• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

T

TTIIINNNJJJAAAUUUAAANNNPPPUUUSSSTTTAAAKKKAAA

PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU

SEKS REMAJA DAN PENGETAHUAN KESPRO SEBAGAI

ALTERNATIF PENANGKALNYA

Abdul Jalil Amri Arma

Departemen Kependudukan dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Jl.Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

ABSTRACT

The teenage is asset of human resource, they are the backbone of the next generation. Teenage live in the period of the transitory in physical, psychical or social, from childhood to adult. This period is a period of collaboration between the growth of psychological and biological age, so they can be influenced by multifactor happened in various area in society (change). The change happened, can be because of economic factor, political, culture and particularly social change can give more influenced to the teenage behavior. The problem related to teenage reproduction and behavior including the increasing case of sexual contagion especially HIV/AIDS, the rate of maternal death which is still very high, the increasing growth of abortion because of undesirable pregnancy and the tendency to do the premarital sexual relation. The problem can’t be solve using only the clinical aspect by an expert such as doctors but the core problem lie on a very complex social context because health reproduction influenced by and bring effect to political system, social and economy, and closely related with the value, ethics, religion and culture. Therefore, it needed effort from various kind of society such as government, elite figure, religion figure, self-supporting institute and especially the parent of the teenager to guide them to the right way while exploit their potency to the good advantage. Effort in educating young generation becoming very important because empowering the young generation to protect their self is the first step to control their problem. Knowledge about health reproduce among adolescent can be obtained from local knowledge, traditionally inheritened from former generation specially parent, obtained from peer group and from formal lesson in school, those who can guaranteed the truth lesson.

Keywords: Social change, Sex behaviour, Teenage, Knowledge about health reproduction

Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa mendatang. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini adalah merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah. Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini adalah perpaduan antara perkembangan usia psikologis dan usia biologis sehingga sangat dipengaruhi

(2)

kini untuk melakukan hubungan seksual sebelum nikah. Masalah ini tidak dapat didekati hanya dari aspek klinis oleh para ahli kedokteran. Inti persoalan sesungguhnya terletak pada konteks sosial yang sangat kompleks karena kesehatan reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi sistem politik, sosial dan ekonomi dan berhubungan erat dengan nilai, etika, agama dan kebudayaan. Untuk itu diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk menghadapi masalah perilaku sesual remaja yang berisiko ini. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, orang tua dan Lembaga Swadaya Masyrakat untuk memanfaatkan potensi remaja tersebut. Upaya dalam mendidik para kaum muda menjadi sangat penting karena pada intinya, memberdayakan generasi muda untuk melindungi diri mereka adalah langkah pertama untuk mengendalikan masalah mereka. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja dapat diperoleh dari pengetahuan lokal yang secara tradisional diperoleh dari generasi terdahulu khususnya orang tua, pengetahuan yang diperoleh dari teman-teman remaja (peer group) dan pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran formal di sekolah.

Remaja terkadang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, informasi yang benar, bahkan keterampilan hidup untuk menghindari penyakit menular seksual khususnya kejadian HIV/AIDS. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kurangnya informasi yang membahas khusus tentang kesehatan reproduksi remaja menjadi masalah yang sampai saat ini mendukung tingginya angka kejadian penyakit ini.

Tulisan ini mengulas tentang pengertian remaja, bagaimana proses perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat mempengaruhi perilaku seks remaja, dampak perilaku seks remaja yang berisiko dan alternatif upaya untuk menangkalnya dengan pendidikan kesehatan reproduksi remaja.

TINJAUAN TENTANG REMAJA

Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Remaja adalah aset sumber daya

manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa mendatang. Bila dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin, jumlah remaja menempati posisi yang lebih besar dibanding dengan komposisi umur lainnya. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini adalah merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah.

Pada tahun 1974, WHO memberikan defensi tentang remaja yang bersifat konseptual. Defenisi ini berdasarkan 3 kriteria biologik, psikologik dan sosial ekonomi. Dari segi umur WHO membagi menjadi remaja awal (10 – 14 tahun) dan remaja akhir (15-20 tahun). PBB menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth) dalam rengka menetapkan tahun 1985 sebagai tahun pemuda internasional.

Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan dalam Sensus Penduduk 1980. Menurut sensus ini, jumlah remaja Indonesia adalah 147.338.075 jiwa atau 18,5% dari seluruh penduduk Indonesia. Pedoman umum masyarakat Indonesia untuk menentukan batasan usia remaja yaitu 11 – 24 tahun dan belum menikah.

J.J. Rosseau membagi perkembangan jiwa manusia menurut perkembangan perasaannya, yang membaginya menjadi 4 tahap yaitu:

1. Umur 0-4 atau 5 tahun: masa kanak-kanan (infancy).

2. Umur 5 –12 tahun: masa bandel (savage stage).

3. Umur 12 –15 tahun: bangkitnya akal (rasio), nalar (reason) dan kesadaran diri (self consciousness).

4. Umur 15-20 tahun: masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi.

Perkembangan Fisik (Biologik) pada Masa Remaja

Pada masa remaja seseorang mengalami pertumbuhan fisik yang lebih cepat dibandingkan dengan masa sebelumnya. Ini nampak pada organ seksualnya, dimana biologik sampai pada kesiapan untuk melanjutkan keturunan.

(3)

- Pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot dan rembut sekitar alat kelamin dan ketiak. Rambut yang tumbuh relatif lebih kasar. Suara menjadi lebih besar, dada melebar dan berbentuk segitiga, serta kulit relatif lebih kasar.

- Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh di sekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan panggul mulai membesar, dan kulit relatif lebih halus.

Organ kelamin juga mengalami perubahan ke arah pematangan yaitu:

- Pada pria, sejak usia ini testis akan menghasilkan sperma yang tersimpan dalam skrotum. Kelenjar prostat menghasilkan sperma, dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. Seorang pria dapat menghasilkan puluhan sampai jutaan sperma sekali ejakulasi dan mengalami mimpi basah, dimana sperma keluar dengan sendirinya secara alamiah.

- Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Hormon kelamin wanita mempersiapkan uterus (rahim) untuk menerima hasil konsepsi bila ovum dibuahi oleh sperma, juga mempersiapkan vagina sebagai penerima penis saat senggama. Sejak saat ini wanita akan mengalami ovulasi dan menstruasi. Ovulasi adalah proses keluarnya ovum dari ovarium dan jika tidak dibuahi, maka ovum akan mati dan terjadilah menstruasi. Menstruasi adalah peristiwa alamiah keluarnya darah dari vagina yang berasal dari uterus akibat lepasnya endometrium sebagai akibat dari ovum yang tidak dibuahi.

Perkembangan Psikosial pada Masa Remaja

Kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-akan menjadikan remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak-anaknya dan mengikuti norma serta aturan yang berlaku. Menurut Havigrust aspek psikologis yang menyertainya yaitu:

- Menerima kenyataan (realitas) jasmani - Mencapai hubungan sosial yanglebih

matang dengan teman sebaya.

- Menjalankan peran-peran sosial menurut jenis kelamin sesuaikan dengan norma.

- Mencapai kebebasan emosional (tidak tergantung) pada orang tua atau orang dewasa lain.

- Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep untuk bermasyarakat.

- Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan atau jabatan.

- Mencapai kebebasan ekonomi, merasa mampu hidup dengan nafkah sendiri. - Mempersiapkan diri untuk melakukan

perkawinan.

PERUBAHAN SOSIAL MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS REMAJA

Secara ekologis, perilaku seksual manusia merupakan bagian dari perilaku reproduksi. Pada manusia, perilaku seksual dapat didefenisikan sebagai interaksi antara perilaku prokreatif dengan situasi fisik serta sosial yang melingkunginya. Perilaku seksual manusia bukan hanya cerminan rangsangan hormon semata, melainkan menggambarkan juga hasil saling pengaruh antara hormon dan pikiran (mind). Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan budaya. Sehingga meskipun dorongan birahi itu sendiri bersifat biologis, pola perilaku seksual seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan adat istiadat yang berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama dan status sosial ekonominya. Semua itu kemudian akan menentukan peran seksual seseorang dalam masyarakat.

(4)

produktif mengakibatkan perubahan organsisasi sosial terbesar dalam sejarah sosial manusia (Corneiro, 1970).

Selain perubahan lingkungan, faktor penyebab perubahan sosial lainnya, yang sejak dulu dipandang paling penting, adalah perubahan teknologi dan perubahan politik. Perubahan teknologi tersebut, khususnya berupa arus informasi dan komunikasi hasil terknologi baru, telah masuk hingga ke pelosok desa. Tanpa terasa, arus tersebut telah masuk dalam berbagai janji dan impian, dan berdampak sangat besar terhadap tatanan masyarakat dan kebudayaan setempat.

Politik kependudukan pemerintah, terutama berupa program keluarga berencana nasional, hadir dalam masyarakat kota maupun desa dalam wujud materi yang jarang disadari dan diukur dampaknya. Materi tersebut berwujud dalam bentuk kondom, spiral, pil anti hamil, buku-buku panduan singkat mencegah kehamilan dan lain-lain yang tersedia, di toko-toko buku, apotik-apotik, toko -toko obat di pinggir jalan hingga di Puskesmas-Puskesmas dan kedai-kedai di pedesaan. Tujuan mengejar target program keluarga berencana yaitu menekan kenaikan jumlah penduduk, tampaknya lebih penting daripada proses sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat.

Keluarga sebagai bagian dari sistem masyarakat yang lebih luas, terkait secara harmonis dan fungsional dengan unsur-unsur lain dalam sistem tersebut. Keluarga dalam perspektif ini dilihat sebagai satu kesatuan sosial dimana para anggotanya termasuk remaja merupakan bagian integral yang solid secara analitik. Remaja akan merespons perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dengan cepat karena rasa ingin tahu yang dimiliki.

Kemajuan pembangunan di bidang ekonomi serta meningkatnya industrialisasi juga akan disertai dengan meningkatnya kesempatan bagi remaja untuk hidup konsumtif, hedonistik atau kesempatan untuk tinggal di luar pengawasan orang tua. Keadaan ini dapat diikuti dengan meningkatnya aktifitas seksual mereka yang sulit untuk dihentikan hanya dengan melarang atau mengajari mereka tentang moralitas, karena di sisi lain, para produsen akan merayu remaja dengan memanfaatkan

perkembangan biologi dan seksualitas mereka.

Gejala perilaku seksual remaja merupakan cerminan dari terjadinya perubahan-perubahan penting dalam tatanan masyarakat dan kebudayaan. Hipotesa yang popular adalah merosotnya nilai-nilai budaya keluarga, atau semakin longgarnya ikatan dan kontrol keluarga luas muncul karena keluarga semakin cenderung menjadi keluarga inti.

Perilaku Seks Remaja yang Berisiko

Perilaku seks remaja yang tidak sehat akan menimbulkan beberapa manifestasi khususnya di kalangan remaja sendiri. Masalah yang berkaitan dengan kehamilan yang tidak diinginkan yang meliputi:

1. Pembunuhan bayi karena faktor malu. 2. Pengguguran kandungan, terutama yang

dilakukan secara tidak aman.

3. Dampak kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja putri baik terhadap kesehatan.

4. Dampak sosial ekonomi dari kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain masalah di atas, masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual yang meliputi:

1. Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti siphilis dan gonorheae. 2. Masalah penyakit menular seksual yang

relatif baru seperti chlamidya dan herpes.

3. Masalah HIV/AIDS (Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome).

4. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual.

Menurut Ayke SK, Lembaga Demogrfi UI, Tahun 2002-2003 yang meneliti tentang kesehatan reproduksi, jumlah remaja yang berusia 15-24 tahun dan mencakup 20% penduduk Indonesia. Dari waktu ke waktu, mobilitas remaja Indonesia yang meningkat pesat, arus informasi yang sangat kuat, dan semakin bertambahnya remaja yang berperilaku berisiko ikut meningkatkan kasus penularan HIV/AIDS.

(5)

besar dari mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, informasi yang benar, bahkan keterampilan hidup.

Berbagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS dan infeksi seksual menular lainnya seringkali tidak tersedia bagi para remaja. Pelayanan kesehatan reproduksi pada umumnya hanya membatasi bagi oreng dewasa yang sudah menikah dan tidak menyediakan sarana khusus bagi remaja yang hadir tampa wali. Bila tersedia pelayanan kesehatan, banyak faktor yang membuat remaja tidak menggunakannya termasuk kurangnya pelayanan yang bersifat pribadi serta menjaga kerahasiaan, petugas yang kurang peka, lingkungan yang tidak aman dan ketidakmampuan membayar.

Karena jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat dengan pesat di kalangan usia 15-24 tahun, maka perlu dilakukan upaya-upaya khusus bagi kelompok tersebut. Agar menurunkan dampak secara keseluruhan, upaya dalam mendidik para kaum muda menjadi sangat penting karena pada intinya, memberdayakan generasi muda untuk melindungi diri mereka adalah langkah pertama untuk mengendalikan HIV/AIDS. Salah satu upaya konkrit adalah kesadaran untuk berperilaku seks yang sehat dalam menjaga kesehatan reproduksi mereka sendiri.

P E N G E T A H U A N K E S E H A T A N R E P R O D U K S I Y A N G B E N A R M E M B E NT U K P ER I L A K U S E K S YANG AMAN

Peningkatan Pengetahuan Melalui Sekolah Pengetahuan remaja terhadap reproduksi sehat dan HIV/AIDS sangat tergantung pada informasi yang diterimanya baik dari penyuluhan maupun dari media massa serta kemampuan untuk menyerap dan menginterpretasikan informasi tersebut.

Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat mengubah perilaku seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan seseorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas materi informasi tentang sesuatu di lingkungannya.

Pengetahuan yang dicakup dalam daerah kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (know) adalah mengingat suatu materi yang telah diremajai sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang diremajai antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.

2. Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk memahami secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah diremajai pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

(6)

berhubungan dengan perilaku seks atau reproduksi yang tidak aman, maka pemerintah kembali mengambil kebijakan untuk menghidupkan kembali program pendidikan seks ini melalui program Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR).

Sekolah sebagai institusi formal yang merupakan tempat sebagian besar kelompok remaja adalah wadah yang tepat untuk memberikan pengetahuan kepada remaja tentang kesehatan reproduksi atau perilaku seks yang sehat dan aman melalui pendidikan yang dimasukkan dalam kurikulum.

Tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan siswa dan remaja menuju kehidupan generasi penerus yang berkualitas. Tujuan khususnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku siswa/remaja tentang kesehatan reproduksi remaja, meningkatkan peran aktif masyarakat (orang tua siswa) dalam penanggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja.

Materi PKRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, gizi remaja, latihan fisik dan rekreasi, rokok, minuman keras dan narkoba, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual berisiko, pergaulan bebas, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, membangun keluarga sejahtera, kehamilan dan persalinan, serta hak reproduksi remaja.

Kebijakan yang dikembangkan yaitu bentuk pendekatan dalam menyampaikan pengetahuan, pemahaman dan perilaku positif tentang reproduksi sehat remaja adalah dengan memperkuat dan memberdayakan para tenaga pendidik dan pengelola pendidikan melalui jalur dan sistem pendidikan yang sudah ada. Sehingga pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) atau adolescent reproductive health (ARH) akan dilaksanakan melalui jalur sekolah dan luar sekolah. Strategi Pendidikan pada satuan dan jenis serta jenjang pendidikan: SLTP, SLTA (SMU/SMK), paket A dan B serta kelompok pemuda. Pelaksanaan pendidikan melalui/mengikuti sistem yang sudah ada.

Jika mengacu pada sistem dimana KRR dilaksanakan, maka dibedakan menjadi 2 yaitu di sekolah meliputi jalur kurikuler,

ekstrakurikuler, dan kegiatan khusus. Sedangkan yang kedua adalah jalur di luar sekolah. Meliputi kelompok pemuda, sanggar kegiatan belajar, balai pengembangan kegitan belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan sebagainya.

Untuk mengembangkan pendidikan KRR melalui jalur sekolah dan luar sekolah upaya yang telah dan akan dilakukan adalah pengembangan modul/bahan belajar, metode dan model pembelajaran, pengadaan alat bantu peraga pendidikan KRR, dan penyiapan ketenagaan baik tenaga pendidik dan tenaga pendidikan melalui TOT yang diselenggarakan secara bertahap.

Materi PKRR meliputi pertumbuhan dan perkembangan remaja, perkembangan seksual remaja, gizi remaja, latihan fisik dan rekreasi, rokok, minuman keras dan narkoba, kebersihan organ reproduksi, perilaku seksual berisiko, pergaulan bebas, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan seksual, membangun keluarga sejahtera, kehamilan dan persalinan, serta hak reproduksi remaja.

Kerja sama dalam pelaksanaan PKRR yaitu pendidikan dilaksanakan disekolah oleh guru Bimbingan konseling, guru agama, guru biologi dan guru penjaskes bekerja sama dengan profesi, TOMA, TOGA, instansi lain dan LSM, Puskesmas, orangtua/BP3.

Kebijakan yang dikembangkan yaitu bentuk pendekatan dalam menyampaikan pengetahuan, pemahaman dan perilaku positif tentang reproduksi sehat remaja adalah dengan memperkuat dan memberdayakan para tenaga pendidik dan pengelola pendidikan melalui jalur dan sistem pendidikan yang sudah ada. Sehingga pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) atau adolescent reproductive health (ARH) akan dilaksanakan melalui jalur sekolah dan luar sekolah.

Pada dasarnya, tujuan pendidikan seksualitas atau pendidikan kesehatan reproduksi remaja (PKRR), adalah untuk membekali para remaja dalam menghadapi gejolak biologisnya agar:

- Mereka tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah karena mengetahui risiko yang dapat mereka hadapi.

(7)

mencegah risiko buruk yang dapat terjadi.

- Jika risiko tetap terjadi juga, mereka akan menghadapinya secara bertanggung jawab.

Peningkatan Pengetahuan di Luar Sekolah Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah diajarkan berdasarkan kurikulum yang disusun dan dikembangkan secara sistematis, dan pengajaran disampaikan secara teratur dan berjenjang. Individu diharapkan menyerap seperangkat pengetahuan berdasarkan usia dan jenjang pendidikannya. Sebagian lagi proses belajar tersebut berlangsung dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi individu dengan keluarga, kelompok-kelompok sosial, peer group, dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan kedua proses tadi membentuk manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki pengetahuan, kemampuan, persepsi, nilai-nilai yang digunakannya untuk beradaptasi dalam kehidupannya.

Secara ideal, pendidikan formal dalam sistem kemasyarakatan kita diharapkan berjalan dan berkembang seimbang dengan proses belajar di luar sekolah. Sehingga kedua-duanya membentuk dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam kenyataannya, proses pendidikan formal menghadapi masalah dalam konteks penyampaian, penyerapan, dan aktualisasinya dalam tindakan. Secara khusus, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan yang diakibatkan oleh derasnya arus informasi melalui media massa, dan aneka ragam informasi lain, seringkali tidak mampu disaring sepenuhnya oleh perangkat institusi lokal maupun nasional kita, dan memberi dampak langsung terhadap kehidupan remaja.

Proses belajar di luar bangku sekolah terjadi di dalam keluarga dan di luar lingkungan keluarga. Secara tradisional, proses belajar dalam masyarakat dimaksudkan sebagai proses penyampaian dan transfer pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang terjadi secara harmonis sesuai dengan ukuran masyarakat yang bersangkutan. Melalui proses ini, pewarisan nilai-nilai budaya diasumsikan terjadi dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda. Selain itu, unsur-unsur kebudayaan dari luar (asing) seyogyanya juga terjadi secara

selektif dan selaras, yakni unsur-unsur budaya yang dipandang baik, positif dan berguna oleh masyarakat yang bersangkutan akan diserap.

Orang tua yang mewakili generasi yang lebih tua yang umumnya tidak menikmati pendidikan tinggi setinggi anak-anak mereka. Terutama di desa-desa, orang tua rata-rata hanya berpendidikan rendah. Meskipun jenjang pendidikan bukan penyebab mutlak dari perbedaan pengetahuan, generasi muda sekarang ini memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mengakses informasi ketimbang orang tua mereka. Orang tua di pedesaan yang bersikap ambivalen antara pengakuan dan kebanggaan akan anak tumpuan harapan yang dianggap “lebih maju” dan penggunaan kekuasaan sendiri menerapkan aturan moral yang menabukan persoalan seks. Upaya untuk melestarikan budaya lokal yang barangkali justru sudah mengalami perubahan pula, menjadi kurang fungsional. Dalam situasi ambivalen ini, pengetahuan dan perilaku remaja seolah-olah berkembang menjadi dimensi baru yang berada di luar pranata-pranata keluarga dan agama. Desakan arus informasi tentang seks dan kontrasepsi terhadap remaja yang makin besar dan tak dapat dikendalikan berbarengan dengan melemahnya otoritas orang tua, muncullah peer group (teman sebaya) sebagai arena wacana yang memperkenalkan anak remaja dengan informasi baru, nilai baru dan perilaku baru, yang sering tidak atau kurang disetujui oleh generasi tua.

Mengingat semakin pentingnya peer group sebagai penentu jenis pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi umumnya dan perilaku seks remaja khususnya, sehingga kajian dan pemberian pemahaman kepada kelompok ini perlu ditingkatkan.

Kajian tentang hal ini penting dalam rangka memahami perubahan sosial khususnya proses homogenisasi yang terjadi di Indonesia. Meskipun remaja menggunakan bahasa, istilah dan ungkapan yang berbeda, pengetahuan dan perilaku seksual remaja merupakan dampak penyebaran informasi melalui berbagai media.

Kehidupan Seksual yang Sehat

(8)

remaja. Sebagian remaja telah siap bereproduksi yang biasanya ditandai dengan datangnya haid pada perempuan.

Kesehatan reproduksi pada dasarnya merupakan unsur yang intrinsic dan penting dalam kesehatan umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Selain itu kesehatan reproduksi juga merupakan syarat yang esensial bagi kesehatan bayi dan anak, remaja, orang dewasa, dan bahkan orang yang berusia setelah masa reproduktif.

Organisasi kesehatan dunia (Word Health Organization/WHO) menempatkan masalah kesehatan reproduksi dalam konteks kependudukan dan pembangunan. Berarti masalah-masalah kependudukan kini dipusatkan pada kesehatan dan kesejahteraan sosial individu dan keluarga. Pasal VII dokumenn kependudukan Kairo menyatakan bahwa kesehatan reproduksi meliputi kesejahteraan fisik, mental dan sosial seutuhnya, bukan hanya secara sempit berarti tidak ada penyakit atau kelemahan, yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi dan prosesnya.

Jika diterjemahkan dalam kebijakan dan program, cakupannya sangat luas karena tidak hanya menyangkut masalah biomedis tetapi juga persoalan sosial budaya. Dari perspektif biomedis, kesehatan reproduksi mencakup 3 unsur pokok yaitu kemampuan bereproduksi, keberhasilan bereproduksi, dan keamanan bereproduksi. Aspek budaya yang terkait dengan masalah reproduksi adalah perilaku seksual, kepercayaan tradisional, religi, kelas sosial, status sosial dan ekonomi, kesehatan jiwa, berbagai jenis pelayanan persalinan, faktor gender dan sebagainya. (Affandi, 1995).

Ditinjau dari pendekatan biomedis dan sosial budaya, salah satu aspek kesehatan reproduksi remaja adalah perilaku seksual remaja laki-laki dan perempuan. Hal ini dimulai dari pengetahuan remaja laki-laki dan perempuan tentang organ reproduksi dan fungsinya, perilaku seksual yang menyebabkan kehamilan, aborsi dan berbagai penyakit kelamin.

Kehidupan seksual remaja yang sehat adalah:

1. Kehidupan seksual itu dapat dinikmati karena remaja sudah tahu aspek positif dan negatifnya, sehingga mereka melakukannya setelah benar-benar mempertimbangkannya secara matang.

Jika mereka melakukan, merekapun akan bertanggung jawab terhadap akibat-akibat yang dapat terjadi.

2. Bebas dari kemungkinan terkena penyakit. Bukan hanya penyakit seksual saja, tetapi segala penyakit yang dapat mengenai organ reproduksinya.

3. Bebas dari ketakutan yang tidak perlu. Hal ini tidak akan terjadi jika mereka mengetahui proses reproduksi secara benar dan dapat membedakan mana yang hanya kepercayaan tanpa dasar dan mana yang berdasarkan fakta ilmu pengetahuan.

4. Mereka memahami tata nilai sosial dan budaya mengenai seksualitas, sehingga mereka akan berperilaku seksual sesuai dengan tata nilai tersebut.

Secara psikologis remaja harus mampu mengendalikan diri dan mengintegrasikan segala dorongan yang ada dalam dirinya, baik dorongan sosial maupun seksualnya. Upaya agar menjadi orang yang bermoral dan bertanggung jawab, yang harus diberikan adalah:

- Pendidikan seksual yang benar dan bertanggung jawab.

- Perhatian dan kasih sayang yang cukup dalam keluarga

- Rangsangan seksual (psikis dan fisik) harus dihindari.

- Bergaul dengan lawan jenis secara prositif dan sehat.

- Menerima pendidikan agama dan moral sesuai kebutuhan remaja masa kini. - Melibatkan diri dalam kegiatan positif,

baik fisik maupun mental.

Pendidikan kesehatan yang dilaksanakan di lembaga formal maupun di luar sekolah akan menghasilkan meningkatkan pengetahuan pada remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga akan dapat menimbulkan perubahan perilaku. Perubahan pengetahuan ini menurut Soekidjo Notoatmodjo, Dr., 1993, dimulai dari daerah kognitif kemudian menimbulkan respon batin dan akhirnya rangsangan tersebut akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi yaitu tindakan atau perilaku.

(9)

maksud untuk mencegah terjadinya penyakit atau mengenalnya pada stadium permulaan.

PENUTUP

Perubahan sosial adalah gejala yang wajar terjadi di manapun. Sepanjang sejarah masyarakat, perubahan dan kestabilan pada hampir seluruh kehidupan sosial merupakan dua kontras yang saling silih berganti. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh multifaktor. Pembangunan di bidang ekonomi serta meningkatnya industrialisasi juga akan disertai dengan meningkatnya kesempatan bagi remaja untuk hidup konsumtif, hedonistik atau kesempatan untuk tinggal di luar pengawasan orang tua. Kebijakan politik pemerintah di bidang kependudukan yang berhubungan dengan alat kontrasepsi. Keadaan ini dapat diikuti dengan meningkatnya aktifitas seksual sehingga dapat mengarahkan remaja kepada perilaku seks yang berisiko yang bermanifestasi kerugian moril dan materil pada remaja maupun masyarakat sekitar.

Upaya penanggulangan dapat dilakukan oleh seluruh unsur dalam masyarakat tetapi upaya ini harus memberdayakan remaja sendiri untuk menghindari dan menangkal pengaruh sosial yang buruk. Peningkatan pengetahuan mereka baik dari dalam sekolah melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) maupun di luar sekolah melalui orang tua dan teman sebaya (peer group). Informasi yang diberikan diharapkan dapat berupa informasi yang benar sehingga remaja dapat menghindari perilaku seks yang berbahaya dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi mereka akhirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI Dirjen P2M dan PLP, 1997, AIDS: Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Depkes, Jakarta.

Kantor Menteri pemberdayaan perempuan RI, UNFPA Dan BKKBN, 2001, P a n d u a n P e l a t i h a n R e g io n a l Pengarusutamaan Jender Di Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan, Deputi Bidang Pelatihan dan Pengembangan Program BKKBN, Jakarta.

Kartono Mohamad, 1998, Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Ngatimin, MR, 1981, Mengenal Health Education & Behavioral Science, Bagian ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran pencegahan FKUH, Ujung Pandang.

Muhammad Fedyani S dan Irwan Mertua H, 1999, Seksualitas Remaja, Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

Panitia Nasional Kampanye AIDS Sedunia Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, 2004, Dukung Perempuan Melawan HIV/AIDS, Pelita Mandiri, Jakarta.

Sarlito Wirawan, DR, 1997, Psikologi Remaja, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soekidjo Notoatmodjo, Prof, Dr., 1996, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

__________________________, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

Sudarsono, Drs, SH., 1990, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta.

Supriadi, 1998, Perkembangan remaja,: Sebuah dilemma. Filia (Buletin kesehatan seksual- reproduksi) no.2 tahun I/April.Denpasar.LEKKI (Ford Foundation).

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa penyedia barang tersebut pada huruf a telah lulus kualifikasi dan penawaran. harga memenuhi syarat

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah merupaakaan prinsip hukum Islam dengan kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan ioleh lembaga

A danya responden yang tidak melakukan mobilisasi dini tetapi luka post sectio caesarea dapat pulih dengan baik dapat disebabkan oleh faktor lain yang

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

Salah satu upaya atas pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dimaksud, antara lain dengan implementasi layanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun pelajaran

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan lainnya mencakup peraturan yang ditetapkan oleh menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan

ancaman hukuman maksiman 4 tahun (di dalam hanya mengatur hukuman maksimal 9 tahun (diluar hubungan perkawinan), sementara Pasal 288 memberi ancaman hukuman maksimal 4

Pada proses belajar mengajar dengan menggunakan metode eksperimen, siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,