• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban Bullying.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban Bullying."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ARINI PINONDANG PANDIANGAN

071301075

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2011/2012

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang

berjudul:

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban

Bullying

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini,

saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2011

ARINI PINONDANG PANDIANGAN

NIM: 071301075

(3)

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal Korban Bullying

Arini Pinondang Pandiangan dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Dukungan sosial merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Depresi merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain.

Subjek penelitian berjumlah 65 orang individu remaja awal korban bullying. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala bullying yang dimodifikasi dari Skala Bullying Sonia (2009), Skala Dukungan Sosial yang disusun peneliti berdasarkan teori Sarafino (2006), dan skala Depresi yang dimodifikasi dari Skala Depresi Sonia (2009) yang disusun berdasarkan faktor-faktor CES-D (Center for Epidemiologic Studies

Depression). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan analisis

regresi.

Hasil analisis data diperoleh nilai R-square / r2= 0,083 dengan nilai F = 5,738

dan p < 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 8,3% terhadap depresi pada remaja awal korban

bullying. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial

yang tepat diberikan pada korban bullying adalah dukungan instrumental diikuti oleh dukungan emosional, dukungan persahabatan.

Kata kunci : dukungan sosial, depresi, bullying.

(4)

The Effect of Social Support to Depression on Early Adolesence who Become Bullying Victim

Arini Pinondang Pandiangan and Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how far is the effect of social support to depression on early adolesence who become bullying victim. Social support is all types of helping that individu perceived comfort, caring, esteem, that can give positive effect for his/herself by interaction with other individu or group. Depression is a condition which individu feel symtomp like sad feeling, depressed, loneliness, poor appetite, need an effort when doing everything, restless sleep, difficult begining to work something, felt unfriendly, and felt disliked by people.

The subject in this research are 65 early adolesence individual who become factors of CES-D (Center for Epidemiologic Studies Depression). The data of this research was analized with regression analysis.

From the analized data, we have value of R-square / r2= 0,083 with value of F= 5,738 and p < 0,020. The result show us that social support gave 8,3% of effective effect on depression on early adolesence who become bullying victim. An extra result of the researh showing that the accurate type of social support that should give for bullying victim is instrumental support then followed by emotional support, companionship support, and informational support.

Key words: social support, depression, bullying

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Bapa di sorga karena atas berkat,

kekuatan dan cinta kasih-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul: Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal

Korban Bullying. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara Medan.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah

sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dra. Irmawati, Psikolog, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Keluarga peneliti: opung Simanjuntak, Bapak T.H. Pandiangan dan Mama L.

br. Siregar. Adik-adiku: Alexander, Srinova, Rika, Jeremi, dan Hotma.

Segalanya yang telah kalian berikan, curahan kasih sayang, doa, dukungan

moril dan materiil, serta semangat yang kalian berikan untuk peneliti. Peneliti

tidak dapat memberikan apa-apa bagi, skripsi ini adalah hadiah terindah yang

bisa peneliti berikan. Terimakasih buat semuanya, semoga kalian selalu dalam

lindungan Tuhan.

3. Kakak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi.

Terimakasih sebesar-besarnya atas semua bimbingan, arahan, dan bantuan

(6)

Kakak untuk Peneliti. Semua kebaikan dan kesabaran Kakak dalam

membimbing peneliti tidak akan mampu peneliti balas dengan apapun dan

akan peneliti kenang selalu.

4. Buat para sahabat dan teman-teman peneliti yang membantu dan mendukung

dalam pengerjaan skripsi ini. Dermika Sirait yang mau meluangkan waktu

membantu dan menyemangati peneliti sejak dimulainya pengerjaan skripsi ini.

Intan Manik dan Lenny Purba yang sudah mau berlelah mencari sekolah. Ita

Novita, Kak Sustriana, Ayeth, Ellyna Silaen, terimakasih buat kalian yang

telah membantu peneliti mengambil data try out. Buat Rina Melati dan Marni

yang bersedia meminjamkan buku-bukunya untuk menambah bahan skripsi

peneliti.

5. Ibu Ade Rahmawati, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak K.H.Simarmata, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Padang

bulan yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk mengambil data try out

meskipun situasi sekolah sedang sibuk. Ibu Siti Fatimah, S.Pd, selaku kepala

sekolah SMP Amir Hamzah dan Bapak Muhammad Syahril Nst, S.Ag, selaku

kepala sekolah SMP Kartika I-1. Peneliti mengucapkan terimakasih banyak

karena telah memberikan izin bagi peneliti dan dengan keramahan dan

keterbukaan menerima peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah

tersebut.

7. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu

wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada peneliti, dan seluruh

(7)

pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu peneliti

menyediakan segala keperluan selama perkuliahan.

8. Buat para teman-teman peneliti di Mansur 52: Kak Yesanopa, Ellyna, Upik,

Eva, Ester, Isfa, Ririn, Marisa, Putri. Terimakasih selama ini buat

kebersamaan kita yang tak terlupakan. Peneliti senang bisa mengenal kalian

semua.

9.Buat para sahabat, teman-teman peneliti selama menjalani kehidupan

perkuliahan di Fakultas Psikologi. Dermika, Ita , Lenny, Erni, Intan, Chingu

Esna, Novita Sari, Rina, Helen, Kak Sustri, Tetty, Nella dll. Terima kasih atas

kebersamaan kita selama ini juga atas semua perhatian, kepercayaan,

penerimaan, dan dukungan..

10.Buat semua teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang tak dapat

dituliskan namanya satu persatu, semoga kita semua menjadi manusia yang

sukses di masa depan, Amin.

Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

segala kebaikan saudara-saudara semua. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh

dari sempurna, untuk itu peneliti membuka kesempatan atas masukan, kritikan

dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih.

Medan, September 2011

Peneliti,

Arini Pinondang Pandiangan

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ……….vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat teoritis ... 9

2. Manfaat praktis ... 9

E. Sistematika Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Depresi ... 11

1. Pengertian Depresi... 12

2. Gejala Depresi ... 13

(9)

3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression

(CES-D) ... 15

4. Depresi pada Remaja ... 16

5. Teori Psikologis tentang Depresi ... 17

B. Dukungan Sosial ... 19

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 19

2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 20

3. Teori Model Dukungan Sosial ... 21

C. Bullying ... .22

1. Pengertian Bullying... .22

2. Tanda-tanda Bullying ... .23

3. Jenis Perilaku Bullying ... .24

D. Remaja ... .25

1. Pengertian Remaja ... .25

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... .26

3. Perkembangan Sosial Remaja ... .27

4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja ... .28

D. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban Bullying ... .30

E. Hipotesis Penelitian ... .33

BAB III METODE PENELITIAN ... .34

A. Identifikasi Variabel Penelitan ... .34

B Definisi Operasional Variabel Penelitian ... .35

(10)

1. Depresi ... .35

2. Dukungan Sosial... .36

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... .37

1. Populasi dan Sampel ... .37

2. Teknik Pengambilan Sampel ... .38

3. Jumlah Sampel Penelitian ... .38

D. Metode Pengumpulan Data ... .38

1. Skala Bullying ... .39

2. Skala Depresi ... .40

3. Skala Dukungan Sosial ... .41

E. Validitas, Uji Daya Beda dan Reliabilitas Alat ukur ... .42

1. Validitas alat ukur... .42

2. Uji daya beda... .44

3. Uji Reliabilitas... .45

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... .46

1. Skala Depresi ... .46

2. Skala Dukungan Sosial ... .47

G. Prosedur Penelitian ... .48

1. Tahap persiapan penelitian... .48

2. Tahap Pelaksanaan penelitian ... .49

3. Tahap Pengolahan Data ... .50

4. Etika Penelitian... .50

G. Metode Analisis Data ... .51

(11)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... .53

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian... .53

1. Jenis kelamin subjek penelitian ... .53

2. Usia subjek penelitian ... .54

3. Frekuensi Mengalami Bullying ... .54

B. Hasil Penelitian ... .55

1. Uji Asumsi ... .55

2. Hasil Utama Penelitian ... .58

3. Hasil Tambahan ... .60

C. Pembahasan ... .68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... .72

A. Kesimpulan ... .72

B. Saran ... .74

1.Saran Metodologis ... .74

2.Saran Praktis ... .74

DAFTAR PUSTAKA ... .77

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Depresi Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 2. Blue Print Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba... 41

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Depresi Setelah Uji Coba ... 46

Tabel 4. Penomoran Kembali Skala Depresi Setelah Uji Cob ... 47

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba.. ... 47

Tabel 6. Penomoran Kembali Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba………..……….. 48

Tabel 7. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... ... 53

Tabel 8. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... .. 54

Tabel 9. Gambaran subjek penelitian berdasarkan frekuensi mengalami bullying ... .. 54

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... . 56

Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... . 57

Tabel 12. Hasil Model Summary pada Analisis Regresi ... . 59

Tabel 13. Hasil Coefficients pada Analisis Regresi.. ... . 59

Tabel 14. Deskripsi Variabel Dukungan Sosial dan Depresi ... . 60

Tabel 15. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel Dukungan Sosial dan Depresi………... 61

Tabel 16. Matriks Hubungan Antar Variabel Dalam Bentuk Kategori ... . 63

Tabel 17. Deskripsi Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial dan Depresi………….. 64

Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial*Depresi… 65

(13)

Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 66

Tabel 20. Hasil Koefisien Regresi ... 67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran Normalitas Skala Dukungan Sosial ... 56

Gambar 2. Gambaran Normalitas Skala Depresi... 57

Gambar 3. Grafik Linearitas antara Dukungan Sosial dengan Depresi ... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Coba

Lampiran 2 Data mentah Subjek Penelitian Lampiran 3 Hasil olah data SPSS

Lampiran 4 Skala Bullying Skala Depresi

Skala Dukungan Sosial

Lampiran 5 Surat izin pengambilan data

Surat keterangan telah mengambil data

(16)

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal Korban Bullying

Arini Pinondang Pandiangan dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Dukungan sosial merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Depresi merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain.

Subjek penelitian berjumlah 65 orang individu remaja awal korban bullying. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala bullying yang dimodifikasi dari Skala Bullying Sonia (2009), Skala Dukungan Sosial yang disusun peneliti berdasarkan teori Sarafino (2006), dan skala Depresi yang dimodifikasi dari Skala Depresi Sonia (2009) yang disusun berdasarkan faktor-faktor CES-D (Center for Epidemiologic Studies

Depression). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan analisis

regresi.

Hasil analisis data diperoleh nilai R-square / r2= 0,083 dengan nilai F = 5,738

dan p < 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 8,3% terhadap depresi pada remaja awal korban

bullying. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial

yang tepat diberikan pada korban bullying adalah dukungan instrumental diikuti oleh dukungan emosional, dukungan persahabatan.

Kata kunci : dukungan sosial, depresi, bullying.

(17)

The Effect of Social Support to Depression on Early Adolesence who Become Bullying Victim

Arini Pinondang Pandiangan and Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how far is the effect of social support to depression on early adolesence who become bullying victim. Social support is all types of helping that individu perceived comfort, caring, esteem, that can give positive effect for his/herself by interaction with other individu or group. Depression is a condition which individu feel symtomp like sad feeling, depressed, loneliness, poor appetite, need an effort when doing everything, restless sleep, difficult begining to work something, felt unfriendly, and felt disliked by people.

The subject in this research are 65 early adolesence individual who become factors of CES-D (Center for Epidemiologic Studies Depression). The data of this research was analized with regression analysis.

From the analized data, we have value of R-square / r2= 0,083 with value of F= 5,738 and p < 0,020. The result show us that social support gave 8,3% of effective effect on depression on early adolesence who become bullying victim. An extra result of the researh showing that the accurate type of social support that should give for bullying victim is instrumental support then followed by emotional support, companionship support, and informational support.

Key words: social support, depression, bullying

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa

perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Pada masa

ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan dengan melalui proses yang

cukup rumit dan berhubungan dengan tugas perkembangan masa remaja. Salah

satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan

dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980).

Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu:

memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks,

2004). Menurut Hurlock (1980), yang terpenting dan tersulit dalam perubahan

sosial yang dialami remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya

pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan,

nilai-nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam

seleksi pemimpin. Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak

menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti clique, kelompok

besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang

digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok.

(19)

Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan

dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang

merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Bullying telah dikenal

sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak-anak sekolah.

Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak

menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).

Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak

dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, &

Feudtner, 2000).

Definisi mengenai bullying menurut Olweus adalah suatu perilaku negatif

berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan yg

dilakukan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap

seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Hal senada mengenai

definisi bullying diungkapkan Coloroso (2003), bullying adalah tindakan

bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk

menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror.

Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata

atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,

mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh

seorang anak atau kelompok anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku

bullying adalah suatu tindakan negatif berulang yang dilakukan secara sadar dan

disengaja yang bermaksud untuk menyebabkan ketidaksenangan atau

menyakitkan orang lain.

(20)

Olweus merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat

menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya

ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat (dalam American Medical

Association, 2002). Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu

mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk

menyakiti, ancaman akan dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap

menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau

lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu,

bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga

korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara

efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe,

2005).

Olweus (1993) mengidentifikasi dua subtipe bullying, yaitu perilaku

secara langsung, misalnya penyerangan fisik dan secara tidak langsung, seperti

penolakan atau pengucilan sosial. Coloroso (2003) juga merumuskan ada tiga

bentuk perilaku bullying, yaitu verbal bullying (seperti mengejek, membuat nama

panggilan, menghina), physical bullying (seperti memukul, meninju, menendang),

dan relational bullying (seperti pengabaian, pengisolasian). Seseorang yang

menjadi korban bullying dapat mengalami satu atau beberapa bentuk bullying

tersebut.

Penelitian mengenai bullying telah banyak dilakukan di berbagai negara.

Pada tahun 2001, Nansel dkk melakukan penelitian terhadap 15.600 siswa grade 6

sampai 10 di Amerika. Hasilnya menunjukkan sekitar 17% dari mereka

(21)

melaporkan menjadi korban bullying dengan frekuensi kadang-kadang dan sering

selama masa sekolah, 19% mengaku melakukan bullying pada orang lain dengan

frekuensi kadang-kadang dan sering, dan 6% dari seluruh sampel menjadi pelaku

dan korban bullying (dalam American Medical Association, 2002). Penelitian lain

dilakukan oleh Wang dkk (2009) terhadap 7.508 remaja di Amerika untuk

menguji bentuk-bentuk perilaku school bullying pada remaja Amerika dan

hubungannya dengan karakterisitik demografik, dukungan orang tua dan teman.

Hasilnya diperoleh bahwa remaja yang menjadi korban bullying paling tidak

sekali dalam dua bulan terakhir sebesar 20,8% mengalami bullying secara fisik,

53,6% secara verbal, 51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui elektronik.

Beberapa fenomena bullying juga terjadi di sekolah-sekolah menengah

pertama di Medan yang diketahui melalui beberapa penelitian. Sebuah penelitian

dilakukan Sonia (2009) pada beberapa sekolah menengah pertama di Kecamatan

Medan Petisah mengenai perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan

jenis kelamin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 214 remaja, 83 orang

dikategorikan sebagai pelaku bullying (bully), 63 orang sebagai korban (victim),

68 orang sebagai bully-victim (pelaku dan korban). Sedangkan 186 orang

tergolong neutral (melakukan atau mengalami bullying dua sampai tiga kali dalam

beberapa bulan terakhir).

Penelitian lainnya dilakukan pada sebuah sekolah menengah pertama di

Kecamatan Petisah mengenai hubungan persepsi terhadap budaya sekolah dengan

perilaku bullying pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Raksana. Secara

umum diketahui gambaran perilaku bullying siswa SMP yang diteliti memiliki

(22)

tingkat perilaku bullying yang tinggi dan bentuk bullying secara fisik lebih tinggi

dibandingkan bullying verbal dan bullying secara relasional. Hasil ini diperoleh

dari 79 subjek siswa-siswi SMP Raksana dimana sekitar 13,9% (11 siswa)

dikategorikan terlibat perilaku bullying tinggi, 67,1% (53 siswa) dikategorikan

terlibat perilaku bullying sedang, dan 19% (15 siswa) dikategorikan terlibat

perilaku bullying rendah. Bentuk perilaku bullying yang paling sering dilakukan

siswa adalah physical bullying (41,44%), verbal bullying (31,19%), dan relational

bullying (28,47%) (Tampubolon, 2010).

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa bullying menimbulkan berbagai

dampak negatif dan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Bagi korban

bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya.

Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan depresi, harga diri rendah, dan

sering absen (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Sebuah penelitian lain dilakukan

terhadap 242 teenager (berusia 13-16 tahun) bertujuan untuk menguji hubungan

antara perilaku bullying dengan depresi di secondary school Selangor, Malaysia.

Hasilnya menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara bullying

dan depresi pada teenager. Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa semakin

tinggi tingkat bullying pada teenager maka semakin tinggi tingkat depresi yang

dialami mereka (Uba, Yaacob, & Juhari, 2010). Penelitian lainnya dilakukan

untuk menguji hubungan antara bullying, depresi, dan suicidal ideation terhadap

16.410 remaja (berusia 14-16 tahun) di Finlandia. Hasilnya menunjukkan sekitar

915 siswi dan 508 siswa diklasifikasikan mengalami depresi tingkat sedang

hingga berat (Kaltiala-Heino, Rimpela, Marttunen, Rimpela, & Rantanen, 1997).

(23)

Hasil penelitian mengenai dampak bullying pada remaja di Medan juga

telah diketahui. Dari 214 siswa-siswi di Kecamatan Medan Petisah dapat dilihat

bahwa terdapat perbedaan depresi pada masing-masing kategori bullying.

Kelompok bully-victim mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi daripada

kelompok victim dan bully. Kelompok subjek bullies yang cenderung

mendominasi orang lain mungkin tidak merasakan tekanan ataupun celaan yang

lebih rentan pada kelompok perempuan dan kelompok victim dan bully-victim

(Sonia, 2009).

Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan,

suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa

depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan

diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit

sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek)

yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai

dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan

(dalam Lubis, 2009).

Depresi pada anak-anak dan remaja diasosiasikan dengan meningkatnya

perilaku bunuh diri (Lubis, 2009). Hal ini tampak dari beberapa kasus bunuh diri

yang dialami remaja korban bullying di Indonesia. Pada tahun 2005, Fifi Kusrini,

remaja berusia 13 tahun di Bekasi melakukan bunuh diri dikarenakan menjadi

korban bullying yang menerima ejekan temannya sebagai anak tukang bubur.

Siswi lain, Linda Utami, remaja 15 tahun di Jakarta juga mengalami depresi

akibat memperoleh ejekan tidak naik kelas dari temannya (dalam Suryanto, 2007).

(24)

Orang yang melakukan bunuh diri adalah orang yang kurang mendapatkan

dukungan sosial. Dukungan sosial digunakan untuk menjelaskan bagaimana

hubungan sosial memberikan manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan fisik

individu (dalam Lubis, 2009). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah

perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari

orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang

menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai,

dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika

membutuhkan bantuan.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Rigby pada tahun 2000 terhadap 845

siswa remaja di Australia untuk menguji mengenai seberapa sering remaja

menjadi korban bullying dan melihat dukungan sosial yang mereka terima dari

teman, orangtua, dan guru. Hasilnya menunjukkan bahwa peer victimisation

secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Dari

penelitian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan

positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para

korban bullying. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat

dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation

(dalam Rigby, 2005).

Penelitian Panzarella dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan

berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi. Panzarella juga

menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya

faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya

(25)

dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi

berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi

(Billings dkk dalam Davison, 2006). Secara umum diketahui adanya hubungan

resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, dimana dukungan sosial

mengurangi resiko depresi pada masa remaja awal, sekaligus juga depresi

menimbulkan berkurangnya dukungan (Stice, Ragan, & Randall, 2004).

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa bullying menimbulkan berbagai

konsekuensi negatif. Salah satu dampaknya bagi korban adalah mengalami

depresi bahkan hingga dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri. Penelitian juga

menunjukkan bahwa korban bullying dengan segala pengalaman yang tidak

menyenangkan membutuhkan dukungan sosial yang berhubungan dengan

kesejahteraan mental. Dari penelitian juga telah diketahui bahwa terdapat

hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi, sehingga dalam

penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap

depresi pada remaja awal korban bullying.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini diajukan

melalui pertanyaan: Apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada

remaja awal korban bullying?

(26)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung

mengenai apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja

awal korban bullying.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan

ilmu psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai dukungan sosial

dan depresi pada remaja awal korban bullying dan dapat dijadikan referensi bagi

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Beberapa manfaat praktis yang dapat diberikan dari penelitian ini:

a. Memberi informasi mengenai gambaran bullying yang terjadi dalam

lingkungan sekolah di berbagai negara termasuk di Indonesia, khusunya di

Medan.

b. Memberikan informasi mengenai dampak bullying sehingga pihak sekolah

melakukan suatu cara untuk mengatasi bullying yang terjadi dalam

lingkungan sekolah melalui kebijakan sekolah.

c. Memberi informasi bahwa keluarga, sekolah, dan teman sebaya remaja

dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi korban bullying dengan

mengetahui bentuk dukungan sosial yang tepat bagi korban bullying.

(27)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I : Pendahuluan, berisi penjelasan mengenai latar belakang

permasalahan, tujuan, manfaat dan sistematika penelitian.

Bab II : Landasan teori, berisi teori dan hasil penelitian yang digunakan

menjadi landasan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan

teori Depresi dari DSM IV-TR (2000) dan CES-D dari Radloff

(1977), teori Dukungan Sosial dari Sarafino (2006), dan teori

Bullying dari Olweus (1993) dan Coloroso (2003). Pada bab ini

akan dijelaskan juga mengenai bullying, depresi, dukungan sosial,

dan pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal

korban bullying.

Bab III : Metode penelitian, berisi identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional, populasi penelitian, alat ukur yang akan digunakan,

prosedur pelaksanaan, dan metode analisis data yang digunakan.

Bab IV : Analisis dan interpretasi hasil penelitian, berisi tentang gambaran

subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan saran, berisi kesimpulan yang berusaha menjawab

masalah yang dikemukakan berdasarkan hasil penelitian.

Kemudian berdasarkan kesimpulan akan diajukan saran bagi

penelitian selanjutnya.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEPRESI

1. Pengertian Depresi

Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu perasaan

tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi pada umumnya

menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung,

sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat,

hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan

(Lubis, 2009).

Dalam Chaplin (2002) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada

orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan

keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan

tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan

datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk

bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi

ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa. Perbedaan depresi normal dengan

depresi klinis terletak pada tingkatannya, namun keduanya memiliki jenis simtom

yang sama. Tetapi depresi unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang

lebih banyak, lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang

lebih lama. Namun batas antara gangguan depresif normal (‘normal’ depressive

(29)

disturbance) dengan gangguan depresif klinis (clinically significant depressive

disorder) masih kabur (Rosenhan & Seligman, 1989).

Radloff (1977) telah mengembangkan sebuah skala CES-D untuk

mendeteksi simtom-simtom depresi pada populasi umum. Komponen utama

simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari

literatur klinis dan studi faktor analisis. Melalui skala CES-D individu dikatakan

mengalami simtom-simtom depresi melalui keempat faktor, yaitu: Depressed

effect/negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang

dirasakan negatif seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis,

Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan

keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu

makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur,

dan sulit memulai sesuatu, Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana

hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan

kebalikan dari perasaan negatif, dan Interpersonal relation merupakan perasan

negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak

bersahabat dan merasa tidak disukai.

Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di atas,

maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu keadaan dimana individu

mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu

makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur,

kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan

merasa tidak disukai orang lain.

(30)

2. Gejala Depresi

Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000)

dituliskan kriteria depresi mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari

gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama

dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu

gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau

kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi

medis umum atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen).

a. Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana

ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain.

b. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau

hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari

(ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain).

c. Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya

berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan),

atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada

kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan

berat badan).

d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh

orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa

terhambat)

(31)

f. Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari

g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai

(yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya

menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya).

h. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir

setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang

lain)

i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian),

atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.

Pada umumnya penelitian-penelitian mengenai depresi akan mendeteksi

depresi melalui simtom-simtomnya. Salah satu alat ukur yang umum dikenal

adalah CES-D (The Center for Epidemiological Studies-Depression Scale) yang

dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health.

Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D

diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. CES-D terdiri dari 20

aitem dan disusun berdasarkan 4 faktor:

1. Depressed effect / negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau

suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan

(depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad).

2. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan

dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau

bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam melakukan sesuatu,

kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu.

(32)

3. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan

positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari

perasaan negatif.

4. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu

berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa

tidak disukai.

3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression (CES-D)

Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) adalah skala

yang didesain untuk menilai tingkat simtom depresi pada saat terkini (to assess

current level of depressive symtomp) pada populasi umum. CES-D menilai

berdasarkan frekuensi dan durasi simtom yang berhubungan dengan depresi.

Skala ini bertujuan untuk digunakan dalam studi epidemiologi pada populasi

umum (dalam Vingerhoets, 2001).

Alat ukur terdiri dari 20 item yang diseleksi dari sejumlah skala depresi

terdahulu yang sudah valid. Pernyataan-pernyataan dalam CES-D meliputi

depressed mood, perasaan bersalah dan tidak berharga, merasa putus asa dan tidak

berdaya, kemunduran psikomotor, kehilangan selera makan, dan gangguan tidur.

Desain skala CES-D lebih menekankan komponen afektif, yaitu depressed mood.

Responden diminta untuk merating frekuensi simtom selama minggu terakhir

dalam skala Likert 4 point dengan rentang dari jarang atau tidak pernah (kurang

dari satu hari) hingga sering atau setiap hari (5-7- hari). Jumlah skor dalam

CES-D dapat dijumlahkan, skor yang lebih tinggi mengindikasikan adanya simtom

depresif (Radloff, 1977).

(33)

CES-D bukanlah merupakan alat diagnostik, tetapi merupakan alat tes

screening untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang berisiko depresi.

CES-D juga telah diadaptasi penggunaannya terhadap anak-anak. Skala ini juga

telah divalidasi untuk digunakan oleh remaja, lansia, dan sejumlah kelompok dari

etnis yang berbeda.

4. Depresi pada Remaja

Depresi tidak mengenal batasan umur dan bisa terjadi pada siapa saja, dari

kelompok sosial mana saja dan pada segala rentang usia. Hadi (2004) menemukan

bahwa depresi pada kelompok umur remaja ternyata relatif tinggi. Dengan kata

lain, remaja rentan terkena depresi. Menurut Blackman (dalam Lubis, 2009),

depresi pada remaja sebagian besar tidak terdiagnosis sampai akhirnya mereka

mengalami kesulitan yang serius dalam sekolah dan penyesuaian pribadi yang

sering kali berlanjut pada masa dewasa

Depresi bisa menjadi respon sementara terhadap situasi maupun stres.

Pada remaja, mood sedih adalah hal yang umum karena proses pendewasaan, stres

yang berhubungan dengan kedewasaan, pengaruh hormon seksual, dan konflik

kebebasan dengan orang tua. Walaupun normal bagi remaja untuk mengalami

perubahan suasana perasaan, tetapi hal tersebut menjadi tidak normal jika

berlarut-larut dengan kekacauan emosi yang luar biasa (Lubis, 2009).

Terdapat persamaan dan perbedaan dalam simtom-simtom depresi mayor

yang ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak dan remaja berusia

7 (tujuh) hingga 17 (tujuh belas) tahun memiliki kesamaan dengan orang dewasa

dalam mood depresi, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan, fatik,

(34)

masalah konsentrasi, dan pemikiran untuk bunuh diri. Simtom-simtom yang

berbeda adalah tingkat percobaan bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi

pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada orang dewasa lebih sering bangun

lebih awal di pagi hari, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan

depresi dini hari (Davison, 2006).

5. Teori Psikologi tentang Depresi a. Teori Interpersonal Depresi

Dalam teori ini dibahas mengenai hubungan antara orang-orang yang

depresi dengan orang lain. Pada individu yang depresi cenderung memiliki sedikit

jaringan sosial dan menganggap jaringan sosial hanya memberikan sedikit

dukungan (Keltner & Kring, dalam Davison, 2006). Berkurangnya dukungan

sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai

peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings

dkk dalam Davison, 2006).

Kurangnya dukungan sosial tersebut kemungkinan disebabkan oleh fakta

bahwa orang-orang yang depresi memicu reaksi negatif dari orang lain (Coyne,

dalam Davison, 2006). Data menunjukkan bahwa perilaku orang yang depresi

menimbulkan penolakan (Davison, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa

perilaku non-verbal orang yang mengalami depresi dapat berperan penting dalam

hal ini. Contohnya, orang lain dapat menganggap hal-hal berikut ini sebagai

sesuatu yang menyebalkan: berbicara sangat lambat, dengan banyak jeda dan

keengganan, keterbukaan diri yang negatif, lebih banyak afek negaitf, jarang

(35)

melakukan kontak mata, dan sedikitnya ekspresi wajah yang positif serta lebih

banyak ekspresi wajah yang negatif (Field dkk, dalam Davison, 2006).

Data yang ditemukan oleh Joiner dan Schmidt mengenai para mahasiswa

yang mengalami depresi ringan menunjukkan bahwa pola tidak konsisten dalam

mencari dukungan memprediksi semakin beratnya mood depresi. Hal yang

terpenting dalam teori interpersonal mengenai depresi adalah fakta bahwa

hubungan interpersonal bersifat bi-direksional. Dengan demikian, bila pada

individu yang depresi secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang

berinteraksi dengan mereka, reaksi orang yang berinteraksi dengan mereka

tersebut kemungkinan memberikan dampak negatif timbal balik pada para

individu yang mengalami depresi. Memang hubungan sosial orang yang

menderita depresi lebih kompleks, lebih sulit untuk dikelola, dan lebih

memerlukan usaha dibanding hubungan sosial orang-orang yang tidak mengalami

depresi (Coyne dalam Davison, 2006). Kesulitan dan kurangnya hubungan

interpersonal dapat menjadi penyebab depresi dan juga menjadi konsekuensinya.

Secara singkat, perilaku interpersonal secara jelas berperan besar dalam depresi.

b. Teori Kognitif Depresi

Dalam teori ini dibahas mengenai berbagai pola berpikir dan keyakinan

dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan atau mempengaruhi kondisi

emosional. Aaron Beck mengatakan bahwa proses-proses berpikir adalah sebagai

faktor penyebab depresi. Aaron mengatakan bahwa orang-orang yang depresi

memiliki perasaan seperti pesimis terhadap diri sendiri, keyakinan bahwa tidak

ada seorangpun yang menyukai dirinya (Davison, 2006).

(36)

Beck (dalam Lubis, 2009) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi

adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi

cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi

kognitif terhadap diri sendiri dan lingkungan, sehingga dalam mengevaluasi diri

dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil

kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Pada masa kanak-kanak

dan remaja, orang-orang yang depresi mengembangkan skema negatif, yaitu suatu

kecenderungan untuk melihat lingkungan secara negatif- melalui kehilangan

orang yang disayang, tragedi yang terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh

teman sebaya.

B. DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial

Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai

pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan

orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat

orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang

dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat

menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan

psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga

berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan,

perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok

lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial

(37)

memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari

kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.

Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman,

perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi

dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain.

2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

Sarafino (2006) membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu:

a. Dukungan Emosional ( Emotional / Esteem Support )

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional

merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan

didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan

memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi

kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan,

serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.

b. Dukungan Instrumental (Instrumental / Tangible Support )

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa,

waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur

saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam

melaksanakan aktivitasnya.

c. Dukungan Informatif (Informational Support)

(38)

Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,

saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu

mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman

individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan

untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis.

Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan

karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat,

dan petunjuk.

d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support)

Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk

menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian

akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling

berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

3. Teori Model Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan dua teori model untuk menjelaskan

bagaimana dukungan sosial berperan dalam mempengaruhi efek dari keadaan

stres, yaitu: teori buffering dan direct effect.

a. Buffering hypothesis

Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan well-being dengan

melindungi individu dari efek negatif tekanan tinggi yang dialami

individu. Proses buffering (penyanggaan) terjadi dalam dua cara, yaitu:

pertama, ketika individu menahan tekanan yang kuat, maka dengan tingkat

dukungan sosial yang tinggi individu tersebut akan mampu mengatasi

(39)

situasi tersebut dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat

dukungan sosial yang rendah. Kedua, dukungan sosial mampu untuk

memodifikasi respon individu terhadap stresor setelah proses apraisal

pertama.

b. Direct effect hypothesis

Dukungan sosial memberi manfaat terhadap kesehatan dan well-being

tanpa memperhitungkan jumlah stres yang dialami individu, manfaat

dukungan sosial hampir sama ketika individu pada situasi stressor yang

tinggi dan rendah. Proses direct effect terjadi dengan proses sebagai

berikut: individu dengan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai

perasaan belongingness dan harga diri yang kuat.

C. BULLYING

1. Pengertian Bullying

Bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang

bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh

satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu

melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan

bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk

menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror.

Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata

atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,

(40)

mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh

seorang anak atau kelompok anak.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku

negatif yang dilakukan dengan secara sadar untuk menyakiti orang lain, yang bisa

menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga tindakan yang

direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di

hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau

terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok

anak.

2. Tanda-Tanda Bullying

Olweus (1993) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu

bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya

ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga

mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan

yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya

agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan

pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan

terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan

kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak

mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang

diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).

3. Jenis Perilaku Bullying

Ada tiga jenis bullying menurut Coloroso (2003), yaitu:

(41)

1. Verbal bullying

Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat

anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari

bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat

terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying

dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan

tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target.

Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target

menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang

tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan panduan dari

orang di sekitar yang mendengarnya.

Verbal bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama julukan),

taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel criticsm (kritikan yang kejam),

personal defamation (fitnah secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually

suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive remark (ucapan

yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan uang atau benda yang dimiliki,

panggilan telepon yang kasar, mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama

yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar.

Bentuk verbal bullying dapat berdiri sendiri.

2. Physical bullying

Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan yang paling dapat dengan

(42)

mudah untuk diidentifikasi. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik,

mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi,

merusak pakaian atau barang dari korban.

3. Relational bullying

Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying

adalah pengurangan perasaan ‘sense’ diri seseorang yang sistematis melalui

pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai

suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang

paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi

pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan

perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering

menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman

sebaya.

D. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja (adolescence) diartikan sebagai individu yang sedang pada masa

perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Piaget (dalam

Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia

dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak

lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

(43)

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara

seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut

Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang

sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan

pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan

dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan tugas-tugas

perkembangan remaja bagi usia 12-18 tahun, yaitu:

a. Perkembangan aspek-aspek biologis

b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat

sendiri

c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau orang dewasa

lain

d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri

e. Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam

kebudayaan pemuda sendiri.

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka

terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju

kedewasaan yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan

remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja masih

merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi

(44)

pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan

tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada

lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini

ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan

remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

3. Perkembangan Sosial Remaja

Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan

pemasakan seksualitas juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan

sosial remaja. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua

macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah

teman-teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan

meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa

adanya gerak yang pertama tanpa diikuti gerak yang kedua dapat menyebabkan

rasa kesepian. Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja, dalam

keadaan yang ekstrem hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri.

Kualitas hubungan dengan orang tua dalam hal ini memegang peranan yang

penting. Kelekatan yang tidak aman terhadap orang tua bila terjadi bersamaan

dengan kemandirian akan menimbulkan perhatian yang berlebihan pada

kepentingan sendiri, sedangkan kelekatan yang tidak aman bersamaan dengan

bersamaan dengan ketergantungan menimbulkan orientasi konformisitis atau

isolasi penuh kecemasan (Monks, 1999).

4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

(45)

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan

tekanan (stress and storm), suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi

sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun

awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan

yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa

puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan

enmosi yang khas pada usia ini.

Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi masa remaja

kini. Adapun meningginya emosi terutama pada anak laki-laki dan perempuan

yang berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan

selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi

keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan.

Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari

waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola

perilaku baru dan harapan sosial yang baru.

Meskipun emosi remaja sering kali kuat, tidak terkendali dan tampaknya

irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku

emosional. Menurut Gessel dkk, remaja empat belas tahun sering kali mudah

marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha

mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan

bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam

periode ini berkurang menjelang berkahirnya awal masa remaja (Hurlock, 1999).

a. Pola emosi pada masa remaja

(46)

Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa

anak-anak, yaitu timbulnya amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih,

dan kasih sayang. Perbedaannya adalah pada rangsangan yang membangkitkan

emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap

ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarah dengan cara

gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau

berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan

marah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia

tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak

(Hurlock, 1999).

b. Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang

berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan

lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya pernah ada dan harus

menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk

mencapai tujuan pola sosiallisasi dewasa, remaja harus membuat banyak

penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan

meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan,

nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam

seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).

E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL KORBAN BULLYING

(47)

Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa

perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Dalam

perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan

diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2002). Salah

satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan

penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan

bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Kebanyakan perilaku bullying

terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang

disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000).

Definisi bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang

yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain

oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak

mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah

tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan

untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan

teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat

nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,

mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh

seorang anak atau kelompok anak. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban

bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang

dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying

juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga

Gambar

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Depresi Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Blue PrintAspek  Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba Nomor Aitem Jumlah Persentase
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Depresi Setelah Uji Coba Nomor Aitem 3,6,9,10,14,17,18 7
Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan emosional keluarga pada perempuan korban KDRT berupa empati, kepedulian dan perhatian, dan kasih sayang keluarga terhadap korban pun tidak pernah berubah

Social Support adalah bentuk dukungan berupa perhatian, perasaan dihargai, kenyamanan maupun bantuan yang dirasakan oleh individu baik dalam bentuk fisik dan psikologis

Dari beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan, informasi verbal atau non-

Dukungan sosial adalah sebuah interaksi dimana terdapat tindakan memberi dan menerima berupa dukungan yang sifatnya positif dan membangun. Maka, orang yang menerima

Social Support adalah bentuk dukungan berupa perhatian, perasaan dihargai, kenyamanan maupun bantuan yang dirasakan oleh individu baik dalam bentuk fisik dan psikologis

dan dukungan lainnya berupa pemberian bantuan materi (instrumental support), seperti memberi pakaian seragam sekolah, mengundang profesional kesehatan mental ke sekolah

Soerojo Magelang, berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel dukungan sosial keluarga yang berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan, instrumental dan

Individu yang mempersepsi positif terhadap dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informatif akan membantu individu dalam menyesuaikan diri pada masa pensiunnya, sebaliknya