• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kelompok Usaha Bersama Lanita Medan Dalam Meningkatkan Keberfungsian Sosial Penyandang Cacat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Kelompok Usaha Bersama Lanita Medan Dalam Meningkatkan Keberfungsian Sosial Penyandang Cacat"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA

LANITA MEDAN DALAM

MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL

PENYANDANG CACAT

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

D I A J U K A N O L E H:

ROHANI HUTABARAT

050902065

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Rohani Hutabarat Nim : 050902065

ABSTRAK

PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA LANITA MEDAN DALAM MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 92 halaman, 1 tabel, 6 lampiran serta 19 kepustakaan)

Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal tanpa ada kekurangan suatu apapun didalam dirinya baik secara fisik, mental maupun perilaku sosial. Manusia yang memiliki cacat baik secara fisik, mental, dan kedua-duanya akan mempengaruhi keberadaan dirinya sebagai makhluk sosial. Kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya kesempatan bergaul, bersekolah, bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Dalam hal ini penelitian berada di salah satu KUBE PC Lanita di Pancing, Medan, yang memberdayakan para penyandang cacat terkhusus tunadaksa pada keterampilan guna untuk mendorong kemandirian dan meningkatkan kemampuan mereka.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana sumber data diambil dari tiga orang informan. Instrumen penyaringan data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan, mengelola, menyajikan dan menggambarkan melalui wawancara terstruktur dan kemudian dianalisis.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa program pembinaan yang diberikan oleh KUBE PC Lanita berupa sharing (berbagi) diperoleh hasil yang bisa memberikan kelegaan dan ketenangan bahkan bisa belajar memahami orang lain dan mau terbuka akan sesuatu yang dihadapai atau dialami oleh penyandang cacat sedangkan keterampilan menjahit adalah sangat baik dan bagus karena bisa memberikan bekal buat penyandang cacat untuk membuka sebuah usaha jahitan pakaian. Melalui program ini didapatkan bahwa para penyandang cacat yang mengikuti program tersebut bisa menjalankannya dengan baik dan mampu bersosialisasi kembali dengan masyarakat sekalipun mereka masih tinggal bersama didalam satu rumah.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Rohani Hutabarat Nim : 050902065

ABSTRAK

PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA LANITA MEDAN DALAM MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 92 halaman, 1 tabel, 6 lampiran serta 19 kepustakaan)

Every human being longs for a normal life without any lack of physical, mental or even social attitude. For those who have physical, mental or even both disorder, will affect his being as social creature. This condition will give result in his less opportunity to get along with friends, to enjoy school, to work and sometimes it causes a discriminative attitude from those normal people. This research, which is conducted in KUBE PC Lanita at Pancing Medan, is carried by empowering them especially for those who are paralyzed (no legs or/and no hands) to have a skill in order to improve their skill and encourage them to be independent.

This research uses qualitative approach in which data were taken from three resources. Data filtering instruments were collecting, executing, presenting and describing through structural interview and then analyzing.

The research findings show that the management development given by KUBE PC Lanita through sharing gives them a relieved feeling and calmness. They even able to understand other and willing to be open up for something thay are facing through or being faced by other paralyzed fellows. While their sewing skill are improved well because it gives them an opportunity to run their own taylor business. These paralyzed people who join the program are able to perform well and able tp socialize with the community even though the are still livng together in the same house

(4)

KATA PENGANTAR

Sungguh segala Pujian dan Sembah layak diberikan hanya kepada Dia,

Yesus penguasa segala yang ada di dunia ini bahkan ketika Penulis merasakan

KasihNya yang begitu nyata Dia berikan selama ini. Adapun judul dari skripsi ini

adalah ”Peranan Kelompok Usaha Bersama Lanita Dalam Meningkatkan

Keberfungsian Sosial Penyandang Cacat” skripsi ini disusun untuk diajukan

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara.

Selama penyusunan skripsi ini Penulis menyadari akan sejumlah

kekurangan dan kelemahan, untuk itu Penulis membuka diri untuk saran dan kritik

yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara

khusus Penulis menghanturkan Banyak Terima Kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, Msi., selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(5)

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MS.P sebagai dosen pembimbing penulis;

terima kasih untuk setiap dukungan, pemahaman, dan kesabaran yang

diberikan selama mengerjakan proses penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, Msi sebagai dosen wali penulis, yang telah

memberikan dorongan dan pilihan-pilihan yang baik sepanjang

mengerjakan masa studi penulis.

5. Dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, terima kasih untuk

pengetahuan dan ajaran yang diberikan selama ini.

6. Kak Lis, Bang Anto, Kak Maria, dan yang lain, yang ada di KUBE PC

Lanita, terima kasih telah banyak membantu penulis dalam penelitian

untuk penulisan skripsi ini.

7. Kedua Orangtua penulis: Bapak T. Hutabarat dan Ibu R. Nainggolan;

untuk segenap cinta kasih, pengertian, nasehat dan didikan sepanjang

hidup penulis bahkan motivasi yang diberikan selama ini. Memiliki orang

tua seperti mereka adalah suatu anugrah yang tidak ingin penulis gantikan

dengan apa pun juga.

8. Saudara-saudara penulis yang terkasih yang telah bersama-sama

bertumbuh dalam pengenalan yang sangat dekat: Melda Hutabarat, Marta

Hutabarat, Palti Hutabarat dan adikku Manuel Hutabarat; terima kasih

untuk semangat, nasehat, doa dan juga pengertian yang diberikan kepada

penulis.

9. Teman KTB Abigail: Kak Rosianna Simarmata, Kak Dorismawati

(6)

Nainggolan untuk setiap pengenalan yang kita bagi bersama dari awal

hingga saat ini bahkan buat setiap hal yang terjadi dan yang kita alami.

Terima kasih juga buat doa, nasehat dan dukungan yang selama ini

diberikan kepada penulis.

10.Adik-adik kelompokku Alpenhik (Daniel, Jojor, Julia, Indra, dan Elly)

bahkan Tabita, Jeng Karona dan Dina; terima kasih buat semangat dan doa

yang diberikan kepada penulis.

11.Teman-teman komponen pelayanan di Pelayanan UKM KMK USU UP

PEMA FISIP, seluruh AKK, PKK, juga Alumni, dan secara khusus TPP

08/09 (K’ Rita, Corry, Yenti, Ncy, Hana, Maria, Richa, Yulia, Butet, dan

Aroz) yang telah bersama-sama belajar mengenal Dia dan mengerjakan

apa yang menjadi kehendak Dia bahkan buat kebersamaan kita yang

melalui semuanya dengan bersama-sama.

12.Teman-teman seperjuangan yang memulai persahabatan dari awal

perkuliahan Julia Gultom, Novalina Sinaga, Sri Rezeki Ulina, dan Kristina

Sembiring; terima kasih untuk semua yang kita alami dan lalui selama ini

sekalipun penulis orang terakhir yang mengerjakan tugas akhir. Selamat

mengejar mimpi!!!

13.Teman-teman Kesos’05 tanpa terkecuali sekalipun tidak disebutkan

satu-satu namanya; terima kasih buat pengenalan, keakraban, kebersamaan, dan

semangat yang telah diberikan dan dilalui. Mari kita menjadi pekerja sosial

(7)

14.Sahabatku Jelita Putri M. Gea, terima kasih buat semangat, doa, dan

dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan

dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakannya agar kedepannya penulis dapat lebih baik lagi. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan Terima

Kasih

Medan, Februari 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR BAGAN... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 10

1.3Tujuan dan Manfaat penelitian... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian... 11

1.4Sistematika Penulisan... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan... 13

2.2 Keberfungsian Sosial... 20

2.3 Penyandang Cacat... 23

2.4 Kelompok Usaha Bersama... 29

2.5 Kerangka Pemikiran... 36

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional... 39

2.6.1 Definisi Konsep... 39

2.6.2 Definisi Operasional... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 41

3.2 Lokasi Penelitian... 41

3.3 Subjek Penelitian... 41

(9)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Tinjauan Umum KUBE PC Lanita... 44

4.2 Latar Belakang Berdirinya KUBE PC Lanita... 45

4.3 Visi dan Misi KUBE PC Lanita... 48

4.3.1 Visi... 48

4.3.2 Misi... 48

4.4 Struktur KUBE PC Lanita... 48

4.5 Inventaris... 49

BAB V ANALISA DATA 5.1 Karakteristik Informan... 51

5.2 Pembinaan... 58

5.2.1 Sharing (berbagi)... 58

5.2.2 Keterampilan Menjahit... 67

5.3 Fungsi Sosial... 74

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 90

6.2 Saran... 91

Daftar Pustaka

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

DAFTAR BAGAN

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Panduan Wawancara

2. Pengajuan dan persetujuan Judul Skripsi

3. Surat Keputusan Komisi pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian

Skripsi

4. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Proposal Penelitian

5. Lembar Kegiatan Bimbingan Penelitian/Penulisan Skripsi

6. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Rohani Hutabarat Nim : 050902065

ABSTRAK

PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA LANITA MEDAN DALAM MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 92 halaman, 1 tabel, 6 lampiran serta 19 kepustakaan)

Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal tanpa ada kekurangan suatu apapun didalam dirinya baik secara fisik, mental maupun perilaku sosial. Manusia yang memiliki cacat baik secara fisik, mental, dan kedua-duanya akan mempengaruhi keberadaan dirinya sebagai makhluk sosial. Kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya kesempatan bergaul, bersekolah, bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Dalam hal ini penelitian berada di salah satu KUBE PC Lanita di Pancing, Medan, yang memberdayakan para penyandang cacat terkhusus tunadaksa pada keterampilan guna untuk mendorong kemandirian dan meningkatkan kemampuan mereka.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana sumber data diambil dari tiga orang informan. Instrumen penyaringan data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan, mengelola, menyajikan dan menggambarkan melalui wawancara terstruktur dan kemudian dianalisis.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa program pembinaan yang diberikan oleh KUBE PC Lanita berupa sharing (berbagi) diperoleh hasil yang bisa memberikan kelegaan dan ketenangan bahkan bisa belajar memahami orang lain dan mau terbuka akan sesuatu yang dihadapai atau dialami oleh penyandang cacat sedangkan keterampilan menjahit adalah sangat baik dan bagus karena bisa memberikan bekal buat penyandang cacat untuk membuka sebuah usaha jahitan pakaian. Melalui program ini didapatkan bahwa para penyandang cacat yang mengikuti program tersebut bisa menjalankannya dengan baik dan mampu bersosialisasi kembali dengan masyarakat sekalipun mereka masih tinggal bersama didalam satu rumah.

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Rohani Hutabarat Nim : 050902065

ABSTRAK

PERANAN KELOMPOK USAHA BERSAMA LANITA MEDAN DALAM MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 92 halaman, 1 tabel, 6 lampiran serta 19 kepustakaan)

Every human being longs for a normal life without any lack of physical, mental or even social attitude. For those who have physical, mental or even both disorder, will affect his being as social creature. This condition will give result in his less opportunity to get along with friends, to enjoy school, to work and sometimes it causes a discriminative attitude from those normal people. This research, which is conducted in KUBE PC Lanita at Pancing Medan, is carried by empowering them especially for those who are paralyzed (no legs or/and no hands) to have a skill in order to improve their skill and encourage them to be independent.

This research uses qualitative approach in which data were taken from three resources. Data filtering instruments were collecting, executing, presenting and describing through structural interview and then analyzing.

The research findings show that the management development given by KUBE PC Lanita through sharing gives them a relieved feeling and calmness. They even able to understand other and willing to be open up for something thay are facing through or being faced by other paralyzed fellows. While their sewing skill are improved well because it gives them an opportunity to run their own taylor business. These paralyzed people who join the program are able to perform well and able tp socialize with the community even though the are still livng together in the same house

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas

kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan

yang memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara

layak. Tujuan dari pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya

pemerataan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, prinsip dasar yang terkandung di

dalamnya yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup yang layak menurut kemanusiaan, termasuk mereka

yang mengalami disfungsi dalam kehidupan karena kecacatan.

Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal tanpa ada kekurangan

suatu apapun di dalam dirinya baik secara fisik, mental maupun perilaku sosial.

Menurut Maslow salah satu kebutuhan manusia yang paling penting didalam

hidupnya adalah kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan harga diri dibagi

dalam dua bagian. Pertama: adalah penghormatan atau penghargaan pada diri

sendiri yang mencakup pada rasa percaya diri, kemandirian, dan kekuatan pribadi.

Berarti seseorang ingin meyakinkan bahwa dirinya berharga serta mampu

mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. Kedua: adalah penghargaan dari

orang lain, yang meliputi prestasi dan pengakuan dari orang lain. Apabila

kebutuhan akan harga diri pada individu itu terpuaskan maka akan menghasilkan

(16)

Sebaliknya pemuasan kebutuhan akan harga diri itu terhambat maka akan

menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tidak mampu dan

perasaan tidak berguna, yang menyebabkan seseorang mengalami kehampaan

keraguan dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan hidupnya serta

penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Hal ini berlaku pada setiap manusia ciptaan Tuhan, tak terkecuali pada orang

cacat terutama cacat tubuh (Nurdin, 1989:20).

Kita ketahui bahwa di negara-negara Asia nasib penyandang cacat kurang

beruntung termasuk di Indonesia. Perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap

penyandang cacat sangat rendah. Dari sekitar 20-25 juta penyandang cacat di

Indonesia, sekitar 10 juta adalah lansia dan lainnya adalah penyandang cacat lain.

Kini, 210 juta jiwa lebih penduduk telah mendiami negara Indonesia.

Mereka tersebar di ribuan pulau dalam beragam etnis, budaya, dan agama.

Sementara dari 210 juta jiwa lebih penduduk tersebut 5% nya kalangan cacat.

Menurut jenis kecacatan, penyandang cacat (difabel) dapat dikelompokkan atas

empat jenis, yaitu penyandang cacat fisik/tunadaksa (physically disabled persons),

penyandang cacat mental/tunagrahita (mentally retarded persons), penyandang

cacat mata/tunanetra dan penyandang cacat telinga/tunarungu. Dari jenis cacat

tersebut penyandang cacat fisik memiliki potensi yang paling besar sebagai

sumber daya manusia untuk berperan dalam proses pembangunan kesejahteraan

sosial umumnya pada sektor lapangan kerja baik di sektor formal maupun

(17)

Menurut Survei Sensus Nasional (SUSENAS) tahun 2004 mencatat,

bahwa penyandang cacat berjumlah sekitar 1,85 juta orang (tidak termasuk

mereka yang sedang atau telah menerima pelayanan), diantara kriterianya adalah

ketidakmampuan melakukan fungsi sosial atau tidak produktif

(http://thor.prohosting.com/~arema/malang/prokesos/pedoman.htm).

Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan

perhatian yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya

terbelenggu dengan kecacatannya sehingga menjadi beban di keluarganya,

masyarakat maupun pemerintah. Pemerintah wajib mensejahterakan penyandang

cacat walaupun dengan keterbatasan fisik atau psikis yang mereka derita. Sebab

seringkali dalam realita kehidupan mereka mengalami distriminasi dan perlakuan

yang tidak baik. Penyandang cacat bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau

disingkirkan, justru dengan kondisi mereka yang seperti itu patut untuk dibantu

agar mereka dapat berfungsi sosial kembali dengan keterbatasan yang dimiliki

sehingga mampu mandiri ditengah-tengah masyarakat luas. Langkah yang

dianggap paling efektif adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan

keterampilan yang memadai bagi mereka sehingga mereka dapat melayani dirinya

sendiri dan tidak tergantung pada orang lain, baik secara ekonomi maupun sosial.

Kecacatan diartikan sebagai hilang atau terganggunya fungsi fisik atau

kondisi abnormalitas fungsi struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi

seseorang. Kecacatan telah menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau

(18)

fisik, kepercayaan dan harga diri yang bersangkutan, dalam berhubungan dengan

orang lain maupun dengan lingkungan.

Kecacatan pada dasarnya berkaitan dengan tidak berfungsinya salah satu

bagian fisik maupun psikis, sehingga tidak berfungsinya salah satu bagian dari

fisik dan psikis sama sekali tidak ada kaitannya dengan mampu atau tidak

mampunyai seseorang secara keseluruhan.

Kebebasan yang dapat diwujudkan bagi para penyandang cacat adalah

dilengkapinya sarana dan prasarana bagi para penyandang cacat agar mereka

dapat beraktifitas tanpa mengalami keterbatasan-keterbatasan yang cukup

mengganggu, seperti fasilitas kendaraan umum, tempat parkir khusus bagi para

penyandang cacat, fasilitas tangga dan sebagainya, yang kesemuanya itu

merupakan sarana yang dapat menunjang mereka dalam berkreasi.

Definisi Penyandang Cacat Menurut Undang-undang Nomor : 4 Tahun

1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah

setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu

atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara

selayaknya, yang terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat

mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.

PBB menetapkan pada tanggal 3 Desember sebagai Hari Internasional

Penyandang Cacat (Hipenca) dan 10 Desember sebagai Hari Internasional Hak

Asasi Manusia. Hak penyandang cacat adalah termasuk bagian dari hak asasi

manusia. Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat

(19)

kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan

yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan

(http://depsos.go.id/modules.php?name=Newa&file=print&sid=917).

Kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya kesempatan bergaul,

bersekolah, bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan

diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Sisi lain dari kecacatan adalah

pandangan sebagian orang yang menganggap kecacatan sebagai kutukan,

sehingga mereka perlu disembunyikan oleh keluarganya. Perlakuan seperti ini

menyebabkan hak penyandang cacat untuk berkembang dan berkreasi

sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi. Masalah

kecacatan akan semakin diperberat bila disertai dengan masalah kemiskinan,

keterlantaran, dan keterasingan.

Setiap manusia pasti berpendapat bahwa memiliki kaki dan tangan

merupakan organ tubuh yang memiliki peranan sangat penting untuk mobilitas.

Hal ini disebabkan dengan memanfaatkan kedua jenis organ tubuh tersebut,

manusia dapat melengkapi dan merealisasikan segala keinginan untuk bergerak

dari satu tempat ke tempat lain, baik yang dilakukan secara parsial maupun

integral bersama organ sensoris pendukung lainnya.

Atas dasar itulah, apabila fungsi kedua anggota tubuh tersebut mengalami

gangguan, baik sebagian atau keseluruhan, yang disebabkan oleh luka pada bagian

saraf otak (cerebral palsy), kelainan pertumbuhan, ataupun amputasi, akan

mempengaruhi mobilitas hidup yang bersangkutan. Masyarakat sering

(20)

Seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu

seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh

sebagai akibat dari luku, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya

kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami

penurunan (Efendi, 2006:114).

Keanekaragaman pengaruh perkembangan yang bersifat negatif

menimbulkan resiko bertambah besarnya kemungkinan munculnya kesulitan

dalam penyesuaian diri pada penderita tunadaksa. Hal ini berkaitan erat dengan

perlakuan masyarakat terhadap kehadiran mereka. Sebenarnya kondisi sosial yang

positif menunjukkan kecendrungan untuk menetralisasikan akibat keadaan

tunadaksa tersebut. Nampak atau tidak nampaknya keadaan tunadaksa itu

merupakan faktor yang penting dalam penyesuaian diri penderita tunadaksa

dengan lingkungannya, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap sikap dan

perlakuan orang normal terhadap penderita tunadaksa. Keadaan tunadaksa yang

tidak nampak lebih memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan

wajar dibandingkan apabila ketunadaksaan tersebut nampak.

Pemerintah tentunya diharapkan menjadi pemicu sekaligus pemacu

terciptanya suasana dan iklim yang ramah terhadap para penyandang cacat.

Regulasi Pemerintah berkaitan dengan Hak-hak Penyandang Cacat

Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan

bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan

peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam

(21)

penyandang cacat berhak memperoleh : (1) pendidikan pada semua satuan, jalur,

jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai

jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang

sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4)

aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk

menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama

bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (

Adapun suatu bentuk yang harus dilakukan oleh semua daerah di pelosok

dunia (termasuk di Indonesia) adalah dengan memberikan aksesibilitas, yaitu

lingkungan yang memberi kebebasan dan keamanan yang penuh terhadap semua

orang tanpa adanya hambatan. Aksesibilitas juga berguna buat orang lanjut usia,

semua orang yang mederita cacat, ibu hamil, anak-anak, orang yang mengangkat

beban berat, dan sebagainya. Contoh bentuk aksesibilitas adalah, memberi

“tanjakan” atau ramp pada jalur tangga, supaya mereka yang menggunakan kursi

roda atau yang tidak sanggup naik tangga, tetap bisa melewatinya. Juga pegangan

pada setian jalan, atau kamar mandi, dan sebagainya.

Upaya penanganan pemerintah, dalam hal ini terkhusus Dinas Sosial

dalam penanganannya menghadapi masalah kemandirian penyandang cacat

melalui melakukan program pendidikan dan keterampilan untuk mereka. Dengan

demikian mereka dapat berdaya dan mandiri dalam arti agar kesejahteraan

hidupnya meningkat baik fisik, mental, dan sosial yang bernuansa pemerataan

(22)

permasalahan sosial supaya mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya (social

functioning) di tengah-tengah lingkungannya.

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu pendekatan

yang digunakan Program Dinas Sosial dalam memberdayakan para penyandang

cacat terkhusus tunadaksa pada keterampilan guna untuk mendorong kemandirian

dan meningkatkan kemampuan mereka. Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

sebagai Program Dinas Sosial yang diluncurkan oleh pemerintah RI. KUBE

dibentuk dengan harapan agar para penyandang cacat khususnya tunadaksa dapat

tereliminir sedikit demi sedikit. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses

pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan

berusaha, bantuan stimulun, dan pendampingan.

Sasaran program kesejahteraan sosial (PROKESOS) dalam kaitan dengan

kebijakan MPMK adalah PMKS yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan

rincian sebagai berikut: Pertama: Keluarga Fakir Miskin yang dibina melalui

Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir miskin; Kedua: Kelompok

Masyarakat Terasing yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan

Sosial Masyarakat Terasing; Ketiga: Para Penyandang Cacat yang dibina melalui

Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat; Keempat: Lanjut

Usia yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia;

Kelima: Anak Terlantar yang dibina melalui Program Pembinaan Kesejahteraan

Sosial Anak Terlantar; Keenam: Wanita Rawan Sosial Ekonomi yang dibina

melalui Program Peningkatan Peranan Wanita di Bidang Kesejahteraan Sosial;

(23)

Keluarga Muda Mandiri; Kedelapan: Remaja dan Pemuda yang dibina melalui

Program Pembinaan Karang Taruna; Kesembilan: Keluarga Miskin di Daerah

Kumuh yang dibina melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK)

(http://thor.prohosting.com/~arema/malang/prokesos/pedoman.htm).

Adapun tujuan KUBE adalah memberikan keterampilan (skill) khususnya

menjahit bagi penyandang cacat terkhusus untuk tunadaksa didalam

memandirikan mereka melalui kelompok usaha bersama.

Program KUBE dikonseptualisasikan di penyandang cacat (PC) Lanita

Medan. Ini salah satu dari banyaknya KUBE penyandang cacat yang ada di

Medan yang menjadi program Dinas Sosial yang dilihat berpeluang didalam

memberikan keterampilan bagi penyandang cacat yang ada di sekitar Jln.

Perjuangan, Pancing.

PC Lanita merupakan sebuah wadah yang menjadi tempat untuk para

penyandang cacat yang membutuhkan keterampilan khususnya kursus menjahit.

PC Lanita juga tidak memberi batasan bagi siapa saja yang mau mendapatkan

keterampilan menjahit sekalipun orang tersebut memiliki tubuh normal.

Dengan melihat tingginya perhatian pemerintah terhadap program KUBE

yang dikerjakan oleh Dinas Sosial terkhusus untuk KUBE PC Lanita, maka

peneliti tertarik meneliti peranan program kelompok usaha bersama Lanita Medan

(24)

1.2Perumusan Masalah

Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian

(Arikunto, 1992:47). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan: “bagaimana peranan KUBE Lanita

dalam meningkatkan keberfungsian sosial penyandang cacat?”.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana peranan kelompok usaha bersama PC Lanita

di Medan.

2. Untuk memperoleh data dan informasi secara langsung realistis dan

objektif mengenai peranan kelompok usaha bersama Lanita di Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu

Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial yang ada di

tengah-tengah masyarakat saat ini.

2. Penelitian ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan pemahaman

dan kemampuan berpikir secara ilmiah dengan menerapkan pengetahuan

(25)

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti dalam

pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi lembaga Lanita yang

terkait dalam melaksanakan pembinaan terhadap penyandang cacat.

1.4Sistematika Penulisan

Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah

yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan

definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi

(26)

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data dari hasil peneliti dan

analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat dari

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan.

2.1.1 Pengertian Peranan.

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia

menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah

untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan

karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa

kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti (Soekanto, 2006: 212).

Peranan adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya

individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status

sosial dan fungsi sosialnya (Ahmadi, 2007: 106).

Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seorang yang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia telah

menjalankan suatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang didalam masyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

(28)

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi

dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position)

merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam masyarakat.

Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu

proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta

menjalankan suatu peranan.

Peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu

yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan

imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat,

maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh

masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga, dan di dalam

peranan-peranan lainnya. Di dalam peranan-peranan terdapat 2 harapan, yaitu:

1. Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran

2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap

masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya

dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya (Berry,

2003: 105).

Pemikiran tentang peranan sebagai seperangkat harapan yang ditentukan

oleh masyarakat terhadap pemegang-pemegang kedudukan sosial adalah sejalan

dengan perspektif masyarakat. Perspektif dimaksudkan bahwa setiap individu

(29)

pandangan ini, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur

masyarakat. Jadi struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang

saling berhubungan. Walaupun peranan adalah bagian dari struktur masyarakat

tapi peranan-peranan itu hanya ada selama peranan-peranan itu diisi oleh individu.

Konsep peranan mungkin dapat digunakan untuk melihat hubungan fundamental

antara struktur masyarakat dan individu.

Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari

pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa

yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang

diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia

mengatur perilaku seseorang.

Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan

hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh

norma-norma yang berlaku. Misalnya: norma kesopanan menghendaki agar

seseorang laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita harus disebelah luar.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi

dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat

(social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada

organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi,

penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu

posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin

(30)

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Adapun fasilitas-fasilitas bagi peranan individu (role-facilities).

Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dpat

menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian

masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan

peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan

menyebabkan fasilitas-fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan organisasi suau

sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi, dan

seterusnya. Akan tetapi juga dapat mengurangi peluang-peluang apabila terpaksa

diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.

Sejalan dengan adanya status-conflict, juga ada conflict of role. Bahkan

kadang-kadang suatu pemisahan antara individu dengan peranannya yang

sesungguhnya harus dilaksanakannya. Hal ini dinamakan role-distance. Gejala

tadi timbul apabila individu merasakan dirinya tertekan karena dia merasa dirinya

tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan oleh masyarakat

(31)

sempurna atau bahkan menyembunyikan dirinya, apabila dia berada dalam

lingkaran sosial yang berbeda. Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang

melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang di sekitarnya yang tersangkut atau

ada hubungannya dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh

nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak. Apabila tidak dapat

terpenuhi oleh individu maka terjadilah role-distance.

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada

individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut:

1. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat

hendak dipertahankan kelangsungannya.

2. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh

masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih

dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.

3. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tidak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan

arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,

belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang

seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa

membatasi peluang-peluang tersebut

(32)

Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan).

Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status

yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya.

Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki

kedudukan atau status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan.

Tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan.

Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan

peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain.

Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama,

seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan

kantor sekaligus.

Peranan seseorang tidak hanya menentukan perilaku tetapi juga beliefs

(keyakinan) dan sikap. Individu memiliki sikap yang selaras dengan

harapan-harapan yang menentukan peranan mereka sehingga perubahan peranan akan

membawa pada perubahan sikap. Pada umumnya peranan yang dilakukan

seseorang tidak hanya menyalurkan perilakunya tetapi juga membentuk sikapnya.

Peranan juga dapat mempengaruhi nilai-nilai (values) yang dipegang orang dan

mempengaruhi arah dari pertumbuhan dan perkembangan kepribadian mereka

(Dayakisni, 2003: 18).

Di Indonesia terdapat kecendrungan untuk lebih mementingkan kedudukan

ketimbang peranan. Gejala tersebut terutama disebabkan adanya kecendurngan

kuat untuk lebih mementingkan nilai materialisme daripada spiritualisme. Nilai

(33)

ciri-ciri tertentu yang bersifat lahiriah dan di dalam kebanyakan hal bersifat

konsumtif. Tinggi rendahnya prestise seseorang diukur dari atribut-atribut lahiriah

tersebut, misalnya, gelar, tempat kediaman mewah, kendaraan, pakaian, dan lain

sebagainya. Hal-hal tersebut memang diperlukan tetapi bukanlah yang terpenting

di dalam pergaulan hidup manusia. Memang perlu diakui bahwa di Indonesia

peranan juga mendapatkan penghargaan tertentu tetapi belum proporsional

sifatnya, padahal menjalankan peranan berarti melaksanakan hak dan kewajiban

serta tanggung jawab. Apabila seseorang pegawai negri, misalnya, lebih

mementingkan kedudukan daripada peranannya, dia akan menuntut warga

masyarakat untuk lebih banyak melayaninya (padahal peranan seorang pegawai

negri adalah memberikan pelayanan kepada warga masyarakat). Faktor inilah

yang antara lain mengakibatkan terjadinya halangan-halangan di dalam

menerapkan birokrasi yang positif.

Peranan juga bisa menimbulkan konflik peranan apabila seseorang harus

memilih peranan dari dua atau lebih status yang dimilikinya. Pada umumnya

konflik peranan timbul ketika seseorang dalam keadaan tertekan, karena merasa

dirinya tidak sesuai atau kurang mampu melaksakan peranan yang diberikan

masyarakat kepadanya. Akibatnya, ia tidak melaksanakan peranannya dengan

ideal/sempurna.

Ada banyak peluang masalah sehubungan dengan peranan di tengah

masyarakat. Pertama-tama mungkin saja terjadi kesalahpahaman di antara

masing-masing anggota masyarakat. Sumber permasalahan lainnya adalah kita umumnya

(34)

Bahkan dalam satu peran sendiri pun mungkin terkandung pula banyak peranan,

tergantung pada situasinya (Boeree, 2006: 148).

2.2 Keberfungsian Sosial.

Pengertian fungsi sosial (social functioning) mengarah kepada cara yang

dipergunakan orang dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, memecahkan

permasalahan maupun memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, pembahasan

tentang fungsi sosial tidak lepas dari pembahasan peranan sosial (social role) dan

status sosial (social status) orang tersebut di lingkungannya atau masyarakat.

Status sosial seseorang mencerminkan hak dan kewajiban yang

ditampilkan oleh orang tersebut. Hak dan kewajiban tersebut merupakan cerminan

dari norma dan nilai yang ada di lingkungan atau masyarakat yang diberikan

kepada seseorang sesuai dengan status sosialnya. Oleh sebab itu, seseorang

dituntut dan diminta oleh lingkungannya hak dan kewajibannya. Pelaksanaan hak

dan kewajiban itulah yang dijadikan standar atau ukuran untuk menentukan

apakah seseorang dapat berfungsi sosial atau tidak. Pernyataan tersebut mengacu

kepada jika seseorang dapat menampilkan peran (hak dan kewajibannya) sesuai

dengan status sosialnya, maka orang tersebut dikatakan dapat berfungsi sosial.

Sebaliknya jika tidak mampu melaksanakan peranan dan status sosialnya, maka

orang tersebut dinyatakan tidak berfungsi sosial. Berdasarkan uraian tersebut,

maka keberfungsian sosial merupakan perbandingan antara peranan sosial yang

diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya dengan peranan sosial

(35)

harapan lingkungan atau masyarakat maka dikatakan dapat berfungsi sosial.

Sebaliknya jika tidak mampu memenuhi harapan lingkungan atau masyarakat,

maka orang tersebut dinyatakan tidak atau kurang berfungsi sosial (Sukonco,

1991: 33-34).

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu:

1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan

peranan sosial.

Keberfungsian sosial dapat dipandang sebagai penampilan atau

pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektivitas.

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan

Orang selalu dihadapkan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu,

keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh

individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan

permasalahan sosial yang dialami

Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melakukan tugas-tugas

kehidupan dan mewujudkan aspirasinya tidaklah mudah. Ia dihadapkan

kepada keterbatasan, hambatan, dan kesulitan serta permasalahan yang

harus ditangani dan dipecahkan.

Uraian di atas menggambarkan bahwa setiap orang selalu dihadapkan

(36)

memecahkan permasalahan yang dialami menunjukkan kemampuannya dalam

melaksanakan keberfungsian sosial.

Fungsi sosial memberikan pemahaman tentang bagaimana seseorang bisa

bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain didalam masyarakat. Seseorang

telah dikenalkan dengan kedudukan dan status didalam masyarakat. Dengan

demikian, seseorang secara tidak langsung telah belajar dengan orang lain didalam

masyarakat, sehingga mereka bisa membedakan sikap dan cara bicaranya saat

ber-interaksi dengan masyarakat.

Fungsi Sosial adalah proses sosialisasi yang telah memungkinkan

seseorang tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa yang dapat

menjalankan:

1. Berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang

dicapainya dalam bermacam lingkungan sosial di mana dia menjadi

warganya;

2. Kemampuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk

melalui proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan

norma-norma sosial berlaku di lingkungan tersebut

(http://pakdesofa.blogspot.com/Pengertian,Ruang,Lingkup,danStudi/Interv

ensi/Sosial/CARI/ILMU/ONLINE/BORNEO.htm).

Fungsi sosial adalah kemampuan untuk menjalankan multi peranan dalam

bermacam kedudukan sosial, sesuai dengan tuntutan lingkungannya,

(37)

juga mencakup pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan orang-orang yang

menjadi tanggungannya.

2.3 Penyandang Cacat.

Pengertian penyandang cacat atau disebut juga berkelainan adalah suatu

kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut

memiliki nilai lebih atau kurang. Efek penyimpangan yang dialami oleh seseorang

seringkali mengundang perhatian orang-orang yang ada di sekelilingnya, baik

sesaat maupun berkelanjutan (Efendi, 2006: 2).

Dalam kamus popular pekerjaan sosial yang dimaksud dengan cacat

adalah suatu keadaan tidak lengkap (Marpaung, 1988:105). Tidak semua orang

dapat menatap masa depan yang cerah. Ada beberapa orang yang kurang

beruntung, dimana pertumbuhan dan perkembangannya terhalang oleh karena

cacat yang dimilikinya. Namun demikian tidak berarti bahwa kecacatan

merupakan penghalang untuk melaksanakan fungsi sosialnya ditengah-tengah

masyarakat.

Kecacatan menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau

gangguan yang mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan dan harga

diri, hubungan antar manusia maupun dengan lingkungannya. Masalah kecacatan

juga akan semakin berat, bila disertai dengan masalah kesejahteraan sosial lainnya

seperti kemiskinan, keterlantaran dan keterasingan. Kondisi seperti ini

menyebabkan hak penyandang cacat untuk tumbuh kembang dan berkreasi

(38)

Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, penyandang cacat dapat

dikelompokkan ke dalam, yaitu:

1. Kelainan Fisik.

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ

tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik

tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya

anggota fisik terjadi pada: (a) alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra

pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), dan

lain-lain; (b) alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis),

kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik

(cerebral palsy), dan lain-lain.

2. Kelainan Mental.

Aspek mental adalah orang yang memiliki penyimpangan kemampuan

berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada

aspek mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan dalam arti lebih

(supernormal) dan kelainan dalam arti kurang (subnormal).

3. Kelainan Perilaku Sosial.

Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami

kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial,

dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku

sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan,

(39)

Ketiga kelainan tersebut akan membawa konsekuensi tersendiri bagi

penyandangnya, baik secara keseluruhan atau sebagian, baik yang bersifat objektif

maupun subjektif. Kondisi kelainan yang disandang seseorang akan memberikan

dampak kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun psikososialnya.

Pada gilirannya kondisi tersebut dapat menjadi hambatan yang berarti bagi

penyandang kelainan dalam meniti tugas perkembangannya (

Cacat tubuh secara fisik atau tunadaksa berarti suatu keadaan yang rusak

atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot,

dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh

penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.

Tunadaksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan

individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga

mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk

berdiri sendiri.

Menurut Frances G. Koening, tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau komunikasi yang merupakan

keturunan, meliputi;

a. Club-foot (kaki seperti tongkat).

b. Club-hand (tangan seperti tongkat).

c. Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing

(40)

d. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu

dengan yang lainnya).

e. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke

muka).

f. Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal).

g. Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).

2. Kerusakan pada waktu kelahiran:

a. Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau

tertarik waktu kelahiran).

b. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).

3. Infeksi:

a. Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi

kaku).

b. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum

tulang karena bakteri)

c. Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan

kelumpuhan).

d. Pott’s disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang)

e. Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan

kerusakan permanen pada tulang).

4. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik.

a. Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan)

(41)

c. Patah tulang.

5. Tumor:

a. Oxostosis (tumor tulang).

b. Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantang yang berisi cairan

di dalam tulang).

6. Kondisi-kondisi lainnya:

a. Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak bertekuk).

b. Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang

cekung).

c. Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung).

d. Perthe’s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami

kelainan).

e. Ricket’s (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan

kerusakan tulang dan sendi).

Ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran:

a. Faktor keturunan.

b. Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan.

c. Usia ibu yang sudah lanjut usia.

d. Pendarahan pada waktu kehamilan.

(42)

2. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran:

a. Penggunaan alat-alat pembantu kelahiran (seperti tang, tabung,

vacuum, dan lain-lain) yang tidak lancar.

b. Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran.

3. Sebab-sebab sesusah kelahiran:

a. Infeksi.

b. Trauma.

c. Tumor.

d. Kondisi-kondisi lainnya (Somantri, 2006: 123).

Meskipun kebanyakan penyandang cacat jelas memperlihatkan gangguan

psikologi yang karena cacat tubuhnya namun seberapa jauh daya rusaknya

berbeda-beda dari satu orang ke orang yang lain dan amat bergantung pada

beberapa faktor, lima di antaranya tergolong paling sering terjadi

1. Parahnya cacat tubuh akan mempengaruhi seseorang dalam memandang

cacatnya itu. Semakin besar kemungkinannya cacat tubuhnya dapat

ditutupi maka orang tersebut merasa cukup aman dari pandangan orang

lain, dan pengaruh psikologinya tidak begitu kentara.

2. Saat terjadi cacat tubuh maka akan mempengaruhi seseorang dalam

membangun penyesuaian diri terhadap hal itu. Apabila cacat itu terjadi

pada masa bayi atau setelah kelahiran maka penyesuaian dirinya akan

lebih baik dibandingkan dengan bila cacat itu terjadi saat usia yang cukup

(43)

3. Seberapa jauh cacat seseorang sehingga mempengaruhi keseluruhan

gerak-geriknya sangat mempengaruhi sikap orang tersebut. Misalnya orang yang

buta atau lumpuh, jelas akan lebih terbatas gerakannya dibandingkan

dengan anak yang tuli.

4. Apabila orang yang melihatnya tidak mampu menyembunyikan rasa belas

kasihannya, maka dalam diri penyandang cacat akan timbul perasaan

mengasihani diri sendiri.

5. Sikap penyandang cacat terhadap cacatnya juga akan menimbulkan akibat

pada cacatnya itu. Misalnya ada beberapa penyandang cacat yang dapat

menerima bahwa dirinya cacat dan ada juga yang tetap berusaha

meyakinkan dirinya tidak berbeda dari orang yang normal (Hurlock, 1993:

135).

2.4 Kelompok Usaha Bersama

Berdasarkan Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Usaha

bersama (KUBE) Departemen Sosial Republik Indonesia memberi pengertian

KUBE adalah:

1. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga

binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang

telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS (program kesejahteraan

sosial) untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha

ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk

(44)

2. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan

proses PROKESOS dalam rangka MPMK (memajukan permasalahan

kemiskinan).

3. KUBE tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan prosedur baku

PROKESOS kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir

Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai

dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial,

pelatihan ketrampilan berusaha, bantuan stimulans dan pendampingan.

4. Kelompok Usaha Bersama (KUBE), yaitu wadah yang menghimpun dan

mengelola keluarga binaan sosial yang telah mendapatkan bantuan sarana

usaha dari pemerintah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan

atau kehidupannya.

Tujuan KUBE diarahkan kepada upaya mempercepat penghapusan

kemiskinan termasuk juga bagi penyandang cacat, melalui: Peningkatan

kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok,

Peningkatan pendapatan, Pengembangan usaha, dan Peningkatan kepedulian dan

kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dan dengan masyarakat

sekitar.

Proses pembentukan KUBE ditumbuhkembangkan melalui Program

Bantuan Kesejahteraan Fakir Miskin. langkah/kegiatan pokok pembentukan

KUBE untuk sasaran PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) lainnya

(45)

1. Pelatihan keterampilan berusaha, dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan praktis berusaha yang disesuaikan dengan minat dan

keterampilan PMKS serta kondisi wilayah, termasuk kemungkinan

pemasaran dan pengembangan basil usahanya. Nilai tambah lain dari

pelatihan adalah tumbuhnya rasa percaya diri dan harga diri PMKS untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memperbaiki kondisi

kehidupannya

2. Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha yang

disesuaikan dengan keterampilan PMKS dan kondisi setempat. Bantuan

ini merupakan hibah (bukan pinjaman atau kredit) akan tetapi diharapkan

bagi PMKS penerima bantuan untuk mengembangkan dan menggulirkan

kepada warga masyarakat lain yang perlu dibantu

3. Pendampingan, mempunyai peran sangat penting bagi berhasil dan

berkembangnya KUBE, mengingat sebagian besar PMKS merupakan

kelompok yang paling miskin dan penduduk miskin. Secara fungsional

pendampingan dilaksanakan oleh PSK yang dibantu oleh infrastruktur

kesejahteraan sosial di daerah seperti Karang Taruna (KT), Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM), Organisasi Sosial (ORSOS) dan Panitia Pemimpin

Usaha Kesejahteraan Sosial (WPUKS).

Program KUBE bukan program perberdayaan yang bersifat individual

tetapi merupakan program kelompok karena program kelompok punya banyak

kelebihan. KUBE dilandasi pertimbangan akan kenyataan berbagai keterbatasan

(46)

(PMKS) termasuk keluarga miskin dan penyandang cacat. Penanganan secara

kelompok ditujukan untuk menumbuhkembangkan semangat kebersamaan dalam

upaya peningkatan taraf kesejahteraan sosial.

Program Kesejahteraan Sosial (PROKESOS) bertujuan untuk

meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan PMKS agar dapat menikmati

kehidupan secara layak dan berperan dalam pembangunan serta memantapkan

peran dan kontribusi PROKESOS melalui KUBE dalam rangka upaya menghapus

kemiskinan dan penyandang cacat.

KUBE paling tidak ada dua unsur yang selalu ditekankan yaitu: Pertama

keuntungan ekonomis dan kedua keuntungan sosial. Unsur pertama lebih

menekankan pada keuntungan ekonomis dari perguliran hasil usaha yang diterima

melalui paket bantuan usaha ekonomis produktif (USEP) sedangkan unsur kedua

lebih menekankan pada terjadinya interaksi sosial, kesetiakawanan sosial, kohesi

sosial dan adhesi sosial antar anggota kelompok KUBE maupun dalam

lingkungan sosialnya. Keuntungan ekonomis dengan mudah dapat dihitung tetapi

keuntungan sosial memerlukan proses waktu untuk melihat keberhasilannya.

KUBE terus diberdayakan secara berkelanjutan. Asumsinya adalah: jika

KUBE telah berhasil dari sisi ekonomi dan sosial, diharapkan KUBE tersebut

berkembang menjadi sebuah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjangkau

pelayanan kepada penyandang miskin lainnya untuk berkembang.

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu pendekatan

yang digunakan Program Kesejahteraan Sosial (PROKESOS) dalam

(47)

dan tingkah laku secara bersamaan dan berkesinambungan. Pemberdayaan

terhadap penyandang cacat mengandung makna pengakuan terhadap potensi,

pemberian kepercayaan, mendorong kemandirian dan peningkatan kemampuan

untuk memecahkan masalah. KUBE dibentuk dengan harapan agar para

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang terdapat di Indonesia

dapat tereliminir sedikit demi sedikit. KUBE merupakan metode pendekatan yang

terintegrasi dari keseluruhan proses PROKESOS dalam rangka MPMK

(Memajukan Permasalahan Kemiskinan). KUBE tidak dimaksudkan untuk

menggantikan keseluruhan prosedur baku PROKESOS, kecuali untuk Program

Bantuan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang mencakup keseluruhan

proses.

Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok

sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan

stimulans dan pendampingan. Sebagai salah satu program untuk memberdayakan

dan mendorong masyarakat untuk mandiri. Program Kelompok Usaha Bersama

(KUBE) yang ada selama ini dapat berkembang menjadi usaha ekonomi produktif

yang dapat memberikan profit sehingga KUBE tersebut tidak saja memberikan

manfaat bagi anggotanya saja, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi warga

masyarakat lainnya. Untuk dapat berkembang menjadi usaha ekonomi produktif

yang menguntungkan, KUBE sangat tergantung dengan manajemennya. Dengan

pengelolaan secara bersama-sama bukan tidak mungkin KUBE akan berkembang

menjadi sebuah bidang usaha yang menguntungkan. Oleh karena KUBE

(48)

sendiri, maka kepengurusannya juga dikerjakan oleh para anggotanya sendiri

sekaligus melaksanakannya.

Dalam pembentukan KUBE ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

yaitu:

1. Lokasi tempat tinggal penyandang cacat berdekatan sehingga

memungkinkan mereka melakukan kegiatan secara teratur.

2. Adanya kesamaan jenis usaha ekonomis produktif.

3. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku.

4. Kemudahan dalam pemasaran.

5. Kemudahan dalam pembinaan.

6. Pengelolaan jenis usaha.

7. KUBE dikelola oleh anggota kelompok sendiri dibawah bimbingan

seorang pembina atau pendamping. Pelaksanaan KUBE harus melibatkan

semua anggota kelompok.

8. Pembina atau pendamping bersama-sama anggota kelompok berusaha agar

KUBE tersebut dapat lebih ditingkatkan dan dikembangkan pada waktu

mendatang.

9. Aparat Desa atau Kecamatan agar memberikan petunjuk, bimbingan dan

mengikuti pelaksanaan KUBE serta membantu memecahkan kesulitan

yang dihadapi anggota KUBE dimasyarakat.

10.Perlu dibuat aturan main dalam kelompok yang mengatur tentang hak dan

(49)

Dalam pengembangan KUBE agar dapat maju dan berkembang dengan

baik, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Penentuan nasib sendiri. Setiap anggota KUBE sebagai manusia yang

memiliki harkat dan martabat, mempunyai hak untuk menentukan dirinya

sendiri.

2. Kekeluargaan. Pengembangan KUBE perlu dibangun atas dasar

kekeluargaan sehingga dapat menumbuhkan semangat dan sikap dalam

mewujudkan keberhasilan KUBE.

3. Kegotong-royongan. Pengembangan KUBE menuntut perlu adanya

semangat kebersamaan diantara anggota KUBE.

4. Pengembangan potensi anggota. Pengelolaan dan pengembangan KUBE

didasarkan pada kemampuan dan potensi anggota KUBE.

5. Pemanfaatan sumber-sumber setempat. Pengembangan usaha ekonomi

produktif yang dilaksanakan harus didasarkan pada ketersediaan

sumber-sumber yang ada di lingkungannya.

6. Kegiatan berkelanjutan. Pengelolaan KUBE harus diwujudkan dalam

program-program yang berkelanjutan.

7. Usaha yang berorientasi pasar. Pengembangan KUBE diarahkan pada jenis

usaha yang memiliki prospek yang baik dan sesuai dengan kebutuhan

(50)

2.5 Kerangka Pemikiran

Selama hidup manusia tidak pernah statis, sejak lahir sampai meninggal

manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang dialami manusia

merupakan integrasi dari berbagai perubahan struktur dan fungsi, karena itu

perubahan ini tergantung pada hal-hal yang alami sebelumnya dan mempengaruhi

hal-hal yang terjadi sesudahnya. Setiap manusia pasti menginginkan hidup normal

tanpa ada kekurangan suatu apapun didalam dirinya baik secara fisik, mental

maupun perilaku sosial, tak terkecuali pada orang cacat.

Penyandang cacat memiliki keterbatasan didalam menyesuaikan dirinya

dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti: kelainan fisik, kelainan

mental, dan kelainan perilaku sosial.

Setiap manusia pasti juga berpendapat bahwa memiliki kaki dan tangan

merupakan organ tubuh yang memiliki peranan sangat penting untuk mobilitas.

Hal ini disebabkan dengan memanfaatkan kedua jenis organ tubuh tersebut,

manusia dapat melengkapi dan merealisasikan segala keinginan untuk bergerak

dari satu tempat ke tempat lain, baik yang dilakukan secara parsial maupun

integral bersama organ sensoris pendukung lainnya. Seseorang yang memiliki

cacat tubuh disebut dengan istilah tunadaksa.

Masalah penyandang cacat terkhusus bagi penyandang cacat tubuh

(tunadaksa) merupakan masalah yang harus ditangani secara serius baik oleh

pemerintah maupun masyarakat. Namun demikian, bahwa saat ini taraf

(51)

kesejateraan sosial perlu terus diupayakan mengingat rakyat Indonesia masih

belum mencapai taraf kesejahteraan sosial yang diinginkannya.

Untuk mengatasi permasalahan penyandang cacat terkhusus tunadaksa

didalam meningkatkan kemandirian mereka, maka dibutuhkan peranan dari

pemerintah untuk meningkatkan kemampuan berusaha, meningkatkan

pendapatan, pengembangan usaha, dan peningkatan kepedulian dan

kesetiakawanan sosial di antara anggota KUBE. Maka pemerintah Medan

membentuk program kelompok usaha bersama bagi penyandang cacat di bawah

naungan Dinas Sosial Medan sebagai wadah pelatihan, pemberian bantuan, dan

pendampingan. Diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang

(52)

Program KUBE Lanita:

1. Pembinaan

2. Keterampilan

terkhusus menjahit Keterbatasan Penyandang cacat

1. Fisik

2. Mental

3. Perilaku Sosial Gambar I

Bagan Alir Pikiran

(53)

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional

2.6.1 Definisi Konsep

Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik. kejadian, keadaan kelompok atau

individu tertentu (Singarimbun, 1989:32). Dalam hal ini konsep penelitian

bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan

secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah

pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

1 Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya,

dia menjalankan suatu peranan.

2 Fungsi sosial (social functioning) mengarah kepada cara yang

dipergunakan orang dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan,

memecahkan permasalahan maupun memenuhi kebutuhannya.

3 Penyandang cacat atau disebut juga berkelainan adalah suatu kondisi yang

menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut memiliki

nilai lebih atau kurang.

4 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga

binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang

telah dibina melalui proses kegiatan program kesejahteraan sosial

(PROKESOS) untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan

usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk

(54)

2.6.2 Definisi Operasional

Operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989:33). Bertujuan untuk

memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu

operasionalisasi dari konsep-konsep yan digunakan untuk bertujuan

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang

dapat diuji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain. Untuk mengetahui

variabel dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan

diteliti sebagai berikut:

1. Pembinaan yang diberikan:

a. Sharing (berbagi)

b. Keterampilan menjahit

2. Keberfungsian Sosial:

a. Berfungsi sosial

Gambar

Gambar I
Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) penyelenggaraan pemberdayaan keluarga melalui KUBE Srikandi yang meliputi: (a) tahap perencanaan meliputi

Oleh karena itu pemerintaah melaksanakan program dan salah satunya KUBE, Adanya KUBE dalam melaksanakan program pemberdayaan keluarga miskin melalui program Kelompok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Jenis kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Desa Dawuhan adalah peternakan sapi yang sifatnya adalah

(Studi Deskripsi Pelatihan Pendamping Sosial KUBE Di Balai Besar Pendidikan Dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional II

Anggota kelompok KUBE Kabupaten Padang Lawas Utara sungguh- sungguh dalam mengerjakan usahanya untuk mencapai hasil yang lebih maksimal, Kelompok Usaha Bersama

Hasil yang didapat dari kegiatan ini (1) Peserta merasakan manfaat yang besar dari pelaksanaan kegiatan pengabdian ini, (2) KUBE yang putus asa dan akan menutup

f) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.. g) Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan. h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Judul Skripsi : Peranan Panti Sosial dalam Merehabilitasi Penyandang Cacat Netra (Studi pada Alumni Penyadang Cacat Netra Mandiri di PSPRPCN Lampung).. Hasil