UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Pandangan Dan Sikap Jama’ah Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum di Indonesia
(Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Rizki Khairil
NIM : 060901061
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.
Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha Kuasa yang memberikan kesempatan
kesehatan dan waktu luang hingga saat ini, Dzat yang hanya denganlah kita
beribadah, tidaklah semua hal ini terjadi pada diri ini atas kehendakNYA. Dan
shalawat beriring salam kepada sebuah panutan umat ini Rasulullah Nabi Muhammad
Shalallahu’Alaihi Wasallam berserta pada keluarga-keluarganya dan para sahabatnya.
Penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata-1 (S-1), Departemen
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, adapun judul skripsi ini adalah
“Pandangan dan Sikap Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum (Studi Deskriptif Pada Jama’ah Salafiyah Kota Medan)”. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan bagi
penulis secara materil dan spirituil. Untuk itu izinkan saya untuk menghaturkan
ucapan terima kasih kepada :
- Kedua orang tuaku yang mencintaiku dengan tulus, emakku Misliyani
Panjaitan Rahimakumullah; begitu besar pengorbanan dan perjuanganmu
terhadap anak-anakmu “qadarullah’ala kulli hal, engkau tak lagi mendengar
keluh kesahku dan menyaksikan hidupku saat ini, hanya do’a yang mampu
kupanjatkan pada Allah. Sesungguhnya telah terputus amal ibadah manusia
apabila kematian telah menjemput kecuali tiga hal diantaranya adalah do’a
yang mampu kupanjatkan saat Allah menitipkanku padamu, kutahu dalam
dirimu terdapat sebuah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ulah
anakmu ini yang sering memaksakanmu dan anakmu ini hanyalah masih
menjadi beban bagimu. Serta kepada Ibuku; Syadariah Panjaitan dan Om
Yahdi yang telah banyak memberikan perhatiaannya, membantu dan
melancarkan segala apa yang terjadi dalam kehidupanku, tiada lain yang bisa
kuberikan pada kalian semua melainkan sebuah do’a, “Semoga Allah
membalas segala amal kebaikan berlipat ganda atas kebaikan yang telah kalian lakukan..”.; Kepada saudaraku yang telah memberikan semangat dan perhatiannya padaku, kakakku Rizwani dan Rizfayuli beserta keluarga, jadilah
kalian sebaik-baik wanita dalam keluargamu, menjadi pelindung bagi anakmu
dan pada adikku Rizka Khorida; terus belajarlah engkau tentang kehidupan
yang membuatmu semakin dewasa dan sandarkanlah hidup ini pada hal
kebaikan diatas tali agama. Serta kepada seluruh keluarga yang juga
memperhatikan penulis ;Wak Maulina Panjaitan dan keluarga dan seluruh
keluarga tidak terkecuali. Semoga kita senantiasa dalam lindungan dan
naungan hidayah untuk terus mentaati Allah, Rabb Semesta Alam.
- Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik periode 2010-2015, dan selaku Ketua Departemen Sosiologi
Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010.
- Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
mengembangkan penulisan skripsi ini. Semoga Allah melimpahkan
keberkahan rahmat dan karunia kepada Ibu dan keluarga.
- Bapak Drs. Sismudjito M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan berupa saran dan kritiknya dalam penyempurnaan skripsi ini.
- Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak SBP, M.Si selaku dosen wali penulis. Dan
seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Sosiologi khususnya dan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara umumnya
- Kepada guru-guruku yang mulia yaitu Ustadz Abu Ihsan, Ustadz Ali Nur,
Ustadz Nurdin Albukhary, Ustadz Yunus, Ustadz Abdul Fattah, dan para
asatidz Ahlussunnah Wal Jama’ah di Medan dan Binjai yang telah banyak
berjasa dalam memberikan pemahaman penulis terhadap dien ini;
- Suadara-saudaraku semanhaj, tiadalah hal yang berarti selain duduk bersama
dalam ta’lim, menundukan kepala mencoba terus memahami dien ini ; Akhi
Tyas Wahyu, Akhi Budi, Akhi Dedek Ardiansyah, Akhi Andika Putra, Akhi
Jaka Pratama, Akhi Mirza, Akhi Ibnu Tawakal, Akhi Habib At-Tibinjy, Akhi
Septian, Akhi Rahmadi, Akhi Novri, Akhi Robi, Akhi Revin, Akhi Aji, Akhi
Rinto, Akhi Rozi Putra, serta seluruh ikhwan lainnya.
- Kepada sahabat dan kawan-kawan seperjuangan yang bersama melangkahkan
kaki ini dikampus tercinta ini dan memberikan masukan kepada penulis; Tim
Laskar Inalum;Bang Yandi Deriawan, Angga Harahap stay cool, Dwi Yuli Adriani maaph, Rini Handayani, Gibran Daulay, Viana Rovinita,Vivi
Syahputri, Inong n the gank (Irma, Debora, Lydia, Mitha),Tim
Aprilia, Eka Deyta, Ulya, Okto Silaban, , dan teman lainnya di Sosiologi
Stambuk’06.
- Sahabat-sahabatku yang mengiringi hidupku bersama hingga saat ini,
merangkai cerita bersama dan menjalin sebuah mimpi juga yang selalu
memberi semangat pada penulis, sahabatku di M@Benk dan orang tua masing
dari kami; Idham Fahmi, M. Dwima Ardian Fauzi, Hafni Zahara, Dina Mumu,
Engga Yulida, M. Ridwan, Maulida, Neni Megawati, Candra Kesuma, Anhar
Pratama dan Rudi Iswanto.
- Keluarga Besar UKMI As-Siyasah FISIP USU, Zulkarnain “Pak Zul” Bancin,
Syaiful“cak ipoel”Arifin, Bang Suyadi, Irwanto, Burhan Efendi, Alimul Hadi,
Prie Anugrah, dan lainnya. Serta semua pihak yang telah membantu penulis
secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.
Meskipun telah diupayakan semaksimal mungkin dalam penulisan ini, namun
penulis menyadari banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu, kurangnya
pengalaman, dan juga hal lainnya. Untuk masukan saran dan kritik sangat penulis
harapkan demi membangun kesempurnaan. Sekian dan saya ucapkan terima kasih
yang tidak terkira dan semoga ini bermanfaat.
Medan, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….. i
KATA PENGANTAR ………. ii
DAFTAR ISI ………. v
DAFTAR TABEL ………. ix
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.2. Perumusan Masalah ……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian ………. 7
1.4. Manfaat Penelitian ……… 8
1.5. Defenisi Konsep ……… 8
1.6. Operasionalisasi Variabel ... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……… 12
2.1. Agama Perspektif Sosiologi ... 12
2.2. Agama dan Politik ... 18
2.3. Teori Pilihan Rasional ... 20
2.4. Sikap ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ………. 24
3.1. Jenis Penelitian ... 24
3.2. Lokasi Penelitian... 24
3.3. Unit Analisis dan Informan... 25
3.4. Populasi dan Sampel... 26
3.5. Teknik Pengumpulan Data ……… 27
3.6. Interpretasi dan Analisis Data ………. 29
BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA……….. 31
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. .. 31
4.1.1. Deskripsi Dan Sejarah Kota Medan……… 31
4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan ……… .. 33
4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010……….. 34
4.2. Profil Informan dan Karakteristik Responden ……….. 36
4.2.1. Profil Informan ………. .. 36
4.2.2. Karakteristik Responden ……… 43
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin .. 43
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 44
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……. 46
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Mengikuti Kajian Salafiyah ………... 47
4.3. Gambaran Umum Salafiyah dan Perkembangannya di Indonesia ... ……….. 47
4.4. Salafiyah Di Kota Medan ... 59
4.5. Sistem Politik Islam (Siyasah Syar’iyah) Perspektif Salafiyah .. 62
4.6. Salafiyah dan Pemilihan Umum ... 65
4.6.1. Faktor-Faktor Yang Menjadi Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilihan Umum ……….. 67
4.6.1.1. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemungutan Suara ..…… 69
4.6.1.2. Pandangan Salafiyah Terhadap Partai Politik ... 72
4.6.1.3. Pandangan Salafiyah Terhadap Pemerintahan Hasil Pemilu ……….. 75
4.6.2. Memilih Pemimpin Perspektif Salafiyah ……… 76
4.7. Analisis Pandangan Salafiyah Terhadap Pemilu ……….. 80
4.8. Analisis Statistik Deskriptif Data Kuantitatif... 84
BAB V. PENUTUP ……… 101
5.1. Kesimpulan ………... 101
5.2. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ………. 104
DAFTAR TABEL
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ………. 43
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ……… 44
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden …………..………. 44
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ……… 45
Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden ……… 46
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Perkawinan ……… 46
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Kajian Salafiyah ….. 47
Perbedaan Antara Demokrasi dan Musyawarah Dalam Islam ……… 69
Distribusi Frekuensi Pernyataan Pertama ……… 84
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-2 ……… 85
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-3 ………. 85
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-4 ……… 86
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-5 ………. 87
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-6 ……… 87
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-7 ……….. 88
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-8 ……… 89
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-9 ……… 89
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-10 ……….. 90
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-11 ……….. 92
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-13 ………. 92
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-14 ……….. 92
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-15 ……….. 93
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-16 ………. 94
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-17 ………. 94
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-18 ……… 95
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-19 ……… 96
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-20 ……… 96
Distribusi Frekuensi Pernyataan Ke-21 ……… 97
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Angket Penelitian
Lampiran 2. Data Primer Jawaban Angket Seluruh Responden
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian
ABSTRAK
Perkembangan sebuah agama dinilai dari dinamisnya gerak pemeluk agama tersebut. Akhir-akhir ini kelompok-kelompok atau aliran keagamaan terus berkembang apalagi setelah terlepasnya masa orde baru. Jama’ah Salafiyah adalah salah satu kelompok sosial keagamaan yang memiliki sebuah batasan dan aturan-aturan bagi pengikutnya dalam berbagai aspek kehidupan termasuk perpolitikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa yang menjadi pandangan dan sikap salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia dengan objek penelitian pada jama’ah salafiyah Kota Medan.
Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dijadikan data primer yang mendukung. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik observasi partisipan dan wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam bentuk interpretasi data. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan pada penyajian angket skala sikap likert, analisis yang digunakan adalah bentuk analisis statistik deskriptif pada distribusi frekuensi jawaban responden dalam bentuk tabel lingkar (pie). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Adapun hasil penelitian ini, bahwa salafiyah merupakan sebuah kelompok sosila keagamaan yang berupaya untuk mengembalikan dasar-dasar agama Islam secara utuh pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu dakwah salafiyah di Indonesia tidaklah berjalan mulus, ditemui terkadang pertentangan dalam sebagian masyarakat muslim Indonesia yang sudah erat dengan sikap dan kebiasaan yang mudharat. Salafiyah menolak tentang pemilihan umum yang berlangsung saat ini di Indonesia, dimana pemilu yang berlangsung dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan turut dalam pemilu diartikan sama juga turut andil dalam menyuburkan demokrasi, dimana salafiyah menganggap demokrasi bukanlah dari Islam termasuk didalamnya partai politik yang Islami. Dan perbandingan terbalik justru terjadi pada bagaimana salafiyah menyikapi pemerintahan yang dihasilkan pemilu, mereka menuruti dan menghormati pemerintah adalah kewajiban, dimana ini merupakan implementasi terhadap ketaatan terhadap Ulil Amri (pemimpin) yang diatur dalam Islam. Secara kuantitatif, deskripsi penelitian dilakukan dengan penjabaran tabel lingkar favourabel Skala Likert, dan hasilnya menunjukan sekitar 75 – 85 % pernyataan sikap responden sesuai dengan pemahaman pandangan konsep salafiyah terhadap pemilihan umum.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum adalah sebuah konsekuensi dari pemerintahan yang menganut
sistem demokrasi seperti Indonesia. Pemilihan umum di Indonesia dilangsungkan
selama lima tahun sekali, pemilihan umum dilakukan sebagai upaya untuk mencapai
sebuah suara politik warga negara yang diharapkan nantinya menghasilkan berbagai
kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum melibatkan
seluruh lapisan masyarakat suatu negara yang memiliki hak yang sama, yaitu setiap
masyarakat yang telah memenuhi persyaratan dalam pemilu berhak untuk memilih
dan dipilih dan hasilnya berdasarkan perolehan suara tertinggi.
Keterlibatan partai politik menjadi bagian yang terlepaskan dalam pemilihan
umum, dimana partai politik diwujudkan dari berbagai elemen masyarakat yang
memiliki nilai dan asas-asas yang diambil dari sumber hukum negara dimana
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Sebagaimana
disampaikan oleh Miriam Budiradjo (1998:159) partai politik umumnya dianggap
sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang
dalam proses memdoernkan diri, maka di negara-negara barupun partai sudah
menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Partai politik memberikan peranan
sebagai penyampaian aspirasi politik warga negaranya, juga sebagai sosialisasi dan
Pemilihan umum (pemilu) di
anggota lembaga perwakilan, yait
pemiliha
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pemilihan presiden pun
dimasukkan ke dalam proses pemilu. Pemilihan presiden langsung sebagai bagian
dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilihan umum tahun 2004. Pada tahun
dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dijadikan bagian dari pemilu
negara yang memiliki tingkat demokratis yang tinggi, hal ini tidak terlepas dari
pemilu yang dilaksanakan seperti yang digambarkan diatas.
Agama tentunya membawa nilai-nilai yang dianggap sebagai jalur perjalanan
yang kokoh bagi penganutnya. Ajaran agama akan menjelaskan sebuah
kaidah-kaidah, tingkah laku, adab, pandangan dan lainnya yang keseluruhannnya akan
termaktub dalam sebuah sistem keagamaan itu sendiri. Agama bukanlah sekedar
mengatur kehidupan pribadi-pribadi bagi pemeluknya akan tetapi agama juga
mengatur bagaimana ajarannya dapat mengatur keseluruhan hidup dari berbagai
aspek kehidupan, tidak terkecuali dengan sistem yang perpolitikan yang diambil dari
nilai-nilai agama yang terkandung didalamnya termasuk juga pemilihan umum.
Tentang sistem politik, banyak sekali nilai-nilai islam yang berbicara pada
prinsip hukum dalam islam seperti berlaku adil bagi pihak pemimpin, kepatuhan dari
Musyawarah dilakukan untuk merumuskan sebuah keputusan pada kepentingan
bersama yang merupakan berasal dari persetujuan dari seluruh anggota musyawarah
tersebut. Musyawarah yang diwujudkan dalam sistem parlemen sistem demokrasi
melalui pemilu dari sebagian kalangan agamawan Islam menafsirkan bahwa
musyawarah yang berlaku saat ini merupakan representasi nilai Islam dalam sistem
negara. Keterlibatan Islam dengan pemilu tidak dapat dipungkiri seperti terwujudnya
partai-partai Islam, kebertahanan dan usaha dalam memilih pemimpin dari kalangan
islam guna mempertahankan sistem-sistem islam di negara ini, dan hal lainya yang
mendukung dalam keberlangsungan pemilu itu sendiri.
Islam adalah salah satu keyakinan terbesar di dunia ini, dengan panutan dan
pembawa risalahnya adalah Muhammad bin Abdullah Shalallahu’alaihi Wasallam.
Islam merupakan ajaran yang berorientasikan pada sisi ketauhidan kepada Allah
Subhana wa Ta’ala, menolak segala peribadatan yang tidak ditujukan kepada selain
Allah baik secara disadari ataupun tanpa disadari pemeluknya. Maka Islam
menjadikan sebuah kemurnian dalam ajarannya dan contoh yang baik pada pribadi
Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam sebagai tauladan bagi penganutnya. Alqur’an
dan hadits rasulullah sebagai sumber hukum bagi umat Islam serta ijma’ dan qiyas
oleh ulama sebagai hukum tambahan yang diambil dari hukum sebelumnya guna
menjelaskan hal-hal yang berkembang. Dalam perkembangannya, hingga saat ini
Islam tentunya mengalami berbagai perubahan baik itu yang bersifat positif juga
negatif. Begitu juga dengan perkembangan dakwah Islam itu sendiri, Islam mulai
terpecah dalam berbagai kelompok ataupun firqah baik itu pada satu sisi seperti pada
ajaran Islam. Beberapa kelompok tersebut yang membedakannya adalah
pemikiran-pemikiran mereka tentang nilai Islam itu sendiri serta pengambilan dasar pemikiran-pemikiran
juga penafsiran yang berbeda, diantara kelompok pemikiran tersebut adalah sunni,
syi’ah imamiyah, rafidhah, murji’ah, khawarij, mu’tazilah, sururiyah, dan lainnya.
Dan aliran-aliran pemikiran ini terus berkembang hingga saat ini.
Menurut Betty R Scharf (2004:57) ia menjelaskan bahwa Islam adalah agama
yang pada dasarnya mentransformasikan tidak mencipta, komunitas tertentu. Islam
senantiasa mempertahankan tujuan teroritik yakni bahwa batas-batas kepercayaan
keagamaan dan komunitas politik harus berjalan bersamaan. Namun demikian karena
dua alasan tujuan tidak tercapai. Ekspansi islam yang berlangsung sangat cepat oleh
kekuatan militer, para pedagang dan beragam termasuk sebagian diantaranya yang
menolak memeluk Islam dan sebagian lain diislamisasikan hanya secara dangkal.
Dipihak lain berbagai tekanan dan ketegangan dalam komunitas perpecahan politik
yang masing-masing kurang lebih menjadi landasan terbentuknya komunitas yang
terpisah dan berdiri sendiri. kepercayaan bersama tidak dapat mencegah
perkembangan berbagai komunitas yang terpisah-pisah sendiri itu, misalnya
komunitas muslim di Mesir, India, dan di kerajaan Turki.
Pasca wafatnya rasulullah selaku pemimpin umat Islam ini, kepemimpinan
umat dipegang oleh khulafaur rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebagai lanjutan dalam kepemimpinan umat Islam
kemudian dilanjutkan oleh masa-masa kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan yang
membentuk pada Sistem Pemerintahan Daulah Umayyah, dan seterusnya dimana
hingga hilangnya masa kekhalifahan. Masa kekhalifahan dianggap merupakan
jawaban terhadap sebuah pemerintahan Islam atau Daulah Islamiyah (negara Islam)
yang disebut sebagai khalifah manhaji nubuwwah pada saat itu.
Dalam penjelasannya yang dikutip dari berbagai perkataan Muhammad
Shalallahu’alaihi Wasallam, driwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Al –
Hakim bahwa khalifah manhaji nubuwah berlangsung selama tiga puluh tahun pasca
wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam. Dimana terdapat pada masa
kepemimpinan empat sahabat rasulullah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatttab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu diikuti dengan kepemimpinan
secara berturut-turut delapan orang dari suku Quraisy dari penguasa Bani Umayyah
(http://almanhaj.or.id/). Dan setelah itu maka akan didapati perbedaan terhadap
sistem kekhalifahan yang berlangsung hingga hilangnya sistem kekhalifahan itu dan
diikuti dengan berkembangnya negara-negara dunia yang diikuti dengan
perkembangan sistem pemerintahan yang memiliki landasan teoritis dan praktikal
yang dipakai masing-masing negara dalam menjalankan pemerintahannya dalam
tertera dalam falsafah dan ideologi negaranya masing-masing.
Salafiyah atau dikenal juga dengan istilah salafi adalah bagian dari
perkembangan dakwah Islam saat ini. Istilah salafiyah ataupun salafi bukanlah istilah
yang baru dalam Islam ataupun sebuah gerakan, ajaran ataupun aliran tertentu dalam
Islam melainkan ini hanya sekedar istilah yang disematkan terhadap bagi siapa saja
yang memahami agama ini sesuai dengan generasi awal dari umat Islam itu sendiri,
sebagaimana hal ini berkaitan dengan arti dari kata salafiyah itu sendiri. Dimana
Salafiyah memiliki kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan sehari-harinya
dimana kaidah-kaidah tersebut berasal dari pemahaman mereka terhadap nilai ajaran
islam itu sendiri, maka dari hal inilah kritikan-kritikan muncul terhadap apa yang
terjadi disaat kaidah tersebut dirasakan tidak sejalan dengan apa yang diketahui umat
islam Indonesia dari kebiasaan keagamaan yang dipahami selama ini. Hal ini terjadi
karena adanya akulturasi adat dan agama yang tidak sesuai pada ajaran salafiyah,
contohnya adalah peringatan 1 syura (muharram), berdoa di tempat kuburan orang
alim yang masih didapati masyarakat sedangkan salafiyah menentang perbuatan ini
karena tidak sesuai dengan apa yang diajarkan nabi dan sahabat-sahabatnya dengan
diikuti pemaparan sumber agama Islam dari alqur’an dan hadits secara ilmiah dan
kevalidan sumber itu sendiri (shahih).
Di Indonesia sendiri selain di pondok-pondok pesantren perkembangan dakwah
salafiyah juga berkembang pesat di perkotaan seperti Yogyakarta, Jakarta, Medan,
Makasar dan kota-kota besar lainya yang hampir menyeluruh di Indonesia.
Masyarakat kota diikat dengan sebuah aktivitas dan mobilitas sosial yang cukup
tinggi dalam keseharianya maka akan ditemui kedinamisan dan heterogenitas
masyarakat kota. Dakwah salafiyah menekankan pada pemahaman ilmu agama
dimana akan menghasilkan sebuah tuntutan pada pengikutnya untuk menuntut ilmu
bagi setiap individu. Maka disinilah kecenderungan masyarakat kota terhadap
salafiyah, sebuah aktivitas dan kewajiban setiap orang membuatnya tidak bisa
meluangkan waktu secara penuh untuk mendalami agamanya kecuali jika mereka
tinggal pada suatu pesantren. Begitu juga dengan terhadap penerapan kaidah-kaidah
mendatangkan sebuah perbedaan dan konflik dalam masyarakat yang bersifat
homogen, maka ini menjadi keselarasan antara masyarakat kota dan ajaran salafiyah
yang cenderung lebih menerima perubahan dan perbedaan. Meskipun gerakan
dakwah salafiyah tidaklah berorientasi pada politik akan tetapi jika dalam
perpolitikan itu sendiri didapati hal yang menyalahi dari aturan-aturan nilai Islam
yang dipahami dimana nantinya dikhawatirkan akan terjadi sebuah kekeliruan dalam
memahami Islam, maka ini menjadi perhatian bagi salafiyah yang bertujuan untuk
memurnikan dan menjaga nilai-nilai Islam seutuhnya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor yang menjadi pandangan dari jama’ah salafiyah di
Kota Medan terhadap pemilihan umum di Indonesia?
2. Bagaimana sikap jama’ah salafiyah di Kota Medan terhadap pemilihan
umum di Indonesia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan
dan sikap dari salafiyah terhadap pemilihan umum di Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimana sikap dari salafiyah terhadap pemilihan
3. Untuk mengetahui bagaimana kalangan salafiyah mensosialisasikan
pandangan-pandangan politik pada masyarakat termasuk nilai-nilai yang
dipahami terhadap pemilu.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat
memperoleh pengetahuan bagi peneliti mengenai studi yang terkait pada pandangan
dan sikap perpolitikan yang dilakukan jama’ah salafiyah perspektif sosiologis. Dan
juga memberikan manfaat bagi peneliti dalam memahami kajian-kajian keagamaan
perspektif sosiologis.
Dan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan kajian ilmiah bagi para
mahasiswa khususnya, juga dapat memberikan sumbangan dalam ilmu sosial
masyarakat.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memperkaya informasi
mengenai pandangan dan sikap politik dari jama’ah salafiyah. Juga dapat dijadikan
sebagai bahan rujukan bagi peneliti berikutnya terkait penelitian sebelumnya.
1.5. Defenisi Konsep
Defenisi konsep dalam penelitian ilmiah dibutuhkan untuk mempermudah dan
dipakai, maka diberikan batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai dalam
penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep-konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Pandangan
Pandangan adalah cara yang dimiliki seseorang atau golongan dalam
masyarakat yang bermaksud menganggapi dan menerangkan segala masalah.
2. Sikap
Sikap sebagai kesiapan fisik maupun mental yang diperoleh melalui
pengalaman, dan memberikan pengaruh yang dinamis atau terarah terhadap respons
individu, pada semua objek dan situasi yang berkaitan individu. Sikap dapat bersikap
positif maupun negatif. Sikap dalam penelitian ini adalah bagaimana kelompok
keagamaan salafiyah menanggapi dari sistem pemilu yang berlaku di Indonesia dan
sejauh mana kerterikatan nilai-nilai Islam yang dianut mempengaruhi sikap mereka
dalam pemilu itu sendiri.
3. Jama’ah
Jama’ah adalah yang artinya banyak dan berkumpul jama’ah disini diartikan
sebagai suatu kelompok yang diikat oleh nilai yang berlandaskan agama dan memiliki
tradisi sendiri dalam kelompoknya.
4. Salafiyah
Salafiyah adalah sebuah istilah dari bahasa dan makna secara bahasa arab dari
kata Salaf. Kata al-Salaf sendiri secara bahasa bermakna orang-orang yang
mendahului atau hidup sebelum zaman kita. Adapun makna al-Salaf secara
terminologis yang dimaksud di sini adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah
tabi’in, tabiut tabi,in. Sedangkan penambahan huruf i ataupun yah dalam bahasa arab
berarti penisbatan atau mengikuti makna dari kata sebelumnya. Maka Salafiyah dapat
diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti cara beragamanya seperti pada masa
Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in pada apa yang disampaikan Rasullah. Sedangkan
kata salafiyin atau salafiyun merupakan bentuk jamak dari kata salaf yang memiliki
arti yang sama. Adapun nama lain yang disandarkan pada salafiyah adalah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, Kaum Sunni, Firqatun Najiyah dan Thaifah Manshurah.
5. Siyasah Syar’iyah
Siyasah secara bahasa berarti pengurusan suatu perkara hingga baik.
Sedangkan Siyasah syar’iyah (politik yang sejalan dengan syari’at) adalah pengaturan
kepentingan rakyat banyak dalam ruang lingkup daulah Islam (negara Islam) dengan
cara-cara yang dapat menjamin terealisasinya kemaslahatan umum, dapat menolak
segala macam kerugian dan tidak melanggar syariat Islam serta kaidah-kaidah
asasinya, sekalipun tidak sejalan dengan pendapat para alim mujtahid.
6.Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah sistem atau metode yang digunakan dalam memilih
seorang pemimpin secara langsung yang melibatkan keseluruhan elemen-elemen
masyarakat pada suatu negara.
1.6. Operasionalisasi Variabel
Variabel harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari
hubungannya antara satu variabel dengan lainnya dan pengukurannya. Adapun yang
1.Variabel Bebas (X)
Sikap adalah bagaimana seseorang memberikan penilaian terhadap obyek
tertentu. Indikator sikap dalam penelitian ini adalah :
a. Peseptual dan kesadaran sikap, meliputi pengetahuan, pandangan dan
keyakinan terhadap objek dalam mepersepsikan sikap yaitu pemilihan umum
b. Kepribadian, meliputi emosional atau perasaan terhadap nilai-nilai.
c. Tindakan sikap, meliputi pada kesiapan seseorang dalam berperilaku dan aksi
pada objek sikap
2.Variabel Terikat (Y)
Yang menjadi variabel terikat (Y) adalah hal-hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia, variabel yang ditentukan meliputi :
a. Pemungutan suara.
b. Partai politik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Agama Perspektif Sosiologi
Agama dan beragama punya sejarah panjang sepanjang sejarah masyarakat
dan manusia itu sendiri, manusia yang memiliki akal, nafsu, perasaan ruhani. Agama
ditemukan hampir disetiap masyarakat bahkan setiap individu. Secara sosiologis,
masyarakat dan manusia dalam menganut agama atau beragama punya ciri-ciri
mempercayai sesuatu yang digunakan secara fanatik, mensakralkan sesuatu, percaya
kepada yang gaib (supernatural). Ciri-ciri beragama atau menjadikan sesuatu sebagai
agama ini ditemukan pada setiap masyarakat. Karena itu beragama adalah gejala
universal, ditemukan dari awal masyarakat manusia ada sampai akhir zaman.
(Bustanuddin Agus,2003:1).
Elizabeth K Nottingham menyatakan bahwa tidak ada definisi tentang agama
yang benar-benar memuaskan karena agama dalam keanekaragamannya yang hampir
tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan
definisi (batasan). Lebih jauh Nottingham menegaskan bahwa fokus utama perhatian
sosiologi terhadap agama adalah bersumber pada tingkah laku manusia dalam
kelompok sebagai wujud pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dan
peranan yang dimainkan oleh agama selama berabad-abad sampai sekarang dalam
mengembangkan dan menghambat kelangsungan hidup kelompok-kelompok
Roland Robertson membagi definisi tentang agama yang telah dikemukakan
oleh kalangan ilmuan sosial kedalam dua model definisi: inklusif dan eksklusif.
Definisi inklusif memberikan suatu rumusan agama dalam arti yang seluas-luasnya,
yang memandang agama sebagai setiap sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi
dengan “kesucian” atau yang diorientasikan kepada “penderitaan manusia yang
abadi”. Kalangan ilmuan sosial yang memiliki pandangan inklusif pada umumnya
melihat agama bukan saja sebagai sistem-sistem teistik yang diorganisasi seputar
konsep tentang kekuatan supernatural, tetapi juga berbagai sistem kepercayaan
non-teistik seperti komunisme, nasionalisme, atau humanisme. Sebaliknya definisi
eksklusif membatasi istilah agama itu kepada sistem-sistem kepercayaan yang
mempostulatkan eksistensi makhluk, kekuasaan, atau kekuatan supernatural. Dengan
demikian, sistem-sistem kepercayaan seperti komunisme, nasionalisme, atau
humanisme dikeluarkan meskipun sebenarnya bisa juga diterima sebagai sistem
kepercayaan non-teistik karena memiliki elemen-elemen yang sama dengan
sistem-sistem keagamaan.
Tim Curry setidaknya mencatat ada lima karakteristik universal agama, yaitu:
a. Kepercayaan
Bisa dikatakan bahwa kepercayaan merupakan hal yang paling mendasar
dalam setiap agama. Kepercayaan terhadap segala sesuatu dalam agama merupakan
permasalahan yang berkaitan dengan disiplin ilmu teologi. Adapun konsekuensi
sosial yang ditimbulkan oleh kepercayaan tersebut baru merupakan permasalahan
sosiologis. Jadi, fokus perhatian kalangan sosiolog bukanlah melihat validitas atau
sosial yang timbul sebagai akibat dari adanya kepercayaan tersebut. Misalnya,
kepercayaan akan adanya surga dan neraka menjadi salah satu faktor yang
mendorong manusia untuk melakukan serangkaiain ibadah atau ritual tertentu secara
komunal. Dalam hal ini, fokus kajian seorang sosiolog bukanlah untuk membuktikan
keberadaan surga atau neraka, akan tetapi mencoba mengupas pengaruh keimanan
terhadap surga dan neraka dalam membentuk perilaku mereka di masyarakat
b. Sacred dan Profane.
Menurut Durkheim, semua agama membedakan dunia kedalam dua domain
besar: sacred dan profane. Sesuatu yang disebut sacred adalah segala sesuatu yang
memiliki arti dan kualitas supernatural. Adapun yang profane adalah sesuatu yang
dipandang sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari . Karena begitu luasnya cakupan
definisi tersebut maka sangatlah mungkin terjadi tumpang-tindih di masyarakat
tentang penggolongan sesuatu sebagai yang sacred atau profane. Bisa jadi dalam
suatu masyarakat atau agama sesuatu dipandang sebagai yang sacred tapi bagi
masyarakat atau agama lain dipandang sebagai sesuatu yang profane.
c. Ritual dan Seremoni.
Semua agama memiliki beberapa bentuk perilaku yang rutin dilaksanakan
sebagai ekspresi dan penguat iman. Oleh karenanya semua agama memiliki ritual.
Bagi pemeluk agama, ritual dan seremoni merupakan sesuatu yang penting berkaitan
dengan masalah peribadatan. Adapun bagi kalangan sosiolog, beberapa ritual
dipandang membantu mengikat orang secara bersama-sama dalam masyarakat.
Pelaksanaan ritual memungkinkan munculnya solidaritas sosial meskipun terdapat
d. Komunitas moral.
Agama merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang
yang memiliki kesamaan kepercayaan dan nilai-nilai. Adanya kesamaan nilai yang
kemudian diperkuat dengan pelembagaan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran
nilai-nilai tersebut telah membentk suatu komunitas yang mampu bertahan dari generasi ke
generasi berikutnya.
e. Pengalaman pribadi.
Pengalaman pribadi yang diperoleh melalui agama dapat memberikan makna
bagi kehidupan manusia bahkan terkadang mampu memecahkan masalah-masalah
pribadi yang sedang dihadapi terutama berkaitan dengan terapi mental.
Meskipun setiap agama memiliki kelima karakteristik diatas, namun harus
diingat bahwa setiap agama memiliki penekanan yang berbeda-beda terhadap kelima
karakteristik tersebut. Ada agama yang sangat kaya dengan ritual dan seremoni,
namun ada juga agama yang hanya memberikan sedikit perhatian pada hal tersebut.
Oleh karena itu, berbagai macam pendekatan telah dikembangkan oleh kalangan
sosiolog untuk melihat fenomena keagaman di masyarakat dengan mendasarkan pada
fokus perhatian yang ingin dikaji dari fenomena tersebut
(http:arifinzain.wordpress.com).
Sementara itu menurut Betty R Scharf (2004) dalam bukunya Sosiologi
Agama, suatu agama secara spesifik terkait dengan suatu kelompok, dan begitu suatu
kelompok berakhir dan kelompok lain muncul agama pun berubah. Dari sudut
pandang asal-usulnya, struktur kelompok merupakan ubahan primer sedangkan
Namun dari sudut pandang Durkheim memandang agama sebagai sesuatu
yang dengan kokoh menguatkan struktur sosial yang ada, dengan mencegah
terjadinya penyimpangan dan membatasi perubahan dengn memberikan otoritas yang
mutlak dan sakral kepada aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok
yang bersangkutan. Dengan demikian agama bersumber dari solidaritas sosial dan
pada gilirannya ia memperkuatnya. Ia tidak hanya mengekspresikan
loyalitas-loyalitas kelompok tetapi juga melestarikannya. Namun meskipun agama bisa
menghalangi terjadinya perubahan tetapi ia juga dapat menahan terjadi perubahan itu
sama sekali. Berbagai kondisi keberadaan suatu kelompok berubah dan sebagainya
struktur itu akan berubah. Baik secara eksplisit ataupun secara terselubung, secara
tiba-tiba atau secara berangsur-angsur, sistem agama pun berubah meskipun
senantiasa dengan perlawanan terhadap kegiatan di garis belakang pertahanannya.
Senantiasa ada sejumlah kelompok yang dinilai sakral oleh para anggotanya,
meskipun lantaran agama-agama berubah dan berkembang, tidak ada sebuah
masyarakat pun bisa gagal dalam menimbulkan agama, dan tidak ada sebuah agama
pun bisa gagal memperkuat masyarakat khususnya penganutnya.
Durkheim juga menambahkan dalam agama akan ditemui hal-hal berikut
sebagai upaya mempelajari agama dengan kata lain agama memiliki ciri-ciri, yaitu :
a. Diakui sebagai kekuasaan atau kekuatan.
b. Ambigus, seperti human-cosmic, postif-negatif, menarik-menjijikan,
perintah-larangan dan lainnya.
c. Tidak utilitarian.
e. Tidak melibatkan pengetahuan.
f. Memperkuat dan mendukung para pemuja.
g. Membuat tuntunan moral bagi para pemujanya.
Adapun fungsi agama dalam masyarakat (Ishomuddin, 2002 : 54-56) yaitu :
a.Fungsi edukatif
b.Fungsi penyelamat
c.Fungsi sebagai perdamaian
d.Fungsi sebagai Social Control (Pengendalian Sosial)
e.Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
f. Fungsi transformatif
g.Fungsi kreatif
h.Fungsi sublimatif
Sementara itu J.P. Williams mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada empat
tingkat tipe keagamaan yaitu:
- Tingkat rahasia yakni seseorang memegang ajaran agama yang dianut dan
diyakininya itu untuk dirinya sendiri dan tidak dianut dan tidak didiskusikan
dengan atau dinyatakan kepada orang lain.
- Tingkat privat atau pribadi yakni dia mendiskusikan dengan atau menambah
dan menyebarkan pengetahuan dan keyakinannya keagamaannya dan kepada
sejumlah orang tertentu dan keyakinan keagamaannya yang digolongkan
- Tingkat denominasi, individu mempunyai keyakinan keagamaan yang sama
dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam suatu kelompok
besar, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang rahasia atau privat.
- Tingkat masyarakat, individu memiliki keyakinan kegamaan dari warga
masyarakat tersebut.
2.2. Agama dan Politik
Agama dan politik adalah institusi sosial yang berbeda secara fungsi dan
peranannya. Namun sebuah institusi yang berbeda tidaklah menutup kemungkinan
untuk bersatu saat sebuah nilai-nilai dalam agama mampu diwujudkan dalam
membentuk sebuah sistem yang lebih tidak hanya terbatas pada urusan peribadatan
pemeluknya. Nilai-nilai pada agama tidaklah menutup kemungkinan baginya untuk
dijadikan sandaran politik. Roland Robertson Alford mengatakan bahwa hubungan
antar politik dan agama muncul sebagai masalah pada bangsa-bangsa yang tidak
homogen secara agama, ia juga menambahkan pemikir politik klasik seperti
Aristoteles menegaskan bahwa homogenitas agama adalah suatu kondisi kestabilan
politik. Apabila kepercayaan-kepercayaan berlawanan dengan nilai-nilai tertinggi
masuk ke arena politik, mereka akan mulai bertikai dan makin jauh dari kompromi
(Alford, 1988:379).
Dari segi sikap negara terhadap agama dibagi menjadi empat bagian, yaitu
negara agama, negara yang punya agama tertentu, negara membantu pembangunan
baik yang bersifat moderat juga ekstrim dimana memisahkan urusan negara dari
agama.
Teori kedaulatan Tuhan merupakan pengaruh agama dalam kehidupan politik,
dimana dalam teori ini dikatakan bahwa kepala negara harus bertakwa kepada Tuhan.
Yang mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu yang memiliki atau ada pada Tuhan.
Teori ini berkembang pada abad pertengahan, yaitu antara abad ke V sampai abad ke
XV. Di dalam perkembangannya teori ini sangat erat hubugannya dengan
perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu, yaitu agama kristen, yang
kemudian diorganisir dalam suatu oraganisasi keagamaan, yaitu gereja, yang
dikepalai oleh seorang Paus. Jadi pada waktu itu lalu ada dua organisasi kekuasaan,
yaitu : organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh seorang raja, dan organisasi
kekuasaan gereja yang dikepalai oleh seorang Paus, karena pada waktu itu organisasi
gereja tersebut mempunyai alat-alat perlengkapan yang hampir sama dengan alat-alat
perlengkapan organisasi negara. Ini adalah pendapat dari Thomas Aquinas.
Para sosiolog memang tidak memandang dengan sebelah mata berbagai peran
yang dapat dimainkan agama dalam proses-proses politik di tengah masyarakat. Peter
Berger, misalnya yang mencoba menyintesiskan pandangan-pandangan Marx, Weber,
dan Durkhiem, menggambarkan agama sebagai kekuatan world maintaning dan
world shaking (1967). Dengan dua kekuatan itu, agama mampu melegitimasi atau menentang kekuasaan dan privilese. Meski demikian, para sosiolog menekankan
berkurangnya signifikansi agama dalam kehidupan publik seiring proses sekularisasi
dan privatisasi. Menurut Berger, sekularisasi mengantarkan pada demonopolisasi
pandangan keagamaan berbaur dan bersaing dengan pandangan dunia non-agama,
sehingga organisasi-organisasi keagamaan harus mengalami rasionalisasi dan
de-birokratisasi. Hal yang sama dikemukakan Talcott Parsons, sosiolog terkemuka dari
pendekatan fungsional. Menurut Parsons, dalam masyarakat multi-religius
proses-proses politik yang berlangsung akan menjadi semacam diferensiasi yang
menyediakan agama pada tempat yang lebih sempit tetapi jelas dalam sistem sosial
dan kultural. Karena keanggotaan dalam suatu organisasi kemasyarakatan bersifat
sukarela, maka konten dan praktik keagamaan dengan sendirinya mengalami
privatisasi dan menyebabkan perkembangan civil religion
2.3. Teori Pilihan Rasional
Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial,
sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai
tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Tindakan-tindakan sosial individu
membentuk bangunan dasar untuk struktur-struktur sosial yang lebih besar, Weber
meletakan dasar ini dengan distingsi-distingsi tipologis yang bergerak dari tingkat
hubungan sosial ke tingkat keteraturan ekonomi dan sosial politik. (Johnson,
1994:226).
Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam kalsifikasinya mengenai
tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan sosial menurut Weber adalah pertimbangan sadar dan
pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber membagi rasionalisme tindakan
kedalam empat macam yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi
menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya
pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial.
Dibandingakan rasionalitas instrumnatal, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai
yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan
yang sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai
individu yang bersifat absolute atau nilai akhir baginya.
Teori pilihan rasional Coleman, memusatkan perhatian pada aktor dimana
aktor dipandang sebagai menusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud
artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai
tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.
Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang
menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan
dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.
Gagasan dasar dalam teori pilihan rasional bahwa tindakan perseorangan mengarah
pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan.
2.4. Sikap
Sikap adalah sesuatu yang ada dalam diri yang mempengaruhi suatu tindakan
dan prilaku seseorang. Menurut Baron dan Byrne (2003:158) sikap adalah evaluasi
dari aspek dunia sosial dimanapun, seringkali kita mengevaluasi objek sikap baik
secara positif dan negatif dan diperoleh melalui orang lain melalui proses
pembelajaran sosial. Dan sikap juga merupakan sebuah evaluasi umum bagi manusia
Sedangkan Allport (dalam Hogg dan Vaughan, 2002) mendefinisikan sikap
merupakan kesiapan (mental dan neutral) yang didasarkan pada pengalaman yang
menekankan pada pengaruh langsung dan dinamis pada respon indvidual terhadap
semua objek dan situasi yang berhubungan. Dan juga D.G. Myers (dalam Sarwono,
2002) menyatakan sikap adalah suatu reaksi evaluatif berupa suka atau tidak suka
terhadap sesuatu atau seseorang yang ditunjukan dengan keyakinan, perasaan,
ataupun tingkah laku seseorang.
Maka dari beberapa pengertian sikap diatas, bahwa yang menjadi ciri-ciri khas
dari sikap yaitu mengandung penilaian/evaluasi (mendukung-tidak mendukung,
memihak-tidak memihak, favourable-unfavourable) dan memiliki objek tertentu
(orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya).
Sikap memiliki komponen-komponen yang membentuk pada struktur sikap.
Adapaun komponen-komponen sikap adalah :
- Komponen kognitif (perseptual, kesadaran) yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan. Hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
- Komponen afektif (emosional, perasaan) adalah komponen yang berhubungan
dengan perasaan senang atau tidak senang, postif atau negatif, sehingga
bersifat evaluatif.
- Komponen konatif (perilaku, aksi) adalah komponen sikap yang berupa
kesiapan seseorang untuk berperilaku, kecenderungan bertindak objek sikap.
Sikap berpengaruh pada perilaku namun tidak selamanya, dalam penelitian
salah satu determinan penentu berperilaku, tentu saja pada saat sikap akan
menjalankan fungsinya sebagai perilaku dan pada saat lainnya justru tidak. Menurut
Baron dan Byrne (2005) beberapa faktor penentunyan adalah :
- Situtional Constraint (hambatan sikap), yaitu faktor situasional dapat mempengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku. Tekanan situasi
membentuk kemungkinan sikap diekspresikan atau tidak diekspresikan dalam
tingkah laku yang tampak.
- Aspek sikap, yang mencakup pada sumber sikap (attitude origins) seperti
pengalaman langsung, kekuatan sikap (attitude strength) seperti keekstriman
atau intensitas; kemudahan infromasi; akal sehat; unsur kepentingan, dan
kekhususan sikap (attitude spesificity) seperti sejauh mana terfokus pada
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian pendekatan kualitatif dan
kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif sangat menekankan pada
perolehan data asli atau kondisi sebenarnya. Dan penelitian kualitatif lebih
menekankan pada bagaimana gejala-gejala muncul (Arikunto, 2002:14). Sementara
itu, pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan pada skala pengukuran
sikap pada penelitian ini. Pengukuran adalah bagaimana mengukur masalah variabel
yang ada berdasarkan indikator-indikator pada penelitian.
Penelitian sosial yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas
sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik
realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran-gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin,
2008: 68).
3.2. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kota Medan. Penelitian ini
dilaksanakan pada daerah-daerah sekitar Kota Medan dimana umumnya kelompok
kelompok keagamaan salafiyah melakukan aktivitas rutin seperti pengajian di Medan
dan sekitarnya. Alasan peneliti memilih kota Medan sebagai lokasi penelitian adalah
Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang penyebaran dakwah salafiyah
dapat dikatakan cukup pesat dan di Medan pula beberapa tokoh salafiyah yang cukup
dikenal di Indonesia berdomisili.
3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis
Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pengikut kelompok
keagaamaan Salafiyah di Kota Medan.
3.3.2. Informan
Dalam penelitian informan adalah orang-orang yang menjadi sumber
informasi dalam penelitian. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan
memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Adapun yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. Informan Kunci
Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah beberapa tokoh salafiyah
di kota Medan, seperti ustadz ataupun tokoh dari kalangan salafiyah yang
memberikan kajian dan mengetahui perkembangan dakwah salafiyah di Kota Medan.
2. Informan Tambahan
Sedangkan yang menjadi informan tambahan adalah pengikut kelompok
keagamaan salafiyah di Kota Medan. Adapun yang dijadikan kriteria pada informan
- Berdomisili di Kota Medan
- Sedikitnya telah mengikuti pengajian salafiyah selama 2 tahun
- Memiliki hak pilih dalam pemilihan umum
- Mengetahui kaidah-kaidah dalam jama’ah salafiyah khususnya masalah
pemilihan umum.
3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran
yang menjadi objek penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pengikut kelompok keagamaan salafiyah di Kota Medan. Populasi dalam
penelitian ini tidak dapat dipastikan secara pasti dikarenakan tidak ada data yang
mendukung dalam penelitian ini, hal ini terjadi karena salafiyah bukanlah organisasi
kemasyarakatan yang memiliki data khusus terhadap anggotanya. Populasi akan
selalu berubah dan berkembang dikarenakan keterbukaan dari kalangan salafiyah itu
sendiri dalam menerima siapapun juga yang mengikuti kegiatannya. Namun peneliti
dapat memberikan gambaran bahwa pengikut jama’ah salafiyah berjumlah ratusan
yang tersebar di beberapa daerah Kota Medan.
3.4.2. Sampel
Purposive sampling atau penarikan sampel secara sengaja menjadi pilihan
peneliti dikarenakan jumlah populasi yang ada. Maka peneliti akan melakukan
nilai dan hasil nantinya. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah
50 orang pada kalangan jama’ah salafiyah Kota Medan.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini, yang akan digunakan adalah data
primer dan data sekunder yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Data primer
Untuk mendapatkan data primer maka akan dilakukan dengan cara penelitian
lapangan, yaitu :
- Observasi Langsung
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannnya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan panca
indera lainnya. Peneliti memilih observasi partisipan sebagai metode yang dipakai.
Observasi partisipan adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek
pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas
kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, pengamat betul-betul menyelami
kehidupan objek pengematan dan bahkan tidak jarang pengamat kemudian
mengambil bagian dalam kehidupan budaya yang diteliti. Maka keterlibatan penulis
dalam hal diteliti selama kurang lebih 2 tahun menjadi data primer yang mendukung.
- Wawancara Mendalam
Wawancara secara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antar pewawancara
pedoaman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama (Bungin, 2008:108). Wawancara mendalam berarti menggali
informasi secara detail kepada informan pada hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian. Proses tanya jawab yang dilakukan peneliti kepada informan dengan
menggunakan pedoman wawancara (interview guide).
- Angket
Angket adalah daftar pertanyaan atau pertanyaan yang dikirimkan kepada
responden, baik secara langsung atau tidak langsung seperti pos atau perantara
(Usman dan Akbar, 2009:57). Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat tertutup berdasarkan rumusan skala pengukuran Rensis Likert yaitu skala
likert yang bertujuan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden
terhadap suatu obyek., dimana dalam angket diberikan pertanyaan yang dibuat
sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban. Setiap item
pertanyaan menggunakan skor alternatif pilihan 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)
jawaban pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut :
Nilai 5 : untuk jawaban sangat setuju artinya responden sangat setuju dengan
pertanyaan karena sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh
responden.
Nilai 4 : untuk jawaban setuju artinya responden setuju dengan pertanyaan karena
sangat sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh responden.
Nilai 3 : untuk jawaban ragu-ragu artinya responden karena tidak dapat
Nilai 2 : untuk jawaban tidak setuju artinya responden tidak setuju dengan
pertanyaan karena tidak sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh
responden.
Nilai 1 : untuk jawaban sangat tidak setuju artinya responden sangat tidak setuju
dengan pertanyaan karena sangat tidak sesuai dengan keadaan yang
dirasakan oleh responden.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa buku-buku,
dokumen, literatur, artikel, majalah, surat kabar, jurnal, dan media massa lainnya
yang berhubungan dengan penelitian.
3.6. Interpretasi dan Analisis Data
Interpretasi data adalah tahap dalam upaya menyederhanakan data yang
diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun hasil dari yang diperoleh dari
buku-buku referensi, internet, jurnal, artikel dan dokumentasi. Temuan-temuan data
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori dan konsep yang digunakan
dalam penelitian. Interpretasi data akan menggabungkan dari data, teori dan juga
penambahan dari sikap maupun pemikiran peneliti. Dalam penelitian kualititatif,
tahap interpretasi diawali dengan proses observasi dan wawanacara mendalam yang
telah dilakukan untuk kemudian data serta informasi yang didapat diinterpretasikan
Analisis data dilakukan pada penelitian kuatitatif dilakukan secara statistik
deskriptif. Statistik deskriptif hanyalah mengolah, menyajikan data tanpa mengambil
keputusan populasi. Berdasakan penjabaran tersebut, maka langkah-langkah analisis
statistik deskriptif dalam penelitian ini dengan mengunakan variabel-variabel dalam
distribusi frekuensi baik secara angka maupun persentase yang disajikan dalam
bentuk tabel lingkaran (pie).
3.7. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi x
2 ACC Judul x
3 Penyusunan Proposal x x
4 Seminar Proposal Penelitian x 5 Revisi Proposal Penelitian x x
6 Penelitian Ke Lapangan x x x
7 Pengumpulan Data Dan Analisis Data x x
8 Bimbingan x x x x
9 Penulisan Laporan Akhir x x
10 Sidang Meja Hijau x
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Deskripsi dan Sejarah Kota Medan
Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara yang
dijadikan sebagai pusat administrasi provinsi yang beralamatkan di Jalan Pangeran
Diponogoro. Sebagai kota metropolitan Medan mengalami perkembangan yang
cukup pesat dibandingkan kota lainnya di luar Pulau Jawa. Wujud perkembangan ini
antara lain ditandai dengan bertambahnya berbagai tempat-tempat hiburan, pusat
perbelanjaan, dan sarana-sarana olahraga yang lengkap.
Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dahulunya, dengan keadaan
tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota
Medan ini kesemuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai tersebut adalah Sei Deli,
Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei
Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah
Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang
selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli). Setelah zaman kemerdekaan
lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya
Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang
berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara
kedua sungai tersebut. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang
yang mempunyai pikiran yang maju. Ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru
(menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian
memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.
Perkembangan awal dari Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama
"Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya
yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh
dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan
jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung
"Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi
pelabuhan transit yang sangat penting. Semakin lama semakin banyak orang
berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung
Medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok.
Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh
Dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua
Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik.
Menurut Volker
merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi
pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya.
Pada tahun 1863 orang orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang
4.1.2. Keadaan Geografi dan Demografi Kota Medan
Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan
98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera
Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat
2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Berdasarkan data BPS Medan tahun 2009, Luas
wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21
Kecamatan dan 151 Kelurahan dengan jumlah penduduk 2.121.053 juta jiwa.
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan
karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Persentase penduduk
Kota Medan berdasarkan agama, yaitu Islam 67, 83%, Katolik 2, 89%, Krsiten
Protestan 18, 13%, Budha 10, 4%, Hindu 0, 68% dan lainnya 0, 07%.
Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan
berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan
Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang
diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli
Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA),
Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota
Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli
Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing
mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling
menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
4.1.3. Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan 2010
Perkembangan terakhir Kota Medan yang berkaitan dengan pemilihan umum
adalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Walikota dan Wakil Walikota pada
bulan Mei dan Juni 2010. Pemilihan kepala daerah di Kota Medan secara langsung,
telah dilaksanakan untuk kedua kalinya, pada tahun 2005 dan 2010. Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan tahun 2010
berlangsung 12 Mei 2010 lalu dengan jumlah pemilihnya sekitar 1,92 juta orang
dengan perinciannya adalah total suara sah sekitar 681.392 dan suara tidak sah
14.330. Rahudman dan Eldin Dzulmi nomor urut 6 dengan perolehan suara sekitar
22,09% serta pasangan calon Sofyan Tan dan Nelly Armayanti nomor urut 10 dengan
perolehan suara sekitar 20,66% akan maju ke putaran kedua (http:analisadaily.com).
Menjelang pelaksanaannya bagi penganut Islam Kota Medan, kondisi calon
walikota dan wakil walikota pada putaran kedua dapat dikatakan menjadi
kewaspadaan tersendiri secara umum, peringatan, nasehat serta himbauan untuk
memilih dan mendukung calon yang beragama Islam dilakukan diberbagai
kesempatan seperti khutbah-khutbah Jum’at, pengajian-pengajian mingguan ibu-ibu,
dan tidak ketinggalan media cetak yang juga membahasnya. Karena dikhawatirkan
bahwa apabila jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dari kalangan umat
Islam sedikit seperti yang terjadi pada pemilihan pertama maka dipastikan pasangan
ada mulai goyah dengan keyakinannya namun mereka kembali meminta rujukan
ustadz pada pengajian-pengajian:
“jumlah salafiyah sedikit, maka tidak sangat berpengaruh terhadap hasil pemilu, hanyalah sekian persen dari jumlah pemilih yang ada kemudian demokrasi bukanlah bagian dari Islam… (tanya jawab 23/05/2010)”
Beberapa dari pengikut salafiyah yang ditemui penulis juga memberikan
tanggapannya terhadap pilkada putaran kedua, ada yang menanggapi bahwa ini
adalah pimpinan daerah dimana seandainya jika calon yang tidak beragama Islam
terpilih maka negara masih memberikan kewenangan bagi pemeluk Islam itu sendiri
menjalankan aktifitas ibadahnya karena peraturan daerah masih bergantung pada
kondisi dan pertimbangan dari negara lain halnya jika ini terjadi pada pemilihan
kepala negara.
Pilkada Kota Medan putaran kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Juni
2010. Dan pengumuman hasil perhitungan suara pemilihan dillaksanakan dua hari
setelahnya dengan perincian suara yang diperoleh pasangan Rahudman-Eldin
memperoleh 485.446 (65.88 %) suara dan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti
memperoleh 251.435 (34,12 %) suara dari jumlah pemilih yang menggunakan hak
pilihnya sebanyak 751.079 orang dimana terdapat 736.881 suara sah dan 14.038 suara
tidak sah. Pada pilkada Kota Medan ini partisipasi masyarakat terhadap pemberian
suara sangat kurang, didapati dengan banyaknya masyarakat yang tidak
menggunakan hak pilihnya (golput) dengan alasan tertentu dan juga kendala yang
muncul. Adapun angka golput pada pilkada putaran pertama lalu masyarakat Medan
yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 695.772 (36,23%) jadi yang tidak
sedikit menurun dibandingkan sebelumnya dengan total sebesar 61,71%. Maka
berdasarkan hasil pilkada tersebut dipastikan pasangan Rahudman Harahap dan
Zulmi Eldin menjadi pemimpin di Kota Medan dan dilantik menjadi Walikota dan
Wakil Walikota pada 26 Juli lalu.
4.2. Profil Informan dan Karakertistik Responden 4.2.1. Profil Informan
- Ali Nur
Pria paruh baya ini menghabiskan kesehariannya di Sei Mencirim, Kampung
Lalang dan didaerah ini jugalah banyak ditemui pengikut salafiyah didapati. Ia
merupakan salah satu ustadz yang cukup dikenal di Kota Medan in, selain menjadi
ustadz, kesibukan keseharianya juga diisi dengan menerjemahkan buku-buku dari
para ulama Timur Tengah. Dengan perawakan yang ramah dan tegas juga terkadang
bersikap humoris dalam menyampaikan kajian pada pengajian-pengajian rutin yang
dibawanya membuat orang tertarik dan lebih mudah memahami apa yang
disampaikannya. Tidak hanya di Medan saja, Ustadz Ali begitu orang mengenalnya
juga menyampaikan dakwahnya diluar Medan seperti di Lhoksemawe, Nangroe Aceh
Darussalam tiap bulannya.
Dengan pendidikan terakhir di Daar Hadits di Pakistan, ia mendalami ilmu
agamanya dan juga tentunya mendalami kaidah-kaidah dalam cara beragama
salafiyah serta diperolehnya gelar Lc untuk pendidikan strata satunya. Sebelumnya ia
sempat duduk di bangku kuliah di fakultas teknik disalah satu universitas swasta di