• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Keuangan Dan Efisiensi Intermediasi Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Tahun 2006-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinerja Keuangan Dan Efisiensi Intermediasi Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum Syariah Tahun 2006-2011"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

MEITA PUSPITASARI H14080133

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

MEITA PUSPITASARI. Analisis Kinerja Keuangan dan Efisiensi Intermediasi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah Tahun 2006-2011. (Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA).

Indonesia menganut dual banking system atau sistem perbankan ganda yaitu bank konvensional yang bekerja dengan prinsip bunga dan bank syariah yang bekerja dengan prinsip bagi hasil. Perkembangan dan perbedaan sistem yang terjadi pada perbankan Indonesia memungkinkan terjadinya perbedaan kinerja keuangan dan efisiensi perbankan. Selain itu, krisis keuangan juga akan berpengaruh pada efisiensi perbankan baik konvensional maupun syariah.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu menganalisis kinerja keuangan serta efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah pada periode 2006-2011 serta setelah krisis tahun 2008. Penelitian ini juga menganalisis perbedaan kinerja keuangan serta efisiensi pada kedua jenis bank tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data tahunan dari 2006 sampai 2011 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.

Analisis mengenai kinerja keuangan perbankan dilakukan dengan analisis deskriptif terhadap rasio keuangan antara lain Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR), Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF), Return on Asset (ROA), rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Hasil analisis menunjukkan perubahan kualitas rasio keuangan umumnya disebabkan oleh adanya krisis global tahun 2008. Berdasarkan analisis uji data berpasangan terdapat perbedaan nyata antara BUK dan BUS pada variabel CAR, FDR/LDR, ROA, dan BOPO dimana BUK memiliki keunggulan pada rasio permodalan (CAR) dan rentabilitas (ROA) sedangkan BUS memiliki keunggulan pada rasio likuiditas (FDR) dan efisiensi BOPO.

(3)

Oleh

MEITA PUSPITASARI H14080133

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(4)

Tahun 2006-2011

Nama : Meita Puspitasari

NRP : H14080133

Mayor : Ilmu Ekonomi

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. NIP: 1964 0101 198803 1 061

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP: 1964 1022 198903 1 003

(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2012

Meita Puspitasari

(6)

Penulis bernama Meita Puspitasari, lahir pada tanggal 1 Mei 1990 di Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara, dari pasangan Jon Wiklif Tinambunan dan Kesianna Manik. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Budi Mulia, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 4 Bogor dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi yaitu pada tahun 2008 dimana penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Prestasi Internasional dan Nasional (PIN).

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “Analisis Kinerja Keuangan dan Efisiensi Intermediasi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah Tahun 2006-2011”. Adapun hal yang melatarbelakangi penulis dalam membuat skripsi ini adalah diperlukan kondisi perbankan yang sehat dan baik sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai negara ini. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua penulis, yaitu Bapak Jon Wiklif Tinambunan dan Ibu Kesianna Manik serta adik David, Jenny dan Debora atas kasih sayang dan dukungan mereka sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga pembuatan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Dr. Iman Sugema sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dalam skripsi ini.

4. Bapak Salahuddin el Ayyubi, MA sebagai penguji komisi pendidikan yang telah memberi masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

5. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

6. Teman-teman penulis, yaitu Nenti, Sinta, Dian, Suci, Eris, dan Laura yang telah memberikan semangat, bantuan, dan kerjasamanya.

(8)

kekurangan. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf atas segala kesalahan kata dan kekurangan dari skripsi ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan masukan untuk perbaikan yang akan datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2012

Meita Puspitasari

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank ... 8

2.1.1. Definisi Bank ... 8

2.1.2. Perbankan Konvensional ... 9

2.1.3. Perbankan Syariah ... 10

2.1.4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 10

2.1.5. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ... 11

2.1.6. Sistem dan Produk Penghimpunan Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 12

2.1.7. Sistem dan Produk Penyaluran Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 16

2.2. Rasio Keuangan ... 19

2.2.1. Rasio Permodalan (Solvabilitas) ... 19

2.2.2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) ... 22

2.2.3. Rasio Rentabilitas ... 23

2.2.4. Rasio Likuiditas ... 24

2.2.5. Rasio Efisiensi ... 24

2.3. Efisiensi Perbankan ... 24

(10)

2.3.2. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi

Bank ... 25

2.4. Konsep Data Envelopment Analysis (DEA) ... 27

2.4.1. Model Constant Return to Scale (CRS) atau Model Charnes Cooper dan Rhodes (CCR) ... 28

2.5. Uji T Data Berpasangan (Paired Sample T Test) ... 30

2.6. Penelitian Terdahulu ... 31

2.7. Kerangka Pemikiran ... 33

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.2. Populasi dan Sampel ... 36

3.3. Metode Analisis ... 37

3.3.1. Analisis Deskriptif ... 38

3.3.2. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ... 38

3.3.3. Uji T Data Berpasangan (Paired Sample T Test) ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data ... 43

4.1.1. Analisis Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 43

4.1.2. Analisis Rasio Loan/Financing to Deposit Ratio (LDR/FDR) ... 45

4.1.3. Analisis Rasio Non Performing Financing/Loan (NPF/NPL) ... 48

4.1.4. Analisis Rasio Return on Asset (ROA) ... 50

4.1.5. Analisis Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) ... 51

4.2. Data Envelopment Analysis (DEA) ... 53

4.2.1. Efisiensi Intermediasi BUK dan BUS Tahun 2006-2011 .... 53

4.2.2. Efisiensi BUK dan BUS Setelah Krisis Global 2008 ... 59

4.3. Perbandingan Kinerja Keuangan dan Efisiensi BUK dan BUS ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Perkembangan Jumlah Bank Umum Konvensional (BUK) dan

Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia Tahun 2006-2011 ... 2

2.1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 11

2.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ... 12

3.1. Rasio Keuangan Perbankan ... 38

4.1. Perkembangan Rasio Keuangan CAR, LDR dan FDR, NPL dan NPF, ROA, dan BOPO Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia ... 43

4.2. Jumlah Kredit dan DPK BUK Tahun 2008-2011 ... 46

4.3. Jumlah Kredit dan DPK BUS Tahun 2008-2011 ... 47

4.4. Tingkat Efisiensi Intermediasi BUK dan BUS Tahun 2006-2011 ... 54

4.5. Perkembangan Tingkat Efisiensi Intermediasi BUK dan BUS Tahun 2006-2011 ... 55

4.6. Inefisiensi BUK Tahun 2008 ... 56

4.7. Inefisiensi BUK Tahun 2009 ... 56

4.8. Inefisiensi BUS Tahun 2009 ... 57

4.9. Inefisiensi BUS Tahun 2010 ... 58

4.10. Tingkat Efisiensi Intermediasi BUK dan BUS Tahun 2009 ... 59

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Skema Kerja Prinsip Wadi’ah Yad Dhamanah ... 13

2.2. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet ... 14

2.3. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet ... 15

2.4. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Mutlaqah ... 16

2.5. Kerangka Pemikiran ... 35

4.1. Perkembangan CAR BUS dan Bank BUS 2006-2011 ... 44

4.2. Perkembangan FDR BUS dan LDR BUK 2006-2011 ... 46

4.3. Perkembangan NPF BUS dan NPL BUK 2006-2011 ... 48

4.4. Perkembangan ROA BUS dan BUK 2006-2011 ... 50

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Efisiensi Perbankan Setelah Krisis... 69

(15)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil berperan meningkatkan produktivitasnya. Meningkatnya produktivitas sektor riil dapat meningkatkan iklim dunia usaha dan investasi yang kemudian akan meningkatkan pendapatan nasional.

Sebagai lembaga intermediasi, sektor perbankan menghubungkan pihak surplus dengan pihak defisit. Pihak surplus atau deposan menyimpan uang di bank dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito. Sedangkan pihak defisit atau debitur meminjam uang dari bank dalam bentuk kredit konvensional dan pembiayaan syariah. Pinjaman tersebut menjadi sarana intermediasi bagi perbankan.

Kepercayaan terhadap lembaga perbankan menjadi sangat penting agar fungsi intermediasi dapat berjalan dengan baik. Fungsi intermediasi yang berjalan dengan baik menciptakan penggunaan dana yang optimal dan efisien. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya aktivitas produktif dari dana yang dipinjamkan sehingga output aktivitas produksi akan meningkat dan lapangan kerja baru yang banyak bermunculan menambah taraf kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Muharam dan Pusvitasari, 2007).

Sejak dikeluarkannya UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Indonesia menerapkan sistem perbankan ganda yaitu bank konvensional dan bank syariah. Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia memiliki tugas baru sebagai otoritas moneter ganda yang dapat menjalankan kebijakan moneter konvensional dan syariah. Amandemen UU tersebut meresmikan berlakunya sistem perbankan ganda atau dual banking system di Indonesia. Dunia perbankan baik konvensional maupun syariah semakin berkembang di bawah pengaturan, pengawasan, dan pengembangan Bank Indonesia.

(16)

likuidasi. Krisis membuat jumlah BUK mengalami penurunan di tahun 2008 hingga 2011 tetapi jumlah BUK kembali mengalami peningkatan di tahun 2011. Kondisi ini berbeda dengan jumlah BUS yang selalu mengalami peningkatan walaupun di saat krisis. Hal ini dapat membuktikan daya tahan BUS dalam menghadapi masalah krisis.

Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia Tahun 2006-2011

Tahun

Jenis

2006 2007 2008 2009 2010 2011

BUK 127 127 119 115 111 120

BUS 3 3 5 6 11 11

Total 130 130 124 121 122 131 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2006-2011

Dalam sistem konvensional, intermediasi perbankan terjadi melalui sistem kredit. Sebagai intermediator, bank berperan dalam mendorong perekonomian nasional melalui kredit tersebut. Deposan menyimpan uang di bank dan debitur meminjam uang dari bank dengan tingkat bunga yang berlaku. Di sisi lain, bank juga mencari keuntungan melalui selisih antara suku bunga simpanan dan suku bunga kredit setelah diperhitungkan juga biaya overhead dalam proses pemberian kredit. Sistem tersebut juga menempatkan bank konvensional sebagai lembaga yang berorientasi pada profit.

(17)

Krisis moneter yang dimulai tahun 1997 merupakan salah satu dampak tidak bekerjanya sistem bunga dengan baik. Tingkat bunga yang tinggi mengakibatkan bank khususnya bank konvensional tidak mampu menyediakan dana likuid untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Selain itu, nasabah peminjam tidak mampu mengembalikan dana yang telah dipinjam karena tingkat bunga yang terlalu tinggi. Tingkat bunga yang tinggi juga mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha. Tingginya tingkat suku bunga mengakibatkan fungsi intermediasi perbankan tidak berjalan optimal. Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya perbankan nasional dan perekonomian Indonesia. Perbankan dianggap memiliki peran besar dalam memicu krisis moneter saat itu (Abdurohman, 2003).

Pada masa krisis tersebut, sektor moneter tidak berjalan beriringan dengan sektor riil. Sektor moneter berkembang melampaui sektor riil karena uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar tetapi juga sebagai komoditas akibat adanya para spekulan. Hal ini berbeda dengan prinsip syariah yang menggunakan uang hanya sebagai alat tukar. Dengan prinsip syariah, bank umum syariah masih dapat bertahan dan menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan perbankan konvensional. Berdasakan data Bank Indonesia tahun 2002, penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing financing) pada bank syariah lebih rendah dibandingkan bank konvensional.

(18)

pemanfaatan dana tersebut sehingga proyek yang didanai merupakan usaha sektor riil yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

Perkembangan perekonomian nasional juga dipengaruhi oleh perkembangan perbankan nasional. Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah yang semakin berkembang di Indonesia baik secara jumlah, kualitas, maupun produk yang ditawarkan akan berdampak terhadap perekonomian. Selain itu, perbedaan sistem operasional kedua bank tersebut juga memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang diberikan yaitu masyarakat semakin mudah dalam melakukan transaksi keuangan sehingga produktivitas sektor keuangan Indonesia semakin meningkat. Di sisi lain, lembaga keuangan yang rentan terhadap resiko dapat mendatangkan permasalah terhadap perekonomian. Permasalahan penting lembaga keuangan yaitu mengenai kualitas kinerja dan kesehatan BUK dan BUS. Informasi mengenai kualitas perbankan diperlukan oleh masyarakat dan pihak terkait untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen resiko.

Kinerja perbankan dapat dilihat melalui rasio keuangan perbankan. Analisis rasio keuangan dapat membantu manajemen dalam memahami apa yang terjadi pada perbankan berdasarkan suatu informasi laporan keuangan baik dengan perbandingan rasio-rasio sekarang dengan yang lalu dan yang akan datang pada internal perbankan maupun perbandingan rasio perbankan dengan perbankan yang lainnya atau dengan rata-rata industri pada saat titik yang sama/perbandingan eksternal (Munawir dalam Isna Rahmawati, 2008). Beberapa rasio keuangan yang dapat diamati dalam menilai kinerja perbankan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Financing to Deposit Ratio (FDR), Non Performing Loan (NPL) dan Non Performing Financing (NPF), Return on Asset (ROA), dan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO).

(19)

kegiatan operasional perbankan. DEA mampu mengukur berbagai macam input dan output dengan satuan variabel yang berbeda. Dengan demikian, metode ini lebih fleksibel dan mudah digunakan dibanding alat analisis lainnya.

Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang penting untuk diperhatikan dalam mengukur kemampuan perbankan sebagai lembaga keuangan yang sehat dan berkelanjutan (sustainable). Efisiensi industri perbankan dapat ditinjau dari sudut mikro maupun makro (Berger dan Mester, 1997). Secara mikro, efisiensi perbankan dapat diketahui melalui persaingan yang terjadi di industri perbankan. Bagi pihak bank, efisiensi merupakan gambaran kinerja yang harus diperhatikan agar bank dapat bertindak rasional dalam memanfaatkan faktor produksi dan meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dalam menghadapi kegiatan operasinya. Efisiensi perbankan akan mempengaruhi profitabilitas bank yang bersangkutan (Muharam dan Pusvitasari, 2007). Dari perspektif makro, bank yang efisien mampu menjalankan fungsi intermediasinya secara optimal melalui penyaluran kredit dengan biaya murah. Bank yang efisien akan dapat mempertahankan keberadaanya dan kesetiaan nasabahnya. Bagi masyarakat, bank yang efisien berarti bank tersebut telah berhasil melaksanakan perannya sebagai lembaga keuangan yang dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi.

Perbandingan efisiensi antar bank juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja perbankan. Hasil perbandingan tersebut akan menjadi stimulus untuk saling berkompetisi dalam mencapai kinerja yang optimal. Bagi masyarakat, perbandingan tingkat efisiensi perbankan akan mempermudah dalam memilih bank mana yang akan dituju.

Penelitian efisiensi intermediasi perbankan dengan menggunakan DEA pernah dilakukan oleh Rakhmat Purwanto. Penelitian yang dilakukan mengenai efisiensi BUK dan BUS selama periode 2006-2010 dengan metode DEA. Penelitian tersebut menyatakan dari 21 BUK dan BUS yang diteliti hanya terdapat satu bank umum yang mencapai tingkat efisiensi 100% secara terus menerus yaitu Bank Mestika Dharma (BUK) sedangkan bank lain mengalami fluktuasi atau bahkan tidak pernah mencapai tingkat yang efisien.

(20)

berada di atas rata-rata nilai efisiensi. Sedangkan pada pendekatan aset dan pendekatan produksi, BUS berada di bawah rata-rata nilai efisiensi bank umum.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan menganalisis efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Iindonesia tahun 2006 sampai 2011. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis kondisi intermediasi perbankan pasca krisis tahun 2008.

1.2. Perumusan Masalah

Intermediasi yang dilakukan oleh perbankan merupakan salah satu faktor pendorong tumbuhnya sektor riil di Indonesia. Perbankan memberikan tambahan modal bagi sektor ekonomi untuk mengembangkan produksinya. Sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan deposan dan kreditur, diperlukan bank dengan kinerja keuangan yang sehat. Efisiensi merupakan salah satu pengukuran kinerja perbankan yang dapat menjadi akar permasalahan atau sumber pertumbuhan perbankan. Efisiensi menjadi aspek yang paling penting untuk mewujudkan suatu kinerja keuangan yang sehat dan berkelanjutan.

Bank konvensional dan bank syariah memiliki perbedaan sistem dalam menjalankan kegiatan operasinya. Bank konvensional didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku sedangkan bank syariah menggunakan sistem bagi hasil. Perbedaan sistem konvensional dan syariah dapat mempengaruhi kinerja dan tingkat efisiensi perbankan sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana ke sektor riil.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kinerja keuangan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selama periode 2006-2011 dalam perekonomian nasional?

2. Bagaimana tingkat efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selama periode 2006-2011 dalam perekonomian nasional?

(21)

4. Apakah terdapat perbedaan nyata rasio keuangan perbankan dan nilai efisiensi antara Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kinerja keuangan Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selama periode 2006-2011 dalam perekonomian nasional.

2. Menganalisis tingkat efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selama periode 2006-2011 dalam perekonomian nasional.

3. Menganalisis kondisi efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah setelah krisis global tahun 2008.

4. Menganalisis terdapat perbedaan nyata rasio keuangan perbankan dan nilai efisiensi antara Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan informasi serta bukti empiris mengenai kondisi perbankan di Indonesia yaitu Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah. Kegunaan penelitian ini secara lebih khusus adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta menjadi bahan masukan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang dapat memajukan perbankan nasional.

2. Bagi para pelaku perbankan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi BUK maupun BUS untuk menjaga dan meningkatkan efisiensinya.

3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami kinerja perbankan nasional secara lebih mendalam. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat sebagai sarana proses belajar agar lebih kritis dalam mengamati keadaan perekonomian serta membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas permasalahan yang di atas.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank 2.1.1. Definisi Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Bank menjadi lembaga intermediasi keuangan, penghubung antara orang yang kelebihan modal dengan orang yang memerlukan modal.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat (2) tentang Perbankan menyatakan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Selain itu, menurut Judisseno (2005) hakikat bank adalah suatu lembaga yang lahir karena fungsinya sebagai agent of trust dan agent of development. Definisi dari agent of trust adalah suatu lembaga perantara (intermediacy) yang dipercaya untuk melayani segala kebutuhan keuangan dari dan untuk masyarakat. Sedangkan sebagai agent of development, bank adalah suatu lembaga perantara yang dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan kemudahan-kemudahan pembayaran dan penarikan dalam proses transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah (Kasmir, 2010):

1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Bank bertindak sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang di bank untuk menjaga keamanan uang mereka. Sedangkan tujuan kedua untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga dari hasil investasinya.

(23)

dasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) bulan Desember

Persero sebanyak 4 buah.

isa sebanyak 36 buah. h.

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, bank notes,

travellers cheque, dan jasa lainnya.

Bank di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha:

1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional. 2. Bank yang melakukan usaha secara syariah.

2.1.2. Perbankan Konvensional

Bank konvensional yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip konvensional. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu.

• Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan (giro, tabungan,

dan deposito). Demikian pula harga untuk produk pinjamannya ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga seperti ini dikenal dengan istilah spread based.

• Untuk jasa-jasa lainnya, perbankan konvensional menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu yang dikenal dengan istilah fee based.

Ber

2011, jumlah perbankan konvensional sebanyak 120 dengan rincian sebagai berikut.

1. Bank

2. Bank Umum Swasta Nasional Dev

3. Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa sebanyak 30 bua 4. Bank Pembangunan Daerah sebanyak 26 buah.

(24)

.1.3. Perbankan Syari’ah

kan bank yang beroperasi sesuai dengan ketentuan yariat I

ank Syari’ah adalah bank yang beroperasi

Bank Syari’ah adalah bank yang

di Indonesia telah dimulai be m

h diatur dalam

Undang-.1.4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

k yang tumbuh dan erk mb

2

Bank Syari’ah merupa

s slam. Beberapa ahli ekonomi memberikan pengertian yang lebih luas mengenai Bank Syariah antara lain.

1. Antonio (2002) menyatakan B

sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam. Selain itu, bank syariah juga didefinisikan sebai bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadist.

2. Ascarya dan Yuanita (2005) menyatakan

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah.

Perkembangan industri keuangan syari’ah

se lu dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syari’ah. Perbankan syariah hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan bank bebas bunga. Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan secara implisit membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil.

Keberadaan Bank Syari’ah di Indonesia tela

Undang yaitu UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Statistik Perbankan Indonesia melaporkan bahwa hingga bulan Desember 2011 sudah terdapat 11 Bank Umum Syariah dan 23 Unit Usaha Syariah. Sebagai lembaga keuangan yang baru berdiri di Indonesia, bank syariah sudah cukup banyak berkembang yaitu 11 bank pada Desember 2011.

2

Bank konvensional dan bank syariah merupakan ban

(25)

iki perbedaan en sa

nsional

Persamaan lain yang dimiliki oleh perbankan adalah mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan.

Akan tetapi, bank syariah dan bank konvensional memil

m da r. Perbedaan ini menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Perbedaan mendasar antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional terletak pada dua konsep yaitu konsep sistem perbankan dan konsep imbalan. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut.

Tabel 2.1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Syariah Bank Konve

- Melakukan investasi-investasi yang - Investasi yang halal dan haram halal saja.

- Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual- - Memakai perangkat bunga beli, atau sewa

- Profit dan falah oriented. - Profit oriented.

- Hubungan dengan nasabah dalam an nasabah dalam bentuk kemitraan.

- Hubungan deng

bentuk hubungan debitur-kreditur. - Penghimpunan dana dan penyaluran -

dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat dewan sejenis.

S

2.1.5. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

ihan kepada nasabah melalui bank

i hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam Tabel umber: Antonio, 2001.

Sistem perbankan memberikan pil

konvensional dan bank syariah. Kedua jenis bank ini menawarkan sistem yang berbeda sehingga masyarakat memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam memanfaatkan jasa perbankan. Masyarakat yang memilih sistem bunga lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan keuntungan pribadi. Berbeda dengan sistem bagi hasil, sistem ini berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia (Sudarsono, 2008).

(26)

Tabel 2.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

Penentuan besarnya rasio/nisab bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan naik berlipat.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: Syafi’i Antonio, 2001

2.1.6. Sistem dan Produk Penghimpunan Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank konvensional memiliki sistem penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Dalam operasinya, bank konvensional menggunakan prinsip bunga.

Pengertian produk-produk bank menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut:

1. Giro adalah simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. 2. Tabungan adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang

(27)

disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

3. Deposito adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan. Deposito dibedakan menjadi deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposits on call.

Penghimpunan dana yang dilakukan bank syariah berbentuk giro, tabu-ngan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghim-punan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah (Karim, 2004). 1. Prinsip Wadi’ah

Prinsip ini mempunyai implikasi hukum di mana nasabah bertindak sebagai pihak yang menitipkan uang dan bank bertindak sebagai pihak pengelola. Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah seperti pada produk rekening giro. Berbeda dengan wadi’ah amanah yang mempunyai prinsip harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, pada wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga boleh memanfaatkan harta titipan tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Bank Syariah

2. Pemanfaatan Dana 3. Bagi Hasil

4. Beri Bonus 1. Titipan Barang

Investor

Nasabah

Sumber: Muhammad, 2005

(28)

2. Prinsip Mudharabah

Penyimpan atau deposan dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah

bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib

(pengelola). Dana tersebut digunakan untuk melakukan murabahah, ijarah, atau untuk melakukan mudharabah kedua oleh bank dimana dalam hal ini bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.

Prinsip ini dalam aplikasinya seperti tabungan berjangka dan deposito berjangka. Prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: mudharabah muqayyadah on balance sheet dan off balance sheet serta mudharabah mutlaqah.

Bank syariah pada mudharabah muqayyadah off balance sheet juga berperan memberikan modal untuk dikelola mudharib dan bank syariah akan mendapatkan kembali modalnya dan bagi hasil dari proyek yang dikerjakan. Perbedaan antara mudharabah muqayyadah on balance sheet dengan off balance sheet dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3.

Perjanjian Ba

Bank Syariah gi Hasil

Mudharib

Nasabah Perantara

Proyek

Bagi Hasil

Modal

Sumber: Muhammad, 2005

(29)

Perantara + Modal

Proyek

Bagi Hasil

Modal

Nasabah Mudharib

Bank Syariah

Perjanjian Bagi Hasil

Sumber: Muhammad, 2005

Gambar 2.3. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet

Mudharabah muqayyadah merupakan penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.

(30)

Investor Bank Syariah

Nasabah

1. Titipan Barang

4. Bagi Hasil

3. Bagi Hasil 2. Pemanfaatan Dana

Sumber: Muhammad, 2005

Gambar 2.4. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Mutlaqah

2.1.7. Sistem dan Produk Penyaluran Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah

Penyaluran dana dalam bank konvensional dikenal dengan nama kredit. Pengertian kredit menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit dalam bank konvensional dilihat dari segi jangka waktu penggunaanya dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Kredit jangka pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk modal kerja. 2. Kredit jangka menengah

Merupakan kredit yang berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja.

3. Kredit jangka panjang

(31)

Penyaluran dana dalam bank syariah dikenal dengan nama pembiayaan. Pengertian pembiayaan menurut UU perbankan No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Secara garis besar produk pembiayaan bank syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya (Karim, 2004), yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli (Ba’i)

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di awal dan menjadi bagian harga jual barang kepada nasabah. Prinsip jual-beli dikembangkan menjadi tiga bentuk prinsip pembiayaan, yaitu:

a. Pembiayaan Murabahah

Transaksi jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh.

b. Pembiayaan Salam

Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Bank sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.

c. Pembiayaan Istishna

Jual beli seperti akad salam, namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2. Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah)

a. Ijarah

(32)

perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Apabila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa (Karim, 2004).

b. Ijarah Muntahiya Bittamlik

Perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya prinsip sewa yang diakhiri dengan opsi kepemilikan objek sewa di akhir masa sewa. Pada umumnya bank lebih banyak menggunakan prinsip ini karena sifatnya yang lebih sederhana dari sisi pembukuan dan tidak direpotkan oleh urusan pemeliharaan aset (Antonio, 2001).

3. Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil (syirkah)

terdiri dari:

a. Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih atas suatu usaha tertentu dimana kedua belah pihak memberikan kontribusi dengan keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan (Antonio, 2001).

b. Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah adalah bentuk kerjasama atas dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu akad perjanjian pembagian keuntungan (Karim, 2004). Bentuk pembiayaan ini menegaskan kerjasama dalam paduan kontribusi 100% modal dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.

4. Akad Pelengkap

Jenis-jenis produk pembiayaan bank syariah yang menggunakan akad pelengkap terdiri dari:

a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)

(33)

b. Rahn (Gadai)

Rahn adalah menahan salah satu harta si peminjam yang memiliki nilai ekonomis sebagai jaminan atas sejumlah pinjaman yang diterimanya.

c. Qardh

Qardh adalah pinjaman utang dan akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Aplikasinya dalam perbankan antara lain yaitu: (1) sebagai pinjaman talangan haji; (2) sebagai pinjaman tunai; (3) sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil; dan (4) sebagai pinjaman kepada pengurus bank (Karim, 2004).

d. Wakalah (Perwakilan)

Wakalah adalah bentuk perwakilan atau pemberian kuasa kepada pihak tertentu untuk melakukan pekerjaan atau hal tertentu. Prinsip ini diterapkan pada pengiriman uang atau transfer, penagihan (collection payment), dan lainnya. Bank syariah menerima imbalan fee atas jasanya terhadap nasabah (Antonio, 2002).

e. Kafalah (Garansi Bank)

Kafalah adalah jaminan yang diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran. Bank syariah bertindak sebagai pihak penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Untuk jasa ini, bank memperoleh pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

2.2. Rasio Keuangan

2.2.1. Rasio Permodalan (Solvabilitas)

Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.

(34)

1. Modal disetor

Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bank yang berbadan hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.

2. Agio saham

Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

3. Cadangan umum

Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masing- masing.

4. Cadangan tujuan

Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.

5. Laba ditahan

Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 6. Laba tahun lalu

Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal hanya sebesar 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

7. Laba tahun berjalan

(35)

8. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Anak perusahaan adalah bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank. Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal, dengan perincian sebagai berikut:

a. Cadangan revaluasi aktiva tetap

Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan

Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. c. Modal kuasi

Modal kuasi adalah modal yang didukung oleh instrumen atau warkat yang sifatnya seperti modal.

d. Pinjaman subordinasi

Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari bank Indonesia, minimal berjangka 5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan Bank Indonesia.

(36)

perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.

Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut:

1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing-masing-masing pos aktiva neraca tersebut.

2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.

3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif.

4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

5. Hasil perhitungan rasio di atas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100%, modal bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.

2.2.2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

(37)

,

1. Prospek usaha

2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur 3. Kemampuan membayar

Berdasarkan analisisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas kredit ditetapkan menjadi:

a. Lancar

b. Dalam perhatian khusus c. Kurang lancar

d. Diragukan e. Macet

Aktiva produktif bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) untuk BUK dan Non Performing Financing (NPF) untuk BUS merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Besarnya NPL dan NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.2.3. Rasio Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(38)

, 2.2.4. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain, dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini semakin likuid. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk BUK dan Financing to Deposit Ratio (FDR) untuk BUS. FDR dan LDR adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah pinjaman yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana dari masyarakat. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.2.5. Rasio Efisiensi

Rasio biaya efisiensi adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Siamat, 2005).Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.3. Efisiensi Perbankan

2.3.1. Definisi dan Konsep Efisiensi Perbankan

(39)

Efisiensi perbankan secara keseluruhan dapat didekomposisikan dalam efisiensi skala (scale efficiency), efisiensi cakupan (scope efficiency), efisiensi teknik (technical efficiency), dan efisiensi alokasi (allocative efficiency) (Kurnia, 2004). Efisiensi skala merupakan efisiensi yang dicapai oleh bank ketika bank tersebut mampu beroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return to scale), sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika bank mampu beroperasi pada diversivikasi lokasi. Efisiensi alokasi tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output yang memaksimumkan keuntungan, sedangkan efisiensi teknik pada dasarnya menyatakan hubungan antara input dengan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien apabila pada penggunaan

input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output yang maksimum atau untuk menghasilkan output sejumlah tertentu digunakan input yang paling minimum.

Paul Bauer, et al. (1998) membedakan efisiensi menjadi dua tipe, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis dipandang dari mikroekonomi sedangkan efisiensi ekonomi dilahat dari makroekonomi. Efisiensi teknis pada dasarnya menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output maksimal, atau untuk menghasilkan output tertentu digunakan input yang paling minimal. Efisiensi ekonomi mempunyai konsep yang lebih luas daripada efisiensi teknik. Dalam efisiensi ekonomi perusahaan harus memilih tingkatan input ataupun output dan kombinasinya untuk mengoptimalkan tujuan ekonomi. Biasanya dengan minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan.

2.3.2. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank

Terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan dalam metode parametrik dan non-parametrik untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan financial suatu lembaga keuangan, yaitu: (Hadad, dkk, 2003) a. Pendekatan Aset (Asset Approach)

(40)

b. Pendekatan Produksi (Production Approuch)

Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accout), kemudian output didefinisikan sebagai jumlah tenaga, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material lainnya.

c. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approuch)

Pendekatan ini memandang sebuah lembaga keuangan sebagai intermediator, yaitu merubah dan mentransfer aset-aset keuangan dari surplus unit kepada

defisit unit. Input-input lembaga keuangan tersebut meliputi: biaya tenaga kerja, modal dan pembayaran bunga pada deposito , kemudian output yang diukur dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi keuangan (financial investment). Pendekatan ini melihat fungsi primer sebuah institusi keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans).

Sebagai contoh, simpanan merupakan salah satu variabel yang dapat dijadikan sebagai input atau output. Pada pendekatan produksi, simpanan merupakan output karena simpanan merupakan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan bank sedangkan pendekatan intermediasi menganggap simpanan sebagai input karena simpanan yang dihimpun bank akan ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk aset yang menghasilkan terutama pinjaman yang diberikan (Muliaman D. Hadad, Wimboh S., Dhaniel I. dan Eugenia M., 2003).

Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi untuk menghitung efisiensi perbankan konvensional dan syariah. Menurut Ahmad Syakir Kurnia (2004) pendekatan intermediasi digunakan karena mempertimbangkan fungsi vital bank sebagai financial intermediation yang menghimpun dana dari surplus unit

(41)

2.4. Konsep Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi teknik satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output, menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input dengan output

(Giuffrida dan Gravelle, 2001; Lewis et, al. 1999; Post dan Spronk, 1999 dalam Sutawijaya dan Lestari, 2009).

Charnes-Cooper-Rhodes menemukan model DEA CCR (Charnes-Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Muharam dan Pusvitasari(2007), model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS adalah perubahan proporsional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1 persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output).

Bankers, Charnes dan Cooper (1984) mengembangkan model DEA CCR lebih lanjut dan menemukan model DEA BCC. Model ini mengasumsikan adanya

Variable Return to Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat memengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi VRS, sehingga membuka kemungkinan skala produksi mempengaruhi efisiensi.

Kurnia (2004) menyatakan DEA termasuk salah satu alat analisis non parametrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi secara relatif baik antar organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit oriented) maupun antar organisasi atau pelaku kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi laba (non-profit oriented) yang dalam proses produksi atau aktivitasnya melibatkan penggunaan input-input

tertentu untuk menghasilkan output-output tertentu. DEA juga dapat mengukur efisiensi basis dan alat pengambil kebijakan dalam peningkatan efisiensi.

(42)

yang dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap efisiensi relatif dari UKE yang sebanding, selanjutnya UKE-UKE yang efisien tersebut akan membentuk garis

frontier. Apabila UKE berada dalam garis frontier, UKE tersebut dapat dikatakan efisien relatif dibandingkan dengan UKE lainnya dalam sampel. DEA juga dapat menunjukkan UKE-UKE yang menjadi referensi bagi UKE-UKE yang tidak efisien (Ascarya dan Guruh, 2008).

Ada tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi DEA, yaitu: a. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk

mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang sama.

b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk mengindentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

c. Menentukan implikasi kebijakan, sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensinya.

Adapun kelebihan DEA antara lain: a. Dapat menangani banyak input dan output.

b. Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output. c. UKE dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.

d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Beberapa kelemahan DEA, yaitu:

a. Bersifat sample specific (DEA berasumsi bahwa setiap input atau output

identik dengan unit lain dalam tipe yang sama). b. Merupakan extreme point technique.

c. Kesalahan pengukuran dapat berakibat fatal.

d. Hanya untuk mengukur produktivitas relatif dari UKE bukan produktivitas absolut.

e. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

2.4.1. Model Constant Return to Scale (CRS) atau Model Charnes Cooper dan Rhodes (CCR)

(43)

∑ ∑

kegiatan ekonomi) UKE dalam literatur DEA. Untuk UKE ke-i diwakili secara berturut – turut oleh vektor x1 dan y1. Dalam hal, X adalah matrik input K x n, dan Y adalah matriks output M x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data dalam bentuk matriks dari semua n UKE.

Tujuan dari DEA adalah untuk membentuk sebuah frontier non-parametric envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah frontier. Salah satu kasus sederhana yang bisa dibuat contoh disini adalah; kasus sebuah industri perbankan yang memproduksi satu output dengan menggunakan dua buah input, dimana hal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah grafik sebagai jumlah pertemuan garis atau bidang yang menyelubungi sebaran titik–titik yang berjarak rapat dalam ruang tiga dimensi. Asumsi CRS ini juga dapat diwakili oleh unit isokuan dalam input space. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah dengan melalui bentuk rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua output terhadap semua inputnya, seperti ujyj / v’xi, dimana u adalah merupakan vektor M x 1 dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor K x 1 dari input tertimbang (weigh input). Untuk memilih penimbang (weights) yang optimal kita harus menspesifikasikan problema programasi matematis (the mathematical programming problem), sebagai berikut:

dimana :

hs= efisiensi teknis bank s

uis= bobot output i yang dihasilkan oleh bank s yis= jumlah output i, yang diproduksi oleh bank s vjs= bobot input j yang digunakan oleh bank s xjs= jumlah input j, yang diberikan oleh bank s

(44)

∑ ∑

sejumlah solusi yang tidak terbatas ( infinite) Untuk menghindari hal ini, maka kita dapat menentukan kendala sebagai berikut:

∑ , , …

asilinier dengan m

aan nyata antara dua pengamatan

ui dan vj≥ 0

Dimana N menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positi f. Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank yang semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik. Berapa bagian program linear ditransformasikan sebagai berikut :

Maksimisasi hs =

Kendala ∑

∑ dan ui dan vj ≥ 0

Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan program emaksimumkan jumlah output yang dibobot dari bank s. Kendala jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu untuk semua bank, yaitu jumlah output yang dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti semua bank akan berada atau dibawah referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin.

2.5. Uji T Data Berpasangan (Paired Sample T Test)

Uji t data berpasangan (Paired sample t test) merupakan salah satu dari metode statistik yang digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan. Sampel berpasangan merupakan subjek yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda.

Hipotesis pada uji-t data berpasangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

(45)

H1 : D ≠ 0, terdapat perbedaan nyata antara dua pengamatan

2.6. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi bank yang dilakukan pada bank-bank syariah maupun bank-bank konvensional baik domestik maupun luar negeri:

1. Ema Rindawati (2007)

Penelitian ini menganalisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Hasil penelitian menyatakan rata-rata rasio keuangan perbankan syariah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional.

2. Imam Subaweh (2008)

Penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis perbandingan kinerja keuangan bank syariah dan konvensional periode 2003-2007. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan kinerja keuangan bank syariah pada tahun 2003-2007 lebih baik dari kinerja bank konvensional. Berdasarkan analisis regresi berganda disimpulkan bahwa rasio pinjaman terhadap tabungan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ekuitas, baik pada bank syariah maupun bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berkesimpulan tidak terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara bank syariah dengan bank konvensional.

3. Agung M. Noor (2009)

Penelitian ini membandingkan kinerja bank umum syariah dengan perbankan konvensional. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan kinerja perbankan syariah setelah fatwa MUI menjadi lebih baik. Bank syariah mencapai LDR dan ROE lebih tinggi dan rasio NPL yang lebih rendah.

4. Barr, Richard S, dkk (1999)

Penelitian dilakukan terhadap bank-bank komersial di Amerika Serikat dengan menggunakan metode analisis DEA. Variabel input yang digunakan antara lain salary expense, premises & fixedassets, other noninterest expense, interest expense, dan purchased funds. Variabel output yang digunakan yaitu

(46)

5. Donsyah Yudistira (2003)

Penelitian ini menganalisis tingkat efisiensi pada bank Islam dengan melakukan analisis empirik terhadap 18 bank berbeda yang tersebar di seluruh dunia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) dengan variabel input berupa staff costs, fixed assets, total deposits dan variabel output berupa total loans, other income, liquid assets. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat inefisiensi pada bank Islam tergolong rendah yaitu sekitar 10% jika dibandingkan bank-bank konvensional. Pada periode 1998-1999 kinerja bank Islam terkena imbas krisis global tetapi kemudian berjalan sangat baik setelah masa sulit.

6. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007)

Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia“ dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan dan biaya operasional lain, sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan pendapatan operasional lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank-bank syariah di Indonesia periode periode 2005. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi antara BUS dan UUS, tidak ada perbedaan efisiensi antara bank syariah BUMN dan bank syariah Non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya Bank BTN syariah, Niaga Syariah, dan Permata Syariah selalu mencapai nilai efisien 100% selama periode pengamatan.

7. Muhammad Afif Amirillah (2010)

(47)

Analisis DEA penelitian ini membandingkan secara relatif periode perbankan syariah terhadap periode perbankan syariah yang lain sehingga menghasilkan periode yang paling efisien.

8. Rakhmat Purwanto (2011)

Penelitian ini mengukur efesiensi intermediasi 21 bank konvensional dan bank syariah di Indonesia dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan antara lain yaitu jumlah simpanan, jumlah aset dan jumlah biaya tenaga kerja serta variabel outputnya yaitu total kredit/pembiayaan dan laba operasional. Hasil dari penelitian ini menyatakan dari 21 BUK dan BUS yang diteliti hanya terdapat satu bank umum yang mencapai tingkat efisiensi 100% secara terus menerus yaitu Bank Mestika Dharma (BUK). Selain Bank Mestika Dharma terdapat BUS yang mencapai tingkat efisiensi 100% sejak awal kemunculannya sedangkan bank lain mengalami fluktuasi atau bahkan tidak pernah mencapai tingkat yang efisien.

9. Tessa Magrianti (2011)

Penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia” menggunakan data laporan keuangan bank tahunan dari tahun 2004 sampai 2009. Data bank yang digunakan adalah lima BUS dan lima BUK yang memiliki nilai aset setara. Berdasarkan perhitungan DEA dengan pendekatan intermediasi, BUS berada di atas rata-rata nilai efisiensi. Sedangkan pada pendekatan aset dan pendekatan produksi, BUS berada di bawah rata-rata nilai efisiensi bank umum.

2.7. Kerangka Pemikiran

(48)

yaitu CAR, NPL dan NPF, LDR dan LDF, ROA, dan BOPO. Selain itu, dilakukan analisis efisiensi dengan metode DEA. Variabel input yang diduga memengaruhi variabel output ditentukan dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan beberapa literatur mengenai efisiensi perbankan. Dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan intermediasi mengingat peranan vital bank sebagai lembaga intermediasi. Pengukuran dalam efisiensi ini menghubungkan efisiensi terhadap tingkat produksi. Analisis ini kemudian akan menghasilkan perumusan frontier interaksi antar input dalam mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Hubungan input

(49)

Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran

CAR LDR/FDR NPL/NPF ROA BOPO

Perbandingan Efisiensi denga metode

Data Envelopment Analysis (DEA) Variabel Input

 

- Total Simpanan

- Total Aset

- Biaya Operasional

Variabel Output

- Kredit/ Pembiayaan

- Pendapatan Operasional

Nilai efisiensi Bank Umum Konvensional 2006 -2011

Nilai efisiensi Bank Umum syariah 2006 -2011

Uji Beda

Paired sampel t-test

Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional

Efisiensi BUK dan BUS di Indonesia setelah

krisis

(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data tahunan dari tahun 2006 sampai 2011. Sumber data berasal dari Bank Indonesia.

Metode yang dilakukan adalah library research, dimana peneliti memperoleh data sekunder dengan membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian di Perpustakaan Bank Indonesia. Selain itu, penulis juga menggunakan data-data yang tersedia di media cetak dan internet.

3.2. Populasi dan Sampel

Objek penelitian dibagi menjadi tiga yaitu untuk meneliti perkembangan rasio keuangan perbankan, efisiensi tahunan, dan meneliti efisiensi bank-bank pasca krisis global. Pada analisis pertama akan diteliti rasio keuangan BUK dan BUS periode 2006-2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh BUS dan BUK yang laporan keuangannya tergabung dalam Statistik Perbankan Syariah Indonesia dan Statistik Perbankan Indonesia. Data rasio keuangan BUS yang tersedia merupakan data gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah kecuali untuk data ROA menggunakan data Bank Umum Syariah saja.

(51)

1. BUS dan BUK yang beroperasi di Indonesia selama periode pengamatan 2006-2011.

2. Sampel bukan termasuk Bank Pembangunan Daerah tertentu (BPD).

3. Diketahui mempunyai jumlah asset dari tahun 2006-2011 dalam kisaran antara Rp 4.000.000,00 - 33.000.000.

4. Secara konsisten tidak mengalami perubahan bentuk badan usaha pada periode pengamatan 2006-2011

5. Menyajikan laporan keuangan yang lengkap pada periode pengamatan 2006-2011 dan telah dipublikasikan di Bank Indonesia.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka terpilih 12 sampel penelitian yang dapat mewakili perbankan nasional yaitu 8 Bank Umum Konvensional (BUK) dan 4 Bank Umum Syariah (BUS). Sampel penelitian tersebut, yaitu:

- Bank Umum Konvensional: Bank Artha Graha Internasional, Bank Ekonomi Raharja, Bank ICBI BumiPutera, Bank Mayapada Internasional, Bank Mestika Dharma, Bank Mutiara, Bank Nusantara Parahyangan, dan Bank Sinarmas.

- Bank Umum Syariah: Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Mandiri, dan BRI Syariah.

3.3. Metode Analisis

(52)

melihat apakah terdapat perbedaan nyata rasio keuangan perbankan dan nilai efisiensi antara BUK dan BUS.

3.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabel dan gambar. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat kinerja keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional. Analisis disajikan dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar agar pembaca mudah membandingkan kinerja keuangan BUS dan BUK.

Rasio Keuangan yang akan diteliti anatara lain:

Tabel 3.1. Rasio Keuangan Perbankan

Rasio Keuangan BUK BUS

Rasio Rentabilitas Return on Asset (ROA) Return on Asset (ROA) Rasio Likuiditas Loan to Deposit Ratio

(LDR)

Financing to Deposit Ratio

(FDR) Rasio Efisiensi Biaya Operasional terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO)

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

3.3.2. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)

(53)

Variabel yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu variabel input dan variabel output. Variabel yang dipilih berdasarkan pendekatan intermediasi. Variabel input dalam penelitian ini meliputi:

1. Total DPK

DPK atau simpanan merupakan titipan murni dari nasabah kepada bank, yang untuk kemudian dipergunakan oleh bank dalam aktivitas kegiatan ekonomi tertentu dengan catatan bank menjamin akan mengembalikannya secara utuh kepada nasabah (Antonio, 2002). Nasabah memberikan kepercayaan kepada bank untuk menyimpan dananya berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, yang merupakan kewajiban bank kepada masyarakat dimana dana/simpanan tersebut dapat ditarik/dicairkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/19/PBI/2000). Pratin dan Akhyar (2005) menyatakan DPK mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap total kredit atau pembiayaan. Semakin besar jumlah dana DPK akan meningkatkan kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan ke masyarakat melalui berbagai produk yang dihasilkannya. Menurut Merindawati (2006), DPK mempunyai hubungan yang positif terhadap laba operasional. Semakin besar DPK yang dihimpun, semakin besar kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatannya sehingga menghasilkan laba yang besar pula dari berbagai produk yang dihasilkan.

2. Total Aset

(54)

3. Biaya Operasional/ Biaya Tenaga Kerja

Biaya operasional/ biaya tenaga kerja adalah biaya yang timbul dalam rangka kegiatan pokok perusahaan. Biaya operasional digunakan dalam perhitungan efisiensi perbankan nasional sedangkan biaya tenaga kerja digunakan untuk menghitung efisiensi 12 bank pada saat krisis. Biaya operasional terdiri dari biaya bunga, biaya valuta asing, biaya tenaga kerja, dan biaya administrasi umum. Tingginya biaya operasional dan biaya tenaga kerja menyebabkan turunnya laba operasional yang diperoleh bank. Dengan berkurangnya laba operasional bank, maka alokasi dari laba yang disetorkan untuk modal tambahan yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan menjadi berkurang.

Variabel output dalam penelitian ini mencakup: 1. Penyaluran kredit/pembiayaan

Kredit dan pembiayaan merupakan produk penyaluran dana perbankan kepada masyarakat, baik individu maupun badan hukum yang digunakan untuk investasi, perdagangan ataupun konsumsi, yang dapat memberikan keuntungan bagi bank dengan adanya bunga ataupun bagi hasil.

2. Pendapatan Operasional

Pendapatan operasional terdiri dari hasil bunga yang diperoleh dari penempatan dana pada ektiva produktif, provisi, komisi, dan fee, serta pendapatan valuta asing yang diperoleh dari transaksi valas yang dilakukan bank.

Gambar

Gambar 2.4. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Mutlaqah
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran
Gambar 4.1. menunjukkan perkembangan CAR BUS dan konvensional
Tabel 4.2. Jumlah Kredit dan DPK BUK Tahun 2008--2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat diperoleh bahwa kinerja keuangan antara perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan konvensional dilihat dari Loan

Dengan berdasarkan pada laporan kinerja laporan neraca Bank syariah dan. Bank konvensional juga dengan berdasarkan Laporan rugi laba

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional pada PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk dengan PT Bank

Meskipun secara kinerja bank syariah lebih baik dibandingkan bank konvensional, namun secara umum kinerja bank syariah harus ditingkatkan baik dari segi operasional maupun

4.2.4 Perbedaan Kinerja Keuangan Bank Syariah dan Konvensional Dengan Menggunakan Indikator CAMELS dan Indikator Efisiensi

perbankan konvensional untuk masing-masing rasio keuangan. 2) Menganalisa kinerja perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan. konvensional secara keseluruhan. 3)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan kinerja keuangan Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia pada tahun 2011-2013

Bank konvensional memiliki kinerja yang lebih baik dari segi CAR, RORA, NPM, ROA, LDR dan CAMEL, sedangkan bank syariah memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal rasio BOPO