• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik panel akustik papan partikel bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) berperekat isocyanate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik panel akustik papan partikel bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) berperekat isocyanate"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

BERPEREKAT

ISOCYANATE

IEDO KHRISNA LUCKY

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KARAKTERISTIK PANEL AKUSTIK PAPAN PARTIKEL

BAMBU BETUNG (

Dendrocalamus asper

Backer)

BERPEREKAT

ISOCYANATE

IEDO KHRISNA LUCKY

E24063178

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Iedo Khrisna Lucky. E24063178. Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate. Di Bawah Bimbingan Lina Karlinasari dan Naresworo Nugroho

Bambu merupakan bahan baku yang memiliki sifat mekanis yang baik dan berpotensi digunakan sebagai bahan penyerap suara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel bambu dan kerapatan papan partikel terhadap sifat akustik, sifat fisis dan mekanis panel akustik papan partikel bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) serta dapat mengetahui kelayakan papan partikel tersebut untuk menjadi panel akustik yang baik.

Tiga ukuran partikel penyusun papan partikel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu partikel halus, sedang dan ukuran wol. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu methylene diphenyl diisocyanate (MDI) dengan kadar perekat yang dipakai adalah 12% dari berat kering tanur partikel untuk setiap lembar papan dengan kerapatan target 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kerapatan panel akustik berkisar antara 0,41 - 0,58 g/cm3. Nilai rata-rata kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,80 -10,13%. Nilai rata-rata pengembangan tebal 2 jam panel akustik hasil penelitian berkisar antara 2,43 – 8,91% sedangkan untuk nilai rata-rata pengembangan tebal 24 jam berkisar antara 3,93 – 17,14%. Nilai rata-rata daya serap air 2 jam panel akustik hasil penelitian berkisar antara 27,35 – 79,84% sedangkan untuk nilai rata-rata daya serap air 24 jam berkisar antara 43,88 – 101,09 %. Nilai rata-rata Modulus of Elasticity (MOE) panel akustik berkisar antara 4.081 – 15.193 kg/cm2. Nilai rata-rata Modulus of Rupture (MOR) panel akustik komposit berkisar antara 29 – 167 kg/cm2. Nilai rata-rata Internal Bond (IB) hasil penelitian berkisar antara 0,66 – 2,4 kg/cm2. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup hasil penelitian berkisar antara 14,75 – 56,5 kg/cm2. Seluruh panel akustik papan partikel yang memiliki perbedaan ukuran partikel tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap suara yang terletak pada rentang frekuensi tinggi 1000 Hz – 4000 Hz dengan nilai absorbsi berkisar antara 0,32 – 0,96. Nilai sound transmission class (STC) rata-rata panel akustik papan partikel berkisar antara 7 – 20.

Dari semua parameter yang diuji, ukuran partikel yang semakin besar meningkatkan nilai pengembangan tebal, MOE, MOR dan kuat pegang sekrup. Sebaliknya ukuran partikel yang semakin besar menurunkan nilai IB dan daya serap air. Semakin tinggi kerapatan papan maka semakin rendah nilai WA. Sebaliknya semakin tinggi kerapatan papan maka semakin tinggi nilai MOE, MOR, IB dan SW. Pada sifat akustik, semakin besar ukuran partikel maka akan meningkatkan nilai koefisien absorbsi dan STC. Semakin rendah kerapatan papan maka nilai koefisien absorbsi suara akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi kerapatan papan maka nilai STC akan semakin tinggi. Panel akustik papan partikel bambu betung layak menjadi panel akustik berdasarkan sifat fisis, mekanis dan akustiknya.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat

Isocyanate” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan

tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung

(Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate.

Nama Mahasiswa : Iedo Khrisna Lucky

NRP : E24063178

Departemen : Hasil Hutan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.ScF Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si

NIP : 19731126 199802 2 001 NIP : 19650122 198903 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.ScF.

NIP : 19660212 199103 1 002

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir

yang berjudul ”Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung

(Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa laboratorium, yaitu Laboratoium

Fisika Bangunan dan Akustik, Kelompok Keahlian Teknik Fisika, Fakultas

Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Puslitbang Permukiman DPU,

Cileunyi, Bandung, Laboratorium Puslitbang Kehutanan Bogor, Laboratorium

Biokomposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Bagian

Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, serta

Laboratorium SEAFAST Centre Institut Pertanian Bogor dari awal Juni 2010

hingga akhir Oktober 2010.

Panel akustik papan partikel adalah papan yang terbuat dari

partikel-partikel kayu dan digunakan untuk material penyerapan suara. Penelitian ini

mencoba melengkapi kemungkinan memanfaatkan bambu betung dalam berbagai

ukuran partikel untuk memproduksi panel akustik serta mengetahui

karakteristiknya. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam pembuatan material peredam suara.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.

Semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka

yang memerlukannya.

Bogor , Februari 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Juli 1988 sebagai anak

kedua dari tiga orang bersaudara pasangan Eko Budi Haryanto dan Susie

Suparlisasi. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bogor dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi

Masuk IPB). Penulis diterima di Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan,

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif sebagai staff Eksternal

HIMASILTAN periode 2009/2010. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang - Kamojang, Prakek Pengelolaan Hutan

(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta melakukan

Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cahaya Sakti Furintraco, Bogor, Jawa Barat.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate dibawah bimbingan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F dan Dr.Ir. Naresworo Nugroho,

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat

Isocyanate”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga sahabat dan pengikutnya sampai akhir

zaman. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,

terutama kepada:

1. Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F dan Bapak Dr.Ir. Naresworo

Nugroho, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan

pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Ayah, Ibu dan Kakak-adikku tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang

yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir

tanpa henti kepada penulis.

3. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS; Dr. Ir. Basuki Wasis, MS; dan Dr. Ir. Agus

Hikmat, M.Sc. F selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

masukan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Christina Mayangsari atas do’a, dukungan dan semangat yang diberikan

kepada penulis.

5. Seluruh Laboran dan Staf Departemen Hasil Hutan yang banyak memberikan

dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis. Pak Abdullah lab.

Biokomposit, Pak Kadiman Lab. Pengerjaan, Mas Irfan Lab. Keteknikan

Kayu, Mas Nanu Lab TF ITB, dan Pak Sinaga Puskim Bandung.

6. Teman-teman satu bimbingan: Dian Sistiani, Elank Sandhi K. dan Bagus M.

7. Teman-teman mayor hasil hutan yaitu Arief, Didint, Ferry, Galang, Rama O,

(9)

yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan

kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.

8. Teman-teman Fahutan angkatan 41, 42, 43, 44 dan 46 yang selalu memberi

semangat kepada penulis. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya

kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas

kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan

maupun yang tidak tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

Bogor , Februari 2011

(10)

KATA PENGANTAR ..………... i

DAFTAR ISI ...………... v

DAFTAR TABEL ...……….………...…... viii

DAFTAR GAMBAR ...………...…...…. ix DAFTAR LAMPIRAN ………...………...…….... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sifat Akustik ... 3

2.1.1 Gelombang Suara... 3

2.1.2 Penyerapan Suara... 4

2.1.3 Sound Transmission Loss (STL) ... 6

2.2 Papan Partikel ... 6

2.3 Pengujian Kualitas Papan Partikel ... 9

2.3.1 Kerapatan ... 9

2.3.2 Kadar Air ... 10

2.3.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)... 10

2.3.4 Daya Serap Air (Water Absorbtion) ... 10

2.3.5 Modulus of Elasticity (MOE) ... 11

2.3.6 Modulus of Rupture (MOR) ... 11

2.3.7 Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 11

2.3.8 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 12

2.4 Bahan Baku yang Digunakan ... 12

2.4.1 Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) ... 12

(11)

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Pembuatan Contoh Uji ... 16

3.3.1 Persiapan Bahan... 17

3.3.2 Pencampuran Bahan dan Pembuatan Lembaran... 18

3.3.3 Pengempaan dan Pengondisian... 18

3.3.4 Pembuatan Contoh Uji ... 19

3.4 Pengujian Papan Partikel... 21

3.4.1 Pengujian Sifat Fisis ... 21

a. Kerapatan... 21

b. Kadar Air ... 22

c. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling) ... 22

d. Daya Serap Air (Water Absorbtion) ... 23

3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis ... 23

a. Modulus of Elasticity (MOE) ... 23

b. Modulus of Rupture (MOR) ... 24

c. Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 24

d. Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 25

3.4.3 Pengujian Sifat Akustik ... 25

a. Pengukuran Koefisien Absorbsi Suara dengan Tabung Impedansi 25 b. Pengukuran Sound Transmision Loss ... 27

3.5 Analisis Data ... 29

3.5.1 Sifat Fisis dan Mekanis ... 29

3.5.2 Sifat Akustik ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Sifat Fisis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 31

4.1.1 Kerapatan ... 31

4.1.2 Kadar Air ... 33

4.1.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling) ... 34

(12)

4.2 Sifat Mekanis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung... 36

4.2.1 Modulus of Elasticity (MOE) ... 37

4.2.2 Modulus of Rupture (MOR) ... 38

4.2.3 Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 39

4.2.4 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 40

4.3 Sifat Akustik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 41

4.3.1 Koefisien Absorbsi Suara ... 41

4.3.2 Sound Transmission Loss ... 44

4.4 Pengaruh Ukuran Partikel dan Perbedaan Kerapatan Terhadap Sifat Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 48

BAB V KESIMPULAN dan SARAN... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Sifat fisis mekanis papan partikel menurut standar JIS 5908 9

Tabel 2 Sifat fisis mekanis dan kimia bambu betung ... 13

Tabel 3 Nilai rata-rata sifat fisis panel akustik papan partikel... 31

Tabel 4 Nilai rata-rata sifat mekanis panel akustik papan partikel ... 37

Tabel 5 Nilai rata-rata koefisien absorbsi panel akustik papan partikel

bambu betung ... 42

Tabel 6 Nilai koefisien absorbsi beberapa jenis produk... 44

Tabel 7 Nilai rata-rata STL panel akustik papan partikel bambu

betung... 45

Tabel 8 Nilai rata-rata STC panel akustik papan partikel bambu

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan ... 4

Gambar 2 Gambaran umum urutan proses penelitian ... 16

Gambar 3 Partikel bambu betung dalam berbagai ukuran a) wol, b) partikel ukuran sedang, c) partikel ukuran halus ... 17

Gambar 4 Pencampuran bahan dan pembuatan lembaran partikel bambu a) Pencampuran bahan dengan rotary blender dan b) Pencetakan lembaran ... 18

Gambar 5 Pengempaan dan pengondisian panel a). Pengempaan panas dan b). Pengkondisian lembaran panel ... 19

Gambar 6 Pola pemotongan contoh uji... 19

Gambar 7 Penggabungan lembaran papan partikel... 20

Gambar 8 Enam jenis panel akustik yang diuji... 21

Gambar 9 Pengujian MOE dan MOR ... 24

Gambar 10 Pengujian Kuat Rekat Internal ... 25

Gambar 11 Pengujian Kuat Pegang Sekrup ... 25

Gambar 12 Skema pengujian koefisien absorbsi suara dengan tabung Impedansi ... 25

Gambar 13 Pengujian koefisien absorbsi a). Warble Tone Generator, b). loudspeaker dan microphone car, c). bagian untuk penempatan sampel, d). Tabung impedansi, e). Precision Sound Level Meter, f) Contoh uji, g). Tempat contoh uji diletakkan. ... 26

Gambar 14 Skema pengujian sound transmision loss... 28

Gambar 15 Jenis ruangan pada pengujian STL a). Ruang sumber b). Ruang penerima ... 29

Gambar 16 Histogram rata-rata nilai kerapatan (g/cm3) panel akustik pa- pan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 32

(15)

Gambar 18 Histogram rata-rata nilai pengembangan tebal (thickness- swelling) 2 jam panel akustik partikel bambu betung diban- dingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 34

Gambar 19 Histogram rata-rata nilai pengembangan tebal (thickness swelling) 24 jam panel akustik papan partikel bambu

betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 34

Gambar 20 Histogram rata-rata nilai daya serap air (water absorbtion) 2 jam panel akustik papan partikel bambu betung ... 35

Gambar 21 Histogram rata-rata nilai daya serap air (water absorbtion) 24 jam panel akustik papan partikel bambu betung... 36

Gambar 22 Histogram rata-rata nilai MOE (kg/cm2) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908

(2003) ... 37

Gambar 23 Histogram rata – rata nilai MOR (kg/cm2) panel akustik pa- pan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 38

Gambar 24 Histogram rata – rata nilai Internal bond (kg/cm2)panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 39

Gambar 25 Histogram Nilai Kuat Pegang Sekrup (kg)panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A

5908 (2003) ... 40

Gambar 26 Histogram koefisien absorbsi suara panel akustik papan

partikel bambu betung ... 43

Gambar 27 Histogram sound transmission loss (dB) panel akustik pa-

pan partikel bambu betung ... 46

Gambar 28 Histogram sound transmission class (dB) panel akustik

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Nilai Kerapatan Setiap Ulangan Contoh Uji ... 54

Lampiran 2 Nilai Kadar Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 55

Lampiran 3 Nilai Pengembangan Tebal Setiap Ulangan Contoh Uji ... 56

Lampiran 4 Nilai Daya Serap Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 57

Lampiran 5 Nilai MOE dan MOR Setiap Ulangan Contoh Uji ... 58

Lampiran 6 Nilai Internal Bond Setiap Ulangan Contoh Uji ... 59

Lampiran 7 Nilai Kuat Pegang Sekrup Setiap Ulangan Contoh Uji ... 60

(17)

1.1 Latar Belakang

Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat mereduksi

kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan bahan-bahan peredam

dan penyerap suara. Bahan tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan

sebagai panel akustik yang dipasang menjadi dinding pemisah (partisi) dan

plafon. Bahan yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan

peredam suara antara lain glasswool, rockwool, dan bahan berlignoselulosa.

Bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik

adalah sekam padi, jerami, serat rami, dan sabut kelapa. Penelitian Koizumi et al. (2002) menunjukkan bahwa bahan peredam suara dari serat bambu memiliki mutu

sebaik glasswool sebagai bahan peredam suara yang telah lama digunakan masyarakat dengan harga yang mahal.

Salah satu jenis bambu yang memiliki potensi yang baik untuk menjadi

bahan baku panel komposit karena kelimpahannya yaitu bambu betung

(Dendrocalamus asper). Jenis bambu ini banyak dijumpai dan tumbuh mulai dari

daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter) (Soedjono & Hartanto

1994). Selain itu bambu betung merupakan jenis bambu yang banyak dikenal

karena berdiameter cukup besar bila dibandingkan dengan jenis bambu lain,

sekitar 10 – 18 cm, berdinding tebal, 11 – 18 mm (Othman et al. 1995).

Sejalan dengan perkembangan industri panel kayu dan kelangkaan kayu

sebagai bahan baku, bahan baku non kayu seperti bambu mulai memegang

peranan penting dalam pembuatan panel. Dengan sifat – sifat fisis dan mekanis yang baik, kembang susut yang rendah dan kerapatan rata – rata 0,74 g/cm3 bambu sangat cocok untuk pembuatan berbagai jenis panel (ITTO 1994).

Penggunaan komposit bambu adalah sebagai bahan komposit konstruksi

bangunan, untuk mebeler, untuk keperluan pengemasan serta digunakan dalam

(18)

Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian tentang panel akustik papan

partikel berbahan baku bambu betung dengan kerapatan papan rendah sehingga

memiliki pori-pori sebagai bahan penyerap suara. Selain itu diteliti pula faktor

yang mempengaruhi kelayakan papan partikel sebagai panel akustik yaitu ukuran

partikel penyusun papan dan kerapatan papan yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh ukuran partikel bambu terhadap sifat akustik,

sifat fisis dan mekanis panel akustik bambu betung (Dendrocalamus

asper Backer).

2. Mengetahui pengaruh kerapatan panel terhadap sifat akustik, sifat fisis

dan mekanis panel akustik bambu betung (Dendrocalamus asper

Backer).

3. Mengetahui kelayakan papan partikel dari bambu betung sebagai panel

akustik yang baik.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Upaya pemanfaatan bambu betung yang memiliki potensi sebagai

bahan pembuatan panel akustik yang dapat menjadi material alternatif

dalam mengatasi masalah kebisingan.

2. Diharapkan dapat menambah referensi dalam pembuatan material

(19)

2. 1 Sifat Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akoustikos, artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat

mempengaruhi mutu bunyi dan suara (Suptandar 2004). Akustik kayu

berhubungan langsung dengan segala aspek yang berkaitan dengan suara dari

dinding suara yang diproduksi oleh pohon dan hutan, penggunaan kayu sebagai

panel akustik, karakteristik emisi akustik dari jenis kayu yang berbeda, pengaruh

pertumbuhan, kelembaban, modulus elastik pada kayu, dan kandungan bahan

kimia pada kayu yang mempengaruhi sifat akustik (Bucur 2006).

Sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi suara yang diakibatkan

oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang

dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang

suara (Tsoumis 1991). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair,

ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara

20 Hz sampai 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar

(Young & Freedman 2003). Frekuensi adalah jumlah osilasi partikel medium

yang terjadi dalam setiap detik. Diukur dalam satuan cps (cycle per second) atau

Hertz (Hz) (Merthayasa 2008).

Menurut Tsoumis (1991), bunyi atau suara yang dihasilkan mempunyai

nada rendah atau tinggi bergantung pada frekuensi. Ketika gelombang suara yang

dihasilkan oleh sumber yang lain menjangkau kayu, sebagian dari energi

akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu.

2.1.1 Gelombang Suara

Gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik,

yang berupa gas, cair, atau padat. Seseorang menerima suara berupa getaran pada

(20)

dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi

dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik.

Ketika suara menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka

energi dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh

batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang

berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (Lord 1980 dalam Himawanto 2007).

Fenomena gelombang suara yang terjadi berupa suara yang diserap

(absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan. (Sumber : FTI ITB 2009)

2.1.2 Penyerapan Suara

Sound Absorbtion atau penyerapan suara merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang

diarahkan kepadanya. Kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan

kecepatan suara di besi ataupun kaca, hal ini dikarenakan kayu memiliki pori-pori

(Jailani et al. 2004). Menurut Tsoumis (1991), bagian dari energi akustik yang masuk kedalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik

menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorbtion.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan kayu,

(21)

elasticity yang rendah, serta kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara.

Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material

penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), material

peredam (damping material) (Lewis & Douglas 1993 dalam Himawanto 2007). Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous),

berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif.

Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan

bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya

bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih

besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori

tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi

suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya,

pada umumnya diubah ke energi kalor (Wirajaya 2007).

Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan

energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien absorbsi (α).

Bila permukaan bahan tersebut tidak seragam, maka koefisien absorbsi lokal (α) pada suatu tempat dipermukaan bahan tersebut dengan luas permukaan (Si) akan memiliki nilai tertentu pada setiap tempat dipermukaan bahan tersebut.

Maka koefisien absorbsi rata-rata dari bahan tersebut didefinisikan sebagai

berikut:

Berdasarkan arah datangnya gelombang suara, koefisien absorbsi suara ini

dibedakan menjadi dua macam, yaitu koefisien absorbsi suara normal (αn) dan

koefisien absorbsi suara sabine/acak (α). Koefisien absorbsi suara normal untuk gelombang suara yang datang tegak lurus terhadap permukaan bahan, sedangkan

koefisien absorbsi suara sabine untuk gelombang suara yang datang dari berbagai

arah. Diantara kedua jenis tersebut, yang lebih menggambarkan keadaan yang

(22)

sabine. Hal ini karena secara umum dalam kenyataannya pada kehidupan

sehari-hari gelombang suara yang datang pada suatu bahan berasal dari berbagai arah.

Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu

dengan tabung impedansi (Impedance tube) yang dapat mengukur koefisien

absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung (Reverberation

room) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine (Wirajaya 2007).

2.1.3 Sound Transmission Loss (STL)

Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara. Nilainya disebut dengan decibel (dB). Semakin tinggi nilai TL, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Untuk

memudahkan dalam menentukan besarnya penyekatan suara maka didefinisikan

suatu besaran angka tunggal Sound Transmission Class yang dilakukan dari

pengukuran STL dengan filter 1/3 oktaf pada rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000

Hz.

Sound transmission class adalah kemampuan rata-rata Sound transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara. Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E 413 yang dikeluarkan oleh American

Society for Testing and Materials (ASTM) (FTI ITB 2009)

Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut (Bpanelcom 2009) :

50-60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar lemah atau tidak sama sekali

40-50 Sangat bagus, suara terdengar lemah

35-40 Bagus, suara keras terdengar tapi harus lebih didengar

30-35 Cukup, suara keras cukup terdegar

25-30 Jelek, suara normal mudah atau jelas didengar

20-25 Sangat jelek, suara pelan dapat terdengar

2.2 Papan Partikel

Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang

terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya,

(23)

(Maloney 1993). Menurut Bowyer et al. (2003) dan Maloney (1993), tipe – tipe

partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah:

a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tak menentu yang

dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.

b. Serpih (flake), partikel kayu kecil dengan dimensi yang telah ditentukan

sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang telah dikhususkan.

Dimensi ketebalan antara 0,2-0,5 mm, panjang antara 10-50 mm dan lebar

antara 2,0-2,5 mm. rasio antara panjang partikel dengan ketebalannya

adalah 60-120 : 1 atau lebih tinggi.

c. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau

yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.

d. Serbuk gergaji (sawdust), dihasilkan oleh pemotongan kayu dengan gergaji.

e. Keratan (sliver), hampir persegi potongan melintangnya, dengan panjang

paling sedikir empat kali ketebalannya. Biasanya dengan tebal sampai 5 mm

dan panjang sampai dengan 15 mm

f. Wol (Excelcior), ukuran partikel yang panjang, bergelombang, seperti sliver

yang tipis. Berbentuk seperti pita dengan panjang 300-400 mm, lebar 3-4

mm, dan tebal 0,2-0,5 mm.

g. Unting (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang

sejajar. Umumnya seperti flake yang panjang dan tipis dengan permukaan yang sejajar.

h. Biskuit (wafer), bentuknya berupa serpih tetapi lebih besar. Biasanya

dengan ukuran panjang dan lebar berturut-turut 50 x 50 mm2– 70 x 70 mm2

dan tebal antara 0,6-0,8 mm

Berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam tiga

golongan yaitu :

a. Low density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3.

b. Medium density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,59 – 0,8 g/cm3.

(24)

Sedangkan berdasarkan ukuran partikel dalam pembentukkan lembarannya,

Maloney (1993) membedakannya menjadi tiga macam, yaitu :

a. Single-Layer Particleboard. Papan jenis ini tidak memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah dan permukaan.

b. Three-Layer Particleboard. Ukuran partikel pada bagian permukaan lebih halus dibandingkan ukuran partikel bagian tengahnya.

c. Graduated Three-Layer Particleboard. Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara bagian permukaan dengan

bagian tengahnya.

Dibandingkan dengan kayu asalnya papan partikel mempunyai beberapa

kelebihan seperti papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan

kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan

kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, memiliki sifat isotropis dan

kualitasnya mudah diatur (Maloney 1993).

Bowyer et al. (2003) menerangkan bahwa salah satu kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah

sehingga kebanyakan papan partikel hanya digunakan untuk keperluan interior.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel diantaranya yaitu ukuran

partikel, perekat, jenis partikel dan campuran jenis partikel.

Menurut Sutigno (2006), papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan

baku, akan memiliki kualitas struktural yang lebih baik dari papan partikel yang

dibuat dengan campuran berbagai jenis partikel. Untuk ukuran partikel, papan

partikel yang terbuat dari serpihan akan lebih baik daripada yang dibuat dari

serbuk, karena ukuran serpihan lebih besar dari serbuk. Ukuran partikel yang

semakin besar memiliki kualitas struktural yang lebih baik. Bentuk dan ukuran

partikel akan berpengaruh terhadap kekuatan dan stabilisasi dimensi papan

partikel.

Disamping bentuk partikel, perbandingan panjang dan tebal (nisbah

kelangsingan) dan perbandingan panjang dan lebar (nisbah aspek) juga

berpengaruh terhadap penyerapan air, pengembangan tebal, pengembangan liniear

(25)

mengembangkan kekuatan dan stabilitas dimensi adalah serpih yang ketebalannya

seragam dengan nisbah antara panjang dan tebal yang tinggi (Bowyer et al. 2003).

Spesifikasi sifat-sifat fisis dan mekanis menurut standar JIS A 5908 (2003) untuk

papan partikel disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisis mekanis papan partikel menurut standar JIS 5908.

No Parameter sifat fisis mekanis JIS A 5908 (2003) Type 13

1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9

2 Kadar air (%) 5 – 13

3 Daya serap air (%) -

4 Pengembangan tebal (%) maks 12

5 MOR (kg/cm2) min 130

6 MOE (kg/cm2) min 25.000

7 Internal Bond (kg/cm2) min 2

8 Screw Withdrawal (kg) min 40

Keterangan : MOE = Modulus of Elasticity; MOR = Modulus of Rupture.

2.3 Pengujian Kualitas Papan Partikel

Pengujian kualitas papan partikel berupa pengujian sifat fisis dan mekanis

dari papan partikel tersebut. Sifat fisis dan mekanis kayu merupakan hal penting

karena kedua sifat tersebut dapat berhubungan dengan sifat akustik kayu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat akustik kayu yaitu pori-pori penyusun bahan,

kadar air, temperatur, kerapatan dan Modulus of Elasticity (MOE) (Tsoumis 1991). Pengujian sifat fisis yang dilakukan terdiri dari kerapatan, kadar air,

pengembangan tebal (thickness swelling) dan daya serap air (water absorbtion).

Sementara itu sifat mekanis yang diuji terdiri dari Modulus of Elasticity (MOE),

Modulus of Rupture (MOR), kuat rekat internal (Internal Bond) dan kuat pegang sekrup (screw withdrawal).

2.3.1 Kerapatan

Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakkan partikel dalam satu lembaran

yang sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan tekanan

yang diberikan selama proses pengempaan. Semakin tinggi kerapatan papan

(26)

pada ukuran yang sama. Kerapatan merupakan salah satu sifat yang penting bagi

papan partikel, makin tinggi kerapatan makin baik kekuatannya (Widarmana 1979

dalam Zakaria 1996). Sementara itu diketahui bahwa kerapatan rendah dapat meningkatkan kecepatan suara, sound damping, dan koefisien absorbsi suara terutama penyerapan suara berfrekuensi rendah (Tsoumis 1991).

2.3.2 Kadar Air

Kadar air yaitu berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap

berat kering tanur (BKT). Sifat akustik kayu dipengaruhi oleh kadar air. Jika

terjadi peningkatan kadar air maka koefisien absorbsi suara akan meningkat dan

lebih banyak menyerap suara berfrekuensi rendah. Peningkatan kadar air juga

akan mengurangi kecepatan suara dan kapasitas dari sound damping karena adanya penurunan MOE (Modulus of Elasticity) dan bertambahnya kerapatan

(Tsoumis 1991).

2.3.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)

Salah satu kelemahan papan partikel adalah besarnya tingkat pengembangan

dimensi tebal. Pengembangan tebal ini akan menurun dengan semakin banyak

paraffin yang ditambahkan dalam proses pembuatannya, sehingga kedap airnya

akan lebih sempurna. Halligan (1970) dalam Rosid (1995), menyebutkan bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan tebal papan partikel adalah

kerapatan kayu pembentuknya. Papan partikel yang dibuat dari kayu dengan

kerapatan rendah akan mengalami pengempaan yang lebih besar pada saat

pembuatan, sehingga bila direndam dalam air akan terjadi pembebasan tekanan

yang lebih besar yang mengakibatkan pengembangan tebal menjadi lebih tinggi.

2.3.4 Daya Serap Air (Water Absorbtion)

Papan partikel sangat mudah menyerap air pada arah tebal terutama dalam

keadaan basah dan suhu udara lembab (Widarmana 1977). Johnson dan Halligan

dalam Djalal (1981), menyebutkan bahwa selain desorpsi (proses pelepasan air dari bahan baku) dan ketahanan perekat dalam air, ada faktor – faktor lain yang

(27)

1. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel,

2. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan ruang

kosong lainnya,

3. Luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi oleh perekat, dan

4. Dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.

2.3.5 Modulus of Elasticity (MOE)

Menurut Bowyer et al. (2003) kekakuan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara

tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai

distribusi gaya per unit luas, sedangkan regangan adalah perubahan panjang per

unit panjang bahan. Nilai MOE (Modulus of Elasticity) yang rendah akan

meningkatkan kecepatan suara, kapasitas sound damping, dan koefisien absorbsi suara (Tsoumis 1991).

2.3.6 Modulus of Rupture (MOR)

Kekuatan lentur statis atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat penting. Kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya

luar yang bekerja padanya dan cenderugn merubah bentuk dan ukuran kayu

tersebut. Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada

saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama

untruk MOE (Bowyer et al. 2003).

2.3.7 Kuat Rekat Internal (Internal Bond)

Kuat rekat internal atau internal bond adalah suatu ukuran ikatan antar partikel dalam lembaran papan partikel. Kuat rekat internal merupakan suatu

petunjuk daya tahan papan partikel terhadap kemungkinan pecah atau belah. Sifat

kuat rekat internal akan semakin sempurna dengan bertambahnya jumlah perekat

(28)

2.3.8 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal)

Kuat pegang sekrup menunjukkan kemampuan papan partikel untuk

menahan sekrup yang ditanamkan pada papan partikel. Nilai kuat pegang sekrup

dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram (JIS

5908: 2003).

2.4 Bahan Baku yang Digunakan

2.4.1 Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer)

Bambu termasuk ke dalam famili Poaceae dan sub famili Bambusoidae.

Bambu biasanya memiliki batang, akar yang komplek, daun berbentuk pedang,

pelepah yang menonjol. Diperkirakan terdapat 1000 jenis bambu dari 80 genera di

Dunia, dari jumlah tersebut 200 jenis dari 20 genera dijumpai di Asia Tenggara

(Dransfield & Widjaja 1995).

Bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dan penyebarannya

luas dengan pertumbuhan cepat, mudah dibentuk dan telah luas penggunaannya

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asia. Kekuatan batang, kelurusan,

kelicinan, kekeringan yang dipadukan dengan kekerasan, keteraturan sehingga

mudah dibelah, ukuran yang berbeda, variasi panjang dan ketebalan membuat

bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan (Kurz 1876 dalam Dransfield & Widjaja 1995).

Bambu merupakan bahan komposit yang kuat dan memiliki serat yang kaku,

tersusun utama atas selulosa dan lignin, tegangan tekan mengalami peningkatan

dari pangkal ke ujung karena meningkatnya prosentase slerenkima (Janssen

1981).

Dimensi serat dari batang Dendrocalamus asper diperkirakan yaitu panjang

3,78 mm, diameter 19 µm, lebar lumen 7 µm dan tebal dinding 6 µm. rata-rata

kadar air dari batang bambu segar 55% dan kadar air kering udara 15% dengan

berat jenis sekitar 0,7 (Dransfield & Widjaja 1995).

Batang dari Dendrocalamus asper mempunyai dinding yang tebal, sangat kuat dan tahan lama. Digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah dan

(29)

(1984), bambu jenis betung dan sembilang mempunyai sifat fisis dan mekanis

yang lebih baik dari jenis bambu lain.

Tabel 2. Sifat fisis mekanis dan kimia bambu betung.

No. Sifat Bambu Betung Nilai

Sumber : Hadjib & Karnasudirja (1986) diacu dalam Krisdianto et al. (2000)

2.4.2 Perekat Isocyanate

Perekat (adhesive) adalah suatu subtansi yang dapat menyatukan dua buah

benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap

panas, maka perekat dapat dibedakan menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic (Blomquist 1983)

Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras apabila terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang disebut hardener

dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat menjadi lunak. Contoh jenis perekat yang termasuk golongan ini adalah MF

(Melamin Formaldehyde), UF (Urea Formaldehyde), PF (Phenol Formaldehyde),

isocyanate, dan RF (Resorcinol Phenol Formaldehida).

Sifat-sifat papan partikel umumnya sangat dipengaruhi oleh perekat yang

digunakan, sehingga perekat adalah salah satu faktor penting yang menentukan,

(30)

banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil

dimensi papan tersebut, walaupun untuk alasan ekonomis tidak diinginkan

(Bowyer et al. 2003).

Senyawa kimia organik isocyanate dasar dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1930 dan perekat berdasarkan isocyanate digunakan pertama kali di pertengahan tahun 1940. Pelopor penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu adalah Deppe dan Ernst pada tahun 1951. Sebagai konsekuensi dari pekerjaannya,

pembuatan papan partikel komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 (Pizzi 1983).

Isocyanate berbentuk liquid yang mengandung isomer dan oligomer dari methylene diphenyl diisocyanate (MDI). Perekat ini berwarna coklat terang dan garis perekatannya tidak terlihat. Diperlukan temperature dan tekanan yang tinggi

untuk menghasilkan perkembangan ikatan yang terbaik pada papan partikel.

Penggunaan isocyanate saat ini umumnya untuk produk flakeboard dan OSB. Sifat kekuatan perekat ini yaitu kekuatan kering dan basah tinggi, sangat tahan

terhadap air dan udara lembab, serta dapat direkat pada besi dan plastic (Vick

1999).

Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin lain adalah (Marra 1992): (1) dibutuhkan dalam jumlah

sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, (2) dapat

menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, (3) memungkinkan penggunaan

kempa yang lebih cepat, (4) lebih toleran pada partikel yang berkadar air tinggi,

(5) energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, (6) stabilitas dimensi

papan yang dihasilkan lebih stabil, (7) tidak ada emisi formaldehyde.

Selain kelebihan, perekat ini juga memiliki kekurangan, yaitu : (1) harganya

lebih mahal dibanding PF dan UF, (2) isocyanate merupakan perekat yang baik untuk logam dengan kayu, sehingga pada pembuatan papan menyebabkan papan

(31)

3. 1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Persiapan bahan baku partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil

Hutan dan Laboratorium SEAFAST Centre. Pembuatan papan partikel dilakukan di Laboratorium Biokomposit, sedangkan untuk pemotongan dan pengujian sifat

fisis contoh uji dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan pengujian

sifat mekanis contoh uji di lakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangun

Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pengujian koefisien absorbsi suara dilakukan di Puslitbang Permukiman,

Cileunyi, Bandung. Pengujian sound transmission loss dilakukan di Laboratoium Fisika Bangunan dan Akustik, Kelompok Keahlian Teknik Fisika, Fakultas

Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Juni sampai dengan bulan Oktober 2010.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mesin hot press, alat uji mekanis (Universal Testing Machine merk instron), mesin pembuat wol merk

Takekawa Iron Works, hammer mill, disk mill, oven, desikator, gelas ukur, gelas

aqua, timbangan elektrik, kaliper, micrometer, cutter, kantong plastik, cetakan

berukuran 35 cm x 35 cm, kertas teflon, kain saring, sarung tangan, ember,

masker, rotary blender, spray gun, paku, palu, jigsaw, handgrider (slave), table

circular saw, notebook, sound card, microphone, loudspeaker, tripod, tabung impedansi, sound level meter, variable tone generator dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah partikel bambu

betung (Dendrocalamus asper Backer) dari Sukabumi, Jawa Barat dan perekat

(32)

3.3 Pembuatan Contoh Uji

Gambaran umum urutan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Gambaran umum urutan proses penelitian.

Batang BB 40cm dibelah 2 bagian dan dengan mesin pembuat wol dihasilkan wol BB berukuran panjang 5cm, lebar

3-4mm dan tebal 0,2-0,5 mm (Short Excelsior(Wol)).

Dikeringkan dengan oven 70-80oC selama 2 hari hingga KA<10%, kemudian timbang partikel dan perekat sesuai dengan kebutuhan papanpartikel.

Flakes BB + Disk Mill,

Chips BB + Disk Flaker, dihasilkan partikel Flakes, kering udarakan

selama 1-2 hari

Bambu Betung (BB)

Pembuatan Partikel BB

Pembuatan Papan Berukuran 35 x 35 x 1cm3

1. Papan partikel wol + MDI dengan 2 macam kerapatan 2. Papan partikel Sedang + MDI dengan 2 macam kerapatan 3. Papan partikel Halus + MDI dengan 2 macam kerapatan

Pengujian Sifat Fisis-Mekanis

JIS A 1405 1963Methods of Test for Sound Absorption of.

Acoustical Materials by the Tube Method

Pengondisian Papan

Dilakukan selama 2 minggu untuk melepaskan tegangan sisa

Analisis Data

(33)

3.3.1 Persiapan Bahan

Bahan baku yang digunakan berupa tiga ukuran partikel bambu betung

(Gambar 3). Untuk ukuran partikel halus dan sedang, bagian bambu yang

digunakan adalah batangnya yang kemudian dipotong – potong hingga didapatkan

ukuran bambu yang dapat digiling dengan alat disk flaker. Kemudian flake bambu

betung yang dihasilkan diproses kembali dengan alat disk mill untuk mendapatkan

partikel dengan lebar 1-2 mm, tebal 0,5 - 1 mm dan panjang ± 1 cm. Sebagian dari

partikel tersebut digunakan sebagai bahan baku papan partikel dengan partikel

sedang, sebagian dari partikel tersebut kemudian di hancurkan kembali dengan

alat hammer mill untuk mendapatkan partikel yang lolos saringan 10 mesh (partikel halus).

Partikel berukuran besar didapatkan dengan cara memotong batang bambu

betung sepanjang 40 cm dan kemudian dibelah menjadi dua bagian. Masing –

masing belahan tersebut dijadikan short excelsior/wol dengan menggunakan mesin pembuat wol (Takekawa Iron Works). Ukuran untuk partikel wol yaitu

panjang ±5 cm, tebal ±0,2 – 0,5 mm dan lebar 3 – 4 mm.

(a) (b) (c)

Gambar 3 Partikel bambu betung dalam berbagai ukuran a) wol , b) partikel ukuran sedang , c) partikel ukuran halus.

Semua bahan partikel tersebut dioven pada suhu 70 - 80 oC selama dua hari

untuk mendapatkan kadar air partikel kurang dari 10%. Setelah selesai dioven

maka timbang partikel sesuai dengan kerapatan sasaran yang diinginkan.

Perekat yang digunakan adalah methylene diphenyl diisocyanate (MDI). Kadar perekat yang digunakan adalah 12% dari berat kering tanur partikel untuk

setiap lembar papan.

Dua macam kerapatan digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,4 g/cm³ dan

0,6 g/cm³. Dimensi papan partikel 35cm x 35cm x 1cm (PxLxT). Papan partikel

(34)

dengan dua macam target kerapatan, 7 buah sampel papan partikel sedang dengan

dua macam target kerapatan, serta 7 buah sampel papan partikel wol dengan dua

macam target kerapatan.

3.3.2 Pencampuran Bahan dan Pembuatan Lembaran

Pencampuran bahan antara partikel bambu betung dengan perekat MDI

menggunakan rotary blender dan spray gun. Partikel bambu betung dimasukan ke

dalam rotary blender, sedangkan perekat MDI dimasukan ke dalam spray gun. Saat mesin rotary blender berputar, perekat disemprotkan ke dalamnya sehingga

proses pencampuran antara perekat dan parikel bambu betung dapat merata.

Pembentukan lembaran dilakukan setelah partikel dan perekat tercampur

secara merata kemudian adonan tersebut dimasukkan kedalam cetakan lembaran

yang berukuran 35 cm x 35 cm x 1 cm dengan alas dan penutup seng yang

berlapis teflon sheet. Selama proses pembentukan lembaran distribusi partikel pada alat pencetak diusahakan tersebar merata sehingga produk papan komposit

yang dihasilkan memiliki kerapatan yang seragam.

(a) (b)

Gambar 4 Pencampuran bahan dan pembuatan lembaran partikel bambu a) Pencampuran bahan dengan rotary blender dan b) Pencetakan lembaran panel.

3.3.3 Pengempaan dan Pengondisian

Setelah lembaran dibentuk dimasukkan kedalam mesin hot press. Sebelum

dilakukan proses pengempaan, bagian tepi alat pembentuk lembaran dibatasi

dengan batang besi yang tebalnya 1 cm. Suhu pada saat pengempaan sekitar

120ºC dengan tekanan 25 kg/cm² selama 10-15 menit. Setelah pengempaan

selesai, papan dikeluarkan dari mesin kempa dan dibiarkan selama 30 menit agar

(35)

Pengondisian dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan kadar air

papan partikel dan membebaskan tegangan sisa yang terbentuk pada permukaan

lembaran selama proses pengempanan panas. Pengkondisian ini dilakukan selama

± 14 hari pada suhu kamar.

(a) (b)

Gambar 5 Pengempaan dan pengondisian panel a). Pengempaan panas dan b). Pengkondisian lembaran panel.

3.3.4 Pembuatan Contoh Uji

Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian disesuaikan ukurannya berdasarkan tujuan pengujian yang dilakukan. Parameter yang diuji

berupa sifat akustik (transmission loss dan koefisien absorbsi), sifat fisis (kadar

air, kerapatan, pengembangan tebal, dan daya serap air) dan sifat mekanis (MOE,

MOR, kuat pegang sekrup dan kuat rekat internal).

Ukuran contoh uji untuk sifat fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar

JIS A 5908-2003 sedangkan untuk contoh uji koefisien absorbsi mengacu pada

standar JIS A 1405 1963. Pola pemotongan untuk pengujian seperti terlihat pada

Gambar 6.

(36)

Keterangan :

 a = Contoh uji MOE dan MOR, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 20 cm

 b = Contoh uji kerapatan dan kadar air, berbentuk persegi dengan ukuran 10 cm x 10 cm

 c = Contoh uji koefisien absorbsi suara, berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm dan 5 cm.

 d = Contoh uji kuat rekat internal, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 5 cm

 e = Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 5 cm

 f = Contoh uji kuat pegang sekrup, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 10 cm

Untuk contoh uji Sound Transmission Loss dibuat dengan menggabungkan

empat lembar papan berukuran 35 cm x 35 cm yang direkatkan sisi tebalnya agar

mendapatkan lembaran papan berukuran 70 cm x 70 cm dengan menggunakan

kempa dingin yang ditunjukan pada Gambar 7. Ukuran papan 70 x 70 cm2

digunakan untuk pengujian sound transmission loss (STL). Perekat yang digunakan merupakan perekat PVAc merk Fox dicampur dengan methylene diphenyl diisocyanate (MDI) sebagai hardener dengan rasio 15:1.

(37)

PH 0,4 PS 0,4 PW 0,4

PH 0,6 PS 0,6 PW 0,6

Gambar 8 Enam jenis panel akustik yang diuji.

3.4 Pengujian Papan Partikel 3.4.1 Pengujian Sifat Fisis

a. Kerapatan

Contoh uji berukuran 10 x 10 cm cm ditimbang dengan timbangan elektrik

dan dicatat sebagai berat awal (m). Panjang (p), lebar (l) dan tebal (t) contoh uji

kemudian diukur dengan menggunakan kaliper. Kemudian volume dihitung

dengan menggunakan rumus :

V = p x l x t

Keterangan :

V = volume (cm3)

p = panjang (cm)

l = lebar (cm)

t = tebal (cm)

Setelah diperoleh nilai volume, maka besarnya kerapatan dapat diperoleh

dengan rumus :

Keterangan :

(38)

b. Kadar Air

Setelah contoh uji diukur kerapatannya, maka contoh uji tersebut diukur

kadar airnya. Berat awal (BA) telah diperoleh pada awal penimbangan. Kemudian

contoh uji dioven dalam suhu 103±20C selama 24 jam (1 hari) atau sampai

mencapai berat yang konstan untuk memperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai

kadar air dapat diperoleh dengan rumus :

Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal (g)

BKT = berat kering tanur (g)

c. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)

Setelah contoh uji diketahui kerapatan dan kadar airnya, kemudian contoh

uji diuji pengembangan tebalnya (TS). Pengujian ini dilakukan dengan cara

mengukur tebal contoh uji sebelum (T1) dan sesudah (T2) direndam selama 2

jam, 24 jam dan 48 jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper

pada bagian tengah contoh uji. Besarnya pengembangan tebal dapat dihitung

dengan dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

TS = pengembangan tebal (%)

T1 = tebal sebelum direndam (cm)

(39)

d. Daya Serap Air (Water Absorbtion)

Daya serap air papan partikel dihitung berdasarkan berat sebelum dan

sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam.

Nilai daya serap air dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

WA = Daya Serap Air (%)

B1 = Berat setelah perendaman (gram)

B0 = Berat sebelum perendaman (gram)

3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis

a. Modulus of Elasticity (MOE)

Pengujian MOE ini menggunakan UTM Instron. Pengujian ini

menggunakan one point loading atau satu pembebanan pada titik di tengah dari panjang contoh uji. Pembebanan dilakukan sampai batas titik elastis contoh uji

tersebut. Panjang bentang yang digunakan adalah 15 kali tebal nominal, tetapi

tidak kurang dari 7,5 cm. Nilai MOE diperoleh dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

MOE = kekakuan lentur (kg/cm2)

ΔP = selisih beban dibawah batas proporsi (kg)

L = panjang bentang (cm)

Δy = perubahan defleksi dibawah batas proporsi (cm) b = lebar contoh uji (cm)

(40)

Gambar 9 Pengujian MOE dan MOR.

b. Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian MOE. Namun pada

pengujian ini pembebanan maksimum. Nilai MOR dapat diperoleh dengan rumus:

Keterangan :

MOR = kekuatan lentur (kg/cm2)

Pmax = beban maksimum (kg)

L = panjang bentang (cm)

b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm)

c. Kuat Rekat Internal (Internal Bond)

Pengujian ini menggunakan contoh uji dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm

pengukuran dimensi dilakukan dengan kaliper. Kuat rekat internal diperoleh

dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji pada balok kayu kemudian

balok kayu tersebut ditarik secara berlawanan. Nilai kuat rekat internal sendiri

dapat diperoleh dengan rumus :

Keterangan :

σ = kuat rekat internal (kg/cm2) Pmax = beban maksimum (kg)

(41)

Gambar 10 Pengujian Kuat Rekat Internal.

d. Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal)

Contoh uji berukuran 10cm x 5cm berdasarkan standar JIS A 5908-2003.

Sekrup yang digunakan berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga

mencapai kedalaman 8 mm. nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya

beban maksimum yang dicapai (kg).

Gambar 11 Pengujian Kuat Pegang Sekrup.

3.4.3 Pengujian Sifat Akustik

a. Pengukuran Koefisien Absorbsi Suara dengan Tabung Impedansi

Tabung impedansi adalah suatu tabung yang dirancang untuk mengukur

parameter akustik suatu bahan dengan ukuran material uji yang kecil sesuai

dengan ukuran tabung dan dengan arah datang suara pada arah normal permukaan

bahan uji. Tabung impedansi dapat dilihatkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.

(42)

(a) (b)

(c) (d) (e)

(f) (g)

Gambar 13 Pengujian koefisien absorbsi a). Warble Tone Generator, b). loudspeaker dan microphone car, c). bagian untuk penempatan sampel, d). Tabung impedansi, e). Precision Sound Level Meter, f) Contoh uji, g). Tempat contoh uji diletakkan.

Pengukuran koefisien absorbsi suara berdasarkan JIS A 1405 1963 dengan

menggunakan contoh uji berbentuk lingkaran berdiameter 9,9 cm untuk

pengukuran dalam rentang frekuensi 100 Hz – 1600 Hz dan contoh uji berbentuk

lingkaran berdiameter 4,9 cm untuk pengukuran dalam rentang frekuensi 2000 Hz – 4000 Hz dengan filter 1/3 oktaf.

Pada tabung impedansi koefisien absorbsi suara yang dapat dihitung

adalah koefisien absorbsi suara normal. Koefisien absorbsi suara (α0) ini

dihitung dengan cara mengukur tekanan suara yang datang pada permukaan bahan

(43)

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

α0 = Koefisien absorbsi suara (dB) n = rasio gelombang berdiri

Dimana rasio gelombang berdiri (n) diukur dengan mensubtitusikan dengan

resistansi attenuasi, menentukan rasio gelombang berdiri dari perbedaan tekanan

suara (L) db dengan menggunakan persamaan berikut:

Keterangan :

n = rasio gelombang berdiri

L = perbedaan tekanan suara

b. Pengukuran Sound Transmision Loss

Rugi transmisi (transmission loss – TL) suatu bahan partisi didefinisikan sebagai rasio logaritmis antara daya suara (Wτ) yang ditransmisikan oleh suatu

bahan partisi terhadap daya suara yang datang (Wi). TL (dalam desibel) umumnya

digunakan sebagai salah satu parameter kemampuan suatu bahan dalam

mereduksi suara. Secara matematis, dapat dirumuskan sebagai:

TL = 10 log i W W

TL = 10 log

1

dengan τ adalah koefisien transmisi suara dari bahan tersebut, yaitu rasio

antara daya suara yang ditransmisikan bahan partisi terhadap daya suara yang

datang.

Pengukuran rugi transmisi suatu bahan partisi membutuhkan dua ruang

dengung yang salah satu sisinya berhimpit dengan ruang yang satu berperan

sebagai ruang sumber suara, serta ruang yang lain berperan sebagai ruang

penerima. Besarnya rugi transmisi dari bahan partisi tidaklah sama dengan selisih

(44)

dipengaruhi oleh absorpsi suara di ruang penerima, sehingga persamaan yang

umum digunakan dalam pengukuran di laboratorium adalah:

TL = L1– L2 + 10 log

rec

S

A atau TL = NR + 10 logArec S

NR = L1– L2 dan

Arec = 0,161

60

T V

dengan NR adalah noise reduction, L1 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang sumber, L2 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang penerima, S adalah luas sampel bahan partisi [m2], Arec =sab = total penyerapan suara pada ruang

penerima [m2 Sabine], V volume ruang penerima [m3], serta T60 waktu dengung ruang penerima. Pengukuran Sound Transmision Loss berdasarkan ASTM E 413-2004. Pengukuran dilakukan dalam rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz dengan

filter 1/3 oktaf.

Ruang dengung mini (mini transmission suite) di Laboratorium Fisika

Bangunan dan Akustik – Teknik Fisika ITB memiliki volume ruang penerima

sebesar 19 m3 serta luas sampel bahan partisi sebesar (0,69 × 0,69) m2. Nilai TL dari setiap bahan merupakan fungsi frekuensi di mana nilai TL akan pada

umumnya akan bertambah besar seiring dengan meningkatnya massa jenis bahan

(setiap jenis bahan mempunyai properti absorpsi yang unik terhadap frekuensi).

(45)

(a) (b)

Gambar 15 Jenis ruangan pada pengujian STL a). Ruang sumber b). Ruang penerima.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Sifat Fisis Mekanis

Pengolahan data pada sifat fisis dan mekanis dilakukan dengan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor,

yaitu: faktor A (ukuran partikel dengan 3 taraf yaitu halus, sedang dan wol) dan

faktor B (target kerapatan dengan 2 taraf yaitu 0,4 dan 0,6) yang masing-masing

menggunakan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang akan

digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk

Dimana :

i = halus, sedang dan wol ; j = 0,4 , 0,6; k = 1, 2, 3

Yijk = Nilai pengamatan pada Papan dengan ukuran partikel-i,

target kerapatan -j, dan ulangan ke-k.

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama ukuran partikel βj(i) = Pengaruh target kerapatan kerapatan

ε(ijk) = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σε2)

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis

(46)

3.5.2 Sifat Akustik

Analisis data untuk sifat akustik berupa koefisien absorbsi suara dan sound

transmission class (STC) menggunakan analisis deskriptif, yaitu membandingkan hasil koefisien absorbsi dan sound transmission class (STC) untuk setiap faktor berdasarkan skala frekuensi yang digunakan. Skala frekuensi yang digunakan

(47)

Dalam upaya untuk mendapatkan panel akustik papan partikel bambu

betung sebagai komponen peredam atau penyerap suara, maka dilakukan

pengujian sifat fisis, sifat mekanis dan sifat akustik. Pengujian sifat fisis berupa

kerapatan, kadar air, pengembangan tebal (thickness swelling) dan daya serap air

(water absorbtion) sedangkan pengujian sifat mekanis mencakup Modulus of Elasticity, Modulus of Rupture, kuat rekat internal (Internal Bond) dan kuat pegang sekrup (screw withdrawal). Sifat akustik diuji melalui pengukuran

koefisien absorbsi dan sound transmission loss.

4.1 Sifat Fisis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung

Nilai sifat fisis panel akustik berupa papan partikel bambu betung tersaji

dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rata-rata sifat fisis panel akustik papan partikel

Jenis Panel Komposit Kerapatan

Keterangan : TS = Thickness Swelling ; WA = Water Absorbtion.

4.1.1 Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dan volume kering udara

papan komposit. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang

digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan

lembaran (Bowyer et al. 2003).

(48)

g/cm3. Nilai kerapatan terendah (0,41 g/cm3) terdapat pada panel akustik dari

partikel wol kerapatan 0,4 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi (0,58 g/cm3)

terdapat pada panel akustik dari papan partikel halus dan sedang dengan kerapatan

0,6 g/cm3.

Hasil pengujian kerapatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 1,

sedangkan nilai rata-ratanya disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Histogram rata-rata nilai kerapatan (g/cm3) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003).

Berdasarkan histogram pada Gambar 16 terlihat rata – rata nilai kerapatan panel partikel wol lebih rendah dibandingkan dengan nilai kerapatan panel

partikel halus dan sedang yang memiliki nilai kerapatan yang hampir seragam

pada kedua perbedaan kerapatan yang diuji. Hal ini diduga karena ukuran partikel

wol jauh lebih besar dibandingkan dengan partikel halus dan sedang sehingga

mempengaruhi jumlah serta komposisi kekompakkan partikel dalam setiap panel

yang dihasilkan. Mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003 maka seluruh panel

akustik papan partikel memenuhi standar pada kerapatan yang ditetapkan, yaitu

0,4 – 0,9 g/cm3.

Berdasarkan analisis statistik sidik ragam terhadap nilai kerapatan panel

akustik pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 8) diperoleh bahwa berbedaan

kerapatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai kerapatan

papan partikel yang dibuat. Sementara itu ukuran partikel dan interaksi antara

perbedaan kerapatan dan ukuran partikel tidak memberikan pengaruh yang nyata

(49)

4.1.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukan

kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya

terutama kelembaban udara. Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang

dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. 2003).

Nilai ratarata kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,80

-10,13% seperti yang disajikan pada Gambar 17. Nilai rata-rata kadar air terendah

adalah 7,80 %, sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi sebesar 10,13%. Kadar

air pada seluruh papan partikel masih masuk dalam standar JIS 5908 : 2003, yaitu

berkisar antara 5 – 13%.

Gambar 17 Histogram rata-rata nilai kadar air (%) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003).

Berdasarkan analisis statistik sidik ragam terhadap nilai kadar air papan

partikel bambu pada selang kepercayaan 95% diperoleh informasi faktor

perbedaan kerapatan, ukuran partikel dan interaksi keduanya memberikan

pengaruh yang nyata terhadap respon nilai kadar air panel akustik. Hal tersebut

dapat dilihat dari nilai signifikansi yang kurang dari 0,05. Lebih lanjut nilai

Analisis sidik ragam (anova) dari kadar air panel akustik disajikan pada Lampiran

8.

Hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan

menunjukkan faktor interaksi ukuran partikel dan perbedaan kerapatan pada papan

Gambar

Gambar 3 Partikel bambu betung dalam berbagai ukuran a) wol , b) partikel ukuran sedang , c) partikel ukuran halus
Gambar 4 Pencampuran bahan dan pembuatan lembaran partikel bambu
Gambar 6.
Gambar 7 Penggabungan lembaran papan partikel.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbicara tentang evaluasi atau penilaian, sngatlah kompleks permasalahan di negeri ini, penilaian semestinya tugas guru dan lembaga, tetapi karena kepentingan politik

The camera pose is computed using the entire images intensities under a photometric visual and virtual servoing (VVS) framework1. The camera extrinsic and intrinsic parameters

Jadi model pendidikan inklusif terfokus pada setiap kelebihan yang dibawa anak ke sekolah daripada kekurangan mereka yang terlihat, dan secara khusus melihat pada bidang

Hijauan. Dari hasil uji t diketahui bahwa jumlah konsumsi hijauan berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi artinya tinggi rendahnya jumlah produksi susu sangat

Pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah adad. Meningkatkan kesejahteraan

Adapun fungsi dari manajemen kurikulum adalah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, meningkatkan keadilan dan kesempatan bagi

Sebagai bagian integral dari Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mendorong perkembangan kapasitas perguruan tinggi Indonesia

[r]