• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia

(Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Rizki Khairil

NIM : 060901061

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(2)

ABSTRAK

Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha Kuasa yang memberikan kesempatan

kesehatan dan waktu luang hingga saat ini, Dzat yang hanya denganlah kita

beribadah, tidaklah semua hal ini terjadi pada diri ini atas kehendakNYA. Dan

shalawat beriring salam kepada sebuah panutan umat ini Rasulullah Nabi Muhammad

Shalallahu’Alaihi Wasallam berserta pada keluarga-keluarganya dan para sahabatnya.

Penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi

syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata-1 (S-1), Departemen

Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, adapun judul skripsi ini adalah

“Pandangan dan Sikap Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum (Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)”. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan bagi

penulis secara materil dan spirituil. Untuk itu izinkan saya untuk menghaturkan

ucapan terima kasih kepada :

- Kedua orang tuaku yang mencintaiku dengan tulus, emakku Misliyani

Panjaitan Rahimakumullah; begitu besar pengorbanan dan perjuanganmu

terhadap anak-anakmu “qadarullah’ala kulli hal, engkau tak lagi mendengar

keluh kesahku dan menyaksikan hidupku saat ini, hanya do’a yang mampu

kupanjatkan pada Allah. Sesungguhnya telah terputus amal ibadah manusia

apabila kematian telah menjemput kecuali tiga hal diantaranya adalah do’a

(4)

yang mampu kupanjatkan saat Allah menitipkanku padamu, kutahu dalam

dirimu terdapat sebuah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ulah

anakmu ini yang sering memaksakanmu dan anakmu ini hanyalah masih

menjadi beban bagimu. Serta kepada Ibuku; Syadariah Panjaitan dan Om

Yahdi yang telah banyak memberikan perhatiaannya, membantu dan

melancarkan segala apa yang terjadi dalam kehidupanku, tiada lain yang bisa

kuberikan pada kalian semua melainkan sebuah do’a, “Semoga Allah

membalas segala amal kebaikan berlipat ganda atas kebaikan yang telah kalian lakukan..”.; Kepada saudaraku yang telah memberikan semangat dan perhatiannya padaku, kakakku Rizwani dan Rizfayuli beserta keluarga, jadilah

kalian sebaik-baik wanita dalam keluargamu, menjadi pelindung bagi anakmu

dan pada adikku Rizka Khorida; terus belajarlah engkau tentang kehidupan

yang membuatmu semakin dewasa dan sandarkanlah hidup ini pada hal

kebaikan diatas tali agama. Serta kepada seluruh keluarga yang juga

memperhatikan penulis ;Wak Maulina Panjaitan dan keluarga dan seluruh

keluarga tidak terkecuali. Semoga kita senantiasa dalam lindungan dan

naungan hidayah untuk terus mentaati Allah, Rabb Semesta Alam.

- Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik periode 2010-2015, dan selaku Ketua Departemen Sosiologi

Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010.

- Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

(5)

mengembangkan penulisan skripsi ini. Semoga Allah melimpahkan

keberkahan rahmat dan karunia kepada Ibu dan keluarga.

- Bapak Drs. Sismudjito M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan berupa saran dan kritiknya dalam penyempurnaan skripsi ini.

- Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak SBP, M.Si selaku dosen wali penulis. Dan

seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Sosiologi khususnya dan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara umumnya

- Kepada guru-guruku yang mulia yaitu Ustadz Abu Ihsan, Ustadz Ali Nur,

Ustadz Nurdin Albukhary, Ustadz Yunus, Ustadz Abdul Fattah, dan para

asatidz Ahlussunnah Wal Jama’ah di Medan dan Binjai yang telah banyak

berjasa dalam memberikan pemahaman penulis terhadap dien ini;

- Suadara-saudaraku semanhaj, tiadalah hal yang berarti selain duduk bersama

dalam ta’lim, menundukan kepala mencoba terus memahami dien ini ; Akhi

Tyas Wahyu, Akhi Budi, Akhi Dedek Ardiansyah, Akhi Andika Putra, Akhi

Jaka Pratama, Akhi Mirza, Akhi Ibnu Tawakal, Akhi Habib At-Tibinjy, Akhi

Septian, Akhi Rahmadi, Akhi Novri, Akhi Robi, Akhi Revin, Akhi Aji, Akhi

Rinto, Akhi Rozi Putra, serta seluruh ikhwan lainnya.

- Kepada sahabat dan kawan-kawan seperjuangan yang bersama melangkahkan

kaki ini dikampus tercinta ini dan memberikan masukan kepada penulis; Tim

Laskar Inalum;Bang Yandi Deriawan, Angga Harahap stay cool, Dwi Yuli Adriani maaph, Rini Handayani, Gibran Daulay, Viana Rovinita,Vivi

Syahputri, Inong n the gank (Irma, Debora, Lydia, Mitha),Tim

(6)

Aprilia, Eka Deyta, Ulya, Okto Silaban, , dan teman lainnya di Sosiologi

Stambuk’06.

- Sahabat-sahabatku yang mengiringi hidupku bersama hingga saat ini,

merangkai cerita bersama dan menjalin sebuah mimpi juga yang selalu

memberi semangat pada penulis, sahabatku di M@Benk dan orang tua masing

dari kami; Idham Fahmi, M. Dwima Ardian Fauzi, Hafni Zahara, Dina Mumu,

Engga Yulida, M. Ridwan, Maulida, Neni Megawati, Candra Kesuma, Anhar

Pratama dan Rudi Iswanto.

- Keluarga Besar UKMI As-Siyasah FISIP USU, Zulkarnain “Pak Zul” Bancin,

Syaiful“cak ipoel”Arifin, Bang Suyadi, Irwanto, Burhan Efendi, Alimul Hadi,

Prie Anugrah, dan lainnya. Serta semua pihak yang telah membantu penulis

secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Meskipun telah diupayakan semaksimal mungkin dalam penulisan ini, namun

penulis menyadari banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu, kurangnya

pengalaman, dan juga hal lainnya. Untuk masukan saran dan kritik sangat penulis

harapkan demi membangun kesempurnaan. Sekian dan saya ucapkan terima kasih

yang tidak terkira dan semoga ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2010

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian ………. 7

1.4. Manfaat Penelitian ……… 8

1.5. Defenisi Konsep ……… 8

1.6. Operasionalisasi Variabel ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……… 12

2.1. Agama Perspektif Sosiologi ... 12

2.2. Agama dan Politik ... 18

2.3. Teori Pilihan Rasional ... 20

2.4. Sikap ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan... 25

3.4. Populasi dan Sampel... 26

3.5. Teknik Pengumpulan Data ……… 27

3.6. Interpretasi dan Analisis Data ………. 29

(8)

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA……….. 31

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. .. 31

4.1.1. Deskripsi Dan Sejarah Kota Medan……… 31

4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan ……… .. 33

4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010……….. 34

4.2. Profil Informan dan Karakteristik Responden ……….. 36

4.2.1. Profil Informan ………. .. 36

4.2.2. Karakteristik Responden ……… 43

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin .. 43

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……. 46

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kajian Salafiyah ………... 47

4.3. Gambaran Umum Salafiyah dan Perkembangannya di Indonesia ... ……….. 47

4.4. Salafiyah Di Kota Medan ... 59

4.5. Sistem Politik Islam (Siyasah Syar’iyah) Perspektif Salafiyah .. 62

4.6. Salafiyah dan Pemilihan Umum ... 65

4.6.1. Faktor-Faktor Yang Menjadi Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum ……….. 67

4.6.1.1. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemungutan Suara ..…… 69

4.6.1.2. Pandangan Salafiyah Terhadap Partai Politik ... 72

4.6.1.3. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemerintahan Hasil Pemilu ……….. 75

4.6.2. Memilih Pemimpin Perspektif Salafiyah ……… 76

4.7. Analisis Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilu ……….. 80

4.8. Analisis Statistik Deskriptif Data Kuantitatif... 84

(9)

BAB V. PENUTUP ……… 101

5.1. Kesimpulan ………... 101

5.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ………. 104

(10)

DAFTAR TABEL

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ………. 43

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ……… 44

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden …………..………. 44

Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ……… 45

Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden ……… 46

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……… 46

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Kajian Salafiyah ….. 47

Perbedaan Antara Demokrasi dan Musyawarah Dalam Islam ……… 69

Distribusi Frekuensi Pernyataan Pertama ……… 84

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-2 ……… 85

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-3 ………. 85

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-4 ……… 86

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-5 ………. 87

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-6 ……… 87

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-7 ……….. 88

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-8 ……… 89

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-9 ……… 89

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-10 ……….. 90

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-11 ……….. 92

(11)

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-13 ………. 92

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-14 ……….. 92

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-15 ……….. 93

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-16 ………. 94

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-17 ………. 94

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-18 ……… 95

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-19 ……… 96

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-20 ……… 96

Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-21 ……… 97

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Angket Penelitian

Lampiran 2. Data Primer Jawaban Angket Seluruh Responden

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

(13)

ABSTRAK

Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut

sistem demokrasi seperti Indonesia. Pemilihan umum di Indonesia dilangsungkan

selama lima tahun sekali, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai

sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai

kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum melibatkan

seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap

masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih

dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi.

Keterlibatan partai politik menjadi bagian yang terlepaskan dalam pemilihan

umum, dimana partai politik diwujudkan dari berbagai elemen masyarakat yang

memiliki nilai dan asas-asas yang diambil dari sumber hukum negara dimana

anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Sebagaimana

disampaikan oleh Miriam Budiradjo (1998:159) partai politik umumnya dianggap

sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang

dalam proses memdoernkan diri, maka di negara-negara barupun partai sudah

menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Partai politik memberikan peranan

sebagai penyampaian aspirasi politik warga negaranya, juga sebagai sosialisasi dan

(15)

Pemilihan umum (pemilu) di

anggota lembaga perwakilan, yait

pemiliha

disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pemilihan presiden pun

dimasukkan ke dalam proses pemilu. Pemilihan presiden langsung sebagai bagian

dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilihan umum tahun 2004. Pada tahun

dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dijadikan bagian dari pemilu

negara yang memiliki tingkat demokratis yang tinggi, hal ini tidak terlepas dari

pemilu yang dilaksanakan seperti yang digambarkan diatas.

Agama tentunya membawa nilai-nilai yang dianggap sebagai jalur perjalanan

yang kokoh bagi penganutnya. Ajaran agama akan menjelaskan sebuah

kaidah-kaidah, tingkah laku, adab, pandangan dan lainnya yang keseluruhannnya akan

termaktub dalam sebuah sistem keagamaan itu sendiri. Agama bukanlah sekedar

mengatur kehidupan pribadi-pribadi bagi pemeluknya akan tetapi agama juga

mengatur bagaimana ajarannya dapat mengatur keseluruhan hidup dari berbagai

aspek kehidupan, tidak terkecuali dengan sistem yang perpolitikan yang diambil dari

nilai-nilai agama yang terkandung didalamnya termasuk juga pemilihan umum.

Tentang sistem politik, banyak sekali nilai-nilai islam yang berbicara pada

prinsip hukum dalam islam seperti berlaku adil bagi pihak pemimpin, kepatuhan dari

(16)

Musyawarah dilakukan untuk merumuskan sebuah keputusan pada kepentingan

bersama yang merupakan berasal dari persetujuan dari seluruh anggota musyawarah

tersebut. Musyawarah yang diwujudkan dalam sistem parlemen sistem demokrasi

melalui pemilu dari sebagian kalangan agamawan Islam menafsirkan bahwa

musyawarah yang berlaku saat ini merupakan representasi nilai Islam dalam sistem

negara. Keterlibatan Islam dengan pemilu tidak dapat dipungkiri seperti terwujudnya

partai-partai Islam, kebertahanan dan usaha dalam memilih pemimpin dari kalangan

islam guna mempertahankan sistem-sistem islam di negara ini, dan hal lainya yang

mendukung dalam keberlangsungan pemilu itu sendiri.

Islam adalah salah satu keyakinan terbesar di dunia ini, dengan panutan dan

pembawa risalahnya adalah Muhammad bin Abdullah Shalallahu’alaihi Wasallam.

Islam merupakan ajaran yang berorientasikan pada sisi ketauhidan kepada Allah

Subhana wa Ta’ala, menolak segala peribadatan yang tidak ditujukan kepada selain

Allah baik secara disadari ataupun tanpa disadari pemeluknya. Maka Islam

menjadikan sebuah kemurnian dalam ajarannya dan contoh yang baik pada pribadi

Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam sebagai tauladan bagi penganutnya. Alqur’an

dan hadits rasulullah sebagai sumber hukum bagi umat Islam serta ijma’ dan qiyas

oleh ulama sebagai hukum tambahan yang diambil dari hukum sebelumnya guna

menjelaskan hal-hal yang berkembang. Dalam perkembangannya, hingga saat ini

Islam tentunya mengalami berbagai perubahan baik itu yang bersifat positif juga

negatif. Begitu juga dengan perkembangan dakwah Islam itu sendiri, Islam mulai

terpecah dalam berbagai kelompok ataupun firqah baik itu pada satu sisi seperti pada

(17)

ajaran Islam. Beberapa kelompok tersebut yang membedakannya adalah

pemikiran-pemikiran mereka tentang nilai Islam itu sendiri serta pengambilan dasar pemikiran-pemikiran

juga penafsiran yang berbeda, diantara kelompok pemikiran tersebut adalah sunni,

syi’ah imamiyah, rafidhah, murji’ah, khawarij, mu’tazilah, sururiyah, dan lainnya.

Dan aliran-aliran pemikiran ini terus berkembang hingga saat ini.

Menurut Betty R Scharf (2004:57) ia menjelaskan bahwa Islam adalah agama

yang pada dasarnya mentransformasikan tidak mencipta, komunitas tertentu. Islam

senantiasa mempertahankan tujuan teroritik yakni bahwa batas-batas kepercayaan

keagamaan dan komunitas politik harus berjalan bersamaan. Namun demikian karena

dua alasan tujuan tidak tercapai. Ekspansi islam yang berlangsung sangat cepat oleh

kekuatan militer, para pedagang dan beragam termasuk sebagian diantaranya yang

menolak memeluk Islam dan sebagian lain diislamisasikan hanya secara dangkal.

Dipihak lain berbagai tekanan dan ketegangan dalam komunitas perpecahan politik

yang masing-masing kurang lebih menjadi landasan terbentuknya komunitas yang

terpisah dan berdiri sendiri. kepercayaan bersama tidak dapat mencegah

perkembangan berbagai komunitas yang terpisah-pisah sendiri itu, misalnya

komunitas muslim di Mesir, India, dan di kerajaan Turki.

Pasca wafatnya rasulullah selaku pemimpin umat Islam ini, kepemimpinan

umat dipegang oleh khulafaur rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman

bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebagai lanjutan dalam kepemimpinan umat Islam

kemudian dilanjutkan oleh masa-masa kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan yang

membentuk pada Sistem Pemerintahan Daulah Umayyah, dan seterusnya dimana

(18)

hingga hilangnya masa kekhalifahan. Masa kekhalifahan dianggap merupakan

jawaban terhadap sebuah pemerintahan Islam atau Daulah Islamiyah (negara Islam)

yang disebut sebagai khalifah manhaji nubuwwah pada saat itu.

Dalam penjelasannya yang dikutip dari berbagai perkataan Muhammad

Shalallahu’alaihi Wasallam, driwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Al –

Hakim bahwa khalifah manhaji nubuwah berlangsung selama tiga puluh tahun pasca

wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam. Dimana terdapat pada masa

kepemimpinan empat sahabat rasulullah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatttab,

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu diikuti dengan kepemimpinan

secara berturut-turut delapan orang dari suku Quraisy dari penguasa Bani Umayyah

(http://almanhaj.or.id/). Dan setelah itu maka akan didapati perbedaan terhadap

sistem kekhalifahan yang berlangsung hingga hilangnya sistem kekhalifahan itu dan

diikuti dengan berkembangnya negara-negara dunia yang diikuti dengan

perkembangan sistem pemerintahan yang memiliki landasan teoritis dan praktikal

yang dipakai masing-masing negara dalam menjalankan pemerintahannya dalam

tertera dalam falsafah dan ideologi negaranya masing-masing.

Salafiyah atau dikenal juga dengan istilah salafi adalah bagian dari

perkembangan dakwah Islam saat ini. Istilah salafiyah ataupun salafi bukanlah istilah

yang baru dalam Islam ataupun sebuah gerakan, ajaran ataupun aliran tertentu dalam

Islam melainkan ini hanya sekedar istilah yang disematkan terhadap bagi siapa saja

yang memahami agama ini sesuai dengan generasi awal dari umat Islam itu sendiri,

sebagaimana hal ini berkaitan dengan arti dari kata salafiyah itu sendiri. Dimana

(19)

Salafiyah memiliki kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan sehari-harinya

dimana kaidah-kaidah tersebut berasal dari pemahaman mereka terhadap nilai ajaran

islam itu sendiri, maka dari hal inilah kritikan-kritikan muncul terhadap apa yang

terjadi disaat kaidah tersebut dirasakan tidak sejalan dengan apa yang diketahui umat

islam Indonesia dari kebiasaan keagamaan yang dipahami selama ini. Hal ini terjadi

karena adanya akulturasi adat dan agama yang tidak sesuai pada ajaran salafiyah,

contohnya adalah peringatan 1 syura (muharram), berdoa di tempat kuburan orang

alim yang masih didapati masyarakat sedangkan salafiyah menentang perbuatan ini

karena tidak sesuai dengan apa yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya dengan

diikuti pemaparan sumber agama Islam dari alqur’an dan hadits secara ilmiah dan

kevalidan sumber itu sendiri (shahih).

Di Indonesia sendiri selain di pondok-pondok pesantren perkembangan dakwah

salafiyah juga berkembang pesat di perkotaan seperti Yogyakarta, Jakarta, Medan,

Makasar dan kota-kota besar lainya yang hampir menyeluruh di Indonesia.

Masyarakat kota diikat dengan sebuah aktivitas dan mobilitas sosial yang cukup

tinggi dalam keseharianya maka akan ditemui kedinamisan dan heterogenitas

masyarakat kota. Dakwah salafiyah menekankan pada pemahaman ilmu agama

dimana akan menghasilkan sebuah tuntutan pada pengikutnya untuk menuntut ilmu

bagi setiap individu. Maka disinilah kecenderungan masyarakat kota terhadap

salafiyah, sebuah aktivitas dan kewajiban setiap orang membuatnya tidak bisa

meluangkan waktu secara penuh untuk mendalami agamanya kecuali jika mereka

tinggal pada suatu pesantren. Begitu juga dengan terhadap penerapan kaidah-kaidah

(20)

mendatangkan sebuah perbedaan dan konflik dalam masyarakat yang bersifat

homogen, maka ini menjadi keselarasan antara masyarakat kota dan ajaran salafiyah

yang cenderung lebih menerima perubahan dan perbedaan. Meskipun gerakan

dakwah salafiyah tidaklah berorientasi pada politik akan tetapi jika dalam

perpolitikan itu sendiri didapati hal yang menyalahi dari aturan-aturan nilai Islam

yang dipahami dimana nantinya dikhawatirkan akan terjadi sebuah kekeliruan dalam

memahami Islam, maka ini menjadi perhatian bagi salafiyah yang bertujuan untuk

memurnikan dan menjaga nilai-nilai Islam seutuhnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apa saja faktor-faktor yang menjadi pandangan dari jama’ah salafiyah di

Kota Medan terhadap pemilihan umum di Indonesia?

2. Bagaimana sikap jama’ah salafiyah di Kota Medan terhadap pemilihan

umum di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan

dan sikap dari salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia

2. Untuk mengetahui bagaimana sikap dari salafiyah terhadap pemilihan

(21)

3. Untuk mengetahui bagaimana kalangan salafiyah mensosialisasikan

pandangan-pandangan politik pada masyarakat termasuk nilai-nilai yang

dipahami terhadap pemilu.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat

memperoleh pengetahuan bagi peneliti mengenai studi yang terkait pada pandangan

dan sikap perpolitikan yang dilakukan jama’ah salafiyah perspektif sosiologis. Dan

juga memberikan manfaat bagi peneliti dalam memahami kajian-kajian keagamaan

perspektif sosiologis.

Dan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan kajian ilmiah bagi para

mahasiswa khususnya, juga dapat memberikan sumbangan dalam ilmu sosial

masyarakat.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memperkaya informasi

mengenai pandangan dan sikap politik dari jama’ah salafiyah. Juga dapat dijadikan

sebagai bahan rujukan bagi peneliti berikutnya terkait penelitian sebelumnya.

1.5. Defenisi Konsep

Defenisi konsep dalam penelitian ilmiah dibutuhkan untuk mempermudah dan

(22)

dipakai, maka diberikan batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai dalam

penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep-konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Pandangan

Pandangan adalah cara yang dimiliki seseorang atau golongan dalam

masyarakat yang bermaksud menganggapi dan menerangkan segala masalah.

2. Sikap

Sikap sebagai kesiapan fisik maupun mental yang diperoleh melalui

pengalaman, dan memberikan pengaruh yang dinamis atau terarah terhadap respons

individu, pada semua objek dan situasi yang berkaitan individu. Sikap dapat bersikap

positif maupun negatif. Sikap dalam penelitian ini adalah bagaimana kelompok

keagamaan salafiyah menanggapi dari sistem pemilu yang berlaku di Indonesia dan

sejauh mana kerterikatan nilai-nilai Islam yang dianut mempengaruhi sikap mereka

dalam pemilu itu sendiri.

3. Jama’ah

Jama’ah adalah yang artinya banyak dan berkumpul jama’ah disini diartikan

sebagai suatu kelompok yang diikat oleh nilai yang berlandaskan agama dan memiliki

tradisi sendiri dalam kelompoknya.

4. Salafiyah

Salafiyah adalah sebuah istilah dari bahasa dan makna secara bahasa arab dari

kata Salaf. Kata al-Salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang

mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun makna al-Salaf secara

terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah

(23)

tabi’in, tabiut tabi,in. Sedangkan penambahan huruf i ataupun yah dalam bahasa arab

berarti penisbatan atau mengikuti makna dari kata sebelumnya. Maka Salafiyah dapat

diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti cara beragamanya seperti pada masa

Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in pada apa yang disampaikan Rasullah. Sedangkan

kata salafiyin atau salafiyun merupakan bentuk jamak dari kata salaf yang memiliki

arti yang sama. Adapun nama lain yang disandarkan pada salafiyah adalah Ahlus

Sunnah wal Jama’ah, Kaum Sunni, Firqatun Najiyah dan Thaifah Manshurah.

5. Siyasah Syar’iyah

Siyasah secara bahasa berarti pengurusan suatu perkara hingga baik.

Sedangkan Siyasah syar’iyah (politik yang sejalan dengan syari’at) adalah pengaturan

kepentingan rakyat banyak dalam ruang lingkup daulah Islam (negara Islam) dengan

cara-cara yang dapat menjamin terealisasinya kemaslahatan umum, dapat menolak

segala macam kerugian dan tidak melanggar syariat Islam serta kaidah-kaidah

asasinya, sekalipun tidak sejalan dengan pendapat para alim mujtahid.

6.Pemilihan Umum

Pemilihan umum adalah sistem atau metode yang digunakan dalam memilih

seorang pemimpin secara langsung yang melibatkan keseluruhan elemen-elemen

masyarakat pada suatu negara.

1.6. Operasionalisasi Variabel

Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari

hubungannya antara satu variabel dengan lainnya dan pengukurannya. Adapun yang

(24)

1.Variabel Bebas (X)

Sikap adalah bagaimana seseorang memberikan penilaian terhadap obyek

tertentu. Indikator sikap dalam penelitian ini adalah :

a. Peseptual dan kesadaran sikap, meliputi pengetahuan, pandangan dan

keyakinan terhadap objek dalam mepersepsikan sikap yaitu pemilihan umum

b. Kepribadian, meliputi emosional atau perasaan terhadap nilai-nilai.

c. Tindakan sikap, meliputi pada kesiapan seseorang dalam berperilaku dan aksi

pada objek sikap

2.Variabel Terikat (Y)

Yang menjadi variabel terikat (Y) adalah hal-hal yang berkaitan dengan

penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, variabel yang ditentukan meliputi :

a. Pemungutan suara.

b. Partai politik.

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Agama Perspektif Sosiologi

Agama dan beragama punya sejarah panjang sepanjang sejarah masyarakat

dan manusia itu sendiri, manusia yang memiliki akal, nafsu, perasaan ruhani. Agama

ditemukan hampir disetiap masyarakat bahkan setiap individu. Secara sosiologis,

masyarakat dan manusia dalam menganut agama atau beragama punya ciri-ciri

mempercayai sesuatu yang digunakan secara fanatik, mensakralkan sesuatu, percaya

kepada yang gaib (supernatural). Ciri-ciri beragama atau menjadikan sesuatu sebagai

agama ini ditemukan pada setiap masyarakat. Karena itu beragama adalah gejala

universal, ditemukan dari awal masyarakat manusia ada sampai akhir zaman.

(Bustanuddin Agus,2003:1).

Elizabeth K Nottingham menyatakan bahwa tidak ada definisi tentang agama

yang benar-benar memuaskan karena agama dalam keanekaragamannya yang hampir

tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan

definisi (batasan). Lebih jauh Nottingham menegaskan bahwa fokus utama perhatian

sosiologi terhadap agama adalah bersumber pada tingkah laku manusia dalam

kelompok sebagai wujud pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dan

peranan yang dimainkan oleh agama selama berabad-abad sampai sekarang dalam

mengembangkan dan menghambat kelangsungan hidup kelompok-kelompok

(26)

Roland Robertson membagi definisi tentang agama yang telah dikemukakan

oleh kalangan ilmuan sosial kedalam dua model definisi: inklusif dan eksklusif.

Definisi inklusif memberikan suatu rumusan agama dalam arti yang seluas-luasnya,

yang memandang agama sebagai setiap sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi

dengan “kesucian” atau yang diorientasikan kepada “penderitaan manusia yang

abadi”. Kalangan ilmuan sosial yang memiliki pandangan inklusif pada umumnya

melihat agama bukan saja sebagai sistem-sistem teistik yang diorganisasi seputar

konsep tentang kekuatan supernatural, tetapi juga berbagai sistem kepercayaan

non-teistik seperti komunisme, nasionalisme, atau humanisme. Sebaliknya definisi

eksklusif membatasi istilah agama itu kepada sistem-sistem kepercayaan yang

mempostulatkan eksistensi makhluk, kekuasaan, atau kekuatan supernatural. Dengan

demikian, sistem-sistem kepercayaan seperti komunisme, nasionalisme, atau

humanisme dikeluarkan meskipun sebenarnya bisa juga diterima sebagai sistem

kepercayaan non-teistik karena memiliki elemen-elemen yang sama dengan

sistem-sistem keagamaan.

Tim Curry setidaknya mencatat ada lima karakteristik universal agama, yaitu:

a. Kepercayaan

Bisa dikatakan bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling mendasar

dalam setiap agama. Kepercayaan terhadap segala sesuatu dalam agama merupakan

permasalahan yang berkaitan dengan disiplin ilmu teologi. Adapun konsekuensi

sosial yang ditimbulkan oleh kepercayaan tersebut baru merupakan permasalahan

sosiologis. Jadi, fokus perhatian kalangan sosiolog bukanlah melihat validitas atau

(27)

sosial yang timbul sebagai akibat dari adanya kepercayaan tersebut. Misalnya,

kepercayaan akan adanya surga dan neraka menjadi salah satu faktor yang

mendorong manusia untuk melakukan serangkaiain ibadah atau ritual tertentu secara

komunal. Dalam hal ini, fokus kajian seorang sosiolog bukanlah untuk membuktikan

keberadaan surga atau neraka, akan tetapi mencoba mengupas pengaruh keimanan

terhadap surga dan neraka dalam membentuk perilaku mereka di masyarakat

b. Sacred dan Profane.

Menurut Durkheim, semua agama membedakan dunia kedalam dua domain

besar: sacred dan profane. Sesuatu yang disebut sacred adalah segala sesuatu yang

memiliki arti dan kualitas supernatural. Adapun yang profane adalah sesuatu yang

dipandang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari . Karena begitu luasnya cakupan

definisi tersebut maka sangatlah mungkin terjadi tumpang-tindih di masyarakat

tentang penggolongan sesuatu sebagai yang sacred atau profane. Bisa jadi dalam

suatu masyarakat atau agama sesuatu dipandang sebagai yang sacred tapi bagi

masyarakat atau agama lain dipandang sebagai sesuatu yang profane.

c. Ritual dan Seremoni.

Semua agama memiliki beberapa bentuk perilaku yang rutin dilaksanakan

sebagai ekspresi dan penguat iman. Oleh karenanya semua agama memiliki ritual.

Bagi pemeluk agama, ritual dan seremoni merupakan sesuatu yang penting berkaitan

dengan masalah peribadatan. Adapun bagi kalangan sosiolog, beberapa ritual

dipandang membantu mengikat orang secara bersama-sama dalam masyarakat.

Pelaksanaan ritual memungkinkan munculnya solidaritas sosial meskipun terdapat

(28)

d. Komunitas moral.

Agama merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang

yang memiliki kesamaan kepercayaan dan nilai-nilai. Adanya kesamaan nilai yang

kemudian diperkuat dengan pelembagaan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran

nilai-nilai tersebut telah membentk suatu komunitas yang mampu bertahan dari generasi ke

generasi berikutnya.

e. Pengalaman pribadi.

Pengalaman pribadi yang diperoleh melalui agama dapat memberikan makna

bagi kehidupan manusia bahkan terkadang mampu memecahkan masalah-masalah

pribadi yang sedang dihadapi terutama berkaitan dengan terapi mental.

Meskipun setiap agama memiliki kelima karakteristik diatas, namun harus

diingat bahwa setiap agama memiliki penekanan yang berbeda-beda terhadap kelima

karakteristik tersebut. Ada agama yang sangat kaya dengan ritual dan seremoni,

namun ada juga agama yang hanya memberikan sedikit perhatian pada hal tersebut.

Oleh karena itu, berbagai macam pendekatan telah dikembangkan oleh kalangan

sosiolog untuk melihat fenomena keagaman di masyarakat dengan mendasarkan pada

fokus perhatian yang ingin dikaji dari fenomena tersebut

(http:arifinzain.wordpress.com).

Sementara itu menurut Betty R Scharf (2004) dalam bukunya Sosiologi

Agama, suatu agama secara spesifik terkait dengan suatu kelompok, dan begitu suatu

kelompok berakhir dan kelompok lain muncul agama pun berubah. Dari sudut

pandang asal-usulnya, struktur kelompok merupakan ubahan primer sedangkan

(29)

Namun dari sudut pandang Durkheim memandang agama sebagai sesuatu

yang dengan kokoh menguatkan struktur sosial yang ada, dengan mencegah

terjadinya penyimpangan dan membatasi perubahan dengn memberikan otoritas yang

mutlak dan sakral kepada aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok

yang bersangkutan. Dengan demikian agama bersumber dari solidaritas sosial dan

pada gilirannya ia memperkuatnya. Ia tidak hanya mengekspresikan

loyalitas-loyalitas kelompok tetapi juga melestarikannya. Namun meskipun agama bisa

menghalangi terjadinya perubahan tetapi ia juga dapat menahan terjadi perubahan itu

sama sekali. Berbagai kondisi keberadaan suatu kelompok berubah dan sebagainya

struktur itu akan berubah. Baik secara eksplisit ataupun secara terselubung, secara

tiba-tiba atau secara berangsur-angsur, sistem agama pun berubah meskipun

senantiasa dengan perlawanan terhadap kegiatan di garis belakang pertahanannya.

Senantiasa ada sejumlah kelompok yang dinilai sakral oleh para anggotanya,

meskipun lantaran agama-agama berubah dan berkembang, tidak ada sebuah

masyarakat pun bisa gagal dalam menimbulkan agama, dan tidak ada sebuah agama

pun bisa gagal memperkuat masyarakat khususnya penganutnya.

Durkheim juga menambahkan dalam agama akan ditemui hal-hal berikut

sebagai upaya mempelajari agama dengan kata lain agama memiliki ciri-ciri, yaitu :

a. Diakui sebagai kekuasaan atau kekuatan.

b. Ambigus, seperti human-cosmic, postif-negatif, menarik-menjijikan,

perintah-larangan dan lainnya.

c. Tidak utilitarian.

(30)

e. Tidak melibatkan pengetahuan.

f. Memperkuat dan mendukung para pemuja.

g. Membuat tuntunan moral bagi para pemujanya.

Adapun fungsi agama dalam masyarakat (Ishomuddin, 2002 : 54-56) yaitu :

a.Fungsi edukatif

b.Fungsi penyelamat

c.Fungsi sebagai perdamaian

d.Fungsi sebagai Social Control (Pengendalian Sosial)

e.Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas

f. Fungsi transformatif

g.Fungsi kreatif

h.Fungsi sublimatif

Sementara itu J.P. Williams mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada empat

tingkat tipe keagamaan yaitu:

- Tingkat rahasia yakni seseorang memegang ajaran agama yang dianut dan

diyakininya itu untuk dirinya sendiri dan tidak dianut dan tidak didiskusikan

dengan atau dinyatakan kepada orang lain.

- Tingkat privat atau pribadi yakni dia mendiskusikan dengan atau menambah

dan menyebarkan pengetahuan dan keyakinannya keagamaannya dan kepada

sejumlah orang tertentu dan keyakinan keagamaannya yang digolongkan

(31)

- Tingkat denominasi, individu mempunyai keyakinan keagamaan yang sama

dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam suatu kelompok

besar, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang rahasia atau privat.

- Tingkat masyarakat, individu memiliki keyakinan kegamaan dari warga

masyarakat tersebut.

2.2. Agama dan Politik

Agama dan politik adalah institusi sosial yang berbeda secara fungsi dan

peranannya. Namun sebuah institusi yang berbeda tidaklah menutup kemungkinan

untuk bersatu saat sebuah nilai-nilai dalam agama mampu diwujudkan dalam

membentuk sebuah sistem yang lebih tidak hanya terbatas pada urusan peribadatan

pemeluknya. Nilai-nilai pada agama tidaklah menutup kemungkinan baginya untuk

dijadikan sandaran politik. Roland Robertson Alford mengatakan bahwa hubungan

antar politik dan agama muncul sebagai masalah pada bangsa-bangsa yang tidak

homogen secara agama, ia juga menambahkan pemikir politik klasik seperti

Aristoteles menegaskan bahwa homogenitas agama adalah suatu kondisi kestabilan

politik. Apabila kepercayaan-kepercayaan berlawanan dengan nilai-nilai tertinggi

masuk ke arena politik, mereka akan mulai bertikai dan makin jauh dari kompromi

(Alford, 1988:379).

Dari segi sikap negara terhadap agama dibagi menjadi empat bagian, yaitu

negara agama, negara yang punya agama tertentu, negara membantu pembangunan

(32)

baik yang bersifat moderat juga ekstrim dimana memisahkan urusan negara dari

agama.

Teori kedaulatan Tuhan merupakan pengaruh agama dalam kehidupan politik,

dimana dalam teori ini dikatakan bahwa kepala negara harus bertakwa kepada Tuhan.

Yang mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu yang memiliki atau ada pada Tuhan.

Teori ini berkembang pada abad pertengahan, yaitu antara abad ke V sampai abad ke

XV. Di dalam perkembangannya teori ini sangat erat hubugannya dengan

perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu, yaitu agama kristen, yang

kemudian diorganisir dalam suatu oraganisasi keagamaan, yaitu gereja, yang

dikepalai oleh seorang Paus. Jadi pada waktu itu lalu ada dua organisasi kekuasaan,

yaitu : organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan organisasi

kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada waktu itu organisasi

gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat

perlengkapan organisasi negara. Ini adalah pendapat dari Thomas Aquinas.

Para sosiolog memang tidak memandang dengan sebelah mata berbagai peran

yang dapat dimainkan agama dalam proses-proses politik di tengah masyarakat. Peter

Berger, misalnya yang mencoba menyintesiskan pandangan-pandangan Marx, Weber,

dan Durkhiem, menggambarkan agama sebagai kekuatan world maintaning dan

world shaking (1967). Dengan dua kekuatan itu, agama mampu melegitimasi atau menentang kekuasaan dan privilese. Meski demikian, para sosiolog menekankan

berkurangnya signifikansi agama dalam kehidupan publik seiring proses sekularisasi

dan privatisasi. Menurut Berger, sekularisasi mengantarkan pada demonopolisasi

(33)

pandangan keagamaan berbaur dan bersaing dengan pandangan dunia non-agama,

sehingga organisasi-organisasi keagamaan harus mengalami rasionalisasi dan

de-birokratisasi. Hal yang sama dikemukakan Talcott Parsons, sosiolog terkemuka dari

pendekatan fungsional. Menurut Parsons, dalam masyarakat multi-religius

proses-proses politik yang berlangsung akan menjadi semacam diferensiasi yang

menyediakan agama pada tempat yang lebih sempit tetapi jelas dalam sistem sosial

dan kultural. Karena keanggotaan dalam suatu organisasi kemasyarakatan bersifat

sukarela, maka konten dan praktik keagamaan dengan sendirinya mengalami

privatisasi dan menyebabkan perkembangan civil religion

2.3. Teori Pilihan Rasional

Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial,

sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai

tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Tindakan-tindakan sosial individu

membentuk bangunan dasar untuk struktur-struktur sosial yang lebih besar, Weber

meletakan dasar ini dengan distingsi-distingsi tipologis yang bergerak dari tingkat

hubungan sosial ke tingkat keteraturan ekonomi dan sosial politik. (Johnson,

1994:226).

Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam kalsifikasinya mengenai

tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan sosial menurut Weber adalah pertimbangan sadar dan

pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber membagi rasionalisme tindakan

kedalam empat macam yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi

(34)

menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya

pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial.

Dibandingakan rasionalitas instrumnatal, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai

yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan

yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai

individu yang bersifat absolute atau nilai akhir baginya.

Teori pilihan rasional Coleman, memusatkan perhatian pada aktor dimana

aktor dipandang sebagai menusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud

artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai

tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.

Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang

menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan

dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.

Gagasan dasar dalam teori pilihan rasional bahwa tindakan perseorangan mengarah

pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan.

2.4. Sikap

Sikap adalah sesuatu yang ada dalam diri yang mempengaruhi suatu tindakan

dan prilaku seseorang. Menurut Baron dan Byrne (2003:158) sikap adalah evaluasi

dari aspek dunia sosial dimanapun, seringkali kita mengevaluasi objek sikap baik

secara positif dan negatif dan diperoleh melalui orang lain melalui proses

pembelajaran sosial. Dan sikap juga merupakan sebuah evaluasi umum bagi manusia

(35)

Sedangkan Allport (dalam Hogg dan Vaughan, 2002) mendefinisikan sikap

merupakan kesiapan (mental dan neutral) yang didasarkan pada pengalaman yang

menekankan pada pengaruh langsung dan dinamis pada respon indvidual terhadap

semua objek dan situasi yang berhubungan. Dan juga D.G. Myers (dalam Sarwono,

2002) menyatakan sikap adalah suatu reaksi evaluatif berupa suka atau tidak suka

terhadap sesuatu atau seseorang yang ditunjukan dengan keyakinan, perasaan,

ataupun tingkah laku seseorang.

Maka dari beberapa pengertian sikap diatas, bahwa yang menjadi ciri-ciri khas

dari sikap yaitu mengandung penilaian/evaluasi (mendukung-tidak mendukung,

memihak-tidak memihak, favourable-unfavourable) dan memiliki objek tertentu

(orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya).

Sikap memiliki komponen-komponen yang membentuk pada struktur sikap.

Adapaun komponen-komponen sikap adalah :

- Komponen kognitif (perseptual, kesadaran) yaitu komponen yang berkaitan

dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan. Hal-hal yang berhubungan

dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

- Komponen afektif (emosional, perasaan) adalah komponen yang berhubungan

dengan perasaan senang atau tidak senang, postif atau negatif, sehingga

bersifat evaluatif.

- Komponen konatif (perilaku, aksi) adalah komponen sikap yang berupa

kesiapan seseorang untuk berperilaku, kecenderungan bertindak objek sikap.

Sikap berpengaruh pada perilaku namun tidak selamanya, dalam penelitian

(36)

salah satu determinan penentu berperilaku, tentu saja pada saat sikap akan

menjalankan fungsinya sebagai perilaku dan pada saat lainnya justru tidak. Menurut

Baron dan Byrne (2005) beberapa faktor penentunyan adalah :

- Situtional Constraint (hambatan sikap), yaitu faktor situasional dapat mempengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku. Tekanan situasi

membentuk kemungkinan sikap diekspresikan atau tidak diekspresikan dalam

tingkah laku yang tampak.

- Aspek sikap, yang mencakup pada sumber sikap (attitude origins) seperti

pengalaman langsung, kekuatan sikap (attitude strength) seperti keekstriman

atau intensitas; kemudahan infromasi; akal sehat; unsur kepentingan, dan

kekhususan sikap (attitude spesificity) seperti sejauh mana terfokus pada

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian pendekatan kualitatif dan

kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif sangat menekankan pada

perolehan data asli atau kondisi sebenarnya. Dan penelitian kualitatif lebih

menekankan pada bagaimana gejala-gejala muncul (Arikunto, 2002:14). Sementara

itu, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan pada skala pengukuran

sikap pada penelitian ini. Pengukuran adalah bagaimana mengukur masalah variabel

yang ada berdasarkan indikator-indikator pada penelitian.

Penelitian sosial yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas

sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik

realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau

gambaran-gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin,

2008: 68).

3.2. Lokasi Penelitian

Yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kota Medan. Penelitian ini

dilaksanakan pada daerah-daerah sekitar Kota Medan dimana umumnya kelompok

(38)

kelompok keagamaan salafiyah melakukan aktivitas rutin seperti pengajian di Medan

dan sekitarnya. Alasan peneliti memilih kota Medan sebagai lokasi penelitian adalah

Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang penyebaran dakwah salafiyah

dapat dikatakan cukup pesat dan di Medan pula beberapa tokoh salafiyah yang cukup

dikenal di Indonesia berdomisili.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pengikut kelompok

keagaamaan Salafiyah di Kota Medan.

3.3.2. Informan

Dalam penelitian informan adalah orang-orang yang menjadi sumber

informasi dalam penelitian. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan

memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Adapun yang

menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Informan Kunci

Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah beberapa tokoh salafiyah

di kota Medan, seperti ustadz ataupun tokoh dari kalangan salafiyah yang

memberikan kajian dan mengetahui perkembangan dakwah salafiyah di Kota Medan.

2. Informan Tambahan

Sedangkan yang menjadi informan tambahan adalah pengikut kelompok

keagamaan salafiyah di Kota Medan. Adapun yang dijadikan kriteria pada informan

(39)

- Berdomisili di Kota Medan

- Sedikitnya telah mengikuti pengajian salafiyah selama 2 tahun

- Memiliki hak pilih dalam pemilihan umum

- Mengetahui kaidah-kaidah dalam jama’ah salafiyah khususnya masalah

pemilihan umum.

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran

yang menjadi objek penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pengikut kelompok keagamaan salafiyah di Kota Medan. Populasi dalam

penelitian ini tidak dapat dipastikan secara pasti dikarenakan tidak ada data yang

mendukung dalam penelitian ini, hal ini terjadi karena salafiyah bukanlah organisasi

kemasyarakatan yang memiliki data khusus terhadap anggotanya. Populasi akan

selalu berubah dan berkembang dikarenakan keterbukaan dari kalangan salafiyah itu

sendiri dalam menerima siapapun juga yang mengikuti kegiatannya. Namun peneliti

dapat memberikan gambaran bahwa pengikut jama’ah salafiyah berjumlah ratusan

yang tersebar di beberapa daerah Kota Medan.

3.4.2. Sampel

Purposive sampling atau penarikan sampel secara sengaja menjadi pilihan

peneliti dikarenakan jumlah populasi yang ada. Maka peneliti akan melakukan

(40)

nilai dan hasil nantinya. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah

50 orang pada kalangan jama’ah salafiyah Kota Medan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, yang akan digunakan adalah data

primer dan data sekunder yang dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Data primer

Untuk mendapatkan data primer maka akan dilakukan dengan cara penelitian

lapangan, yaitu :

- Observasi Langsung

Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatannnya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan panca

indera lainnya. Peneliti memilih observasi partisipan sebagai metode yang dipakai.

Observasi partisipan adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek

pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas

kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami

kehidupan objek pengematan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian

mengambil bagian dalam kehidupan budaya yang diteliti. Maka keterlibatan penulis

dalam hal diteliti selama kurang lebih 2 tahun menjadi data primer yang mendukung.

- Wawancara Mendalam

Wawancara secara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara

(41)

pedoaman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan

sosial yang relatif lama (Bungin, 2008:108). Wawancara mendalam berarti menggali

informasi secara detail kepada informan pada hal-hal yang berkaitan dengan

penelitian. Proses tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada informan dengan

menggunakan pedoman wawancara (interview guide).

- Angket

Angket adalah daftar pertanyaan atau pertanyaan yang dikirimkan kepada

responden, baik secara langsung atau tidak langsung seperti pos atau perantara

(Usman dan Akbar, 2009:57). Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini

bersifat tertutup berdasarkan rumusan skala pengukuran Rensis Likert yaitu skala

likert yang bertujuan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden

terhadap suatu obyek., dimana dalam angket diberikan pertanyaan yang dibuat

sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban. Setiap item

pertanyaan menggunakan skor alternatif pilihan 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)

jawaban pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai 5 : untuk jawaban sangat setuju artinya responden sangat setuju dengan

pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh

responden.

Nilai 4 : untuk jawaban setuju artinya responden setuju dengan pertanyaan karena

sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.

Nilai 3 : untuk jawaban ragu-ragu artinya responden karena tidak dapat

(42)

Nilai 2 : untuk jawaban tidak setuju artinya responden tidak setuju dengan

pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh

responden.

Nilai 1 : untuk jawaban sangat tidak setuju artinya responden sangat tidak setuju

dengan pertanyaan karena sangat tidak sesuai dengan keadaan yang

dirasakan oleh responden.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek

penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa buku-buku,

dokumen, literatur, artikel, majalah, surat kabar, jurnal, dan media massa lainnya

yang berhubungan dengan penelitian.

3.6. Interpretasi dan Analisis Data

Interpretasi data adalah tahap dalam upaya menyederhanakan data yang

diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun hasil dari yang diperoleh dari

buku-buku referensi, internet, jurnal, artikel dan dokumentasi. Temuan-temuan data

yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori dan konsep yang digunakan

dalam penelitian. Interpretasi data akan menggabungkan dari data, teori dan juga

penambahan dari sikap maupun pemikiran peneliti. Dalam penelitian kualititatif,

tahap interpretasi diawali dengan proses observasi dan wawanacara mendalam yang

telah dilakukan untuk kemudian data serta informasi yang didapat diinterpretasikan

(43)

Analisis data dilakukan pada penelitian kuatitatif dilakukan secara statistik

deskriptif. Statistik deskriptif hanyalah mengolah, menyajikan data tanpa mengambil

keputusan populasi. Berdasakan penjabaran tersebut, maka langkah-langkah analisis

statistik deskriptif dalam penelitian ini dengan mengunakan variabel-variabel dalam

distribusi frekuensi baik secara angka maupun persentase yang disajikan dalam

bentuk tabel lingkaran (pie).

3.7. Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi x

2 ACC Judul x

3 Penyusunan Proposal x x

4 Seminar Proposal Penelitian x 5 Revisi Proposal Penelitian x x

6 Penelitian Ke Lapangan x x x

7 Pengumpulan Data Dan Analisis Data x x

8 Bimbingan x x x x

9 Penulisan Laporan Akhir x x

10 Sidang Meja Hijau x

(44)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Deskripsi dan Sejarah Kota Medan

Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah

Jakarta dan Surabaya. Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara yang

dijadikan sebagai pusat administrasi provinsi yang beralamatkan di Jalan Pangeran

Diponogoro. Sebagai kota metropolitan Medan mengalami perkembangan yang

cukup pesat dibandingkan kota lainnya di luar Pulau Jawa. Wujud perkembangan ini

antara lain ditandai dengan bertambahnya berbagai tempat-tempat hiburan, pusat

perbelanjaan, dan sarana-sarana olahraga yang lengkap.

Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dahulunya, dengan keadaan

tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota

Medan ini kesemuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai tersebut adalah Sei Deli,

Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei

Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah

Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang

selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan

lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya

(45)

Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang

berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara

kedua sungai tersebut. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang

yang mempunyai pikiran yang maju. Ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru

(menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian

memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

Perkembangan awal dari Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama

"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya

yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh

dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan

jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung

"Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi

pelabuhan transit yang sangat penting. Semakin lama semakin banyak orang

berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung

Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok.

Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh

Dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua

Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.

Menurut Volker

merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi

pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya.

Pada tahun 1863 orang orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang

(46)

4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan

Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan

98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera

Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat

2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Berdasarkan data BPS Medan tahun 2009, Luas

wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21

Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan jumlah penduduk 2.121.053 juta jiwa.

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur

agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan

karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Persentase penduduk

Kota Medan berdasarkan agama, yaitu Islam 67, 83%, Katolik 2, 89%, Krsiten

Protestan 18, 13%, Budha 10, 4%, Hindu 0, 68% dan lainnya 0, 07%.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan

berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan

Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang

diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli

Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA),

Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota

Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli

Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing

(47)

mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling

menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010

Perkembangan terakhir Kota Medan yang berkaitan dengan pemilihan umum

adalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Walikota dan Wakil Walikota pada

bulan Mei dan Juni 2010. Pemilihan kepala daerah di Kota Medan secara langsung,

telah dilaksanakan untuk kedua kalinya, pada tahun 2005 dan 2010. Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan tahun 2010

berlangsung 12 Mei 2010 lalu dengan jumlah pemilihnya sekitar 1,92 juta orang

dengan perinciannya adalah total suara sah sekitar 681.392 dan suara tidak sah

14.330. Rahudman dan Eldin Dzulmi nomor urut 6 dengan perolehan suara sekitar

22,09% serta pasangan calon Sofyan Tan dan Nelly Armayanti nomor urut 10 dengan

perolehan suara sekitar 20,66% akan maju ke putaran kedua (http:analisadaily.com).

Menjelang pelaksanaannya bagi penganut Islam Kota Medan, kondisi calon

walikota dan wakil walikota pada putaran kedua dapat dikatakan menjadi

kewaspadaan tersendiri secara umum, peringatan, nasehat serta himbauan untuk

memilih dan mendukung calon yang beragama Islam dilakukan diberbagai

kesempatan seperti khutbah-khutbah Jum’at, pengajian-pengajian mingguan ibu-ibu,

dan tidak ketinggalan media cetak yang juga membahasnya. Karena dikhawatirkan

bahwa apabila jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari kalangan umat

Islam sedikit seperti yang terjadi pada pemilihan pertama maka dipastikan pasangan

(48)

ada mulai goyah dengan keyakinannya namun mereka kembali meminta rujukan

ustadz pada pengajian-pengajian:

“jumlah salafiyah sedikit, maka tidak sangat berpengaruh terhadap hasil pemilu, hanyalah sekian persen dari jumlah pemilih yang ada kemudian demokrasi bukanlah bagian dari Islam… (tanya jawab 23/05/2010)”

Beberapa dari pengikut salafiyah yang ditemui penulis juga memberikan

tanggapannya terhadap pilkada putaran kedua, ada yang menanggapi bahwa ini

adalah pimpinan daerah dimana seandainya jika calon yang tidak beragama Islam

terpilih maka negara masih memberikan kewenangan bagi pemeluk Islam itu sendiri

menjalankan aktifitas ibadahnya karena peraturan daerah masih bergantung pada

kondisi dan pertimbangan dari negara lain halnya jika ini terjadi pada pemilihan

kepala negara.

Pilkada Kota Medan putaran kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Juni

2010. Dan pengumuman hasil perhitungan suara pemilihan dillaksanakan dua hari

setelahnya dengan perincian suara yang diperoleh pasangan Rahudman-Eldin

memperoleh 485.446 (65.88 %) suara dan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti

memperoleh 251.435 (34,12 %) suara dari jumlah pemilih yang menggunakan hak

pilihnya sebanyak 751.079 orang dimana terdapat 736.881 suara sah dan 14.038 suara

tidak sah. Pada pilkada Kota Medan ini partisipasi masyarakat terhadap pemberian

suara sangat kurang, didapati dengan banyaknya masyarakat yang tidak

menggunakan hak pilihnya (golput) dengan alasan tertentu dan juga kendala yang

muncul. Adapun angka golput pada pilkada putaran pertama lalu masyarakat Medan

yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 695.772 (36,23%) jadi yang tidak

(49)

sedikit menurun dibandingkan sebelumnya dengan total sebesar 61,71%. Maka

berdasarkan hasil pilkada tersebut dipastikan pasangan Rahudman Harahap dan

Zulmi Eldin menjadi pemimpin di Kota Medan dan dilantik menjadi Walikota dan

Wakil Walikota pada 26 Juli lalu.

4.2. Profil Informan dan Karakertistik Responden 4.2.1. Profil Informan

- Ali Nur

Pria paruh baya ini menghabiskan kesehariannya di Sei Mencirim, Kampung

Lalang dan didaerah ini jugalah banyak ditemui pengikut salafiyah didapati. Ia

merupakan salah satu ustadz yang cukup dikenal di Kota Medan in, selain menjadi

ustadz, kesibukan keseharianya juga diisi dengan menerjemahkan buku-buku dari

para ulama Timur Tengah. Dengan perawakan yang ramah dan tegas juga terkadang

bersikap humoris dalam menyampaikan kajian pada pengajian-pengajian rutin yang

dibawanya membuat orang tertarik dan lebih mudah memahami apa yang

disampaikannya. Tidak hanya di Medan saja, Ustadz Ali begitu orang mengenalnya

juga menyampaikan dakwahnya diluar Medan seperti di Lhoksemawe, Nangroe Aceh

Darussalam tiap bulannya.

Dengan pendidikan terakhir di Daar Hadits di Pakistan, ia mendalami ilmu

agamanya dan juga tentunya mendalami kaidah-kaidah dalam cara beragama

salafiyah serta diperolehnya gelar Lc untuk pendidikan strata satunya. Sebelumnya ia

sempat duduk di bangku kuliah di fakultas teknik disalah satu universitas swasta di

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.4..Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan ini sangat mengemuka pada Pemilu tahun 2009 terutama pada pemilihan presiden danwakil presiden.Banyak terjadi kasus penduduk yang sudah meninggal dunia masih

Pemilihan Umum pada tahun 2014 ada dua Pemilu yakni Pemilu Legislatif pada bulan April 2014 dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada bulan Juli 2014. Fenomena yang terjadi

Untuk sengketa hasil pemilu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan penyelesaian perkara pidana pemilu diselesaikan melalui Pengadilan Negeri (PN),

Sebagai bentuk realisasi kedaulatan rakyat dalam bingkai demokratisasi terselanggaranya Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat Pemilu) secara regular dengan prinsip

Komisi Independen Pemilihan Aceh yang selanjutnya disebut KIP Aceh adalah lembaga Penyelenggara Pemilu di Provinsi Aceh yang merupakan bagian dari KPU yang diberi

Berdasarkan beberapa permasalahan mendasar di atas, dapat lakukan revisi secara terbatas (bersifat sementara) terhadap UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu

Untuk mengetahui nilai rata-rata pada interval variabel keteladanan guru di MTs Salafiyah Wonoyoso Pekalongan, digunakan rumus sebagai

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan pemilihan umum, menjelaskan bahwa Pemilihan Umum yang selanjutnya diseebut pemilu