PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDORONG DAN PENDUKUNG TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SITINJAK KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
OLEH
EMMI SARI POHAN 087033023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
INFLUENCE OF THE FACTORS OF PREDISPOSING, ENABLING, REINFORCING TO EXCLUSIVE BREASTFEEDING ADMINISTRATION IN THE WORKING
AREA OF SITINJAK HEALTH CENTER ANGKOLA BARAT SUBDISTRICT TAPANULI SELATAN DISTRICT
T H E S I S
By
EMMI SARI POHAN 087033023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDORONG DAN PENDUKUNG TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SITINJAK KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EMMI SARI POHAN 087033023/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI,
PENDORONG DAN PENDUKUNG TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SITINJAK KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Nama Mahasiswa : Emmi Sari Pohan Nomor Induk Mahasiswa : 087033023
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
Ketua
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si)
Anggota
(Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 01 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S
SURAT PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDORONG DAN PENDUKUNG TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SITINJAK KECAMATAN ANGKOLA BARAT KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2011
ABSTRAK
Asi eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman sampai bayi berusia enam bulan, di kabupaten tapanuli selatan pemberian ASI ekslusif berkisar 20,94%, pemberian asi eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, peran petugas kesehatan, dan peran keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), pendorong (peran keluarga), pendukung (peran petugas kesehatan) terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak. Populasinya seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan, sampel terdiri 88 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung, data diolah secara statistik dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian ASI secara eksklusif berkisar 25 %, dan tidak memberikan ASI eksklusif berkisar 75 %. Dari hasil analisis statistik didapatkan sikap dan peran keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif.
Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Puskesmas Sitinjak perlu peningkatan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu serta sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif.
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding is the provision of care only without any additional food and beverages until the baby is six months old, in the district of South Tapanuli exclusive breastfeeding ranged 20.94%, exclusive breastfeeding is influenced by the knowledge, attitudes, the role of health workers and family roles.
This research is explanatory research aims to analyze the influence factors of predisposing (knowledge, attitudes), enabling (family role), and reinforcing (the role of health workers) to exclusive breastfeeding in the working area Sitinjak health centers. population all mothers with babies aged 6-12 months, the sample consisted of 88 people. Data collection was done by conducting interviews using a questionnaire and direct observation, statistically processed data with multiple logistic regression.
Results showed exclusive breastfeeding approximately 25% and does not give exclusive breastfeeding 75%. From the statistical analysis found the attitude and role of the family significantly influence
The District Government of Tapanuli Selatan through Tapanuli Selatan District Health Service and Sitinjak Puskesmas Community Health Center is suggested to increase the socialization and routine extension on the administration of exclusive breastfeeding to the mothers and on the importance of exclusif breastfeeding to community in general.
exclusive breastfeeding.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendorong dan
Pendukung terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan”.
Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sukses
dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada :
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan masukan
dan saran dalam penulisan tesis ini.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Program S3 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S,
selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan
pengarahan sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini
7. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes sebagai tim penguji yang telah memberikan
masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.
8. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai tim penguji yang telah
memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan yang memberikan izin
dalam pengambilan data.
10.Kepala Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli
Selatan serta seluruh staf Kabupaten Aceh Utara yang telah membantu
terlaksananya penyuluhan .
11.Para Ibu-ibu yang mempunyai Balita di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten
Tapanuli Selatan yang telah membantu penelitian ini dalam pengambilan data
12.Kepada suami saya yang tercinta dan tersayang Isrok Anshari Siregar, serta
ananda Ismi Anshari Siregar, Namirah Anshari Siregar yang penuh
pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta serta motivasi dalam
memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat
13.Para teman sejawat dari Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
2008 khususnya yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan pasca
sarjana ini dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
14.Kepada Teman-teman ku yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
tesis ini Burhanudin, Mega, Reni, Kristin, Yustin.
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Emmi Sari Pohan, lahir pada tanggal 15 Mei 1980 di Padangsidimpuan
Propinsi Sumatera Utara, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Dirman
Pohan dan Rosnida Pulungan.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 16 Padangsidimpuan tahun 1987 tamat tahun 1993, MTS Swadaya
Padangsidimpuan tahun 1993 dan tamat tahun 1996, SMU Muhammadiyah II
Padangsidimpuan tahun 1996 dan tamat tahun 1999, Akademi Kebidanan Prima
Medan tahun 2000 dan tamat tahun 2003, D IV Bidan Pendidik USU Medan pada
tahun 2006 dan tamat tahun 2007, Strata Dua (S-2) di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
dengan minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada tahun 2008 dan
diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 bertugas di Puskesmas Hutaimbaru Kecamatan Halongonan
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan Penelitian. ... 8
1.4. Hipotesis ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. ASI Eksklusif ... 10
2.2. Teknik dan Posisi Menyusui ... 21
2.2.1 Cara Pengamatan Teknik Menyusui yang Benar... 23
2.2.2 Pengeluaran ASI ... 25
2.2.3 Penyimpanan dan Pemberian ASI Perasan ... 27
2.2.4 Masalah Menyusui dan Cara Mengatasi ... 28
2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 32
2.3.1. Pengetahuan ... 32
2.3.2. Sikap Ibu Menyusui ... 35
2.3.3. Peran Petugas Kesehatan ... 37
2.3.4. Peran Keluarga ... 38
2.4. Landasan Teori ... 39
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitan ... 41
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 41
3.2.2. Waktu Penelitian ... 41
3.3. Populasi dan Sampel ... 42
3.3.1. Populasi ... 42
3.3.2. Sampel ... 42
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 43
3.4.1. Data Primer ... 43
3.4.2. Data Sekunder ... 43
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 45
3.5.1. Variabel Dependen ... 45
3.5.2. Variabel Independen ... 45
3.6. Metode Pengukuran ... 46
3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 46
3.6.2. Variabel Independen ... 46
3.7. Metode Analisis Data ... 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 49
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 49
4.1.1. Kependudukan ... 49
4.1.2. Pelayanan Kesehatan ... 49
4.2. Karakteristik Responden ... 51
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 51
4.2.2. Karakteristik Responden Bedasarkan Umur ... 52
4.3. Hasil Analisis Univariat ... 53
4.3.1. Frekuensi Variabel Pemberian ASI Eksklusif ... 53
4.3.2. Variabel Independen ... 53
4.4. Hasil Analisis Bivariat ... 55
4.4.1. Hubungan Pengetahuan terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 55
4.4.2. Hubungan Sikap terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 56
4.4.3. Hubungan Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 56
4.5. Hasil Analisis Multivariat ... 57
4.5.1. Pengaruh Variabel Independen terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Tahun 2010 ... 57
BAB 5. PEMBAHASAN ... 60
5.1. Pengaruh Pengetahuan Responden Terhadap Pemberian ASI eksklusif ... 60
5.2. Pengaruh Sikap Responden Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 62
5.3. Pengaruh Petugas Kesehatan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 64
5.4. Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif ... 67
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Komposisi ASI Premature dibandingkan dengan ASI Mature ... 14
2.2. Komposisi ASI dibandingkan dengan Susu Sapi ... 15
2.3. Komposisi Zat Gizi ASI di Negara Indonesia, Amerika dan Inggris ... 19
2.4. Nilai Gizi Sehari Diit Hiperamis ... 19
2.5. Nilai Gizi Sehari Diit Preeklampsi ... 20
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
3.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 46
3.3. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 48
4.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Tahun 2009 ... 50
4.2. Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Tahun 2010 ... 52
4.3. Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Tahun 2010 ... 52
4.4. Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 ... 53
4.5. Frekuensi Responden Menurut Indikator Pengetahuan pada Ibu di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 ... 53
4.6. Frekuensi Responden Menurut Indikator Sikap di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Tahun 2010 ... 54
4.8. Frekuensi Responden Menurut Indikator Peran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat
Tahun 2010... 55 4.9. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat
Tahun 2010... 55
4.10. Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah
Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Tahun 2010 ... 56
4.11. Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan
Angkola Barat Tahun 2010 ... 57
4.12. Hubungan Peran Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat
Tahun 2010... 58
4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Variabel Sikap Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Sitinjak Tahun 2010 ... 57
4.14. Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Variabel Sikap dan Peran Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Kusioner Penelitian ... 74
2. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 79
3. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 88
ABSTRAK
Asi eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman sampai bayi berusia enam bulan, di kabupaten tapanuli selatan pemberian ASI ekslusif berkisar 20,94%, pemberian asi eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, peran petugas kesehatan, dan peran keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), pendorong (peran keluarga), pendukung (peran petugas kesehatan) terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak. Populasinya seluruh ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan, sampel terdiri 88 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung, data diolah secara statistik dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian ASI secara eksklusif berkisar 25 %, dan tidak memberikan ASI eksklusif berkisar 75 %. Dari hasil analisis statistik didapatkan sikap dan peran keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif.
Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Puskesmas Sitinjak perlu peningkatan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang pemberian ASI eksklusif pada ibu serta sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya ASI eksklusif.
ABSTRACT
Exclusive breastfeeding is the provision of care only without any additional food and beverages until the baby is six months old, in the district of South Tapanuli exclusive breastfeeding ranged 20.94%, exclusive breastfeeding is influenced by the knowledge, attitudes, the role of health workers and family roles.
This research is explanatory research aims to analyze the influence factors of predisposing (knowledge, attitudes), enabling (family role), and reinforcing (the role of health workers) to exclusive breastfeeding in the working area Sitinjak health centers. population all mothers with babies aged 6-12 months, the sample consisted of 88 people. Data collection was done by conducting interviews using a questionnaire and direct observation, statistically processed data with multiple logistic regression.
Results showed exclusive breastfeeding approximately 25% and does not give exclusive breastfeeding 75%. From the statistical analysis found the attitude and role of the family significantly influence
The District Government of Tapanuli Selatan through Tapanuli Selatan District Health Service and Sitinjak Puskesmas Community Health Center is suggested to increase the socialization and routine extension on the administration of exclusive breastfeeding to the mothers and on the importance of exclusif breastfeeding to community in general.
exclusive breastfeeding.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membangun sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas agar dapat melanjutkan perjuangan pembangunan
nasional untuk menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Kualitas SDM diukur
dari kecerdasan, kematangan, emosi, kemampuan berkomunikasi, keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu upayanya adalah dengan
pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif (Depkes RI, 2004).
Proses menyusui merupakan salah satu pengalaman paling berharga terjadi
secara proses alamiah dan pada umumnya dialami oleh semua ibu. Berjuta-juta ibu
diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya bahkan sekalipun ibu yang buta huruf
dapat memberikan ASI kepada bayinya. Namun sayangnya tidak semua ibu
mengetahui dan menyadari akan pentingnya pemberian ASI secara eksklusif yang
memiliki kebutuhan zat gizi penting. Data world health organization (WHO) tahun
2003 menunjukkan 170 juta kematian bayi diseluruh dunia dan sebanyak 3 juta bayi
diantaranya meninggal setiap tahun akibat kurang gizi (Moedjiono, 2007).
Pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik
maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu ASI secara eksklusif perlu
mendapat perhatian para ibu, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan agar proses
adalah: (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini (3) posisi
menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi
(on demand), dan (5) diberikan secara eksklusif (Depkes RI, 2005).
ASI eksklusif atau lebih tepat disebut dengan pemberian ASI secara eksklusif,
artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti, susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putih juga tanpa tambahan makanan padat, seperti, pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan
(Roesli, 2005).
Pentingnya masalah pemberian ASI secara eksklusif merupakan masalah yang
tidak asing lagi, namun tiap tahunnya cakupan ASI eksklusif masih belum tercapai
sesuai dengan target yang diinginkan. Pemerintah telah menghimbau pemberian ASI
secara eksklusif, hal ini terbukti adanya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
450/Menkes/SK/IV/2004 dikatakan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan
kesehatan optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama,
selanjutnya untuk kecukupan nutrisi bayi mulai diberi makanan pendamping ASI
yang cukup aman, dengan pemberian ASI dilanjutkan sampai 2 tahun (Siregar, 2004).
Pada survei awal yang dilakukan di Kecamatan Angkola Barat memberi
alasan ibu-ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya yaitu faktor
ketidaktahuan tentang kurangnya pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif
misalnya pada masyarakat desa. Ibu sering kali memberikan makanan padat kepada
bayi yang baru berumur beberapa hari atau beberapa minggu seperti memberikan nasi
berpikir kemungkinan besar anaknya sedang lapar padahal tangisan anak bisa
disebabkan faktor lain.
Faktor lain menurut asumsi para ibu di Kecamatan Angkola Barat tersebut,
seorang anak yang lahir merupakan anugerah yang terbesar dan harus disambut
dengan baik. Namun pada pihak keluarga menyambut si anak dengan memberikan
makanan berupa bubur nasi yang dianggap baik untuk sianak dan sebagai bentuk dari
kasih sayang keluarga terhadap anaknya. Praktek pemberian makan tersebut sudah
menjadi kebiasaan masyarakat yang sudah turun-temurun. Faktor budaya atau
kebiasaan pada masyarakat desa khususnya didesa Sitaratoit bagian dari Kecamatan
dari Angkola Barat setelah bayi berumur 40 hari, bayi bersama ibunya jika
berkunjung ke rumah saudara diberi gula, atau garam hal ini mengartikan agar sibayi
kelak jika nanti sudah besar dimurahkan rezekinya dan bisa berbagi dengan saudara
atau masyarakat. kondisi seperti ini semakin meningkatkan angka kesakitan.
Bayi-bayi yang tidak diberi ASI eksklusif cenderung lebih mudah sakit dibanding yang
diberi ASI eksklusif.
Alasan lain lagi kebanyakan ibu mengatakan air susunya tidak keluar atau
keluarnya hanya sedikit pada hari-hari pertama kelahiran bayinya, kemudian
membuang ASInya tersebut dan menggantikannya dengan madu atau makanan lain.
Padahal menurut penelitian bahwa bayi yang baru lahir dapat bertahan sampai dengan
3 hari walaupun tidak diberi apapun, hal ini tidak boleh dilakukan karena air susu
yang keluar pada hari-hari pertama melahirkan adalah kolostrum yang sangat berguna
ASI atau makanan padat yang benar dan tepat. Air susu ibu harus tetap diberikan
sampai bayi berusia dua tahun, karena ASI akan memberikan sejumlah zat-zat gizi
yang berguna untuk pertumbuhan bayi, seperti lemak, protein bermutu tinggi,
vitamin, dan mineral (Ruslina, 2004).
Zaman sekarang ini terjadi peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
demikian pesat. Saat ini, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui sudah
semakin terlupakan. Dimasa sekarang ini ibu yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
menengah ke atas terutama diperkotaan, dengan tingkat pendidikan yang cukup justru
tidak memberikan ASI dengan tepat dan sesuai dengan praktek pemberian ASI
eksklusif terhadap bayi. Praktek pemberian eksklusif dikota besar mengalami
penurunan, sedangkan di pedesaan sering terjadi pemberian makanan tambahan yang
diberikan tidak pada usia yang telah dianjurkan (Mustika, N, 2007).
Kegagalan dalam praktik pemberian ASI Eksklusif adanya faktor pendorong
kurangnya pengetahuan dan motivasi ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Faktor pemungkin berupa kampanye ASI Eksklusif dan fasilitas bidan praktek
swasta (BPS), rumah bersalin (RB), dan rumah sakit (RS) yang kondusif bagi
pemberian ASI Eksklusif yang selama ini kurang mendukung. Faktor penguat
kurangnya peranan tenaga kesehatan, dukun bayi, dan keluarga. Selain itu faktor
penghambat berupa keyakinan yang keliru tentang makanan bayi, promosi susu
formula, dan masalah kesehatan pada ibu dan bayi juga menyebabkan gagalnya
pemberian ASI Eksklusif. Pengetahuan, sikap, dan praktek para bidan penolong
seperti mendirikan pondok ASI sebagai langkah awal untuk berhasilnya pemberian
ASI eksklusif (Afifah D, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (United Nations Internasional
Children Education Found) dalam siaran persnya tahun 2004 mengatakan, ASI bukan
sekedar makanan tetapi juga penyelamat kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25000
bayi dan 1,3 juta bayi diseluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI
eksklusif.
Kajian World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 3000
penelitian menunjukkan pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang
paling optimal untuk pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah manfaat ASI bagi
daya tahan hidup bayi, pertumbuhan dan perkembangannya. ASI memberi semua
nutrisi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI
eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit
seperti diare dan pneumonia serta mempercepat pemulihan bila sakit (Siti R, 2008).
Di dukung lagi penelitian berupa reanalisis studi di Brazil dan Bangladesh
menyatakan memberi cairan sebelum bayi berusia 6 bulan meningkatkan resiko
kekurangan gizi. Konsumsi air putih atau cairan lain meskipun sedikit, akan membuat
bayi merasa kenyang sehingga tidak mau menyusu. Penelitian menunjukkan bahwa
memberi air putih sebagai tambahan cairan sebelum bayi berusia 6 bulan dapat
mengurangi produksi ASI hingga 11% (Syahdrajat, 2009).
Sedangkan penelitian UNICEF yang dilakukan di Indonesia dalam kurun
disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. Kemudian UNICEF mencatat penurunan
yang tajam ibu menyusui berdasarkan tingkat umur dari pengamatannya diketahui
bahwa 63% disusui hanya dibulan pertama, 45% bulan kedua, 19% bulan keempat,
12% bulan kelima dan hanya 6% bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau
5% dari populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali (Novaria M,
2005).
Pemberian ASI di Indonesia masih belum optimal, hanya 4% bayi baru lahir
yang disusui pada jam pertama kelahiran (26% pada hari yang sama), hanya 39,5%
yang menyusui secara eksklusif 0-6 bulan. Balita di Indonesia yang mendapatkan ASI
menunjukkan tingkat kekurangan gizi yang lebih rendah, dan menghadapi resiko
lebih kecil terserang diare atau penyakit pernapasan lainnya dibandingkan dengan
anak balita yang tidak mendapatkan ASI (mendapat susu dari botol). Air susu ibu
mengandung zat-zat kekebalan serta gizi yang diperlukan untuk mencegah atau
mengurangi serangan penyakit-penyakit yang melemahkan tubuh, air susu ibu
memiliki manfaat yang sangat penting bagi pertumbuhan dan kesehatan anak balita.
Air susu ibu juga merupakan sumber ekonomi utama. Dalam perekonomian indonesia
harga bersih seluruh air susu ibu diperkirakan dapat bernilai jutaan dolar (Ruslina,
2003).
Pencapaian pemberian ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2006 berjumlah 87.080 bayi (33,92%) dari 256.709 jumlah bayi di sumatera utara.
Bila dibandingkan dengan target pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) di
kabupaten/kota, dimana target pencapaian ASI eksklusif adalah 40% pada tahun 2005
sehat 2010 cakupan ini diharapkan mencapai 80%, sehingga dalam empat tahun
kedepan ada peningkatan agar target yang sudah ditetapkan dapat tercapai. Demikian
di Kabupaten Tapanuli Selatan juga mengalami penurunan selama tahun 2007,
terdapat 20,94% dari 22.272 jumlah bayi. Hal ini sangat berdampak pada jangka
panjang yang akan berpengaruh terhadap sumber daya manusia (SDM) berikutnya
(Profil, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2003), faktor yang mempengaruhi prilaku ibu dalam
memberikan ASI eksklusif diantaranya pengetahuan, sikap, pendidikan, peran
petugas kesehatan yang belum sepenuhnya dapat memberikan penyuluhan bagi
masyarakat serta peran keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif yang berpengaruh
terhadap tumbuh kembang bayi.
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran yang
cukup penting dalam pelaksanaan pemberian ASI eksklusif. Pelaksanaan program
ASI eksklusif telah ada melalui program kegiatan pengembangan kesehatan seperti
melakukan penyuluhan dan konseling kepada ibu dan masyarakat agar ibu mau dan
mampu menyusui bayinya dengan cara yang benar yang dimulai dari masa
kehamilan, segera lahir dan neonatal dan masa menyusui. Pemberian ASI eksklusif
yag baik dan benar dapat menekan angka kesakitan akibat penyakit diare, infeksi
saluran pernafasan akut serta penyakit lainnya sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Berdasarkan data diatas, rumah sakit ataupun Puskesmas sebagai inovator dan
dan peran keluarga. Pengetahuan ibu sangat berperan dalam meningkatkan kesadaran
sehingga dapat bersikap positif sehingga mampu melaksanakan pemberian ASI secara
eksklusif pada bayinya. Banyak rumah sakit dan rumah bersalin yang belum
menunjang keberhasilan menyusui, disebabkan tata laksananya yang kurang
menunjang termasuk pemberian ASI secara eksklusif.
Dari uraian diatas dan banyaknya masalah yang ditemui dari masalah ASI dan
masih banyaknya kendala dalam upaya pemberian ASI secara eksklusif, maka
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh faktor pemberian ASI eksklusif di Wilayah
kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan
Tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah
apakah pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian
ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat
Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor
predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah
1.4. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian, dapat dirumuskan adanya pengaruh faktor
predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap pemberian ASI Eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan tentang
adanya pengaruh faktor predisposisi, pendorong dan pendukung terhadap
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Sitinjak Kecamatan
Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. Memberikan masukan bagi Puskesmas di Kecamatan Angkola Barat Kabupaten
Tapanuli Selatan dalam upaya peningkatan promosi kesehatan khususnya promosi
pemberian ASI eksklusif pada ibu-ibu.
3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu promosi kesehatan dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan
minuman, kecuali apabila si bayi menderita sesuatu penyakit sehingga diperlukan
pemberian obat yang sebagian besar terbuat dalam kemasan sirup. ASI eksklusif
dianjurkan sampai 6 (enam) bulan pertama pada kehidupan bayi, (Depkes RI, 2001).
Menurut Ruslina (2004), yang menyatakan terdapat lebih dari 100 zat gizi
dalam ASI antara DHA, AA, Taurin dan Spingomyelin yang tidak terdapat dalam
susu sapi. Meskipun produsen susu formula mencoba menambahkan zat gizi tersebut,
tetapi hasilnya tetap tidak bisa menyamai kandungan gizi yang terdapat dalam ASI.
Demikian susu formula bayi yang difortifikasi dengan zat besi, ternyata tidak
meningkatkan pertumbuhan bayi, meskipun dapat membantunya dari kejadian
anemia.
Dalam hal lain Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyarankan, untuk
memenuhi nutrisi bayi maka bayi baru lahir harus mendapat ASI Eksklusif selama 6
(enam) bulan. Sebab, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI juga, ASI adalah
nutrisi makanan alamiah terbaik bagi bayi, kandungan gizi paling sesuai untuk
pertumbuhan optimal (Rachmawati dan Rien, 2006).
Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar pertumbuhan fisik
sayuran, minum cairan, cukup istirahat dan sering menyusui. Jika jarang disusukan,
produksi ASI dikhawatirkan akan menurun. Meningkatkan produksi ASI dapat
dilakukan dengan 10 cara sebagai berikut (Depkes RI, 2001) :
1. Melakukan persiapan menyusui saat bayi lahir.
2. Menyusui bayi segera setelah bayi lahir.
3. Menyusui bayi sesering mungkin, karena semakin sering bayi menghisap puting
susu, semakin banyak ASI yang keluar.
4. Menyusui bayi dari kedua payudara yang kiri dan kanan secara bergantian pada
setiap kali menyusui.
5. Jangan memberikan makanan dan minuman lain selain ASI sampai dengan usia 6
(enam) bulan.
Menurut Depkes (2002), membagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan seorang ibu dalam menyusui bayi diantaranya :
1. Ibu diharuskan yakin bahwa ia mampu menyusui.
2. Ibu cukup minum (8-12 gelas/hari) dan makan lebih banyak makanan bergizi.
Usahakan makan 2 kali lebih banyak dari pada biasanya dan makanan yang segar
dan bervariasi setiap hari.
3. Ibu dalam keadaan pikiran yang tenang, tentram dan santai.
4. Perhatikan cara meletakkan bayi dan melekatkan puting pada mulut bayi dengan
benar.
5. Makin sering payudara dihisap bayi, makin banyak prduksi.
2.1.1. Keunggulan dan Manfaat Air Susu Ibu (ASI)
ASI merupakan makanan yang pertama dan utama bagi bayi baru lahir, secara
alamiah ASI cocok untuk bayi dan tidak ada makanan lain yang lebih baik dan dapat
menyamai kualitas ASI sebagai makanan bayi. Berg dan Muscat (1985), mengatakan
bahwa: ”Buah dada lebih ahli dalam menyusun suatu komposisi zat makanan
dibandingkan dengan otak seorang profesor yang pandai sekalipun”. ASI sangat
menyehatkan, dan hal ini berarti bahwa ASI memenuhi sebagian besar kebutuhan
metabolisme bayi, bersih dan menunjang pertumbuhan, sehingga menurunkan resiko
terserang penyakit usus dan infeksi pada umurnya (Suharyo, 1974). ASI merupakan
makanan yang paling mudah dicerna, disamping itu ASI juga meyediakan sejumlah
faktor pelindung.
Adapun keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat sebagai berikut
(Dinas Propinsi Sumut, 2005) :
a. Manfaat bagi bayi
1. Asi merupakan makanan terbaik bagi bayi.
2. Asi mengandung zat protektif (kekebalan) dan anti infeksi.
3. Asi mengandung sekitar sepertiga dari kebutuhan protein dan energi bagi
bayi.
4. Memberikan tingkat intelegensi yang tinggi, karena mengandung DHA
dan AA.
5. Mengurangi insidensi karies dentis.
b Manfaat bagi ibu
1. Sari aspek psikososial dapat meningkatkan hubungan ibu dan anak,
meningkatkan status mental dan intelektual.
2. Dapat melindungi kesehatan ibu.
3. Memperpanjang jarak kehamilan berikutnya.
c Manfaat bagi keluarga
1. Dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
2. Penghematan biaya bagi keluarga.
3. Aspek kemudahan.
d Manfaat bagi masyarakat
1. Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi.
2. Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu).
3. Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan.
e Manfaat bagi negara
1. Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
2. Mengurangi subsidi untuk membeli susu formula.
3. Dapat meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.
f Manfaat bagi perusahaan
1. Dapat menghemat biaya pengobatan.
2. Dapat meningkatkan produktifitas kerja.
2.1.2. Komposisi ASI
Komposisi susu setiap saat dapat ditentukan oleh cara bayi menyusu. Telah
dibuktikan, bahwa komposisi ASI yang diproduksi oleh ibu yang melahirkan bayi
kurang bulan (ASI prematur) berbeda dengan ASI yang diproduksi oleh ibu yang
melahirkan cukup bulan (ASI mature). Demikian pula komposisi ASI yang keluar
pada hari ke 1-3 (kolostrum) berbeda dengan ASI yang diproduksi pada hari 4-7
sampai hai 10-14 (ASI transisi) dan ASI selanjutnya (ASI mature). Komposisi ASI
premature, ASI mature, kolostrum, ASI transisi dan perbandingannya dengan susu
sapi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. yang komposisi tersebut sesuai dengan
kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing; ASI dan ibu yang melahirkan bayi
pematur sesuai dengan kebutuhan bayi tersebut.
Tabel 2.1. Komposisi ASI Premature dibandingkan dengan ASI Mature
Zat Gizi ASI Mature ASI PREMATURE
1 Minggu 4 Minggu
Energi (kkal) 700 670 700
Protein (g) 13 24 18
Karbohidrat (g) 70 61 70
Lemak (g) 42 38 40
Natrium (mMol) 6,5 22 13
Kalium (mMol) 15 18 16
Kalsium (mMol) 8,7 6,2 6,4
Fosfor 4,8 4,6 4,6
Rasio Ca : P 1,8 1,4 1,2
Sumber : Modul Pelatihan Manajemen Laktasi, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2001.
Komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. Beberapa
a. Komposisi ASI Menurut Stadium Laktasi
Tabel 2.2 Komposisi ASI dibandingkan dengan Susu Sapi
Zat Gizi Kolostrum ASI transisi ASI matur Susu sapi
Protein (gr%) 4,1 1,6 1,2 3,3
Lemak (gr%) 2,9 3,5 3,5 4,3
Laktosa (gr%) 5,5 6,4 7 1,8
Kalori (kkal/100ml) 5,7 63 65 65
Natrium (mg%) 48 29 15 58
Kalium (mg%) 74 69 57 145
Fosfor (mg%) 14 20 15 120
Sumber : Modul Pelatihan Manajemen Laktasi, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2001.
Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena
kolostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature dan hanya sekitar 1%
dalam air susu mature, lebih banyak mengandung imunoglobin A (Iga), laktoterin dan
sel-sel darah putih, terhadap, yang kesemuanya sangat penting untuk pertahanan
tubuh bayi, terhadap serangan penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan
laktosa, lebih banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung
mineral-mineral natrium (Na) dan seng (Zn).
Susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak protein daripada ASI.
Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya berupa protein whey
yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk gumpalan yang relatif
keras dalam lambung bayi. Bila bayi diberi susu sapi, sedangkan ASI walaupun
mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian protein “whey”nya lebih
banyak, sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari lemak,
yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan dengan lemak susu
sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak (lipase).
Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya, dari satu fase
lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung sekitar 1 – 2% lemak
dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan membantu memuaskan rasa haus bayi
waktu mulai menyusui. Air susu berikutnya disebut “Hand milk”, mengandung
sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak lemak. Ini akan memberikan sebagian
besar energi yang dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi,
banyak memperoleh air susu ini.
Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam
air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak terlalu bervariasi dan terdapat lebih banyak
dibandingkan dengan susu sapi. Disamping fungsinya sebagai sumber energi, juga
didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat. Didalam usus asam
laktat tersebut membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan
juga membantu penyerapan kalsium serta mineral-mineral lain.
ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih mudah
diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan untuk bahan-bahan pertama
kehidupannya ASI juga mengandung lebih sedikit natrium, kalium, fosfor dan chlor
dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi.
Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang
diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat vitamin D dalam lemak susu, tetapi
penyakit polio jarang terjadi pada anak yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena
sinar matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air telah ditemukan terdapat dalam
susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan tambahan terhadap vitamin D yang
terlarut lemak.
b. Jenis-jenis ASI Berdasarkan Stadium Laktasi
1. Kolostrum merupakan cairan/ASI yang pertama kali disekresikan oleh kelenjar
mammae. Karena mngandung vitamin A, antibodi dan zat essensial yang tinggi,
kolostrum merupakan imunisasi awal. Kolostrum ini berlansung sekitar 3 sampai 4
hari setelah ASI pertama kali keluar dengan ciri-ciri sebagai berikut, (Departemen
Kesehatan RI, 2002) :
a. Cairan ASI ini lebih kental dan berwarna lebih kuning daripada ASI mature.
b. Lebih banyak mengandung protein, dimana protein utamanya adalah gamma
glubulin.
c. Lebih banyak antibody dibandingkan ASI mature dan dapat memberikan
perlindungan pada bayi sampai usia 6 bulan pertama.
d. Kadar karbohidrat dan lemaknya rendah daripada ASI mature.
e. Lebih tinggi mengandung mineral, terutama sodium dibandingkan ASI mature.
f. Total energinya hanya 58 kalori/100 ml kolostrum.
g. Vitamin yang larut lebih tinggi dibandingkan ASI mature, sedangkan vitamin
h. Bila dipanaskan akan menggumpal sedangkan ASI mature tidak menggumpal.
i. PH lebih alkali.
j. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lechitin dibandingkan ASI
mature.
k. Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/jam.
2. ASI masa peralihan adalah dari kolostrum sampai menjadi mature. ASI peralihan
berlangsung dari hari keempat sampai hari kesepuluh dari masa laktasi dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi.
b. Volume akan semakin meningkat.
3. ASI mature adalah ASI yang disekresikan pada hari kesepuluh dan seterusnya
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan
warna dari garam-garam Ca-Caseinat, riboflavi dan karoten yang terdapat di
dalamnya.
b. Tidak menggumpal bila dipanaskan.
c. Pengaruh Ras Terhadap Komposisi ASI
Suku bangsa (ras) juga mempengaruhi susunan zat gizi dari ASI. Hal ini
ibu-ibu disetiap negara tidaklah sama. Perbedaan yang paling nyata adalah pada kadar
lemak dan beberapa vitamin dan mineral penting.
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi ASI Di Negara India, Amerika dan Inggris
Unsur Amerika Inggris India
Lemak (gr%) 4,54 4,78 3,42
Sumber : Jelliffe, Evaluation of Infant Nutrition in the Subtropics and Tropics, 1977.
a.Keadaan gizi dan Diit
Makanan yang dimakan ibu selama menyusui mempengaruhi produksi ASI.
Tambahan 500 kalori perhari sudah cukup ibu menyusui. Efisiensi penggunaan
makanan yang dirubah manjadi susu kira-kira ada 90%. Energi dari makanan pada
saat menyusui hampir seluruhnya diubah menjadi ASI. Pada ibu yang sehat dapat
memproduksi ASI sekitar 850 ml sehari. Kalori selama masa menyusui paling
dibutuhkan daripada protein. Susu ibu mengandung protein kira-kira 1,1 gr/100 ml,
(Ebrahim, 1986).
Tabel 2.4 Nilai Gizi Sehari Diit Hiperamis
Diit Hiperemesis I Diit Hiperemesis II Ditt Hiperemesis III
Kalori 1059 1672 2269
Tabel 2.5 Nilai Gizi Sehari Diit Preeklampsi
Diit Preeklampsi I Diit Preeklampsi II Ditt Preeklampsi III
Kalori 1032 1064 2128
Protein 20 g 56 g 80 g
Lemak 19 g 44 g 63 g
Hidrat arang 211 g 261 g 305 g
Kalsium 0,6 g 0,5 g 0,8 g
Besi 6,9 g 17,3 g 24,2 mg
Vitamin A 2475 SI 9227 SI 10016 SI
Thiamin 0,5 mg 0,8 mg 1,0 mg
Vitamin C 246 mg 212 mg 213 mg
Natrium 228 mg 248 mg 403 mg
Sumber : Dr. Soedjiningsih, DSAK, ASI : Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, 1997
Meskipun terjadi penurunan berat badan, sekresi ASI cukup untuk menunjang
pertumbuhan bayinya, yang bertambah dari rata-rata 2,90 kg waktu lahir menjadi
7,39 kg pada umur satu tahun. Telah diketahui, bahwa jika diit ibu tidak memadai
maka pengeluaran air susu akan menurun. Menurut Ebrahim (1986), ibu-ibu dari
golongan sosio ekonomi rendah pada tahun pertama laktasi sanggup mengeluarkan
air susu sebanyak 400-800 ml sehari, sedangkan pada tahun kedua pengeluaran ASI
menurun menjadi 200 sampai 450 ml sehari.
Dinas kesehatan RI (2002), dalam menyikapi kasus-kasus melihat dari sisi
lain yang menjadi hal penting yang harus diperhatikan untuk ibu dalam gizi dan
diitnya untuk menyusui, adalah sebagai berikut :
1. Ibu menyusui harus makan nasi dan lauk pauknya lebih banyak dari pada waktu
sebelum menyusui.
2. Agar ASI cukup jumlahnya, ibu harus minum paling sedikit 8 gelas sehari,
3. Meneruskan kebiasaan makan aneka ragam makanan yang bersumber dari zat
besi dan zat kapur dalam jumlah yang cukup setiap harinya.
4. Ibu yang bekerja tetap harus menyusui bayinya sebelum berangkat kerja dan
setelah kembali bekerja.
5. Apabila ibu sakit, segera periksakan diri kepuskesmas untuk mendapatkan
pengobatan dan nasihat dokter. Anak bisa tetap disusui bila perlu memakai
penutup mulut dan hidung (masker).
2.2. Teknik dan Posisi Menyusui
Seorang ibu dan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai
masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya, seperti misalnya
cara menaruh bayi pada payudara ketika menyusui, dan bayi walau sudah dapat
menghisap tetapi dapat mengakibatkan puting terasa nyeri, dan masih banyak lagi
masalah lain.
Pada minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam
emosional. Sebenarnya hal ini sangat membantu pada proses mencintai anak (emosi
kasih sayang), namun hal ini juga dapat berpengaruh pada sikap ibu yang menjadi
mudah tersinggung. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang untuk membimbingnya
dalam hal merawat bayi meyusui. Orang yang dapat membantunya terutama orang
yang berpengaruh besar dalam kehidupannya atau yang disegani, seperti suami,
keluarga/kerabat dekat, atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/tenaga
Seorang dokter/tenaga kesehatan yang berkecimpung dalam bidang laktasi
seharusnya mengetahui bahwa menyusui itu merupakan suatu proses alamiah namun
untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai
tehnik-tehnik yang benar, sehingga pada saatnya dapat disampaikan pada ibu yang
membutuhkan persalinan.
Ada berbagai macam posisi menyusui yang bisa dilakukan dengan duduk,
berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan cara seperti
memegang bola, dimana kedua bayi disusu bersamaan kiri dan kanan. Ada ASI yang
memancarkan (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu tangan sedikit menahan
kepala bayi, dengan posisi ini maka tidak tersedak. (Modul Pelatihan Manajemen
Laktasi, 2001).
Cara menyusui yang baik dan benar, harus memperhatikan hal berikut,
(Departemen Kesehatan RI, 2005) :
a. Posisi badan ibu dan badan bayi
b. Posisi mulut bayi dan puting susu ibu
c. Tanda-tanda posisi menyusui yang benar dan yang salah
Adapun langkah-langkah menyusui yang benar, adalah sebagai berikut :
1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dikoreksi pada puting
susu dan aerola sekitarnya, cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan
menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu dan payudara. Ibu duduk atau berbaring
menggantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi dipegang
pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung
siku ibu, kepala dan tubuh bayi lurus). Satu tangan diletakkan dibelakang badan
ibu, dan satu didepan. Hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga bayi berhadapan
dengan puting susu. Dekatkan badan bayi ke badan ibu, sanggahlah seluruh bayi
jangan hanya leher dan bahunya saja. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah, jangan
menekan puting susu atau aerola saja.
4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting refleks) dengan cara
menyentuhkan bibir bayi ke puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
5. Setelah bayi membuka mulut, segera mendekatkan bayi kearah payudara ibu
sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak dibawah puting susu.
Usahakan sebagian besar aerola masuk kedalam mulut bayi, sehingga puting susu
berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampungan ASI yang terletak dibawah aerola. Setelah bayi mulai menghisap,
payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi.
2.2.1. Cara Pengamatan Teknik Menyusui Yang Benar
Tehnik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga menpengaruhi produksi ASI selanjutnya atau
bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan tehnik yang
benar, dapat dilihat dari tanda-tanda posisi menyusui yang benar (Depkes RI, 2005):
2. Dagu bayi menempel pada payudara
3. Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (payudara
bagian bawah)
4. Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
5. Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
6. Sebagian besar aerola tidak tampak
7. Bayi menghisap dalam dan perlahan
8. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
9. Terkadang terdengar suara bayi menelan
10. Puting susu tidak terasa sakit dan lecet
Posisi menyusui yang salah menyebabkan bayi tidak puas menyusu,
tanda-tanda posisi menyusu yang salah adalah :
1. Mulut tidak terbuka lebar, dagu tidak menempel pada payudara
2. Dada bayi tidak menempel pada dada ibu, sehingga leher bayi terputar
3. Sebagian besar daerah aeola masih terlihat
4. Bayi menghisap sebentar-bentar
5. Bayi tetap gelisah pada akhir menyusu
6. Kadang-kadang bayi minum berjam-jam
7. Puting susu ibu lecet dan sakit.
2.2.2. Pengeluaran ASI
Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar maka selama menyusui
enggan bayinya menyusu. Pengeluaran ASI juga berguna pada ibu bekerja yang akan
meninggalkan bayinya di rumah, ASI yang merembes karena payudara penuh pada
bayi yang mempunyai masalah menghisap (misal BBLR), menghilangkan bendungan
atau memacu produksi saat ibu sakit dan tidak dapat langsung menyusui bayinya,
(Modul Pelatihan Manajemen Laktasi, 2001).
Pengeluaran ASI dilakukan dengan 2 cara yaitu, (Depkes RI, 2005) :
a. Pengeluaran ASI dengan tangan
Mengosongkan ASI dengan tangan merupakan cara mengeluarkan ASI yang
paling baik (dan karena itu paling dianjurkan), terlembut walau beberapa ibu
mengalami kesukaran waktu pertama-tama melakukannya.
Caranya :
1. Cuci tangan sampai bersih
2. Pegang cangkir yang bersih untuk menampung ASI
3. Condongkan badan kedepan dan sangga payudara dengan tangan
4. Letakkan ibu jari pada batas aerola mamae dan letakkan jari telunjuk pada
batas aerola bagian bawah sehingga berhadapan
5. Tekan kedua jari ke dalam ke arah dinding dada tanpa menggeser letak kedua
jari
6. Pijat daerah diantara kedua jari tadi kearah depan sehingga akan memeras dan
mengeluarkan ASI yang berada didalamnya sinus lactiferous
8. Setelah pancaran ASI berkurang, pindahkan posisi ibu jari telunjuk tadi
dengan cara diputar pada sisi-sisi lain dari batasan aerola dengan kedua jari
selalu berhadapan
9. Lakukan hal yang sama pada setiap posisi sehingga ASI keluar dari payudara
10.Jangan menekan, memijat atau menarik puting susu karena ini tidak akan
mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
b. Pengeluaran ASI dengan pompa
Ada dua macam bentuk pompa, yaitu pompa manual/tangan dan pompa elektrik.
Pompa manual/tangan; sering dipergunakan karena murah, portable, mudah
dibersihkan dan umumnya mudah digunakan. Beberapa tipe pompa manual antara
lain; (1) Tipe silindris yang efektif dan mudah dipakai kekuatan tekanan isapan
mudah dikontrol, baik kedua silinder maupun gerakan memompa berada dalam
garis lurus yang terbuat dari plastik dengan tempat perlindungan ASI dibagian
silinder, (2) Tipe silindris bersudut yaitu tipe yang sama dengan tipe silindris
tetapi bersudut bawah dengan gerakan piston yang tertarik kebawah akan lebih
mudah mengontrol kekauan tekanan isapan. Asi ditampung di botol yang
ditempelkan di pompa, (3) Tipe Kerucut gelas/plastik dan bola karet/tipe terompet
(squeeze and bulb the horn). Tipe ini tidak dianjurkan untuk dipakai karena dapat
menyakitkan dan dapat menyebabkan kerusakan puting susu serta jaringan
payudara. Kekuatan isap sukar diatur, tipe ini juga sukar dibersihkan dan
Karena umumnya harganya sangat mahal sehingga penggunaanya terbatas di
rumah-rumah sakit besar.
2.2.3. Penyimpanan ASI dan Pemberian ASI Perasan
ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat :
1. Bila disiimpan diudara terbuka/bebas sekitar 6-8 jam
2. Di almari es (4 derajat C) sekitar 24 jam
3. Di almari pendingin /beku (<18 derajat C) sekitar 6 bulan
ASI yang telah didinginkan tidak boleh direbus bila dipakai, karena
kualitasnya akan menurun yaitu unsur kekebalannya. ASI tersebut cukup didiamkan
beberapa saat di dalam suhu kamar, agat tidak terlalu dingin atau dapat juga direndam
didalam wadah yang terisi air panas.
Dalam pemberian ASI perasan yang perlu diperhatikan adalah cara pemberian
pada bayi, jangan diberikan dengan botol/dot, karena ini akan menyebabkan bayi
bingung puting. Berikan pada bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok,
sehingga bika saatnya Ibu menyusui langsung, maka bayi tidak menolak menyusui.
Pemberian dengan menggunakan sendok biasanya kurang praktis dibandingkan
dengan cangkir karena membutuhkan waktu yang lama. Namun pada keadaan dimana
bayi hanya membutuhkan ASI, atau bayi sering tersedak/muntah, maka lebih baik
bila ASI perasan digunakan dengan menggunakan sendok. Selama di
RS/RB/Puskesmas ibu sedapat mungkin sudah dapat melakukan tehnik menyusui
lebih baik ada ibu-ibu kelompok ASI yang dapat menjadi teman berbincang ibu
dalam hal menyusui. Karena biasanya komunikasi antar ibu akan lebih terbuka.
Dengan persiapan yang baik pada masa kehamilan dan dilanjutkan dengan
persiapan dan penangannya selanjutnya dikamar bersalin. Ruang rawat gabungan
maupun nasehat pada saat akan pulang yang berkesinambungan akan menunjang
keberhasilan menyusui. Disamping itu diberikan pengetahuan dan ketrampilan
dengan KIE mengenai hal misalnya: masalah-masalah dalam menyusu, bayi dan
anak, kamar bersalinan dan rawat gabungan, (Modul Pelatihan Manajemen Laktasi,
2001).
2.2.4. Masalah Menyusui dan Cara Mengatasi a. Puting Susu Datar dan Terbenam
Ibu yang memiliki puting, datar atau terbenam tidak perlu khawatir dalam
menyusui. Meskipun demikian, beberapa bayi pada awalnya menemukan kesukaran,
tetapi setelah beberapa minggu depan usaha ekstra, puting susu yang datar akan
menonjol keluar sehingga bayi akan dapat menyusu dengan mudah. Sejak kehamilan
trimester terakhir, ibu yang tidak mempunyai resiko kelahiran premature, dapat
diusahakan mengeluarkan puting susu datar atau terbenam dengan :
1. Tehnik atau gerakan Hoffman yang dikerjakan 2x sehari
2. Dibantu dengan jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompoa ASI.
Setelah bayi lahir puting susu datar atau terbenam dapat dikeluarkan dengan cara :
2. Susui bayi sesering mungkin (misalnya 2-2 ½ jam), ini akan menghindarkan
payudara akan terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi akan menyusu.
3. Massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual sebelum menyusui
dapat membantu bila terdapat bendungan payudara dan puting susu tertarik
kedalam.
4. Pompa ASI yang efektif (bukan berbentuk “terompet” atau bentuk squeezen
dan bulb) dapat dipakai untuk mengeluarkan puting susu pada waktu
menyusui.
b. Puting Susu Nyeri
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit
ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi dan puting susu ibu
benar, perasaan nyeri akan segera menghilang. Cara menanganinya :
1. Pastikan posisi menyusu sudah benar
2. Mulailah menyusui pada puting susu yang tidak sakit, guna membantu
mengurangi sakit pada puting susu yang sakit
3. Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI, oleskan diputing susu dan biarkan
payudara terbuka untuk beberapa waktu sampai puting susu kering
4. Jangan membersihkan puting susu dengan sabun
5. Hindarkan puting susu menjadi lembab
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet.
Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah,
puting susu lecet dapat disebabkan oleh thrust (candidiasis) atau dermatitis.
Cara menangani puting susu lecet :
1. Cari penyebab puting lecet (posisi menyusui salah, candidiasisi atau dermatitis).
2. Obat penyebab puting lecet terutama perhatikan posisi menyusui.
3. Kerjakan semua cara-cara menangani susu nyeri diatas tadi.
4. Bila sangat menyakitkan, berhenti menyusui pada payudara yang sakit untuk
sementara untuk memberi kesempatan lukanya menyembuh.
5. Keluarkan ASI dari payudara yang sakit dengan tangan (jangan dengan pompa
ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran pembentukan ASI.
6. Berikan ASI perah dengan sendok atau gelas (jangan dengan dot),
7. Setelah terasa membaik, mulai menyusui kembali mula-mula dengan waktu yang
lebih singkat.
8. Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu, rujuk ke puskesmas.
d. Payudara Bengkak
Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan
nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara bersama dengan ASI mulai
diproduksi dalam jumlah banyak.
Penyebab payudara membengkak :
1. Posisi mulut bayi dan puting susu ibu yang salah
3. Terlambat menyusui
4. Pengeluaran ASI yang jarang
5. Waktu menyusui yang terbatas
a. Cara mengatasinya :
1. Susui bayi semau bayi/sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa waktu.
2. Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa
ASI yang efektif.
3. Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat dilakukan dengan
kompres air hangat untuk mengurangi rasa sakit, massage payudara, massage
leher dan punggung.
4. Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema.
Masalah-masalah yang sering terjadi pada saat menyusui terutama pada ibu
primipara. Oleh karena itu kepada ibu-ibu ini perlu diberikan penjelasan tentang
pentingnya perawatan payudara, cara menyusui yang benar, dan hal-hal lain yang erat
hubungannya dengan proses menyusui. Masalah-masalah yang sering terjadi
(Soetjiningsih, 1989) adalah :
1. Puting susu nyeri/lecet.
2. Payudara bengkak (Engorgement).
3. Saluran susu tersumbat (Obstructive Duct).
4. Mastitis.
5. Abses Payudara.
7. Kegagalan menyusui.
8. Bayi enggan menyusu.
9. Ibu bekerja.
2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian Asi Eksklusif 2.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengalaman dari hasil penelitian telah
membuktikan bahwa perilaku seseorang didasari oleh pengetahuan.
Bart (1994), menyatakan perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan
akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi
pengetahuan yang sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa
mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat akan lebih
mudah untuk diubah ke arah yang lebih baik.
2.3.1.1. Tingkatan Pengetahuan
Modifikasi teori Bloom dalam Notoatmodjo (2003), mengatakan pengetahuan
yang dicakup dalam domain kognitif (merupakan salah satu domain/kawasan
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam
pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.2)
memahami, sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.3)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan mateir yang telah
dipelajari pada siatuasi atau kondisi sebenarnya.
Aplikasi pengertiannya sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip-prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masalah-masalah dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis menunjukkan
kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang lain.
6) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi.
2.3.1.2. Pengetahuan dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Penelitian Wahyuningrum (2007), di desa Sadang Kecamatan Jekulo
Kabupaten Kudus, membuktikan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan yang erat
Pengetahuan yang mempunyai kontribusi tersebut adalah pengetahuan akan manfaat
pemberian ASI eksklusif kepada bayi mulai 0-6 bulan.
Menurut hasil penelitian Atia Ningrum (2007), di Desa Suka maju Kecamatan
Tak Gentar Kabupaten Merdeka, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan (58,2%) dan sikap (63,6%) serta pendidikan terhadap
pemberian ASI eksklusif.
Penelitian kesehatan (2009), menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan
sebagai salah satu pencetus rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif dinegara
berkembang. Pengetahuan yang rendah menyebabkan ibu menyusui tidak mengetahui
layanan kesehatan yang tersedia untuk meningkatkan kesehatan seperti mendapatkan
penyuluhan informasi tentang pemberian ASI secara eksklusif.
Menurut penelitian Yulfira (2007), yang menggali informasi mengenai sejauh
mana pengetahuan dan perilaku dan persepsi ibu tentang pemberian ASI/ASI
eksklusif terhadap keinginan mendapat informasi dalam pelayanan kesehatan. Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa secara umum pengetahuan responden terhadap
pemberian ASI cukup memadai namun untuk pemberian ASI secara eksklusif hampir
seluruh responden belum mengetahui informasi tentang ASI eksklusif yang sangat
penting diberikan mulai umur 0-6 bulan tanpa pemberian tambahan makanan lain
hanya ASI saja.
2.3.2. Sikap Ibu Menyusui
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
sikap sebagai hasl yang memerlukan predisposisi yang nyata dan variable disposisi
lain untuk memberi respons terhadap objek sosial dalam interaksi dengan situasi dan
mengarahkan serta memimpin individu dalam bertingkah laku secara terbuka.
Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap merupakan
kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu, akan tetapi sebagai salah satu predisposisi tindakan untuk perilaku. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional.
Sedangkan Krech et al dalam Notoatmodjo (2003), menyebutkan bahwa sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif
sehingga selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negative.
Selanjutnya Mucchielli dalam Notoatmodjo (2003), menegaskan sikap sebagai suatu
kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif terhadap kategori tertentu dari objek,
orang atau situasi.
Sikap juga mempunyai tiga komponen pokok yang berupa kepercayaan
(keyakinan) terhadap suatu ide dan konsep suatu objek, kehidupan emosional atau
evaluasi emosional terhadap suatu objek serta kecenderungan untuk bertindak. Secara
bersamaan ketiga komponen ini dapat membentuk sikap yang utuh (total attitude) dan
dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi
2.3.2.1. Determinan Sikap
WHO dalam Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa sikap sebagai bagian
dari perilaku seseorang, akan terwujud menjadi tindakan yang tergantung pada situasi
saat itu, sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada
pengalaman orang lain, sikap dan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan
banyak atau sedikit pengalaman orang lain dan alasan pokok yang terakhir adalah
nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat dimana dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat menjadi pegangan bagi setiap orang.
2.3.2.2. Tingkatan Sikap
Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa seperti halnya dengan pengetahuan,
sikap juga mempunyai beberapa tingkatan yaitu : 1) Menerima dimana orang (subjek)
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek), 2) Merespons yaitu
memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan, 3) Menghargai, yang dimaksud adalah mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah,
4) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
2.3.2.3. Sikap dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Sikap berkaitan dengan situasi, pengalaman orang lain atau pengalaman
individu sendiri. Sikap dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dapat terbentuk
berdasarkan interaksi sebelumnya atau berdasarkan pengetahuan ibu tentang manfaat