• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper ornatum N) Asal Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper ornatum N) Asal Pematang Siantar"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH

MERAH (Piper ornatum N) ASAL

PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

NOVITA SANI SIANTURI

130822014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH

MERAH (Piper ornatum N) ASAL

PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

Diajukkan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NOVITA SANI SIANTURI

130822014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper ornatum N) Asal Pematang Siantar

Kategori : SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Novita Sani Sianturi

Nomor Induk Mahasiswa : 130822014

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Mei 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Mimpin Ginting, MS Drs. Darwis Surbakti, MS

NIP. 1955 1013 1986 011001 NIP. 1953 0707 1983 031001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH (Piper ornatum N)

ASAL PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2015

NOVITA SANI SIANTURI

(5)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan ucapan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih dan KaruniaNya yang selalu melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi adalah “Analisis Komponen Kimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper ornatum N) Asal Pematang Siantar”

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr.Rumondang Bulan, MS dan Bapak Dr. Albert Pasaribu, MSc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia, Serta seluruh staff pengajar Departemen Kimia FMIPA USU yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

2. Bapak Drs. Darwis Surbakti, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu selama penulis melakukan penelitian dan memberikan masukan dan bimbingan dalam Penyusunan skripsi hingga selesai.

3. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU.

4. Kedua Orang Tua penulis Bapak Tercinta W.Sianturi dan Mama tercinta S.Hutajulu yang telah memberikan dukungan moril dan bantuan materi sampai selesainya Skripsi ini.

5. Adikku Okta Sariito dan kakakku Rina Sianturi Tersayang yang memberikan dukungan dan kasih sayang, serta keponakaan Penulis Boas Gabriel Pasaribu yang memberikan penulis semangat dengan tingkah nya yang lucu.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Kimia Ekstensi 2013: Kk delima, Elprida, Kk novel, Dorli, yang telah semakin kompak dan telah memberikan masukan dan dukungan selama penulisan karya ilmiah ini.

7. Dan semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kebaikan dan kemurahanNya memberkati Bapak/Ibu serta saudara/saudari sekalian yang telah meluangkan waktu dan pemikiran serta memberikan motivasi kepada penulis. Penulis juga menyadari bahwa didalam penulisan skripsi masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak memilki kekurangan.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

(6)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH (Piper ornatum N) ASAL

PEMATANG SIANTAR.

ABSTRAK

Minyak atsiri daun Sirih Merah (Piper ornatum N) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun Sirih Merah didestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 1,46% . Komponen kimia minyak atsiri daun Sirih Merah yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 12 senyawa dan

8 senyawa utamanya yaitu Sabinen (43,57%), β-Mirsen (23,77%), L-Linalool (9,39%), 4-Terpineol (4,65%), Trans-Kariofilen (4,02%), γ-terpinen

(2,88%), α-Tuyan (2,86%), dan α-Pinen (2,49%). Uji aktivitas antibakteri minyak

atsiri daun Sirih Merah dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 30% v/v dalam pelarut DMSO terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa

dan Listeria monocytogenes yang menunjukkan terbentuknya zona hambat, dimana semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin luas zona hambat yang terbentuk.

(7)

ANALYSIS OF CHEMICAL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY IN ESSENTIAL OIL OF RED BETEL LEAF (Piper ornatum N)

FROM PEMATANG SIANTAR

ABSTRACT

Essential oil of red betel leaf (Piper ornatum N) leaves have been isolated with hydrodestillation method use Stahl apparatus. Red betel leaf have hydrodestillation for ± 4-5 hours resulting essential oil amount 1,46%. Chemical components in essential oil of red betel leaf leaves have been analyzed use GC-MS shown 12

compounds and 8 some major compounds such as Sabinene (43,57%), β-Myrcene

(23,77%), L-Linalool (9,39%), 4-Terpineol (4,65%), Trans-Caryophyllene (4,02%),

γ-terpinen (2,88%), α-Thujene (2,86%), and α-Pinene (2,49%). Antibacterial activity

test of red betel leaf leaves have been done using agar diffusion method in 5%, 10%, 20%, 30% v/v the essential oil in DMSO solvent concentration to the Pseudomonas aeruginosa, Listeria monocytogenes bacteria showed antibacterial activity were characterized a retardation area. If concentration seems higher area of retardation area will be wider.

(8)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH MERAH (Piper ornatum N) ASAL

PEMATANG SIANTAR.

ABSTRAK

Minyak atsiri daun Sirih Merah (Piper ornatum N) diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun Sirih Merah didestilasi selama ± 4-5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 1,46% . Komponen kimia minyak atsiri daun Sirih Merah yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan ada 12 senyawa dan

8 senyawa utamanya yaitu Sabinen (43,57%), β-Mirsen (23,77%), L-Linalool (9,39%), 4-Terpineol (4,65%), Trans-Kariofilen (4,02%), γ-terpinen

(2,88%), α-Tuyan (2,86%), dan α-Pinen (2,49%). Uji aktivitas antibakteri minyak

atsiri daun Sirih Merah dilakukan dengan metode difusi agar dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 30% v/v dalam pelarut DMSO terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa

dan Listeria monocytogenes yang menunjukkan terbentuknya zona hambat, dimana semakin tinggi konsentrasi yang diujikan semakin luas zona hambat yang terbentuk.

(9)

ANALYSIS OF CHEMICAL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY IN ESSENTIAL OIL OF RED BETEL LEAF (Piper ornatum N)

FROM PEMATANG SIANTAR

ABSTRACT

Essential oil of red betel leaf (Piper ornatum N) leaves have been isolated with hydrodestillation method use Stahl apparatus. Red betel leaf have hydrodestillation for ± 4-5 hours resulting essential oil amount 1,46%. Chemical components in essential oil of red betel leaf leaves have been analyzed use GC-MS shown 12

compounds and 8 some major compounds such as Sabinene (43,57%), β-Myrcene

(23,77%), L-Linalool (9,39%), 4-Terpineol (4,65%), Trans-Caryophyllene (4,02%),

γ-terpinen (2,88%), α-Thujene (2,86%), and α-Pinene (2,49%). Antibacterial activity

test of red betel leaf leaves have been done using agar diffusion method in 5%, 10%, 20%, 30% v/v the essential oil in DMSO solvent concentration to the Pseudomonas aeruginosa, Listeria monocytogenes bacteria showed antibacterial activity were characterized a retardation area. If concentration seems higher area of retardation area will be wider.

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian

masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat

penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan

tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, bunga, atau biji. Sifat minyak atsiri yang

menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir,

berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya

larut dalam pelarut organik. Banyak istilah digunakan untuk menyebut minyak atsiri,

misalnya dalam Bahasa Inggris disebut essential Oils, ethereal oils dan volatile oils.

Dalam Bahasa Indonesia ada yang menyebutnya minyak terbang, bahkan ada pula

yang menyebut minyak kabur (Lutony, 1994).

Penggunaan minyak atsiri dari bahan alam sebagai obat semakin diminati

masyarakat, seiring dengan gerakan kembali ke alam (back to nature) yang dilakukan

masyarakat. Tanaman obat makin penting peranannya dalam pembuatan makanan,

minuman dan obat-obatan. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau

minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme

sekunder pada tanaman. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar,

mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya dan

larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Sudaryani dan Sugiharti, 1990).

Tumbuhan sirih merah ada terdiri dari beberapa spesies, pada penelitian ini

digunakan tumbuhan sirih berbatang merah berdaun hijau (Piperbetle ornatum N),

termasuk familia Piperaceae. Tumbuhan ini memiliki kemampuan sebagai antiseptik,

(11)

pada kulit, obat saluran pencernaan dan dapat menguatkan gigi. Sirih merah tumbuh

subur di daerah Sumatera Utara, dahulu digunakan untuk upacara adat suku Karo.

Salah satu di antaranya adalah sirih, dikenal dengan sirih hijau, sirih merah, sirih

hitam, sirih kuning dan sirih perak (Depkes, 1988).

Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti ekstrak daun sirih merah yaitu

analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan ekstrak etanol, fraksi etil

asetat, fraksi n-heksan dan fraksi air, serta pengujian aktivitas antibakteri dari

ekstrak daun sirih merah terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,

Escherichia coli dan Candida albicans (Julia, 2011). Sedangkan Siti ( 2010), telah

melakukan isolasi dan identifikasi komponen kimia minyak atsiri daun sirih merah

kering asal Magelang, dimana terdapat 6 komponen kimia minyak atsiri dengan kadar

paling banyak adalah Sabinen yakni sebesar 74,73%, dan uji aktivitas antibakteri

menggunakan metode difusi agar untuk bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus

cereus (gram positif) dan Eschericia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (gram

negatif), dan potensi antibakteri minyak atsiri daun sirih merah kering asal Magelang

dibanding amoksisilin pada B. cereus, S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa

(Siti, 2010).

Kandungan minyak atsiri dari tumbuhan sangat dipengaruhi oleh: tempat

tumbuh, musim, perbedaan tempat/daerah, pengambilan sampel, perlakuan pasca

panen misalnya pengeringan dan penyimpanan, serta kondisi operasional alat yang

digunakan dalam mendeteksi komponen tersebut khususnya kolom yang digunakan

(Olonisakin et al., 2006). Disamping itu, pada keadaan yang sangat kering

(kemarau panjang) minyak pada daun akan cepat menguap, sehingga kadar

minyaknya akan menurun (Nuryani et al., 2006).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan diatas maka, peneliti tertarik untuk

mengidentifikasi komponen kimia minyak atsiri daun sirih merah asal Pematang

Siantar yang diperoleh menggunakan alat Stahl metode hidrodestilasi dan identifikasi

(12)

dengan uji antibakteri dilakukan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan

Listeria monocytogenes menggunakan metode difusi agar.

1.2 Permasalahan

1. Komponen senyawa kimia utama apakah yang terdapat pada minyak atsiri daun

sirih merah yang berasal dari daerah Perumnas Batu 6, Kecamatan Pematang

Siantar.

2. Apakah minyak atsiri daun Sirih Merah dapat bersifat sebagai antibakteri terhadap

bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Listeria monocytogenes dengan metode

difusi agar.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Daun sirih merah diperoleh dari daerah Perumnas Batu 6, Kecamatan Pematang

Siantar.

2. Daun Sirih Merah diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat

Sthal.

3. Uji antibakteri minyak atsiri daun sirih merah segar dilakukan terhadap bakteri

Listeria monocytogenes dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode difusi

agar.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui komponen senyawa kimia utama yang terdapat dalam minyak

atsiri daun sirih merah yang berasal dari daerah Perumnas Batu 6, kecamatan

Pematang siantar melalui analisa GC-MS.

2. Untuk mengetahui aktifitas antibakteri minyak atsiri daun sirih merah terhadap

bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Listeria monocytogenes dengan metode

(13)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen kimia

yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih merah yang berasal dari daerah

Perumnas Batu 6, Kecamatan Pematang Siantar, dan aktivitas antibakterinya terhadap

bakteri Listeria monocytogenes, dan Pseudomonas aeruginosa.

1.6 Lokasi Penelitian

Untuk uji penyulingan minyak atsiri daun daun sirih merah dilakukan di

Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk uji analisa

Spektroskopi GC-MS dilakukan di Laboratorium FMIPA-UGM, dan untuk uji

aktivitas antibakteri dilakukan dilaboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan

Standardisasi Industri Medan (PT. Baristand).

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan sebagai objek penelitian

adalah daun sirih merah yang berada di daerah Perumnas Batu 6, Kecamatan

Pematang Siantar. daun sirih merah diiris kecil - kecil, dimana minyak atsiri daun

sirih merah diperoleh dengan metode hidrodestilasi mengguanakan alat stahl. minyak

atsiri yang diperoleh dipisahkan dari lapisan airnya kemudian ditambahkan Na2S04

anhidrous untuk menghilangkan kandungan airnya, kemudian didekantasi. minyak

atsiri yang diperoleh dianalisa dengan metode GC-MS untuk mengetahui komponen

kimianya, serta diuji antibakteri terhadap bakteri Listeria monocytogenes dan

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Sirih Merah (Piper ornatum N).

Berdasarkan taksonomi tanaman, Klasifikasi daun sirih merah hasil identifikasi

tumbuhan dilaboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera

Utara adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper ornatum N

Gambar 2.1. Daun Sirih Merah

Tanaman daun sirih merah merambat, daun berbentuk jantung atau bulat-telur.

bunga berbentuk bulir. Beberapa jenis sirih dibedakan menurut rasa pedas dan warna

(sirih Jawa, sirih Banda, sirih kuning, sirih cengkeh, sirih hitam, dan lain – lain).

(15)

(bahan baku obat batuk dan asma), tetapi jumlah produksi dan yang diperdagangkan

tidak tercatat (Harris, 1987). Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir

sama, yaitu tanaman merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai

yang tumbuh berselang-seling dari batangnya. Sirih merah dapat dibedakan dengan

sirih hijau dari daunnya. Selain daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya

disobek maka akan berlendir serta aromanya lebih wangi (Manoi, 2007).

2.1.1 Kandungan Kimia Daun sirih Merah

Kandungan kimia dari sirih merah antara lain flavonoid, alkaloid, polevenolad, tanin,

dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat antioksidan,

antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi. Sedangkan senyawa alkoloid mempunyai

sifat antineoplastik yang juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker

(Sudewo, 2005).

2.1.2 Manfaat Daun Sirih Merah

Beberapa pengalaman di masyarakat menunjukkan bahwa sirih merah dapat

menurunkan penyakit darah tinggi, juga dapat menyembuhkan penyakit hepatitis.

Sirih merah juga bisa dipakai mengobati penyakit diabetes, dengan meminum air

rebusan sirih merah setiap hari akan menurunkan kadar gula darah sampai pada

tingkat yang normal. Kanker merupakan penyakit yang cukup banyak diderita

manusia dan sangat mematikan, dapat disembuhkan dengan menggunakan serbuk

atau rebusan dari daun sirih merah (Sudewo, 2005). Ekstrak daun sirih digunakan

sebagai obat kumur dan batuk, juga berkhasiat sebagai anti jamur pada kulit. Khasiat

obat ini dikarenakan senyawa aktif yang dikandungnya terutama adalah minyak atsiri

(16)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut minyak

terbang, dinamakan demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu,

minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata essence) karena minyak tersebut

memberikan bau pada tanaman (Koensoemardiyah, 2010). Minyak atsiri bukan

merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai komponen kimia, seperti

senyawa – senyawa monoterpen (Gunawan, 1991).

Minyak atsiri dibagi 2 kelompok, yaitu:

1. Minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi

komponen-komponen atau penyusun murninya, komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar

untuk diproses menjadi produk - produk lain. contohnya: minyak sereh, minyak

terpentin.

2. Minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murni. contohnya

minyak nilam, minyak kenanga.

Minyak atsiri dari tanaman menghasilkan aroma yang berbeda, bahkan 1 jenis

tumbuhaan yang sama bila ditanam ditempat yang berlainan mampu menghasilkan

aroma yang berbeda, iklim, keberadaan tanah, dan sinar matahari. Cara pengolahaan

tidak hanya mempengharui rendeman minyak atsiri tetapi berpengaruh pula pada

aromanya (Harris, 1987). Aktivitas kerja minyak atsiri dalam menghambat

pertumbuhan atau mematikan bakteri yaitu dengan cara mengganggu proses

terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak

terbentuk atau terbentuk secara tidak sempurna (Ajizah, 2004). Hasil identifikasi

komponen utama minyak atsiri sirih merah tersusun atas senyawa terpenoid yaitu

(17)

2.2.1. Komponen Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis

tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode

ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia

yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). pada

umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Golongan hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan Terpen

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), dan

Hidrogen (H). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian

besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), dan politerpen.

2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen

(H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dari golongan ini adalah

persenyawaan alkohol, aldehid, ester, fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam

molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, dan ikatan rangkap dua dan ikatan

rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.

Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer

dan jika disimpan dalam waktu lama akan terbentuk resin. Golongan hidrokarbon

teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena

umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan

tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri

yang bebas terpen (Ketaren, 1985). Pada minyak atsiri yang bagian utamanya

terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling

uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak

(18)

2.2.2. Biosintesa pembentukan Minyak Atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di

dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan

pertama adalah turunan terpen yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang

terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000).

Mekanisme dari tahap tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat

yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Cleisen menghasilkan

asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim a melakukan

kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana

ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi

asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) oleh enzim

isomerase, IPP sebagi unit isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan

DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerasi isoprene

untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron

dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan

elektron diikuti oleh penyingkiran ion Pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil

pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP, dengan mekanisme yang

sama seperti anatara IPP dan DMAPP menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang

merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa

diterpen diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari

kondensasi antara satu unit IPP dan FPP dengan mekanisme yang sama. Sintesa

terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini

hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnaya dari

senyawa antara GPP, FPP, GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid

satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi

sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi

(19)

kamar, seperti isomerasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya. Berikut ini

adalah gambar biosintesa terpenoid sapat dilihat pada gambar dibawah ini:

ATP

(20)

Gambar 2.2 Biosintesis Terpenoid (Achmad, 1985).

Untuk menjelaskan dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi

biogenetik, perubahan geraniol, nerol dan linalool dari yang satu menjadi yang lain

berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari

hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut,

misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi

reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh perubahan senyawa

monoterpen, dapat dilihat pada gambar 2.3

(21)

Senyawa- senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan

trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua

isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti

isomerisasi antara geraniol dan nerol. Perubahan farnesil pirofosfat menjadi

seskuiterpen terlihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1985)

2.2.3. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu akhir proses metabolisme sekunder dalam

tanaman tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family

Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Piperaceae,

Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap

bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, batang, kulit, akar, dan rimpang

(22)

2.2.4. Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi

Dalam tanaman minyak atsiri, biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat,

maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih

dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong - potong atau digerus.

Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode

hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui

membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen

minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas

(Guenther, 1987). Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak

saling bercampur, hingga membentuk dua fase atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi

pada pemisahaan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering

disebut steam destilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa

penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak

atsiri dengan air (Sastrohamidjojo, 2004).

Beberapa jenis tanaman sumber minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu

sebelum disuling. Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang

terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan kelenjar minyak dapat

selebar mungkin (Lutony, 1994).

Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu:

1. Penyulingan air (Hidrodestilasi)

Pada metode ini bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air

mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan mengapung diatas air atau

terendam seluruhnya (Sastrohamidjojo, 2004).

2. Penyulingan uap (Steam destilasi)

Penyulingan uap disebut juga penyulingan tak langsung. didalam proses

penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang

berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang akan disuling. Kemudian uap

akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas

(23)

3. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam distillation)

Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan

dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang

ditopang diatas dasar alat penyulingan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu

dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan

disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony,

1994).

2.3. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dengan GC-MS

Minyak atsiri yang memiliki komponen tunggal dengan porsi yang sangat besar,

kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe. Karena itu

analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup

rumit, ditambah dengan sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi, untuk

menganalisa minyak atsiri perlu diseleksi metode yang akan diterapkan. Sejak

ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri ini

mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC efek penguapan dapat dihindari bahkan

dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat

akhirnya dapat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan

prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling menguntungkan atau

saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometri massa

(GC-MS). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen

campuran dalam sampel, sedangkan spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi

masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi

gas (Agusta, 2000).

2.3.1. Analisis Kromatograf Gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam

suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa

(24)

dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam

dengan waktu yang paling akhir (Eaton, 1989). Pemisahan tercapai dengan partisi

sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi

(tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003)

Gambar 2.5 Skema Alat Gas Kromatografi

Komponen utama dalam Kromatografi Gas :

2.3.1.1. Gas pembawa

Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung pada detektor yang

dipakai : hantar hambang, ionisasi nyala, tangkap elektron, atau khas terhadap unsur.

Nitrogen, Helium, Argon, Hidrogen, dan Karbon dioksida adalah gas yang paling

sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli

dalam keadaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan

bertekanan tinggi. Hal yang menentukan ialah bahwa kita harus memakai gas paling

murni (Gritter, 1991)

2.3.1.2. Sistem injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada

(25)

1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan

diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% masuk menuju kolom.

2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan

dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel

diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup

pemecah ditutup.

4. Injeksi langsung ke kolom (on coloum injection), yang mana ujung semprit

dimasukkan langsung ke dalam kolom.

Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang

mudah menguap, karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik,

dikwatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi

(Rohman, 2009).

2.3.1.3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahaan karena didalamnya terdapat

fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi

gas (Rohman, 2009).

2.3.1.4. Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar dan polar.

Berdasarkan minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan

analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat nonpolar (Agusta, 2000).

2.3.1.5. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis

Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa. Umumnya yang sangat menentukan

(26)

2.3.1.6. Detektor

Detektor pada kromatografi gas adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi

mengubah sinyal gas pembawa komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal

elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif

maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam

dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.3.2. Analisis Spektrometri Massa

Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk mendeteksi masing-masing

molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas yang terdiri

dari sistem analisis dan sistem ionisasi dan sistem molekul. Prinsip spektrometri

massa (MS) ialah senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan

menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena

lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil

(ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan

perbandingan massa/muatan (m/z). Terpisah fragmen ion positif didasarkan pada

massanya. Kejadian tersederhana adalah tercampaknya satu elektron dari molekul

dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu

kation radikal (M•+ )

M •• + e → M•+ + 2e

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion

spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan

satu elektron dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul senyawa

organik mempunyai elektron berjumlah genap maka proses pelepasan satu elektron

menghasilkan ion radikal yang mengandung satu elektron tidak berpasangan.

M M•+

(27)

Proses lain molekul yang berupa uap tersebut menangkap sebuah elektron

membentuk ion radikal bermuatan negatif dengan kemudian terjadi jauh lebih kecil

(10-2) dari pada ion radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1983).

Gambar 2.6. Skema alat Spektroskopi Massa

(http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/fisika-inti-partikel-penyusun-inti-atom)

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer

massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron

Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi

Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya.

2. 4. Bakteri

Bakteri termasuk dalam golongan prokariot, secara fisik memiliki morfologis seperti

yang telah dikemukan oleh Antony Van Leeuwenhoek, dengan ukuran hanya

beberapa mikron sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (Pelczar dan

Chan, 1988). Dinding selnya terdiri atas peptidoglikan, berkembang biak secara

(28)

antibiotika. Beberapa bakteri ada yang dapat bergerak aktif karena memiliki flagela

(Dzen et al., 2003).

Bakteri secara tradisional dibagi dalam dua golongan besar: patogen,

menunjukkan pada bakteri penyebab penyakit, dan nonpatogen menunjukkan pada

mereka yang tidak menyebabkan penyakit. Patogen secara klasik diduga memiliki

sifat-sifat tertentu yang memperkuat kemampuan mereka menimbulkan penyakit

(Shulman et al., 1994). Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka

ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya

bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan

atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bakteri adalah

mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata (Buckle, 2009).

2.4.1. Bakteri Gram Negatif

Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan

membran luar. Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid. Membran luar

terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid. Bakteri gram negatif lebih

sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan

terhadap reaksi pewarnaan (Tortora, 2001). Bakteri gram negatif lebih sensitif

terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap

reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Pada umumnya berbentuk batang (basil) kecuali

basillus antharias, dibawah mikroskop tampak berwarna merah (Nasution, 2014).

2.4.1.1. Genus Pseudomonas aeruginosa

Genus Pseudomonas aeruginosa mempunyai habitat normal ditanah dan air dan

berperan dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik. Pseudomonas aeruginosa

bergerak aktif dengan flagella polar dan mempunyai ukuran lebar 0,5 - 1µm dan

panjang 3 - 4 µm, dan bersifat aerob ( Brooks et al., 2005). Organisme ini juga dapat

(29)

sewaktu penusukan lumbar (bagian pinggang) (Volk & Wheeler, 1989).

Pseudomonas aeruginosa kadang-kadang kedapatan didalam luka pada hewan atau

manusia. Bakteri ini menyebabkan timbulnya nanah yang kebiruan (Irianto, 2006).

Gambar 2.7 Pseudomonas aeruginosa

2.4.2. Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi

gram variabel. Sebagai contoh, kultur gram positif yang sudah tua dapat kehilangan

kemampuannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat berwarna

merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut dapat juga disebabkan oleh

perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan. Bakteri gram positif

lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik

dibandingkan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram positif

tersusun atas beberapa lapisan peptidoglikan dan strukturnya tebal dan keras. Dinding

selnya juga tersusun atas teichonic acid yang mengandung alkohol (seperti gliserol)

(30)

2.4.2.1. Genus Listeria. monocytogenes

Listeria monocytogenes masuk ketubuh melalui saluran gastrointestinal, ketika

makanan terkontaminasi oleh Listeria monocytogenes seperti keju atau sayur-mayur.

Monocytogenes dapat bergerak dari sel ke sel tanpa terpapar dengan antibodi

(Jawetz et al., 1996). Listeria monocytogenes menyebabkan penyakit zoonosis yang

disebut Listeriosis, yang ditandai dengan kenaikan jumlah monosit didalam darah

penderita. Listeria monocytogenes ditemukan pada tahun 1926 oleh Webb, Murray

dan Swan dari suatu penyakit yang menyerang kelinci dan marmut dengan gejala

adanya kenaikan jumlah sel leukosit jenis monosit. Pada saat itu, bakteri ini disebut

dengan Bacterium monocytogenes. Selanjutnya pada tahun 1952, Seeliger

menemukan Listeria monocytogenes (Brooks et al., 2005).

Gambar 2.8 Listeria Monocytogenes

2.5. Antibakteri

Antibakteri adalah obat yang digunakan sebagai pembasmi bakteri, khususnya bakteri

yang bersifat merugikan manusia atau pathogen. Berdasarkan aktivitasnya terhadap

bakteri suatu zat antibakteri dapat digolongkan menjadi dua, yaitu zat yang hanya

dapat menghambat pertumbuhan bakteri saja disebut bakteriostatik dan zat yang

dapat membunuh bakteri disebut bakterisid (Setiabudy dan Vincent, 1995). Suatu

obat antibakteri memperlihatkan toksisitas selektif jika obat ini lebih toksik terhadap

organisme yang menyerang daripada sel hospes (Katzung & Trevor, 1994). Zat

[image:30.612.231.410.331.442.2]
(31)

sehingga sel hanya dibatasi oleh membran sel yang tipis (Jawetz et al., 1996).

Adapun Ukuran Besar Zona hambat antibakteri :

1. Diameter zona hambat < 8 mm kurang sensitive

2. Diameter zona hambat 9 -14 mm Sensitif

3. Diameter zona hambat 15 – 19 mm Sangat sensitive

4. Diameter zona hambat > 20 mm Luar biasa sensitive

(Kusuma, 2010).

2.5.1. Pengujian aktivitas antibakteri

Penentuan kerentanan pathogen bakteri terhadap obat-obatan antimikroba dapat

dilakukan dengan salah satu metode utama yaitu metode difusi dan metode dilusi.

Metode utama yang dapat digunakan antara lain adalah:

2.5.1.1. Metode difusi

Metode difusi dilakukan dengan cara menginokulasikan kuman kedalam media

perbenihan yang berupa agar dan antibakteri uji diberikan pada permukaan agar

dalam tempat tertentu sehingga antibakteri uji akan berdifusi dalam permukaan agar

yang telah diinokulasikan dengan kuman (Jawetz et al., 1996). Apabila zat antimikroba efektif maka zona hambat akan terbentuk disekitar cakram setelah

inkubasi (Tortora, 2001).

2.5.1.2. Metode Dilusi

Metode dilusi dilakukan dengan cara mencampurkan zat antibakteri yang akan diuji

dengan media dan kemudian diinokulasikan dengan kuman. Pengamatan dilakukan

(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

- Alat Stahl

- Autoklaf Yamato SN20

- Batang Pengaduk

- Beaker Glass 500 ml Pyrex

- Cawan Petri

- GC-MS Shimadzu

- Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Gelas Ukur 100 ml Pyrex

- Hot Plate stirrer Cimarec2

- Inkubator Fisher Scientific

- Jarum Ose

- Jangka Sorong

- Jarum Suntik

- Labu destilasi 1000 ml Pyrex

- Neraca Analitis Mettler AE 2000

- Oven

(33)

- Pipet tetes

- Spatula

- Spinch

- Tabung Reaksi Pyrex

- Thermo scientific maxQ shaker Fisher Scientific

3.2. Bahan-bahan

- Alkohol 70%

- Aluminium foil

- Aquadest

- Bakteri Pseudomonas aeruginosa

- Bakteri Listeria monocytogenes

- Cawan Petri

- Daun sirih Merah Segar

- Dimetil Sulfoksida (DMSO)

- Kapas

- Kassa

- Kertas Cakram Oxoid

- Mueller Hinton Agar (MHA) p.a Oxoid

- Na2SO4 anhidrous p.a Merck

(34)

3.3.Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun sirih merah segar yang diperoleh

dari Perumnas Batu 6, Pematang Siantar. Daun sirih merah dibersihkan, dicuci

kemudian dipotong kecil-kecil.

3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Merah dengan Alat Stahl

Sebanyak 150 gram daun sirih merah segar dipotong kecil-kecil dan dimasukkan

kedalam labu alas 1000 mL ditambahkan aquadest sebanyak 500 mL, dihubungkan

dengan alat penyuling Stahl, dan dididihkan selama ± 4-5 jam hingga menghasilkan

minyak atsiri yang mana destilat yang dihasilkan jernih. Kemudian dipisahkan

dengan corong pisah. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan

air. Kemudian lapisan minyak ditambahkan Na2SO4 anhidrous untuk mengikat air

yang mungkin masih tercampur dengan minyak atsiri, lapisan minyak didekantasi dan

dimasukkan kedalam botol vial, disimpan dilemari pendingin dalam botol dan ditutup

rapat. Minyak yang diperoleh dianalisis kandungan kimianya menggunakan alat

GC-MS dan diuji aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa dan listeria

monocytogenes.

3.3.3. Analisis Minyak Atsiri Daun sirih Merah dengan GC-MS

Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang suntik pada sebuah alat GC-MS. Selanjutnya

kondisi disesuaikan dengan kondisi masing-masing bagian peralatan seperti dibawah

ini kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan oleh recorder dan mass recorder

(35)

Kondisi GC-MS yang di gunakan analisa komponen kimia minyak atsiri daun daun

sirih merah segar tersebut adalah sebagai berikut :

GCMS – QP2010S SHIMADZU

Kolom : AGILENT HP 5MS

Panjang : 30 meter

Gas Pembawa : Helium

Pengion : EI

[GC-2010]

Column Oven Temperature : 50.oC

Injection Temperature : 300oC

Injection Mode : Split

Flow Control Mode : Pressure

Pressure : 13.0 kPa

Total Flow : 83.9 mL/min

Column Flow : 0.55 mL/min

Linear Velocity : 26.8 cm/sec

Purge Flow : 3.0 mL/min

Split Ratio : 147.4

Equilibrium Time : 1.0min

[GCMS-QP2010]

(36)

Interface Temperature : 300oC

Solvent Cut Time : 1.60min

Detector Gain Mode : Relative

Detector Gain : +0,00kV

[MS]

Start Time : 1.80min

End time : 80min

ACQ Mode : Scan

Event Time : 0.50sec

Scan Speed : 1250

Start m/z : 28

End m/z : 600

3.3.4. Pengujian Sifat antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

3.3.4.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA)

Sebanyak 7 gram media nutrient agar dimasukkan kedalam gelas lalu dilarutkan

dengan 250 ml aquadest dan dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

3.3.4.2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Sebanyak 3 ml nutrient agar steril dimasukkan kedalam tabung reaksi yang steril,

didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk

sudut 30 – 40oC. Biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa diambil dari strain utama

(37)

miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 35±2oC selama 18-24

jam. Hal yang sama juga dilakukan pada biakan bakteri Listeria monocytogenes.

3.3.4.3. Penyiapan Inkulum Bakteri

Sebanyak 3,25 gram Brain Heart Broth (BHB) dilarutkan dengan 250 ml aquades

dalam gelas dan dipanaskan hingga semua larut, kemudian disterilkan di autoklaf

121oC selama 15 menit dan didinginkan. Lalu koloni bakteri Pseudomonas

aeruginosa diambil dari stok kultur menggunakan jarum ose steril kemudian

disuspensikan kedalam 10 ml media Brain Heart Broth (BHB) steril dalam tabung

reaksi dan diinkubasikan pada suhu 35±2oC selama 24 jam. Hal yang sama juga

dilakukan untuk koloni bakteri Listeria monocytogenes.

3.3.4.4. Pembuatan Variasi Konsentrasi Minyak Atsiri Daun sirih Merah

(Piper ornatum N).

Minyak atsiri daun sirih merah diencerkan dengan pelarut DMSO dengan

masing –masing dalam konsentrasi 5%, 10%, 20% dan 30 % (v/v).

3.3.4.5. Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

Sebanyak 1 ml inkolum Pseudomonas aeruginosa dimasukkan kedalam cawan petri,

kemudian dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml pada suhu 45-500C

dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata, kemudian dibiarkan sampai

media memadat. Diletakkan kertas cakram yang telah direndam dengan minyak atsiri

daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi kedalam cawan petri yang telah berisi

bakteri, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35±20C selama 24 jam.

Selanjutnya diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram menggunakan

jangka sorong. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap bakteri Listeria

(38)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Merah Dengan Stahl

Dimasukkan kedalam labu Stahl 1 liter

Ditambahkan air suling 500 ml

Dirangkai alat Stahl

Dipanaskan selama ±4-5 jam hingga air

bersama minyak atsiri

Dimasukkan kedalam botol vial

Ditambahkan Na2SO4 Anhidrous

Didekantasi

Minyak Atsiri

Diukur volumenya

3.4.2. Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Merah dengan GC-MS

Cuplikan

Diinjeksikan kedalam GC-MS

Diamati Kromatogram yang dihasilkan

Hasil

350 g Daun Sirih Merah Segar yang telah diiris

Lapisan Minyak Lapisan Air

(39)

3.4.3. Pengujian Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

3.4.3.1. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA), Media Agar Miring dan Stok

Kultur Bakteri

Dilarutkan dengan 250 ml aquadest

dalam Gelas Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada

suhu 121oC selama 15 menit

Dituangkan sebanyak 3 ml kedalam

tabung reaksi

Dibiarkan pada temperatur kamar

sampai memadat pada posisi

miring membentuk sudut 30-45oC

Diambil biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa dari

strain utama dengan jarum ose lalu digoreskan pada

media nutrient agar (NA) yang telah memadat

Diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam

Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Listeria monocytogenes.

7 g media Nutrient Agar (NA)

Media Nutrient Agar (NA)

steril

(40)

3.4.3.2. Inokulum Penyiapan Bakteri

Dilarutkan dengan 250 ml

aquadest kedalam Gelas Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk

hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121oC selama 15 menit

Dimasukkan sebanyak 10 ml

kedalam tabung reaksi

Diambil koloni bakteri Pseudomonas

aeruginosa dari stok kultur bakteri

dengan jarum ose

Disuspensikan kedalam Brain Heart

Broth (BHB)

Diinkubasi pada suhu 35±2oC

selama 24 jam

Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Listeria monocytogenes.

3,25 g media Brain Heart Broth (BHB)

Media Brain Heart Broth

(BHB)

Inokulum Bakteri

(41)

3.4.3.3. Uji Aktivitas Antibakteri

Dimasukkan kedalam cawan petri

steril

Ditambah dengan 15 ml media Nutrient agar

(NA) dengan suhu 45-50oC

Dihomogenkan sampai media dan

bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang

telah direndam dengan ekstrak daun sirih

merah dengan berbagai konsentrasi kedalam

cawan petri yang telah berisi bakteri

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35o±2oC

Diukur diameter zona bening disekitar

cakram dengan jangka Sorong bening

Dilakukan hal yang sama untuk bakteri Listeria monocytogenes.

1 ml inokulum bakteri Pseudomonas

aeruginosa

(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan Kadar Minyak Atsiri

Minyak atsiri daun sirih merah diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan

alat Stahl. Proses ini dilakukan secara triplo. Dari hasil destilasi daun Sirih Merah

segar sebanyak 150 g diperoleh rata-rata 2,2 g minyak atsiri kadar minyak atsiri daun

sirih merah sebesar 1,46%. Dari perlakuan proses destilasi secara triplo seperti table

[image:42.612.124.511.384.520.2]

4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Hidrodestilasi Minyak Atsiri daun sirih merah

No Sampel (g) Minyak Atsiri (g) Persentase (%)

1 150 2,0 1,35

2 150 2,5 1,66

3 150 2,3 1,53

Rata-rata 150 2,2 1,46

sampel (gram)

Kromatogram hasil analisis GC menunjukkan terdapatnya 12 puncak senyawa

(Gambar 4.1) yang menunjukkan adanya 12 senyawa yang terkandung dalam minyak

(43)
[image:43.612.121.527.91.604.2]
(44)

4.1.2. Hasil Analisis dengan GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan secara hidrodestilasi dianalisis dengan gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Kromatogram GC dari minyak atsiri

daun sirih merah segar. Hasil hidrodestilasi diperoleh 12 puncak senyawa

(gambar 4.1), Senyawa hasil Analisis GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

sebanyak 12 senyawa seperti pada (table 4.2), dan senyawa dari hasil interpretasi

yang dapat diindentifikasi sebanyak 8 buah senyawa berdasarkan standart library

[image:44.612.118.532.329.682.2]

Willey dan NIST (>2%) seperti pada table 4.3.

Tabel 4.2. Senyawa Hasil Analisis GC-MS Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

No RT Massa Relatif Rumus Nama Senyawa % Area

(menit) Senyawa Molekul

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 10,300 10,950 14,867 17,417 24,533 13,308 8,483 8,683 11,760 12,226 26,252 25,491 136 136 154 154 204 136 136 136 136 136 204 204

C10H16

C10H16

C10H18O

C10H18O

C15H24

C10H16

C10H16

C10H16

C10H16

C10H16

C15H24

C15H24

α-Sabinen β-Mirsen L-Linalool 4-Terpineol Trans-Kariofilen

γ –Terpinen

(45)

Pada Tabel 4.3. Hasil interpretasi yang dapat diindentifikasi sebanyak 8 buah

senyawa komponen utama berdasarkan standart library Willey dan

NIST (>2%).

No RT Massa Relatif Rumus Nama Senyawa % Area

(Menit) Senyawa Molekul

1 2 3 4 5 6 7 8 10,300 10,950 14,867 17,417 24,533 13,308 8,483 8,683

C10H16

C10H16

C10H18O

C10H18O

C15H24

C10H16

C10H16

C10H16

α-Sabinen

β-Mirsen

L-Linalool

4-Terpineol

Trans-Kariofilen

γ –Terpinen

(46)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antibakteri daun sirih merah menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan

beberapa bakteri yaitu Listeria monocytogenes. dan Pseudomonas Aeruginosa

berdasarkan metode difusi agar seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2 :

[image:46.612.352.527.186.551.2]

(a) Pseudomonas aeruginosa (b) Listeria monocytogenes.

Gambar 4.2. Zona hambat dari minyak atsiri daun sirih merah terhadap

bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Listeria monocytogenes.

(47)

Hasil pengujian minyak atsiri daun sirih merah terhadap pertumbuhan bakteri gram

positif Listeria monocytogenes serta pertumbuhan bakteri gram negatif Pseudomonas

aeruginosa setelah inkubasi 1x24 jam dapat dilihat pada table 4.3.

Tabel 4.3. Hasil pengukuran diameter zona bening pada kultur bakteri gram positif

Listeria monocytogenes serta pertumbuhan bakteri gram negatif

Pseudomonas aeruginosa.

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Konsentrasi Bakteri Gram Negatif Bakteri Gram Positif

Pseudomanas aureginosa Listeria monocytogenes

5% - -

10 % 9,2 -

20 % 10,4 8,7

30 % 11,3 9,4

Semakin tinggi konsentrasi maka zona bening akan semakin lebar

4.2.Pembahasan

4.2.1. Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi dengan Alat Stahl

Dari sebanyak 450 g daun sirih merah segar diperoleh minyak atsiri daun sirih merah

sebanyak 2,2 g (b/b) dengan persentase sebesar 1,46% yang diperoleh dari

perhitungan berikut:

% kadar minyak atsiri = ����� ������ ������

����� ���� ���� ℎ���� ℎ

= 2,2 gram

150 gram x 100 %

= 1,46%

[image:47.612.111.527.190.432.2]
(48)

4.2.2. Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

Hasil analisis GC-Ms terhadap minyak atsiri daun sirih merah menunjukkan bahwa

didalam minyak atsiri tersebut terdapat 8 senyawa yang dapat diinterprestasi yaitu:

1. α – Tuyan

Puncak dengan RT 8,483 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 105, 93, 77,65, 41. Dengan membandingkan data

spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library Wiley, yang lebih mendekati

adalah senyawa monoterpen yaitu α – Tuyan sebanyak 2,86% dengan spektrum

[image:48.612.113.525.362.625.2]

seperti gambar 4.3 dan pola fragmentasi α – Tuyan secara hipotesis ditunjukkan pada

gambar 4.4

(a)

(b)

Gambar 4.3. Spektrum Massa α – Tuyan

Keterangan : a= Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(49)
[image:49.612.118.519.84.656.2]
(50)

2. α-Pinen

Puncak dengan RT 8.683 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 105, 93, 77, 67, 53, 39. Dengan membandingkan

data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library wiley 229, yang lebih

mendekati adalah senyawa golongan monoterpen yaitu α-Pinen sebanyak 2,49 %

dengan spektrum seperti gambar 4.5 dan pola fragmentasi α-Pinen secara hipotesis

ditunjukkan pada gambar 4.6.

(a)

[image:50.612.111.525.267.580.2]

(b)

Gambar 4.5. Spektrum Massa α-Pinen

Keterangan: a= Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(51)
[image:51.612.111.523.84.644.2]
(52)

3. Sabinen

Puncak Kromatogram dengan waktu retensi 10,300 menit merupakan

senyawa golongan monoterpen dengan rumus molekul C10H16. Spektrum massa

menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti fragmen- fragmen pada m/e

121, 105, 93, 77, 69, 43 dan 41. Dengan membandingkan spektrum yang diperoleh

dengan data spektrum library wiley, yang lebih mendekati adalah golongan

monoterpen yaitu sabinen sebanyak 43,57 % dengan spektrum seperti gambar 4.7.

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa sabinen tersebut secara hipotesis seperti

pada gambar 4.

(a)

(b)

Gambar 4.7. Spektrum massa sabinen

Keterangan: a. Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(53)
[image:53.612.104.521.83.665.2]
(54)

4. β-Mirsen

Puncak dengan RT 10.950 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121,107, 93, 79, 69, 53, 41. Dengan membandingkan

data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library Wiley, yang lebih

mendekati adalah golongan monoterpen yaitu senyawa β-Mirsen sebanyak 23,77%

dengan spektrum seperti gambar 4.9 dan pola fragmentasi β-Mirsen secara hipotesis

ditunjukkan pada gambar 4.10

(a)

[image:54.612.112.529.246.539.2]

(b)

Gambar 4.9. Pola Fragmentasi yangmungkin dari senyawa β-Mirsen

Keterangan : a = Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(55)
[image:55.612.137.519.65.661.2]
(56)

5. γ-Terpinen

Puncak dengan RT 13.308 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul

C10H16 . Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 121, 105, 93, 77, 65, 41. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library, yang

lebih mendekati adalah golongan monoterpen yaitu senyawa γ-Terpinen sebanyak

2,88 % dengan spektrum seperti gambar 4.11 dan pola fragmentasi γ-Terpinen secara

hipotesis ditunjukkan pada gambar 4.12

(a)

[image:56.612.113.534.276.574.2]

(b)

Gambar 4.11. Spektrum massa γ-Terpinen

Keterangan a = Spektrum massa hasil analisis GC-MS

b = Spektrum standard library NIST

(57)
(58)

6. L-Linalool

Puncak dengan RT 14,867 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul

C10H18O. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 154 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 136, 121, 107, 93, 71, 69, 41. Dengan

membandingkan spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library wiley, yang

lebih mendekati adalah golongan monoterpen yaitu Linalool sebanyak 9,39 % dengan

spektrum gambar 4.13. Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa L-Linalool

tersebut secara hipotesis seperti pada gambar 4.14

(a)

[image:58.612.112.532.229.570.2]

(b)

Gambar 4.13. Spektrum massa L-Linalool

Keterangan : a= Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(59)
[image:59.612.111.525.81.639.2]
(60)

7. 4-Terpeniol

Puncak dengan RT 17.417 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul

C10H180. Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 154 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 136, 121, 111, 93, 71, 69, 43, 41. Dengan

membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library Wiley

229, yang lebih mendekati adalah senyawa monoterpen yaitu 4-Terpeniol sebanyak

4,65 % dengan spektrum seperti gambar 4.15 dan pola fragmentasi 4-Terpeniol secara

hipotesis ditunjukkan pada gambar 4.16

(a)

[image:60.612.113.535.270.574.2]

(b)

Gambar 4.15 Spektrum Massa 4-Terpeniol

Keterangan : a= Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(61)
(62)

8. Trans-Kariofilen

Puncak dengan RT 24,533 menit merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24.

Data spektrum menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204 diikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e 189, 175, 161, 148, 133, 120, 107, 93, 79, 69, 55, 41.

Dengan membandingkan data spektrum yang diperoleh dengan data spektrum library,

yang lebih mendekati adalah senyawa golongan seskuiterpen yaitu Trans-Kariofilen

sebanyak 4,02 % dengan spektrum seperti gambar 4.17 dan pola fragmentasi

Trans-Kariofilen secara hipotesis ditunjukkan pada gambar 4.18

(a)

(b)

Gambar 4.17 Spektrum massa senyawa Trans-Kariofilen

Keterangan : a = Spektrum massa hasil analisis GC-MS

(63)

Selanjutnya pola fragmentasi dari senyawa Trans-Kariofilen tersebut secara hipotesis

pada gambar 4.4

H

3

C

CH3

CH

2

CH

3

+ e

-2 e

CH

2

H

3

C

H

3

C

CH

3

CH

3

H

3

C

H

3

C

CH

2

m/e = 93 (C

7

H

9

)

C

2

H

4

m/e = 161

CH

2

H

2

C

C

5

H

8

CH

2

m/e =79

C

3

H

2

m/e = 41

m/e = 204

[image:63.612.115.514.134.642.2]

m/e = 189

M = 204

(64)

Ngaisah Siti, 2010 memperoleh komponen kimia Daun Sirih merah kering

asal Magelang melalui proses destilasi Stahl sebanyak 6 senyawa yaitu α-Tuyan

(2,42%), α-Pinen (3,16%), Kamfen (0,49%), Sabinen (74,73%), β-Mirsen (17,12%),

Trans-kariofilen (1,88%). Dalam Hal ini disebabkan karena kandungan minyak atsiri

dari tumbuhan sangat dipengaruhi oleh: tempat tumbuh, musim, perbedaan

tempat/daerah, pengambilan sampel, perlakuan pasca panen misalnya pengeringan

dan penyimpanan, serta kondisi operasional alat yang digunakan dalam mendeteksi

komponen tersebut khususnya kolom yang digunakan (Olonisakin et al., 2006).

4.2.4. Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

Hasil Uji antibakteri dari minyak atsiri daun sirih merah mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan listeria monocytogenes. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya zona bening terhadap bakteri Pseudomonas aureginosa

dan listeria monocytogenes sekitar kertas cakram setelah diencerkan dalam DMSO

dengan variasi konsentrasi minyak atsiri yaitu konsentrasi 5% tidak menunjukkan

zona halo atau zona bening sedangkan konsentrasi 10% pada bakteri Pseudomonas

aeruginosa menunjukkan aktivitas dengan zona hambat 9,2 mm (Sensitif), dan pada

bakteri listeria monocytogenes konsentrasi 10% tidak menunjukkan zona halo (zona

bening), Konsentrasi 20% pada bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan

aktivitas dengan zona hambat 10,4 mm (Sensitif), dan pada bakteri listeria

monocytogenes pada konsentrasi 20% memiliki zona hambat yaitu 8,7 mm (Kurang

sensitif), Konsentrasi 30% pada bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki zona

hambat sebesar 11,3 mm(Sensitif), dan pada bakteri listeria monocytogenes memiliki

zona hambat sebesar 9,4 mm (Sensitif).

Dari data hasil uji menunjukkan bahwa Dinding sel bakteri gram negatif

mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit daripada gram positif Sehingga

permeabilitas bakteri gram positif lebih rendah dibandingkan permeabilitas bakteri

(65)

akan mengalami kesulitan untuk menembus membran sel bakteri gram positif

sehingga efek bakterinya kurang optimal peptidoglikan pada sel bakteri yang sedang

tumbuh dan menyebabkan kematian sel. Ajizah (2004) dimana semakin kecil

konsentrasi maka semakin sedikit jumlah zat aktif yang terkandung didalamnya,

sehingga semakin rendah kemampuan dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri

Sehingga, aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih merah tergantung dari

konsentrasi yang digunakan.

Menurut Kusuma (2010) mengemukan bahwa ketentuan kekuatan daya

antibakteri adalah:

1. Diameter zona hambat < 8 mm kurang sensitif

2. Diameter zona hambat 9 -14 mm Sensitif

3. Diameter zona hambat 15 – 19 mm Sangat sensitif

4. Diameter zona hambat > 20 mm Luar biasa sensitif

Senyawa metabolik sekunder golongan fenol dan minyak atsiri terjadi

penghambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri diduga disebabkan karena

kerusakaan yang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri

(Wulandari, 2006). Komponen minyak atsiri yang mengandung percabangan gugus

fenol maupun 63lcohol dapat melarutkan fosfolipid. Kondisi asam oleh adanya fenol

dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan

(66)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Komponen kimia daun sirih merah yang terkandung didalamnya adalah

Sabinen (43,57%), β-Mirsen (23,77%), L-Linalool (9,39%),

4-Terpineol (4,65%), Trans-Kariofilen (4,02%), γ-Terpinen (2,88%),

α-Tuyan (2,86%), dan α-Pinen (2,49%), kadar minyak atsiri daun sirih merah yang diperoleh dengan metode hidrodestilasi adalah 1,46%

2. Minyak atsiri daun Sirih Merah (Piper ornatum N) memiliki aktivitas sebagai

antibakteri terhadap bakteri Pseudeumonas aureginosa. Zona hambat

antibakteri yang terkandung dalam minyak atsiri daun sirih merah termasuk

dalam kategori “Sangat sensitif” yaitu kisaran (10-20 mm) tetapi pada bakteri

zona hambat minyak atsiri daun sirih merah terhadap bakteri

listeria monocytogenes termasuk dalam kategori “sensitif” yaitu kisaran

(5-10 mm).

5.2. Saran

Perlu diteliti lebih lanjut uji antijamur dan antibakteri daun sirih merah (Piper

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta. Universitas Terbuka.

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Jakarta: Penerbit ITB.

Ajizah , A. 2004. Sensitivitas Salmonella tyhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. Journal Bioscientiae. Volume 1 Nomor 1.

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M. 2005. Mikrobiologi kedokteran1. Penerjemah:Bagian Mikrobiologi FK.Unair. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

<

Gambar

Gambar 2.1. Daun Sirih Merah
Gambar 2.2 Biosintesis Terpenoid (Achmad, 1985).
Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1985)
Gambar  2.5 Skema Alat Gas Kromatografi (http://lansida.blogspot.com/2010/06/gc-kromatografi-gas.html
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri bunga tembelekan dilakukan dengan metode difusi agar menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dalam konsentrasi 10% dan 20% terhadap

Penelitian yang dilakukan oleh Ngaisah (2010), minyak atsiri daun sirih merah asal Magelang dengan komponen kimia yang terdiri dari senyawa α –pinena, α -tuyan, sabinen, -

ANALISIS KOMPONEN KIMIA FRAKSI MINYAK ATSIRI DAUN SIRIH (Piper bettle Linn.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP BEBERAPA JENIS BAKTERI..

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif minyak atsiri pada daun sirih hijau (Piper betle L.) dan daun sirih merah (Piper

Hasil kromatogram GC-MS dapat diketahui bahwa senyawa kimia penyusun minyak atsiri kedua sirih ini ada 22 senyawa dan 6 di antaranya sebagai komponen utama dengan konsentrasi diatas 5

Pengujian aktivitas minyak atsiri daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231 dilakukan dengan metode difusi disk dengan konsentrasi larutan uji minyak

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif lainnya dengan menggunakan minyak atsiri daun sirih hitam ( Piper betle

Penelitian ini dilakukan empat tahap, yaitu pengumpulan bahan, isolasi minyak atsiri daun sirih merah dengan destilasi air, fraksinasi minyak atsiri dengan