SKRIPSI
PENGARUH PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP PENGAMANAN ASET DAERAH STUDI KASUS PADA
PEMERINTAHAN KABUPATEN DELI SERDANG
OLEH :
NAMA : MIZAN AHMAD SIREGAR
NIM : 040503099
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan aset Daerah Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.
Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.
Medan, 27 Juni 2008
Yang membuat pernyataan
Mizan Ahmad Siregar
Pencipta Alam beserta isinya, Allah SWT yang telah memberikan pertolongan yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini selesai dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini yaitu: Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan Aset Daerah Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil. Terutama buat kedua orang tuaku terkasih dan tercinta Ayahanda Irham Siregar,S.Pd dan Ibunda Rosmina Ritonga yang telah memberikan dukungan moril dan materil, nasehat, serta doanya kepada penulis. Beserta kepada abang, kakak dan adikku yang aku cintai dan sayangi. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs.Syamsul Bahri Trb,MM, Ak dan Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku Penguji I dan Penguji II yang telah membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan.
6. Abang dan kakak-kakakku, abanganda Sadiqin akhmad Srg, kakanda Annur Rasyidah Srg, kakanda Sokhipa Siregar, kakanda Yessi Siregar, adinda Royhan Ahmad, dan adinda Diah ayu Putri, yang telah membantu penulis serta seluruh keluarga yang telah senantiasa mendoakan dan mendukung baik dari segi moril maupun materi yang tidak dapat terbalaskan.
7. Sahabat-sahabatku di Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, M.Iqbal hrp, Saufi Iqbal, Musdar Yunus, M. Sidqi R, Juni Ashari, Jarot N. 8. Hamdani, Mouna FR, Novi A.M, Dede H.D, Ayu, Melisa, Dewi N., Diti
Cs, M.Iqbal Harid, Joy dan Sahabat-sahabat lainnya di Dept. Akuntansi terima kasih atas semuanya yang selalu memberi semangat dan motivasi. 9. Sahabat-sahabat Seniorku M.Thamsir, Bachtiar, marnanda, Didi, Dedi, dan
Habib at-tibbinji yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis. 10.Seluruh Pengurus HMI Komisariat Fakultas Ekonomi
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi.
Medan, 27 Juni 2008
Penulis
Mizan Ahmad Siregar
terhadap pengamanan aset daerah (b) mengetahui seberapa besar pengaruh dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah (c) mencoba memberikan saran-saran yang dapat membantu Pemerintah kabupaten Deli Serdang dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi khususnya masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh pengelolaan barang milik daerah dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah .
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah assosiatif kausal. Metode pengambilan sample yang digunakan penulis adalah simple random sampling. Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer dan data sekunder, adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan survey, dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik. Pengujian Asumsi klasik yang digunakan penulis meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas. Sedangkan model penelitian yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan analisis statistik persamaan Regresi Linear Berganda, adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan, uji signifikansi parsial, dan koefisien determinan.
Penulis telah menganalisis dan mengevaluasi mengenai pengaruh pengelolaan barang milik daerah terhadap pengamanan aset daerah dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari (a) variabel inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan secara bersama-sama atau serempak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengamanan aset daerah (b) secara parsial variabel inventarisasi (X1)
dan pelaporan (X3) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
keberhasilan pengamanan aset daerah, sementara variabel pembukuan (X2)
mempunyai pengaruh yang postif dan tidak signifikan pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, (c) Hasil analisa regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0,717 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan mempunyai hubungan yang kuat sebesar 71,7%.
effect of book keeping, stocktaking, and reporting to region assets security (c) ) give some advices which may assist the regency government in solving its problems especially the discussed problem, that is the regions own goods management facet that settlement which consists of bookkeeping, stocktaking, and reporting to securing region assets .
In composing this skripsi, the author use associative causal research design. Sampling method used by the author is simple random sampling. Data types used are primary data and secondary data, while the data collecting technique is documentary and survey, and the data processing is done with supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing used by the author including normality test, multicolinearity test, and heterokedastisitas test. While the research model used by the author is Double Linear Regression statistic analysis, and the hypothesis testing is done with stimulant significance test, partial significance test, dan determinant coefficient.
The author has analyzed and evaluated the influence of regions own goods management facet that settlement which consists of (a) stocktaking, bookkeeping, and reporting simultaneously have a significant effect to the securing of region asset (b) partially the stocktaking(X1) and reporting variable (X3) have a positive and significant effect to the securing of region assets while the book keeping variable has a positive and not significant effect to the securing of region assets in Deli Serdang regency government, (c )the result of Double Linear Regression statistic analysis simultaneously is that R = 0,717 that means correlation betwen bookkeeping, stocktaking, and reporting to the securing of region assets have the strong effect grow up 71,7%.
KATA PENGANTAR ……… ii
ABSTRAK ……… v
ABSTRACT ………... vi
DAFTAR ISI ………... vii
DAFTAR TABEL ……… xi
DAFTAR GAMBAR ………... xii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Batasan Penelitian……….... 7
C. Perumusan Masalah ……….. 7
D. Tujuan Penelitian ……….. 7
E. Manfaat Penelitian ……… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Aset dan Sistem Pengelolaan Barang Daerah…. 9 B. Prinsip Dasar Pengelolaan Aset daerah……… 11
1. Perencanaan……… 11
2. Pelaksanaan……… 13
3. Pengawasan……… 15
G. Penatausahaan Barang Milik Daerah……… 21
1. Pembukuan………. 21
2. Inventarisasi………... 22
3. Pelaporan………... 24
H. Pengamanan Barang Milik Daerah Daerah... 26
1. Pelaksanaan Pengamanan... 27
2. Aparat Pelaksan Pengamanan... 28
3. Pembiayaan... 30
I. Kerangka Konseptual Penelitian………... 30
J. Hipotesis penelitian………... 30
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………... 31
B. Populasi dan Sampel Penelitian ………..……….. 31
C. Jenis Data……….... 32
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….... 33
E. Pengujian Kualitas Data... 35
1. Uji Validitas………. 35
2. Uji Reliabilitas ………. 36
G. Pengujian Hipotesis... 39
1. Uji F (Uji Serentak )……….. 39
2. Uji Signifikan parsial ( Uji-t)………. 41
3. Koefisien Determinan ( R² )………... 41
H. Jadwal dan Lokasi penelitian... 42
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ……….. 43
1. Sejarah Singkat Kabupaten Deli Serdang……… 43
2. Letak Geografis……… 46
3. Analisis Statistik Deskriptif………. 48
4. Hasil Uji Kualitas Data……….... 48
5. Hasil Uji Asumsi Klasik... 52
a. Uji Normalitas……….. 52
b. Uji Multikolinieritas………... 54
c. Uji Heterokedastisitas……… 55
6. Hasil Analisis Regresi Berganda……….. 56
7. Hasil Pengujian Hipotesis………. 59
a. Uji Signifikan Simultan ( Uji-F )....……….. 59
b. Uji Signifikan Parsial ( Uji-t )... 59
B. Saran ………. 66
DAFTAR PUSTAKA ..……… 67
3.2 Jadwal Penelitian 42 4.1 Jumlah Aset Tetap Yang Diserahkan Ke Pemerintah
Kabupaten serdang Bedagai 45
4.2 Analisis statistik deskriptif 48
4.3 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Inventarisasi 49 4.4 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pembukuan 50 4.5 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Varibel Pelaporan 51 4.6 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pengamanan 52
4.7 Hasil Uji Gejala Multikolinearitas 55
4.8 Variabels Entered / Removed 57
4.9 Regresi Linier Berganda 57
4.10 Hasil Uji-F Hitung 59
4.11 Hasil Uji-T Hitung 60
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3
Kategori Aset Daerah……….. Kerangka Konseptual Penelitian... Normal P-Plot of Regression Standarized Residual... Histogram... Scatterplot...
Lampiran 1
Descriptive Statistics, Correlations
Regressions,Model Summary (b), ANOVA (b), Coefficients(a) Residual Statistics (a), Coefficients (a), Coefficient Correlations (a)
Collinearity Diagnostics (a), Histogram
Normal P-Plot of Regression Standardized Residual, Scatterplot
NPar Test
Tabel Nilai-Nilai Dalam Distribusi t Tabel Nilai-Nilai r Product Moment Tabel Nilai-Nilai Untuk Distribusi F Daftar Pertanyaan Kuesioner
terhadap pengamanan aset daerah (b) mengetahui seberapa besar pengaruh dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah (c) mencoba memberikan saran-saran yang dapat membantu Pemerintah kabupaten Deli Serdang dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi khususnya masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh pengelolaan barang milik daerah dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah .
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah assosiatif kausal. Metode pengambilan sample yang digunakan penulis adalah simple random sampling. Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer dan data sekunder, adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan survey, dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik. Pengujian Asumsi klasik yang digunakan penulis meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas. Sedangkan model penelitian yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan analisis statistik persamaan Regresi Linear Berganda, adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan, uji signifikansi parsial, dan koefisien determinan.
Penulis telah menganalisis dan mengevaluasi mengenai pengaruh pengelolaan barang milik daerah terhadap pengamanan aset daerah dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari (a) variabel inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan secara bersama-sama atau serempak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengamanan aset daerah (b) secara parsial variabel inventarisasi (X1)
dan pelaporan (X3) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
keberhasilan pengamanan aset daerah, sementara variabel pembukuan (X2)
mempunyai pengaruh yang postif dan tidak signifikan pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, (c) Hasil analisa regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0,717 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan mempunyai hubungan yang kuat sebesar 71,7%.
effect of book keeping, stocktaking, and reporting to region assets security (c) ) give some advices which may assist the regency government in solving its problems especially the discussed problem, that is the regions own goods management facet that settlement which consists of bookkeeping, stocktaking, and reporting to securing region assets .
In composing this skripsi, the author use associative causal research design. Sampling method used by the author is simple random sampling. Data types used are primary data and secondary data, while the data collecting technique is documentary and survey, and the data processing is done with supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing used by the author including normality test, multicolinearity test, and heterokedastisitas test. While the research model used by the author is Double Linear Regression statistic analysis, and the hypothesis testing is done with stimulant significance test, partial significance test, dan determinant coefficient.
The author has analyzed and evaluated the influence of regions own goods management facet that settlement which consists of (a) stocktaking, bookkeeping, and reporting simultaneously have a significant effect to the securing of region asset (b) partially the stocktaking(X1) and reporting variable (X3) have a positive and significant effect to the securing of region assets while the book keeping variable has a positive and not significant effect to the securing of region assets in Deli Serdang regency government, (c )the result of Double Linear Regression statistic analysis simultaneously is that R = 0,717 that means correlation betwen bookkeeping, stocktaking, and reporting to the securing of region assets have the strong effect grow up 71,7%.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah mengalami pergeseran
fundamental, baik secara politis, administratif, teknis maupun keuangan dan
ekonomi, untuk mencermati menghadapi perubahan pengelolaan pemerintah
daerah tersebut adalah perlunya menata manejemen pemerintahan yang dapat
bekerja secara lebih efesien, efektif dan ekonomis.
Manajemen pemerintahan yang efektif sangat dibutuhkan agar berbagai
urusan pemerintahan dilimpahkan kewenangannya kepada daerah dan dapat
terselenggara secara maksimal serta dapat dipertanggungjawabkan secara baik
kepada publik. Untuk lebih meningkatkan kapasitas daerah, dalam mengelola
pembangunan daerah, pemerintah juga telah menerbitkan undang-undang nomor
17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang selanjutnya diikuti dengan
undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Melalui kebijakan ini
pemerintah secara aktif mendorong terjadinya reformasi dibidang keuangan
daerah. Alasan yang mendasari perlunya reformasi keuangan daerah yaitu
mendorong pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja, dan mendorong
terwujudnya akuntabilitas publik di bidang keuangan daerah.
Sebagai konsekuensi logisnya pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten
(SKPD) sudah harus mengacu kepada kepada ketentuan baru tersebut, terutama
yang terkait langsung dengan kebijakan pengelolaan barang daerah, dan sisi lain
yang perlu dicermati adanya ketegasan dan kejelasan hal-hal yang terkait dengan
hak, wewenang dan kewajiban kepala SKPD sebagai pengguna anggaran
sekaligus pengguna barang milik daerah.
Sebenarnya dengan lahirnya era reformasi juga pertanda bahwa terbitnya
berbagai peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan
pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Misalnya saja beberapa peraturan
yang telah disebutkan diatas, sementara itu peraturan yang terkait dengan
kebijakan pengelolaan barang daerah misalnya saja Peraturan Pemerintah (PP)
No. 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang millik daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) No. 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis
pengelolaan barang milik daerah yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) No.152 tahun 2004.
Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan
tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak termasuk
uang dan surat berharga. Tetapi ada hal penting yang harus dipahami dalam
pengelolaan barang milik daerah, yakni terdapat perbedaan antara Barang Milik
Daerah dengan Barang Milik Negara. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun
2004, Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Sementara itu yang dimaksud dengan barang milik daerah dalam
Permendagri Nomor 17 tahun 2007 adalah semua kekayaan daerah baik yang
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan
tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan
tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Dimana
pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Pertanggungjawaban atas BMD kemudian menjadi semakin penting ketika
pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD
dalam bentuk laporan keuangan yang disusun melalui suatu proses akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, hutang, ekuitas dana, pendapatan dan belanja, termasuk
transaksi pembiayaan dan perhitungan. Informasi BMD memberikan sumbangan
yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) yaitu berkaitan dengan
pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMD. Pengamanan
tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif, dan pengamanan
hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem
dapat memenuhi kebutuhan manajemen pemerintah di dalam perencanaan
pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan (disposal).
Dalam akuntansi pemerintahan, barang milik negara (BMN) merupakan
bagian dari aset pemerintah pusat yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber
daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Pengelolaan barang milik Negara/Daerah merupakan fungsi yang sangat
strategis dan vital. Dilihat dari sudut politik, hal ini berhubungan langsung dengan
pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk melindungi segenap tumpah darah dan
tanah air Indonesia, yaitu bahwa setiap jengkal wilayah NKRI harus kita jaga dan
pelihara agar tidak jatuh ke tangan pihak luar. Sedangkan dari sudut fiskal,
pengelolaan barang milik/kekayaan negara harus menjadi concern kita bersama,
bahwa hampir kurang lebih 80 % dari komposisi aset/kekayaan negara kita adalah
berbentuk aset tetap (tanah dan/atau bangunan), dimana pada LKPP beberapa
tahun belakangan ini masih menjadi persoalan dan sorotan auditor eksternal
pemerintah (BPK) dalam memberikan opini. BPKP pada kesempatan rapat dengar
pendapat dengan DPR (Selasa, 12/6/2007) mengungkapkan bahwa aset negara
aset/kekayaan negara belum terinventarisasi dengan baik dan memadai sehingga
berakibat Laporan Keuangan (LK) lembaga negara tersebut kualitasnya buruk.
Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
tahun 2004, 2005, dan 2006 oleh Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan
disclaimer / tidak memberikan pendapat apapun. LKPP merupakan rapor
pemerintah dalam mempertanggungjawabkan amanat yang dipercayakan rakyat,
utamanya yang terkait dengan penggunaan anggaran/dana publik, juga kepada
stakeholder lainnya (lembaga donor, dunia usaha, dll). Oleh sebab itu, Pemerintah
melalui Menteri Keuangan selaku BUN, sempat menagih janji Dirjen Kekayaan
Negara agar status Laporan Keuangan dari sisi kekayaan negara tidak lagi
disclaimer pada tahun 2008 (Kompas 9 Juni 2007), dengan langkah inventarisasi
dan revaluasi aset/kekayaan negara diharapkan akan mampu
memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan BMN yang ada saat ini.
Dengan langkah inventarisasi dan penilaian BMN tersebut, diproyeksikan
kedepan akan dapat terwujud database BMN yang akurat dan reliable, sehingga
dapat dipergunakan bagi kepentingan penyusunan rencana kebutuhan dan
penganggaran atas belanja barang dan/atau belanja modal pada
kementerian/lembaga negara.
Berdasarkan data di atas, pengelolaan barang daerah merupakan suatu
yang harus dilaksanakan dengan baik agar dapat memberikan gambaran tentang
daerah, peningkatan PAD daerah dengan pemanfaatan aset daerah yang ada, serta
dapat digunakan untuk dasar penyusunan laporan keuangan.
Dengan beberapa fakta yang terjadi maka sangatlah tepat jika
pemerintah mengambil kebijakan dengan menetapkan beberapa regulasi yang
salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun
2007 (Permendagri no.17 tahun 2007) sehingga diharapkan dapat
memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah
(BMD) yang ada saat ini. Dimana regulasi seperti ini diharapkan juga akan
berpengaruh terhadap pengamanan aset daerah yang nantinya berdampak pula
terhadap mata anggaran untuk penambahan aset daerah pada APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) yang ditentukan dari Rencana Tahunan Barang
Unit (RTBU) dapat dikurangi mengingat barang milik daerah yang lama masih
layak untuk dipergunakan oleh masyarakat sebagai efek dari pengelolaan yang
baik yang masih merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan membuat skripsi dengan judul : “pengaruh pengelolaan barang
milik daerah terhadap pengamanan aset daerah”. Penelitian yang akan
dilaksanakan dibatasi pada satu Pemerintah Kabupaten saja yaitu Kabupaten Deli
B. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini pengelolaan Barang Milik Daerah hanya dilihat atau
dibatasi pada segi penatausahaan Barang Milik Daerah saja yang terdiri dari :
1. Inventarisasi
2. Pembukuan
3. Pelaporan
C. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan adanya uraian pada latar belakang
sebelumnya,maka penulis merumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
”apakah pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap
pengamanan aset daerah?”
D. Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari
bukti empiris bahwa pengelolaan barang milik daerah mempunyai pengaruh
terhadap pengamanan aset daerah.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi penulis penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang
diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan sistem
2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
bagi pemerintah daerah agar menjadi pertimbangan dalam pengelolaan
barang milik daerah sebagai aset daerah yang bernilai.
3. Bagi pihak lain atau pembaca, memberikan sumbangan wawasan terhadap
penelitian akuntansi yang berhubungan dengan pengelolaan barang milik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Aset dan Sistem Pengelolaan Barang Daerah
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah sumber daya
ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Gambar : 2.1 Kategori Aset Daerah
Sebelum menguraikan sistem pengelolaan barang daerah terlebih dahulu
dikemukakan pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian
yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang
menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu
organisasi, sedangkan prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani
(clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap
transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi (lihat Baridwan, 1991; 3 ). Dalam
Permendagri No. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
Pengelolaan barang daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap
barang daerah yang meliputi:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. Pengadaan
c. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
d. Penggunaan
e. penatausahaan;
f. pemanfaatan;
g. pengamanan dan pemeliharaan;
h. penilaian;
i. penghapusan;
j. pemindahtanganan;
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
I. pembiayaan; dan
B. Prinsip Dasar Pengelolaan Aset Daerah
Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta
menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka pemerintah
daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi manajemen yang
komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Sistem
tersebut bermanfaat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban. Selain itu,
system informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan
mengenai kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan belanja pembangunan
(modal) dalam penyusunan APBD. Dan untuk memperoleh informasi manajemen
aset daerah yang memadai maka diperlukan dasar pengelolaan kekayaan asset
yang memadai juga, dimana menurut Mardiasmo (2002) terdapat tiga prinsip
dasar pengelolaan kekayaan aset daerah yakni : (1) adanya perencanaan yang
tepat, (2) pelaksanaan/pemanfaatan secara sefisien dan efektif, dan (3)
pengawasan (monitoring).
1) Perencanaan
Untuk melaksanakan apa yang menjadi kewenangan wajibnya (Tupoksi)
pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu
membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan
rencana tersebut, pemerintah daerah kemudian mengusulkan anggaran
pengadaannya. Dalam hal ini, masyarakat dan DPRD perlu melakukan
maka pengadaannya harus dikaitkan dennan cakupan layanan yang dibutuhkan
dan diawasi apakah ada mark-up dalam pembelian tersebut. Setiap pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik dalam sisten
database kekayaan daerah.
Pengadaan barang atau kekayaan derah harus dilakukan dengan sitem
tender. Hal tersebut dilakukan supaya pemerintah daerah dan masyarakat tidak
dirugikan. Selain itu DPRD dituntut untuk lebih tegas dan cermat dalam
mengawasi proses perencanaan pengadaan kekayaan daerah.
Pada dasarnya, kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis
(Mardiasmo:2002 ) yaitu:
1) Kekayaan yang sudah ada (eksis) sejak adanya daerah tersebut. Kekayaan jenis ini meliputi seluruh kekayaan alam dan geografis kewilayahannya. Contohnya adalah tanah, hutan, tambang, gunung, danaua, pantai dan laut, sungai, dan peninggalan bersejarah (misalnya: candi dan bangunan bersejarah).
2) kekayaan yang akan dimiliki baik yang berasal dari pembeliaan maupun yang akan dibangun sendiri. Kekayaan jenis ini berasal dari aktivitas pemerintah daerah yang diadanai dari APBD serta kegiatan perekonomian daerah lainnya. Contohnya adalah jalan, jembatan, kenderaan, dan barang modal lainnya.
Pemerintah derah harus membuat perencanaan yang tepat terhadap dua
jenis kekakyaan tersebut. Perencanaan juga meliputi perencanaan terhadap aset
yang belum termanfaatkan atau masih berupa aset potensial. Perencanaan yang
dilakukan harus meliputi tiga hal yaitu, melihat kondisi aset daerah dimasa lalu,
aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang, dan perencanaan kebutuhan aset
dimasa yang akan datang. Pemerintah daerah perlu menetapkan standar kekayaan
yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan
strategikbaik yang bersifat jangka pendek, menengah, dan jangka panjang
mengenai pengelolaan aset daerah.
2) Pelaksanaan
Apabila sudah dibuat perencanaan yang tepat, permasalahan berikutnya
adalah bagaimana pelaksanaannya. Kekayaan milik daerah harus dikelola
secaraoptimal dngan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi,
dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD yang harus melakukan
pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah. Pengelolaan juga menyangkut
masalah pendistribusian, pengamanan, dan perawatan. Perlu ada unit pengelola
kekayaan daerah yang profesional agar tidak terjdai overlapping tugas dan kewenangan dalam mengelola kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan
daerahharus dilakukan secara memadaibaik pengamanan fisik melalui sistem
akuntansi (sistem pengendalian intern).
Hal cukup penting diperhatikan pemerintah daerah adalah perlunya
dilakukan perencanaan terhadap biaya operasional dan pemeliharaan utnuk setiap
kekayaan yang dibeli atau diadakan. Hal ini disebabkan sering kali biaya operasi
dan pemeliharaan tidak dikaitkan dengnan belanja inventasi/modal. Mestinya
terdapat keterkaitan antara belanja investasi/modal dengan biaya operasi dan
pemeliharaan yang biaya tersebut merupakan commitment cost yang harus dilakukan. Selain biayan operasi dan pemeliharaan, biaya lain yang harus
Pengelolaan kekayaan daerah harus memenuhi prinsip akntabilitas publik.
Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality),
b. Akuntabilitas proses (process accountability)
c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghundaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hokum
terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
disyaratkan dalam penggunaan kekayaan publik. Akuntabilitas hukum juga dapat
diartikan bahwa kekayaan daerah harus memilik status hokum yang jelas, agar
pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan daerah
tersebut.
Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah, termasuk didalamnya
dilakukannya compulsory competitive tendering contract (CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, system informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah
daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan penggunaan
3) Pengawasan
Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga
penghapusan aset. Dalam hal ini peran serta masyarakat dan DPRD serta auditor
internal sangat penting. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini
sangat penting untuk menilai konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor internal juga
penting keterlibatannya untuk menilai kebijakan akkuntansi yang diterapkan
menyangkut pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), dan penilaiannya (valuation). Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpangan dalam perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah.
Sistem dan teknik pengawasan perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah
dikelabui oleh oknum-oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik
daerah.
C. Tujuan pengelolaan barang milik daerah.
Pengelolaan Aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas
permintaan, perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan/rehabilitasi, pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk
memaksimalisasikan tingkat pengembalian investasi (ROI) pada standar
pelayanan yang diharapkan terhadap generasi sekarang dan yang akan datang.
Sedangkan menurut Lemer (2000:65), manajemen aset merupakan proses menjaga
Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan tertib administrasi
pengelolaan barang milik daerah sehingga terciptanya manejemen pemerintahan
yang dapat bekerja secara lebih efesien, efektif dan ekonomis.
D. Azas-azas Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Khususnya dibidang pengelolaan barang milik daerah
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152
Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, perlu
disempurnakan.Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola
dengan baik dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan
barang milik daerah dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:
a. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa
pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai
fungsi, wewenangdan tanggungjawab masing-masing;
b. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
c. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi
yang benar;
d. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar
barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal;
e. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka
optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta
penyusunan neraca Pemerintah Daerah.
E. Sejarah dan Dasar hukum pengelolaan barang milik daerah.
Kalau kita lihat kembali kebelakang kepada tahun-tahun sebelum yang kita
alami sekarang tentang pengelolaan barang dalam Negara kita Republik Indonesia
ini, kita kenal hanya sebagai Barang Milik Negara yang dikelola oleh
masing-masing Departemen. Kemudian terjadilah perubahan-perubahan dalam
pengurusan barang inventaris ini sesuai dengan tuntutan perkembangan
administrasi Negara, maka keluarlah aturan/pedoman sebagai berikut;
administrasi kekayaan Negara, dan barang daerah otonom terpisah dari/tidak
termasuk kekayaan Negara.
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974; tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah, diikuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri
sebagai berikut;
a. Nomor 4 Tahun 1979; tentang Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah
Daerah; jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 020-595 Tahun 1980;
tentang Manual Administrasi Barang Daerah.
b. Nomor 7 Tahun 1997; tentang Pedoman pelaksanaan Barang Pemerintah
Daerah, jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 1980 tentang
Manual Administrasi Barang Daerah.
3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999; tentang Pemerintah Daerah, yang diikuti
oleh diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri sebagai berikut: a. Nomor 11 Tahun 2001; tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. b. Nomor 152 Tahun 2004; tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah 4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004; tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pengelolaan barang milik daerah sebagai suatu perwujudan dari
rencana kerja keuangan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum
yang berlandaskan pula pada :
a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
b) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan;
e) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah;
f) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah;
g) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2001 tentang Sistem
Informasi Manajemen Barang Daerah;
h) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penilaian Barang Daerah;
i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pegelolaan Keuangan Daerah.
F. Pengertian Barang Milik Daerah
Menurut Permendagri No 17 tahun 2007, Barang Milik Daerah (BMD)
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari:
barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/
pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik
Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan.
Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang
pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah
lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau
Badan Usaha Milik Daerah lainnya.
Dalam akuntansi pemerintahan, BMD merupakan bagian dari aset
pemerintah Daerah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan
untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
BMD tercakup dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset
yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual
dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Sedangkan aset tetap
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. BMD yang berupa aset lancar adalah Persediaan. Sedangkan
BMN yang berupa aset tetap meliputi Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan
Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta Konstruksi
dalam Pengerjaan.
Dari uraian dia atas, yang dimaksud aset daerah adalah aset lancar, aset
tetap dan aset lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah
Persediaan (bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di
neraca daerah.
G. Penatausahaan Barang Milik Daerah
Dalam Permendagri no.17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan
yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
1. Pembukuan
Menurut penjelasan Permendagri No.17 tahun 2007 dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan pembukuan adalah proses pencatatan barang milik
daerah kedalam daftar barang pengguna dan kedalam kartu inventaris barang serta
Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan
pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar
Barang Kuasa Pengguna (DBKP). Pengguna/kuasa pengguna barang dalam
melakukan pendaftaran dan pencatatan harus sesuai dengan format:
1) Kartu Inventaris Barang (KIB) A Tanah,
2) Kartu Inventaris Barang (KIB) B Peralatan dan Mesin,
3) Kartu Inventaris Barang (KIB) C Gedung dan Bangunan,
4) Kartu Inventaris Barang (KIB) D Jalan, Irigasi dan Jaringan,
5) Kartu Inventaris Barang (KIB) E Aset Tetap Lainnya,
6) Kartu Inventaris Barang (KIB) F Konstruksi dalam Pengerjaan, dan
7) Kartu Inventaris Ruangan (KIR).
Sementara itu Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam
pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Milik
Daerah (DBMD).
2. Inventarisasi
Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang
dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang
belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah derah perlu melakukan
identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi
dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap,
dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh
pemerintah derah. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah tersebut penting untuk
Untuk dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi aset daerah secara lebih
objektif dan dapat diandalkan, pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi
auditor atau jasa penilai yang independen.
Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan
perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan
pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Dari kegiatan inventarisasi
disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayan daerah yang bersifat
kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris
tersebut memuat data meliputi lokasi, jenis/merk type, jumlah, ukuran, harga,
tahun pembelian, asal barang, keadaan barang dan sebagainya. Adanya buku
inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peran
yang sangat penting dalam rangka:
a) pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang;
b) usaha untuk menggunakan memanfaatkan setiap barang secara maksimal sesuai
dengan tujuan dan fungsinya masing-masing;dan
c) menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.
Barang inventaris adalah seluruh barang yang dimiliki oleh Pemerintah
Daerah yang penggunaannya lebih dari satu tahun dan dicatat serta didaftar dalam
Buku Inventaris. Agar Buku Inventaris dimaksud dapat digunakan sesuai fungsi
dan peranannya, maka pelaksanaannya harus tertib, teratur dan berkelanjutan,
berdasarkan data yang benar, lengkap dan akurat sehingga dapat memberikan
informasi yang tepat dalam:
2) pengadaan.
3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
4) penggunaan.
5) penatausahaan;
6) pemanfaatan.
7) pengamanan dan pemeliharaan;
8) penilaian;
9) penghapusan;
10) pemindahtanganan;
11) pembinaan, pengawasan dan Pengendalian
12) pembiayaan; dan
13) tuntutan ganti rugi.
Sementara itu Barang Milik/Kekayaan Negara yang dipergunakan oleh
Pemerintah Daerah, maka pengguna mencatatnya dalam Buku Inventaris
tersendiri dan dilaporkan kepada pengelola.
3. Pelaporan
Dalam permendagri no. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa pelaporan barang
milik daerah yang dilakukan Kuasa pengguna barang disampaikan setiap
semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengguna. Dari keterangan ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelaporan adalah proses
penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun setelah dilakukan
Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan
dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. Sementara
Pembantu pengelola menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran,
tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing SKPD, jumlah maupun nilai
serta dibuat rekapitulasinya. Rekapitulasi tersebut digunakan sebagai bahan
penyusunan neraca daerah.
Hasil sensus barang daerah dari masing-masing pengguna/kuasa pengguna,
direkap ke dalam buku inventaris dan disampaikan kepada pengelola, selanjutnya
pembantu pengelola merekap buku inventaris tersebut menjadi buku induk
inventaris. Buku Induk Inventaris merupakan saldo awal pada daftar mutasi
barang tahun berikutnya, selanjutnya untuk tahun-tahun berikutnya
pengguna/kuasa pengguna dan pengelola hanya membuat Daftar Mutasi Barang
(bertambah dan/atau berkurang) dalam bentuk rekapitulasi barang milik daerah.
Mutasi barang bertambah dan/atau berkurang pada masing-masing SKPD setiap
semester, dicatat secara tertib pada :
1) Laporan Mutasi Barang; dan
2) Daftar Mutasi Barang.
Laporan mutasi barang merupakan pencatatan barang bertambah dan/atau
berkurang selama 6 (enam) bulan untuk dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui
pengelola. Laporan Mutasi Barang semester I dan semester II digabungkan
menjadi Daftar Mutasi Barang selama 1 (satu) tahun, dan masing-masing
dibuatkan Daftar Rekapitulasinya (Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang). Daftar
Kemudian Rekapitulasi seluruh barang milik daerah (daftar mutasi) disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri.
Format Laporan Pengurus Barang :
1) Buku Inventaris.
2) Rekap Buku Inventaris.
3) Laporan Mutasi Barang.
4) Daftar Mutasi Barang.
5) Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang.
6) Daftar Usulan Barang yang Akan Dihapus.
7) Daftar Barang Milik Daerah yang Digunausahakan.
H. Pengamanan Barang Milik Daerah
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 disebutkan bahwa
Pengamanan merupakan kegiatan/tindakan pengendalian dan penertiban dalam
upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik, administratif dan tindakan
hukum. Pengamanan sebagaimana tersebut diatas, dititik beratkan pada
penertiban/pengamanan secara fisik dan administratif, sehingga barang milik
daerah tersebut dapat dipergunakan/dimanfaatkan secara optimal serta terhindar
dari penyerobotan pengambilalihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan
dilakukan terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses
pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik,
1. Pelaksanaan Pengamanan
Pengamanan dilakukan terhadap barang milik daerah berupa barang
inventaris dalam proses pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang
diupayakan secara fisik, administratif dan tindakan hukum.
a) Pengamanan fisik
(1) Barang inventaris.
Pengamanan terhadap barang-barang bergerak dilakukan dengan cara:
- pemanfaatan sesuai tujuan.
- penggudangan/penyimpanan baik tertutup maupun terbuka.
- pemasangan tanda kepemilikan.
Pengamanan terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara :
- Pemagaran.
- Pemasangan papan tanda kepemilikan.
- Penjagaan.
(2) Barang persediaan.
Pengamanan terhadap barang persediaan dilakukan oleh penyimpan dan/atau
pengurus barang dengan cara penempatan pada tempat penyimpanan yang baik
sesuai dengan sifat barang tersebut agar barang milik daerah terhindar dari
kerusakan fisik.
b) Pengamanan administratif.
(1) barang inventaris.
Pengamanan administrasi terhadap barang bergerak dilakukan dengan cara :
- kelengkapan bukti kepemilikan antara lain BPKB, faktur pembelian dll.
- pemasangan label kode lokasi dan kode barang berupa stiker.
Pengamanan administrasi terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan
cara :
- pencatatan/inventarisasi.
- penyelesaian bukti kepemilikan seperti: 1MB, Berita Acara serah terima, Surat
Perjanjian, Akte Jual Beli dan dokumen pendukung lainnya.
(2) Barang persediaan.
Pengamanan administratif terhadap barang persediaan dilakukan dengan
cara pencatatan dan penyimpanan secara tertib.
c) Tindakan hukum.
Pengamanan melalui upaya hukum terhadap barang inventaris yang
bermasalah dengan pihak lain, dilakukan dengan cara:
- negosiasi (musyawarah) untuk mencari penyelesaian.
- Penerapan hukum.
2. Aparat Pelaksana Pengamanan
Pengamanan pada prinsipnya dilaksanakan oleh aparat pelaksana
Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.
a) Pengamanan administratif.
Pencatatan oleh Pengguna dan dilaporkan kepada pengelola melalui
Pembantu Pengelola;
Pemasangan label dilakukan oleh Pengguna dengan koordinasi Pembantu
Pembantu Pengelola dan/atau SKPD menyelesaikan bukti kepemilikan barang
milik daerah.
b) Pengamanan fisik.
Pengamanan fisik secara umum tehadap barang inventaris dan barang
persediaan dilakukan oleh pengguna.
penyimpanan bukti kepemilikan dilakukan oleh pengelola.
pemagaran dan pemasangan papan tanda kepemilikan dilakukan oleh
pengguna terhadap tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan oleh Pembantu Pengelola
terhadap tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna
kepada Kepala Daerah.
c) Tindakan Hukum.
musyawarah untuk mencapai penyelesaian atas barang milik daerah yang
bermasalah dengan pihak lain pada tahap awal dilakukan oleh pengguna dan
pada tahap selanjutnya oleh Pembantu Pengelola .
Upaya pengadilan Perdata maupun Pidana dengan dikoordinasikan oleh Biro
Hukum/Bagian Hukum.
Penerapan hukum melalui tindakan represif/pengambil alihan, penyegelan
atau penyitaan secara paksa dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) bersama-sama Biro Hukum/ Pembantu Pengelola dan SKPD
3. Pembiayaan
Pembiayaan pengamanan barang miik daerah dibebankan pada APBD
dan/atau sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.
I. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian
Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan
mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Penelitian
Independen Variabel Dependen Variabel
J. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban ataupun dugaan sementara terhadap suatu
masalah yang dihadapi, yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut melalui
analisa data yang relevan dengan masalah yang terjadi.
Dalam penelitian ini, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut:
Ha : Pengelolaan Barang Milik Daerah mempunyai pengaruh terhadap
pengamanan aset daerah.
Pengamanan Aset Daerah Pengelolaan
Barang Milik Daerah X1 = Inventarisasi
X2 = Pembukuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan yang bersifat sebab akibat.
Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel
dependen (dipengaruihi) (Sugiyono, 2006 : 41). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dan membuktikan hubungan pengelolaan barang milik daerah yang
dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan
pelaporan sebagai variabel independen terhadap pengamanan aset daerah sebagai
variabel dependen. Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan
hipotesis yang ada maka penelitian ini termasuk penelitian design cross sectional
yaitu penelitian yang melibatkan perhitungan sampel untuk digeneralisir
populasinya, melalui proses inferensial dimana variabel diteliti pada waktu yang
bersamaan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006 : 89). Penelitian ini
akan dilakukan di Pemerintahan kabupaten Deli Serdang. Populasi penelitian
Sampel dalam penelitian ini diambil secara random dari setiap stratum.
Oleh karena populasi memiliki karakteristik tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik Simple Random
Sampling. Dengan teknik simple random sampling diharapkan setiap anggota sub
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, sehingga sampel
yang dipilih dapat mewakili seluruh sub populasi yang ada.
C. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan penulis dalam penelitian adalah :
1.Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli, adapun metode yang digunakan yaitu metode
survei
2.Data sekunder merupakansumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung, yaitu catatan, ataupun laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Dimana teknik pengumpulan data yang dilakukan ada dengan cara yaitu
teknik kuesioner yaitu memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab. Kuesioner dalam penelitian ini dirancang untuk
bersifat kuantitatif, oleh karena itu bentuk pertanyaan tertutup agar memudahkan
D. Variabel Penelitian dan Definisi operasional
Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi operasional
Variabel dari segi administrasi, fisik dan hukum
Pengamanan BMD diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang pengamanan BMD yang dilakukan di masing-masing SKPD yang meliputi pengamanan
administrasi, fisik dan hukum. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan
mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)
Interval
Independen Variable
Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan dan tindakan
untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian.
Inventarisasi diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang inventarisasi yang dilakukan di SKPD mereka yang meliputi kodefikasi, pencatatan dibuku, dan di kartu inventaris. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan
mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)
Pembukuan Pembukuan adalah proses pencatatan barang milik daerah kedalam daftar barang pengguna dan
kedalam kartu
inventaris barang serta dalam daftar barang milik daerah. kedalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang kuasa pengguna (DBKP). Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan
mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)
Interval
Pelaporan Pelaporan adalah
proses penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun setelah penggunaan barang. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)
E. Pengujian Kualitas Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif yang merupakan cara merumuskan dan menafsirkan data yang ada
sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi pengamanan aset daerah. Dan pengujian kualitas data yang
digunakan adalah pengujian validitas dan realibilitas.
1. Uji Validitas
Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau
kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang ingin diukurnya ( Ancok,1998:120). Faktor-faktor yang
mengurangi validitas data antara lain kepatuhan responden mengikuti petunjuk
pengisian kuesioner dan tidak tepatnya formulasi alat pengukur yaitu bentuk dan
isi kuesioner ( Hakim :1999 dalam widyastuti : 2000)
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu program
statistik, dengan kriteria sebagai berikut :
1) Jika r hitung positif dan r hitung > r tabel maka butir pertanyaan
tersebut valid.
2) Jika r hitung negatif atau r hitung < r tabel, maka butir
pertanyaan tersebut tidak valid.
a. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini
menggunakan bantuan software SPSS untuk memperoleh
hasil yang terarah.
2. Uji Realibilitas
Uji reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur
yang sama.
Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrument yang digunakan,
peneliiti menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument dikatakan reliable jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally,1967:120).
F. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis
regresi, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian: (1)
normalitas, (2) multikolinearitas, dan (3) heterokedastisitas.
1. Uji Normalitas
Tujuan Uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah
data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan
bentuk lonceng (bell Shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola
seperti distribusi normal.
Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov-Smirnov tentang
i. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi
data adalah tidak normal.
ii. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka ditribusi
data adalah normal.
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel
independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut
variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat
ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya
sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas,
maka konsekuensinya adalah:
a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.
b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Ada dua cara yang dapat dilakukan
jika terjadi multikolinieritas, yaitu :
a.Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independent
A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bisa dipilih A atau B
yang dikeluarkan dari model regresi.
b.Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi
antara variabel bebas (independent variable). Jika nilai korelasi antara variabel
bebas tersebut lebih besar dari 0.7 (Nunnally, 1967), maka dapat dikatakan bahwa
terjadi gejala multikolinearitas. Disamping dengan melakukan uji korelasi
tersebut, pengujian ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF diatas 2 (Hair, 2003), maka
dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model
peneltian.
3. Uji Heterokedastisitas
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians
berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Deteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot di sekitar nilai X1, X2, X3, dan Y. Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heterokedastisitas.
Uji asumsi klasik yang digunakan hanya terbatas pada ketiga uji di atas,
sedangkan uji autokorelasi tidak digunakan. Hal ini dikarenakan uji autokorelasi
yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
tahun yang berkaitan satu dengan lainnya. Maka uji autokorelasi ini sering
ditemukan pada time series, sedangkan data yang dikumpulkan oleh penulis ada data crosssection , maka masalah autokorelasi relatif tidak terjadi.
G. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan metode statistik analisia
regresi linear berganda yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh / hubungan
variabel bebas dengan variabel terikat. Pengolahan data akan dilakukan dengan
menggunakan alat bantu aplikasi software SPSS.
Formulasi yang digunakan adalah :
Pengamanan aset daerah = β0 + β1 Inventarisasi + β2 Pembukuan + β3 Pelaporan +
e
Keterangan :
β0 : konstanta
β1- β3 : Koefisien regresi parsial
℮ : Hambatan
1. Uji-F ( uji serentak )
Uji-F (uji serentak) adalah untuk melihat apakah variabel independen
secara bersama-sama (serentak) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen. Melalui uji statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Ho : b1=b2=b3=0
Artinya secara bersama-sama (serentak) variabel independen tidak
Ha : b1≠ b2≠b3≠0
Artinya secara bersama-sama (serentak) variabel independen terdapat
pengaruh terhadap variabel dependen, dengan kriteria :
Ho diterima, apabila F-hitung < F-tabel pada α = 5%
Ha diterima, apabila F-hitung > F- tabel pada α = 5%.
Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi berganda.
Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari varibel
bebas secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dengan
menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan Analysis of Varian (ANOVA). Pengujian ANOVA atau Uji F bisa dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan melihat tingkat signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan
F tabel. Pengujian dengan tingkat signifikansi dilakukan dengan ketentuan yaitu
apabila hasil signifikansi pada tabel ANOVA < α 0,05, maka H0 ditolak
(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila tingkat signifikansi pada tabel
ANOVA > α 0,05, maka H0 diterima (tidak berpengaruh).
Pengujian dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dilakukan
dengan ketentuan yaitu apabila F hitung > F tabel (α 0,05) maka H0 ditolak
(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila F hitung < F tabel (α 0,05) maka H0
diterima (tidak berpengaruh). Adapun F tabel dicari dengan memperhatikan
2. Uji Signifikan Parsial (Uji – t)
Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikasi individual. Uji
ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen.
Bentuk pengujiannya adalah :
Ho : b1 = 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : b1 ≠ 0, artinya variabel independen secara parsial berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
Apabila Probabilitas < α = 5%, maka Ha diterima.
Apabila Probabilitas > α = 5%, maka Ha ditolak.
3. Koefisien determinan (R2)
Pengujian koefisien determinan (R²) digunakan untuk mengukur proporsi
atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik
turunnya variable dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai
dengan satu (0 ≤ R² ≤ 1). Hal ini berarti bila R²=0 menunjukan tidak adanya
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R² semakin
besar mendekati 1 menunjukan semakin kuatnya pengaruh variabel independent
terhadap variabel dependen dan bila R2semakin kecil mendekati nol maka dapat
dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel
I. Jadwal dan Lokasi Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan April 2008 sampai dengan bulan Juni 2008,
yang dilakukan di kantor Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Jl. Negara Medan