BERPEREKAT
ISOCYANATE
IEDO KHRISNA LUCKY
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KARAKTERISTIK PANEL AKUSTIK PAPAN PARTIKEL
BAMBU BETUNG (
Dendrocalamus asper
Backer)
BERPEREKAT
ISOCYANATE
IEDO KHRISNA LUCKY
E24063178
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Iedo Khrisna Lucky. E24063178. Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate. Di Bawah Bimbingan Lina Karlinasari dan Naresworo Nugroho
Bambu merupakan bahan baku yang memiliki sifat mekanis yang baik dan berpotensi digunakan sebagai bahan penyerap suara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel bambu dan kerapatan papan partikel terhadap sifat akustik, sifat fisis dan mekanis panel akustik papan partikel bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) serta dapat mengetahui kelayakan papan partikel tersebut untuk menjadi panel akustik yang baik.
Tiga ukuran partikel penyusun papan partikel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu partikel halus, sedang dan ukuran wol. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu methylene diphenyl diisocyanate (MDI) dengan kadar perekat yang dipakai adalah 12% dari berat kering tanur partikel untuk setiap lembar papan dengan kerapatan target 0,4 g/cm3 dan 0,6 g/cm3.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kerapatan panel akustik berkisar antara 0,41 - 0,58 g/cm3. Nilai rata-rata kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,80 -10,13%. Nilai rata-rata pengembangan tebal 2 jam panel akustik hasil penelitian berkisar antara 2,43 – 8,91% sedangkan untuk nilai rata-rata pengembangan tebal 24 jam berkisar antara 3,93 – 17,14%. Nilai rata-rata daya serap air 2 jam panel akustik hasil penelitian berkisar antara 27,35 – 79,84% sedangkan untuk nilai rata-rata daya serap air 24 jam berkisar antara 43,88 – 101,09 %. Nilai rata-rata Modulus of Elasticity (MOE) panel akustik berkisar antara 4.081 – 15.193 kg/cm2. Nilai rata-rata Modulus of Rupture (MOR) panel akustik komposit berkisar antara 29 – 167 kg/cm2. Nilai rata-rata Internal Bond (IB) hasil penelitian berkisar antara 0,66 – 2,4 kg/cm2. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup hasil penelitian berkisar antara 14,75 – 56,5 kg/cm2. Seluruh panel akustik papan partikel yang memiliki perbedaan ukuran partikel tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap suara yang terletak pada rentang frekuensi tinggi 1000 Hz – 4000 Hz dengan nilai absorbsi berkisar antara 0,32 – 0,96. Nilai sound transmission class (STC) rata-rata panel akustik papan partikel berkisar antara 7 – 20.
Dari semua parameter yang diuji, ukuran partikel yang semakin besar meningkatkan nilai pengembangan tebal, MOE, MOR dan kuat pegang sekrup. Sebaliknya ukuran partikel yang semakin besar menurunkan nilai IB dan daya serap air. Semakin tinggi kerapatan papan maka semakin rendah nilai WA. Sebaliknya semakin tinggi kerapatan papan maka semakin tinggi nilai MOE, MOR, IB dan SW. Pada sifat akustik, semakin besar ukuran partikel maka akan meningkatkan nilai koefisien absorbsi dan STC. Semakin rendah kerapatan papan maka nilai koefisien absorbsi suara akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin tinggi kerapatan papan maka nilai STC akan semakin tinggi. Panel akustik papan partikel bambu betung layak menjadi panel akustik berdasarkan sifat fisis, mekanis dan akustiknya.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat
Isocyanate” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung
(Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate.
Nama Mahasiswa : Iedo Khrisna Lucky
NRP : E24063178
Departemen : Hasil Hutan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing,
Ketua, Anggota,
Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.ScF Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si
NIP : 19731126 199802 2 001 NIP : 19650122 198903 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.ScF.
NIP : 19660212 199103 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir
yang berjudul ”Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung
(Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa laboratorium, yaitu Laboratoium
Fisika Bangunan dan Akustik, Kelompok Keahlian Teknik Fisika, Fakultas
Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Puslitbang Permukiman DPU,
Cileunyi, Bandung, Laboratorium Puslitbang Kehutanan Bogor, Laboratorium
Biokomposit, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Bagian
Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, serta
Laboratorium SEAFAST Centre Institut Pertanian Bogor dari awal Juni 2010
hingga akhir Oktober 2010.
Panel akustik papan partikel adalah papan yang terbuat dari
partikel-partikel kayu dan digunakan untuk material penyerapan suara. Penelitian ini
mencoba melengkapi kemungkinan memanfaatkan bambu betung dalam berbagai
ukuran partikel untuk memproduksi panel akustik serta mengetahui
karakteristiknya. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam pembuatan material peredam suara.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka
yang memerlukannya.
Bogor , Februari 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 24 Juli 1988 sebagai anak
kedua dari tiga orang bersaudara pasangan Eko Budi Haryanto dan Susie
Suparlisasi. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bogor dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB). Penulis diterima di Program Studi / Mayor Teknologi Hasil Hutan,
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif sebagai staff Eksternal
HIMASILTAN periode 2009/2010. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang - Kamojang, Prakek Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta melakukan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cahaya Sakti Furintraco, Bogor, Jawa Barat.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat Isocyanate dibawah bimbingan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F dan Dr.Ir. Naresworo Nugroho,
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Karakteristik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Berperekat
Isocyanate”. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga sahabat dan pengikutnya sampai akhir
zaman. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F dan Bapak Dr.Ir. Naresworo
Nugroho, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan
pengarahan yang diberikan kepada penulis.
2. Ayah, Ibu dan Kakak-adikku tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang
yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir
tanpa henti kepada penulis.
3. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS; Dr. Ir. Basuki Wasis, MS; dan Dr. Ir. Agus
Hikmat, M.Sc. F selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Christina Mayangsari atas do’a, dukungan dan semangat yang diberikan
kepada penulis.
5. Seluruh Laboran dan Staf Departemen Hasil Hutan yang banyak memberikan
dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis. Pak Abdullah lab.
Biokomposit, Pak Kadiman Lab. Pengerjaan, Mas Irfan Lab. Keteknikan
Kayu, Mas Nanu Lab TF ITB, dan Pak Sinaga Puskim Bandung.
6. Teman-teman satu bimbingan: Dian Sistiani, Elank Sandhi K. dan Bagus M.
7. Teman-teman mayor hasil hutan yaitu Arief, Didint, Ferry, Galang, Rama O,
yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan
kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.
8. Teman-teman Fahutan angkatan 41, 42, 43, 44 dan 46 yang selalu memberi
semangat kepada penulis. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya
kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan
maupun yang tidak tersebutkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor , Februari 2011
KATA PENGANTAR ..………... i
DAFTAR ISI ...………... v
DAFTAR TABEL ...……….………...…... viii
DAFTAR GAMBAR ...………...…...…. ix DAFTAR LAMPIRAN ………...………...…….... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Sifat Akustik ... 3
2.1.1 Gelombang Suara... 3
2.1.2 Penyerapan Suara... 4
2.1.3 Sound Transmission Loss (STL) ... 6
2.2 Papan Partikel ... 6
2.3 Pengujian Kualitas Papan Partikel ... 9
2.3.1 Kerapatan ... 9
2.3.2 Kadar Air ... 10
2.3.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)... 10
2.3.4 Daya Serap Air (Water Absorbtion) ... 10
2.3.5 Modulus of Elasticity (MOE) ... 11
2.3.6 Modulus of Rupture (MOR) ... 11
2.3.7 Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 11
2.3.8 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 12
2.4 Bahan Baku yang Digunakan ... 12
2.4.1 Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) ... 12
BAB III METODOLOGI ... 15
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 15
3.2 Alat dan Bahan ... 15
3.3 Pembuatan Contoh Uji ... 16
3.3.1 Persiapan Bahan... 17
3.3.2 Pencampuran Bahan dan Pembuatan Lembaran... 18
3.3.3 Pengempaan dan Pengondisian... 18
3.3.4 Pembuatan Contoh Uji ... 19
3.4 Pengujian Papan Partikel... 21
3.4.1 Pengujian Sifat Fisis ... 21
a. Kerapatan... 21
b. Kadar Air ... 22
c. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling) ... 22
d. Daya Serap Air (Water Absorbtion) ... 23
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis ... 23
a. Modulus of Elasticity (MOE) ... 23
b. Modulus of Rupture (MOR) ... 24
c. Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 24
d. Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 25
3.4.3 Pengujian Sifat Akustik ... 25
a. Pengukuran Koefisien Absorbsi Suara dengan Tabung Impedansi 25 b. Pengukuran Sound Transmision Loss ... 27
3.5 Analisis Data ... 29
3.5.1 Sifat Fisis dan Mekanis ... 29
3.5.2 Sifat Akustik ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Sifat Fisis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 31
4.1.1 Kerapatan ... 31
4.1.2 Kadar Air ... 33
4.1.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling) ... 34
4.2 Sifat Mekanis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung... 36
4.2.1 Modulus of Elasticity (MOE) ... 37
4.2.2 Modulus of Rupture (MOR) ... 38
4.2.3 Kuat Rekat Internal (Internal Bond) ... 39
4.2.4 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal) ... 40
4.3 Sifat Akustik Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 41
4.3.1 Koefisien Absorbsi Suara ... 41
4.3.2 Sound Transmission Loss ... 44
4.4 Pengaruh Ukuran Partikel dan Perbedaan Kerapatan Terhadap Sifat Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung ... 48
BAB V KESIMPULAN dan SARAN... 49
5.1 Kesimpulan ... 49
5.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Sifat fisis mekanis papan partikel menurut standar JIS 5908 9
Tabel 2 Sifat fisis mekanis dan kimia bambu betung ... 13
Tabel 3 Nilai rata-rata sifat fisis panel akustik papan partikel... 31
Tabel 4 Nilai rata-rata sifat mekanis panel akustik papan partikel ... 37
Tabel 5 Nilai rata-rata koefisien absorbsi panel akustik papan partikel
bambu betung ... 42
Tabel 6 Nilai koefisien absorbsi beberapa jenis produk... 44
Tabel 7 Nilai rata-rata STL panel akustik papan partikel bambu
betung... 45
Tabel 8 Nilai rata-rata STC panel akustik papan partikel bambu
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan ... 4
Gambar 2 Gambaran umum urutan proses penelitian ... 16
Gambar 3 Partikel bambu betung dalam berbagai ukuran a) wol, b) partikel ukuran sedang, c) partikel ukuran halus ... 17
Gambar 4 Pencampuran bahan dan pembuatan lembaran partikel bambu a) Pencampuran bahan dengan rotary blender dan b) Pencetakan lembaran ... 18
Gambar 5 Pengempaan dan pengondisian panel a). Pengempaan panas dan b). Pengkondisian lembaran panel ... 19
Gambar 6 Pola pemotongan contoh uji... 19
Gambar 7 Penggabungan lembaran papan partikel... 20
Gambar 8 Enam jenis panel akustik yang diuji... 21
Gambar 9 Pengujian MOE dan MOR ... 24
Gambar 10 Pengujian Kuat Rekat Internal ... 25
Gambar 11 Pengujian Kuat Pegang Sekrup ... 25
Gambar 12 Skema pengujian koefisien absorbsi suara dengan tabung Impedansi ... 25
Gambar 13 Pengujian koefisien absorbsi a). Warble Tone Generator, b). loudspeaker dan microphone car, c). bagian untuk penempatan sampel, d). Tabung impedansi, e). Precision Sound Level Meter, f) Contoh uji, g). Tempat contoh uji diletakkan. ... 26
Gambar 14 Skema pengujian sound transmision loss... 28
Gambar 15 Jenis ruangan pada pengujian STL a). Ruang sumber b). Ruang penerima ... 29
Gambar 16 Histogram rata-rata nilai kerapatan (g/cm3) panel akustik pa- pan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 32
Gambar 18 Histogram rata-rata nilai pengembangan tebal (thickness- swelling) 2 jam panel akustik partikel bambu betung diban- dingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 34
Gambar 19 Histogram rata-rata nilai pengembangan tebal (thickness swelling) 24 jam panel akustik papan partikel bambu
betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 34
Gambar 20 Histogram rata-rata nilai daya serap air (water absorbtion) 2 jam panel akustik papan partikel bambu betung ... 35
Gambar 21 Histogram rata-rata nilai daya serap air (water absorbtion) 24 jam panel akustik papan partikel bambu betung... 36
Gambar 22 Histogram rata-rata nilai MOE (kg/cm2) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908
(2003) ... 37
Gambar 23 Histogram rata – rata nilai MOR (kg/cm2) panel akustik pa- pan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 38
Gambar 24 Histogram rata – rata nilai Internal bond (kg/cm2)panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003) ... 39
Gambar 25 Histogram Nilai Kuat Pegang Sekrup (kg)panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A
5908 (2003) ... 40
Gambar 26 Histogram koefisien absorbsi suara panel akustik papan
partikel bambu betung ... 43
Gambar 27 Histogram sound transmission loss (dB) panel akustik pa-
pan partikel bambu betung ... 46
Gambar 28 Histogram sound transmission class (dB) panel akustik
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Nilai Kerapatan Setiap Ulangan Contoh Uji ... 54
Lampiran 2 Nilai Kadar Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 55
Lampiran 3 Nilai Pengembangan Tebal Setiap Ulangan Contoh Uji ... 56
Lampiran 4 Nilai Daya Serap Air Setiap Ulangan Contoh Uji ... 57
Lampiran 5 Nilai MOE dan MOR Setiap Ulangan Contoh Uji ... 58
Lampiran 6 Nilai Internal Bond Setiap Ulangan Contoh Uji ... 59
Lampiran 7 Nilai Kuat Pegang Sekrup Setiap Ulangan Contoh Uji ... 60
1.1 Latar Belakang
Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat mereduksi
kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan bahan-bahan peredam
dan penyerap suara. Bahan tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan
sebagai panel akustik yang dipasang menjadi dinding pemisah (partisi) dan
plafon. Bahan yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan
peredam suara antara lain glasswool, rockwool, dan bahan berlignoselulosa.
Bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik
adalah sekam padi, jerami, serat rami, dan sabut kelapa. Penelitian Koizumi et al. (2002) menunjukkan bahwa bahan peredam suara dari serat bambu memiliki mutu
sebaik glasswool sebagai bahan peredam suara yang telah lama digunakan masyarakat dengan harga yang mahal.
Salah satu jenis bambu yang memiliki potensi yang baik untuk menjadi
bahan baku panel komposit karena kelimpahannya yaitu bambu betung
(Dendrocalamus asper). Jenis bambu ini banyak dijumpai dan tumbuh mulai dari
daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter) (Soedjono & Hartanto
1994). Selain itu bambu betung merupakan jenis bambu yang banyak dikenal
karena berdiameter cukup besar bila dibandingkan dengan jenis bambu lain,
sekitar 10 – 18 cm, berdinding tebal, 11 – 18 mm (Othman et al. 1995).
Sejalan dengan perkembangan industri panel kayu dan kelangkaan kayu
sebagai bahan baku, bahan baku non kayu seperti bambu mulai memegang
peranan penting dalam pembuatan panel. Dengan sifat – sifat fisis dan mekanis yang baik, kembang susut yang rendah dan kerapatan rata – rata 0,74 g/cm3 bambu sangat cocok untuk pembuatan berbagai jenis panel (ITTO 1994).
Penggunaan komposit bambu adalah sebagai bahan komposit konstruksi
bangunan, untuk mebeler, untuk keperluan pengemasan serta digunakan dalam
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian tentang panel akustik papan
partikel berbahan baku bambu betung dengan kerapatan papan rendah sehingga
memiliki pori-pori sebagai bahan penyerap suara. Selain itu diteliti pula faktor
yang mempengaruhi kelayakan papan partikel sebagai panel akustik yaitu ukuran
partikel penyusun papan dan kerapatan papan yang dihasilkan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh ukuran partikel bambu terhadap sifat akustik,
sifat fisis dan mekanis panel akustik bambu betung (Dendrocalamus
asper Backer).
2. Mengetahui pengaruh kerapatan panel terhadap sifat akustik, sifat fisis
dan mekanis panel akustik bambu betung (Dendrocalamus asper
Backer).
3. Mengetahui kelayakan papan partikel dari bambu betung sebagai panel
akustik yang baik.
1.3 Manfaat Penelitian
1. Upaya pemanfaatan bambu betung yang memiliki potensi sebagai
bahan pembuatan panel akustik yang dapat menjadi material alternatif
dalam mengatasi masalah kebisingan.
2. Diharapkan dapat menambah referensi dalam pembuatan material
2. 1 Sifat Akustik
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akoustikos, artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat
mempengaruhi mutu bunyi dan suara (Suptandar 2004). Akustik kayu
berhubungan langsung dengan segala aspek yang berkaitan dengan suara dari
dinding suara yang diproduksi oleh pohon dan hutan, penggunaan kayu sebagai
panel akustik, karakteristik emisi akustik dari jenis kayu yang berbeda, pengaruh
pertumbuhan, kelembaban, modulus elastik pada kayu, dan kandungan bahan
kimia pada kayu yang mempengaruhi sifat akustik (Bucur 2006).
Sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi suara yang diakibatkan
oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang
dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang
suara (Tsoumis 1991). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair,
ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara
20 Hz sampai 20 kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar
(Young & Freedman 2003). Frekuensi adalah jumlah osilasi partikel medium
yang terjadi dalam setiap detik. Diukur dalam satuan cps (cycle per second) atau
Hertz (Hz) (Merthayasa 2008).
Menurut Tsoumis (1991), bunyi atau suara yang dihasilkan mempunyai
nada rendah atau tinggi bergantung pada frekuensi. Ketika gelombang suara yang
dihasilkan oleh sumber yang lain menjangkau kayu, sebagian dari energi
akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu.
2.1.1 Gelombang Suara
Gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik,
yang berupa gas, cair, atau padat. Seseorang menerima suara berupa getaran pada
dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi
dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik.
Ketika suara menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka
energi dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh
batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang
berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (Lord 1980 dalam Himawanto 2007).
Fenomena gelombang suara yang terjadi berupa suara yang diserap
(absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan. (Sumber : FTI ITB 2009)
2.1.2 Penyerapan Suara
Sound Absorbtion atau penyerapan suara merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, kayu menyerap suara yang
diarahkan kepadanya. Kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan
kecepatan suara di besi ataupun kaca, hal ini dikarenakan kayu memiliki pori-pori
(Jailani et al. 2004). Menurut Tsoumis (1991), bagian dari energi akustik yang masuk kedalam kayu diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik
menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorbtion.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan kayu,
elasticity yang rendah, serta kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara.
Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material
penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), material
peredam (damping material) (Lewis & Douglas 1993 dalam Himawanto 2007). Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous),
berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif.
Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan
bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya
bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih
besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori
tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi
suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya,
pada umumnya diubah ke energi kalor (Wirajaya 2007).
Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan
energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien absorbsi (α).
Bila permukaan bahan tersebut tidak seragam, maka koefisien absorbsi lokal (α) pada suatu tempat dipermukaan bahan tersebut dengan luas permukaan (Si) akan memiliki nilai tertentu pada setiap tempat dipermukaan bahan tersebut.
Maka koefisien absorbsi rata-rata dari bahan tersebut didefinisikan sebagai
berikut:
Berdasarkan arah datangnya gelombang suara, koefisien absorbsi suara ini
dibedakan menjadi dua macam, yaitu koefisien absorbsi suara normal (αn) dan
koefisien absorbsi suara sabine/acak (α). Koefisien absorbsi suara normal untuk gelombang suara yang datang tegak lurus terhadap permukaan bahan, sedangkan
koefisien absorbsi suara sabine untuk gelombang suara yang datang dari berbagai
arah. Diantara kedua jenis tersebut, yang lebih menggambarkan keadaan yang
sabine. Hal ini karena secara umum dalam kenyataannya pada kehidupan
sehari-hari gelombang suara yang datang pada suatu bahan berasal dari berbagai arah.
Terdapat dua metode untuk mengukur koefisien absorbsi suara, yaitu
dengan tabung impedansi (Impedance tube) yang dapat mengukur koefisien
absorbsi suara normal, serta pengukuran dengan ruang dengung (Reverberation
room) yang dapat mengukur koefisien absorbsi suara sabine (Wirajaya 2007).
2.1.3 Sound Transmission Loss (STL)
Sound transmission loss adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara. Nilainya disebut dengan decibel (dB). Semakin tinggi nilai TL, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Untuk
memudahkan dalam menentukan besarnya penyekatan suara maka didefinisikan
suatu besaran angka tunggal Sound Transmission Class yang dilakukan dari
pengukuran STL dengan filter 1/3 oktaf pada rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000
Hz.
Sound transmission class adalah kemampuan rata-rata Sound transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara. Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E 413 yang dikeluarkan oleh American
Society for Testing and Materials (ASTM) (FTI ITB 2009)
Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut (Bpanelcom 2009) :
50-60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar lemah atau tidak sama sekali
40-50 Sangat bagus, suara terdengar lemah
35-40 Bagus, suara keras terdengar tapi harus lebih didengar
30-35 Cukup, suara keras cukup terdegar
25-30 Jelek, suara normal mudah atau jelas didengar
20-25 Sangat jelek, suara pelan dapat terdengar
2.2 Papan Partikel
Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang
terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya,
(Maloney 1993). Menurut Bowyer et al. (2003) dan Maloney (1993), tipe – tipe
partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah:
a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tak menentu yang
dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.
b. Serpih (flake), partikel kayu kecil dengan dimensi yang telah ditentukan
sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang telah dikhususkan.
Dimensi ketebalan antara 0,2-0,5 mm, panjang antara 10-50 mm dan lebar
antara 2,0-2,5 mm. rasio antara panjang partikel dengan ketebalannya
adalah 60-120 : 1 atau lebih tinggi.
c. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau
yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.
d. Serbuk gergaji (sawdust), dihasilkan oleh pemotongan kayu dengan gergaji.
e. Keratan (sliver), hampir persegi potongan melintangnya, dengan panjang
paling sedikir empat kali ketebalannya. Biasanya dengan tebal sampai 5 mm
dan panjang sampai dengan 15 mm
f. Wol (Excelcior), ukuran partikel yang panjang, bergelombang, seperti sliver
yang tipis. Berbentuk seperti pita dengan panjang 300-400 mm, lebar 3-4
mm, dan tebal 0,2-0,5 mm.
g. Unting (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang
sejajar. Umumnya seperti flake yang panjang dan tipis dengan permukaan yang sejajar.
h. Biskuit (wafer), bentuknya berupa serpih tetapi lebih besar. Biasanya
dengan ukuran panjang dan lebar berturut-turut 50 x 50 mm2– 70 x 70 mm2
dan tebal antara 0,6-0,8 mm
Berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi kedalam tiga
golongan yaitu :
a. Low density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,59 g/cm3.
b. Medium density particleboard, yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,59 – 0,8 g/cm3.
Sedangkan berdasarkan ukuran partikel dalam pembentukkan lembarannya,
Maloney (1993) membedakannya menjadi tiga macam, yaitu :
a. Single-Layer Particleboard. Papan jenis ini tidak memiliki perbedaan ukuran partikel pada bagian tengah dan permukaan.
b. Three-Layer Particleboard. Ukuran partikel pada bagian permukaan lebih halus dibandingkan ukuran partikel bagian tengahnya.
c. Graduated Three-Layer Particleboard. Papan jenis ini mempunyai ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara bagian permukaan dengan
bagian tengahnya.
Dibandingkan dengan kayu asalnya papan partikel mempunyai beberapa
kelebihan seperti papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan
kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan
kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, memiliki sifat isotropis dan
kualitasnya mudah diatur (Maloney 1993).
Bowyer et al. (2003) menerangkan bahwa salah satu kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensinya yang rendah
sehingga kebanyakan papan partikel hanya digunakan untuk keperluan interior.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel diantaranya yaitu ukuran
partikel, perekat, jenis partikel dan campuran jenis partikel.
Menurut Sutigno (2006), papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan
baku, akan memiliki kualitas struktural yang lebih baik dari papan partikel yang
dibuat dengan campuran berbagai jenis partikel. Untuk ukuran partikel, papan
partikel yang terbuat dari serpihan akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk, karena ukuran serpihan lebih besar dari serbuk. Ukuran partikel yang
semakin besar memiliki kualitas struktural yang lebih baik. Bentuk dan ukuran
partikel akan berpengaruh terhadap kekuatan dan stabilisasi dimensi papan
partikel.
Disamping bentuk partikel, perbandingan panjang dan tebal (nisbah
kelangsingan) dan perbandingan panjang dan lebar (nisbah aspek) juga
berpengaruh terhadap penyerapan air, pengembangan tebal, pengembangan liniear
mengembangkan kekuatan dan stabilitas dimensi adalah serpih yang ketebalannya
seragam dengan nisbah antara panjang dan tebal yang tinggi (Bowyer et al. 2003).
Spesifikasi sifat-sifat fisis dan mekanis menurut standar JIS A 5908 (2003) untuk
papan partikel disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisis mekanis papan partikel menurut standar JIS 5908.
No Parameter sifat fisis mekanis JIS A 5908 (2003) Type 13
1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9
2 Kadar air (%) 5 – 13
3 Daya serap air (%) -
4 Pengembangan tebal (%) maks 12
5 MOR (kg/cm2) min 130
6 MOE (kg/cm2) min 25.000
7 Internal Bond (kg/cm2) min 2
8 Screw Withdrawal (kg) min 40
Keterangan : MOE = Modulus of Elasticity; MOR = Modulus of Rupture.
2.3 Pengujian Kualitas Papan Partikel
Pengujian kualitas papan partikel berupa pengujian sifat fisis dan mekanis
dari papan partikel tersebut. Sifat fisis dan mekanis kayu merupakan hal penting
karena kedua sifat tersebut dapat berhubungan dengan sifat akustik kayu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat akustik kayu yaitu pori-pori penyusun bahan,
kadar air, temperatur, kerapatan dan Modulus of Elasticity (MOE) (Tsoumis 1991). Pengujian sifat fisis yang dilakukan terdiri dari kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal (thickness swelling) dan daya serap air (water absorbtion).
Sementara itu sifat mekanis yang diuji terdiri dari Modulus of Elasticity (MOE),
Modulus of Rupture (MOR), kuat rekat internal (Internal Bond) dan kuat pegang sekrup (screw withdrawal).
2.3.1 Kerapatan
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakkan partikel dalam satu lembaran
yang sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan tekanan
yang diberikan selama proses pengempaan. Semakin tinggi kerapatan papan
pada ukuran yang sama. Kerapatan merupakan salah satu sifat yang penting bagi
papan partikel, makin tinggi kerapatan makin baik kekuatannya (Widarmana 1979
dalam Zakaria 1996). Sementara itu diketahui bahwa kerapatan rendah dapat meningkatkan kecepatan suara, sound damping, dan koefisien absorbsi suara terutama penyerapan suara berfrekuensi rendah (Tsoumis 1991).
2.3.2 Kadar Air
Kadar air yaitu berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering tanur (BKT). Sifat akustik kayu dipengaruhi oleh kadar air. Jika
terjadi peningkatan kadar air maka koefisien absorbsi suara akan meningkat dan
lebih banyak menyerap suara berfrekuensi rendah. Peningkatan kadar air juga
akan mengurangi kecepatan suara dan kapasitas dari sound damping karena adanya penurunan MOE (Modulus of Elasticity) dan bertambahnya kerapatan
(Tsoumis 1991).
2.3.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)
Salah satu kelemahan papan partikel adalah besarnya tingkat pengembangan
dimensi tebal. Pengembangan tebal ini akan menurun dengan semakin banyak
paraffin yang ditambahkan dalam proses pembuatannya, sehingga kedap airnya
akan lebih sempurna. Halligan (1970) dalam Rosid (1995), menyebutkan bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan tebal papan partikel adalah
kerapatan kayu pembentuknya. Papan partikel yang dibuat dari kayu dengan
kerapatan rendah akan mengalami pengempaan yang lebih besar pada saat
pembuatan, sehingga bila direndam dalam air akan terjadi pembebasan tekanan
yang lebih besar yang mengakibatkan pengembangan tebal menjadi lebih tinggi.
2.3.4 Daya Serap Air (Water Absorbtion)
Papan partikel sangat mudah menyerap air pada arah tebal terutama dalam
keadaan basah dan suhu udara lembab (Widarmana 1977). Johnson dan Halligan
dalam Djalal (1981), menyebutkan bahwa selain desorpsi (proses pelepasan air dari bahan baku) dan ketahanan perekat dalam air, ada faktor – faktor lain yang
1. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel,
2. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang satu dengan ruang
kosong lainnya,
3. Luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi oleh perekat, dan
4. Dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.
2.3.5 Modulus of Elasticity (MOE)
Menurut Bowyer et al. (2003) kekakuan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara
tegangan dan regangan dibawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai
distribusi gaya per unit luas, sedangkan regangan adalah perubahan panjang per
unit panjang bahan. Nilai MOE (Modulus of Elasticity) yang rendah akan
meningkatkan kecepatan suara, kapasitas sound damping, dan koefisien absorbsi suara (Tsoumis 1991).
2.3.6 Modulus of Rupture (MOR)
Kekuatan lentur statis atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan salah satu sifat mekanis yang sangat penting. Kekuatan lentur patah atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya
luar yang bekerja padanya dan cenderugn merubah bentuk dan ukuran kayu
tersebut. Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada
saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama
untruk MOE (Bowyer et al. 2003).
2.3.7 Kuat Rekat Internal (Internal Bond)
Kuat rekat internal atau internal bond adalah suatu ukuran ikatan antar partikel dalam lembaran papan partikel. Kuat rekat internal merupakan suatu
petunjuk daya tahan papan partikel terhadap kemungkinan pecah atau belah. Sifat
kuat rekat internal akan semakin sempurna dengan bertambahnya jumlah perekat
2.3.8 Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal)
Kuat pegang sekrup menunjukkan kemampuan papan partikel untuk
menahan sekrup yang ditanamkan pada papan partikel. Nilai kuat pegang sekrup
dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram (JIS
5908: 2003).
2.4 Bahan Baku yang Digunakan
2.4.1 Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer)
Bambu termasuk ke dalam famili Poaceae dan sub famili Bambusoidae.
Bambu biasanya memiliki batang, akar yang komplek, daun berbentuk pedang,
pelepah yang menonjol. Diperkirakan terdapat 1000 jenis bambu dari 80 genera di
Dunia, dari jumlah tersebut 200 jenis dari 20 genera dijumpai di Asia Tenggara
(Dransfield & Widjaja 1995).
Bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dan penyebarannya
luas dengan pertumbuhan cepat, mudah dibentuk dan telah luas penggunaannya
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asia. Kekuatan batang, kelurusan,
kelicinan, kekeringan yang dipadukan dengan kekerasan, keteraturan sehingga
mudah dibelah, ukuran yang berbeda, variasi panjang dan ketebalan membuat
bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan (Kurz 1876 dalam Dransfield & Widjaja 1995).
Bambu merupakan bahan komposit yang kuat dan memiliki serat yang kaku,
tersusun utama atas selulosa dan lignin, tegangan tekan mengalami peningkatan
dari pangkal ke ujung karena meningkatnya prosentase slerenkima (Janssen
1981).
Dimensi serat dari batang Dendrocalamus asper diperkirakan yaitu panjang
3,78 mm, diameter 19 µm, lebar lumen 7 µm dan tebal dinding 6 µm. rata-rata
kadar air dari batang bambu segar 55% dan kadar air kering udara 15% dengan
berat jenis sekitar 0,7 (Dransfield & Widjaja 1995).
Batang dari Dendrocalamus asper mempunyai dinding yang tebal, sangat kuat dan tahan lama. Digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah dan
(1984), bambu jenis betung dan sembilang mempunyai sifat fisis dan mekanis
yang lebih baik dari jenis bambu lain.
Tabel 2. Sifat fisis mekanis dan kimia bambu betung.
No. Sifat Bambu Betung Nilai
Sumber : Hadjib & Karnasudirja (1986) diacu dalam Krisdianto et al. (2000)
2.4.2 Perekat Isocyanate
Perekat (adhesive) adalah suatu subtansi yang dapat menyatukan dua buah
benda atau lebih melalui ikatan permukaan. Dilihat dari reaksi perekat terhadap
panas, maka perekat dapat dibedakan menjadi perekat thermosetting dan thermoplastic (Blomquist 1983)
Perekat thermosetting merupakan perekat yang dapat mengeras apabila terkena panas atau reaksi kimia dengan sebuah katalisator yang disebut hardener
dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat menjadi lunak. Contoh jenis perekat yang termasuk golongan ini adalah MF
(Melamin Formaldehyde), UF (Urea Formaldehyde), PF (Phenol Formaldehyde),
isocyanate, dan RF (Resorcinol Phenol Formaldehida).
Sifat-sifat papan partikel umumnya sangat dipengaruhi oleh perekat yang
digunakan, sehingga perekat adalah salah satu faktor penting yang menentukan,
banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin stabil
dimensi papan tersebut, walaupun untuk alasan ekonomis tidak diinginkan
(Bowyer et al. 2003).
Senyawa kimia organik isocyanate dasar dikembangkan di Jerman pada akhir tahun 1930 dan perekat berdasarkan isocyanate digunakan pertama kali di pertengahan tahun 1940. Pelopor penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu adalah Deppe dan Ernst pada tahun 1951. Sebagai konsekuensi dari pekerjaannya,
pembuatan papan partikel komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 (Pizzi 1983).
Isocyanate berbentuk liquid yang mengandung isomer dan oligomer dari methylene diphenyl diisocyanate (MDI). Perekat ini berwarna coklat terang dan garis perekatannya tidak terlihat. Diperlukan temperature dan tekanan yang tinggi
untuk menghasilkan perkembangan ikatan yang terbaik pada papan partikel.
Penggunaan isocyanate saat ini umumnya untuk produk flakeboard dan OSB. Sifat kekuatan perekat ini yaitu kekuatan kering dan basah tinggi, sangat tahan
terhadap air dan udara lembab, serta dapat direkat pada besi dan plastic (Vick
1999).
Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin lain adalah (Marra 1992): (1) dibutuhkan dalam jumlah
sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, (2) dapat
menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, (3) memungkinkan penggunaan
kempa yang lebih cepat, (4) lebih toleran pada partikel yang berkadar air tinggi,
(5) energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, (6) stabilitas dimensi
papan yang dihasilkan lebih stabil, (7) tidak ada emisi formaldehyde.
Selain kelebihan, perekat ini juga memiliki kekurangan, yaitu : (1) harganya
lebih mahal dibanding PF dan UF, (2) isocyanate merupakan perekat yang baik untuk logam dengan kayu, sehingga pada pembuatan papan menyebabkan papan
3. 1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Persiapan bahan baku partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil
Hutan dan Laboratorium SEAFAST Centre. Pembuatan papan partikel dilakukan di Laboratorium Biokomposit, sedangkan untuk pemotongan dan pengujian sifat
fisis contoh uji dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan pengujian
sifat mekanis contoh uji di lakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangun
Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pengujian koefisien absorbsi suara dilakukan di Puslitbang Permukiman,
Cileunyi, Bandung. Pengujian sound transmission loss dilakukan di Laboratoium Fisika Bangunan dan Akustik, Kelompok Keahlian Teknik Fisika, Fakultas
Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juni sampai dengan bulan Oktober 2010.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mesin hot press, alat uji mekanis (Universal Testing Machine merk instron), mesin pembuat wol merk
Takekawa Iron Works, hammer mill, disk mill, oven, desikator, gelas ukur, gelas
aqua, timbangan elektrik, kaliper, micrometer, cutter, kantong plastik, cetakan
berukuran 35 cm x 35 cm, kertas teflon, kain saring, sarung tangan, ember,
masker, rotary blender, spray gun, paku, palu, jigsaw, handgrider (slave), table
circular saw, notebook, sound card, microphone, loudspeaker, tripod, tabung impedansi, sound level meter, variable tone generator dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah partikel bambu
betung (Dendrocalamus asper Backer) dari Sukabumi, Jawa Barat dan perekat
3.3 Pembuatan Contoh Uji
Gambaran umum urutan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Gambaran umum urutan proses penelitian.
Batang BB 40cm dibelah 2 bagian dan dengan mesin pembuat wol dihasilkan wol BB berukuran panjang 5cm, lebar
3-4mm dan tebal 0,2-0,5 mm (Short Excelsior(Wol)).
Dikeringkan dengan oven 70-80oC selama 2 hari hingga KA<10%, kemudian timbang partikel dan perekat sesuai dengan kebutuhan papanpartikel.
Flakes BB + Disk Mill,
Chips BB + Disk Flaker, dihasilkan partikel Flakes, kering udarakan
selama 1-2 hari
Bambu Betung (BB)
Pembuatan Partikel BB
Pembuatan Papan Berukuran 35 x 35 x 1cm3
1. Papan partikel wol + MDI dengan 2 macam kerapatan 2. Papan partikel Sedang + MDI dengan 2 macam kerapatan 3. Papan partikel Halus + MDI dengan 2 macam kerapatan
Pengujian Sifat Fisis-Mekanis
JIS A 1405 1963Methods of Test for Sound Absorption of.
Acoustical Materials by the Tube Method
Pengondisian Papan
Dilakukan selama 2 minggu untuk melepaskan tegangan sisa
Analisis Data
3.3.1 Persiapan Bahan
Bahan baku yang digunakan berupa tiga ukuran partikel bambu betung
(Gambar 3). Untuk ukuran partikel halus dan sedang, bagian bambu yang
digunakan adalah batangnya yang kemudian dipotong – potong hingga didapatkan
ukuran bambu yang dapat digiling dengan alat disk flaker. Kemudian flake bambu
betung yang dihasilkan diproses kembali dengan alat disk mill untuk mendapatkan
partikel dengan lebar 1-2 mm, tebal 0,5 - 1 mm dan panjang ± 1 cm. Sebagian dari
partikel tersebut digunakan sebagai bahan baku papan partikel dengan partikel
sedang, sebagian dari partikel tersebut kemudian di hancurkan kembali dengan
alat hammer mill untuk mendapatkan partikel yang lolos saringan 10 mesh (partikel halus).
Partikel berukuran besar didapatkan dengan cara memotong batang bambu
betung sepanjang 40 cm dan kemudian dibelah menjadi dua bagian. Masing –
masing belahan tersebut dijadikan short excelsior/wol dengan menggunakan mesin pembuat wol (Takekawa Iron Works). Ukuran untuk partikel wol yaitu
panjang ±5 cm, tebal ±0,2 – 0,5 mm dan lebar 3 – 4 mm.
(a) (b) (c)
Gambar 3 Partikel bambu betung dalam berbagai ukuran a) wol , b) partikel ukuran sedang , c) partikel ukuran halus.
Semua bahan partikel tersebut dioven pada suhu 70 - 80 oC selama dua hari
untuk mendapatkan kadar air partikel kurang dari 10%. Setelah selesai dioven
maka timbang partikel sesuai dengan kerapatan sasaran yang diinginkan.
Perekat yang digunakan adalah methylene diphenyl diisocyanate (MDI). Kadar perekat yang digunakan adalah 12% dari berat kering tanur partikel untuk
setiap lembar papan.
Dua macam kerapatan digunakan dalam penelitian ini yaitu 0,4 g/cm³ dan
0,6 g/cm³. Dimensi papan partikel 35cm x 35cm x 1cm (PxLxT). Papan partikel
dengan dua macam target kerapatan, 7 buah sampel papan partikel sedang dengan
dua macam target kerapatan, serta 7 buah sampel papan partikel wol dengan dua
macam target kerapatan.
3.3.2 Pencampuran Bahan dan Pembuatan Lembaran
Pencampuran bahan antara partikel bambu betung dengan perekat MDI
menggunakan rotary blender dan spray gun. Partikel bambu betung dimasukan ke
dalam rotary blender, sedangkan perekat MDI dimasukan ke dalam spray gun. Saat mesin rotary blender berputar, perekat disemprotkan ke dalamnya sehingga
proses pencampuran antara perekat dan parikel bambu betung dapat merata.
Pembentukan lembaran dilakukan setelah partikel dan perekat tercampur
secara merata kemudian adonan tersebut dimasukkan kedalam cetakan lembaran
yang berukuran 35 cm x 35 cm x 1 cm dengan alas dan penutup seng yang
berlapis teflon sheet. Selama proses pembentukan lembaran distribusi partikel pada alat pencetak diusahakan tersebar merata sehingga produk papan komposit
yang dihasilkan memiliki kerapatan yang seragam.
(a) (b)
Gambar 4 Pencampuran bahan dan pembuatan lembaran partikel bambu a) Pencampuran bahan dengan rotary blender dan b) Pencetakan lembaran panel.
3.3.3 Pengempaan dan Pengondisian
Setelah lembaran dibentuk dimasukkan kedalam mesin hot press. Sebelum
dilakukan proses pengempaan, bagian tepi alat pembentuk lembaran dibatasi
dengan batang besi yang tebalnya 1 cm. Suhu pada saat pengempaan sekitar
120ºC dengan tekanan 25 kg/cm² selama 10-15 menit. Setelah pengempaan
selesai, papan dikeluarkan dari mesin kempa dan dibiarkan selama 30 menit agar
Pengondisian dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan kadar air
papan partikel dan membebaskan tegangan sisa yang terbentuk pada permukaan
lembaran selama proses pengempanan panas. Pengkondisian ini dilakukan selama
± 14 hari pada suhu kamar.
(a) (b)
Gambar 5 Pengempaan dan pengondisian panel a). Pengempaan panas dan b). Pengkondisian lembaran panel.
3.3.4 Pembuatan Contoh Uji
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian disesuaikan ukurannya berdasarkan tujuan pengujian yang dilakukan. Parameter yang diuji
berupa sifat akustik (transmission loss dan koefisien absorbsi), sifat fisis (kadar
air, kerapatan, pengembangan tebal, dan daya serap air) dan sifat mekanis (MOE,
MOR, kuat pegang sekrup dan kuat rekat internal).
Ukuran contoh uji untuk sifat fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar
JIS A 5908-2003 sedangkan untuk contoh uji koefisien absorbsi mengacu pada
standar JIS A 1405 1963. Pola pemotongan untuk pengujian seperti terlihat pada
Gambar 6.
Keterangan :
a = Contoh uji MOE dan MOR, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 20 cm
b = Contoh uji kerapatan dan kadar air, berbentuk persegi dengan ukuran 10 cm x 10 cm
c = Contoh uji koefisien absorbsi suara, berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm dan 5 cm.
d = Contoh uji kuat rekat internal, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 5 cm
e = Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 5 cm
f = Contoh uji kuat pegang sekrup, berbentuk persegi dengan ukuran 5 cm x 10 cm
Untuk contoh uji Sound Transmission Loss dibuat dengan menggabungkan
empat lembar papan berukuran 35 cm x 35 cm yang direkatkan sisi tebalnya agar
mendapatkan lembaran papan berukuran 70 cm x 70 cm dengan menggunakan
kempa dingin yang ditunjukan pada Gambar 7. Ukuran papan 70 x 70 cm2
digunakan untuk pengujian sound transmission loss (STL). Perekat yang digunakan merupakan perekat PVAc merk Fox dicampur dengan methylene diphenyl diisocyanate (MDI) sebagai hardener dengan rasio 15:1.
PH 0,4 PS 0,4 PW 0,4
PH 0,6 PS 0,6 PW 0,6
Gambar 8 Enam jenis panel akustik yang diuji.
3.4 Pengujian Papan Partikel 3.4.1 Pengujian Sifat Fisis
a. Kerapatan
Contoh uji berukuran 10 x 10 cm cm ditimbang dengan timbangan elektrik
dan dicatat sebagai berat awal (m). Panjang (p), lebar (l) dan tebal (t) contoh uji
kemudian diukur dengan menggunakan kaliper. Kemudian volume dihitung
dengan menggunakan rumus :
V = p x l x t
Keterangan :
V = volume (cm3)
p = panjang (cm)
l = lebar (cm)
t = tebal (cm)
Setelah diperoleh nilai volume, maka besarnya kerapatan dapat diperoleh
dengan rumus :
Keterangan :
b. Kadar Air
Setelah contoh uji diukur kerapatannya, maka contoh uji tersebut diukur
kadar airnya. Berat awal (BA) telah diperoleh pada awal penimbangan. Kemudian
contoh uji dioven dalam suhu 103±20C selama 24 jam (1 hari) atau sampai
mencapai berat yang konstan untuk memperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai
kadar air dapat diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
KA = kadar air (%)
BA = berat awal (g)
BKT = berat kering tanur (g)
c. Pengembangan Tebal (Thickness Swelling)
Setelah contoh uji diketahui kerapatan dan kadar airnya, kemudian contoh
uji diuji pengembangan tebalnya (TS). Pengujian ini dilakukan dengan cara
mengukur tebal contoh uji sebelum (T1) dan sesudah (T2) direndam selama 2
jam, 24 jam dan 48 jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper
pada bagian tengah contoh uji. Besarnya pengembangan tebal dapat dihitung
dengan dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
TS = pengembangan tebal (%)
T1 = tebal sebelum direndam (cm)
d. Daya Serap Air (Water Absorbtion)
Daya serap air papan partikel dihitung berdasarkan berat sebelum dan
sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam.
Nilai daya serap air dihitung menggunakan rumus:
Keterangan :
WA = Daya Serap Air (%)
B1 = Berat setelah perendaman (gram)
B0 = Berat sebelum perendaman (gram)
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis
a. Modulus of Elasticity (MOE)
Pengujian MOE ini menggunakan UTM Instron. Pengujian ini
menggunakan one point loading atau satu pembebanan pada titik di tengah dari panjang contoh uji. Pembebanan dilakukan sampai batas titik elastis contoh uji
tersebut. Panjang bentang yang digunakan adalah 15 kali tebal nominal, tetapi
tidak kurang dari 7,5 cm. Nilai MOE diperoleh dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
MOE = kekakuan lentur (kg/cm2)
ΔP = selisih beban dibawah batas proporsi (kg)
L = panjang bentang (cm)
Δy = perubahan defleksi dibawah batas proporsi (cm) b = lebar contoh uji (cm)
Gambar 9 Pengujian MOE dan MOR.
b. Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan pengujian MOE. Namun pada
pengujian ini pembebanan maksimum. Nilai MOR dapat diperoleh dengan rumus:
Keterangan :
MOR = kekuatan lentur (kg/cm2)
Pmax = beban maksimum (kg)
L = panjang bentang (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
c. Kuat Rekat Internal (Internal Bond)
Pengujian ini menggunakan contoh uji dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm
pengukuran dimensi dilakukan dengan kaliper. Kuat rekat internal diperoleh
dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji pada balok kayu kemudian
balok kayu tersebut ditarik secara berlawanan. Nilai kuat rekat internal sendiri
dapat diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
σ = kuat rekat internal (kg/cm2) Pmax = beban maksimum (kg)
Gambar 10 Pengujian Kuat Rekat Internal.
d. Kuat Pegang Sekrup (Screw Withdrawal)
Contoh uji berukuran 10cm x 5cm berdasarkan standar JIS A 5908-2003.
Sekrup yang digunakan berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga
mencapai kedalaman 8 mm. nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya
beban maksimum yang dicapai (kg).
Gambar 11 Pengujian Kuat Pegang Sekrup.
3.4.3 Pengujian Sifat Akustik
a. Pengukuran Koefisien Absorbsi Suara dengan Tabung Impedansi
Tabung impedansi adalah suatu tabung yang dirancang untuk mengukur
parameter akustik suatu bahan dengan ukuran material uji yang kecil sesuai
dengan ukuran tabung dan dengan arah datang suara pada arah normal permukaan
bahan uji. Tabung impedansi dapat dilihatkan pada Gambar 12 dan Gambar 13.
(a) (b)
(c) (d) (e)
(f) (g)
Gambar 13 Pengujian koefisien absorbsi a). Warble Tone Generator, b). loudspeaker dan microphone car, c). bagian untuk penempatan sampel, d). Tabung impedansi, e). Precision Sound Level Meter, f) Contoh uji, g). Tempat contoh uji diletakkan.
Pengukuran koefisien absorbsi suara berdasarkan JIS A 1405 1963 dengan
menggunakan contoh uji berbentuk lingkaran berdiameter 9,9 cm untuk
pengukuran dalam rentang frekuensi 100 Hz – 1600 Hz dan contoh uji berbentuk
lingkaran berdiameter 4,9 cm untuk pengukuran dalam rentang frekuensi 2000 Hz – 4000 Hz dengan filter 1/3 oktaf.
Pada tabung impedansi koefisien absorbsi suara yang dapat dihitung
adalah koefisien absorbsi suara normal. Koefisien absorbsi suara (α0) ini
dihitung dengan cara mengukur tekanan suara yang datang pada permukaan bahan
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
α0 = Koefisien absorbsi suara (dB) n = rasio gelombang berdiri
Dimana rasio gelombang berdiri (n) diukur dengan mensubtitusikan dengan
resistansi attenuasi, menentukan rasio gelombang berdiri dari perbedaan tekanan
suara (L) db dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan :
n = rasio gelombang berdiri
L = perbedaan tekanan suara
b. Pengukuran Sound Transmision Loss
Rugi transmisi (transmission loss – TL) suatu bahan partisi didefinisikan sebagai rasio logaritmis antara daya suara (Wτ) yang ditransmisikan oleh suatu
bahan partisi terhadap daya suara yang datang (Wi). TL (dalam desibel) umumnya
digunakan sebagai salah satu parameter kemampuan suatu bahan dalam
mereduksi suara. Secara matematis, dapat dirumuskan sebagai:
TL = 10 log i W W
TL = 10 log
1
dengan τ adalah koefisien transmisi suara dari bahan tersebut, yaitu rasio
antara daya suara yang ditransmisikan bahan partisi terhadap daya suara yang
datang.
Pengukuran rugi transmisi suatu bahan partisi membutuhkan dua ruang
dengung yang salah satu sisinya berhimpit dengan ruang yang satu berperan
sebagai ruang sumber suara, serta ruang yang lain berperan sebagai ruang
penerima. Besarnya rugi transmisi dari bahan partisi tidaklah sama dengan selisih
dipengaruhi oleh absorpsi suara di ruang penerima, sehingga persamaan yang
umum digunakan dalam pengukuran di laboratorium adalah:
TL = L1– L2 + 10 log
rec
S
A atau TL = NR + 10 logArec S
NR = L1– L2 dan
Arec = 0,161
60
T V
dengan NR adalah noise reduction, L1 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang sumber, L2 adalah tingkat tekanan suara dalam ruang penerima, S adalah luas sampel bahan partisi [m2], Arec =Sαsab = total penyerapan suara pada ruang
penerima [m2 Sabine], V volume ruang penerima [m3], serta T60 waktu dengung ruang penerima. Pengukuran Sound Transmision Loss berdasarkan ASTM E 413-2004. Pengukuran dilakukan dalam rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz dengan
filter 1/3 oktaf.
Ruang dengung mini (mini transmission suite) di Laboratorium Fisika
Bangunan dan Akustik – Teknik Fisika ITB memiliki volume ruang penerima
sebesar 19 m3 serta luas sampel bahan partisi sebesar (0,69 × 0,69) m2. Nilai TL dari setiap bahan merupakan fungsi frekuensi di mana nilai TL akan pada
umumnya akan bertambah besar seiring dengan meningkatnya massa jenis bahan
(setiap jenis bahan mempunyai properti absorpsi yang unik terhadap frekuensi).
(a) (b)
Gambar 15 Jenis ruangan pada pengujian STL a). Ruang sumber b). Ruang penerima.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Sifat Fisis Mekanis
Pengolahan data pada sifat fisis dan mekanis dilakukan dengan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor,
yaitu: faktor A (ukuran partikel dengan 3 taraf yaitu halus, sedang dan wol) dan
faktor B (target kerapatan dengan 2 taraf yaitu 0,4 dan 0,6) yang masing-masing
menggunakan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang akan
digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk
Dimana :
i = halus, sedang dan wol ; j = 0,4 , 0,6; k = 1, 2, 3
Yijk = Nilai pengamatan pada Papan dengan ukuran partikel-i,
target kerapatan -j, dan ulangan ke-k.
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama ukuran partikel βj(i) = Pengaruh target kerapatan kerapatan
ε(ijk) = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σε2)
Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis
3.5.2 Sifat Akustik
Analisis data untuk sifat akustik berupa koefisien absorbsi suara dan sound
transmission class (STC) menggunakan analisis deskriptif, yaitu membandingkan hasil koefisien absorbsi dan sound transmission class (STC) untuk setiap faktor berdasarkan skala frekuensi yang digunakan. Skala frekuensi yang digunakan
Dalam upaya untuk mendapatkan panel akustik papan partikel bambu
betung sebagai komponen peredam atau penyerap suara, maka dilakukan
pengujian sifat fisis, sifat mekanis dan sifat akustik. Pengujian sifat fisis berupa
kerapatan, kadar air, pengembangan tebal (thickness swelling) dan daya serap air
(water absorbtion) sedangkan pengujian sifat mekanis mencakup Modulus of Elasticity, Modulus of Rupture, kuat rekat internal (Internal Bond) dan kuat pegang sekrup (screw withdrawal). Sifat akustik diuji melalui pengukuran
koefisien absorbsi dan sound transmission loss.
4.1 Sifat Fisis Panel Akustik Papan Partikel Bambu Betung
Nilai sifat fisis panel akustik berupa papan partikel bambu betung tersaji
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata sifat fisis panel akustik papan partikel
Jenis Panel Komposit Kerapatan
Keterangan : TS = Thickness Swelling ; WA = Water Absorbtion.
4.1.1 Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dan volume kering udara
papan komposit. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang
digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan
lembaran (Bowyer et al. 2003).
g/cm3. Nilai kerapatan terendah (0,41 g/cm3) terdapat pada panel akustik dari
partikel wol kerapatan 0,4 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi (0,58 g/cm3)
terdapat pada panel akustik dari papan partikel halus dan sedang dengan kerapatan
0,6 g/cm3.
Hasil pengujian kerapatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 1,
sedangkan nilai rata-ratanya disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Histogram rata-rata nilai kerapatan (g/cm3) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003).
Berdasarkan histogram pada Gambar 16 terlihat rata – rata nilai kerapatan panel partikel wol lebih rendah dibandingkan dengan nilai kerapatan panel
partikel halus dan sedang yang memiliki nilai kerapatan yang hampir seragam
pada kedua perbedaan kerapatan yang diuji. Hal ini diduga karena ukuran partikel
wol jauh lebih besar dibandingkan dengan partikel halus dan sedang sehingga
mempengaruhi jumlah serta komposisi kekompakkan partikel dalam setiap panel
yang dihasilkan. Mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003 maka seluruh panel
akustik papan partikel memenuhi standar pada kerapatan yang ditetapkan, yaitu
0,4 – 0,9 g/cm3.
Berdasarkan analisis statistik sidik ragam terhadap nilai kerapatan panel
akustik pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 8) diperoleh bahwa berbedaan
kerapatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai kerapatan
papan partikel yang dibuat. Sementara itu ukuran partikel dan interaksi antara
perbedaan kerapatan dan ukuran partikel tidak memberikan pengaruh yang nyata
4.1.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukan
kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya
terutama kelembaban udara. Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang
dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. 2003).
Nilai ratarata kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,80
-10,13% seperti yang disajikan pada Gambar 17. Nilai rata-rata kadar air terendah
adalah 7,80 %, sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi sebesar 10,13%. Kadar
air pada seluruh papan partikel masih masuk dalam standar JIS 5908 : 2003, yaitu
berkisar antara 5 – 13%.
Gambar 17 Histogram rata-rata nilai kadar air (%) panel akustik papan partikel bambu betung dibandingkan standar JIS A 5908 (2003).
Berdasarkan analisis statistik sidik ragam terhadap nilai kadar air papan
partikel bambu pada selang kepercayaan 95% diperoleh informasi faktor
perbedaan kerapatan, ukuran partikel dan interaksi keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap respon nilai kadar air panel akustik. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai signifikansi yang kurang dari 0,05. Lebih lanjut nilai
Analisis sidik ragam (anova) dari kadar air panel akustik disajikan pada Lampiran
8.
Hasil uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% yang dilakukan
menunjukkan faktor interaksi ukuran partikel dan perbedaan kerapatan pada papan