banjarsari kecamatan Way Sulan
kabupaten Lampung Selatan
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini berguna untuk memperkaya dan
mengembangkan konsep-konsep yang berkaitan dengan ilmu pendidikan,
khususnya ilmu Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan pada
kawasan Hukum dan kemasyarakatan, mengkaji tentang keanekaragaman
b. Kegunaan Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna untuk:
1. Masukan untuk masyarakat Desa Banjarsari mengenai sikap
masyarakat terhadap konflik antarsuku.
2. Secara praktis penelitian ini berguna bagi masyarakat di
lingkungan Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Lampung
Selatan yang diharapkan agar lebih mempererat rasa kebersamaan
dalam bermasyarakat, perbedaan suku, agama, ras bukan dijadikan
suatu halangan dalam hidup yang berdampingan.
3. Bagi masyarakat agar dapat lebih saling menghargai satu sama
lain
4. Dapat dijadikan refrensi bagi peneliti yang ingin meneliti
permasalahan ini lebih lanjut.
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup ilmu yang dalam penelitian ini adalah Ilmu Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan kawasan hukum dan kemasyarakatan,
mengkaji tentang sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku disekitar
desa banjarsari.
2. Ruang Lingkup Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah sikap masyarakat Desa
8
3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah konflik antar suku yang
ada disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Lampung Selatan
4. Ruang Lingkup Tempat Penelitian
Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Desa Banjarsari
Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan.
5. Ruang Lngkup Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat Izin
penelitian Pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Sikap
1). Pengertian Sikap
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa.
Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap
mungkin dihasilkan dari perilaku tetapi sikap tidak sama dengan perilaku.
Menurut Fishbein dalam Ali dan Asrori (2006:141) “Sikap adalah
predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespons secara konsisten
terhadap suatu objek”. Menurut W.S Winkel dalam Octama (2013:27)
“Sikap adalah kecenderungan penilaian terhadap objek yang berharga baik
atau tidak berharga atau tidak baik”. Menurut LaPierre dalam Ramli
(2013:1) “Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendesi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikandiri dalam situasi sosial atau
secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisikan”. Menurut Secord dan Backman Ramli (2013:1) “Sikap
adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
10
merupakan predisposisi emosional atau perilaku untuk menyesuaikan diri
terhadap lingkungan disekitarnya.
Menurut Aiken dalam Rahmadani (2009:11), “sikap sebagai predisposisi
atau kecendrungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon
secara positif atau negative dengan intensitas yang moderat atau memadai
terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Menurut Berkowitz dalam
Azwar (2005:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah
perasaan atau emosi dan faktor, kedua adalah reaksi/respon atau
kecendrungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu
berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang
(dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Kemudian Thurstone dalam bimo walgito (2003:109) “sikap adalah suatu
tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam
hubunganya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif ialah
afeksi senang. Sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak
menyenangkan. ” Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap terhadap
objek, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif
terutama kepada guru dan mata pelajaran yang di terima merupakan tanda
yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap negatif yang di
iringi dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajaranya menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga prestasi belajar yang di capai
bahwa sikap perasaan emosional dan respon atau reaksi untuk bereaksi.
Respon positif (like) dan negatif (dislike)
Petty Cocopio dalam Azwar S. (2000 : 6) ”Sikap adalah evaluasi umum
yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue”.
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifiestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan
dari perilaku yang tertup. Sikap merupakan kesiapan untuk reaksi terhadap
abjek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap
merupakan kecenderungan seorang individu terhadap suatu objek tertentu,
situasi atau orang lain yang kemudian di deskripsikan dalam bentuk
sebuah respon kognitif, afektif, dan perilaku individu. Serta kesiapan
seseorang bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi, atau nilai untuk menentukan apakah orang harus pro
atau kontra terhadap sesuatu.
2). Komponen Sikap
Mengenai komponen sikap, ada tiga macam komponen yaitu kognisi,
efeksi dan konsi, ketiga ranah tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Komponen kognisi berhubungan dengan keyakinan (beliefs), ide dan
12
2. Komponen afeksi yang menyangkut emosional seseorang
3. Komponen konasi yang merupakan kecendrungan tingkah laku.
Komponen kognisi berhubungan dengan keyakinan/kepercayaan seseorang
mengenai objek sikap. Kepercayaan terhadap sesuatu sebagai objek sikap
akan mempolapikirkan seseorang, artinya objek sikap dalam hal ini sangat
berperan sekali dalam tugas yang diembannya. Komponen afeksi yang
menyangkut emosional banyak ditentukan oleh kepercayaan. Bila
seseorang telah memandang negative terhadap oranng lain, maka akan
merasa malas dan hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.
Komponen konasi dalam sikap menunjukan kecendrungan berprilaku yang
ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan sikapnya terhadap orang
lain. Bila seseorang merasa tidak suka terhadap orang lain, maka wajar
bila orang tersebut enggan menyapa dan berkomunikasi dengan orang
tersebut.
Antara komponen kognitif, afektif dan kecendrungan itu tidak dapat
dipisahkan karena merupakan suatu kesatuan yang selaras, saling
berhubungan dan berpadu satu sama lainnya menyebabkan dinamika yang
cukup kompleks dan dapat mempengaruhi kecendrungan perilaku
3). Komponen Pokok Sikap.
Menurut Alport (1954) yang dikekumakan oleh Notoatmodjo (2003) ada
tiga komponen pokok sikap yaitu:
a. (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak.
Kecendrungan untuk bertindak laki-laki dan peremupuan berbeda. Hal ini
dikarenakan, perempuan lebih banyak menggunakan intisiusnya dalam
bertindak disbanding laki-laki. Perempuan lebih banyak memilih dalam
setiap tindakannya sehingga cenderung untuk bertindakpun tidak seagresif
kaum lelaki. Laki-laki lebih banyak menggunakan emosionalnya
disbanding intusiusnya tanpa memikirkan resiko dari tindakannya,
sehingga kaum lelaki paling terkena resiko tindakannya disbanding
perempuan (Smartpsikologi, 2007).
Tiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
4) . Ciri-ciri Sikap
Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kesiapan untuk
bertindak, sedangkan menurut Oxford Advanced Leaner Dictinary (dalam
rahmadani, 2008), sikap merupakan cara menempetkan atau membawa
diri, merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
Ciri-ciri sikap menurut Purwanto dalam Rina (2013:16) adalah:
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini yang membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain sikap itu terbentuk dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5). Fungsi Sikap
Sikap merupakan suatu perbuatan psikis yag tidak tampak, tetapi dapat
diketahui melalui gejala-gejala yag ditimbulkan, menurut Mar’at fungsi
sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap memiliki fungsi instrumental dan dapat menyesuaikan atau berfungsi pula memberikan pelayanan.
2. Sikap dapat berfungsi sebagai penahan diri atau fungsi mengadaptasi
dunia luar,
3. Sikap berfungsi pula sebagai penerima terhadap suatu objek dan ilmu serta member arti.
4. Sikap dapat pula menunjukan nilai ekspresif dari diri seseorang dan
Menurut Katz dalam Rahman (2013:129) membagi fungsi sikap dalam 4 kategori
sebagai berikut:
1. Fungsi the knowledge function
Sikap sebagai skema yang memfasilitasi pengelolaan dan penyederhanaan memproses informasi dengan mengintegrasikan antara informasi yang ada dengan informasi yang baru.
2. Fungsi the utilitarian atau instrumental function
Sikap membantu kita mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Fungsi the ego-defensive function
Sikap berfungsi memelihara dan meningkatkan harga diri. Orang cenderung mengembangkan sikap tertentu untuk melindungi egonya dari abrasi psikologi.
4. Fungsi the value-expressive function
Sikap digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan nilai-nilai dan konsep diri.
Dari pendapat tokoh diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi
sikap akan selalu berkaitan dengan kebutuhan seseorang, baik kebutuhan
yang timbul dalam diri sendiri maupun kebutuhan yang timbul dari luar
dirinya. Seseorang akan bersikap positif apabila objek tersebut memenuhi
kebutuhan yang diinginkaya, dan bersikap netral bila objek tersebut sama
sekali tidak mempengaruhi atau memenuhi kebutuhanya, sedangkan akan
bersikap negatif bilamana objek tersebut tidak memenuhi atau
bertentangan dengan kebutuhan yang diinginkanya.
6). Faktor-faktor Sikap
Menurut Azwar dalam Rina (2013:17) faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap terhadap objek sikap antara lain:
1. Pengalaman pribadi
16
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
4. Media massa.
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,
7). Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan
sembarangan. Tetapi pembentukannya senantiasa berlangsung dalam
interaksi manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. Menurut Gerungan
(2004:166) “ Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok
dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru”. Interaksi di luar
kelompok adalah interaksi dengan hasil buah kebudayaan manusia yang
sampai kepadanya melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio,
televisi, buku,dan risalah. Akan tetapi, pengaruh dari luar diri manusia
karna interaksi di luar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk
menyebabkan perubahan sikap atau terbentuknya sikap baru. Menurut
Sarlito dalam Santosa (2013:1) menjelaskan bahwa sikap dapat dibentuk
melalui empat macam pembelajaran, yaitu:
1. Pengkondisian klasik yaitu proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus selalu diikuti oleh stimulus yang lain, sehingga stimulus yang pertama menjadi suatu isyarat bagi adanya stimulus yang kedua.
3. Belajar melalui pengamatan; proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku seseorang, yang kemudian dijadikan contoh untuk berperilaku serupa.
4. Perbandingan sosial; proses pembelajaran dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, untuk meninjau kembali apakah pandangan kita mengenai suatu hal itu benar atau salah.
Secara lebih kompleks, menurut Bimo Walgito dalam Santosa (2013:2)
“Pembentukan sikap yang ada dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh
faktor internal, berupa fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal yang
bisa berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma yang ada dalam
masyarakat, dan hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada
dalam masyarakat”.
Banyak pakar psikologi sosial juga meyakini bahwa sikap merupakan hasil
dari proses belajar. Seorang anak dilahirkan tidak membawa
kecenderungan sikap tertentu terhadap objek-objek yang ada di luar
dirinya. Namun, menurut Baron dan Byrne dalam Rahman (2013:131) “
Temuan kontroversial menunjukkan fakta-fakta bahwa dua anak kembar
identik ternyata memiliki kecenderungan sikap yang sama terhadap
objek-objek tertentu”. Terlepas dari temuan kontroversial tersebut, menurut
Rahman (2013:131) selama ini sikap diyakini terbentuk karena proses
belajar berikut :
1. Sikap terbentuk karena mengamati orang lain atau belajar sosial (Learning by observing others). Dengan mengamat perilaku model, anak membentuk sikap-sikapnya, dan menunjukkan perilaku sesuai dengan sikapnya tersebut.
2. Sikap terbentuk karena reward-punishment (Learning through
18
mendapatkan punishment. Sikap yang mendapatkan reward
cenderung akan di ulang dan menjadi sikap yang kuat, dan sikap yang mendapatkan hukuman akan hilang atau menjadi sikap yang lemah.
3. Sikap terbentuk karena proses asosiasi (Learning through
association:classical conditioning). Kita mempunyai kecenderungan sikap tertentu pada orang lain kadang karena terjadi asosiasi antara informasi baru dengan informasi yang sudah diketahui.
4. Sikap terbentuk karena pengalaman langsung (Learning by direct experience). Sikap seseorang bisa saja terbentuk karena pengalamannya sendiri.
5. Sikap terbentuk melalui pengamatan terhadap perilaku sendiri (Learning by observing our own behavior) pengamatan terhadap perilakudiri sendiri bisa saja membentuk sikap seseorang.
Sikap terbentuk selama perkembangan individu karena itu sikap dapat
mengalami perubahan. Menurut Secord dan Backman dalam Walgito
(2011:68) salah satu teori perubahan sikap adalah teori rosenberg yang di
kenal dengan sebutan teori konsistensi kognitif-afektif dalam masalah
sikap. Menurut teori ini, komponen afektif akan selalu berhubungan
dengan komponen kognitif dan hubungan tersebut dalam keadaan
konsisten. Selain itu, apabila komponen kognitifnya berubah maka
komponen afektifnya juga akan berubah dan sikapnya akan berubah begitu
juga sebaliknya. Namun demikian, teori ini menitikberatkan pada
pengubahan afektif terlebih dahulu. Pengubahan sikap di samping
pengubahan komponen akan lebih tepat juga dikaitkan dengan fungsi
sikap, sehingga akan lebih jelas arah perubahan sikap yang dikaitkan
dengan perilaku.
Menurut Rosenberg dalam Walgito (2011:68) “Pengertian kognitif dalam
dengan objek sikap, tetapi juga mencakup kepercayaan tentang hubungan
antara objek sikap dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu”. Di
sisi lain, komponen afektif berhubungan dengan bagaimana perasaan yang
timbul pada diri seseorang menyertai sikapnya bisa positif ataupun negatif
terhadap objek sikap.
2. Masyarakat Desa
1). Masyarakat
Menurut Soleman B. Taneko dalam Syani (2005:25) “Masyarakat
merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup
bersama”.
Menurut Iver dan Page dalam Syani (2005:25) “masyarakat ialah suatu
system dari kebiasaan dan tata-cara, dari wewenang dan kerjasama antar
berbagai kelompok danpenggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta
kebebasan-kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan
sosisl. Dan masyarakat selalu berubah”.
Menurut R. Soetarno dalam Wandi (2011:24) mengemukakan bahwa
“Masyrakat adalah sekelompok individu yang terdiri darikeluarga-keluarga
yang tinggal di suatu daerah, tiap-tiap individu saling mempunyai
kepentingan untuk mengembangkan hidup bersama dengan norma-norma
20
Menurut Spencer dalam Jauhari (2011:95) fungsi masyarakat adalah :
1. Masyarakat seperti halnya dengan organisme, dapat berkembang.
2. Organisme dan dan masyarakat berbeda struktur, tetapi sama
perubahan pada fungsi.
3. Pertambahan ukuran organisme dan masyarakat akan berarti berbeda karena bertambah kompleks.
4. Setiap unsur dan bagian secara keseluruhan saling bergantung. Karena
itu, mana kala sebagian berubah akan memepengaruhi unsur dan bagian lainnya.
5. Baik pada organisme maupun pada masyarakat setiap unsur atau
bagian itu sendiri adalah suatu organism atau masyarakat kecil (mikro) 6. Kehidupan seluruh sistem dapat hancur, tetapi unsur dan bagiannya
akan terus berlangsung dalam kurun waktu tertentu.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang sangat beragam selalu
berusaha untuk mengelompokan diri dengan manusia lainnya. Manusia sering
di sebut sebagai Zoon Politicon yang pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial yang hidup saling membutuhkan satu sama lain yang membentuk suatu
kelompok masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (2009:115) mengemukakan bahwa:
Dalam bahasa Inggris masyarakat dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius berarti kawan, sedangkan istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu syaraka yang berarti ikut serta atau berpartisipasi, jadi masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi.
Menurut Amsia (2011:20) “masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas
peranan-peranan, kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi di mana tindakan-tindakan dan tingkah laku sosial
“masyarakat disebut pula kesatuan sosial yang mempunyai ikatan-ikatan
kasih sayang yang erat”.
Soekanto (2009:209) menandai adanya unsur-unsur masyarakat antara lain :
1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak apapun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
2. Bercampur untuk waktu yang lama. Kumpulan manusia tidaklah sama dengan kumpulan-kumpulan benda mati.
3. Mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan.
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu menimbulkan kebudayaan yang mengikat satu sama lain.
Masyarakat memiliki komponen-komponen yaitu: (a). Populasi, yaitu
warga-warga suatu masyarakat yang di lihat dari sudut pandang kolektif. (b).
Kebudayaan, yaitu hasil karya, cipta dan rasa dari kehidupan bersama dan (c).
Organisasi sosial, yaitu jaringan hubungan antara warga-warga masyarakat
yang bersangkutan.
Ciri-ciri masyarakat yaitu, manusia yang hidup bersama, bercampur untuk
waktu yang cukup lama, mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu
kesatuan dan mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Ciri-ciri
mengenai masyarakat di atas selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana
menurut J.L Gillin dan J.P Gillin dalam Abdulsyani (2007:32) “bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama”.
Berdasarkan uraian di atas, maka masyarakat adalah sekelompok manusia
22
dan berkerja sama satu sama lain, sehingga menghasilkan suatu
kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan guna mencapai rasa persatuan dan tujuan yang
sama.
2). Desa
a. Pengertian Desa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa,
disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah
bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari
perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian
dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak
mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya,
sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
b. Unsur Desa
Unsur-unsur desa adalah sebagai berikut:
1. Daerah, dalam arti tanah-tanah dalam hal geografis
2. Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran,dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
3). Masyarakat Desa
a. Pengertian Masyarakat Desa
Menurut Taliziduhu Ndraha dalam Wandi (2011:25) masyarakat desa
(penduduk suatu desa) ialah :
“setiap orang yang terdaftar sebagai penduduk/bertempet/berkedudukan
di dalam wilayah desa yang bersangkutan, tidak soal dimna ia mencari
nafkah”.
Sedangkan menurut P.J Bouman dalam Wandi (2011:25) sebagaimana
dikutip oleh I Nyoman Beratha member pengertian masyarakat desa
sebagai berikut :
“Masyarakat desa adalah suatu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, yang hamper semuanya saling mengenal, kebanyakan diantaranya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hokum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu yang ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada paradisi dan kaidah-kaidah sosial”.
Selanjutnya Soerjono Soekanto dalam Wandi (2011:25) , menyatakan
bahwa masyarakat desa adalah :
24
b. Ciri-ciri masyarakat desa :
Menurut Rouceck dan Warren, ciri-ciri masyarakat desa sebagai berikut:
1. Kelompok primer yang mata pencahariannya di kawasan tertentu berperan besar
2. Komunikasi keluarga terjalin secara langsung, mendalam, dan informal.
3. Kelompok atau asosiasi dibentuk atas dasar faktor geografis 4. Hubungan lebih bersifat mendalam dan langgeng
5. Kehidupan sehari-hari ditandai dengan adanya keseragaman (homogenitas).
6. Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat desa adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu yang memiliki ikatan keluarga yang erat, kataatan pada
tradisi/kaidah sosial dan memiliki ketergantungan terganungan terhadap
alam serta memiliki organisasi mempunyai wewenang mengatur dan
mengurus kepentingan sekelompok orang tersebut.
3. Konflik Antar Suku
A. Konflik
1). Pengertian konflik
Menurut Karl Marx dalam Jacobus Ranjabar (2013 : 221) konflik
merupakan “pengakuan adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepenti
ekonomi yang saling bertentangan di antara orang-orang yang berada di
dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari posisi kelas ekonomi
terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadarannya, serta pelbagai
Menurut Marx dalam Scott (2012:69) mengatakan “masyarakat manusia
sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi kenflik melalui
konflik”.
Kemudian menurut Robbin (1996:431) mengatakan konflik dalam
organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa
disisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi disisi
lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk menimilisasi
konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain :
1. Pandangan Tradisional ( The Tradirional View)
pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negative, merugikan dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu fungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan Hubungan Manusia ( The Human Relation View)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh kareni itu konflik harus dijadikan sesuatu yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan motivai atau perubahan di dalam kelompok atau organisasi.
3. Pandangan Interaksionis(The Intractionist View).
26
2). Teori Konflik
Menurut Campbell dalam Imam B. Jauhari (2011: 69) “ Masyarakat
manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi
konflik melalui konflik” menurut Hobbes dalam Imam B. Jauhari (2011: 70)
“ Konflik sosial lebih terjadi di antara kelompok-kelompok atau kelas-kelas
daripada di antara individu-individu”.
Sekali konflik-konflik internal atau kontradiksi-kontradiksi sistem kapitalis
berkembang penuh sampai pada titik penghancuran diri, perebutan dengan
kekerasan atas sarana-sarana produksi yang menjadi hak milik pribadi akan
membuka jalan menuju ke sebuah kehidupan sejati yang bebas,
membahagiakan dan penuh persaudaraan bagi segala manusia.
3). Penyelesaian Konflik
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang no. 7 tahun 2012, bagian
pertama Pasal 6 yakni :
(1). Pencegahan Konflik dilakukan dengan upaya: a. memelihara kondisi damai dalam masyarakat;
b. mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai; c. meredam potensi Konflik; dan
d. membangun sistem peringatan dini.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Bagian Kedua Pasal 7 yakni :
Untuk memelihara kondisi damai di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, setiap orang berkewajiban:
a. mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing;
c. mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya;
4). Penyebab Konflik
Konflik antar suku bangsa di Indonesia bukan menjadi sebuah berita baru.
Permasalahan antar suku di Indonesia terjadi sejak masa penjajahan
Belanda. Hal ini diseabkan oleh keadaan bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam suku bangsa. Masing-masing suku memiliki tata budaya
yang berbeda satu sama lain.
Secara umum, ada beberapa hal yang sering menjadi penyebab terjadinya
konflik anatarsuku bangsa di Indonesia. Beberapa peyebab tersebut antara
lain adalah :
1. Sejarah masa lalu. Dimana masa lalu kehidupan antar suku diwarnai
persaingan yang berjuang pada konflik untuk memperebutkan status dan
juga gengsi. Hal ini terbawa hingga masa kini karena pengaruh budaya
masa lalu.
2. Kecemburuan ekonomi. Biasanya, suku pendatang yang mampu meraih
keberhasilan dibidang ekonomi akan menimbulkan kecemburuan pada
penduduk asli. Akibatnya, terjadi gesekan karena menganggap bahwa
suku pendatang merebut potensi ekonomi yang seharusnya mampu
menyejahterakan suku asli.
3. Rasa fanatisme sempit. Ini menyebabkan pada perasaan bahwa
28
B. Suku
Suku bangsa atau etnik kelompok etnik merupakan perkumpulan orang yang
memiliki latar belakang budaya, bahasa, kebiasaan, gaya hidup dan cirri-ciri
fisik yang sama. Masing-masing mereka mengidentifikasikan diri antar suku
dengan yang lain. Eksistensi suatu suku akan diakui bila sudah mendapatkan
pengakuan dari masyarakat yang berada di luar suku itu sendiri. Proses
terciptanya sebuah suku dinamakan etnogenesis. System pengaturan yang di
anut oleh sebagian besar pengertian suku bangsa di Indonesia adalah system
berdasarkan garis keturunan ayah, ibu, bahkan keduanya.
C. Konflik Antar Suku
1). Pengertian Konflik Antar Suku
Bahwa konflik antarsuku bangsa ada dan terwujud dalam hubungan
antarsuku bangsa, yang terjadi karena perebutan sumber daya-sumber daya
berharga dan mempertahankan kehormatan jati diri dari anggota-anggota
komuniti suku bangsa setempat dengan golongan-golongan suku bangsa
lainnya. Konflik antarsuku bangsa, pada awalnya dimulai dari warga suku
bangsa yang merasa dirugikan oleh sesuatu perbuatan yang tidak adil yang
dilakukan oleh pihak lawannya, atau karena dirasakan tidak adanya atau
tidak cukupnya aturan main yang adil dan prosedur-prosedur yang dapat
digunakan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan yang dapat
memecahkan dan menghentikan konflik tersebut.
Perbuatan merugikan secara tidak adil tersebut kemudian dilihat dalam
yang dipunyai oleh para pelaku yang dirugikan, yang kemudian
mengaktifkan sentimen kesuku bangsaan yang penuh dengan muatan
emosi dan perasaan-perasaan untuk menciptakan solidaritas sosial yang
melibatkan warga suku bangsa untuk mencari bantuan dari masing-masing
kerabat dan anggota-anggota suku bangsanya dalam memenangkan konflik
yang terjadi.
Secara hipotesis konflik antarsuku bangsa dapat dicegah bila dalam
hubungan-hubungan sosial antarsuku bangsa-suku bangsa yang berbeda,
yang terwujud dalam kerjasama, persaingan dan konflik dalam
memperebutkan sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan
kehormatan jati diri suku bangsa atau kesuku bangsaannya, terdapat
aturan-aturan main yang adil, tersedianya saluran-saluran komunikasi yang
dapat mereduksi subyektivitas dari stereotip dalam hubungan antar
sukubangsa, dan adanya penegak hukum sebagai pihak ketiga yang netral
dan bertindak selaku wasit yang adil dan dapat dipercaya oleh masyarakat
suku bangsa-suku bangsa
2). Dampak Konflik antar Suku
Adanya berbagai konflik anatarsuku yang terjadi tersebut akan
menimbulkan dampak baik yang bias dirasakan secara langsung atau
tidak.Dampak ini bukan hanya menimpa pada kelompok yang terlibat
konflik saja, tetapi acapkali juga menimpa pada kelompok yang terlibat
30
Beberapa dampak konflik tersebut antara lain:
1. Menimbulkan hilangnya rasa aman. Masyarakat yang ditinggal di
kawasan konflik akan selalu dihantui ketakutan apabila konflik
kembali muncul
2. Hilangnya persatuan bangsa. Dengan konflik antar suku tersebut,
maka mempersatukan bangsa akan hilang karena masing-masing
pihak enggan untuk diajak berasatu.
3. Rusaknya tata kehidupan. Konflik membuat masyarakat kehilangan
untuk bekerja, mencari nafkah atau mendapatkan pendidikan dan
pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
B. Kerangka Pikir
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap mungkin dihasilkan dari
perilaku tetapi sikap tidak sama dengan perilaku. Perasaan dan sikap adalah
reaksi/respon atau kecendrungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu
berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike),
menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Sebagai reaksi, sikap juga mempengaruhi seseorang/manusia yang membentuk
kearah baik atau buruknya seseorang/manusia. Konflik merupakan pertentangan
diantara orang-orang yang berbeda di dalam kelas berbeda, baik itu dari segi
berdampak perubahan pada struktur sosial. Pada akhirnya konflik dapat
mempengaruhi sikap masyarakat.
Berdasarkan pemikiran di atas, hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
C. Hipotesis
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 110) hipotesis dapat diartikan sebagai suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti
melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan teori dan kerangka pikir di atas, maka dalam penelitian ini hipotesis
penelitian ditetapkan sebagai berikut :
Konflik Antarsuku (Y)
Indikator
1. Mengikuti
2. Menjauhi/mengindar 3. Antipati
Sikap Masyarakat Desa (X)
Indikator
32
H1 : Ada pengaruh sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku disekitar
Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan
Ho : Tidak ada pengaruh sikap masyarakat terhadap konflik antarsuku
disekitar Desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
uji pengaruh antarvariabel-variabel yang akan diteliti. Uji pengaruh
sebagai salah satu cara untuk memecah suatu masalah atau permasalahan
yang dihadapi serta memegang peranan penting dalam penelitian ilmiah.
Penelitian ini membahas masalah yang terjadi dalam kehipuan masyarakat
khususnya memaparkan pengaruh konflik antarsuku terhadap sikap dan
hubungan sosial masyarakat desa banjarsari kecawatan way sulan
kabupaten lampung selatan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan komponen terpenting dalam sebuah penelitian
mengingat populasi akan menentukan validitas data dalam sebuah
penelitian. Menurut Ida Bagoes Mantra dan Kasto dalam Masri
Singarimbun (1987:108) menyatakan bahwa “populasi universe adalah
34
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di
[image:51.595.164.515.180.287.2]desa Banjarsari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan.
Tabel 2.1 Data Jumlah Masyarakat di Desa Banjarsari tahun 2013
No Dusun Jumlah Masyarakat Jumlah Laki-laki Perempuan 1 2 3 Dusun I Dusun II Dusun III 602 665 587 499 627 567 1.101 1.292 1.154
Jumlah 1.854 1.693 3.547
Sumber : Dokumentasi Bagian Kependudukan Desa Banjarsari
Berdasarkan Tabel 2.1, diketahui populasi dalam penelitian ini adalah
berjumlah 3547 orang. Keseluruhan jumlah populasi tersebut tersebar
dalam 3 dusun dengan rincian Dusun I berjumlah 1.101 orang, Dusun
II berjumlah 1.292, dan Dusun III berjumlah 1.154.
2. Sampel
Data yang akan dipakai dalam penelitian ini belum merupakan
keseluruhan dari suatu populasi. Hal ini patut dimengerti mengingat
adanya beberapa kendala seperti populasi yang tak terdefinisikan,
waktu, tenaga, serta masalah heterogenitas atau homogenitas elemen
populasi tersebut. Pada penelitian ini perhitungan sampel akan
menggunakan rumus perhitungan sampel yang digunakan oleh Frank
Lynch (1974:18) sebagai berikut :
n=
.n = banyaknya sampel
N =Jumlah Populasi
z = Nilai normal dari variable (1,96) tingkat kepercyaan 90%
P = Harga patokan (0,50)
d = Harga eror (0,10)
dari ketentuan tersebut, maka sampel yang diambil dari populasi
berjumlah 3547 orang adalah :
n=
..
n=
, . . ., , . . .
n =
. , . ,. , , . ,
n =
, .,
n =
, .,
n= 93,47 atau di bulatkan menjadi 93
jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian adalah 93 orang
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitiann ini menggunakan
teknik propotional area random sampling. Di mana sampel yang
diambil setiap dusun ditentukan seimbang atau sebanding dengan
banyaknya sub populasi dalam masing-masing dusun. Hal ini
36
populasi pada setiap dusun tidak sama. Teknik pengambilan sampel ini
menggunakan rumus Moh. Musa dan Titi Nurfitri (1988:85) yaitu
sebagai berikut :
Keterangan :
Nh = Banyaknya sampel yang dibutuhkan dari setiap dusun
n = Jumlah sampel yang mewakili populasi
Ni = Banyaknya sub populasi dari sekelompok dusun
N = Jumlah keseluruhan populasi
Berdasarkan rumus diatas, maka banyaknya sampel yang dibutuhkan
dari setiap dusun adalah sebgai berikut :
1. Dusun I : . x = , dibulatkan menjadi
2. Dusun II : . x = . dibulatkan menjadi
3. Dusun III : . x = 0. dibulatkan menjadi 0
Jadi total jumlah sampel seluruhnya adalah 93 orang
Proses penyebaran sampel menggunakan purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan subyek peneliti, dimana
persyaratan yang dibuat sebagai criteria harus dipenuhi sebagai sampel.
Kriteria dan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih sampel agar
lebih terbukti perolehan informasinya yaitu :
1. Subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan yang
sedang diteliti
3. Subyek mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk
diminta informasi.
C. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
Variabel
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:
a. Variabel X (variabel bebas): Konflik Antarsuku
b. Variabel Y (variabel terikat): Sikap Masyarakat Desa
2. Definisi Konseptual
Adapun definisi konseptual yang di maksud dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Konflik
Konflik adalah pengakuan adanya struktur kelas dalam masyarakat,
kepenti ekonomi yang saling bertentangan di antara orang-orang
yang berada di dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari
posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk
kesadarannya, serta pelbagai pengaruh dari konflik kelas dalam
38
2. Sikap
Sikap adalah suatu kebiasaan atau tingkah laku sekelompok
manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu yang memiliki
ikatan keluarga yang erat yang memiliki kecenderungan penilaian
untuk dapat mengekspresikan sesuatu hal atau perasaan melalui
perbuatan baik yang sesuai dengan norma yang berlaku, sikap juga
merupakan cerminan jiwa dalam diri seseorang.
3. Definisi Operasional
Definisi operasional di buat agar dapat memberikan gambaran secara
lebih jelas tentang jenis-jenis variabel. Jenis-jenis variabel ini dapat
diuraikan penjelasannya secara lebih lanjut.
Adapun definisi operasional yang di maksud dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Konflik Antarsuku
Konflik antarsuku merupakan pertentangan diantara orang-orang
yang berbeda berbeda suku yang menyebabkan terjadinya
perpecahan. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak
ukur dalam Konflik Antarsuku adalah :
1. Kesenjangan sosial
2. Kelas sosial ekonomi.
2. Sikap Masyarakat Desa
Sikap masyarakat desa adalah kecenderungan seorang masyarakat
dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai untuk menentukan
apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu. Adapun
indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur sikap
masyarakat desa adalah sebagai berikut :
1. Kognitif (Pemahaman)
2. Afektif (Perasaan)
3. Konatif (Perilaku)
D. Rencana Pengukuran Variabel
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik scoring pada
alternatif jawaban dalam lembaran angket yang disebar ke responden.
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik scoring pada
alternatif jawaban dalam lembaran angket yang disebar ke responden.
1. Konflik Antarsuku, diukur dengan menggunakan angket tertutup. Indikator
pengukurannya kesenjangan sosial dan kelas ekonomi sosial. Setiap angket
mempunyai tiga kemungkinan jawaban a, b dan c yang meliputi :
a. Memilih alternatif a diberikan nilai 3 (tiga);
b. Memilih alternatif b diberikan nilai 2 (dua);
c. Memilih alternatif c diberikan nilai 1 (satu).
2. Sikap Masyarakat Desa, diukur dengan menggunakan angket tertutup.
40
Konatif (Perilaku). Setiap angket mempunyai tiga kemungkinan jawaban a,
b dan c yang meliputi :
a. Memilih alternatif a diberikan nilai 3 (tiga);
b. Memilih alternatif b diberikan nilai 2 (dua);
c. Memilih alternatif c diberikan nilai 1 (satu).
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pokok
a. Angket
Teknik pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket. Angket atau kuisioner yang berisi daftar
pertanyaan yang secara tertulis yang terdiri dari item-item pertanyaan
yang berkaitan dengan penelitian dan akan dijawab oleh responden
penelitian yaitu masyarakat Desa Banjarsari kecamatan Way Sulan
kabupaten Lampung Selatan.
Angket yang akan digunakan adalah angket tertutup, yaitu item-item dari
pertanyaan yang sudah disertai alternatif jawaban yang harus dipilih oleh
responden. Angket dalam penelitian ini dipakai karena data yang
diperlukan berupa angka yaitu berbentuk skor nilai, tujuannya untuk
memperoleh data utama yang kemudian data tersebut akan dianalisis.
Dalam setiap tes memiliki tiga alternatif jawaban dan masing-masing
a. Untuk jawaban yang sesuai dengan harapan diberikan skor 3;
b. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan diberikan skor 2;
c. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan diberikan skor 1.
2. Teknik Penunjang
a. Wawancara
Dalam proses wawancara, peneliti mengumpulkan data dan menggali
informasi dengan cara melakukan tanya jawab dan bertatap muka secara
langsung dengan nara sumber atau informan terkait penelitian tersebut,
sehingga informasi yang diperoleh lebih jelas dan akurat. Wawancara
dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan masyarakat Desa
Banjarsari kecamatan Way Sulan kabupaten Lampung Selatan.Kabupaten
Lampung Utara serta pihak-pihak terkait sesuai dengan permasalahan
variabel yang akan diteliti.
b. Observasi
Melakukan pengamatan dan pengambilan data secara langsung terhadap
obyek penelitian, subyek penelitian dan keadaan tempat penelitian.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Untuk memperoleh data yang akurat dalam suatu penelitian, maka alat ukur
yang digunakanpun harus valid, artinya alat ukur tersebut harus dapat
42
angket, yang disajikan berdasarkan konstruksi teoritisnya. Untuk validitas
angket, peneliti mengadakan uji coba degan melihat indikator variabel X
dan Y yang kemudian dikontruksikan menjadi item-item pertanyaan. Serta
cara mengetahui validitas angket, peneliti melakukan konsultasi angket
dengan dosen ahli penelitian di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung, khususnya dengan dosen Pembimbing I
dan Pembimbing II. Setelah dinyatakan valid maka angket tersebut dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini.
2. Uji Reliabilitas
Penelitian yang menggunakan uji coba angket, dalam pelaksanaannya
memerlukan suatu alat pengumpulan data yang harus diuji reliabilitasnya.
Untuk reliabilitas angket diadakan uji coba ditempuh dengan cara sebagai
berikut:
a. Menyebarkan angket untuk diujicobakan kepada 10 orang di luar
responden;
b. Hasil uji coba dikelompokan dalam item ganjil dan item genap;
c. Hasil item ganjil dan genap dikorelasikan dengan rumus Product Moment, yaitu:
N y N x N y x xy rxyy
x
2 2rxy : Hubungan Variabel X dan Y
x : Variabel bebas
y : Variabel terikat
N : Jumlah responden
d. Untuk reliabilitas angket dengan menggunakan rumus Spearman Brown,
sebagai berikut:
rxy=
rgg
rgg
1
)
(
2
Keterangan :
rxy : Koefisisien Reliabilitas seluruh item
rgg : Koefisien korelasi item ganjil dan genap
e. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas dengan
kriteria, sebagai berikut:
0, 90 – 1, 00 : Tinggi
0, 50 – 0, 89 : Sedang
0, 00 – 0, 49 : Rendah
G. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh dari penyebaran angket, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif, yaitu suatu penelitian yang
44
deskriptif dengan mencari dan mengumpulkan informasi-informasi yang
mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Informasi-informasi yang
berhasil dikumpulkan dalam bentuk uraian, yang memberikan gambaran atas
suatu keadaan yang sejelas mungkin.
Untuk mengolah dan menganalisis data, ak