• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PASIEN ISOLASI

SOSIAL DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PROVSU MEDAN

SKRIPSI

Oleh

SULASTRI PASARIBU 081121033

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provsu Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya, baik dalam materi maupun dalam penulisan. Namun besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Jenny Marlindawani Purba, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya dengan penuh kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada Kesempatan ini, Penulis juga mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dr. Dedi Ardinata, M.Kes. serta Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian ini.

(3)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, Ns selaku penguji I, dan kepada Ibu Fatwa Imelda S.Kp, Ns selaku penguji II yang telah banyak memberikan masukan kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Secara khusus saya sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua saya I. Pasaribu S.Pd dan N. Banjar Nahor A.MPd telah banyak memberikan dukungan secara moral dan material, Adik-adik saya Leo, Hardy, Boy yang telah begitu banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Buat temanku Ferdina, Masda, Reen Land, Derty, Winta terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya buat teman-teman angkatan 2008 yang tak dapat saya sebutkan satu-persatu terima kasih banyak atas bantuan dan semangat serta dukungannya pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulis,

(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Terapi Modalitas... 5

Unsur-unsur Komunikasi ... ... 25

Proses Komunikasi ... 26

Faktor Penghambat ... 27

Komunikasi efektif ... 28

3. Isolasi sosial ... 28

Pengertian ... 28

(5)

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual ... 35

2. Defenisi Konsep dan Operasional ... 36

3. Hipoteasa ... 36

BAB 4 METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 38

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 45

2. Pembahasan ... 53

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 56

2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar persetujuan menjadi peserta penelitian Lampiran 2. Istrumen Penelitian

(6)

Judul : Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap Kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial di ruang Cempaka RSJD Provsu Medan

Nama : Sulastri Pasaribu Fakultas : Keperawatan Tahun/akademik : 2008/2009

Abstrak

Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. Desain yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan cara time series yang dilakukan pada 15 orang responden dengan menggunakan instrument observasi dengan masalah utama isolasi sosial. Analisa data yang digunakan yakni t test yaitu uji dependen t test untuk menilai pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi (p=0,000) artinya mempunyai pengaruh yang signifikan. Terapi aktivitas kelompok sangat efektif didalam meningkatkan kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial, sebab itu terapi aktivitas kelompok sosialisasi sebaiknya dilakukan secara reguler di tiap ruang rawat inap RSJ Daerah Provsu Medan.

(7)

Judul : Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap Kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial di ruang Cempaka RSJD Provsu Medan

Nama : Sulastri Pasaribu Fakultas : Keperawatan Tahun/akademik : 2008/2009

Abstrak

Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. Desain yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan cara time series yang dilakukan pada 15 orang responden dengan menggunakan instrument observasi dengan masalah utama isolasi sosial. Analisa data yang digunakan yakni t test yaitu uji dependen t test untuk menilai pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi (p=0,000) artinya mempunyai pengaruh yang signifikan. Terapi aktivitas kelompok sangat efektif didalam meningkatkan kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial, sebab itu terapi aktivitas kelompok sosialisasi sebaiknya dilakukan secara reguler di tiap ruang rawat inap RSJ Daerah Provsu Medan.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikonstruksikan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive (Majnun, 2009)

(9)

Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial, supaya dapat

mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya (Winddyasih, 2008).

Karakteristik pasien yang mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain dapat dijumpai karakteristik berupa ketidaknyamanan dalam interaksi sosial, ketidak mampuan untuk menerima pendapat orang lain, gangguan interaksi dengan teman-teman dekat, keluarga, dan orang-orang terdekat lainnya. Gangguan ini menyebabkan terjadinya perilaku manipulatif pada individu yakni perilaku agresif atau melawan/menentang terhadap orang lain yang menghalangi keinginannya atau dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Jika perilaku manipulatif tidak teratasi maka akan terjadi perilaku menarik diri yaitu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan kemudian menghindari berhubungan sebagai suatu pertahanan terhadap ansietas yang berhubungan sebagai suatu stresor/ancaman (Tucker, dkk. 1998)

(10)

Untuk meningkatkan keterampilan sosial, penderita perlu mendapatkan pelatihan (seperti terapi aktivitas kelompok/terapi lingkungan) atau memberi respon terhadap suatu masalah atau situasi tertentu melalui komunikasi teraupetik.

Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien juga kepuasan bagi perawat. Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi dan didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang serta perasaan ingin membantu orang lain (Winddyasih, 2008).

Hasil penelitian menunjukan terdapat peningkatan nilai rata-rata setelah diberikan perlakuan terapi aktifitas kelompok untuk sessi1sebesar 0,45, sessi 2 sebesar 0,20, sessi 3 sebesar 0,50, hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test sign didapatkan hasil 0,01 karena p< 0,05, kesimpulan bahwa terapi aktifitas kelompok meningkatkan kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri (Sebastian, 2009)

(11)

2. Tujuan penelitian

Mengetahui pengaruh terapi modalitas: sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pada pasien isolasi sosial di ruang cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

3. Pertanyaan penelitian

Bagaimana pengaruh terapi modalitas sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan?

4. Manfaat penelitian

4.1.Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai pengaruh terapi modalitas terhadap isolasi sosial pada pasien ganggua jiwa yang dirawat di ruang cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

4.2.Bagi pelayanan kesehatan

(12)

4.3. Bagi Institusi pendidikan

(13)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Terapi Modalitas

1.1Pengertian

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif (Keliat, 2004). Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau penyembuhannya (Sarka, 2008)

1.2Jenis-jenis terapi modalitas

1.2.1 Terapi individual

(14)

1.2.2 Terapi lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya

1.2.3 Terapi biologis

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit.

Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

1.2.4 Terapi kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut.

(15)

- Mengembangkan pola berfikir yang rasional.

- Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang actual. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi pikiran.

- Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.

1.2.5 Terapi keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

1.2.6 Terapi aktivitas kelompok

Terapi aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang bertujuan untuk meningkat hubungan sosial dalam kelompok secara bertahan (Keliat & Akemat, 2005)

Sesi-sesi dalam TAKS

Sesi I: TAKS

(16)

Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.

Setting

1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran 2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Tape recorder 2. Kaset

3. bola tenis

4. buku catatan dan pulpen 5. jadwal kegiatan pasien

Metode

1. Dinamika kelompok 2. diskusi dan tanya jawab 3. bermain peran

Langkan kegiatan

1. Persiapan

a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial: menarik diri.

(17)

c. Mempersiapkan alat dan tempat 2. Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan:

a. Memberi salam teraupetik: salam dari terapis b. Evaluasi/validasi

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri 2) Menjelaskan aturan main berikut

a) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus minta ijin kepada terapis

b) Lama kegiatan 45 menit

c) Setiap klien mengikut i kegiatan dari awal sampai selesai 3. Tahap kerja

a. Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta pola diedarkan berlawanan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape dimatiakn maka anggota kelompok yang memagang bola memperkenalkan dirinya.

b. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jarum jam.

(18)

d. Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/ pakai. e. Ulangi b,c dan d sampai semua anggota mendapat giliran.

f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan

4. Tahap terminasi a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK 2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari

2) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian pasien

c. Kontrak yang akan datang

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan degan anggota kelompok

2) Menyepakati waktu dan tempat

Sesi 2: TAKS

Tujuan

Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok a. memperkenalkan diri sendiri

(19)

Setting

1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran 2. Ruang nyaman dan tenang

Alat

1.Tape recorder 2. Kaset 3. Bola tennis

4. Buku catatan dan pulpen 5. Jadwal kegiatan klien

Metode

1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran / simulasi

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrakn dengan anggota kelompok pada sesi TAKS

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan: a. Memberi salam teraupetik

(20)

2) Peserta dan terapis memakai papan nama b. Evaluasi / validasi

1) Menanyakan perasaan pasien saat ini

2) Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok

2) Menjelaskan aturan main berikut

a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.

b) Lama kegiatan 45 menit

c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jaru jam.

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara:

1) Memberi salam

(21)

3) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi lawan bicara.

4) Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c. Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran d. Hidupkan kembalim kaset pasa tape recorder dan edarkan bola, pada

saat tape di matikan , minta pada anggota kelompok yang memegang bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama panggialn, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

e. Ulangi d sampai semua anggota mendapat giliran.

f. Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

4. Tahap terminasi a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberi pujian atas keberhasilan klien

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan semua anggota kelompok latihan berkenalan. 2) Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan

harian klien.

(22)

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi.

2) Menyepakati waktu dan tempat.

Sesi 3: TAKS

Tujuan

Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok:

1. Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok. 2. Pertanyaan tentang kehidupan pribadi

Setting

1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Tape recorder 2. Kaset

3. Bola tenis

4. Buku catatan dan pulpen 5. Jadwal kegiatan klien

Metode

1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran dan stimulasi

(23)

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 2 TAKS b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: 1) Memberi salam teraupetik

2) Peserta dan terapis memakai papan nama b. Evaluasi dan validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini

2) Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan pribadi.

2) Menjelaskan aturan main berikut

a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

b) Lama kegiatan 45 menit

c) Selain klien mengikuti kegiatan dari awal sampai ahir. 3. Tahap kerja

(24)

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara:

1) Memberi salam 2) Memanggil panggilan

3) Menanyakan kehidupan pribadi: orang terdekat/dipercayai disegani, pekerjaan.

4) Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran. d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan

memberi tepuk tangan. 4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lainpada kehidupan sehari-hari. 2) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan

(25)

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan tertentu.

2) Menyepakati waktu dan tempat

Sesi 4: TAKS

Tujuan

Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok

1. Menanyakan topik yang ingin dibicarakan 2. Memilih topik yang ingin dibicarakan

3. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih

Setting

1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Tape recorder 2. Kaset

3. Bola tenis

4. Buku catatan dan pulpen 5.Jadwal kegiatan klien 6.Flipcart dan spidol

Metode

(26)

2.Diskusi dan tanya jawab 3.Bermain peran dan stimulasi

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 3 TAKS b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: 1) Memberikan salam teraupetik

2) Peserta dan terapis memakai papan nama b. Evaluasi dan validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini

2) Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih dan memberikan pendapat tentang topik percakapan

2) Menjelaskan aturan main berikut

a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

b) Lama kegiatan 45 menit

(27)

3. Tahap kerja

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan . dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya ” cara bicara yang baik ” atau ” cara mencari teman

c. Tuliskan pada flipcart topik yang disampaikan secara berurutan d. Ulangi 1,2dan 3 sampai semua anggota kelompok mendapat

giliran menyampaikan topik yang diinginkan

e. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tennis. Pada saat dimatikan , anggota memegang bola memilih topik yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang ada.

f. Ulangi 5 sampai semua anggota kelompok memilih topik. g. Terapis membantu menetapka topik yang paling banyak terpilih h. Hidupkan lagi kaset dan edarka bola tenis. Pada saat dimatikan,

anggota yang memengang bola menyampaikan pendapat tentang topik yang terpilih.

i. Ulangi 8 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat

(28)

4. Tahap terminasi a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lainpada kehidupan sehari-hari.

2) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian pasien.

c. Kontrak yang akan datang.

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan tertentu.

2) Menyepakati waktu dan tempat

Sesi 5: TAKS

Tujuan

Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain

1. menyampaikan masalah pribadi.

2. Memilih satu masalah yang ingin dibicarakan .

3. Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih.

Setting

(29)

2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat

1. Tape recorder 2. Kaset

3. Bola tenis

4. Buku catatan dan pulpen 5. Jadwal kegiatan klien 6. Flipcart dan spidol

Metode

1. Dinamika kelompok 2. Diskusi dan tanya jawab 3. Bermain peran dan stimulasi

Langkah kegiatan

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 4 TAKS b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan: a. Memberi salam teraupetik

1) Salam dari terapis

(30)

1) Menanyakan perasaan klien saat ini

2) Menanyakan apakah telah latihan bercakap cakap tentang topik/ hal tertentu dengan orang lain.

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih dan memberikan pendapat tentang masalah pribadi.

2) Menjelaskan aturan main berikut

a) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis.

b) .Lama kegiatan 45 menit

c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai ahir. 3. Tahap kerja

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu masalah pribadi yang ingin dibicarakan . dimulai oleh terapis sebagai contoh. Misalnya ” sulit bercerita ” atau ” tidak diperhatikan orang tua ”.

c. Tuliskan pada flipcart topik yang disampaikan secara berurutan

(31)

e. Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tennis. Pada saat dimatikan , anggota memegang bola memilih topik masalah yang disukai untuk dibicarakan dari daftar yang ada.

f. Ulangi e sampai semua anggota kelompok memilih masalah. g. Terapis membantu menetapka topik yang paling banyak terpilih

h. Hidupkan lagi kaset dan edarka bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang memengang bola menyampaikan pendapat tentang masalah yang terpilih.

i. Ulangi h sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapa

j. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

4. Tahap terminasi a. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Rencana tindak lanjut

1) Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari.

2) Memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian pasien.

(32)

1) Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan tertentu

2) Menyepakati waktu dan tempat

1.2.7 Terapi perilaku

Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:

- Role model

- Kondisioning operan - Desensitisasi sistematis - Pengendalian diri

- Terapi aversi atau releks kondisi

1.2.8 Terapi bermain.

Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terapi bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma gangguan identitas disosiatif dan klien yang mengalami penganiayaan (Majnun. 2009)

2. Komunikasi

(33)

Komunikasi adalah pemindahan informasi dari satu orang ke orang terlepas percaya atau tidak, tetapi informasi yang di transfer tentulah harus di mengerti oleh penerima (Koont & O’Donel, 1996). Menurut Yoder dkk (1998), komunikasi berasl dari sumber yang sama seperi kata common yang artinya bersama; bersama-sama dalam membagi ide. Apabila seorang berbicara; orang lan mendengarkan.

2.2 Tipe-Tipe komunikasi

Menurut jenisnya dapat dibagi yaitu: a. Pelaksana

Komunikasi formal dan komunikasi informal;

Komunikasi formal; komunikasi yang terjadi antara bawahan dan atasan dalam lingkungan pekerjaan yang hirarki berbeda dan terjadi dalam situasi formal.

Komunikasi informal ; komunikasi yang dalam pelaksanaannya tidak mengenal hirarki dan tidak ada sangsinya.

b. Bentuk komunikasi

Komunikasi verbal dan komunikasi non verbal

Komunikasi verbal : komunikasi yang mempergunakan lambang dalam penyampaian pesan kepada sipenerima

Komunikasi non verbal : komunikator tidak memberi kesempatan kepada komunikan untuk meminta penjelasan, penjelasan dan lain-lain.

c. Umpan balik

(34)

komunikasi satu : komunikator tidak memberi kesempatan kepada komunikan untuk meminta penjelasan, pembenaran dan lain-lain.

Komunikasi dua arah : mempunyai sistem umpan balik yang melekat; informasi jelas dan terbuka untuk pertanyaan yang belum jelas. (purwanto, 1998)

2.3 Unsur-Unsur komunikasi

a. Komunikator (orang yang memprakarsai adanya komunikasi) b. Pesan (berupa ide, pendapat, fikiran dan saran)

c. Saluran komunikasi (sarana yang digunakan oleh komunikator dalm penyampaian pesan)

d. Metode komunikasi (cara yang digunakn dalam mengadakan hubungan dengan orang lain)

e. Komunikan (orang yang menjadi objek dari komunikasi/pihak yang menerima berita atau pesan dari komunikator)

f. Lingkungan komunikasi (suasana dimana proses komunikasi berlangsung) g. Umpan balik (tanggapan yang diberikan oleh komunikan kepada

komunikator)

2.4 Proses komunikasi

(35)

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada pasien gangguan

jiwa

2.5.1 Ditinjau dari komunikator (perawat)

a. Kecakapan perawat (dapat menguasai cara-cara menyampaikan pikiran, muda h dimengerti, sederhana, baik secara lisan maupun tulisan)

b. Sikap perawat (sikap terbuka, bermuka manis, saling percaya, rendah hati, dapat menjadi pendengar yang baik)

c. Pengetahuan perawat (wawasan/pengetahuan semakin dalam dan menguasai masalah akan semakin baik dalam memberikan uraian/penjelasan)

d. Sistem sosial (penyesuaian terhadap situasi/kondisi, dimana, dengan siapa berkomunikasi)

e. Pengaruh komunikasi (gerak tubuh perawat dalam berkomunikasi terutama komunikasi lisan)

2.5.2 Ditinjau dari komunikan (pasien jiwa) a. Kecakapan

b. Sifat

c. Pengetahuan d. Sistem sosial

e. Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikan

(36)

a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi b. Sikap yang kurang tepat

c. Kurang pengetahuan

d. Kurang memahami sistem sosial e. Prasangka yang tidak beralasan f. Jarak titik yang berjauhan g. Tidak ada persamaan persepsi h. Indera yang rusak

i. Berbicara yang berlebihan

j. Mendominasi pembicaraan dan lain-lain

2.7 Komunikasi efektif

a. Mempergunakan bahasa yang baik; agar artinya jelas

b. Lengkap agar pesan yang disampaikan dipahami komunikan secara menyeluruh

c. Atur arus informasi sehingga antara pengiriman dan umpan balik seimbang

d. Dengarkan secara aktif e. Tahan emosi

f. Perhatikan isyarat non verbal

(37)

Kesejahteraan manusia berorientasi secara sosial, dan untuk meningkatkan kepuasan hidup, individu harus mampu menciptakan hubungan interpersonal yang sehat/positif. Hubungan interpersonal dikatakan sehat apabila individu dapat terlibat dalam suatu hubungan yang intim dengan orang lain, sementara ia tetap dapat mempertahankan identitasnya.

3.1 Pengertian

Menurut Townsend (1998) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1998) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.

Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 1998:). Menurut Rawlins & Heacock (1988) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

(38)

adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas interaksi sosial tidak efektif (Townsend.1998)

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

3.2 Faktor pendukung/pencetus terjadinya isolasi sosial

Rentang Respon Perilaku

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitud Kesepian Manipulasi Otonomi Menarik diri Impulsif Bekerjasama Tergantung Narkisisme Saling tergantung

(Stuart dan Sundeen, 1998)

(39)

dalam transisi antara respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu cenderung berfikir ke arah negatif.

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.

Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu: 3.2.1. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah: a. Faktor perkembangan

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambatterbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

(40)

- Sikap bermusuhan/hostilitas

- Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

- Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

- Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

- Ekspresi emosi yang tinggi - Double bind

Dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat.

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d. Faktor biologis

(41)

diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.

Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

3.2.2. Faktor presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:

a. Stresor sosial budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.

b. Stresor Biokimia - Teori dopamin

Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

- Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalm otak. Karena salh satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

(42)

Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.

Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

- Viral hipotesis

Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

d. Stresor psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.

(43)

Strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.

Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalahsebagai berikut:

- Tingkah laku curiga : proyeksi - Dependency: reaksi formasi

- Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi - Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial - Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo, 2002). Variabel dependen yaitu kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa dan variabel independen yaitu terapi modalitas sosialisasi yang diberikan kepada pasien isolasi sosial.

Adapun yang menjadi kerangka penelitian ini dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:

Variabel Independen Variabel dependen

Skema I : Kerangka konsep penelitian

Keterangan : Variabel yang diteliti Pasien Isolasi

Sosial

Terapi modalitas

(45)

2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Rumah Sakit Jiwa Medan.

Komunikasi Suatu keadaan terjadinya

(46)

hubungan saling percaya dan terjadi perubahan interaksi.

i ya.

2. nilai 0 jika jawaban pada lembar observas i tidak

3. Hipotesa Penelitian

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen. Desain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berkut:

Kelompok Pre test Perlakuan Post test 1 P-1 B P-2

Keterangan : I: Kelompok Intervensi B: Diberikan TAKS P-1: Pre test 1

P-2: Post test 2

(48)

memberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi maka akan dilakukan identifikasi kembali post test (P-2) .

2. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien yang dirawat di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa medan yang mengalami isolasi sosial adapun populasi selama 3 bulan terahir adalah sebanyak 50 orang (Medikal Record RSJ Daerah Provsu Medan, 2009).

3. Sampel Penelitian

Penentuan jumlah sampel menggunakan ”power analys” untuk t-test. Dalm penelitian ini ditetapkan level of significance (α) sebesar 0,5, power 0,80 dan effect size 0,80 sehingga di dapat jumlah sampel 15 orang (Polit & Hungler, 1995).

Cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu sesuatu tehnik dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan cara tujuan penelitian /kriteria sampel.

Kriteria sampel yang digunakan adalah kritria inklusif yaitu: isolasi sosial murni; lama perawatan minimal 3 hari; belum pernah mengikuti TAKS sebelumnya; kooperatif; dan bersedia mengikuti TAKS.

4. Tempat Penelitian

(49)

rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang memberikan fasilitas/pelayanan jiwa yang cukup memadai

5. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 30 November – 7 Desember 2009

6. Pertimbangan Etik

Dalam melaksanakan penelitian, perlu adanya rekomendasi dari institusi pendidikan atau pihak lain dengan mengajukan permohonan ijin kepada pimpinan Rumah sakit Jiwa Medan. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan penelitian dengan prinsip-prinsip etika yang meliputi :

a. Informed consent

Peneliti memberikan penjelasan kepada responden yang yang memenuhi kriteria inklusi tentang pelaksanaan penelitian.

b. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.

c. confidentiality

kerahasiaan imformasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

7. Instrumen Penelitian

(50)

pekerjaan.n kedua berisi item-item observasi yang menggambarkan kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. Penilaian dengan menggunakan skala Gultmant ’’ Ya’’ dan ’’Tidak’’ yang masing-masing mempunyai nilai sebagai berikut: jika menjawab ya diberi skor 1 dan jika menjawab Tidak diberi skor 0.

8.Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mengetahui validitas kuisioner kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial, peneliti menggunakan content validity yang membuktikan instrumen sahih yang akan dilakukan oleh orang yang ahli dalam keperawatan jiwa berstrata Magister dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dengan content validity index ( CVI ) adalah 0, 514.

9. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur mengukur sasaran yang akan diukur, sehingga dapat digunakan untuk penelitian dalam lingkup yang sama. uji reliabilitas untuk observasi pengaruh terapi modalitas terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial dalam perawatan dilakukan dengan program komputerisasi.

(51)

Uji Reliabilitas yang digunakan adalah uji formula cronbach alpha dimana alpha harus > 0,7 agar dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan (Polit, 1995). Hasil uji reliabilitas diperoleh 0,972. maka kuesioner ini dapat dikatakan reliabel.

10. Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu mengajukan permohonan ijin kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan ijin kepada direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan, setelah mendapat izin dari direktur RSJ Daerah Provsu Medan lalu keruangan. Setelah mendapat ijin darimkepala ruangan baru boleh langsung ke responden. Dari kepala ruangan lalu ke responden selanjutnya dilaksanakan pengumpulan data dan penelitian.

(52)

Peneliti memberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kelompok intervensi selama 30-45 menit, peneliti memberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dilakukan selama 7 hari, hari pertama dilakukan pre test, kemudian hari kedua sampai hari kelima dilakukan intervensi sesi 1 sampai sesi 5 dan hari ke 7 dilakukan post test. Dimana terapi aktivitas kelompok sosialisasi dilakukan perkelompok di ruang khusus terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang tersedia di rumah sakit jiwa. Dan pada saat dilakukan intervensi peneliti juga dibantu oleh asisten, dimana asisten tersebut membantu peneliti untuk mengawasi responden supaya tidak meninggalkan ruangan TAKS pada saat diberikannya intervensi. Setelah terapi aktivitas kelompok selesai peneliti memberikan pertanyaan dan observasi bagaimana kemampuan masing-masing responden. Jadi keseluruhan data terkumpul selama 7 hari mulai tanggal 30 Nopember – 7 Desember 2009.

11.Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data dengan memeriksa kembali semua kuisioner satun persatu serta data responden dan memastikan bahwa semuan jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Kemudian peneliti memberi kode terhadap semua pertanyaan yang telah diajukan dengan tujuan mempermudah peneliti untuk melakukan tabulasi.

(53)

rumah sakit disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan data univariat untuk analisa kemampuan komunikasi pasien responden dicari dengan menggunakan rumus mean dan stadar deviasi. Analisa data bevariat bertujuan untuk melihat pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial, uji t dependen digunakan untuk membandingkan kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan (terapi aktivitas kelompok sosialisasi)

(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialiasasi di Ruangan Cempaka RSJ Daerah Povsu Medan yang dilaksanakan pada tanggal 30 Nopember- 7 Desember 2009. pengumpulan data dilakukan pada pasien yang mengalami isolasi sosial di ruang cempaka RSJ Daerah Provsu Medan.

5.1 Data Demografi

(55)

Tabel 1. Karakteristik Pasien Yang Mendapat Aktivitas Kelompok Sosial Terhadap Kemampuan Komunikasi Pada Pasien Isolasi Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

(56)

5.2 Sesi 1 Pasien Mampu Memperkenalkan

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pre Test Sesi I Pasien Mampu Memperkenalkan Diri di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas N %

Kurang 2 13,3

Cukup 3 20,0

Baik 10 66,7

Jumlah 15 100,0

Tabel 2 memperlihatkan bahwa kemampuan pasien memperkenalkan diri sebelum terapi (pre test) berada dalam kategori baik sebanyak 10 orang (66,7%), cukup sebanyak 3 orang (20%), dan kurang sebanyak 2 orang (13,3%).

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi I Pasien Mampu Memperkenalkan Diri Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 0 0,0

Cukup 0 0,0

Baik 15 100,0

Jumlah 15 100,0

(57)

5.3 Sesi 2 : Pasien Mampu Berkenalan Dengan Anggota Kelompok

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pre Test Sesi II Pasien Mampu Berkenalan Dengan Anggota Kelompok Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 9 60,0

Cukup 6 40,0

Baik 0 0,0

Jumlah 15 100,0

Tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan pasien untuk berkenalan dengan anggota kelompok sebelum terapi (pre test) berada dalam kategori kurang sebanyak 9 orang (60%), cukup 6 orang (40%)

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi II pasien Mampu Berkenalan Dengan Anggota Kelompok Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 0 0,0

Cukup 1 6,7

Baik 14 93,3

Jumlah 15 100,0

(58)

5.4 Sesi 3 : Pasien Mampu Bercakap-cakap Dengan Anggota Kelompok

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pre Test Sesi III Pasien Mampu Bercakap-cakap Anggota Kelompok Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 14 93,3

Cukup 1 6,7

Baik 0 0,0

Jumlah 15 100,0

Tabel 6 memperlihatkan kemampuan komunikasi pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok sebelum terapi (pre test) berada dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (93,3% ) , cukup sebanyak 1 orang (6,7%).

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi III Pasien Mampu Bercakap-cakap Dengan Anggota Kelompok Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 1 6,7

Cukup 9 60,0

Baik 5 33,3

Jumlah 15 100,0

(59)

5.5. Sesi 4 : Pasien Mampu Menyampaikan dan Memilih Topik

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pre Test Sesi IV Pasien Mampu Menyampaikan Dan Memilih Topik Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 14 93,3

Cukup 1 6,7

Baik 0 0,0

Jumlah 15 100,0

Tabel 8 memperlihatkan kemampuan komunikasi pasien mampu menyampaikan dan memilih topik sebelum pre test berada dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (93,3% ), cukup sebanyak 1 orang (6,7%).

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi IV Pasien Mampu Menyampaikan Dan Memilih Topik Di RSJ Daerah Provsu Medan

Aktivitas n %

Kurang 3 20,0

Cukup 7 46,7

Baik 5 33,3

Jumlah 15 100,0

(60)

5.6. Sesi 5 : Kemampuan Verbal Menyampaikan dan Memilih Topik

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Pre Test Sesi V Kemampuan Verbal Menyampaikan Dan Memilih Topik Di RSJ Daerah Provsu Medan

Tabel 10 memperlihatkan kemampuan komunikasi pasien dalam menyampaikan dan memilih topik sebelum terapi (pre test) berada dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (93,3% ), cukup sebanyak 1 orang (6,7%)

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi III Kemampuan Verbal Menyampaikan Dan Memilih Topik Di RSJ Daerah Provsu Medan

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (8 orang: 53,5%) mempunyai kemampuan untuk menyampaikan dan memilih topik dalam kategori baik 8 orang (53,5%), kategori cukup sebanyak 6 orang (40%) dan kategori kurang sebanyak 1 orang (6,7%)

(61)

Dalam menganalisa data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji t-dependen yaitu membandingkan data pada pre test dan post test dan diperoleh perbedaan pre test dan post test pada terapi aktivitas kelompok. Taraf signifikansi 95% (α = 0,05). Pedoman dalam menerima hipotesis, apabila nilai probabilitas (p) < 0,05 maka Ho ditolak, apabila (p) > 0,05 maka Ho gagal ditolak.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Pengaruh Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pada Pasien Isolasi Sosial Di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan tahun 2009

(62)

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sesi 1 pre test 10 orang pasien (66,7%) mampu memperkenalkan diri dengan baik. Sedangkan pada sesi 1 post test seluruh pasien (15 orang; 100%) mempunyai kemampuan untuk memperkenalkan diri dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pasien pada sesi 1 dalam memperkenalkan diri lebih baik setelah diberikan terapi aktifitas kelompok.

Pada sesi 2 pre test, sebagian besar pasien (9 orang; 60%) mempunyai kemampuan memperkenalkan diri dengan anggota kelompok dalam kategori kurang. Sementara itu, pada sesi 2 post test terjadi peningkatan dalam hal kemampuan memperkenalkan diri dengan anggota kelompok yaitu sebanyak 14 orang pasien (93,3%). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi mempunyai pengaruh yang terhadap kemampuan komunikasi pasien dalam memperkenalkan diri dengan anggota kelompok.

Pada sesi 3 pre test, sebagian besar pasien 14 orang (93,3%) mempunyai kemampuan dalam bercakap-cakap dengan anggota kelompok dalam kategori kurang. Sementara itu kemampuan pasien dalam bercakap-cakap dengan anggota kelompok pada sesi 3 post test mengalami perubahan dalam kategori cukup sebanyak 9 orang ( 60%). Dalam hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi mempunyai pengaruh terhadap kemampuan pasien dalam bercakap-cakap dengan anggota kelompok.

(63)

post test pasien yang mampu memilih dan menyampaikan topik mangalami perubahan dalam kategori cukup adalah sebanyak 7 orang (46,7%). Maka dalam hal ini terapi aktivitas kelompok mempunyai pengaruh terhadap kemampuan pasien untuk menyampaikan dan mimilih topik.

Pada sesi 5 pre test pasien yang mampu memilih dan menyampaikan topik secara verbal sebagian besar dalam kategori kurang sebanyak 14 orang (93,3%) . Dan pada sesi 5 post test pasien yang mampu menyampaikan dan memilih topik secara verbal mengalami perubahan menjadi kategori baik sebanyak 8 orang (53,5%), maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi mempunyai pengaruh terhadap tiap sesi.

Analisa data secara bivariat dengan menggunakan uji T dependen pada pre test dan post test dan diperoleh perbedaan pre test dan post test pada terapi aktivitas kelompok. Dan nilai rata-rata pada saat pre test sebesar 8,73 dan setelah dilakukan post test sebesar 27,07 dengan perbedaan standar deviasi sebesar 1,027. Hasil uji statistik didapatkan p adalah 0,000 yang menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi pada pasien isolasi sosial.

(64)

Penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Sebastian (2009) yang meneliti tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi 1 s/d 3 menunjukkan terdapat peningkatan nilai rata-rata setelah diberikan perlakuan terapi aktivitas kelompok. Dan dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terapi aktivitas kelompok mempunyai pengaruh terhadap kemampuan komunikasi pada pasien isolasi sosial.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): Sosialisasi adalah suatu bentuk terapi yang meliputi sekelompok orang yang setiap kali mengadkan pertemuan rutin dengan seorang terapis yang memfokuskan pada kesadaran diri dan mengenal diri sendiri dalam memperbaiki hubungan interpersonal dan merubah tingkah laku (Stuart dan Sundeen,1995). Terapi ini diajarkan dan mempraktekkan kepada individu atau klien untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (Satu dan Satu), kelompok dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok, sehingga klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap.

(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 15 orang responden sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan pada bulan November 2009 maka disimpulkan bahwa setiap sesi yang dilakukan pada Terapi aktivitas kelompok sosialisasi mempunyai pengaruh pada terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial.

(66)

2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian diberikan rekomendasi kepada pihak antara lain: 2.1. Praktek keperawatan

Saat ini terapi aktivitas kelompok sosialisasi memang sudah dilakukan di rumah sakit jiwa, tetapi yang melakukan mahasiswa yang praktek di rumah sakit jiwa sebaiknya dilakukan oleh perawat yang bekerja di rumah sakit tersebut karena sudah tersediannya sarana untuk dilaksanakannya kegiatan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

2.2. Pada Peneliti Selanjutnya

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A.H (2003). Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Edisi I, Jakarta: Salemba media

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V .Jakarta: Rineke Cipta.

Arikunto. (2003). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika

Burn & Grove. (1991). The Practice of Nursing Research; Conduct, Critiquis and Utilization , Philadelpia, W.B. Saudes Co

Carpenito, L.J. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Hawari. (2001), Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Jakarta; UI

Kartono. (1997). Patologi Sosial 3, Gangguan Kejiwaan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Keliat, B.A. (2002). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC

Majnun, D. (2009). Terapy Modalitas Keperawatan Jiwa. Keperawatan Jiwa.

Notoadmojo, S. (2205). Metodologi Penelitian Kesehatan . Edisi Revisi. Jakarta: Rieneka Cipta

Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi I. Jakarta: Salemba Mustika

Polit & Hungler. (1995). Nursing Research: Method Appraise and Utilization, Philadhelpia J.B Lippinceh Company

Purwanto. (1999). Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan, Jakarta: EGC

(68)
(69)

Sebastian. (2009). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok. http:// Wordpress.com

Sudden & Stuart. (1998). Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta: EGC Sudjana. (2002). Metode Statistika , Edisi 8. Tarsito Bandung

Towsend, M.C ( 2008). Diagnosa keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: EGC

Tomb. (2004). Buku Saku Psikiatri , Jakarta: EGC

Sarka. (2008). Terapi Modalitas.

(70)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan

Komunikasi Pada Pasien Isolasi Sosial di Ruang Cempaka Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provsu Medan

Oleh

Sulastri Pasaribu

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, akan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan ” sebagai syarat perkuliahan mahasiswa keperawatan.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahuai sejauh mana pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Medan, untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjadi responden, jawaban saudara dijamin kerahasiaannya.

Demikian permohonan ini disampaikan atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Medan ,

Responden

(71)

PANDUAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: SOSIALISASI

Latar Belakang

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial.

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap sesuai dengan prosedur yang disampaikan di sesi 1, sesi 2, sesi 3, sesi 4, dan sesi 5.

1.2.2 Tujuan khusus

a. klien mampu memperkenalkan diri

b. klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok c. klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

Setting

a. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran b. Ruangan nyaman dan tenang

Tempat

Ruangan cempaka di Rumah Sakit Jiwa Daerah provinsi sumatera Utara.

Metode

a. Diskusi dan tanya jawab

(72)

a. Setiap peserta kooperatif dengan perawat

b. Peserta bisa melakukan permainan (arahan) yang di berikan dengan benar

c. Peserta mematuhi peraturan

Langkah Kegiatan

Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan dirinya

1. Persiapan

a. Memilih klien yang sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial.

b. Membuat kontrak dengan klien

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi ( waktu 5 menit )

Pada tahap ini terapis melakukan:

2.1Memberi salam teraupetik: salam dari terapis

2.2Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini 2.3Kontrak

a. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri b. Menjelaskan aturan main berikut.

- Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus minta ijin kepada terapis

- Lama kegiatan 45 menit

(73)

3. Tahap kerja ( waktu 15 menit )

a. Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta pola diedarkan berlawanan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape dimatiakn maka anggota kelompok yang memagang bola memperkenalkan dirinya. b. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis

berlawanan dengan jarum jam.

c. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi dan asal dimulai oleh tertapis sebagai contoh.

d. Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/ pakai.

e. Ulangi b.c dan d sampai semua anggota mendapat giliran. f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan

memberi tepuk tangan

4. Tahap terminasi ( waktun 10 menit )

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan masing-masing klien setelah mengikuti TAK

(74)

1. Menganjurkan tiap kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari

2. Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian pasien

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu berkenalan degan anggota kelompok

2. Menyepakati waktu dan tempat

Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 1 TAKS

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi ( waktu 5 menit )

Pada tahap ini terapis melakukan:

a. Memberi salam teraupetik 1. Salam dari terapis

2. Peserta dan terapis memakai papan nama b. Evaluasi / validasi

1. Menanyakan perasaan pasien saat ini

(75)

c. Kontrak

1. menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok

2. menjelaskan aturan main berikut

 Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus

meminta ijin kepada terapis.  Lama kegiatan 45 menit

 Setiap klien mengikut i kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja ( waktu 15 menit )

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan jaru jam.

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara:

1. Memberi salam

2. Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. 3. Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi

lawan bicara.

4. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c. Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran Hidupkan kembalim kaset pasa tape recorder dan edarkan bola, pada

(76)

bola untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama panggialn, asal dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

d. Ulangi d sampai semua anggota mendapat giliran

.f. Beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

4. Tahap terminasi (10 menit )

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2. Memberi pujian atas keberhasilan klien

b. Rencana tindak lanjut

1. Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan

2. Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

Sesi 3 : Klien mampu becakap-cakap dengan anggota kelompok

(77)

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 2 TAKS

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi ( waktu 5 menit )

a. Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: 1. Memberi salam teraupetik

2. Peserta dan terapis memakai papan nama b. Evaluasi dan validasi

1. Menanyakan perasaan klien saat ini

2. Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan rang lain

c. Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan pribadi.

2. Menjelaskan aturan main berikut

 Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus

meminta izin kepada terapis.  Lama kegiatan 45 menit

 Selain klien mengikuti kegiatan dari awal sampai ahir.

(78)

a. Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan arah jarum jam.

b. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang

bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara:

1. Memberi salam 2. Memanggil panggilan

3. Menanyakan kehidupan pribadi: orang terdekat/dipercayai disegani, pekerjaan.

4. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran. d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan

memberi tepuk tangan.

4. Tahap terminasi (waktu 10 menit )

a. Evaluasi

1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

b.Rencana tindak lanjut

3.Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang kehidupan dengan orang lain pada kehidupan nsehari-hari

(79)

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan tertentu.

2. Menyepakati waktu dan tempat

3.7.4. Sesi 4: klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan

anggota kelompok

1. Persiapan

a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada sesi 3 TAKS b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi (waktu 5 menit)

a. Salam teraupetik

Pada tahap ini terapis melakukan: • Memberi salam teraupetik

• Peserta dan terapis memakai papan nama

b. Evaluasi dan validasi

• Menanyakan perasaan klien saat ini

• Menanyakan apakah telah mencoba berkenalan dengan orang lain.

c. Kontrak

• Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyamapaikan, memilih dan

Gambar

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Post Test Sesi I Pasien Mampu Memperkenalkan Diri Di RSJ Daerah Provsu Medan
Tabel 5 menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi pasien untuk
Tabel 7 memperlihatkan kemampuan komunikasi pasien mampu bercakap-
Tabel 8 memperlihatkan  kemampuan komunikasi pasien  mampu
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The ip administra- significantly lower levels of plasma leptin than females, in tion of vehicle alone did not significantly affect plasma this study we adopted the dose of 75 m g /

[r]

Hasil dari penelitian ini ditemukan bukti bahwa dengan pemberian insentif quota kinerja individu tertinggi ada pada subjek dengan kondisi penetapan target mudah dan tidak

Berdasarkan penelitan terdahulu maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh tangible, reliability, responsiveness, assurance, emphaty,

Selain itu, prinsip belajar adalah berbuat ( learning by doing ), prinsip ini mempunyai makna bahwa belajar bukan hanya sekedar mendengar, mencatat sambil duduk di bangku,

Bahan pembentuk gel yang saat ini juga banyak digunakan dalam bidang farmasi dan kosmetik adalah polimer karboksivinil yaitu karbomer. Karbomer merupakan polimer

Dalam menjalankan tugas dan fungsi, Kepala BP-PAUDNI wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal dengan