• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Terhadap Bentuk Kerjasama Pembangunan Daerah dan Implementasinya di Propinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Terhadap Bentuk Kerjasama Pembangunan Daerah dan Implementasinya di Propinsi Sumatera Utara"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Karya Tulis

TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA

PEMBANGUNAN DAERAH DAN

IMPLEMENTASINYA

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Murbanto Sinaga

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 2

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN KERJASAMA DAERAH ... 5

BAB III MASALAH KERJASAMA DAERAH ... 6

BAB IV HUBUNGAN KERJASAMA DENGAN TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH ... 7

BAB V DASAR HUKUM KERJASAMA DAERAH ... 10

BAB VI BENTUK KERJASAMA DAERAH ... 13

BAB VII PRINSIP DAN PROSES KERJASAMA ... 24

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Kebijakan kerjasama daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Terdapat empat pasal yang mengatur tentang kerjasama tersebut, namun meskipun telah diatur di dalam undang-undang, menurut hasil survey penataan ekonomi daerah, kerjasama antar daerah masih relatif rendah terutama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil, perbatasan antar daerah, sumber daya laut, pengelolaan dan pemanfaatan sungai yang melintas di beberapa daerah berdekatan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, perkebunan, perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Selain itu, masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dikerjasamakan sesuai dengan potensi dan masalah daerah yang bertetangga. Dengan kerjasama, beban akan lebih ringan sebab ditanggung bersama, pencapaian skala pembangunan lebih besar dan akan tercipta suasana saling kontrol dalam pengelolaannya. Dengan demikian akan tercipta suatu sinergi pembangunan yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bekerja sama. Mengapa kerjasama daerah masih rendah? Bagaimana pula dengan kondisi kerjasama di Sumatera Utara?

(4)

kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan pihak swasta, kabupaten/kota dengan masyarakat, dan kabupaten/kota dengan luar negeri.

Contoh bentuk kerjasama antar provinsi yang telah terwujud antara lain adalah kerjasama antar provinsi se wilayah Sumatera yang telah terlaksana adalah transportasi laut, teknologi informasi, gedung pusat promosi, serta pembangunan wilayah perbatasan. Sedangkan yang masih dalam tahap pematangan rencana adalah transportasi udara, darat, kereta api, interkoneksi pembangkit listrik, dan lain-lain.

(5)

telah dilakukan masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan peluang-peluang kerjasama daerah yang masih memungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah di Sumatera Utara.

(6)

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN KERJASAMA DAERAH

Maksud dan tujuan dari pasal 195 yang mengatur tentang kerjasama daerah tersebut pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara yang lebih efisien dan efektif. Inti dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama daerah tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.

2. Kerjasama daerah diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah.

3. Kerjasama dengan pihak ketiga dimungkinkan sepanjang tujuannya untuk penyediaan pelayanan publik.

(7)

BAB III

MASALAH KERJASAMA DAERAH

Implementasi kerjasama daerah tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi di antaranya berupa pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa kerjasama antar daerah dan pihak ketiga perlu dilakukan? 2. Bagaimana bentuk dan mekanisme forum kerjasama daerah?

(8)

BAB IV

HUBUNGAN KERJASAMA DENGAN TUGAS DAN

KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH

Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di daerahnya (daerah otonomi) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah otonominya adalah tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pemerintahan daerah, yang mana salah satu bidang yang merupakan tugas dan kewajiban daerah adalah membangun sarana dan prasarana transportasi agar dapat memperlancar arus barang dan jasa keluar maupun arus barang dan jasa yang masuk ke daerah tersebut. Pemerintah daerah dapat menentukan jenis dan transportasi yang sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan dan kondisi topografi di wilayahnya.

(9)

tingkat kesulitan membangun prasarana jalan darat relatif lebih tinggi dan lebih mahal dibandingkan wilayah lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Mahalnya pembangunan prasarana jalan, menyebabkan minimnya kuantitas dan kualitas jalan yang menghubungkan wilayah kabupaten/kota pada wilayah pantai barat itu sendiri. peningkatan aksesibilitas sarana jalan selain memerlukan biaya yang besar juga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi keuangan pemerintah (pusat maupun daerah) yang sangat terbatas, menunggu tersedianya alokasi anggaran tentunya akan dirasakan terlalu lama dan penuh ketidakpastian. Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka pemerintah daerah secara tidak langsung turut memperpanjang keterisolasian wilayah pantai barat dan membuat penderitaan masyarakat di wilayah tersebut semakin panjang. Moda angkutan yang dirasakan paling efektif dan efisien dalam kondisi seperti hal di atas adalah transportasi udara. Guna mewujudkannya, kendala yang dihadapi oleh masing-masing pemerintah daerah masih tetap pada keterbatasan anggaran untuk mengoperasikan lalu lintas udara tersebut. Pihak swasta atau pihak ketiga lainnya akan enggan dan khawatir membuka jalur penerbangan reguler sebab akan menghadapi resiko kerugian. Sementara jika pemerintah daerah membiayai operasional penerbangan secara individu juga akan mustahil, sebab akan terlalu berat untuk ditanggung sendiri.

(10)
(11)

BAB V

DASAR HUKUM KERJASAMA DAERAH

Sebagai dasar hukum kerjasama daerah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU ini terdapat satu bab tersendiri dengan empat pasal yang mengatur tentang kerjasama dan penyelesaian perselisihan. Pada pasal 195 diatur tentang kerjasama daerah dengan pihak lain yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selengkapnya isi daripada pasal 195 tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak ketiga.

(12)

Selanjutnya pada pasal 196 diatur pula kerjasama tentang pengelolaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah. Selengkapnya isi daripada pasal 196 UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

(3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk badan kerjasama.

(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

Selanjutnya pada pasal 197 dikatakan bahwa tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 195 dan pasal 196 akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(13)

mengantisipasi terjadinya permasalahan dalam kerjasama seperti yang telah disebutkan di atas, telah pula diatur satu pasal tersendiri tentang penyelesaian perselisihan yaitu pada pasal 198 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

(1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(2) Apabila terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota diwilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.

(14)

BAB VI

BENTUK KERJASAMA DAERAH

Berbagai bentuk kerjasama daerah yang dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi secara garis besar ada terdapat 14 (empat belas) bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah.

1. Kerjasama Provinsi dengan Provinsi

Provinsi A

Provinsi B

Bekerja Sama

Bentuk kerjasama provinsi dengan provinsi seperti gambar antara lain sebagai berikut:

(15)

b. Kerjasama Antar Provinsi yang tidak berdekatan, dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan bersifat situasional dilakukan dalam rangka pengembangan potensi dan komoditi unggulan dari masing-masing daerah yang bekerjasama.

2. Kerjasama Provinsi dengan Kabupaten/Kota

Provinsi

3. Kerjasama Provinsi dengan pihak ketiga

Provinsi

(16)

kerjasama model ini dapat berbentuk Kerjasama antara Pemerintah Provinsi dengan Pihak Swasta yang antara lain adalah :

1) Kontrak pelayanan (Service Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada operasional dan manajemen, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

2) Kontrak pengelolaan (Management Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

3) Kontrak sewa (Lease Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

4) kelola-alih milik (Build, Operate and Transfer) / Bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

5) Konsesi (Concession), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

4. Kerjasama Provinsi dengan LSM/masyarakat

Provinsi Pihak LSM/

Masyarakat

(17)

Kerjasama Pemerintah Provinsi dengan LSM/Masyarakat, dikembangkan untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat dan mendorong potensi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti pengelolaan aset Pemerintah Provinsi oleh masyarakat, penyuluhan dan pelestarian kawasan hutan untuk mendorong peningkatan produktivitas.

5. Kerjasama provinsi dengan pihak luar negeri

Provinsi A

Pihak Luar Negeri

Bekerja Sama

(18)

6. Kerjasama provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota

7. Kerjasama provinsi dan kabupaten/kota dengan kabupaten/kota

Provinsi

8. Kerjasama provinsi dengan BUMN/BUMD

(19)

Kerjasama Pemerintah Provinsi dengan BUMN/BUMD, dikembangkan untuk mempercepat pelayanan, memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan, alih teknologi, memperluas layanan, meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan, dan memacu dinamika sosial masyarakat.

9. Kerjasama kabupaten/kota dengan pihak ketiga

Kabupaten /Kota

A

Pihak Ketiga

Bekerja Sama

Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten/kota dengan Pihak Ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi langsung oleh Pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing daerah otonom, kerjasama model ini dapat berbentuk Kerjasama antara Pemerintah kabupaten/kota dengan Pihak Swasta yang antara lain adalah : 1) Kontrak pelayanan (Service Contract), dicirikan dengan tidak ada

(20)

2) Kontrak pengelolaan (Management Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

3) Kontrak sewa (Lease Contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efisiensi terbatas dan cocok dilakukan pada masa krisis.

4) kelola-alih milik (Build, Operate and Transfer) / Bangun-kelola-miliki-alih milik (Build, Operate, Own and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

5) Konsesi (Concession), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efisiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi yang baik.

10.Kerjasama kabupaten/kota dengan LSM/masyarakat

Kabupaten

(21)

mendorong potensi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti pengelolaan aset Pemerintah kabupaten/kota oleh masyarakat, penyuluhan dan pelestarian kawasan hutan untuk mendorong peningkatan produktivitas.

11.Kerjasama kabupaten/kota dengan luar negeri

Kabupaten

Kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pihak Luar Negeri, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan. Sebelum penandatanganan perjanjian dilakukan, Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendapatkan surat kuasa dari Menteri Luar Negeri.

12.Kerjasama kabupaten/kota dengan BUMN/BUMD

Kabupaten BUMN/

(22)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota dengan BUMN/BUMD, dikembangkan untuk mempercepat pelayanan, memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan, alih teknologi, memperluas layanan, meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan, dan memacu dinamika sosial masyarakat.

13.Kerjasama Antar Negara (Pemerintah)

Provinsi/

(23)

Kerjasama antar negara yang tidak berdekatan juga sangat mungkin dilaksanakan seperti yang pernah dilaksanakan yaitu kerjasama pengelolaan Danau Vermonth dengan Danau Toba.

14.Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal

B K K S I

Forum Badan Kerjasama B K P

DPRD Provinsi

A P P S I

APEKSI

ADEKSI

(24)
(25)

BAB VII

PRINSIP DAN PROSES KERJASAMA

1. Dalam menjalin Kerjasama Antar Daerah hendaknya selalu menjalankan dengan konsisten prinsip-prinsip;

(a) transparansi. (b) akuntabilitas. (c) partisipatif.

(d) saling menguntungkan dan memajukan. (e) kerjasama dibangun untuk kepentingan umum.

(f) keterkaitan yang dijalin atas dasar saling membutuhkan.

(g) keberadaan kerjasama saling memperkuat pihak-pihak yang terlibat.

(h) kepastian hukum.

(i) tertib penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

2. Proses Kerjasama Antar Daerah hendaknya dilakukan melalui tahapan: (a) pertemuan awal beberapa Kepala Daerah,

(b) studi kelayakan bersama,

(c) negosiasi substansi yang akan dikerjasamakan,

(d) penanda tanganan Keputusan Bersama/MoU/Perjanjian Kerjasama, (e) penyusunan master plan/action plan,

(26)

3. Badan Kerjasama yang dibentuk dapat bersifat: (a) Permanen yang dikelola secara profesional dan

(b) ex oficio berdasarkan kedudukan pejabat yang menangani kerjasama.

Dalam pembentukan struktur organisasi dapat diisi oleh petugas yang memiliki kompetensi teknis operasional dan kompetensi manajerial sesuai dengan tuntutan jabatan. Dalam hal ini Pemerintah Daerah dapat berperan dan melakukan koordinasi antar daerah melalui wadah Dewan Eksekutif.

(27)

BAB VIII

PENUTUP

Meskipun berbagai jenis kegiatan kerjasama dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi menurut hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri (2005) tentang penataan ekonomi daerah, kerjasama antar daerah yang telah dilakukan masih relatif sedikit. Beberapa jenis kegiatan pembangunan dan pelayanan publik yang dapat dikerjasamakan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama dalam kegiatan penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil.

Jenis kegiatan yang pengelolaannya dapat dilakukan secara kerjasama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah terpencil antara lain; penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan, penyediaan kebutuhan air bersih, penyediaan kebutuhan penerangan (listrik), pembangunan sarana jalan dan irigasi, dan lain sebagainya.

(28)

yang dilakukan dapat berupa pola pembiayaan bersama (cost sharing system).

2. Kerjasama dalam pengelolaan perbatasan antar daerah

Jenis kerjasama ini terutama dilakukan oleh provinsi yang saling berbatasan, kabupaten/kota yang saling berbatasan. Kegiatan kerjasama yang dilakukan khususnya dalam penentuan batas wilayah antar provinsi ataupun batas wilayah antar kabupaten/kota. Pihak yang bekerja sama sepakat menanggulangi pembiayaan dalam menentukan tapal batas wilayah (patok batas wilayah). Selanjutnya kegiatan kerjasama dapat ditingkatkan dalam penyediaan pelayanan publik di wilayah perbatasan dengan model kerjasama pula.

3. Kerjasama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam

(29)

kabupaten/kota yang lokasinya saling berdekatan dan terletak dalam suatu garis pantai yang sama.

4. Kerjasama dalam pengelolaan sektor pertanian

Kerjasama antar daerah yang dapat dilakukan antara lain; kerjasama untuk subsektor perkebunan, subsektor perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Misalnya untuk pengelolaan pasca panen komoditas jagung, dua daerah yang berbatasan dapat membangun secara bersama sarana pengering jagung (silo) dan gudang penyimpanan jagung. Lokasinya ditentukan diperbatasan dua daerah tersebut dimana masyarakatnya banyak yang bercocok tanam jagung.

5. Kerjasama dalam kegiatan sektor perdagangan dan promosi daerah

Referensi

Dokumen terkait

Tabungan Haji pada Bank Jatim adalah tabungan perorangan dalam mata uang rupiah sebagai simpanan atau tabungan yang diperuntukkan kepada. nasabah atau calon jamaah haji yang

hukum kewarisan menurut Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)

Tidak jauh berbeda pendapat AKP Syakir Arman, Frederikus Denny Christyanto dan Nafi Alrasyid dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur,

Katarak senile biasa timbul sesudah usia 50 tahun, namun juga dapat terjadi pada umur kurang dari 40 tahun, hampir selalu mengenai kedua mata walaupun yang

Memorandum Saling Pengertian (MSP) ini bertujuan untuk meningkatkan relevansi akademik bidang ekonomi digital melalui pengembangan para pelatih ahli dalam

Perusahaan bisnis adalah suatu sistem fisik yang berada pada satu atau lebih sistem lingkungan yang lebih besar atau super sistem... Perusahaan adalah sub-sistem di

Menurut salah seorang pakar bangunan Bali, Rumawan Salain (Bali Post, minggu 4 juni 2006) menyatakan kekuatan bangunan tradisional Bali terhadap guncangan gempa adalah akibat

Menentukan metode atau kegiatan belajar merupakan langkah penting yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan. Untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuatu materi