• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multi-Drug Resistance (MDR) pada Penderita tuberkulosis Paru dengan Diabetes Melitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Multi-Drug Resistance (MDR) pada Penderita tuberkulosis Paru dengan Diabetes Melitus"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN DIABETES MELITUS

Nama : SIMION SEMBIRING

Program Studi : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PARU

Menyetujui Pembimbing:

Dr.H.Hilaluddin S,Sp.P,DTM&H NIP. 130 365 290

Koordinator penelitian Ketua program studi Ketua departemen Ilmu Dep.Ilmu Peny.Paru Dep. Ilmu Peny.Paru Penyakit paru

(2)

TESIS

PPDS ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

1. Judul Tesis : MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DENGAN

DIABETES MELITUS

2. Nama peneliti : dr. Simion Sembiring

3. NIP : 140351059

4. Pangkat / Golongan : Penata Muda / III a

5. Fakultas : Kedokteran Universitas sumatera utara 6. Jurusan : Ilmu Penyakit Paru

7. Jangka waktu : 6 bulan

8. Lokasi penelitian : SMF Paru RSUP.H.Adam Malik Medan, Puskesmas Kampung Lalang dan Laboratorium Mikrobiologi FK-USU.

(3)

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Oleh

SIMION SEMBIRING

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU

(4)

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU

Oleh

SIMION SEMBIRING

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU

FK. USU / RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(5)

PERNYATAAN

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2007

(6)

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR dengan diabetes melitus pada penderita tuberkulosis paru yang disertai diabetes melitus

Metode : Cross Sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling yaitu pemilihan subjek penelitian secara berurutan, semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan disertakan sebagai sampel. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan uji resistensi di Laboratorium Mikrobiologi FK USU Medan

Hasil : Hasil dari 50 subjek yang diteliti yang terdiri dari 25 orang (50%) penderita TB paru dengan DM dan 25 orang (50%) penderita TB paru tanpa DM didapatkan perbedaan bermakna diantara kedua kelompok. Pada penderita TB paru dengan DM dijumpai MDR-TB sebanyak 8 orang dan pada kelompok penderita TB paru tanpa DM dijumpai MDR-TB sebanyak 1 orang. (p=0,01). Resiko Relatif terjadinya MDR-TB pada penderita TB paru dengan DM adalah 11,3 kali.

Kesimpulan : Dijumpai hubungan bermakna antara MDR-TB dengan DM pada penderita tuberkulosis paru yang disertai DM

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, yang oleh karena kasih dan karuniaNya tulisan akhir dengan judul ” Multi-Drug Resistance (MDR) pada Penderita Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Melitus” ini dapat diselesaikan.

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan cenderung terjadi peningkatan jumlah penderita. Bersamaan dengan peningkatan kasus TB terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten terhadap beberapa obat anti TB. Penderita TB cenderung reaktivasi dan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan keadaan itu adalah diabetes melitus. Untuk itu penulis melakukan penelitian ini karena ingin mengetahui apakah ada hubungan antara MDR dan diabetes melitus pada penderita tuberkulosis paru yang diisertai diabetes melitus.

Tulisan ini merupakan tugas akhir yang merupakan syarat dalam penyelesaian pendidikan spesialisasi Ilmu Penyakit Paru di Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU/SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat .

(8)

Prof.Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU/SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan, yang telah menyediakan waktu memberikan bimbingan, pengarahan dan Ilmu dan pengalaman klinis serta bronkoskopi, yang sangat besar nilainya kepada saya khususnya dan kami seluruh PPDS paru.

Dr. Zainuddin Amir, Sp.P (K) sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU/SMF paru RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama saya menjalani Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di FK-USU/SMF Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Paru sekaligus sebagai pembimbing saya di dalam tulisan akhir ini yang dengan penuh perhatian telah memberi bimbingan dan saran selama saya mengikuti pendidikan sampai penyelesaian tulisan akhir ini.

Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Paru yang banyak memberikan motivasi dan saran serta nasehat yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini.

(9)

bimbingan terutama di bidang asma serta tata cara membuat tulisan ilmiah yang baik.

Dr. Sumarli, Sp.P (K) , Dr. RS. Parhusip,Sp.P(K), Dr. H. Sugito, Sp.P(K) yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, pengalaman klinis selama beliau mengabdi di bagian paru hingga pensiun.

Dr. Usman, Sp.P, Dr. Fajrinur, Sp.P, Dr. P.S. Pandia, Sp.P, Dr. Parluhutan Siagian, Sp.P, Dr. Amira P.Tarigan,Sp.P, Dr. Bintang YM.

Sinaga, Sp.P, Dr. Supiono, Sp.P, yang telah memberikan masukan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah membimbing penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD.Dr. Pirngadi Medan, Kepala BP4 Medan, Kepala RS. Tembakau Deli Medan, Direktur RSU Materna Medan yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi paru.

(10)

Rasa hormat dan terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada bapak saya P Sembiring dan ibu saya L br Bukit yang telah membesarkan, mendidik, memberikan doa dan bantuan moril maupun materil sehingga saya menjadi dokter spesialis.

Rasa hormat saya terhadap kedua mertua saya Drs. M Munthe / R. Br. Berutu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama saya menjalani pendidikan spesialisasi.

Kepada istriku tercinta Vera Ida Munthe SSi dan anakku tersayang Nanda dan Aldo saya ucapkan terima kasih atas pengertian, kesabaran dan pengorbanannya selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi. Akhirnya penulis berharap tulisan akhir ini dapat bermanfaat untuk pendidikan dan mohon maaf jika ada kesalahan dan kesilapan yang penulis lakukan.

Medan, Juni 2007 Penulis,

Simion Sembiring

(11)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

IDENTITAS

• Nama : dr. Simion Sembiring

• Tempat/Tgl Lahir : Sampun, 31 Mei 1968

• Agama : Kristen Protestan • Pekerjaan : PNS

• NIP : 140351059

• Alamat : Jl. Letjen Jamin Ginting No 757 Medan

KELUARGA

Istri : Vera Ida Munthe, SSi Anak : 1. Nicholas Prananda Sembiring

2. Reynaldo Gilbert Sembiring

PENDIDIKAN

1. SD Negeri Sampun Kab. Karo : Ijazah 1981 2. SMPN-8 Medan : Ijazah 1984 3. SMAN-1 Medan : Ijazah 1987 4. Fakultas Kedokteran USU : Ijazah 1995 RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT di Puskesmas Munte Kab. Karo 2. PNS di RSUD Kupang - NTT

(12)

PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI

2. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara

KARYA ILMIAH

1. Menyajikan makalah pada Konas X PDPI Solo 2005

LATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Workshop USG Pleura di Konas IX PDPI Medan 2002

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH 1. Panitia Konas IX Medan 2002

2. Temu Ilmiah PDPI Medan 2003 3. Seminar TB Medan 2004

(13)

DAFTAR ISI

2.1. Multi-Drug Resistance Tuberculosis ... 6

2.2. Epidemiologi ... 7

2.3. Resistensi Mikroba... 9

2.4. Penyebab MDR-TB... 17

2.5. Hubungan DM dan MDR-TB ... 19

2.6. Diagnosis MDR-TB ... 21

2.7. Pengendalian MDR-TB ... 22

(14)

3.9. Definisi Operasional ... 28

3.10. Cara Kerja ... 29

3.11. Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………. 31

4.1. Hasil Penelitian ... 31

4.1.1. Hubungan antara penderita TB paru dengan MDR ... 31

4.1.2. Distribusi penderita TB paru menurut umur ... 32

4.1.3. Distribusi penderita TB paru menurut jenis kelamin ... 33

4.1.4. Distribusi penderita TB paru menurut pendidikan ... 34

4.1.5. Distribusi penderita TB paru menurut penghasilan... 35

4.1.6. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM dengan MDR ... 4.1.7. Distribusi penderita TB menurut resistensi OAT... 37

4.2. Pembahasan Penelitian ... 39

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Resistensi obat primer secara global ... 7

Tabel 2. Resistensi obat sekunder secara global... 8

Tabel 3. Distribusi penderita TB paru menurut MDR ... 31

Tabel 4. Distribusi penderita TB paru menurut umur ... 32

Tabel 5. Distribusi penderita TB paru menurut jenis kelamin ... 33

Tabel 6. Distribusi penderita TB paru menurut pendidikan ... 34

Tabel 7. Distribusi penderita TB paru menurut penghasilan ... 35

Tabel 8. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM dengan MDR ... 37

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(17)

DAFTAR SINGKATAN

TB : Tuberkulosis

WHO : Word Health Organization

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga BTA : Basil Tahan Asam

OAT : Oral Anti Tuberkulosis MDR : Multi Drug Resistance DM : Diabetes Melitus

IUTLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

RS : Rumah Sakit

RTF : Resistance Transfer Factor RNA : Ribonucleic Acid

DNA : Deoxiribonucleic Acid LCR : ligase Chain Reaction PCR : Polymerase Chain Reaction

RFLP : Restriction Fragment Length Polymorphism LIPA : Line Probe Assay

MGIT : Micobacteria Growth Indicator Tube

(18)

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Oleh

SIMION SEMBIRING

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU

FK. USU / RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(19)

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Paru Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-USU

Oleh

SIMION SEMBIRING

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU

(20)

PERNYATAAN

MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU

DENGAN DIABETES MELITUS

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang

secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2007

(21)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU DENGAN DIABETES MELITUS

Nama : SIMION SEMBIRING

Program Studi : PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PARU

Menyetujui

Pembimbing:

Dr.H.Hilaluddin S,Sp.P,DTM&H NIP. 130 365 290

Koordinator penelitian Ketua program studi Ketua departemen Ilmu Dep.Ilmu Peny.Paru Dep. Ilmu Peny.Paru Penyakit paru

(22)

TESIS

PPDS ILMU PENYAKIT PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

1. Judul Tesis : MULTI-DRUG RESISTANCE (MDR) PADA PENDERITA

TUBERKULOSIS PARU DENGAN DIABETES MELITUS

2. Nama peneliti : dr. Simion Sembiring

3. NIP : 140351059

4. Pangkat / Golongan : Penata Muda / III a

5. Fakultas : Kedokteran Universitas sumatera utara

6. Jurusan : Ilmu Penyakit Paru

7. Jangka waktu : 6 bulan

8. Lokasi penelitian : SMF Paru RSUP.H.Adam Malik Medan,

Puskesmas Kampung Lalang dan Laboratorium

Mikrobiologi FK-USU.

(23)

ABSTRAK

Tujuan : Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR dengan diabetes melitus pada penderita tuberkulosis paru yang disertai diabetes melitus

Metode : Cross Sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling yaitu pemilihan subjek penelitian secara berurutan, semua subjek yang memenuhi

kriteria pemilihan disertakan sebagai sampel. Sampel yang didapat dilakukan

pemeriksaan uji resistensi di Laboratorium Mikrobiologi FK USU Medan

Hasil : Hasil dari 50 subjek yang diteliti yang terdiri dari 25 orang (50%) penderita TB paru dengan DM dan 25 orang (50%) penderita TB paru tanpa

DM didapatkan perbedaan bermakna diantara kedua kelompok. Pada

penderita TB paru dengan DM dijumpai MDR-TB sebanyak 8 orang dan

pada kelompok penderita TB paru tanpa DM dijumpai MDR-TB sebanyak 1

orang. (p=0,01). Resiko Relatif terjadinya MDR-TB pada penderita TB paru

dengan DM adalah 11,3 kali.

Kesimpulan : Dijumpai hubungan bermakna antara MDR-TB dengan DM pada penderita tuberkulosis paru yang disertai DM

(24)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Pengasih, yang oleh karena kasih dan karuniaNya tulisan akhir dengan

judul ” Multi-Drug Resistance (MDR) pada Penderita Tuberkulosis Paru

dengan Diabetes Melitus” ini dapat diselesaikan.

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan

cenderung terjadi peningkatan jumlah penderita. Bersamaan dengan

peningkatan kasus TB terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten

terhadap beberapa obat anti TB. Penderita TB cenderung reaktivasi dan

salah satu kondisi yang dapat menyebabkan keadaan itu adalah diabetes

melitus. Untuk itu penulis melakukan penelitian ini karena ingin mengetahui

apakah ada hubungan antara MDR dan diabetes melitus pada penderita

tuberkulosis paru yang diisertai diabetes melitus.

Tulisan ini merupakan tugas akhir yang merupakan syarat dalam

penyelesaian pendidikan spesialisasi Ilmu Penyakit Paru di Departemen Ilmu

Penyakit Paru FK-USU/SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan. Penulis

menyadari dalam pembuatan karya tulis ini terdapat kekurangan, namun

penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat .

Selama mengikuti pendidikan di Bagian Ilmu Penyakit Paru, penulis

(25)

kesemuanya itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Prof.Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Ilmu

Penyakit Paru FK-USU/SMF Paru RSUP.H. Adam Malik Medan, yang telah

menyediakan waktu memberikan bimbingan, pengarahan dan Ilmu dan

pengalaman klinis serta bronkoskopi, yang sangat besar nilainya kepada

saya khususnya dan kami seluruh PPDS paru.

Dr. Zainuddin Amir, Sp.P (K) sebagai Sekretaris Departemen Ilmu

Penyakit Paru FK-USU/SMF paru RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah

banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama saya menjalani

Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di FK-USU/SMF Paru RSUP. H. Adam

Malik Medan.

Dr. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P, sebagai Ketua Program Studi

Ilmu Penyakit Paru sekaligus sebagai pembimbing saya di dalam tulisan akhir

ini yang dengan penuh perhatian telah memberi bimbingan dan saran selama

saya mengikuti pendidikan sampai penyelesaian tulisan akhir ini.

Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu

Penyakit Paru yang banyak memberikan motivasi dan saran serta nasehat

yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan ini.

Dr. Widirahardjo S., Sp.P, yang telah banyak memberikan ilmu dan

(26)

Dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K), sebagai koordinator penelitian

Departemen Ilmu Penyakit Paru yang telah banyak memberikan bimbingan

terutama di bidang asma serta tata cara membuat tulisan ilmiah yang baik.

Dr. Sumarli, Sp.P (K) , Dr. RS. Parhusip,Sp.P(K), Dr. H. Sugito, Sp.P(K)

yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, pengalaman klinis

selama beliau mengabdi di bagian paru hingga pensiun.

Dr. Usman, Sp.P, Dr. Fajrinur, Sp.P, Dr. P.S. Pandia, Sp.P, Dr.

Parluhutan Siagian, Sp.P, Dr. Amira P.Tarigan,Sp.P, Dr. Bintang YM. Sinaga,

Sp.P, Dr. Supiono, Sp.P, yang telah memberikan masukan dan bimbingan

selama penulis mengikuti pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah

membimbing penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dekan Fakultas

Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP.H. Adam Malik Medan, Direktur

RSUD.Dr. Pirngadi Medan, Kepala BP4 Medan, Kepala RS. Tembakau Deli

Medan, Direktur RSU Materna Medan yang telah memberikan kesempatan

dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi

paru.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta

program pendidikan spesialisasi Ilmu Penyakit Paru FK-USU serta pegawai

(27)

inap paru RSUP.H. Adam Malik Medan atas kerjasama yang baik selama

penulis menjalani pendidikan.

Rasa hormat dan terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada

bapak saya P Sembiring dan ibu saya L br Bukit yang telah membesarkan,

mendidik, memberikan doa dan bantuan moril maupun materil sehingga

saya menjadi dokter spesialis.

Rasa hormat saya terhadap kedua mertua saya Drs. M Munthe / R. Br.

Berutu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama saya menjalani

pendidikan spesialisasi.

Kepada istriku tercinta Vera Ida Munthe SSi dan anakku tersayang Nanda

dan Aldo saya ucapkan terima kasih atas pengertian, kesabaran dan

pengorbanannya selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.

Akhirnya penulis berharap tulisan akhir ini dapat bermanfaat untuk

pendidikan dan mohon maaf jika ada kesalahan dan kesilapan yang penulis

lakukan.

Medan, Juni 2007

Penulis,

(28)
(29)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

IDENTITAS

• Nama : dr. Simion Sembiring

• Tempat/Tgl Lahir : Sampun, 31 Mei 1968

• Agama : Kristen Protestan • Pekerjaan : PNS

• NIP : 140351059

• Alamat : Jl. Letjen Jamin Ginting No 757 Medan

KELUARGA

Istri : Vera Ida Munthe, SSi

Anak : 1. Nicholas Prananda Sembiring

2. Reynaldo Gilbert Sembiring

PENDIDIKAN

1. SD Negeri Sampun Kab. Karo : Ijazah 1981

2. SMPN-8 Medan : Ijazah 1984

3. SMAN-1 Medan : Ijazah 1987

4. Fakultas Kedokteran USU : Ijazah 1995

RIWAYAT PEKERJAAN

(30)

2. PNS di RSUD Kupang - NTT

3. Dokter peserta PPDS Ilmu Penyakit Paru FK USU Medan

PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI

2. Anggota Muda PDPI Cabang Sumatera Utara

KARYA ILMIAH

1. Menyajikan makalah pada Konas X PDPI Solo 2005

LATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Workshop USG Pleura di Konas IX PDPI Medan 2002

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH 1. Panitia Konas IX Medan 2002

2. Temu Ilmiah PDPI Medan 2003

3. Seminar TB Medan 2004

4. Konker X PDPI Padang 2004

5. Konas X PDPI Solo 2005

6. TB Day FK USU-PDPI 2006

7. Konker PDPI Batam 2006

(31)
(32)

DAFTAR ISI 2.1. Multi-Drug Resistance Tuberculosis ... 6 2.2. Epidemiologi ... 7 2.3. Resistensi Mikroba... 9 2.4. Penyebab MDR-TB... 17 2.5. Hubungan DM dan MDR-TB ... 19 2.6. Diagnosis MDR-TB ... 21 2.7. Pengendalian MDR-TB ... 22

(33)

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26

4.1.1. Hubungan antara penderita TB paru dengan

MDR ... 31 4.1.2. Distribusi penderita TB paru menurut umur ... 32

4.1.3. Distribusi penderita TB paru menurut jenis kelamin ... 33

4.1.4. Distribusi penderita TB paru menurut pendidikan 34

4.1.5. Distribusi penderita TB paru menurut

penghasilan... 35 4.1.6. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang

disertai DM dengan MDR ...

4.1.7. Distribusi penderita TB menurut resistensi OAT 37

4.2. Pembahasan Penelitian ... 39

(34)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Resistensi obat primer secara global ... 7

Tabel 2. Resistensi obat sekunder secara global... 8

Tabel 3. Distribusi penderita TB paru menurut MDR ... 31

Tabel 4. Distribusi penderita TB paru menurut umur ... 32

Tabel 5. Distribusi penderita TB paru menurut jenis kelamin ... 33

Tabel 6. Distribusi penderita TB paru menurut pendidikan ... 34

Tabel 7. Distribusi penderita TB paru menurut penghasilan ... 35

Tabel 8. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM

dengan MDR ... 37

(35)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme terjadinya MDR-TB……… 13

(36)

DAFTAR SINGKATAN

TB : Tuberkulosis

WHO : Word Health Organization

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

BTA : Basil Tahan Asam

OAT : Oral Anti Tuberkulosis

MDR : Multi Drug Resistance

DM : Diabetes Melitus

IUTLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

RS : Rumah Sakit

RTF : Resistance Transfer Factor

RNA : Ribonucleic Acid

DNA : Deoxiribonucleic Acid

LCR : ligase Chain Reaction

PCR : Polymerase Chain Reaction

RFLP : Restriction Fragment Length Polymorphism

LIPA : Line Probe Assay

MGIT : Micobacteria Growth Indicator Tube

(37)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.1 WHO

memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di

dunia ini, dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang

akan terinfeksi oleh tuberkulosis. Pada tahun 1990 tercatat ada lebih dari 45

juta kematian di dunia ini karena berbagai sebab, dimana 3 juta diantaranya

(7%) terjadi karena tuberkulosis. Selain itu, 25% dari seluruh kematian yang

sebenarnya dapat dicegah terjadi akibat tuberkulosis.2,3

Penyakit tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan di

Indonesia.4 Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk kasus

tuberkulosis setelah India dan Cina.1,5 Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernapasan pada semua kelompok umur dan nomor satu dari

(38)

diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru

TB paru BTA positif.4 Menurut laporan terbaru WHO diperkirakan terdapat

557 ribu kasus baru TB pada tahun 2002, namun data terakhir tahun 2003

angka penderita TB di Indonesia terus meningkat.6 Bersamaan dengan

meningkatnya kasus TB, terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten

terhadap beberapa obat antituberkulosis (OAT) termasuk resistensi terhadap

obat isoniazid (INH) dan rifampisin dengan atau tanpa resistensi obat lain.7

Multi Drug Resistant (MDR) TB menjadi masalah besar di dalam

pengobatan tuberkulosis sekarang ini. WHO memperkirakan bahwa terdapat

50 juta orang di dunia telah terinfeksi oleh kuman yang resisten terhadap

OAT dan dijumpai 273.000 (3,1 %) dari 8,7 juta kasus baru tuberkulosis pada

tahun 2000 disebabkan oleh MDR-TB.8

Laporan yang pertama tentang resistensi ganda ini datang dari Amerika

Serikat, khususnya pada penderita TB dan AIDS, yang ternyata menimbulkan

angka kematian yang amat tinggi, dalam waktu yang amat singkat.

Diperkirakan hanya 4 sampai 16 minggu lamanya antara diagnosis sampai

terjadinya kematian. Laporan kemudian berdatangan dari berbagai rumah

sakit dan penjara, mula-mula dari daerah New York dan kemudian dari

berbagai negara, dari Hongkong menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20

% infeksi tuberkulosis terjadi dari kuman yang telah resisten. Laporan dari

Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru yang diteliti

(39)

resistensi terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6 %, tiga macam

obat 3,9 % dan empat macam obat adalah 2,8 %. Di Pakistan resistensi

terhadap rifampisin, INH dan etambutol dilaporkan masing-masing adalah

17,7 %, 14,7 % dan 8,7 %.3

Di India resistensi terhadap INH dan streptomisin adalah 13,9 % dan 7,4

%, sementara terhadap dua obat atau lebih adalah 41%.3 Di Indonesia pola

MDR-TB di Rumah Sakit Persahabatan tahun 1996 dan 1997 sebesar 5,8%

menjadi 4,85% (resistensi primer) serta 24,45% menjadi 41,60% (resistensi

sekunder).7 Penderita tuberkulosis cenderung terjadi reaktivasi dan salah

satu kondisi yang dapat menyebabkan reaktivasi ini adalah diabetes melitus.

Dari penelitian secara retrospektif (1987-1997) yang dilakukan oleh Bashar

dkk. didapatkan angka MDR-TB pada penderita tuberkulosis dengan diabetes

sebesar 36 %. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Suradi dkk. di

Surakarta tahun 2002 didapat angka MDR-TB pada penderita tuberkulosis

dengan diabetes sebesar 33,3 %.7,9

Penelitian ini dilakukan untuk dapat memahami hubungan antara penyakit

tuberkulosis dan diabetes mellitus terutama yang sudah mengalami resistensi

obat ganda.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

(40)

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR dengan DM pada

penderita TB paru yang disertai DM

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR-TB dengan DM pada

penderita TB paru yang disertai DM

b. Untuk mengetahui adanya hubungan antara umur dengan MDR-TB

pada penderita TB paru yang disertai DM

c. Untuk mengetahui adanya hubungan antara jenis kelamin dengan

MDR-TB pada penderita TB paru yang disertai DM

d. Untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan

MDR-TB pada penderita TB paru yang disertai DM

1.4. HIPOTESIS

Ada hubungan antara MDR dengan diabetes melitus pada penderita

tuberkulosis paru yang disertai dengan diabetes melitus

1.5. MANFAAT PENELITIAN

a. Dengan penelitian ini diharapkan dokter yang merawat penderita

tuberkulosis yang disertai dengan diabetes melitus waspada akan

(41)

b. Sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pemberantasan

tuberkulosis, apakah semua penderita tuberkulosis dengan diabetes

melitus harus memeriksakan uji resistensi sebelum mendapat

(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS

Multidrug Resistant Tuberculosis ( resistensi ganda terhadap obat TB)

didefenisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis

yang resisten paling sedikit terhadap obat rifampisin dan isoniazid dengan

atau tanpa resisten terhadap obat lain.3,8,10,11,12,13,14 Faktor risiko terjadinya

MDR – TB yang diterima secara luas adalah akibat pemberian obat anti

tuberkulosis sebelumnya, bertempat tinggal di daerah endemik penderita

MDR – TB dan berhubungan erat dengan penderita MDR – TB.5

MDR – TB bukan hal yang baru tetapi merupakan fenomena alami serta

penyakit iatrogenic yang timbul karena pengobatan yang tidak adekuat.15

Secara klinis resistensi TB dibagi atas 2 jenis yaitu resistensi primer dan

resistensi sekunder. Resistensi primer adalah dijumpai kuman M.

Tuberculosis yang resisten pada pasien yang belum pernah mendapat OAT

ataupun sudah pernah mendapat pengobatan OAT tapi kurang dari satu

bulan. Resistensi sekunder adalah resistensi yang terjadi pada penderita

(43)

2.2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian MDR – TB tidak merata di seluruh belahan dunia. Dari laporan

survei yang dilakukan WHO tahun 1994 -1999 diperkirakan 70 % kasus baru

MDR – TB terjadi hanya pada 10 negara, sehingga kasus MDR – TB ini lebih

dianggap menjadi masalah lokal. Sedangkan laporan yang dibuat oleh

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang

melakukan survei pada tahun 1994 -1997 terhadap 35 negara, dijumpai

bahwa resistensi obat anti tuberkulosis terdapat di seluruh negara yang

disurvei. Hal ini mengarahkan bahwa kasus MDR-TB ini merupakan masalah

global.22 Survei yang dilakukan pada 54 negara antara tahun 1996 -1999

didapatkan bahwa angka resistensi tertinggi dijumpai di Estonia (36,9%),

diikuti oleh propinsi Henan di Cina (35%), Ivanovo Oblast di Federasi Rusia

(32,4%) dan Latvia (29,9%).8 Hasil survei yang dilakukan WHO mengenai

prevalensi resistensi obat secara global dapat dilihat pada tabel berikut :18

Tabel 1. Resistensi Obat Primer Secara Global 18

(44)

Tabel 2. Resistensi Obat Sekunder Secara Global 18

Beberapa negara yang menjadi ”hot spot” MDR-TB mempunyai angka

prevalensi MDR-TB yang tinggi dan dapat mengancam keberhasilan program

penanggulangan MDR-TB. Negara yang termasuk di dalamnya adalah

Estonia, Latvia di Eropa; Argentina dan Repoblik Dominika di Amerika; serta

Cote d’Ivoire di Afrika.22 Penelitian yang dilakukan oleh Tsao dkk. di Chang

Gung Memorial Hospital Taiwan pada tahun1992-1996 didapatkan 28%-29%

resisten terhadap paling sedikit dua jenis obat.24 Penelitian yang dilakukan

oleh Alicia dkk. di Pilipina tahun 1999 didapatkan angka resistensi sebesar

17,6%, termasuk 14,9% terhadap isoniazid, 4,3% terhadap rifampisin, 6,4%

terhadap streptomisin dan 1,1% terhadap etambutol dan pirazinamid,

sedangkan angka MDR-TB didapatkan 4,3%.25 Penelitian terbaru yang

dilakukan di Gujarat India didapatkan angka MDR – TB sebesar 35,2%.22 Di

(45)

% menjadi 4,85% (resistensi primer) serta 24,45% menjadi 41,60%

(resistensi sekunder), sedang di BP4 Surakarta selama 5 tahun (1996-2000)

rata-rata resistensi primer 0,18% dan resistensi sekunder 15,51%.7 Penelitian

yang dilakukan oleh Bashar dkk. di Bellevue Hospital Center New York

dijumpai 36% kasus MDR pada penderita TB dengan DM dibandingkan

dengan 10% kasus MDR pada penderita TB tanpa DM.9 Sedangkan

penelitian yang dilakukan Suradi dkk. di Surakarta didapatkan 33% kasus

MDR pada penderita TB dengan DM dibandingkan dengan 3,3% pada

penderita TB tanpa DM.7

2.3. RESISTENSI MIKROBA

Resistensi sel mikroba merupakan suatu sifat tidak terganggunya

kehidupan sel mikroba oleh antimikroba.21 Secara umum resistensi dapat

diartikan suatu keadaan dimana organisme secara normal mempunyai

kemampuan untuk menentang agen di sekitarnya yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah. Pada keadaan tertentu,

apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak terjadi

sama sekali, maka dinyatakan bahwa antibiotika tersebut telah resisten

(46)

2.3.1. Mekanisme Resistensi Mikroba a. Resistensi Alamiah

Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba

terhadap antimikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik.

Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi

kromosom dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat

menyebabkan suatu mikroba sejak awal resistensi terhadap suatu

antimikroba. Resistensi ini disebut resistensi genetika atau resistensi bawaan

atau resistensi alamiah.21,22,23

b. Resistensi Didapat

Mikroba yang semula peka terhadap suatu antimikroba dapat berubah

sifat genetiknya menjadi kurang atau tidak peka. Perubahan sifat genetik

terjadi karena kuman memperoleh elemen genetik yang membawa sifat

resisten. Resistensi ini disebut dengan resistensi didapat (acquired resistant).

Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi yang

dipindahkan (transferred resistant), dapat juga terjadi akibat mutasi genetik

spontan atau akibat rangsangan anti mikroba (induced resistant).21,22,23

Kemampuan bakteri resistensi untuk tetap tumbuh dan multifikasi

dengan kehadiran antimikroba menggambarkan adanya perbedaan genetika

(47)

perubahan genetika dari bakteri yang sensitif menjadi bakteri yang resisten

terhadap anti biotika belum dapat dijelaskan secara pasti.22

Dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga yang sensitif

terhadap suatu antimikroba menjadi resisten. Dengan adanya antimikroba

tersebut terjadi seleksi, strain yang masih sensitif terbasmi, sehingga berakhir

dengan terbentuknya populasi resisten.23

Mikroba dapat berubah resisten akibat memperoleh suatu elemen

pembawa faktor resisten. Faktor ini mungkin didapat dengan cara

transformasi, transduksi atau konyugasi. Dengan transformasi, mikroba

menginkorporasi faktor-faktor langsung dari media disekitarnya

(lingkungannya). Pada transduksi, faktor resistensi dipindahkan dari suatu

mikroba resisten ke mikroba sensitif dengan perantara bakteriofag. Dalam hal

ini yang dipindahkan adalah suatu komponen DNA dari kromosom yang

mengandung faktor resisten tersebut. Dengan konyugasi terbentuk hubungan

langsung antara isi sel bakteri khususnya komponen yang membawa faktor

resistensi. Faktor resistensi yang dipindahkan terdapat dalam dua bentuk

yaitu plasmid dan episom. Plasmid merupakan suatu elemen genetik

(DNA-plasmid) yang terpisah dari DNA-kromosom, jadi merupakan suatu DNA non

kromosom. Tidak semua plasmid dapat dipindahkan. Yang dapat

dipindahkan adalah plasmid faktor R, disebut plasmid penular (infectious

(48)

terjadinya perpindahan faktor R. Masing-masing unit-r membawa sifat

resistensi terhadap satu unit mikroba. Dengan demikian berbagai unit-r pada

1 plasmid faktor R membawa sifat resistensi terhadap berbagai anti mikroba

sekaligus.21

2.3.2. Mekanisme Resistensi Mycobacterium Tuberculosis

Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika

dimana resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau

konyugasi gen, resistensi yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis

adalah pada mutasi kromosom utama.23Basil tuberkulosis mempunyai

kemampuan secara spontan melakukan mutasi kromosom yang

mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap obat antimikroba. Mutasi

yang terjadi adalah unlinked, oleh karenanya resistensi obat yang terjadi

biasanya tidak berkenaan dengan obat yang tidak berhubungan. Munculnya

resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumya, bukan

perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi

yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan

tuberkulosis modern.17,24

Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan

diseleksi oleh pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak

adekuat ini meliputi penggunaan satu macam obat saja (direct monotherapy)

(49)

terhadap satu macam obat saja, sebagai hasilnya timbul resistensi sekunder

terhadap satu obat. Mutasi yang baru pada populasi basil yang berkembang

ini akhirnya dapat menimbulkan MDR apabila pengobatan yang tidak adekuat

dilanjutkan. Penderita tuberkulosis dengan resistensi sekunder bisa

menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada orang lain yang

kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti

resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi

penyebaran penyakit resisten obat pada masyarakat.25

Mutasi alam

(50)

2.3.3. Resistensi Terhadap INH

Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic

acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide.

Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme

terjadinya resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa

isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang

diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis.

Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk

isoniazid aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan

enzim catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang

dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat

mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain kuman TB

merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi

gen inhA yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB

akan menjadikan kuman resisten terhadap isoniazid.16,23,26,27,28

2.3.4. Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan

berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah

pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten

(51)

MDR – TB sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten

terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid.12,23,26

2.3.5. Resistensi Terhadap Pirazinamid

Pirazinamid dengan struktur kimia yang sama dengan nikotinamid, sejak

tahun 1952 telah diketahui sebagai obat antituberkulosis, tetapi menjadi

komponen yang penting OAT jangka pendek baru pada pertengahan tahun

1980-an. Pirazinamid aktif menyerang semi dorman kuman TB yang mana

efek tersebut tidak dimiliki oleh obat lain, disamping mempunyai daya kerja

sinergis yang sangat kuat bersama isoniazid dan rifampisin sebagai

kemoterapi dalam pengobatan TB, sehingga bisa mengurangi jangka waktu

pengobatan dari 9 sampai 12 bulan menjadi 6 bulan. Pirazinamid sama

seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB, namun

mekanisme kerjanya yang benar-benar pasti belum diketahui. Pirazinamid

hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan

nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam

mengubah pirazinamid menjadi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang

mengisolasi gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim amidase,

menunjukkan mutasi gen pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya

(52)

2.3.6. Resistensi Terhadap Etambutol

Etambutol dengan rumus kimia dextro-2,2’-(ethildimino)-di-1 onol adalah

senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikroba. Sampai sekarang

mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum diketahui

secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan

bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol

mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat

arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan

dan lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata

berhubungan dengan perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase,

dengan kode protein embA, embB dan embC. Protein ini berperan dalam

produksi komponen dinding sel arabinogalactan dan lipoarabinomannan.

Alcaide dkk. menunjukkan bahwa mutasi pada embB sangat berhubungan

dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.16,32,35

2.3.7. Resistensi Terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan

dan dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu

pembacaan kode amicoacyl-tRNA, sehingga menghambat penterjemahan

mRNA. Salah satu yang umum sebagai tambahan mekanisme resistensi

kuman terhadap streptomisin adalah asetilasi obat oleh enzim modifikasi

(53)

TB terhadap streptomisin dihubungkan dalam dua kelas mutasi yang

berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan kode gen rpsL

dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs

dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap streptomisin.32,33,35

2.4. PENYEBAB MDR – TB

Ada berbagai faktor yang berpengaruh dalam menyebabkan timbulnya

MDR –TB yaitu :

a. Faktor genetik

Diperkirakan bahwa dijumpai fakta yang mengarahkan faktor genetik dari

host merupakan predisposisi untuk terjadinya MDR – TB walaupun itu tidak

terlalu meyakinkan. Penelitian yang terbaru di India dimana pasien dengan

HLA-DRB1 13 dan –DRB1 14 mempunyai kemungkinan timbul MDR – TB

dua kali lebih besar. Park dkk. menemukan bahwa ada hubungan erat

antara penderita MDR – TB pada orang Korea dengan HLA-DRB1

08032-0601 haplotipe. Peran dari faktor-faktor ini secara terperinci belum

diketahui. 22

b. Faktor yang berhubungan dengan pemberian anti tuberkulosis

sebelumnya1,3,8,17

1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis yaitu

(54)

dalam sputum akan menurun tajam. Namun sebagian kecil mutan yang

resisten akan terus berkembang biak. Setelah dua minggu sampai

beberapa bulan kuman yang resisten ini akan tumbuh melebihi kuman

yang sensitif sehingga kuman kembali muncul pada sputum penderita.

Hal ini dikenal sebagai fenomena timbul dan tenggelam (fall and rise

phenomen) akibat pemberian obat tunggal.

2) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang

kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi

terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan

INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut

sudah cukup tinggi

3) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau

tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah

dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu

stop lagi, demikian seterusnya.

4) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan

dengan baik, sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

5) Fenomena addition syndrome adalah penambahan obat dalam suatu

paduan obat yang tidak berhasil. Bila ketidak berhasilan itu terjadi

karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka

penambahan satu macam obat hanya akan menambah panjangnya

(55)

6) Penyediaan obat yang tidak teratur ke suatu daerah, kadang obat

dikirim, kadang berhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan

7) Pemakaian obat anti tuberkulosis yang cukup lama sehingga

menimbulkan Kejemuan

8) Kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit tuberkulosis

c. Faktor lain

Beberapa hal yang juga menjadi faktor risiko meningkatnya kasus MDR –

TB adalah : infeksi HIV, sosio ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan

yang rendah serta keadaan imunokompromais seperti penerima

transplantasi, penderita yang mendapat terapi anti kanker dan penderita

DM.18

2.5. HUBUNGAN DM DAN MDR – TB

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya. 34,35 Diagnosis diabetes melitus dapat

ditegakkan bila dijumpai kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl yang disertai

gejala klasik diabetes berupa poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan

tanpa sebab yang jelas atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar

gula darah 2 jam post prandial ≥ 200 mg/dl.36 Keadaan hiperglikemi yang

(56)

pembuluh darah. Pasien diabetes tidak hanya rentan terhadap infeksi tetapi

infeksi pada diabetes bisa lebih berat sebab diabetes merupakan pasien

immunocompromised. Diabetes mellitus dan TB paru sering berhubungan

dan telah banyak dibicarakan pada beberapa tahun yang lalu. TB paru sering

didapati terutama pada penderita DM yang tidak terkontrol, yang lebih rentan

terhadap TB paru dibandingkan dengan penderita non DM. Infeksi TB paru

pada DM biasanya lebih sering disebabkan oleh reaktivasi fokus yang lama

daripada melalui kontak langsung.34,35 Risiko relatif reaktivasi kuman

tuberkulosis ini akan berkembang menjadi TB paru dengan bakteriologis

positif dua sampai lima kali lebih tinggi.37,38 Penelitian secara autopsi pada

tahun 1800-an mendapatkan bukti adanya tuberkulosis pada 38% sampai

50% pasien dengan diabetes mellitus . Pada tahun tahun 1932, Root telah

mencatat bahwa tuberkulosis paru berkembang 10 kali lebih sering pada

pasien dengan diabetes.39 Proporsi penderita TB paru aktif jauh lebih tinggi

diantara penderita DM dibandingkan dengan non DM.34

DM merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya reaktivasi dari infeksi

tuberkulosis. Pada keadaan reaktivasi, kuman tuberkulosis sangat besar

kemungkinan untuk timbulnya MDR.35,37 Disamping itu keadaan gula darah

yang tinggi mengganggu fungsi makrofag alveolus dan CD4+ sel sehingga

penyakit tuberkulosis yang terjadi pada penderita DM lebih berat dan agresif

serta kerusakan paru yang timbul lebih parah dan sering resistensi terhadap

(57)

pengobatan, keadaan gula darah yang tinggi mengganggu absorbsi obat di

saluran cerna dan kadar obat yang sampai ke jaringan tidak adekuat

sehingga menimbulkan resistensi obat anti tuberkulosis.9,40

2.6. DIAGNOSIS MDR –TB 2.6.1. Metode Konvensional

Secara tradisional, kultur dengan Lowenstein-Jensen(LJ) dilakukan untuk

menentukan uji sensitivitas obat menggunakan : a. metode konsentrasi

absolut; b. metode resistensi rasio; c. metode proporsi. Dengan

menggunakan metode konvensional ini hasil uji sensitivitas akan didapat

setelah 6-8 minggu.17

2.6.2. Metode Modern

Metode radiometrik dibuat untuk mendapatkan hasil uji sensitivitas

M.tuberculosis yang lebih cepat. Ada beberapa pemeriksaan yang telah

dilakukan dalam metode ini yaitu : pemeriksaan BACTEC-460, mycobacteria

growth indicator tube (MGIT), restriction fragment length polymorphism

(RFLP), ligase chain reaction (LCR), FASTPlaque TB-RIF, polymerase chain

reaction (PCR) dan line probe assay(LiPA) Dengan sistem BACTEC yang

merupakan modifikasi dari metode proporsional (konvensional) hasil uji

(58)

memberikan hasil yang cepat, sebanding dengan pemeriksaan BACTEC.

Pemeriksaan restriction fragment length polymorphism (RFLP) digunakan

untuk mengkategorikan kuman M.tuberculosis dan membandingkannya

sehingga memudahkan dalam penjelasan molekul epidemiologi TB. Pada

tehnik ini DNA diperas dari kultur bakteri. Pemeriksaan RFLP juga digunakan

untuk mengikuti penyebaran kuman yang resisten. Pemeriksaan ligase chain

reaction (LCR) membutuhkan penggunaan enzim DNA ligase yang berfungsi

menyambung dua rantai DNA membentuk rantai ganda. Teknik ini dapat

mengidentifikasi sensitivitas kuman dalam 48 jam. Pemeriksaan

FASTPlaque TB-RIF merupakan pemeriksaan yang cepat dalam

menentukan resistensi kuman M.tuberculosis terhadap obat rifampisin.

Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang sering

dilakukan untuk mengetahui mekanisme resistensi obat pada mikobakterIa.

Sedangkan pemeriksaan line probe assay(LiPA) dilakukan untuk menentukan

dengan cepat resistensi terhadap rifampisin.17

2.7. PENGENDALIAN MDR – TB

Tujuan utama pengendalian MDR – TB adalah mencegah perkembangan

kasus ini. Hal ini dapat dilakukan dengan program Directly Observed

Treatment Short Course (DOTS), yang merupakan cara paling murah untuk

pencegahan dan pengobatan MDR – TB. Pada waktu yang sama ketika

(59)

diperlukan alternatif lain untuk penanggulangannya. Karena pengadaan obat

baru tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat maka yang harus dilakukan

untuk keberhasilan pengobatan ini adalah penegakan diagnosis serta

pengobatan yang cepat dan tepat. Disamping program penanggulangan

tuberkulosis yang kuat diperlukan juga survei dari resistensi obat secara

teratur dan berkelanjutan untuk mendapatkan informasi mengenai tipe obat

yang digunakan untuk pengobatan dan juga memberikan informasi mengenai

parameter evaluasi program pengobatan yang sedang berlangsung atau

yang sudah lewat. Diperlukan perbaikan panduan program nasional

berdasarkan tingkat resistensi, pelatihan orang yang ahli, memperkuat

program penanggulangan TB nasional, pembatasan penggunaan rifampisin

( hanya untuk TB dan lepra ), jaminan ketersediaan obat secara nasional,

pengawasan pengobatan dan edukasi. WHO pada tahun 1998 mengusulkan

rencana kerja yang disebut dengan DOTS Plus dan untuk itu WHO

membentuk komite Green Light. Tujuan utama dari komite ini adalah untuk

menyetujui, melaksanakan dan mengawasi pilot project berdasarkan

panduan yang ditetapkan pilot project DOTS Plus. Sedangkan DOTS Plus

meliputi strategi penatalaksanaan pengendalian tuberkulosis dan MDR –

TB.18,41

Infeksi yang disebabkan kuman MDR – TB sangat berbahaya sehingga

(60)

mekanis dan chemoprophylaxis. Yang termasuk ke dalam aspek mekanis

adalah ventilasi yang baik, penyinaran dengan UV, penggunaan masker, alat

respirator dan filtrasi serta isolasi pasien. Aspek chemoprophylaxis adalah

pengobatan penderita dengan pirazinamid dan ofloxacin/ciprofloxacin

(61)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional

3.2. TEMPAT PENELITIAN

Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK USU, Jalan

Universitas No. 1 Medan

3.3. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah semua penderita TB paru dengan DM dan

TB paru tanpa DM yang berobat jalan dan rawat inap di bagian Paru RSU

Haji Adam Malik Medan dan Puskesmas Kampung Lalang Medan.

3.4. JUMLAH SAMPEL

Z : Tingkat Kepercayaan = 95%

Z : Kekuatan Uji (power) = 80%

(62)

Jumlah 50 orang, dibagi dua kelompok yaitu 25 orang penderita TB paru

dengan DM dan 25 orang penderita TB paru tanpa DM

3.5. CARA PENGAMBILAN SAMPEL

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling, yaitu pemilihan

subjek penelitian sampel secara berurutan, semua subjek yang memenuhi

kriteria pemilihan disertakan sebagai sampel pada penderita TB paru dengan

DM dan TB paru tanpa DM yang berobat jalan maupun rawat inap di RSU

Haji Adam Malik Medan dan Puskesmas Kampung Lalang Medan.

3.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI a. Kriteria Inklusi :

1) Penderita TB paru dengan DM sputum BTA positif (apusan atau

biakan) yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau yang

sudah pernah mendapat OAT kurang dari 1 bulan.

2) Umur 20-70 tahun.

3) Bersedia ikut dalam penelitian.

b. Kriteria Eksklusi :

(63)

3.7. VARIABEL PENELITIAN

3.7.1.Variabel Bebas : a. Penderita tuberkulosis dengan DM

b. Umur

c. Jenis kelamin

d. Tingkat pendidikan

e. Tingkat penghasilan

3.7.2. Variabel Terikat : MDR-TB

3.8. KERANGKA KONSEP

MDR-TB dapat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu penyakit

penyerta DM, pendidikan dan pendapatan rendah,imunitas yang rendah serta

lingkungan yang buruk.

Pada penelitian ini faktor lingkungan ,infeksi HIV serta infeksi mikobakterium

lain tidak diperhitungkan dalam menentukan parameter pemeriksaan.

Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

TB dengan DM

MDR - TB

• Umur

• Jenis kelamin • Tingkat pendidikan • Tingkat penghasilan

• Lingkungan yang buruk • Infeksi HIV

(64)

3.9. DEFINISI OPERASIONAL

a. Penderita TB paru adalah penderita penyakit paru yang disebabkan

infeksi Mycobacterium tuberculosis.1

b. Penderita diabetes melitus adalah penderita dengan kadar gula darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl yang disertai gejala klasik diabetes berupa

poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas

atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar gula darah 2 jam

post prandial ≥ 200 mg/dl.36

c. Resistensi ganda terhadap OAT adalah resisten terhadap ripamfisin

dan INH dengan atau tanpa resisten terhadap obat lain.3,8,10,11,12,13,14

d. Tingkat Pendidikan : pendidikan formal yang pernah diikuti .

Rendah : tidak sekolah, tidak tamat SD atau tamat SD

Menengah : tamat SLTP, tamat SMU

Tinggi : tamat akademi/perguruan tinggi

e. Tingkat Penghasilan.

Rendah : ≤ Rp. 600.000,-

Sedang : Rp. 600. 000 – Rp. 1.000.000,-

(65)

3.10. CARA KERJA

a. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi diberi penjelasan tentang

tujuan dan proses penelitian.

b. Penderita disuruh mengeluarkan dahak sewaktu untuk dilakukan

pemeriksaan apusan sputum pertama secara mikroskopis di

laboratorium.

c. Penderita diberikan dua pot lagi untuk tempat dahak pagi kedua dan

ketiga, kalau hasilnya positif dilanjutkan pemeriksaan sputum untuk

kultur dan tes resistensi .

d. Selanjutnya sputum penderita dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi FK

USU untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan tes resistensi dengan

menggunakan media Ogawa serta obat–obatan yang dipakai didalam

tes resistensi adalah Streptomisin, Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid

dan Etambutol. Sebagai kuman standar digunakan Mikobakterium

Tuberkulosis H37RV yang sensitif terhadap kelima obat

antituberkulosis.

(66)

3.11. ANALISIS DATA

Untuk membuktikan hipotesis penelitian maka dilakukan analisis data

dengan komputer yang menggunakan perangkat lunak SPSS, selanjutnya

dilakukan analisis dasar melalui analisis univariat dan bivariat. Tehnik analisis

(67)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Jumlah keseluruhan subjek penelitian ini sebanyak 50 orang,

diantaranya sebanyak 25 orang ( 50 % ) penderita TB dengan DM dan 25

orang ( 50 % ) TB tanpa DM sebagai kontrol. Kedua kelompok dibandingkan

sesuai karakteristik umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dan pendidikan

seperti pada tabel – tabel di bawah ini.

4.1.1. Hubungan antara penderita TB paru dengan MDR

Distribusi penderita TB menurut MDR dijumpai lebih banyak penderita TB

dengan DM yang mengalami MDR yaitu 8 orang (32 %) dibandingkan

dengan penderita TB tanpa DM yaitu sebanyak 1 orang (4 %)

Tabel 3. Distribusi Penderita TB Paru menurut MDR

TB dengan DM TB tanpa DM

Resistensi n % n %

MDR 8 32 1 4

Tidak MDR 17 68 24 96

Jumlah 25 100 25 100

(68)

4.1.2. Distribusi Penderita TB Paru menurut Umur

Menurut distribusi umur, pada penelitian ini penderita TB lebih banyak

didapatkan pada kelompok umur produktif (20 – 50 tahun) baik pada

penderita TB dengan DM maupun kelompok kontrol (76 % dan 84 %).

Jumlah penderita TB dengan DM yang berumur 51 – 60 tahun sebanyak 2

orang (8 %), sedangkan pada penderita TB tanpa DM tidak dijumpai. Jumlah

penderita dijumpai sebanyak 4 orang (16 %), baik pada penderita TB dengan

DM maupun penderita TB tanpa DM.

Tabel 4. Distribusi Penderita TB Paru menurut Umur

TB dengan DM TB tanpa DM

Umur (

tahun) n % n %

1-19 - - - -

20-30 - - 13 52

31-40 2 8 2 8

41-50 16 64 6 24

51-60 3 12 - -

61-70 4 16 4 16

jumlah 25 100 25 100

P = 0,1

(69)

Menurut distribusi umur, pada penelitian ini penderita TB lebih banyak

didapatkan pada kelompok umur produktif (20 – 50 tahun) baik pada

penderita TB dengan DM maupun kelompok kontrol (76 % dan 84 %).

Jumlah penderita TB dengan DM yang berumur 51 – 60 tahun sebanyak 2

orang (8 %), sedangkan pada penderita TB tanpa DM tidak dijumpai. Jumlah

penderita dijumpai sebanyak 4 orang (16 %), baik pada penderita TB dengan

DM maupun penderita TB tanpa DM.

4.1.3. Distribusi Penderita TB Paru menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan distribusi jenis kelamin, pada penelitian ini jumlah laki–laki

lebih banyak daripada perempuan baik pada penderita TB dengan DM

maupun pada penderita TB tanpa DM. Jumlah laki–laki pada penderita TB

dengan DM adalah 21 orang (84 %), sedangkan perempuan sebanyak 4

orang (16 %). Jumlah laki–laki pada penderita tanpa DM adalah 20 orang,

sedangkan perempuan sebanyak 5 orang (20 %).

Tabel 5. Distribusi Penderita TB Paru menurut Jenis Kelamin

(70)

4.1.4. Distribusi Penderita TB Paru menurut Pendidikan

Menurut distribusi pendidikan, pada penelitian ini penderita TB lebih

banyak didapatkan pada yang berpendidikan menengah, baik pada penderita

TB dengan DM maupun pada penderita TB tanpa DM. Penderita yang

berpendidikan rendah dijumpai sebanyak 9 orang (36 %) pada penderita TB

dengan DM dan 8 orang (32 %) pada penderita TB tanpa DM. Penderita yang

berpendidikan menengah dijumpai sebanyak 16 orang (64 %) pada penderita

TB dengan DM dan 15 orang (60 %) pada penderita TB tanpa DM. Penderita

yang berpendidikan tinggi tidak dijumpai pada penderita TB dengan DM

sedangkan pada penderita TB tanpa DM dijumpai sebanyak 2 orang (8 %).

Tabel 6. Distribusi Penderita TB Paru menurut Pendidikan

TB dengan DM TB tanpa DM

pendidikan

n % n %

rendah 9 36 8 32

menengah 16 64 15 60

tinggi - - 2 8

jumlah 25 100 25 100

(71)

4.1.5. Distribusi Penderita TB Paru menurut Penghasilan

Berdasarkan distribusi penderita TB menurut penghasilan, paling banyak

mempunyai penghasilan rendah, baik kelompok penderita TB dengan DM

maupun penderita TB tanpa DM yaitu 21 orang (84%) pada penderita TB

dengan DM dan 22 orang (88%) pada penderita TB tanpa DM. Sedangkan

yang mempunyai penghasilan sedang terdapat 2 orang (8%) baik pada

penderita TB dengan DM maupun pada penderita TB tanpa DM. Penderita

yang mempunyai penghasilan tinggi dijumpai sebanyak 2 orang (8%) pada

TB dengan DM dan 1 orang (4%) pada penderita TB tanpa DM.

Tabel 7. Distribusi Penderita TB Paru menurut Penghasilan

TB dengan DM TB tanpa DM

Penghasilan n % n %

Rendah 21 84 22 88

Sedang 2 8 2 8

Tinggi 2 8 1 4

Jumlah 25 100 25 100

P = 0,8

4.1.6. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM dengan MDR

Penderita TB paru dengan DM yang mendapat MDR pada umur 31-40

(72)

tahun sebanyak 2 orang dan umur 61-70 tahun sebanyak 1 orang. Secara

statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna (p > 0,05). Penderita

TB paru dengan DM mendapat MDR yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak

5 orang, sedangkan yang perempuan sebanyak 3 orang. Secara statistik

tidak menunjukkan hubungan bermakna (p > 0,05). Penderita TB paru

dengan DM mendapat MDR yang berpendidikan rendah sebanyak 3 orang

sedangkan yang berpendidikan menengah sebanyak 5 orang. Secara

statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna (p > 0,05). Penderita

TB paru dengan DM mendapat MDR yang berpenghasilan rendah sebanyak

5 orang, penghasilan sedang sebanyak 2 orang sedangkan yang

berpenghasilan rendah sebanyak 1 orang. Secara statistik juga tidak

(73)

Tabel 8. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM dengan

4.1.7. Distribusi penderita TB Paru menurut resistensi OAT

(74)

streptomisin yaitu sebanyak 20 orang (80 %). Resistensi terhadap Rifampisin

pada penderita TB dengan DM sebanyak 10 orang (40 %), sedangkan pada

penderita TB tanpa DM sebanyak 6 orang (24%). Resistensi terhadap

Rifampisin pada penderita TB dengan DM sebanyak 10 orang (40

%),sedangkan pada penderita TB tanpa DM sebanyak 6 orang (24 %).

Resistensi terhadap INH pada penderita TB dengan DM sebanyak 20 orang

(80 %), sedangkan pada penderita TB tanpa DM sebanyak 12 orang (48 %).

Resistensi terhadap Pirazinamid pada penderita TB dengan DM sebanyak 5

orang ( 20 %), sedangkan pada penderita TB tanpa DM sebanyak 10 orang

(40 %). Resistensi terhadap Ethambutol pada penderita TB dengan DM

sebanyak 8 orang (32 %), sedangkan pada penderita TB tanpa DM sebanyak

15 orang (60 %).

Tabel 9. Distribusi penderita TB Paru menurut resistensi OAT

TB dengan DM TB tanpa DM

Resistensi n % n %

Rifampisin 10 40 6 24

INH 20 80 12 48

Pirazinamid 5 20 10 40

Ethambutol 8 32 15 60

(75)

4.2. PEMBAHASAN PENELITIAN

Jumlah penderita TB dengan DM yang mengalami MDR pada penelitian

ini dijumpai sebanyak 8 orang (32 %), berbeda bermakna dibandingkan 1

orang (4 %) pada penderita TB tanpa DM. (p = 0,01) Hasil ini hampir sama

dengan hasil penelitian Bashar dkk sebesar 33 % dan penelitian Suradi dkk

sebesar 33,3%. Resiko relatif dari penyakit TB dengan DM untuk terjadinya

MDR-TB pada penelitian ini sebesar 11,3 kali. Sedangkan hasil dari

penelitian Bashar sebesar 8,6 kali dan hasil penelitian Suradi dkk sebesar

20,7 kali.

Pada penelitian ini jumlah keseluruhan subjek penelitian sebanyak 50

orang yang terdiri dari 25 orang (50 %) penderita TB dengan DM dan 25

orang (50 %) penderita TB tanpa DM. Pada penelitian ini penderita TB lebih

banyak dijumpai pada kelompok umur produktif (20 – 50 tahun), baik pada

penderita TB dengan DM maupun kelompok kontrol yaitu 19 orang (76 %)

pada penderita TB dengan DM dan 21 orang (84 %) pada penderita TB tanpa

DM. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Bashar dkk yaitu sebanyak 50 % penderita TB dengan DM dan 58 % kontrol

dijumpai pada usia 30 – 50 tahun.9 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Suradi dkk dijumpai sebanyak 86,6% penderita TB dengan DM dan 86,7

kontrol dijumpai pada usia 20 – 50 tahun.7 Di negara berkembang seperti di

(76)

sedang di negara maju prevalensi TB sangat rendah pada kelompok usia di

bawah 50 tahun namun masih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua.4

Jumlah laki–laki dibandingkan perempuan lebih banyak dijumpai pada

penelitian ini, baik pada penderita TB dengan DM (84%) maupun pada

kelompok kontrol (80%). Penelitian yang dilakukan Suradi dkk juga dijumpai

jumlah laki–laki lebih banyak, baik pada kelompok penderita TB dengan DM

(66,7%) maupun pada kelompok kontrol (63,3%).7 WHO menyatakan bahwa

penderita TB lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Nakagawa dkk tahun 2001

mengemukakan bahwa perempuan sering terlambat dan kurang berminat ke

pusat pelayanan kesehatan dibandingkan laki-laki.42 Hal ini menyebabkan

penderita TB pada wanita tidak didiagnosis sebagaimana mestinya.

Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hal ini adalah: tidak ada

waktu karena mengurus keluarga, masalah biaya dan transportasi, perlunya

teman pria yang mendampingi untuk pergi ke fasilitas kesehatan, stigma atau

cacat karena beberapa bentuk tuberkulosis dapat mengakibatkan

kemandulan dan faktor sosiobudaya yang menghambat wanita untuk kontak

dengan petugas kesehatan laki-laki.43 Secara statistik tidak terdapat

hubungan bermakna antara jenis kelamin dan kejadian MDR TB.(p = 0,08)

Pada penelitian ini subjek yang diteliti lebih banyak yang berpendidikan

menengah yaitu 16 orang (64 %) pada penderita TB dengan DM dan 15

Gambar

Tabel 2.   Resistensi obat sekunder secara global............................
Gambar 2. Kerangka Konsep.........................................................       27
Tabel 1.   Resistensi obat primer secara global ................................
Gambar 2. Kerangka Konsep.........................................................       27
+7

Referensi

Dokumen terkait

The ‘Cell Attributes’ window (click Format, Cells) below includes other tabs for cell formatting (e.g. Fonts, Font Effects, Alignment, etc).. The function toolbar also contains

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi nafas dalam dan murottal terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi intradialis yang

Faktor penghambat implementasi pendidikan multicultural di SMA Selamat Pagi Indonesia Batu 1 Adaptasi siswa pada awal masuk Hambatan yang dialami dalam menerapkan

Panitia Pengadaan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan paskakualifikasi untuk paket Pekerjaan

Namun, di tengah percakapan, hadir pembeli kedua yang berkomunikasi dengan penjual menggunakan bahasa Indonesia dan penjual pun menanggapinya dengan meakukan alih bahasa

Dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

Penulisan ilmiah ini membahas mengenai cara perancangan sebuah website yang menyediakan informasi mengenai astronomi dengan judul Astronomi.com. dalam pembuatan website ini