KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS
PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG
HASIL PENELITIAN
Oleh: Satria Muharis
071203013/Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Karakteristik Fisis dan Mekanis Papan Partikel Bambu Betung
Nama : Satria Muharis
NIM : 071203013
Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si. Evalina Herawati, S.Hut. M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRAK
Satria Muharis: Karakteristik Fisis dan Mekanis Papan Partikel Bambu Betung. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan dan Evalina Herawati.
Satu di antara kelemahan papan partikel adalah besarnya nilai pengembangan tebal, oleh karena itu pada penelitian ini digunakan bahan aditif untuk mengurangi penyerapan air. Bahan aditif ini merupakan perlakuan terhadap papan partikel dari bambu betung, yaitu penambahan parafin dan penambahan keramik. Pada penelitian ini diselidiki penambahan aditif untuk menolak air agar dimensi papan partikel tersebut dapat stabil terutama pada dimensi tebal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan dari bambu betung dengan penambahan aditif parafin dan keramik. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu penambahan jenis aditif yang berbeda (parafin dan keramik). Metode penelitian ini berdasarkan standar JIS A 5908-2003, dengan kerapatan target 0,8 g/cm3, dimensi papan 25 cm x 20 cm x 1 cm, suhu kempa 1600C, tekanan 35 kg/cm2 dengan waktu 15 menit.
Hasil pengujian sifat fisis kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal memenuhi standar JIS A 5908-2003. Pengujian mekanis yang memenuhi standar JIS yaitu keteguhan rekat, keteguhan patah dan kuat pegang sekrup. Salah satu difat mekanis, yaitu MOE tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003. Papan partikel ini cocok untuk penggunaan eksterior dan interior karena telah diuji secara fisis memenuhi standar.
ABSTRACT
Satria Muharis: Physical and Mechanical Characteristics of Bamboo Particle Board. Under Supervised of Arif Nuryawan and Evalina Herawati.
One of weakness of particleboard is the widht of thickness swelling. In this study, additvies many use to decrease of water absorbtion. This additivies are the treatment of bamboo particle board, namely both paraffin and ceramics. The purpose of this research was to evaluate the physical and mechanical properties of particle board produced from bamboo Betung with the addition of paraffin and ceramic additives. Factor treatment used is the addition of different types of additives (paraffin and ceramics). This research method based on the standard JIS A 5908-2003, with a target density of 0.8 g/cm3, board dimensions 25 cm x 20 cm x 1 cm, felts temperature 1600C, pressure of 35 kg/cm2 with a time of 15 minutes.
Results of testing physical properties of density, water content, water absorption, thickness swelling fulfilled JIS A 5908-2003. Mechanical properties fulfilled JIS A 5908 - 2003 standard for internal bond, modulus of rupture, and screw holding power, one of modulus of elasticity did not fulfilled JIS A 5908 : 2003 standard. Particle board is suitable for exterior and interior use because it has been tested physically and mechanical fulfilled standard.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Petumbukan – Provinsi Sumatera Utara pada tanggal
27 Agustus 1988 dari ayah Pairin dan Ibu Rusini. Penulis adalah anak ke empat
dari lima bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempuh selama ini:
1. SD Negeri 106200 Petangguhan, lulus tahun 2001
2. SLTP YPAK Sei Karang, lulus tahun 2004
3. SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, lulus tahun 2007
4. Tahun 2007 lulus ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Teknologi
Serat dan Komposit, Asisten Teknologi Papan Partikel dan Papan Serat, Asisten
Pengeringan dan Pengawetan. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan
Pengolahan Hutan (P3H) di Pulau Sembilan dan Aras Napal. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Andalas Merapi Timber (AMT)
Sangir-Padang.
Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul
“Karakteristik Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Bambu Betung”. Penelitian
penulis dilaksanakan di bawah bimbingan Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si. dan Evalina
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikamt kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Karakteristik Fisis dan Mekanis
Papan Partikel Bambu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi/dosen pembimbing
Bapak Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si dan Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si yang
telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis
demi kesempurnaan penelitan ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang
telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman sepenelitian (Julius Zackson Sigiro dan Orina
Marta Mastiur Manurung) dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam
memberikan motivasi melaksanakan kegiatan penelitian.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan mengharapkan saran dan
DAFTAR
ISI
Prosedur Penelitian... 13
Prosedur pembuatan papan partikel... 16
Pemotongan contoh uji ... 17 Keteguhan rekat internal (internal bond) ... 31
Keteguhan lentur (modulus of elasticity) ... 33
Keteguhan patah (modulus of rupture)... 34
Penentuan Peringkat Kualitas……… 37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……….. 38 Saran ……… 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR
TABEL
Halaman
1. Sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan standar JIS A 5908-2003 .... 18
2. Data Hasil Pengujian Kerapatan Papan Partikel ... 42
3. Data Hasil Pengujian Kadar Air Papan Partikel ... 43
4. Data Hasil Pengujian Daya Serap Air Papan Partikel... 44
5. Data Hasil Pengembangan Tebal Papan Partikel ... 45
6. Data Hasil Pengujian MOE Papan Partikel ... 46
7. Data Hasil Pengujian MOR Papan Partikel ... 47
8. Data Hasil Pengujian Internal bond Papan Partikel ... 50
9. Data Hasil Pengujian Kuat Pegang Sekrup Papan Partikel ... 52
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
1 Skema persiapan bahan baku bambu ... .... 14
2 Serbuk bambu betung ... .... 15
3. Perekat isosianat... .... 15
4. Pola pemotongan contoh uji. ... .... 17
5. Skema pembuatan papan partikel ... .... 18
6 Pengukuran dimensi contoh uji kerapatan ... .... 19
7. Pengukuran tebal contoh uji pengembangan tebal... .... 21
8. Cara pembebanan pengujian MOE dan MOR ... .... 22
9. Cara pengujian internal bond ... .... 23
10. Papan partikel ... .... 25
11. Grafik rata-rata kerapatan papan partikel... ... .... 26
12. Grafik rata-rata kadar air papan partikel. ... .... 27
13. Grafik rata-rata daya serap air papan partikel... ... ... 29
14. Grafik rata-rata pengembangan tebal papan partikel ... .... 30
15. Grafik rata-rata keteguhan rekat papan partikel ... .... 31
16. Grafik rata-rata keteguhan lentur papan partikel ... .... 33
17. Grafik rata-rata keteguhan patah papan partikel ... .... 34
DAFTAR
LAMPIRAN
Halaman
1. Pengujian Kerapatan Papan Partikel... ... 42
2. Pengujian Kadar Air Papan Partikel ………. 43
3. Pengujian Daya Serap Air Papan Partikel ………... 42
4. Pengujian Pengembangan Tebal Papan Partikel ………. 44
5. Pengujian MOE Papan Partikel ………. 46
6. Pengujian MOR Papan Partikel ……… 48
7. Pengujian Inernal bond Papan Partikel ………... 50
8. Pengujian Kuat Pegang Sekrup Papan Partikel ……… 52
ABSTRAK
Satria Muharis: Karakteristik Fisis dan Mekanis Papan Partikel Bambu Betung. Dibawah bimbingan Arif Nuryawan dan Evalina Herawati.
Satu di antara kelemahan papan partikel adalah besarnya nilai pengembangan tebal, oleh karena itu pada penelitian ini digunakan bahan aditif untuk mengurangi penyerapan air. Bahan aditif ini merupakan perlakuan terhadap papan partikel dari bambu betung, yaitu penambahan parafin dan penambahan keramik. Pada penelitian ini diselidiki penambahan aditif untuk menolak air agar dimensi papan partikel tersebut dapat stabil terutama pada dimensi tebal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan dari bambu betung dengan penambahan aditif parafin dan keramik. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu penambahan jenis aditif yang berbeda (parafin dan keramik). Metode penelitian ini berdasarkan standar JIS A 5908-2003, dengan kerapatan target 0,8 g/cm3, dimensi papan 25 cm x 20 cm x 1 cm, suhu kempa 1600C, tekanan 35 kg/cm2 dengan waktu 15 menit.
Hasil pengujian sifat fisis kerapatan, kadar air, daya serap air, pengembangan tebal memenuhi standar JIS A 5908-2003. Pengujian mekanis yang memenuhi standar JIS yaitu keteguhan rekat, keteguhan patah dan kuat pegang sekrup. Salah satu difat mekanis, yaitu MOE tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003. Papan partikel ini cocok untuk penggunaan eksterior dan interior karena telah diuji secara fisis memenuhi standar.
ABSTRACT
Satria Muharis: Physical and Mechanical Characteristics of Bamboo Particle Board. Under Supervised of Arif Nuryawan and Evalina Herawati.
One of weakness of particleboard is the widht of thickness swelling. In this study, additvies many use to decrease of water absorbtion. This additivies are the treatment of bamboo particle board, namely both paraffin and ceramics. The purpose of this research was to evaluate the physical and mechanical properties of particle board produced from bamboo Betung with the addition of paraffin and ceramic additives. Factor treatment used is the addition of different types of additives (paraffin and ceramics). This research method based on the standard JIS A 5908-2003, with a target density of 0.8 g/cm3, board dimensions 25 cm x 20 cm x 1 cm, felts temperature 1600C, pressure of 35 kg/cm2 with a time of 15 minutes.
Results of testing physical properties of density, water content, water absorption, thickness swelling fulfilled JIS A 5908-2003. Mechanical properties fulfilled JIS A 5908 - 2003 standard for internal bond, modulus of rupture, and screw holding power, one of modulus of elasticity did not fulfilled JIS A 5908 : 2003 standard. Particle board is suitable for exterior and interior use because it has been tested physically and mechanical fulfilled standard.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama ini masyarakat berpendapat hanya kayu yang dapat dimanfaatkan
dari hutan namun ada hasil hutan non kayu belum banyak dimanfaatkan karena
kurangnya pengolahan yang baik. Hasil hutan non kayu apabila mampu diolah
dengan baik akan mengahasilkan nilai jual yang lebih tinggi daripada kayu. Hal
ini untuk mengurangi eksploitasi kayu secara tidak terbatas yang dapat merusak
ekosistem. Penggunaan kayu yang terus meningkat dan ketersediaan kayu dari
tahun ke tahun semakin berkurang. Hal ini akibat yang ditimbulkan oleh
peningkatan jumlah penduduk sehingga kebutuhan masyarakat akan kayu
meningkat namun tidak didukung dengan luasan areal hutan tersedia. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan (2010)
produksi kayu bulat pada tahun 2010 yaitu sebesar 9,1 juta m3/tahun dan dalam 5 tahun sebelumnya antara 2004 - 2009 berkisar antara 11-21 juta m3/tahun.
Bambu merupakan alternatif pemecahan masalah keterbatasan kayu solid
dan termasuk bahan baku yang berasal dari hasil hutan non kayu. Dengan
ketersediaan bahan baku bambu yang melimpah, bambu dapat dijadikan bahan
baku dalam pembuatan produk-produk panel. Jenis bambu yang banyak
ditemukan di Provinsi Sumatera Utara yaitu bambu betung, sehingga bambu
betung mempunyai peluang untuk dimanfaatkan menjadi produk panel di Provinsi
Sumatera Utara.
Dengan semakin majunya teknologi biokomposit diharapkan dapat
sintetis, bambu yang bentuk aslinya bulat dan berlubang menyebabkan
penggunaannya yang terbatas sekarang dapat diolah menjadi produk- produk
panel seperti papan serat, papan WPC, papan semen, LVL , OSB, dan papan
partikel.
Menurut Tsoumis (1991) papan partikel ialah produk panel yang
dihasilkan dengan memanfaatkan partikel-partikel bahan berlignoselulosa dan
sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat namun bukan hanya kayu yang dapat
dijadikan bahan baku papan partikel, hasil hutan non kayu seperti bambu juga
memiliki potensi yang cukup besar.
Penelitian mengenai papan partikel telah sering dilakukan tetapi hanya
menggunakan serbuk kayu sebagai bahan baku, sementara bahan baku kayu
jumlahnya semakin terbatas. Bambu dapat menggantikan keberadaan kayu dengan
menjadikan bambu sebagai bahan baku produk panel seperti papan partikel namun
masalah yang paling sering dihadapi yaitu fisis dan mekanis papan partikel kurang
baik sehingga diharapkan dengan penambahan bahan aditif dapat menigkatkan
kualitas papan partikel oleh sebab itu peneliti ingin mengevaluasi sifat fisis dan
mekanis papan partikel dari bambu. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk
melaksanakan penelitian mengenai “Karakteristik Fisis dan Mekanis Papan
Partikel Bambu Betung”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan alternatif penggunaan bambu
sebagai bahan baku pengganti kayu yang semakin berkurang ketersediaannya.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pengembangan
industri papan partikel yang terbuat dari bambu.
Hipotesis
Ada pengaruh penambahan jenis aditif (keramik atau parafin) pada sifat
TINJAUAN PUSTAKA
Bambu
Sekitar 75 genus terdiri dari 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10
genus atau 125 jenis terdapat di indonesia. Jenis bambu di Indonesia terdiri atas
125 spesies, 39 spesies diantaranya sudah teridentifikasi dan 11 spesies tergolong
komersial. Penggunaan bambu di Indonesia dapat digolongkan pada pengguna
tradisional yaitu petani, masyarakat pedesaan, pengrajin pada upacara keagamaan/
kebudayaan dan pemakai industri yaitu pabrik kertas, pabrik supit (chop-stick),
penyangga bunga (flower stick), pabrik papan semen bambu (askaboard) dan
pengalengan bambu. Di masa datang tidak tertutup kemungkinan berdiri pabrik
bambu lapis (plybamboo), lantai bambu (flooring), papan partikel bambu (bamboo
particle board) dan arang aktif (Supriadi, 2001).
Adapun yang termasuk karakteristik fisik bambu menurut Frick (2004)
tergantung pada:
a. Berat jenis
Berat jenis bambu menunjukkan banyaknya massa bambu, dengan kata lain
jumlah sel-sel penyusun bambu dengan berat sel masing-masing menunjukkan
berat total bambu. Berat jenis bambu dihitung sebagai nilai perbandingan antara
berat bambu kering dibagi berat air dengan volume sama dengan volume bambu
tersebut.
b. Kadar air
Adalah nilai yang menunjukkan banyaknya air yang ada dalam bambu. Kadar air
kering tanur. Berat bambu kering tanur adalah berat bambu total tanpa air akibat
pengeringan dalam tanur pada suhu (103 ± 2) °C.
Adapun yang termasuk karakteristik mekanis bambu menurut Frick (2004)
tergantung pada:
a. Jenis bambu.
b. Umur bambu pada waktu penebangan.
c. Kelembaban (kadar air kesetimbangan) pada batang bambu.
d. Bagian batang bambu yang digunakan (bagian kaki, pertengahan, atau kepala).
e. Letak dan jarak ruasnya masing-masing (bagian ruas kurang tahan terhadap
gaya tekan dan lentur).
Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia dan sudah menyebar di kawasan nusantara, yang dapat tumbuh di
daerah iklim basah sampai iklim kering (Departemen Kehutanan & Perkebunan,
1999). Menurut Lopez dan Shanley (2004) bambu termasuk keluarga rerumputan
dan merupakan tumbuhan paling besar di dunia dalam keluarga ini. Ada lebih dari
1200 spesies bambu dan kebanyakan terdapat di Asia. Tumbuhan yang indah ini,
dengan kekuatan dan kelenturannya, memiliki manfaat yang tidak terbatas.
Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan, dimana kandungan
silika lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kayu. Persentase silika
menunjukkan upaya tanaman tersebut melindungi dirinya terhadap
lingkungannya. Silika banyak terdapat pada kulit tanaman bambu sehingga kulit
memilki kandungan silika yang tinggi. Kandungan silika yang tinggi dapat
Papan partikel
Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu
yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa
lainnya, yang diikat dengan perekat sintesis atau bahan pengikat lain kemudian di
kempa panas. Berdasarkan kerapatannya papan partikel dibagi menjadi tiga
golongan yaitu papan partikel berkerapatan rendah yang mempunyai kerapatan
kurang dari 0,4 g/cm3 , papan partikel berkerapatan sedang yang mempunyai kerapatan antara 0,4 – 0,8 g/cm3 dan papan partikel berkerapatan tinggi yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3 (Maloney (1993). Menurut Dumanauw (1993) papan partikel biasanya digunakan untuk perabot, dinding dalam ruang,
plafon, lantai, dan macam kegunaan lainnya.
Maloney (1993) menyatakan dibandingkan dengan kayu solid papan
partikel mempunyai kelebihan dan kekurangan. Papan partikel mempunyai
beberapa kelebihan seperti:
1. Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak.
2. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan.
4. Sifat dan kualitasnya dapat diatur.
Kekurangan papan partikel antara lain perubahan dimensi papan partikel
pada bidang tebalnya atau bidang panelnya menjadi penting dalam banyak
pemakaian. Umumnya papan partikel tidak cukup stabil pada arah linearnya,
pengembangan papan partikel pada bidang linearnya dapat melebihi
pengembangan normal kayu solid dan dapat cukup nyata.
Tsoumis (1991) menyatakan proses pembuatan papan partikel secara
umum meliputi pembuatan partikel, pengklasifikasian partikel, penyimpanan,
pengeringan, pencampuran partikel dan perekat, pembentukan papan,
pengempaan, pengkondisian, pengampelasan dan trimming. Ukuran partikel
sangat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis suatu papan komposit.
Perekat Isosianat
Isosianat dikenal sebagai diphenylmethane di-isocyanate (MDI) biasanya
digunakan dalam pembuatan produk papan komposit. Perekat ini dipilih
berdasarkan pada kesesuaiannya untuk produk khusus dengan pertimbangan
bahan-bahan yang direkatkan, kadar air saat perekatan, sifat mekanis, dan
ketahanannya, serta biayanya. Umumnya untuk keperluan eksterior digunakan
perekat PF atau isosianat. PF merupakan perekat yang mengandung formaldehida,
sehingga dapat bersifat racun bagi di sekitarnya (Vick, 1999).
Keuntungan menggunakan perekat isosianat dibandingkan perekat
berbahan dasar resin antara lain :
1. Dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit saja untuk memproduksi papan dengan
kekuatan yang sama.
2. Dapat menggunakan suhu yang lebih rendah.
3. Memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat.
4. Lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi.
5. Energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan.
6. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil.
7. Tidak ada emisi formaldehyda.
Hasibuan (2011) dalam Effendi (2005) Nilai modulus elastisitas dan patah
dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan dan daya
ikat perekat. Perekat isosianat merupakan perekat yang memiliki kekuatan yang
lebih tinggi daripada perekat lainnya dan menghasilkan ikatan kimia (chemical
bonding) yang kuat sekali.
Sangyo (2005) dalam Saputra (2009) kelebihan perekat isosianat adalah
dapat mengeras tanpa bantuan panas dan curing pada suhu tinggi. Isosianat juga
memiliki gugus kimia yang sangat reaktif yang kuat yaitu R-N=C=O. Keunikan
perekat ini adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, dan
panas. Perekat ini juga memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai
macam kayu ke kayu, kayu ke logam dan kayu ke plastik.
Bambu Betung (Dendrocalamus asper Becker ex Heyne)
Bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah salah satu jenis mempunyai
nilai potensi ekonomi. Tanaman ini dapat dijumpai tumbuh mulai dari daerah
dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter), dan akan tumbuh lebih baik
bila ditanam di tanah subur pada lahan basah (Soedjono & Hartanto, 1994).
Menurut Dransfield dan Widjaja (1995) dalam Subyakto, et al (2009)
Bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah jenis bambu yang kuat. Tingginya
bisa mencapai 20-30 m dan diameter batang 8-20 cm. Bambu betung banyak
digunakan untuk bahan bangunan rumah maupun jembatan dan bambu betung
biasa dipanen pada umur 3-4 tahun dengan produksi sekitar 8 ton/ha. Adapun
komponen kimia bambu betung terdiri atas 53 % holoselulosa, 19 % pentosan, 25
Bambu betung dikenal juga dengan sebutan awi bitung, pring petung, atau
pereng petong. Jenis bambu ini termasuk dalam genus Dendrocalamus yang
mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Bambu betung mempunyai warna
batang hijau kekuning – kuningan (Berlian dan Rahayu, 1995).
Klasifikasi Bambu Betung :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Poales
Famili :(suku rumput-rumputan)
Genus:
Spesies : Dendrocalamus asper Backer
Berlian dan Rahayu (1995) melanjutkan bahwa bambu betung mempunyai
rumpun yang agak rapat. Ukurannya lebih besar dan tinggi daripada jenis bambu
lainnya. Tinggi batang mencapai 20 m dan ruas bambu betung cukup panjang dan
tebal, panjangnya antara 40 - 60 cm dan ketebalan dindingnya berkisar 1 sampai
1,5 cm. Pelepah batang bambu betung panjangnya sekitar 20 sampai 55 cm,
sempit dan melipat ke bawah.
Bahan Aditif
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa bahan dasar pembuatan papan
partikel adalah kayu, perekat, dan bahan aditif (seperti wax dan keramik yang
digunakan sebagai lapisan pelindung untuk mencegah penetrasi zat cair ke dalam
kayu yang berlebihan yang dapat menyebabkan rendahnya stabilitas dimensi
produk. Mekanisme ini umumnya digunakan untuk perbaikan stabilitas dimensi
papan partikel.
Parafin adalah bahan utama pembuatan lilin yang berasal dari residu
minyak bumi. Bahan berbentuk padat ini paling tidak ada dua jenis, yakni lokal
dan impor. Parafin impor yang banyak beredar di pasaran adalah yang berasal dari
Cina. Parafin lokal dicirikan dengan warnanya yang putih kekuningan. Sementara
itu, parafin impor relatif putih bening. Parafin lokal lebih lembek dibandingkan
dengan parafin impor. Parafin impor umumnya lebih mahal dibandingkan dengan
parafin lokal. Lilin yang dibuat dari bahan parafin murni memiliki karakter
lembek, berbintik, dan tidak putih bersih (Murhananto, 2010).
Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen
Perindustrian (2009)
keramik adalah berbagai produk industri kimia yang dihasilkan
dari pengolahan tambang. Keramik termasuk dalam katagori thermoset yaitu suatu
benda yang setelah mengalami pemanasan dan pendinginan kembali tidak dapat
berubah lagi ke bentuk asalnya.
Keramik banyak konstribusinya dalam pembangunan gedung seperti untuk
dinding maupun lantai bangunan. Walaupun keramik bersifat keras, kuat dan
stabil pada temperatur tinggi, tetapi juga bersifat getas dan mudah patah. Keramik
sebagai bahan konstruksi bangunan perlu diperbaiki sifat-sifat fisik dan mekanik
seperti kuat tekan maupun kuat lenturnya. Upaya perbaikan sifat-sifat tersebut
serat seperti abu batang, bulir dan sekam padi, zirkonia dan serat whisker (SiC)
sehingga menjadi lebih kuat dan liat yang disebut sebagai keramik komposit.
(Agustinus, 2006).
Pengembangan tebal merupakan masalah utama pada papan partikel. Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Subyakto et al (2005) papan partikel yang dibuat
dari kulit kayu Akasia (Acaciamangium Willd) belum memenuhi standar. Untuk
memperbaiki sifat pengembangan tebal disarankan untuk menambahkan parafin
(lilin/wax). Diperkuat oleh pernyataan Syamani et al (2008) pengembangan tebal
papan partikel lebih besar disebabkan oleh perekat yang digunakan hanya
menutupi permukaan terluar serat, tidak menembus ke dalam serat.
Papan partikel mempunyai stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan
papan partikel sekitar 10-25 % dari kondisi kering ke basah melebihi
pengembangan kayu utuhnya serta pengembangan linearnya 0,35 %.
Pengembangan panjang dan tebal pada papan ini sangat besar pengaruhnya pada
pemakaian terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan (Haygreen dan
Bowyer, 1996).
Menurut Sekino (1999) dalam Syamani et al (2008) alasan dari tidak
stabilnya dimensi suatu panel adalah perubahan bentuk partikel karena penekanan,
yang terjadi secara temporer selama pengempaan, dan akan kembali ke bentuk
awal ketika partikel menyerap air atau uap air. Namun mekanisme pengembangan
tebal panel lebih kompleks, karena dalam panel sebetulnya partikel berikatan
dengan adanya perekat yang dapat mencegah terjadinya pengembangan tebal.
thickness recovery dari partikel yang didensifikasi, dan kerusakan dari jaringan
ikatan perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat).
Suhu pengempaan bambu harus di bawah dari 180°C hal ini untuk
mencegah dekomposisi selulosa yang mengakibatkan terjadinya penurunan berat
yang sangat besar dan mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan dari bambu.
Fenomena kehilangan berat ini akan mempengaruhi sifat fisik dam mekanik dari
bambu. Dengan demikian temperatur 180° C merupakan temperatur yang kritis
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2011 sampai Juli 2011.
Penelitian dilakukan di Workshop dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara untuk
pengujian fisis. Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara
untuk pembuatan papan partikel sedangkan pengujian mekanis dilakukan di
Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(sampel dikirim) dan Analisis perekat/uji GCMS dilakukan di Pustekolah Litbang
Bogor (sampel dikirim).
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain serbuk
bambu betung sebagai bahan baku, dimana serbuk yang dihasilkan dari 1 batang ±
400 g (3 meter) tanpa bagian kulit sedangkan papan partikel yang dihasilkan dari
bambu betung sebanyak 9 papan, perekat isosianat dan bahan aditif (parafin dan
keramik).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah circular saw, timbangan
elektrik, timbangan digital, kaliper, oven, alumunium foil, bingkai besi ukuran 25
cm x 20 cm x 1 cm, saringan ukuran 40 mesh, mesin kempa hidrolik, golok,
kantong plastik, kotak cetakan kayu, plat seng, penyemprot, kempa panas, kamera
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
1. Serbuk bambuBambu dipotong dengan panjang ± 3 m dengan
menggunakan parang. Kemudian bambu dipotong ± 40 cm tiap ruasnya dengan
menggunakan circular saw. Selanjutnya kulit bambu dibuang dengan
menggunakan golok. Setelah bambu bersih tanpa kulit dilakukan pemotongan
menjadi ukuran partikel menggunakan circular saw. Selanjutnya partikel disaring
dengan menggunakan saringan kawat dan saringan 40 mesh. Hasil dari serbuk
yang telah disaring dapat dilihat pada Gambar 2. Selanjutnya serbuk dioven
selama ± 24 jam sampai KA ≤ 5 %. Skema persiapan bahan baku menjadi bambu
dapat dilihat pada Gambar 1.
Pemotongan bambu (±40cm)
Pengulitan bambu
Penggergajian batang bambu menjadi partikel
Pengovenan partikel bambu (103 + 2 0C)
Gambar 1. Skema persiapan bahan baku bambu
Kebutuhan bahan baku kadar air 0%
= 100/108 x ρ (kerapatan) x d (dimensi)
= 100/108 x 0,8 g/cm3 x 25 cm x 20 cm x 1cm
= 370,37 g
Asumsi bahan baku kadar air 5 %
= 105/100 x 370,37 g
= 388,89 g
Gambar 2. Serbuk bambu betung
2. Perekat isosianat
Perekat yang digunakan adalah isosianat dapat dilihat pada Gambar 3.
Kerapatan yang dipakai yaitu sebesar 0,8 g/cm 3
.
= 8/108 x 0,8 g/cm3 x 25cm x 20cm x 1cm
= 29,63 g
Gambar 3. Perekat isosianat
3. Bahan aditif
Bahan aditif yang digunakan adalah wax (parafin) dan keramik.
Kebutuhan wax (parafin) dan keramik diperoleh 1% dari kebutuhan partikel pada
KA 5 %.
Kebutuhan masing- masing bahan aditif untuk KA partikel 5 %
= 1 % x 388,89 g
= 3,889 g
Proses pembuatan papan partikel 1. Pengadonan (blending)
Pengadonan dilakukan dengan mencampurkan perekat, bahan aditif dan
partikel bambu secara manual. Pengadukan dilakukan sampai seluruh bagian
saling mencampur.
2. Pembuatan lembaran (mat forming)
Adonan dimasukkan ke dalam alat pencetak lembaran (mat forming)
berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm dan ditekan secara manual agar padat.
Selanjutnya kedua permukaannya dilapisi aluminium foil agar tidak
merekat/menempel pada kempa.
3. Pengempaan (hot pressing)
Adonan dikempa panas dengan menggunakan alat hot press pada tekanan
35 kg/cm2 hingga mencapai ketebalan 1 cm. Suhu 1600C dan waktu 15 menit. 4. Pengkondisian (conditioning)
Cetakan lembaran dikeluarkan dari alat kempa. Lembaran yang masih
(tidak panas saat diambil). Dilanjutkan pengkondisian pada suhu kamar selama 1
minggu untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
5. Pengujian
Produk papan partikel yang sudah jadi dikondisikan selama 1 minggu pada
suhu kamar. Kemudian dipotong menjadi contoh uji berdasarkan JIS A 5908 :
2003, kemudian hasil dari pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel
kemudian dibandingkan dengan JIS A 5908 : 2003 pada Tabel 1. Adapun skema
pembuatan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 5.
Pemotongan contoh uji
Pola pemotongan dan ukuran contoh uji didasarkan pada JIS A 5908 –
2003 yang disajikan pada Gambar 4.
250 mm
Gambar 4. Pola pemotongan contoh uji
Keterangan ukuran dimensi contoh uji:
D : Contoh uji untuk keteguhan rekat internal(5 cm x 5 cm x 1 cm)
E : Contoh uji untuk kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm x 1 cm) Skema pembuatan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Skema pembuatan papan partikel.
Serbuk bambu KA < 5%
Pengadonan
Mat forming
Isosianat 8 % Wax (lilin) 1%
atau keramik 1 %
Hot pressing
1600C; 15 menit: 35 kgf/cm2
Pengkondisian 7 hari
Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan standar JIS A 5908 – 2003.
No. Parameter amatan Nilai standar JIS A 5908 – 2003
1.
Keteguhan patah (kgf/cm2)
Keteguhan lentur (kgf/cm2)
Keteguhan rekat internal (kgf/cm2)
Kuat pegang sekrup (kgf)
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya,
lalu diukur rata-rata panjang, lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume
contoh uji. Nilai kerapatan papan partikel dihitung dengan rumus:
Pengkuran volume didapat dari rata-rata panjang, lebar dan tebal. pola
pengukuran sampel kerapatan disajikan pada Gambar 6.
25 mm 50 mm 25 mm
Titik pengukuran tebal
Titik pengukuran panjang dan lebar
Gambar 6 . Pengukuran dimensi contoh uji kerapatan
2
2.. KKaaddaarrAAiirr((KKAA))
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang digunakan adalah bekas
contoh uji kerapatan. Kadar air papan partikel dihitung berdasarkan berat awal
(BA) dan berat kering tanur (BKT) selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 °C.
Nilai kadar air papan partikel dihitung berdasarkan rumus:
3
3.. DDaayyaaSSeerraappAAiirr
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm ditimbang berat awalnya (B1). Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, setelah itu
ditimbang beratnya (B2). Nilai daya serap air papan partikel dihitung berdasarkan Kadar Air (%) =
BKT BKT BA−
rumus:
4
4.. PPeennggeemmbbaannggaannTTeebbaall
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm sama dengan contoh uji daya
serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (T1) yang diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan tebal
setelah perendaman (T2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Nilai pengembangan tebal papan partikel dihitung berdasarkan rumus:
Titik pengukuran tebal dilakukan pada empat titik sudut, yang dapat dilihat pada
Gambar 7.
P
PeenngguujjiiaannSSiiffaattMMeekkaanniiss
1
1.. KKeetteegguuhhaannLLeennttuurr(M(Moodduulluuss ooff EEllaassttiicciittyy))
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan
patah (MOR) dengan memakai contoh uji yang sama. Contoh uji berukuran 5 cm
x 20 cm x 1 cm. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian secara
otomatis tercatat dan terekam pada CPU Mesin UTM Instron. Nilai MOE dihitung
dengan rumus:
Dimana:
MOE : Modulus lentur (kg/cm2)
∆P : Beban sebelum batas proporsi (kg)
L : Jarak sangga (cm)
Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian keteguhan patah
(MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM)
dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal,
tetapi tidak kurang dari 15 cm. Nilai MOR dihitung dengan rumus:
b : Lebar Contoh Uji (cm)
d : Tebal Contoh Uji (cm)
Contoh uji yang digunakan berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm pada kondisi
kering udara dengan pola pembebanan disajikan pada GGaammbbaarr88. .
Beban
h
L Penyangga
l
b
G
Gaammbbaarr88..CCaarraaPPeemmbbeebbaannaannPPeenngguujjiiaannMOMOEEddaannMOMORR
3
3.. KKeetteegguuhhaannRReekkaattIInntteerrnnaall(I(Inntteerrnnaall BBoonndd))
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cmdirekatkan pada dua buah blok
aluminium dengan perekat dan dibiarkan mengering. Kedua blok ditarik tegak
lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum. Pengujian keteguhan rekat
internal disajikan pada GGaammbbaarr 9. Nilai keteguhan rekat internal dihitung 9
berdasarkan rumus:
Dimana:
IB : Keteguhan rekat internal (kg/cm2) Pmax : Beban maksimum (kg)
A : luas permukaan contoh (cm2) IB =
A Pmax
Arah beban
Contoh uji berukuran 5 cm x 10 cm x 1 cm. Untuk kuat pegang sekrup
permukaan dibuat sekrup pada sisi permukaan panel. Sekrup yang digunakan
berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga mencapai kedalaman 8
mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang
dicapai dalam kilogram.
Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) non faktorial dengan tiga perlakuan yaitu tanpa penambahan zat
aditif atau kontrol, penambahan zat aditif 1% keramik dan 1% parafin dengan 3
kali ulangan, sehingga jumlah papan diperoleh dari 3 perlakuan dikali 3 ulangan
yaitu sebanyak 9 papan. Adapun model linear dari RAL adalah sebagai berikut:
ij i ij
Y
=
µ
+
τ
+
ε
keterangan: `
μ = Nilai rataan.
τi = Perlakuan penambahan zat aditif. εij = Nilai galat.
Hipotesis yang akan digunakan adalah :
Hipotesis yang akan digunakan adalah:
Ho : Penambahan zat aditif tidak berpengaruh sifat fisis dan mekanis papan
partikel bambu betung.
H1 :Penambahan zat aditif mempengaruhi sifat fisis dan mekanis papan
partikel bambu betung.
Untuk mengetahui perlakuan mana yang berpengaruh nyata terhadap sifat
fisis dan mekanis papan partikel bambu betung, dilakukan pengujian lanjutan
dengan menggunakan uji Duncan (Duncan Multi Range Test). Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian GCMS
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik perekat isosianat .
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa isosianat memiliki gugus kimia
yang sangat reaktif dan kuat yaitu R-N=C=O. Ini sesuai dengan pernyataan
Sangyo (2005) dalam Saputra (2009), kelebihan perekat isosianat adalah dapat
mengeras tanpa bantuan panas dan curing pada suhu tinggi. Isosianat juga
memiliki gugus kimia yang sangat reaktif yang kuat yaitu R-N=C=O
Hasil dari produk papan partikel bambu betung dapat dilihat pada Gambar 10.
A B C
Gambar 10. Papan partikel (A: serbuk bambu betung tanpa perlakuan, B: serbuk
bambu betung dengan keramik, C: serbuk bambu betung dengan parafin)
Pengujian Sifat Fisis
Pengujian sifat fisis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 meliputi
kerapatan (density), kadar air (moisture content), daya serap air (water sorption),
kemampuan suatu papan partikel terhadap keadaan lingkungan sekitarnya antara
lain air dan suhu.
Sifat Fisis Papan Partikel Kerapatan (Density)
Kerapatan merupakan massa atau berat persatuan volume (Bowyer et al,
2003). Grafik nilai rata –rata kerapatan papan partikel disajikan pada Gambar 11.
0,7 0,73 0,71
Gambar 11. Grafik rata-rata kerapatan papan partikel
Gambar 11 menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan tidak
mencapai sasaran kerapatan yaitu 0,8 g/cm3 namun sudah termasuk papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard) dan telah memenuhi
standar JIS A 5908-2003 yaitu 0,4 – 0,9 g/cm3. Ini sesuai dengan pernyataan Maloney (1993), papan partikel berkerapatan sedang yaitu papan yang
mempunyai kerapatan antara 0,4 – 0,8 g/cm3. Adapun target kerapatan tidak mencapai target dikarenakan pada saat pengempaan banyaknya serbuk bambu
yang keluar dari ukuran plat besi yang diinginkan sehingga mengurangi jumlah
berat dari papan partikel yang dihasilkan. Kehilangan berat sangat berpengaruh
Dari Gambar 11 dapat dilihat nilai kerapatan dari masing perlakuan bahwa
penambahan bahan aditif tidak berpengaruh besar terhadap kerapatan papan
partikel. Hanya berbeda 0,01 g/cm3 untuk parafin dan 0,03 g/cm3 untuk keramik terhadap kontrol, pernyataan ini didukung dengan analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa faktor penambahan jenis zat aditif yang berbeda tidak
berpengaruh nyata terhadap kerapatan yang dihasilkan. Artinya baik dengan atau
tanpa penambahan zat aditif, kerapatan papan partikel yang dihasilkan sudah baik.
Adanaya perbedaan kerapatan yang terjadi bukan karena pemberian perlakuan
namun dalam proses pengempaan yang kurang baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nuryawan et al (2008) dalam Hasibuan (2011) menyatakan bahwa
faktor yang menyebabkan perbedaan kerapatan juga karena adanya spring back
atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan.
Kadar Air (Moisture Content)
Kadar air merupakan berat air yang terdapat pada kayu yang dinyatakan
dalam persen dari berat kering tanur (Haygreen dan Bowyer, 1996). Grafik nilai
kadar air disajikan pada Gambar 12.
8,02
Gambar 12. Grafik rata-rata kadar air papan partikel
Nilai kadar air yang terbesar terdapat pada papan partikel tanpa aditif yaitu
8,02 % dan kadar air terendah terdapat pada papan partikel dengan penambahan
parafin yaitu 5,11%. ini menunjukan bahwa dengan penambahan parafin dapat
menahan masuknya air ke dalam papan papan partikel sedangkan penambahan
keramik juga mengurangi masuknya air. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tsoumis (1991), aditif dapat pula digunakan sebagai lapisan pelindung untuk
mencegah penetrasi zat cair ke dalam kayu yang berlebihan yang dapat
menyebabkan rendahnya stabilitas dimensi produk. Rata-rata nilai kadar air
papan partikel tanpa aditif dan aditif telah memenuhi standar JIS A 5908-2003
yang mensyaratkan nilai kadar air papan partikel sebesar 5-13%.
Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perbedaan penambahan jenis aditif
berpengaruh nyata terhadap kadar air, artinya perlakuan yang diberikan
memberikan nilai kadar air yang berbeda secara signifikan. Data tersebut
menggambarkan bahwa keramik dan parafin mampu mengurangi kandungan air
dalam papan. Hal ini juga dikarenakan bambu tidak memiliki kandungan
lignoselulosa seperti kayu yang dapat menyimpan air akan tetapi bamboo
mengandung holoselulosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widarmana (1977)
dalam Hasibuan (2011) menyatakan bahwa kadar air papan partikel sangat
tergantung pada kondisi udara disekelilingnya karena terdiri atas bahan-bahan
yang mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis sedangkan
Dransfield dan Widjaja (1995) dalam Subyakto, et al (2009) menyatakan adapun
komponen kimia bambu betung terdiri atas 53 % holoselulosa, 19 % pentosan, 25
Daya Serap Air (Water Absorption)
Daya serap air yaitu kemampuan papan partikel untuk menyerap air
setelah direndam. Papan partikel direndam selama 2 jam dan 24 jam.
Berikut grafik pengujian daya serap air selama 2 jam dan 24 jam dapat dilihat
pada Gambar 13.
Gambar 13. Grafik rata-rata daya serap air papan partikel.
Hasil dari Gambar 13 menunjukan bahwa papan partikel dengan
penambahan keramik lebih rendah daripada parafin dan kontrol. Hal ini
dikarenakan kerapatan papan partikel dengan penambahan keramik menghasilkan
kerapatan yang lebih tinggi, hal ini sesuai dengan pernyataan Silaban (2006) yang
menyatakan bahwa kerapatan yang tinggi maka kemampuan papan partikel untuk
menyerap air menjadi semakin rendah.
Berdasarkan standar JIS A 5908-2003 nilai daya serap air tidak
dipersyaratkan. artinya papan partikel tanpa aditif dan aditif tidak dapat
dibandingkan dengan standar tersebut.
Hasil dari sidik ragam daya serap air bahwa perbedaan penambahan jenis
zat aditif tidak berpengaruh nyata. Artinya penambahan zat aditif tidak terlalu
mempengaruhi nilai daya serap air. Hal ini dikarenakan sedikitnya bahan aditif
yang digunakan sehingga tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan tanpa
bahan aditif, hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2011) dalam Haygreen
dan Bowyer (1989) pengembangan tebal akan menurun dengan semakin banyak
parafin yang ditambahkan dalam proses pembuatan sehingga sifat kedap airnya
akan lebih sempurna.
Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)
Pengembangan tebal merupakan besaran yang menyatakan pertambahan
tebal contoh uji dalam persen terhadap dimensi awal dan salah satu sifat yang
menentukan apakah papan partikel tersebut dapat digunakan untuk keperluan
eksterior atau interior. Apabila pengembangan tebal papan partikel tinggi berarti
stabilitas dimensi produk rendah. Grafik nilai pengembangan tebal disajikan pada
Gambar 14.
Gambar 14. Grafik rata-rata pengembangan tebal papan partikel.
Hasil dari Gambar 14 menunjukan bahwa papan partikel dengan parafin
menghasilkan nilai pengembangan tebal yang terendah yaitu 1,21 % selama 2 jam
dan 6,99 % selama 24 jam ini menunjukan bahwa parafin mampu mengurangi
masuknya air sehingga kestabilan dimensi papan partikel menjadi lebih baik.
Nilai pengembangan tebal tidak selalu berbanding lurus dengan daya serap
air karena panjang papan partikel juga mengalami pengembangan, hal ini sesuai
dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (1996) pengembangan panjang dan
tebal pada papan partikel ini sangat besar pengaruhnya pada pemakaian terutama
bila digunakan sebagai bahan bangunan.
Apabila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dapat dilihat secara jelas
bahwa parafin mampu menurunkan pengembangan tebal papan partikel sebesar
69,9 % sedangkan penambahan keramik hanya mampu menurunkan
pengembangan tebal sebesar 60,65%. Hal ini menegaskan bahwa penambahan
parafin dapat memperbaiki sifat stabilitas dimensi yang lebih baik pada papan
partikel.
Berdasarkan standar JIS A 5908-2003 papan partikel dengan parafin dan
keramik yang memenuhi standar yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal
papan partikel maksimum 12 % sedangkan papan partikel tanpa aditif tidak
memenuhi standar karena di atas 12 %.
Hasil dari sidik ragam menunjukan bahwa penambahan aditif tidak
berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal pada papan partikel bambu
betung. Nilai pengembangan tebal selalu berbanding lurus dengan daya serap air
sehingga jumlah aditif sangat berpengaruh.
Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 meliputi
keteguhan patah (modulus of rupture) dan kuat pegang sekrup (screw holding
power). Pengujian ini untuk mengetahui kekuatan papan partikel terhadap beban.
Sifat Mekanis Papan Partikel Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 meliputi
keteguhan rekat (internal bond), keteguhan lentur (modulus of elasticity),
keteguhan patah (modulus of rupture) dan kuat pegang sekrup (screw holding
power). Pengujian ini untuk mengetahui kekuatan papan partikel terhadap beban
Keteguhan rekat (Internal Bond)
Keteguhan rekat internal merupakan suatu penunjuk daya tahan papan
terhadap kemungkinan pecah atau belah. Grafik nilai keteguhan rekat internal
disajikan pada Gambar 15.
1,79
Gambar 15. Grafik rata-rata keteguhan rekat papan partikel.
Gambar 15 menunjukkan bahwa papan partikel dengan penambahan
keramik mengahasilkan nilai keteguhan rekat yang lebih baik dibandingkan
dengan tanpa aditif dan penambahan parafin. Hal ini dikarenakan perekat isosianat
dan sirekat menjadi lebih baik, pernyataan ini didukung oleh pernyataan
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (2009)
keramik termasuk dalam katagori thermoset yaitu suatu benda yang setelah
mengalami pemanasan dan pendinginan kembali tidak dapat berubah lagi
kebentuk asalnya.
Berdasarkan standar JIS A 5908-2003, nilai keteguhan rekat internal dari
papan partikel tanpa aditif dan aditif telah memenuhi standar karena berada di atas
1,5 kgf/cm2. Ini dikarenakan kandungan silika pada bambu yang terdapat dibagian kulit telah dihilangkan sehingga tidak mengganggu proses perekatan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fatriasari dan Hermiati (2006), silika banyak terdapat
pada kulit tanaman bambu sehingga kulit memilki kandungan silika yang tinggi.
Kandungan silika yang tinggi dapat menghambat proses perekatan.
Hasil dari sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan aditif
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai keteguhan rekat papan partikel. Hal ini
dikarenakan keramik dan parafin mampu berikatan sangat baik dengan isosianat
sehingga daya rekatny tinggi ini didukung oleh pernyataan Sangyo (2005) dalam
Saputra (2009) kelebihan perekat isosianat adalah dapat mengeras tanpa bantuan
panas dan curing pada suhu tinggi. Isosianat juga memiliki gugus kimia yang
sangat reaktif yang kuat yaitu R-N=C=O . Perekat ini juga memiliki daya guna
yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke logam dan
Keteguhan Lentur (Modulus of Elasticity)
Keteguhan lentur berfungsi untuk mengetahui papan partikel dalam
menerima beban. Ukuran ketahanan papan partikel dalam menerima beban dalam
batas proporsi disebut nilai keteguhan lentur. Grafik nilai keteguhan lentur
disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Grafik rata-rata keteguhan lentur papan partikel.
Berdasarkan hasil yang diperoleh papan partikel dengan penambahan
parafin mempunyai kekuatan tertinggi daripada tanpa aditif dan keramik yaitu
1550,22 kgf/cm2, hal ini dikarenakan perekat isosianat dengan parafin terjadi ikatan kimia (chemical bonding) yang lebih kuat dibanding dengan keramik dan
tanpa aditif. Pernyataan tersebut didukung oleh Hasibuan (2011) dalam Effendi
(2005) nilai modulus elastisitas dan patah dipengaruhi oleh kandungan dan jenis
bahan perekat yang digunakan dan daya ikat perekat. Perekat isosianat merupakan
perekat yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya dan
menghasilkan ikatan kimia (chemical bonding) yang kuat sekali.
Berdasarkan standar JIS A 5908-2003, nilai keteguhan lentur dari ketiga
perlakuan tidak memenuhi standar yang mensyaratkan nilai keteguhan lentur
papan partikel minimum 20.000 kgf/cm2. Hal ini menunjukkan bahwa papan partikel ketiga perlakuan tidak layak untuk digunakan sebagai bahan konstruksi.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan aditif tidak
berpengaruh terhadap keteguhan lentur atau MOE papan yang dihasilkan. Hal ini
karena bambu yang digunakan bagian ruasnya yang lebih lunak sehingga kurang
tahan terhadap gaya tekan dan gaya lentur, pernyataan ini didukung oleh Frick
(2004) letak dan jarak ruasnya masing-masing (bagian ruas kurang tahan terhadap
gaya tekan dan lentur), jenis bambu, umur bambu pada waktu penebangan,
kelembaban dan bagian bambu yang digunakan merupakan karekteristik mekanis
bambu.
Keteguhan Patah (Modulus of Rupture)
Keteguhan patah merupakan kemampuan papan partikel dalam menahan
beban maksimun. Nilai dari keteguhan patah dapat dilihat pada Gambar 17.
102,62
Gambar 17. Grafik rata-rata keteguhan patah papan partikel
Nilai keteguhan patah berdasarkan Gambar 17 menunjukan bahwa papan
partikel dengan penambahan parafin lebih baik daripada tanpa aditif dan keramik.
Hal ini dikarenakan keramik bersifat keras, kuat dan stabil pada temperatur tinggi
tetapi juga bersifat getas dan mudah patah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Agustinus (2006) yang menyatakan bahwa Keramik sebagai bahan konstruksi
bangunan perlu diperbaiki sifat-sifat fisik dan mekanik seperti kuat tekan maupun
kuat lenturnya.
Berdasarkan standar JIS A 5908-2003 yang digunakan, maka nilai
keteguhan patah seluruhnya telah memenuhi batas minimum standar yang
ditetapkan yaitu sebesar 80 kgf/cm2.
Hasil analisis sidik ragam keteguhan patah menunjukkan bahwa
penambahan jenis aditif tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOR yang
dihasilkan. Dengan demikian perlakuan kontrol, penambahan keramik dan parafin
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini karenekan baik bambu dan
bahan aditif mempunyai kelemahan dalam mekanik hal ini sesuai dengan
pernyataan Agustinus (2006) keramik sebagai bahan konstruksi bangunan perlu
diperbaiki sifat-sifat fisik dan mekanik seperti kuat tekan maupun kuat lenturnya.
Frick (2004) letak dan jarak ruasnya masing-masing (bagian ruas kurang tahan
terhadap gaya tekan dan lentur), jenis bambu, umur bambu pada waktu
penebangan, kelembaban dan bagian bambu yang digunakan merupakan
karekteristik mekanis bambu.
Kuat Pegang Sekrup (Screw Holding Power)
Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan papan partikel untuk
menahan gaya tekan yang diberikan oleh sekrup. Grafik nilai rerata kuat pegang
34,7
Gambar 18. Grafik rata-rata kuat pegang sekrup papan partikel
Nilai kuat pegang sekrup pada gambar 18 menunjukkan bahwa papan
partikel dengan penambahan keramik 66,01 kgf lebih baik dibanding tanpa aditif
dan parafin. Hal ini dikarenakan keramik mempunyai sifat termoset sehingga
mampu berikatan kuat dengan perekat. Hal ini juga dikarenakan perekat isosianat
berikatan dengan sekrup sangat kuat hal ini sesuai dengan pernyataan Sangyo
(2005) dalam Saputra (2009) yang menyatakan Perekat isosianat juga memiliki
daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu, kayu ke
logam dan kayu ke plastik.
Nilai kuat pegang sekrup yang dihasilkan dari ketiga perlakuan telah
memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan kuat pegang sekrup
papan partikel lebih dari 30 kgf. Hal ini dikarenakan jenis perekat isosianat
memiliki daya rekat yang cukup kuat.
Analisis sidik ragam menunjukkan penambahan zat aditif berpengaruh
nyata terhadap kuat pegang sekrup yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan keramik
dan parafin mampu berikatan kuat dengan sekrup yang menggunakan perekat
isosianat yang memilki daya rekat yang kuat, pernyataan ini didukung oleh
Sangyo (2005) dalam Saputra (2009) isosianat juga memiliki gugus kimia yang
sangat reaktif yang kuat yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat ini adalah dapat
digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, dan panas. Perekat ini juga
memiliki daya guna yang luas untuk merekatkan berbagai macam kayu ke kayu,
kayu ke logam dan kayu ke plastik.
Penentuan Peringkat Kualitas
Hasil pengujian pengukuran sifat fisis (kerapatan, kadar air, daya serap air,
pengembangan tebal), dan sifat mekanis (internal bond, keteguhan patah,
keteguhan lentur, kuat pegang sekrup) dibuat peringkat perlakuan terbaik dalam
hal pengaruh terhadap kualitas papan partikel. Dari pengujian sifat fisis (kerapatan
dan daya serap air) diperoleh hasil terbaik terhadap kualitas papan partikel yaitu
kombinasi bambu betung dengan keramik, sedangkan pengujian sifat fisis (kadar
air dan pengembangan tebal) diperoleh hasil yang terbaik terhadap papan partikel
yaitu kombinasi bambu betung dengan parafin.
Pengujian sifat mekanis (internal bond dan kuat pegang sekrup) diperoleh
hasil terbaik terhadap kualitas papan partikel yaitu kombinasi bambu betung
dengan keramik, sedangkan pengujian sifat mekanis (MOE dan MOR) diperoleh
hasil terbaik didapat dari kombinasi bambu betung dengan parafin.
Dari pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel bambu betung
dengan parafin memiliki peringkat terbaik menduduki peringkat pertama, dapat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Papan partikel dari bambu betung pada pengujian sifat fisis seluruhnya
telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 sedangkan pada pengujian
mekanis nilai MOE tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003.
2. Papan partikel dengan penambahan parafin lebih baik dalam hal pengujian
kadar air, pengembangan tebal, MOE dan MOR.
3. Papan partikel dengan penambahan keramik lebih baik dalam hal
kerapatan, daya serap air, keteguhan rekat dan kuat pegang sekrup.
4. Penggunaan perekat isosianat sangat mendukung dalam mempengaruhi
sifa fisis dan mekanis papan partikel.
5. Papan partikel dengan penambahan parafin dan keramik memilki
kelebihan masing-masing pada setiap pengujian.
6. Papan partikel dengan penambahan parafin memimiki peringkat yang
terbaik.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji SEM (scanning electron
microscope) dan pengujian ketahanan papan partikel terhadap organisme perusak
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, 2006. Pembuatan Keramik Komposit sebagai Bahan Bangunan. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung
Berlian, N. dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2010. Data Statistik Pengembangan Produksi Kayu Bulat dan Olahan pada 5 tahun terakhir.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap Industri Keramik. Jakarta.
Dumanauw, J.F. 1993. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Fatriasari, W dan E. Hermiati. 2006. Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis Kimia Beberapa Jenis Bambu Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial- LIPI.
Frick, 2004. Seri Konstruksi Arsitektur – Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Edisi Pertama. Yogyakarta. Penerbit Kanisius
Hasibuan, J.H. 2011. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Sawit (Elaesis guineensis Jacq) [Skripsi]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan
Haygreen, J. G dan Bowyer. 1996. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu. Suatu Pengantar terjemahan Hadikusumo, S.A. dan Prawirohatmodjo, S. Gadjah Mada University Press. Yoyakarta.
Hutapea, D. B. R. 2010. Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel dari Beberapa Limbah Non Kayu Menggunakan Proses Fermentasi [Skripsi]. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan [Tidak dipublikasikan].
Lopez, C. dan Shanley, P. 2004. Kekayaan Hutan Asia. PT Gramedia Pustaka Utama. Anggota IKAPI. Jakarta.
Maloney, T.M. 1993. Modern Particle board and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Miller Freeman Publications. USA.
Murhananto, 2010. Teknik Dasar Membuat Lilin Hias. Kawan Pustaka. 2010].
Nuryawan, A. 2007. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented Strand Board dari Kayu Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil [Tesis]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saputra, R. 2009. Karekteristik Produk Komposit dari Vasculas Bundles Limbah Batang Kelapa Sawit [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soedjono & H. Hartanto. 1994. Budidaya Bambu. Penerbit Dahara Prize. Semarang. 95 hal.
Subiyanto, B. 2000. Pengaruh Temperatur Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Bambu. Puslitbang Fisika Terapan LIPI. Prosiding Simposium Fisika Nasional XVIII, April 2000 : 38-146.
Subyakto, L. Suryanegara, M. Gopar, dan K. Wiji Prasetyo. 2005. Utilization of Acacia (Acacia mangium Willd) Bark for Particleboard with Low Phenol Formaldehyde Content. J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol.3 • No. 2 • 2005.
Subyakto, Elis Hermawati, Dedi Heri, Fitria, Ismail Budiman, Ismadi, Nanang Mascradia, Bambang subiyanto. 2009. Proses Pembuatan Sisal (Agave sisilan ) dan Bambu Betung (Dendocalamus asper). UPT Balai Litbang Biomaterial LIPI. Bandung.
Supriadi, D. 2001. Ketersediaan Bambu sebagai Bahan Baku Industri dan Kerajinan. Seminar Meningkatkan Nilai Komersial Bambu dan Potensi Pasokannya. 34 Tahun LIPI, Jakarta.
Sutigno. 1994. Mutu Papan Partikel. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosialisai Ekonomi Kehutanan, Bogor.
Juli
2010].
Tsoumis, G. 1991. Science and Technology Wood. Structur, Properties, Utilization. Van Vostrand Reinhold Inc. USA.
Lampiran 1. Pengujian Kerapatan Papan Partikel
Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kerapatan Papan Partikel
Kode
PABN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji kerapatan dan kadar air
PABK : Papan partikel dengan penambahan keramik untuk uji kerapatan dan kadar air PABP : Papan partikel dengan penambahan parafin untuk uji kerapatan dan kadar air
Lampiran 2. Pengujian Kadar Air Papan Partikel
Tabel 3. Data Hasil Pengujian Kadar Air Papan Partikel
Perlakuan Ulangan
PABN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji kerapatan dan kadar air
PABK : Papan partikel dengan penambahan keramik untuk uji kerapatan dan kadar air PABP : Papan partikel dengan penambahan parafin untuk uji kerapatan dan kadar air
Lampiran 3. Pengujian Daya Serap Air Papan Partikel
Tabel 4. Data Hasil Pengujian Daya Serap Air Papan Partikel
Perlakuan Ulangan Berat Awal (g)
Berat
JAM(%) Kerapatan Koreksi Daya Serap Air
PCBP 1 28.000 47.900 51.150 71.071 82.6786 0.92 71.89440994
PCBN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji daya serap air dan pengembangan tebal
One-way ANOVA: DSA versus PERLAKUAN
Source DF SS MS F P PERLAKUAN 2 1493 747 4.64 0.060 Error 6 964 161
Total 8 2458
S = 12.68 R-Sq = 60.75% R-Sq(adj) = 47.67%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev -+---+---+---+--- 1 3 59.29 16.54 (---*---)
2 3 56.67 12.63 (---*---)
3 3 85.21 7.01 (---*---)
-+---+---+---+--- 40 60 80 100
Lampiran 4. Pengujian Pengembangan Tebal Papan Partikel
Tabel 5. Data Hasil Pengembangan Tebal Papan Partikel
Perlakuan Ulangan T 1 T2 T3 T4 T
PCBN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji daya serap air dan pengembangan tebal
One-way ANOVA: PENGEMBANGAN TEBAL (PT) versus PERLAKUAN
Source DF SS MS F P PERLAKUAN 2 374 187 1.67 0.265 Error 6 673 112
Total 8 1047
S = 10.59 R-Sq = 35.74% R-Sq(adj) = 14.32%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+-- 1 3 21.66 16.92 (---*---) 2 3 9.54 4.85 (---*---)
3 3 6.83 5.15 (---*---)
---+---+---+---+-- 0 12 24 36
Lampiran 5. Pengujian MOE Papan Partikel
Tabel 6. Data Hasil Pengujian MOE Papan Partikel
Perlakuan Ulangan
PBBN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji MOE dan MOR
One-way ANOVA: MOE versus PERLAKUAN
Source DF SS MS F P PERLAKUAN 2 1073759 536879 1.86 0.235 Error 6 1732234 288706
Total 8 2805992
S = 537.3 R-Sq = 38.27% R-Sq(adj) = 17.69%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+ 1 3 826.7 796.4 (---*---)
2 3 1347.4 394.8 (---*---) 3 3 1664.5 275.8 (---*---) ---+---+---+---+ 600 1200 1800 2400
Lampiran 6. Pengujian MOR Papan Partikel
Tabel 7. Data Hasil Pengujian MOR Papan Partikel
Perlakuan Ulangan
PBBN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji MOE dan MOR
One-way ANOVA: MOR versus PERLAKUAN
Source DF SS MS F P PERLAKUAN 2 22217 11109 2.62 0.152 Error 6 25432 4239
Total 8 47649
S = 65.10 R-Sq = 46.63% R-Sq(adj) = 28.84%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ---+---+---+---+- 1 3 110.26 100.51 (---*---)
2 3 206.22 35.17 (---*---) 3 3 223.07 37.11 (---*---) ---+---+---+---+- 80 160 240 320
Lampiran 7. Pengujian Inernal bond Papan Partikel
Tabel 8. Data Hasil Pengujian Internal bond Papan Partikel
Perlakuan Ulangan P Max (Kgf) Panjang Lebar
Luas Permukaan
(cm2)
IB
(Kg/cm2) Kerapatan Koreksi IB VOLUME
PDBN 1 5.3762 5.0650 4.9700 25.1731 0.2136 0.646651697 0.2642 33.4801565
2 51.7528 4.8150 4.8250 23.2324 2.2276 0.623689826 2.8573 28.45965938
3 68.3277 4.7800 4.8750 23.3025 2.9322 0.679755391 3.4509 29.128125
Rerata 41.8189 4.8867 4.8900 23.9026 1.7911 0.650032304 2.1908 30.35598029
PDBK 1 159.4351 4.8750 4.8450 23.6194 6.7502 0.677409965 7.9718 29.22897656
2 307.3815 4.7850 4.8400 23.1594 13.2724 0.836832171 12.6883 26.170122
3 239.9310 4.7000 4.8750 22.9125 10.4716 0.861221579 9.7272 25.71928125
Rerata 235.5825 4.7867 4.8533 23.2304 10.1647 0.791821238 10.1291 27.03945994
PDBP 1 265.9502 4.9150 4.7800 23.4937 11.3201 0.673265194 13.4509 30.8942155
2 143.8788 4.7350 4.9250 23.3199 6.1698 0.772932589 6.3859 28.33364813
3 112.1740 4.7250 4.9250 23.2706 4.8204 0.712063209 5.4157 26.12127656
Rerata 174.0010 4.7917 4.8767 23.3614 7.4368 0.719420331 8.4175 28.4497134
Keterangan
PDBN : Papan partikel tanpa perlakuan untuk uji keteguhan rekat
One-way ANOVA: IB versus PERLAKUAN
Source DF SS MS F P PERLAKUAN 2 104.89 52.44 5.65 0.042 Error 6 55.65 9.28
Total 8 160.54
S = 3.046 R-Sq = 65.33% R-Sq(adj) = 53.78%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Level N Mean StDev ----+---+---+---+--- 1 3 2.185 1.705 (---*---)
2 3 10.129 2.384 (---*---) 3 3 8.418 4.386 (---*---)
----+---+---+---+--- 0.0 5.0 10.0 15.0