• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Predisposisi Masyarakat Tionghoa Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Predisposisi Masyarakat Tionghoa Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

DI PUSKESMAS PANIPAHAN KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS, KABUPATEN ROKAN HILIR,

PROVINSI RIAU

TESIS

Oleh

JOB TARIGAN 067023008/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

DI PUSKESMAS PANIPAHAN KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS, KABUPATEN ROKAN HILIR,

PROVINSI RIAU

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH JOB TARIGAN 067023008/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS PANIPAHAN KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS, KABUPATEN ROKAN HILIR, PROVINSI RIAU

Nama Mahasiswa

:

Job Tarigan Nomor Induk Mahasiswa

:

067023008

Program Studi

:

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi

:

Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Dra. Syarifah, M.S)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 30 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI MASYARAKAT TIONGHOA TERHADAP PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

DI PUSKESMAS PANIPAHAN KECAMATAN PASIR LIMAU KAPAS, KABUPATEN ROKAN HILIR,

PROVINSI RIAU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang diprioritas untuk mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tingkat pemanfaatan puskesmas masih rendah, khususnya masyarakat Tionghoa di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Menurut laporan tahunan Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas pada tahun 2007, jumlah kunjungan rawat jalan masyarakat Tionghoa sebanyak 17 dari 19.355 kunjungan (0,08%), sedangkan dari 404 kunjungan rawat inap tidak ada masyarakat Tionghoa yang memanfaatkannya. Jumlah kunjungan tersebut, masih lebih rendah dibanding standar pemanfaatan Puskesmas secara nasional yaitu 15% dari jumlah penduduk (Indikator Indonesia Sehat 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau. Penelitian ini menggunakan jenis survei dengan pendekatan Explanatory. Populasi adalah kepala keluarga etnis Tionghoa yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Panipahan yang berjumlah 827 Kepala Keluarga (KK). Sampel berjumlah 76 KK, dan diperoleh dengan cara

simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pendidikan (p=0,027), pendapatan (p=0,001), pekerjaan (p=0,000), sikap (p=0,005), dan solidaritas komunal (p=0,004) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas. Variabel yang paling berkontribusi terhadap pemanfaatan pelayanan puskesmas adalah solidaritas komunal dengan nilai coeficient B = 3,7995.

Disarankan Dinas Kesehatan Rokan Hilir, untuk melakukan upaya sosialisasi yang lebih banyak menyangkut berbagai program dan pelayanan kesehatan yang telah diadakan di puskesmas, peningkatan kualitas petugas kesehatan agar masyarakat etnik Tionghoa mau untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, pendistribusian tenaga kesehatan yang lebih tepat, yaitu menempatkan tenaga kesehatan yang memiliki etnis Tionghoa di wilayah kerja Puskesmas Panipahan.

(7)

ABSTRACT

Health Center is one of the health service facilities, prioritized to support public health development. It is not, however, the public visitation rate still low, particularly the Chinese community living on Pasir Limau Kapas, Sub district, Rokan Hilir District, Riau Province.

According to the Annual Report of Health Center Pasir Limau Kapas Sub-district for 2007, total visitation rate of the Chinese community noted: ambulatory patient 17 only of 19,355 visitations (0.08%), whereas of the 404 inpatients, none of Chinese community used it. The total visitation belonged to significantly lower compared to the national standard utility of the health center of 15% of the total population (Indicator of Healthy Indonesia 2010)

The aim of this research was to analyze the influence of predisposing factors of the Chinese community which comprised: demography (age, sex, and family members), social structure (income, occupation, education, and communal solidarity), and behavior (knowledge, attitude, and perception) on the utilization of health service at the Health Center, Panipahan, Pasir Limau Kapas Sub district, Rokan Hilir District, Riau Province. This research was survey with Explanatory approach. The populations were 827 Chinese families in the working area of Health Center, Panipahan. The samples were 76 Chinese families, and it was obtained by using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that there were significant influences of education (p=0.027), income (p=0.001), occupation (p=0.000), attitude (p=0.005), and communal solidarity (p=0.004), on utilization of health service at the Health Center. The most contributive variable of the utilization of health service at the Health Center was the communal solidarity with coefficient value of B = 3.7995.

It was recommended that the Health Service in Rokan Hilir should socialize various health programs and health services which were done at the Health Center, increase the quality of the health personnel so that the Chinese community were willing to utilize health services at the Health Center, and distribute the health personnel properly, especially among the Chinese community at Panipahan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya penulis telah

dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Predisposisi Masyarakat

Tionghoa terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Tahun 2009”

Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof.

Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku

Ketua Komisi Pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S selaku anggota Komisi

Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta

dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunann tesis ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua

Komisi Pembanding dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku anggota Komisi Pembanding

(9)

Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bupati Rokan Hilir,

Anas Mammun, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hilir, Dr. Junaidi Saleh,

MARS. Camat Pasir Limau Kapas, Poniran Arub, S.H, M.H. Demikian juga dengan

masyarakat etnis Tionghoa yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada

kedua orang tua penulis, Bapak Pt. Em. P. Tarigan dan Ibu R. Br. Meliala. Kepada

kedua mertua, Bapak Pt. Em. M. Karo-karo dan ibu R. Br. Bangun. Abang,

Drs. Ramli Tarigan, M.Pd yang telah memberi motivasi dan dukungan kepada penulis

dalam menyelesaikan pendidikan S2.

Selanjutnya terima kasih kepada Jasmen Manurung, S.K.M, M.Kes yang telah

banyak membantu penulis dan bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan

tesis ini hingga selesai.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Job Tarigan dilahirkan di Martelu pada tanggal 10 September 1969, anak dari

Bapak Pt. Em. Petrus Tarigan dan Ibu Rumani br Meliala, anak kedua dari tiga

bersaudara. Menikah dengan Linsari Br. Karo, S.Pd dan telah dikaruniai tiga orang

anak yaitu Cindy Elis Yolinta Tarigan, Rezky Pranata Tarigan dan Putra Oktri Joshua

Tarigan.

Memulai pendidikan di SDN Sikeben, Kecamatan Sibolangit dan lulus tahun

1982, melanjutkan pendidikan di SMPN-1 Sikeben, Kecamatan Sibolangit dan lulus

tahun 1985. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA N I Pancur Batu dan lulus

tahun 1988. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara dan lulus tahun 1997.

Penulis bekerja sebagai Dokter PTT di Puskesmas Rantau Panjang Kiri pada

tahun 1998-2000, Dokter di RSU Dr. Pratomo pada tahun 2000-2001. Kepala

Puskesmas Kecamatan Simpang Kanan tahun 2001-2002. Kepala Puskesmas

Kecamatan Pasir Limau Kapas tahun 2002-2008. Dokter di RSU Dr. Pratomo tahun

2008. Kepala Puskesmas Kecamatan Rantau Panjang Kiri tahun 2008 sampai

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR...iii

RIWAYAT HIDUP ...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Permasalahan ...6

1.3. Tujuan Penelitian ...7

1.4. Hipotesis...7

1.5. Manfaat Penelitian ...7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...9

2.1. Pelayanan Kesehatan ...9

2.1.1. Strata Pelayanan Kesehatan ...9

2.1.2. Rawat Jalan ...10

2.1.2.1. Bentuk Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan ...11

2.1.3. Rawat Inap ...12

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ...14

2.3. Puskesmas ...16

2.3.1. Pengertian ...16

2.3.2. Fungsi...16

2.3.3. Azas Pengelolaan ...17

2.3.4. Jenis Pelayanan Puskesmas...19

2.4. Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ...22

2.5. Karakteristik Masyarakat ...24

2.6. Karakteristik Masyarakat Tionghoa ...25

2.6.1. Umur ...27

2.6.2. Jenis Kelamin ...27

2.6.3. Tingkat Pendapatan...28

2.6.4. Tingkat Pendidikan ...29

2.6.5. Pekerjaan ...30

2.6.6. Tingkat Pengetahuan...31

(12)

2.6.8. Persepsi ...34

2.6.9. Solidaritas Komunal...35

2.7. Landasan Teori ...36

2.8. Kerangka Konsep ...37

BAB 3 METODE PENELITIAN ...38

3.1 Jenis Penelitian ...38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...38

3.3. Populasi dan Sampel ...38

3.3.1 Populasi ...38

3.3.2 Sampel ...39

3.4. Metode Pengumpulan Data ...40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ...40

3.5.1. Variabel ...40

3.5.1.1. Variabel Bebas ...40

3.5.1.2. Variabel Terikat ...41

3.5.2. Definisi Operasional ...41

3.6. Metode Pengukuran ...44

3.7. Metode Analisis Data ...46

BAB 4 HASIL ...48

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ...48

4.1.1 Letak Geografis...48

4.1.2 Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga pada Wilayah Kerja ...48

4.1.3 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas...49

4.1.4 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas ...49

4.2 Analisis Univariat ...50

4.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan...50

4.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Demografi ...50

4.2.3 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Variabel Struktur Sosial...51

4.2.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Perilaku...54

4.2.4.1 Pengetahuan Responden ...54

4.2.3.2 Sikap Responden...58

4.2.3.3 Persepsi Responden...61

4.3 Analisis Bivariat...72

(13)

4.3.2 Hubungan Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas ...74 4.3.3 Hubungan Perilaku dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

di Puskesmas ...76 4.4 Analisis Multivariat...78

BAB 5 PEMBAHASAN ...83

5.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau .83 5.2 Pengaruh Faktor Predisposisi Masyarakat Tionghoa terhadap

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Panipahan,

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau .83 5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...83 5.2.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...84 5.2.3 Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...86 5.2.4 Pengaruh Tingkat Pendapatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...88 5.2.5 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...90 5.2.6 Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau...92 5.2.7 Pengaruh Solidaritas Komunal terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...93 5.2.8 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...95 5.2.9 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau ...97 5.2.10 Pengaruh Persepsi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas,

(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1 Kesimpulan ...101

6.2. Saran...102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 44

4.1 Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Tahun 2007. … 49

4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

\ Tahun 2007 ... 49

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Tahun 2009 ... 50

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Demografi Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Tahun 2009 ... 51

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Struktur Sosial Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Tahun 2009 ... 52

4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Solidaritas Komunal... 53

4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan,

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Tahun 2009 ... 54

4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Terhadap Pertanyaan Pengetahuan ... 55

(16)

4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Terhadap

Pertanyaan Sikap... 59

4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

Tahun 2009 ... 55

4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Pelayanan Masuk Puskesmas ... 62

4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Pelayanan Dokter ... 63

4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Pelayanan Perawat ... 65

4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Sarana Medis dan Obat-obatan... 67

4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Kondisi Fisik Puskesmas ... 67

4.17 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Kondisi Fisik Ruang Perawatan... 70

4.18 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban Tentang Pertanyaan Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Administrasi. 71

4.19 Tabulasi Silang Variaabel Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Tahun 2009 ... 74

4.20 Tabulasi Silang Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau Tahun 2009 ... 76 4.21 Tabulasi Silang Perilaku dengan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Panipahan,

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir,

(17)
(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Informed Consent ... 105

2. Kuesioner Penelitian ... 106

3. Uji Normalitas ... 117

4. Hasil Pengolahan Data ... 118

5. Surat Permohonan Ijin Penelitian... 156

(20)

ABSTRAK

Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang diprioritas untuk mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tingkat pemanfaatan puskesmas masih rendah, khususnya masyarakat Tionghoa di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Menurut laporan tahunan Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas pada tahun 2007, jumlah kunjungan rawat jalan masyarakat Tionghoa sebanyak 17 dari 19.355 kunjungan (0,08%), sedangkan dari 404 kunjungan rawat inap tidak ada masyarakat Tionghoa yang memanfaatkannya. Jumlah kunjungan tersebut, masih lebih rendah dibanding standar pemanfaatan Puskesmas secara nasional yaitu 15% dari jumlah penduduk (Indikator Indonesia Sehat 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau. Penelitian ini menggunakan jenis survei dengan pendekatan Explanatory. Populasi adalah kepala keluarga etnis Tionghoa yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Panipahan yang berjumlah 827 Kepala Keluarga (KK). Sampel berjumlah 76 KK, dan diperoleh dengan cara

simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pendidikan (p=0,027), pendapatan (p=0,001), pekerjaan (p=0,000), sikap (p=0,005), dan solidaritas komunal (p=0,004) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas. Variabel yang paling berkontribusi terhadap pemanfaatan pelayanan puskesmas adalah solidaritas komunal dengan nilai coeficient B = 3,7995.

Disarankan Dinas Kesehatan Rokan Hilir, untuk melakukan upaya sosialisasi yang lebih banyak menyangkut berbagai program dan pelayanan kesehatan yang telah diadakan di puskesmas, peningkatan kualitas petugas kesehatan agar masyarakat etnik Tionghoa mau untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, pendistribusian tenaga kesehatan yang lebih tepat, yaitu menempatkan tenaga kesehatan yang memiliki etnis Tionghoa di wilayah kerja Puskesmas Panipahan.

(21)

ABSTRACT

Health Center is one of the health service facilities, prioritized to support public health development. It is not, however, the public visitation rate still low, particularly the Chinese community living on Pasir Limau Kapas, Sub district, Rokan Hilir District, Riau Province.

According to the Annual Report of Health Center Pasir Limau Kapas Sub-district for 2007, total visitation rate of the Chinese community noted: ambulatory patient 17 only of 19,355 visitations (0.08%), whereas of the 404 inpatients, none of Chinese community used it. The total visitation belonged to significantly lower compared to the national standard utility of the health center of 15% of the total population (Indicator of Healthy Indonesia 2010)

The aim of this research was to analyze the influence of predisposing factors of the Chinese community which comprised: demography (age, sex, and family members), social structure (income, occupation, education, and communal solidarity), and behavior (knowledge, attitude, and perception) on the utilization of health service at the Health Center, Panipahan, Pasir Limau Kapas Sub district, Rokan Hilir District, Riau Province. This research was survey with Explanatory approach. The populations were 827 Chinese families in the working area of Health Center, Panipahan. The samples were 76 Chinese families, and it was obtained by using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that there were significant influences of education (p=0.027), income (p=0.001), occupation (p=0.000), attitude (p=0.005), and communal solidarity (p=0.004), on utilization of health service at the Health Center. The most contributive variable of the utilization of health service at the Health Center was the communal solidarity with coefficient value of B = 3.7995.

It was recommended that the Health Service in Rokan Hilir should socialize various health programs and health services which were done at the Health Center, increase the quality of the health personnel so that the Chinese community were willing to utilize health services at the Health Center, and distribute the health personnel properly, especially among the Chinese community at Panipahan.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang

diprioritas untuk mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Puskesmas juga

merupakan salah satu ujung tombak pencapaian rencana pemerintah dalam program

Indonesia Sehat 2010. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan puskesmas yang

telah menjangkau hampir seluruh wilayah terpencil di Indonesia (Muninjaya, 2004).

Kenyataan yang terjadi bahwa masih banyak individu atau kelompok

masyarakat tertentu yang kurang memahami urgensi dan kepentingan pelayanan

puskesmas. Puskesmas sering dijadikan sebagai pilihan atau alternatif lain yang

disebabkan oleh ketidakmampuan menjalani pelayanan kesehatan di tempat yang

lebih baik, baik karena alasan ketidaktauan dengan kondisi puskesmas, ketidaksiapan

mental, keterbatasan ekonomi dan berbagai faktor yang lain. Salah satu kelompok

masyarakat tersebut adalah masyarakat etnis Tionghoa (Wang, 1991).

Profil Kesehatan Indonesia (2007) menunjukkan bahwa persentase penduduk

yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama

sebulan terakhir ternyata lebih besar dibandingkan persentase penduduk yang berobat

jalan ke berbagai fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, praktik pribadi).

Sebanyak 65,01% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan

(23)

jalan hanya sebesar 44,14% dari seluruh penduduk yang memiliki keluhan kesehatan

selama sebulan yang lalu (Depkes RI, 2008).

Persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas pada tahun 2007,

tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas/Pustu

terbesar adalah Papua sebesar 65,10%, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar

65,10% dan Sulawesi Barat 62,75%. Sedangkan provinsi dengan persentase

penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas/Pustu terendah adalah Sumatera Utara

sebesar 21,93%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,20 dan Bali sebesar 26,25%

(Depkes RI, 2008)

Menurut laporan tahunan Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Pasir Limau

Kapas pada tahun 2007, jumlah kunjungan rawat jalan masyarakat Tionghoa di

puskesmas tersebut adalah sebanyak 17 dari 19.355 kunjungan (0,08%), sedangkan

untuk kunjungan rawat inap tidak ada dari 404 kunjugan rawat inap. Jika dilihat dari

perbandingan jumlah penduduk antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat

keseluruhan di wilayah kerja puskesmas Panipahan, maka dapat dilihat bahwa jumlah

penduduk masyarakat Tionghoa sebanyak 3.895 jiwa dari 39.339 jiwa (9,9%). Hal ini

membuktikan bahwa tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas pada

masyarakat Tionghoa di Puskesmas Panipahan masih sangat rendah (Laporan

Tahunan Puskesmas Panipahan, 2007).

Banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan

puskesmas. Menurut penelitian Prihardjo (2005), rendahnya pemanfaatan pelayanan

(24)

pengetahuan yang dimaksud dapat bersifat dualis. Di satu sisi rendahnya pemanfaatan

pelayanan kesehatan puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat

yang rendah. Masyarakat tidak banyak mengerti tentang fasilitas dan pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh puskesmas. Disisi lain, tingkat pengetahuan yang

tinggi dapat juga menyebabkan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan

puskesmas. Masyarakat telah mengerti keberadaan fasilitas kesehatan yang tersedia di

puskesmas. Minimnya fasilitas yang dimiliki oleh puskesmas menyebabkan

masyarakat tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia di

puskesmas.

Pekerjaan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas

merupakan bagian dari etnis Tionghoa yang menyebar ke Bagansiapiapi, Kabupaten

Rokan Hilir, Provinsi Riau. Secara umum etnis Tionghoa di wilayah tersebut

memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya yang

cenderung memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Jenis pekerjaan kasar/lepas yang

memiliki risiko kecelakaan inilah yang menyebabkan Puskesmas dimanfaatkan oleh

masyarakat etnis Tionghoa yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan.

Selain itu, nilai budaya juga sangat mempengaruhi perilaku kesehatan

individu. Karakteristik etnis masyarakat Tionghoa yang cenderung lebih

mengutamakan faktor material (makanan) dari faktor kesehatan, mengingat latar

(25)

negerinya sendiri. Hal ini menciptakan sebuah nilai budaya yang unik dalam bidang

kesehatan. Setiap kali bertemu, masyarakat Tionghoa umumnya bertanya “sudah

makan atau belum”. Berbeda dengan masyarakat etnis Jawa yang lebih

mengutamakan faktor kesehatan sehingga setiap bertemu, lebih cenderung

mempertanyakan “sehat apa tidak” (Wahid, 2006).

Perilaku kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa juga sangat dipengaruhi

nilai-nilai budaya dalam masyarakat yaitu solidaritas komunal. Solidaritas komunal

pada masyarakat etnis Tionghoa ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan pemanfaatan

pelayanan kesehatan pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang diselenggarakan atau

dimiliki oleh sesama etnis Tionghoa. Solidaritas komunal ini juga bahkan melampaui

jenis dan kelengkapan sarana dalam sebuah fasilitas kesehatan. Masyarakat etnis

Tionghoa tetap memilih fasilitas yang diselenggarakan oleh sesama etnisnya

meskipun dari sisi kelengkapan fasilitas kesehatan tidak lebih baik dari fasilitas

kesehatan yang lainnya (Wang, 1991).

Hal ini membuktikan bahwa persoalan kemauan memanfaatkan pelayanan

puskesmas adalah menyangkut interaksi diri dan orang lain (self and other) yang

tentunya tidak terlepas dari identitas budaya. Identitas budaya ini dalam masyarakat

berangkat dari apa yang diapresiasikan oleh masyarakat atau komunitas yang

bersangkutan sebagai warisan nenek moyang yang dipandang ideal, luhur, bahkan

sakral, sehingga sering dijadikan sebagai kebanggaan etnis dan religius, serta menjadi

rujukan perilaku sosial bagi masyarakat yang mempercayai atau pendukungnya

(26)

Kemauan masyarakat Tionghoa untuk mengakses pelayanan kesehatan di

puskesmas juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya. Rata-rata tingkat

pendapatan per kapita masyarakat Tionghoa relatif lebih tinggi dari rata-rata

pendapatan perkapita masyarakat lainnya, sehingga cenderung lebih memilih untuk

mengakses pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang lebih bermutu dan lebih

lengkap, seperti: rumah sakit, praktik dokter pribadi dan laboratorium mandiri (Wang,

1991).

Menurut data Susenas tahun 2001, penduduk miskin lebih banyak

memanfaatkan pelayanan puskesmas sebagai upaya penanganan masalah

kesehatannya, sedangkan penduduk dengan tingkat perekonomian yang lebih baik

cenderung mengakses pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Jika dilihat lagi dari sisi

pemanfaatan rumah sakitnya, maka dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia lebih

banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah dibanding

dengan rumah sakit swasta. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pemanfaatan pelayanan

kesehatan di rumah sakit pemerintah relatif lebih murah dari rumah sakit swasta

Selain itu, rendahnya pemanfaatan pelayanan puskesmas pada masyarakat

etnis Tionghoa dipengaruhi oleh tingginya solidaritas komunal. Masyarakat etnis

Tionghoa lebih memilih fasilitas kesehatan yang dimiliki/dilaksanakan oleh tenaga

kesehatan sesama etnis. Banyak etnis Tionghoa memilih fasilitas kesehatan yang

dijalankan oleh sesama etnis, meskipun lebih sederhana (prasarana, spesialisasi) dari

(27)

memilih tempat pengobatan tradisional daripada fasilitas kesehatan yang dijalankan

oleh tenaga kesehatan di luar etnis Tionghoa (Ihromi, 1999).

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian tentang

“pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yaitu demografi (umur, jenis

kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan,

pendidikan dan solidaritas komunal), perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan

persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan

Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.”

1.2Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor

predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor: demografi (umur, jenis

kelamin dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan,

pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan

persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan

Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang

meliputi faktor: demografi (umur, jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga),

struktur sosial (tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal)

(28)

pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

1.4Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor:

demografi (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial (tingkat

pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan perilaku (tingkat

pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir,

Provinsi Riau.

1.5Manfaat Penelitian

a. Sebagai sumber informasi pengembangan kebijakan kesehatan tentang

pengaruh faktor predisposisi masyarakat Tionghoa yang meliputi faktor:

demografi (umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga), struktur sosial

(tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan solidaritas komunal) dan

perilaku (tingkat pengetahuan, sikap dan persepsi) terhadap pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas,

Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

b. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya perencanaan dan

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Lomba (1973), yang kemudian dikutip oleh Azwar

(1996), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan

perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

2.1.1 Strata Pelayanan Kesehatan

Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh setiap negara tidaklah sama,

namun secara umum, pelayanan kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan

menjadi tiga macam, yaitu:

a) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok,

yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai

nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada

umumnya pelayanan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.

b) Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih

lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannya telah

(30)

c) Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih

kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis

2.1.2Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan (ambulatory service) adalah salah satu bentuk dari

pelayanan kedokteran. Secara sederhana, yang dimaksud dengan pelayanan

kesehatan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien

tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization). Pelayanan rawat jalan tidak hanya

yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal

seperti Rumah Sakit atau Klinik, tetapi juga dilaksanakan di rumah pasien (home

care) serta di rumah perawatan (nursing homes) (Muninjaya, 2005).

Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini

memang tampak lebih berkembang. Romer (1981) mencatat bahwa peningkatan

angka utilisasi pelayanan rawat jalan di rumah sakit adalah dua sampai tiga kali

leibh tinggi dari peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat inap. Hal yang sama

juga ditemukan pada fasilitas pelayanannya. Menurut laporan Prospective Payment

Assessment Commision, di Amerika Serikat, peningkatan jumlah sarana pelayanan

(31)

2.1.2.1 Bentuk Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan

Sesuai dengan perkembangan yang dialami, maka pada saat ini berbagai

bentuk pelayanan kesehatan rawat jalan banyak diselenggarakan dalam beberapa

bentuk, antara lain (Muninjaya, 2005):

a. Pelayanan rawat jalan oleh klinik rumah sakit

Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang

diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit. Pada

saat ini, berbagai jenis pelayanan rawat jalan banyak diselenggarakan oleh

klinik rumah sakit, yang secara umum dapat dibedakan atas empat jenis,

yaitu:

- Pelayanan gawat darurat (emergency services), yaitu untuk

menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan

mendadak.

- Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient

services), yaitu yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna

sesuai dengan kebutuhan pasien.

- Pelayanan rujukan (referral services), yaitu hanya melayani pasien-pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk

diagnosis atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap

(32)

- Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services), yaitu yang

memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang

sama.

b. Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri

Bentuk kedua dari pelayanan rawat jalan adalah diselenggarakan oleh

klinik yang mandiri, yakni yang tidak ada hubungan organisatoris dengan

rumah sakit (free standing ambulatory centers). Bentuk klinik mandiri ini

banyak macamnya yang secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

- Klinik mandiri sederhana

Bentuk klinik mandiri sederhana (simple free standing ambulatory

centers) yang populer adalah praktek dokter umum dan praktek dokter

spesialis secara perseorangan.

- Klinik mandiri institusi

Bentuk klinik institusi (institutional free standing ambulatory centers)

banyak macamnya. Mulai dari praktek berkelompok, poliklinik,

BKIA, dan Puskesmas.

Puskesmas sebagai bagian dari sarana kesehatan juga melaksanakan

program pelayanan rawat jalan.

2.1.3Rawat Inap

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,

(33)

pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta Puskesmas

perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus

menginap (Muninjaya, 2005).

Penderita adalah seseorang yang mengalami/menderita sakit atau mengidap

suatu penyakit. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah Rumah Sakit baik milik

pemerintah maupun swasta, dan Puskesmas. Setiap pasien sebelum mendapat

perawatan inap pada RSU atau Puskesmas, terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan rawat inap. Dan bagi yang mendapatkan pelayanan khusus diluar paket

Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) terlebih dahulu mendapatkan persetujuan

pemberian pelayanan khusus dan ditandatangani oleh Kepada Unit dan serta

persetujuan dari Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah (Bapel Jamkesda),

kecuali pelayanan pada malam hari atau darurat.

Paket pelayanan rawat inap di Puskesmas dan RS, meliputi:

- Perawatan Kelas II

- Persalinan Normal atau Patologis

- Tindakan Pembedahan sesuai kebutuhan medis

Pelayanan Penunjang, meliputi:

- Radiologi

- USG

- EKG

- Laboratorium

(34)

2.2Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Hakekat dasar penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kesehatan

(health needs and demands) sedemikian rupa sehingga kesehatan para pemakai jasa

pelayanan kesehatan tersebut tetap terpelihara, bertitik tolak dari hakikat dasar ini,

maka pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sempurna bila memenuhi kebutuhan

dan tuntutan di setiappasien yang terkait dengan timbulnya rasa puas terhadap

pelayanan kesehatan (Azwar, 1994).

Pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan

waktu, kapan kita memerlukan pelayanan kesehatan, dan seberapa jauh efektifitas

pelayanan tersebut, menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan

antara keinginan sehat dengan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya

kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplit. Penyebab utamanya

adalah karena persoalan kesenjangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi

konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang

menyangkut status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang baik,

informasi tentang jenis perawatan yang tersedia. Dari informasi inilah masyarakat

kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan (utilisasi)

terhadap suatu pelayanan kesehatan.

Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo (2003), bahwa faktor-faktor

yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga bagian,

(35)

1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristics), karakteristik ini

digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai

kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal

ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam

ciri-ciri:

a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah keluarga)

b) Struktur Sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, kesukuan, agama,

tempat tinggal)

c) Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan

kesehatan.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics), karakteristik ini

mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk

menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak

menggunakannya, kecuali jika ia mampu untuk menggunakan. Penggunaan

pelayanan kesehatan yang ada tergantung kemampuan konsumen untuk

membayar. Termasuk dalam karakteristik ini adalah: sumber keluarga

(pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan, dan pembiayaan

pelayanan kesehatan, keterjangkauan, dan tarif).

3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics), faktor predisposisi dan faktor

yang memungkinkan untuk mencapai pengobatan dapat terwujud di dalam

(36)

2.3Puskesmas 2.3.1 Pengertian

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu unit

pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat

pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatan yang meyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal

dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996).

Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta

aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2005).

2.3.2Fungsi

Dalam Kebijakan Dasar Puskesmas, ada tiga fungsi Puskesmas, yaitu: (1)

Puskesmas sebagai Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Dalam

hal ini, Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

(37)

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Upaya

yang dilakukan Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan. (2) Puskesmas sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Puskesmas

selalu berupaya agar perorangan, keluarga, masyarakat terutama pemuka

masyarakat dan dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan

melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam

memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaan, serta ikut

menetapkan menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. (3)

Puskesmas sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Dalam hal ini, pelayanan yang

diberikan adalah pelayanan rawat jalan dan rawat inap dan untuk rawat inap untuk

beberapa Puskesmas tertentu. Pelayanan promosi kesehatan, pemberantasan

penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,

keluarga berencana, dan kesehatan jiwa (Azwar, 1996).

2.3.3Azas Pengelolaan

Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia,

pengelolaan kerja di Puskesmas berpedoman pada 4 (empat) azas pokok, yakni

(38)

1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah

Dalam melakukan program kerjanya, Puskesmas harus melakukan

pertanggungjawaban wilayah. Artinya, Puskesmas harus bertanggung jawab atas

semua masalah yang terjadi di wilayah kerjanya. Akibat adanya azas ini, maka

program kerja Puskesmas tidak dilaksanakan secara pasif saja, dalam arti hanya

menanti kunjungan masyarakat ke Puskesmas, melainkan harus secara aktif, yakni

memberi pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan masyarakat. Lebih daripada

itu, karena Puskesmas harus bertanggung jawab atas semua masalah kesehatan yang

terjadi dalam wilayah kerjanya, maka banyak dilakukan program pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit yang merupakan bagian dari pelayanan

kesehatan masyarakat.

2. Azas Peran Serta Masyarakat

Dalam melakukan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan azas

peran serta masyarakat. Artinya, berupaya melibatkan masyarakat dalam

menyelenggarakan program kerja tersebut. Bentuk peran serta masyarakat dalam

pelayanan kesehatan dapat dilihat dalam berbagai macam, seperti Posyandu.

3. Azas Keterpaduan

Dalam melakukan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan

keterpaduan. Artinya, berupaya memadukan kegiatan tersebut bukan saja dengan

program kerja kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari

(39)

diperoleh. Bagi Puskesmas dapat menghemat sumber daya, sedangkan bagi

masyarakat, lebih mudah memperoleh pelayanan kesehatan.

4. Azas Rujukan

Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan

rujukan. Artinya, jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus

merujukkannya ke sarana kesehatan yang lebih mampu. Untuk pelayanan

kedokteran jalur rujukannya adalah Rumah Sakit, sedangkan untuk pelayanan

kesehatan masyarakat rujukannya adalah pelbagai ‘kantor’ kesehatan.

2.3.4Jenis Pelayanan Puskesmas

Jenis pelayanan yang dilaksanakan oleh Puskesmas merupakan indikator

tingkat kepuasan pasien yaitu:

a. Pelayanan Masuk Puskesmas

1. Lama waktu pelayanan sebelum dikirim ke ruang perawatan

2. Pelayanan petugas yang memproses masuk ke ruang perawatan

3. Kondisi tempat menunggu sebelum dikirim ke ruang perawatan

4. Pelayanan petugas Unit Gawat Darurat (UGD)

5. Lama pelayanan di ruang UGD

6. Kelengkapan perawatan di ruang UGD

b. Pelayanan Dokter

1. Sikap dan perilaku dokter saat melakukan pemeriksaan

(40)

3. Ketelitian dokter memeriksa pasien

4. Kesungguhan dokter dalam menangani penyakit pasien

5. Penjelasan dokter tentang obat yang harus diminum

6. Penjelasan dokter tentang makanan yang harus dipantangkan

7. Kemanjuran obat yang diberikan dokter

8. Tanggapan dan jawaban dokter atas keluhan pasien

9. Pengalaman dan senioritas dokter

c. Pelayanan Perawat

1. Keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi, tekanan darah,

suhu tubuh dan lain-lain)

2. Tanggapan perawat terhadap keluhan pasien

3. Kesungguhan perawat melayani kebutuhan pasien

4. Ketrampilan perawat dalam melayani (menyuntik, mengukur tensi dan

lain-lain)

5. Pertolongan yang sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan, pemberian

obat)

6. Sikap perawat terhadap keluarga dan pengunjung pasien

7. Pemberian obat dan penjelasan tentang cara meminumnya.

8. Penjelasan perawat tentang tindakan yang akan dilakukan

d. Sarana Medis dan Obat-obatan

1. Ketersediaan obat-obatan di apotik puskesmas

(41)

3. Lama waktu pelayanan apotik puskesmas

4. Kelengkapan peralatan medis sehingga tidak perlu dikirim ke puskesmas lain

untuk pemakaian suatu alat

5. Kelengkapan peralatan laboratorium puskesmas

6. Sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang medis

7. Lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari pemeriksaan penunjang

e. Kondisi Fasilitas Puskesmas (Fisik Puskesmas)

1. Keterjangkauan letak puskesmas

2. Keadaan halaman dan lingkungan puskesmas

3. Kebersihan dan kerapian gedung, koridor, dan bangsal rawat inap puskesmas

4. Keamanan pasien dan pengunjung.

5. Penerangan lampu pada bangsal dan halaman di waktu malam

6. Tempat parker kendaraan di puskesmas

f. Kondisi Fasilitas Ruang Perawatan

1. Kebersihan dan kerapian ruang perawatan

2. Penerangan lampu pada ruang perawatan

3. Kelengkapan perabot ruang perawatan

4. Ruang perawatan bebas dari serangga ( semut, lalat, nyamuk)

g. Pelayanan Administrasi Keluar Puskesmas

1. Pelayanan administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan

2. Peraturan keuangan sebelum masuk ruang perawatan

(42)

4. Penyelesaian administrasi menjelang pulang

5. Sikap dan perilaku petugas administrasi menjelang pulang

2.4Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Dalam Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi 2001 yang

tersusun oleh Tim Reformasi Puskesmas Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan

Sosial, disebutkan bahwa salah satu kelompok indikator pencapaian Kecamatan Sehat

2010 yang dipantau tahunan adalah indikator pelayanan kesehatan yang meliputi

pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan mutu pelayanan (Depkes RI,

2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan fasillitas kesehatan,

seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan berbagai faktor lainnya. Umur

berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan

pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Tingkat pendidikan

mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan, semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri,

kreatif, dan berkesinambungan. Tingkat pendapatan mempunyai kontribusi yang

besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat

pendapatan, semakin leluasa untuk memilih pelayanan kesehatan (Sutanto, 2002).

Menurut Azwar (1996), pemanfaatan seseorang terhadap pelayanan kesehatan

(43)

tersebut. Bila tingkat pendidikan, sosial budaya, dan sosial ekonomi baik, maka

secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi, antara lain:

status kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang membaik, informasi

tentang berbagai macam perawatan yang tersedia, dan informasi tentang efektivitas

pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh interaksi antar konsumen dan penyedia

layanan (provider) (Azwar, 1996).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi kelas sosial, perbedaan

suku bangsa dan budaya. Ancaman-ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan

secara klinik), tergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi

yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Koos (1954) misalnya telah

menunjukkan bagaimana tingkah laku sakit berbeda secara menyolok sesuai dengan

kelas sosial dan ekonomi dalam populasi yang sekurang-kurangnya homogen. Ia

menemukan bahwa para warga lapisan sosial atas dalam suatu masyarakat kecil di

bilangan kota New York lebih cepat menginterpretasi gejala khusus sebagai indikasi

sakit, dibanding dengan warga kelas sosial bawah; karena itu mereka akan lebih

cenderung untuk segera mencari perawatan dokter (Anderson, 1986).

Perbedaan budaya dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan lebih menonjol dari

pada perbedaan ekonomi. Dalam suatu studi yang dilakukan pada sebuah rumah sakit

veteran di New York City, Zborowski menemukan bahwa orang Yahudi dan Italia

lebih emosional dalam respon mereka terhadap rasa sakit daripada orang Eropa Utara.

(44)

tersebut seharusnya memiliki ambang sakit yang lebih rendah dibanding dengan

warga dari kelompok-kelompok lain; perbedaanya tak diragukan lagi, bersifat

budaya. Kebudayaan Yahudi dan Italia “membolehkan pengungkapan bebas perasaan

dan emosi melalui kata-kata, bunyi, dan syarat-isyarat, maka baik orang Yahudi

maupun orang Italia merasa bebas berbicara mengenai rasa sakit mereka, mengeluh

dan menunjukkan penderitaan mereka dengan mengaduh, menangis dan sebagainya.

Mereka tidak merasa malu dengan ekspresi tersebut. Mereka dengan sukarela

mengakui bahwa bila kesakitan, mereka memang sangat banyak mengeluh, minta

tolong dan mengharapkan simpati serta bantuan dari warga kelompoknya dalam

lingkungan sosialnya yang langsung (Anderson, 1986).

2.5Karakteristik Masyarakat

Karakteristik individu berbeda dengan karakteristik masyarakat dimana

karakteristik individu meliputi keahlian, pendidikan, pengalaman kerja. Sedangkan

karakteristik masyarakat meliputi identitas budaya, struktur masyarakat, aspek sosial,

ekonomi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, faktor-faktor karakteristik dalam hal

ini adalah faktor-faktor yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Roucek & Warren (1962), masyarakat desa memiliki karakteristik

sebagai berikut: (1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik

sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat

(45)

rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi

jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan (Ihromi, 1999).

Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman mengemukakan sejumlah faktor

yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota, yaitu mata

pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan,

differensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial, dan solidaritas sosial

(Koetjaraningrat, 1993).

2.6 Karakteristik Masyarakat Tionghoa

Orang Tionghoa adalah mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang

Tionghoa, mempunyai darah Tionghoa (walaupun sudah banyak bercampur) dan

mempunyai nama Tionghoa (namun banyak Tionghoa Indonesia yang lahir di masa

Orba tidak lagi mempunyai nama Tionghoa). Satu hal yang khas dari Tionghoa

peranakan dari Indonesia (khususnya Jawa), bahwa mereka sudah tidak bisa lagi

berbahasa Mandarin (Setiono, 2003).

Kebanyakan orang Indonesia asli telah banyak bergaul dengan orang

Tionghoa Indonesia; tetapi sebagian besar belum mengenal golongan penduduk ini

dengan wajar. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan

suatu kelompok yang berasal dari satu daerah di Negara China, tetapi terdiri dari

beberapa suku bangsa yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung,

yang terpencar di daerah-daerahnya. Setiap imigran ke Indonesia membawa

(46)

empat bahasa China yang dipergunakan di Indonesia yaitu: Hokkien, Teo-Chiu,

Hakka dan Kanton yang masing-masing memiliki perbedaan sehingga penggunaan

bahasa yang satu belum tentu diketahui atau dipahami suku yang lain (Somers, 2003).

Karakteristik etnis masyarakat Tionghoa yang cenderung lebih mengutamakan

faktor material (makanan) dari faktor kesehatan, mengingat latar belakang

kedatangan mereka ke Indonesia yang saat itu dilanda kelaparan di negerinya sendiri.

Hal ini menciptakan sebuah nilai budaya yang unik dalam bidang kesehatan. Setiap

kali bertemu, masyarakt Tionghoa umumnya bertanya “sudah makan atau belum”.

Berbeda dengan masyarakat etnis Jawa yang lebih mengutamakan faktor kesehatan

sehingga setiap bertemu, lebih cenderung mempertanyakan “sehat apa tidak” (Wahid,

2006).

Di sisi entitas kelompok, penduduk keturunan Tionghoa bukan hanya terlihat

sebagai orang luar (out group), tetapi juga menempatkan dirinya sebagai orang luar.

Umumnya, badan-badan usaha-usaha milik etnik Cina hampir tidak pernah

mempercayakan jabatan-jabatan puncak manajemen kepada tenaga profesional yang

bukan etnik Cina demikian pula, perkawinan campuran antara Cina dan yang bukan

Cina amat jarang terjadi. Dengan demikian, baik dalam sistem ekonomi maupun

dalam sistem sosio-budaya, secara umum etnik Cina tampak terpisah dari masyarakat

lingkungan sekitarnya. Hal ini menambah sulitnya masyarakat Tionghoa

membaurkan diri dengan masyarakat pribumi. Semua ini berakibat terhadap tingkat

(47)

rendah, khususnya fasilitas kesehatan yang dijalankan oleh orang pribumi (Wahid,

2006).

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pemanfaatan

pelayanan kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa tidak jauh berbeda dengan

masyarakat lain. Beberapa faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

2.6.1Umur

Umur dapat didefiniskan sebagai jumlah waktu kehidupan yang telah

dijalani oleh seseorang. Umur sering dihubungkan dengan kemungkinan terjangkit

penyakit. Kelompok umur usia muda (anak-anak) ternyata lebih rentan terhadap

penyakit infeksi (diare, infeksi saluran pernafasan). Usia-usia produktif lebih

cenderung berhadapan dengan masalah kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja dan

penyakit akibat gaya hidup (life style). Usia yang relatif lebih tua sangat rentan

dengan penyakit-penyakit kronis (hipertensi, jantung koroner atau kanker)

(Notoatmodjo, 2005).

Resiko kesakitan akibat faktor umur ini menyebabkan tingkat pemanfaatan

pelayanan kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh umur. Menurut Feldstein (2004)

semakin bertambah umur seseorang, maka semakin bertambah pula permintaannya

terhadap pelayanan kesehatan (Razak, 2004).

2.6.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh mahluk hidup,

(48)

menggunakan istilah masing-masing; laki-laki dan perempuan atau pria dan wanita.

Dalam studi epidemiologi, jenis kelamin juga menjadi salah satu bagian dari

karakteristik yang memiliki pengaruh terhadap kejadian kesakitan. Sebagai contoh,

penyakit kanker serviks hanya dijumpai pada wanita, sedangkan kanker prostat hanya

dijumpai pada pria (Notoatmodjo, 2005).

Tingkat kerentanan manusia yang bersumber dari jenis kelamin tersebut

menjadikan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berbeda pada

masing-masing jenis kelamin. Perempuan cenderung lebih rentan terhadap penyakit-penyakit

infeksi. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap kehidupan yang dilaluinya, mulai dari

remaja (haid), dewasa (mengandung dan melahirkan) sampai masa tua (menopause).

Secara umum, kaum perempuan lebih peduli dengan keadaan kesehatannya sehingga

lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah

kesehatannya (Notoatmodjo, 2005).

2.6.3 Tingkat Pendapatan

Kemauan masyarakat Tionghoa untuk mengakses pelayanan kesehatan di

Puskesmas juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Rata-rata tingkat

pendapatan perkapita masyarakat Tionghoa lebih tinggi dari rata-rata pendapatan

perkapita penduduk lainnya, sehingga cenderung lebih memilih mengakses fasilitas

kesehatan yang lebih bermutu dan mempunyai fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,

(49)

Menurut Rafael yang dikutip Tarigan (2002), tingkat penghasilan (income)

seseorang berhubungan kuat dengan permintaan pelayanan kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pendapatan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan fasilitas

kesehatan yang lebih baik dan lengkap secara sarana dan prasarana.

Menurut data Susenas 2001, penduduk miskin lebih banyak memanfaatkan

pelayanan Puskesmas untuk rawat inap, sedangkan penduduk kaya lebih akses pada

RS Swasta. Sedangkan untuk tingkat nasional, RS Pemerintah lebih banyak

dimanfaatkan penduduk kawasan timur Indonesia yang relatif memiliki tingkat

pendapatan perkapitan lebih rendah dari kawasan barat Indonesia.

Menurut Saadah (1999), yang dikutip oleh Lukito (2003), tingkat sosial

ekonomi sangat mempengaruhi seseorang terhadap pemilihan media, sumber

informasi, dan kemampuan dalam membeli alat yang dibutuhkan dalam menunjang

kesehatannya.

2.6.4 Tingkat Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2002), kesehatan merupakan interaksi berbagai

faktor, baik internal (dalam diri manusia) maupun eksternal (di luar diri manusia).

Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri

dari kondisi sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi,

pendidikan, dan sebagainya. Menurut, Lukito (2003), pemanfaatan masyarakat

terhadap berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat

(50)

seseorang untuk memahami sebuah perubahan dan manfaat sebuah perubahan,

khususnya dalam bidang kesehatan.

Menurut penelitian Prihardjo (2005), rendahnya pemanfaatan kesehatan

Puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan

yang dimaksud bisa bersifat dualis. Disatu sisi, rendahnya pemanfaatan pelayanan

kesehatan Puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Masyarakat

tidak banyak mengerti tentang fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh Puskesmas. Disisi lain, tingkat pengetahuan yang tinggi juga bisa

menyebabkan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Hal ini

dilihat masyarakat yang telah mengetahui kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan

yang masih rendah di Puskesmas.

2.6.5Pekerjaan

Sebagain besar etnis Tionghoa di Indonesia memliki mata pencaharian

sebagai pedagang terutama di wilayah Jawa. Sebagian besar mereka adalah orang

Hokkien. Namun, berbeda dengan etnis Tionghoa yang berada di Jawa Barat dan di

bagian Pantai Barat Sumatera. Etnis Tionghoa yang berada di wilayah ini lebih

banyak bekerja sebagai petani dan penanam sayur-mayur, sedangkan di Bagan

Siapiapi (Riau) orang Hokkien umumnya menjadi nelayan (Puspa, 2005)

Pekerjaan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa

(51)

merupakan bagian dari etnis Tionghoa yang menyebar ke Bagan Siapapi (Riau) yang

memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya yang

cenderung memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Jenis pekerjaan kasar/lepas yang

memiliki resiko kecelakaan inilah yang menyebabkan Puskesmas dimanfaatkan oleh

masyarakat etnis Tionghoa yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan (Puspa, 2005).

2.6.6 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata

tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat

diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang

sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio,

televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).

Menurut Benjamin Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005)

pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan

Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know),

memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis

(52)

Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama

timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan

perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan

sebagainya. Sedangkan menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat

ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi

karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau

keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau

obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri

individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang

menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat

timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat

pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti

empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima

(penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation,

Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).

2.6.7 Sikap

Sikap (attitude), adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap

objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan

kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi,

(53)

sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan

dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Dengan

demikian, dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala

dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2005).

Dalam bidang kesehatan, yang dimaksud dengan sikap terhadap kesehatan

adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya empat variabel, yaitu:

1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya,

cara mengatasi atau menanganinya sementara)

2. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan,

antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan

kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan

sebagainya.

3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun tradisional.

4. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun

kecelakaan lalulintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum (Notoatmodjo,

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Tabel 4.2
Tabel 4.4  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Demografi Kepala Keluarga dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi, pemungkin dan kebutuhan terhadap pemanfaatan

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, sikap, dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tidak ada hubungan faktor predisposisi (struktur sosial dan keyakinan) dengan keputusan pasien untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, sikap, dan

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah keluarga,

wawancara dengan warga melayu bapak Abdul Roni, pada tanggal 07 November 2022 Pernyataan serupa juga disampaikan oleh bapak Ruspianto, yang mengatakan bahwa ketika berkomunikasi dengan