• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

i RINGKASAN

Ribka. D14070012. 2012. Karakteristik Keju Lunak Probiotik dari Susu Kambing dengan Penambahan Ekstrak Herbal dan Pengaruhnya dalam Penghambatan Aktivitas Enzim α-amilase. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Sekitar 80% pengobatan penyakit di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia bergantung pada pengobatan tradisional, terutama yang menggunakan herbal. Herbal juga banyak digunakan dalam pangan. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak mint, dill dan kemangi mampu menghambat aktivitas enzim α- amilase. Penghambatan aktivitas enzim tersebut berperan penting dalam manajemen diabetes tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju lunak probiotik dari susu kambing dengan penambahan ekstrak daun mint, dill atau kemangi.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas: 1) pemeriksaan kemurnian dan penghitungan populasi kultur starter keju; 2) uji kualitas susu kambing segar; 3) identifikasi taksonomi herbal; 4) ekstraksi herbal dan 5) uji fitokimia ekstrak herbal. Penelitian utama terdiri atas: 1) pembuatan keju; 2) ekstraksi ekstrak herbal dan keju; 3) pengamatan dan pengujian karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis dan organoleptik keju.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak herbal memperlambat koagulasi awal keju, kecuali keju dill. Rendemen keju herbal lebih rendah dari keju keju kontrol dan persentase terendah (P<0,01) pada keju dill. Keju dalam penelitian ini tergolong jenis keju lunak dengan kadar air > 50%. Penambahan ekstrak herbal meningkatkan total fenol keju (P<0,01), aktivitas antioksidan, aktivitas penghambatan enzim α-amilase (P<0,01) dan total BAL keju (P<0,01). Keju dengan total fenol tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah keju kemangi (316,14 ± 12,72), dill (314,23 ± 0,36), mint (283,41 ± 14,33) dan kontrol (108,01 ± 6,92) dalam g ekuivalen asam galat (EAG)/g bahan kering keju. Penghambatan DPPH oleh senyawa dalam keju kontrol dan mint bersifat dosis-independent, namun termasuk dosis-dependent pada keju dill. Penghambatan enzim α-amilase tertinggi diperoleh pada keju mint 2,89 ± 0,17 % dalam satu milligram bahan kering keju. Sinergisme antara ekstrak herbal, bahan-bahan keju dan bakteri probiotik mengingkatkan penghambatan α-amilase sebesar 10,17 sampai 32,11 dibandingkan keju kontrol.

(2)

ii Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa ekstrak herbal secara nyata (P<0,05) menurunkan kesukaan panelis terhadap penampilan umum dan warna keju. Ekstrak mint menurunkan kesukaan panelis terhadap aroma (P<0,01) dan rasa keju. Ekstrak herbal tidak mempengaruhi daya oles dan aroma prengus, namun mampu menyamarkan aroma prengus keju. Teknologi fermentasi dengan bakteri probiotik saja sudah mampu menyamarkan aroma prengus keju, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh dari ekstrak herbal. Rataan ranking karakteristik organoleptik menunjukkan bahwa keju yang memiliki karakteristik organoleptik terbaik oleh panelis adalah keju kontrol. Hasil penelitian ini mengindikasikan potensi terapeutik ekstrak mint, dill atau kemangi dalam keju lunak dari susu kambing sebagai pangan fungsional bagi manajemen diabetes tipe 2.

(3)

iii ABSTRACT

Characteristic of Herb Extract Included-Probiotic Soft Cheese Produced from Goat Milk and Their Effect on the Inhibition of Enzyme α-amylase Activity

Ribka, R. R. A. Maheswari, B. N. Polii

Herbs are widely used in culinary and as traditional medicine. Previous study investigated mint, dill and basil extract inhibition on enzim correlated with type 2 diabetes, was α-amylase. The objective of this research is to identify the physical, chemical, microbiological and sensory quality of mint, dill and basil cheeses. The result of this study showed that herb extract reduced pH of cheese during fermentation faster than plain cheese. The yield of mint and basil cheese were not very significantly different with plain cheese, but lower in dill cheese (P<0.01). The highest total phenolic content (TPC) was found in basil cheese (316.14 ± 12.72 g GAE/g cheese DW). Herbs cheeses very significantly (P<0.01) inhibited DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) and α-amylase activity, with the highest activity for each assay respectively were dill and mint cheese, 0.23 ± 0.02 % and 2.89 ± 0.17 % per mg cheese DW respectively. DPPH inhibition of plain and mint cheese was dose-independent, but otherwise in dill cheese. Herbs extract increased total LABs of cheese. Regression equations of DPPH inhibition (Y), TPC (X) and total LABs (Z) were Y = 5.467 + 0.1555X; (R2 = 35%; P <0.05), Y= 1.931Z – 8.209 (R2 = 44.8%; P<0.05) and X = 7.186 + 0.06965Z (R2 = 58.4%; P <0.01) respectively. The best formula of herbs cheese based on sensory quality is dill cheese. This study indicated the therapeutic potentiality of mint, dill or basil extract included-probiotic soft cheese produced from goat milk as functional food for people with type 2 diabetes.

(4)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes adalah satu dari beberapa penyakit yang jumlah penderitanya meningkat tajam setiap tahun. Diabetes secara umum dipicu oleh faktor hormonal dan faktor lain, tergantung jenis diabetesnya. Sekitar 90% dari kasus diabetes yang terjadi termasuk jenis diabetes tipe 2, yang dapat menyebabkan disfungsi dan kerusakan organ-organ vital seperti ginjal, mata, saraf, jantung dan pembuluh darah (CDA/Canadian Diabetes Association, 2010; WHO/World Health Organization, 2006). Pengoabatan menggunakan obat medis banyak dilakukan tetapi memiliki efek samping yang berbahaya bagi kesehatan pengonsumsinya.

Selain menggunakan obat medis, pendekatan penyembuhan maupun pencegahan penyakit banyak dilakukan melalui pangan, yang dikenal sebagai pangan fungsional. Fakta saat ini menunjukkan adanya ketertarikan yang sangat tinggi dalam menggali berbagai peran zat xenobiotik (fitokimia) terhadap kesehatan manusia. Pemanfaatan zat xenobiotik ekstrak daun mint (Mentha piperita), dill (Anethum graveolence) dan kemangi (Ocimum basilicum) sebelumnya dilakukan dengan menambahkan ekstrak herbal pada susu fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis herbal tersebut berperan dalam regulasi penyerapan gula darah di usus dan tekanan darah (Amirdivani, 2008). Pemanfaatan zat xenobiotik melalui pangan fungsional harus mempertimbangkan aspek karakteristik organoleptik produk yang dipilih. Pertimbangan utamanya adalah memilih pangan yang banyak dikonsumsi dan disukai khalayak luas.

(5)

2 diatasi dengan melakukan pengolahan diantaranya melalui fermentasi menggunakan bakteri ataupun menambahkan flavor. Bakteri asam laktat mampu memperbaiki tekstur keju dan memberi flavor khas produk dari zat volatil yang dihasilkan. Bakteri probiotik berperan juga dalam pencernaan lemak. Kombinasi manfaat susu kambing bersama bakteri probiotik dan herbal diharapkan mampu memperbaiki karakteristik dan menambah nilai fungsi keju lunak.

Tujuan

(6)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Susu Susu Segar

Susu segar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 3141.1:2011 adalah cairan yang berasal dari ambing sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (BSN/Badan Standarisasi Nasional, 2011). Komposisi dan keadaan susu yang dapat dinyatakan sebagai susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011

Parameter Syarat

(7)

4 Susu Kambing

Thai Agricultural Standard (2008) menyatakan bahwa susu kambing segar merupakan susu segar yang diperoleh dari induk kambing (Capra spp.) tidak kurang dari tiga hari setelah kelahiran, dan pada susu tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen lain serta tidak boleh mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Susu segar tidak diperbolehkan mengandung kolostrum. Pengelompokan mutu susu kambing menurut Thai Agricultural Standard (2008) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengelompokan Mutu Susu Kambing Segar berdasarkan Beberapa Karakteristik

Karakteristik Premium Baik Standar

Total plate count (cfu/ml) < 5 x 104 5x 104– 105 > 105 - 2 x 105 Sel somatik (sel/ml) < 7 x 105 7 x 105 -106 > 106– 1,5 x 106 Protein (%) > 3,70 > 3,40 – 3,70 3,10 – 3,40 Lemak (%) > 4,00 > 3,50 – 4,00 3,25 – 3,50 Bahan kering (%) > 13,00 > 12,00 -13,00 11,70 – 12,00 Sumber: Thai Agricultural Standard (2008)

Kualitas dan komposisi kimia produk susu adalah faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitas metabolisme bakteri probiotik. Variabel esensial tersebut adalah ketersediaan karbohidrat, tingkat hidrolisis protein susu (menentukan ketersediaan asam amino esensial), dan tingkat hidrolisis lemak susu (menentukan ketersediaan asam lemak rantai pendek). Proteolitik dan liposisis selanjutnya akan menentukan rasa dan flavor produk susu (Heller, 2001).

Susu kambing dikenal sebagai susu hipoalergenik dan terapeutik. Susu kambing mampu membantu penyembuhan alergi. Keunggulam nutrisi dan terapeutik dari susu kambing berasal dari asam lemaknya. Lemak susu kambing terdiri atas asam lemak rantai pendek hingga rantai sedang (C4:0-C12:0). Ukuran globula lemaknya lebih kecil daripada susu sapi dan diameternya sebesar 3,49 µm (Park, 2009).

(8)

5 lemak kompleks seperti fosfolipida, dan komponen larut lemak seperti sterol, ester kolesterol dan hidrokarbon. Fraksi fosfolipida dari lemak terikat pada susu kambing terdiri atas 35,4% fosfatidil etanolamin, 3,2% fosfatidil serin, 4,0% fosfatidil inositol, 28,2% fosfatidil kolin dan 29,2% spingomielin (Park, 2006). Fraksi fosfolipida terdapat pada semua membran dalam tubuh. Senyawa ini berfungsi untuk meningkatkan kelarutan lemak dalam air. Lemak yang bersifat hidrofobik diikat oleh fosfolipida yang bersifat hidrofilik, sehingga dapat diterima oleh tubuh (Berg et al., 2000). Oleh karena itu, Park (2009) menyatakan bahwa lemak susu kambing baik untuk pencernaan, metabolisme lemak dan pengobatan sindrom malabsorpsi lemak.

Korhonen dan Pihlanto (2006) menyatakan bahwa protein susu kambing sebagai sumber senyawa bioaktif angiotensin conventing enzyme (ACE), inhibitory peptides dan peptide hypertensive. Senyawa ini berperan untuk memberikan pertahanan bagi penyakit non-imun dan mengontrol infeksi mikrob. Sifat fungsional beberapa peptida susu kambing disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Sifat Fungsional Beberapa Peptida Susu Sumber: Korhonen dan Pihlanto (2006)

Antihipertensi

Antioksidasi

Antitrombotik

Hipokolesterolemia

Sistem kardiovaskular

Pengikatan mineral

Anti-appetizing

Antimikrob

Imunomodulator

Cytomodulatory

Sistem imun Sistem pencernaan Opioid : aktivitasagonistik dan

(9)

6 Susu kambing terdiri atas lima jenis protein utama, yaitu -laktoglobulin, α -laktalbumin, -kasein, -kasein, dan αs2-kasein. Kandungan -kasein, -kasein, dan αs2-kasein susu kambing lebih banyak dibandingkan susu sapi. Misel kasein susu kambing mengandung lebih banyak kalsium dan fosfor anorganik. Hal tersebut menyebabkan susu kambing kurang stabil terhadap pemanasan (Park, 2006). Bentuk susu kambing lebih lembut, mengandung αs1-casein dalam jumlah sedikit sehingga curd yang dihasilkan lebih lebih rapuh jika diasamkan (Park, 2009).

Keju Karakteristik Keju

Keju merupakan pangan yang diolah dari susu. Saat ini terdapat sekitar 2000 jenis keju. Klasifikasi keju didasarkan pada cara pembuatan, cara pematangan, kekerasan, agen pematang, sumber susu, penampakan umum (warna, ukuran, bentuk), dan analisis kimianya (Gunasekaran dan Mehmet, 2003). Keju berdasarkan kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) keju adalah keju tinggi lemak, lemak penuh, lemak sedang, partially skimmed dan skim dengan KLBK masing-masing adalah lebih dari 60%, 45% hingga kurang dari 60%, 25% hingga kurang dari 45%, 10% hingga kurang dari 25% dan kurang dari 10% (CAC/Codex Alimentarius Commission, 2001).

Karakteristik akhir keju sering diklasifikasikan kembali berdasarkan kekerasan dan karakteristik pemeramannya. Kekerasan keju dinilai berdasarkan persentase kadar air dalam produk tanpa lemak (Moisture Fat-Free Basis atau MFFB). Jenis keju berdasarkan kekerasannya menurut CODEX STAN 283-1978 disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis Keju berdasarkan Kekerasan Produk Akhir dan Karakteristik Pemeramannya

Berdasarkan Kekerasan Produk Akhir Berdasarkan Karakteristik Pemeraman

MFFB (%) Penyebutan

< 51 Sangat keras Diperam

49–56 Keras Diperam dan berkapang

54–69 Semi keras Tidak diperam/segar

> 67 Lunak Pada penggaraman

(10)

7 Koagulasi

Koagulasi enzimatis merupakan metode koagulasi yang paling banyak digunakan dalam pembuatan keju. Enzim yang digunakan umumnya diekstrak dari abomasum ternak ruminansia dan mikroorganisme. Enzim ini biasanya tersedia dalam bentuk serbuk renet. Penambahan renet dapat digunakan untuk membuat keju peram atau segar (Gunasekaran dan Mehmet, 2003). Renet mampu bekerja secara efektif pada pH 6-6,3 (Crabbe, 2004).

Kappa–kasein termasuk protein insensitif-kalsium, yang membentuk lapisan untuk mengelilingi kasein yang sensitif terhadap kalsium (αS1-,αS1-, - dan -). Hal tersebut menyebabkan struktur misel stabil. Adanya kimosin menyebabkan misel menjadi tidak stabil dan terjadi koagulasi dengan dua tahap, yaitu 1) pemotongan – kasein pada ikatan F105-M106 yang menghasilkan residu glikopeptida hidrofilik (106-169). Residu tersebut bersama dengan whey, sedangkan para- –kasein tinggal bersama dalam misel kasein; dan 2) fase pengumpalan diinisiasikan oleh 85-90% kappa-kasein dan merupakan pengaruh dari keberadaan Ca2+ (Crabbe, 2004). Mekanisme koagulasi susu secara enzimatis disajikan pada Gambar 2.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2. Koagulasi Enzim yang Dimulai dengan Keberadaan Enzim (♀) diantara Misel Kasein (O) yang Stabil (a), Destabilisasi Kasein Misel (b), Agregasi Kasein dalam Gugus Kecil (c) dan Koagulasi Misel Kasein Menjadi Gugus yang Lebih Besar

Sumber: Horne dan Banks (2004)

(11)

8 terbentuk akan lebih keras. Namun demikian, keju dengan penambahan renet memiliki ukuran misel yang lebih besar dibandingkan dengan keju tanpa penambahan renet. Renet mencegah terjadinya fusi misel, sehingga partikel kasein berada dalam bentuk klaster dan rantai pendek (Farkye, 2004).

Keju Lunak (Soft Cheese)

Keju lunak terdiri atas tiga kelompok berdasarkan karakteristik pemeramannya, meliputi keju yang mengalami pemeraman oleh kapang, keju yang mengalami proses pemeraman oleh bakteri dan tidak mengalami pemeraman. Keju lunak memiliki kadar air 50-80% dan kadar lemak dalam bahan kering 10%dan kadar air dalam bahan kering tanpa lemak lebih dari 67% (Banks, 1998; CAC, 1978).

Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri Probiotik

Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang memberikan manfaat kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/Food Agricultural Organization, 2001). Bakteri ini menurut Webb (2006) mampu bertahan melewati kondisi gastrointestinal seperti pH dalam lambung dan garam empedu, resisten terhadap antibiotik dan memiliki sifat antagonistik terhadap bakteri patogen. Bakteri probiotik menempel pada permukaan villi usus halus dan menjaga keseimbangan mikroflora usus. Maheswari (2010) telah melakukan identifikasi dan karakterisasi isolat bakteri asam laktat dan mendapatkan Lactobacillus acidophilus RRM-01 dan Lactococcus lactis RRM-01 memiliki karakteristik sebagai bakteri probiotik. Tamime (2005) menyatakan bahwa suatu pangan dapat diklaim sebagai pangan probiotik jika mengandung bakteri probiotik dengan konsentrasi minimum 106 cfu ml-1 atau g-1 pada umur kadaluarsanya.

(12)

9 2001). Penelitian Annuk et al. (2003) menemukan adanya aktivitas antioksidasi dan antagonistik bakteri dari genera Lactobacilli. Sifat tersebut lebih efektif terhadap bakteri Gram negatif.

Beberapa penelitian dilakukan untuk mempelajari peran bakteri probiotik dalam menurunkan serum kolesterol dan memperbaiki profil lemak, sehingga mampu menurunkan resiko hipertensi. Hal ini terkait dengan tingginya kasus hipertensi yang diakibatkan oleh malabsorbsi lemak, terutama terkait dengan kolesterol (Pigeon et al., 2002; Aloglu dan Oner, 2006). Pigeon et al. (2002) mendapatkan bahwa bakteri probiotik mampu menurunkan kadar serum kolesterol darah dengan mekanisme asimilasi. Proses ini terjadi di usus halus. Aloglu dan Oner (2006) menemukan bahwa proses assimilasi tersebut dapat terjadi dalam media cair maupun padat. Asimilasi dapat dilakukan oleh bakteri probiotik yang hidup maupun yang mati. Asimilasi oleh bakteri yang telah mati dilakukan dengan pengikatan kolesterol ke permukaan sel. Namun demikian, degradasi kolesterol lebih efektif pada bakteri yang hidup (Liong dan Shah, 2005; Tahri et al., 1995). Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa bakteri probiotik mampu memproduksi eksopolisakarida (EPS), yang menempel pada permukaan sel dan mampu mengikat kolesterol.

Kemampuan bakteri probiotik dalam mengikat kolesterol terkait dengan struktur dan komposisi kimia dinding selnya. Dinding sel bakteri probiotik terdiri atas peptidoglikan dengan beragam komposisi asam amino yang mampu mengikat kolesterol ke permukaan sel (Kimoto-Nira et al., 2007). Menempelnya kolesterol dengan bakteri probiotik menurunkan penyerapan kolesterol dalam usus halus, sehingga kadar serum kolesterol turun.

Lactobacillus acidophilus

(13)

10 pertumbuhan optimum adalah 37oC. Bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yang mampu menghasilkan 0,3-1,9% asam laktat denganpH akhir produk yang dihasilkan adalah 4,2 (Heller, 2001). Fuller (1992) menyatakan bakteri ini menghasilkan beberapa substrat antimikrob, yaitu asidolin, asidofilin, bakteriosin dan laktosidin. Morfologi Lb. Acidophilus ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Lactobacillus acidophilus Sumber: Todar (2009)

Lactococcus lactis

Lc. lactis dikenal pada awalnya sebagai Streptococcus lactis.Bakteri ini berbentuk bulat berantai pendek, katalase negatif, tidak berspora, tergolong dalam bakteri Gram positif dan memiliki suhu pertumbuhan optimum 28-31 oC. Lc.lactis mampu mensintesis folat dan riboflavin serta menghasilkan asam laktat yang berlimpah (Wahyudi dan Samsundari, 2008; Surono, 2004). Lc. Lactis menurut Heller (2001) memiliki kisaran suhu pertumbuhan antara 8-40oC dengan suhu optimum pertumbuhan adalah 30oC. Bakteri ini merupakan bakteri homofermentatif yang mampu menghasilkan 0,5%-0,7% asam laktat dengan pH akhir produk yang dihasilkan adalah 4,6. Morfologi bakteri ini disajikan pada Gambar 4.

(14)

11 Herbal

Mint (Mentha arvensis)

Salah satu jenis mint yang umum dikenal adalah Mentha arvensis (Gambar 5). Tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut; 1) kelas Dikotiledon, 2) ordo Lamiales, 3) famili Lamiaceae Lindl, 4) Mentha L. dan 5) spesies Mentha arvensis dengan tujuh varietas yang berbeda (EMPP/The Euro+Med Plantbase Project, 2010).

Gambar 5. Mentha arvensis L.

Sumber: The Euro+Med Plantbase Project (2010)

Mint telah digunakan sebagai flavor yang paling populer. Mint sering digunakan sebagai flavor pada teh, es krim, permen dan pasta gigi. Minyak mint mengandung menthone dan metal ester (Gracindo, 2006). Tanaman ini biasanya digunakan untuk mengobati masalah pencernaan seperti kram, kembung, mual, kehilangan nafsu makan dan sindrom radang usus besar (Salem, 1995). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa M. piperita, salah satu jenis mint, mengandung 24 senyawa aromatik dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan mempunyai aktivitas antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo (Yadegarinia et al., 2006).

Dill (Foeniculum vulgare Mill)

(15)

12

(a) (b)

Gambar 6. Bagian Batang dan Daun (a) dan Biji (b) Foeniculum vulgare Mill atau Adas Manis

Sumber: California Invasive Plant Council (2006)

Dill mengandung rutin dan kuersetin, asam kafeat dan klorogenat, skopoletin, -sitoserol dan musilase. Bagian daun mengandung polifenol yang jauh lebih tinggi daripada buahnya (Ortan et al., 2008). Daun dill juga dikenal luas sebagai tanaman obat. Daun dill memiliki senyawa antimikrob (Kaur dan Arora, 2010), mampu mengobati gangguan pencernaan (Perez et al., 2005) dan ekstrak daunnya berpotensi menurunkan aktivitas kortikosteroid yang berperan dalam regulasi diabetes tipe 2 (Panda, 2008). Daun dill dapat diknsumsi secara oral (Perez et al., 2005).

Kemangi (Ocimum basilicum)

Ocimum basilicum (Gambar 7) adalah tanaman yang umum dikonsumsi sebagai obat tradisional dan bumbu dapur. Tanaman ini memiliki taksonomi sebagai berikut; 1) sub divisi Magnoliophyta, 2) kelas Magnoliopsida, 3) famili Lamiaceae, 4) genus Ocimum L. dan 5) spesies Ocimum basilicum L. (USDA-NRCS/United States Department of Agriculture-Natural Resources Conservation Service, 2003).

Gambar 7. Ocimum basilicum

(16)

13 Minyak atsiri kemangi mengandung osinema, farsena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, pinena, terpinena, santelena, sitral dan kariofilena (Javanmardi, 2003).Sejumlah komponen fenol dengan aktivitas antioksidan juga didapatkan dari tanaman ini. Komponen tersebut adalah 1,8-cineole, -ocimene, linaool, L-camphor, methyl chavicol (estragole), eugenol, -elemene, methyl eugenol, -caryophyllene, α-humulene, germacrene-D, bicyclogermacrene, -candinene, α-amorphene dan -cububene (Vani et al., 2009).

Senyawa Fenol pada Tumbuhan

Senyawa fenol banyak ditemukan pada tumbuhan tetapi umumnya dalam jumlah yang sedikit. Senyawa fenol yang umumnya ditemukan adalah asam galat dan asam salisilat. Senyawa fenol memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang berikatan secara langsung dengan cincin aromatik, yaitu benzena. Hal tersebut menyebabkan hidrogen pada gugus hidroksil fenol bersifat labil, sehingga fenol tergolong ke dalam asam lemah (Vermerris dan Nicholson, 2008). Struktur kimia fenol disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Struktur Kimia Fenol Sumber: Vermerris dan Nicholson, 2008

(17)

14 Tabel 4. Klasifikasi Senyawa Fenol

Struktur Kelas

C6 Fenol sederhana

C6-C1 Asam fenol dan senyawa yang terkait

C6-C2 Asetofenon dan asam fenilasetat

C6-C3 Asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil alkohol, kumarin,

isokumarin dan kromon

C15 Flavan, flavon, flavanon, flavanonol, antosianidin, antosianin,

C30 Biflavonil

C6-C1-C6, C6-C2-C6 Benzonfenon, xanton dan stilbena

C6, C10, C14 Kuinon

C18 Betasianin

Lignin, neolignan Dimer atau polimer

Lignin Polimer

Tanin Oligomer atau polimer

Flobafena Polimer

Sumber: Vermerris dan Nicholson (2008 )

Aktivitas Antimikrob Senyawa Fitokimia

Senyawa fitokimia banyak diteliti karena memiliki korelasi dengan aktivitas antimikrob, antioksidan dan penghambatan enzim penyebab beberapa penyakit neurodegeneratif. Senyawa antimikrob dapat berupa antifungi, antivirus, bakterisidal (pembunuh bakteri), ataupun penghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antimikrob dari senyawa fenol berhubungan dengan kemampuan fenol dalam mengubah permeabilitas sel, sehingga mampu membebaskan makromolekul dari dalam sel (Tiwari et al., 2009). Beberapa bakteri mampu memanfaatkan senyawa fitokimia seperti fenol sebagai makanan. Kemampuan tersebut didukung oleh mekanisme degradasi senyawa turunan fenol oleh fenol hidroksilase, katekol 1,2-dioksigenase dan katekol 2,3-dioksigenase (Sun et al., 2010).

Aktivitas Antioksidan Senyawa Fitokimia

(18)

15 ini didukung oleh struktur antioksidan yang terdiri atas ikatan konjugasiyang memungkinkan senyawa antioksidan menstabilkan kembali struktur kimia yang berubah akibat netralisasi radikal bebas (Vermerris dan Nicholson, 2008). Beberapa struktur kimia dari suatu senyawa fenol tergolong efektif dalam menghambat aktivitas radikal bebas dibandingkan dengan struktur senyawa fenol lainnya. Struktur senyawa fenol yang efisien menangkap radikal bebas diilustrasikan pada Gambar 9.

(a) (b) (c)

Gambar 9. Struktur Kimia Senyawa yang Efektif Menghambat Aktivitas Radikal Bebas: (a) Orto-dihidroksil (katekol) pada Cincin B, untuk Delokalisasi Elektron, (b) Ikatan Rangkap 2,3 Berkonjugasi dengan Fungsi 4-keto, Menyediakan Delokalisasi Elektron dari Cincin B dan (C) Gugus Hidroksil pada Posisi 3 dan 5, Menyediakan Ikatan Hidrogen untuk Gugus Keto

Sumber: Croft (1999)

(19)

16

Aktivitas Penghambatan Enzim α-amilase Oleh Senyawa Fitokimia

Enzim porcine pancreatic α-amylase (PPA) adalah endoglukanase yang mengatalisa hidrolisis ikatan α-1,4-glukosida pada pati, amilosa, amilopektin dan glikogen. PPA tersusun atas 496 residu asam amino dan 83% homologi dengan pankreas α-amilase pada manusia (Pasero et al., 1986). Mekanisme penghambatan PPA oleh senyawa fitokimia sangat kompleks. Narita dan Inouye (2011) mendapatkan bahwa asam sinamat dan asam klorogenat merupakan senyawa turunan fenolyang mampu menghambat aktivitas PPA. Efektivitas penghambatan PPA berbeda untuk setiap senyawa turunan fenol. Beberapa senyawa fenol lebih efektif menghambat PPA pada tipe enzim-substrat, namun sebagian senyawa turunan fenol lebih efektif pada tipe enzim. Efektivitas tersebut ternyata berhubungan dengan hidroksilasi senyawa fenol pada posisi meta atau para dari kelompok fenil. Penghambatan PPA lebih efektif dimodifikasi pada gugus hidroksil daripada gugus metoksil. Penghambatan PPA efisien pada pH 6,9 (Narita dan Inouye, 2009). Walaupun senyawa fenol berperan dalam penghambatan enzim, namun total fenol dalam suatu bahan pangan tidak selalu berkorelasi positif dengan kapasitas antioksidan dan penghambatan aktivitas enzim α-amilase (Ranilla et al., 2010).

(20)

17

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10. Beberapa Senyawa Turunan Fenol yang Ditemukan Berperan dalam Penghambatan Enzim α-amilase:(a) Kuersetin, (b) Katekin, (c) Mirisetin dan (d) Kaempferol

Sumber: (McWilliam, 2005)

Enzim α-amilase dan Kaitannya dengan Diabetes Tipe 2

Enzim α-amilase adalah salah satu komponen yang dimanfaatkan dalam mengontrol kadar gula darah melalui makanan maupun obat-obatan. Enzim tersebut mengatalisis hidrolisis ikatan alfa 1,4 glikosida dalam polisakarida dan hasil degradasinya agar dapat diserap usus halus. Penghambatan aktivitas kedua enzim tersebut menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam manajemen diabetes tipe 2 (Robyt dan Whelan, 1968 ; Krenzt dan Bailey, 2005).

Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan metabolisme dan dicirikan oleh hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi akibat kurangnya sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kelebihan gula dalam darah (Scobie, 2007). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistensi reseptor insulin yang menyebabkan kekacauan metabolisme glukosa dalam tubuh (Steyn et al., 2004).

(21)

18 amilosa maupun amilopektin, 2) unit glukosa yang dihasilkan mempunyai konfigurasi alfa pada atom C1, 3) mempunyai mekanisme serangan endo, yaitu memecah ikatan-ikatan alfa 1,4 dari bagian dalam molekul, 4) dapat dengan cepat mereduksi warna biru kompleks amilosa-iod, 5) dapat mereduksi kekentalan larutan pati dengan cepat, dan 6) mampu melampaui titik cabang alfa 1,6.

Mekanisme kerja alfa amilase dalam pemecahan ikatan alfa 1,4 ada tiga pola yaitu: 1) single chain attack; enzim mendegradasi sebuah molekul polimer sampai selesai sebelum memecah polimer lain, 2) multi chain attack; enzim meninggalkan satu polimer setelah melepaskan satu produk pertama atau serangan hidrolitik, kemudian polimer lain lagi, dan 3) multiple attack; enzim memecah satu polimer kemudian beberapa kali memecah sejumlah produk pertama sebelum memecah polimer lain.

(22)

19 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Susu, Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Laboratorium Uji Organoleptik, Laboratorium Terpadu Departemen IPTPFakultas Peternakan IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (ITP) Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Penelitian Departemen Biokimia FMIPA IPB, Laboratorium Pilot Plant SEAFAST IPB, Laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obatdan Aromatik (Balittro)-Bogor, sedangkan sampel herbal dan susu kambing masing-masing diperoleh dari Agropolitan, Cipanas-Pacet Kabupaten Cianjur dan Gunung Menyan Cemplang, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Februari 2011 hingga Februari 2012.

Materi

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keju adalah susu kambing, daun mint, daun dill, daun kemangi, kultur bakteri koleksi Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01,renetkomersial dan CaCl2. Bahan-bahan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah roti tawar, susu evaporasi, keju oles (cheeses pread) plain komersial 78 gram, air minum dalam kemasan, mentimun dan bubuk kopi. Media dan bahan kimia yang digunakan adalah plate count agar (PCA), de Man’s Rogosa sharpe broth (MRSB), de Man’s Rogosa sharpe agar (MRSA), buffer peptone water (BPW), kristal violet, amonium oksalat, safranin, etanol 95%, H2O2, akuades, akuabides, fenolftalein 0,1%, NaOH (0,1 N), HCl (0,1 M), NaOH (0,1 M), 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), reagen Folin-Ciocalteu dan Na2CO3. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian aktivitas penghambatan enzim α-amilase adalah Na2HPO4, NaH2PO4, NaCl, kristal NaOH, DNS (asam 3,5-dinitrosalisiklik), NaK-tartrat, Na-metabisulfit, pati yang mudah larut dan porcine pancreatic α-amylase (EC 3.2.1.1) Sigma Chemical Co.

(23)

20 botol Scott, gelas ukur, neraca OHAUS digital, cawan petri, pemanas bunsen, vortex, magnetic stirrer, kompor, panci stainless steel, pengaduk kayu, inkubator, termometer air raksa, kain kasa, pisau stainless steel, laminar air flow, plastik HDPE, pH meter, spektrofotometer, tabung ependorf dan labu Erlenmeyer. Peralatan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah piring porselen, gelas, sendok oles, nampan, tisu, alat tulis, label dan lembar kuesioner.

Prosedur Penelitian Pendahuluan

Uji Kualitas Susu Kambing Segar (BSN, 1998) dan Susu Evaporasi. Uji kualitas

susu kambing segar meliputi uji alkohol, pengukuran berat jenis, pengukuran pH dan total asam tertitrasi, uji protein dengan metode titrasi formol, kadar lemak dengan metode Gerber, penghitungan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) dengan rumus Fleischmann dan penghitungan total mikrob. Susu kambing yang dievaporasi juga diuji kualitasnya seperti pada pengujian kualitas susu segar, namun tanpa uji alkohol.

Uji Determinasi Taksonomi Herbal. Daun mint, dill, dan kemangi yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh dalam bentuk segar berumur 2,5 sampai tiga bulan. Pengujian dilakukan di Laboratorium Herbarium Bogoriensis LIPI Bogor.

Ekstraksi Herbal (Kwon et al., 2006). Herbal segar dipisahkan bagian daun dari

(24)

21 Uji Fitokimia Ekstrak Herbal. Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui

kandungan zat aktif pada ekstrak daun herbal sebelum dan sesudah dievaporasi. Pengujian dilakukan secara kualitatif di Laboratorium Balittro Bogor.

Penyegaran Kultur Starter Bakteri. Penyegaran kultur starter bakteri bertujuan

kultur starter segar dengan umur 24 jam. Sebanyak 1 ml bakteri stok dibiakkan ke dalam tabung berisi 9 ml media MRSB dan diinkubasi selama 24 jam (suhu 37oC). Penyegaran bakteri dilakukan sebanyak dua kali. Bakteri hasil penyegaran kedua selanjutnya diperiksa untuk meyakinkan tidak terdapat kontaminasi.

Pemeriksaan Karakteristik Kultur Starter (Pelczar dan Chan, 2008). Kultur

starter yang digunakan diperoleh dari koleksi Bagian Teknologi Hasil Ternak meliputi Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01, diperiksa sifat morfologi dan biokimianya untuk mengetahui kemurniannya. Pengamatan morfologi kultur starter dengan bantuan pewarnaan Gram dan mikroskop pada perbesaran 10 x 100 serta pengamatan karakteristik biokimia dengan uji katalase.

Pewarnaan Gram. Kultur bakteri yang digunakan adalah kultur umur 24 jam. Kultur bakteri dioleskan pada gelas objek dengan jarum ose yang sebelumnya telah dibakar di atas api bunsen untuk sterilisasi. Preparat bakteri difiksasi. Kristal violet diteteskan di atas preparat dan didiamkan selama 1 menit. Preparat dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Preparat ditetesi dengan larutan lugol iodin, dibilas dengan akuades, kemudian ditetesi dengan etanol 95% selama lima detik dan selanjutnya dibilas dengan akuades dan dikeringudarakan. Preparat ditetesi dengan safranin selama 30 detik kemudian dibilas dengan akuades. Preparat dikeringkan, ditetesi minyak imersi dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100.

(25)

22 Perbanyakan Kultur Starter. Kultur yang telah diperiksa kemurniannya ditumbuhkan untuk mendapatkan kultur induk, kultur antara dan kultur kerja. Kultur induk merupakan hasil inokulasi dari 1 ml kultur stok ke dalam 9 ml susu skim steril. Inkubasi dilakukan selama 24 jam. Kultur antara diperoleh melalui inokulasi 1 ml kultur induk dalam 9 ml susu skim steril dan diinkubasi selama 24 jam. Kultur kerja diperoleh cara inokulasi 20 ml kultur antara ke dalam 180 ml susu skim steril dan diinkubasi sampai diperoleh umur bakteri pada fase logaritmik. Fase logaritmik La. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 secara berturut-turut adalah 15 dan 14 jam (Abdurrokhman, 2010).

Penelitian Utama

Pembuatan Keju dari Susu Kambing (Nasution, 2010). Susu kambing terlebih

dahulu dievaporasikan secara vakum. Berikut adalah bagan alir proses pembuatan keju dalam penelitian ini.

Gambar 11. Diagram Alir Proses Pembuatan Keju Sumber: Nasution (2010)

Keju segar

Whey

Penambahan kultur starter campuran (La:Ll = 1:1) dan ekstrak herbal yang dievaporasi (akuades steril untuk kontrol) masing-masing 5% terhadap volume

total adonan keju

Susu evaporasi (80% terhadap volume total adonan keju)

Penambahan 0,02% CaCl2 terhadap volume susu (b/v)

Pemanasan susu(T= 90 oC; t= 15 detik)

Pendinginan susu (suhu 40 oC)

Inkubasi pada suhu 40 oC hingga mencapai pH 6,3

Penambahan 0,06‰ renet terhadap volume susu (v/v) (dikondisikan pada suhu 37 oC)

(26)

23 Uji Fisik Keju Segar Susu Kambing (AOAC, 2007). Uji fisik keju yang dilakukan meliputi penghitungan waktu koagulasi awal dan rendemen keju (b/b). Penghitungan rendemen dilakukan menggunakan metode berikut.

Waktu Koagulasi Awal. Waktu awal koagulasi (t) adalah waktu yang dibutuhkan masing-masing perlakuan untuk mulai membentuk curd. Waktu koagulasi dihitung dari selisih waktu terjadinya koagulasi (t1) dengan waktu awal penambahan kultur campuran, herbal atau akuades steril dan renet (t0). Penentuan waktu awal koagulasi secara matematis adalah sebagai berikut:

Waktu awal koagulasi (t) = t1- t0 Keterangan:

t1 =waktu terjadinya koagulasi

t0 = waktu awal penambahan kultur campuran, herbal atau akuades steril dan renet

Rendemen. Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase berat keju yang dihasilkan terhadap berat susu evaporasi yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Uji Kimia Keju Segar Susu Kambing. Uji kimia yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas analisis proksimat keju, uji total fenol dan pengukuran aktivitas antioksidan dengan pengujian penghambatan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N).

Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan methanol (MeOH) 100% sebagai bahan pengekstraksinya. Sebanyak 1 gram keju ditambahkan 2,5 ml MeOH dan dibiarkan pada suhu ruang selama 24 jam. Ekstrak dipisahkan melalui sentrifugasi dan residu diekstraksi kembali dengan MeOH selama 24 jam pada suhu ruang. Ekstrak yang diperoleh ditambahkan dengan metanol 100% hingga mencapai volume 10 ml. Ekstrak disentrifuse pada suhu 4 oC selama 20 menit dan disaring dengan kertas saring Whatman No 40. Ekstrak disimpan pada suhu -20 oC sampai digunakan untuk analisis.

(27)

24 (50% v/v; 0,5 ml) ditambahkan ke setiap sampel kemudian dihomogenkan. Setelah 5 menit, sebanyak 1 ml Na2CO3 ditambahkan ke dalam larutan campuran dan didiamkan selama 60 menit pada suhu ruang. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer ( = 7β5 nm). Nilai absorbansi dikonversi ke total fenol dan diekspresikan dalam mikrogram setara dengan asam galat per mililiter sampel. Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi larutan asam galat (5-60 g/ml) dalam metanol (Gambar 12).

Gambar 12. Kurva Standar Asam Galat untuk Memperkirakan Total Fenol Keju dan Ekstrak Herbal

Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Pengujian Penghambatan DPPH (Apostolidis et al., 2006). Sebanyak 250 µl ekstrak keju dalam MeOH ditambahkan ke dalam 3 ml DPPH 60 M dalam metanol 100%. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer ( = 517 nm). Pembacaan dibandingkan dengan blanko yang berisi 250 µl MeOH menggantikan ekstrak. Persentase penghambatan dihitung dengan rumus:

Uji Penghambatan Enzim α-amilase (Kwon et al., 2006). Persiapan pengujian diawali dengan pembuatan buffer natrium fosfat 0,02 M (pH 6,9 dengan NaCl 0,006 M), larutan asam dinitrosalisiklik dan larutan enzim. Masing-masing larutan disiapkan dalam bentuk segar.

(28)

25 g NaH2PO4 dalam 200 ml akuades dan 3) 0,3506 g NaCl dalam 100 ml akuades. Ketiga larutan dicampur dan dihomogenkan, diikuti dengan penambahan 400 ml akuades. Nilai pH larutan diukur dengan pH meter. Jika pH menyimpang dari 6,9 maka disesuaikan dengan penambahan Na2HPO4 sebagai basa dan NaH2PO4 sebagai asam. Larutan dilengkapi hingga mencapai volume akhir sebesar 1.000 ml dalam labu takar. Buffer Na-fosfat disimpan pada suhu 25 oC dan digunakan sebelum dua minggu dari waktu pembuatan.

Pembuatan Larutan Asam Dinitrosalisiklik. Sebanyak 16 g NaOH dalam 200 ml akuades, kemudian ditambahkan 10 g larutan DNS (asam 3,5-dinitrosalisiklik) dan dihomogenkan. Sebanyak 30 g NaK-tartrat dan 8 g Na-metabisulfit dicampur dan dilarutkan kedalam 500 ml akuades. Kedua larutan dicampur dan ditambahkan akuades hingga diperoleh volume akhir larutan sebesar 1.000 ml. Larutan dilindungi dari cahaya selama pembuatan dan penyimpanan.

Pembuatan Larutan 1% pati. Pati yang mudah larut digunakan dalam penelitian ini. Sebanyak 1 g pati dilarutkan dalam 100 ml buffer natrium fosfat yang telah disiapkan sebelumnya. Larutan dihomogenkan dengan pengadukan konstan pada suhu 90 oC. Larutan pati didinginkan dan disimpan pada suhu 4 oC. Larutan pati diinkubasi terlebih dahulu pada suhu 25 oC selama 5 menit sebelum digunakan dalam pengujian.

Pembuatan Larutan Enzim α-amilase. Konsentrasi larutan porcine pancreatic α-amylase yang digunakan dalam pengujian adalah 0,5 mg/ml. Bubuk enzim dilarutkan dalam buffer natrium fosfat yang telah disiapkan sebelumnya. Buffer fosfat yang digunakan terlebih dahulu didinginkan untuk mempermudah kelarutan laktosa dalam enzim. Larutan enzim disiapkan segar dan disimpan pada suhu 4 oC sebelum digunakan.

(29)

26 suhu 25 oC selama 10 menit. Sebanyak 500 l larutan 1% pati ditambahkan ke dalam larutan campuran dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 25 oC. Sebanyak 1 ml larutan asam DNS ditambahkan ke dalam larutan campuran dan diinkubasi selama 5 menit dalam air mendidih. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu 25 oC dan ditambahkan 10 ml akuades. Nilai absorbansi larutan diamati pada spektrofotometer ( = 540 nm).

Uji Mikrobiologis Keju Segar Susu Kambing. Uji mikrobiologis keju dilakukan untuk penentuan populasi BAL yang ada dalam keju. Bakteri yang digunakan sebagai kultur starter keju merupakan bakteri probiotik, sehingga diasumsikan bahwa populasi BAL dalam keju mencerminkan populasi bakteri probiotik dalam keju.

Penentuan Standar Populasi Bakteri Asam Laktat (Bacteriological Analytical Manual, 2001). Sebanyak 5 g sampel keju yang sudah homogen diambil dengan spatula steril, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 45 ml larutan BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml larutan dari pengenceran 10-1dimasukkan ke dalam tabung ulir berisi 9 ml larutan BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai pada pengenceran 10-7. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Sebanyak 15 ml media MRSA ditambahkan ke dalam cawan petri dan dihomogenkan.Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 24-48 jam. Koloni

BAL yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus berikut:

Keterangan :

n1= Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung (25-250 koloni) n2= Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung (25-250 koloni) N = Faktor pengenceran

(30)

27 dan bersih. Ruangan uji organoleptik mempunyai pencahayaan yang cukup dan bersuhu sekitar 24 oC. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Sampel disajikan di atas piring porselen dengan ukuran dan warna yang seragam. Panelis terdiri atas 21 orang mahasiswa untuk uji mutu hedonik dan 33 orang mahasiswa untuk uji hedonik. Panelis yang dipilih adalah panelis yang memiliki kesediaan untuk menjadi panelis tanpa paksaan,tidak alergi dengan produk yang disajikan dalam uji organoleptik dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan uji organoleptik dan pelatihan khusus Panelis diinstruksikan untuk minum dan berkumur-kumur sebelum melakukan uji organoleptik.

Uji Hedonik. Atribut yang dinilai adalah meliputi kesukaan terhadap penampilan umum, warna, aroma, dan rasa. Sebanyak 10 gram keju lunak disajikan bersama dengan roti tawar dengan cara dioleskan ke seluruh permukaan roti ukuran 4 cm x 4 cm. Roti yang dipilih adalah roti tawar kupas. Sampel disajikan satu per satu. Mentimun diberikan sebagai penetral rasa dan bubuk kopi hitam sebagai penetral aroma. Form uji hedonik diberikan bersamaan dengan penyajian sampel. Panelis diberikan penekanan informasi bahwa masing-masing sampel harus dinilai objektif dan tidak dilakukan pembandingan antar sampel.

(31)

28 Bagan Alir Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Alur kerja penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13.Alur Kerja Penelitian Rancangan dan Analisis Data Rancangan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan masing-masing dengan tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh nilai rataan untuk memperoleh nilai rataan dan standar deviasi. Data yang memiliki galat pada batasan

(32)

29 yang ditoleransi kemudian dikelompokkan ke dalam jenis data parametrik atau nonparametrik.

Analisis Data

Pengujian data parametrik diawali dengan pengujian asumsi. Apabila data memenuhi uji asumsi, maka data dianalisis ragam dengan ANOVA. Apabila data masih tidak memenuhi uji asumsi, maka data ditransformasi terlebih dahulu dan apabila masih tidak memenuhi uji asumsi, maka akan dianalisis dengan uji Kruskal Wallis. Jika pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka analisis data dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). Model matematik yang digunakan untuk RAL sesuai dengan Steel dan Torrie (1995):

Yij= µ + Pi+ εij

Keterangan:

Yij = variabel respon akibat pengaruh perlakuan ke-i (1 = keju tanpa ekstrak herbal atau kontrol;

2 = keju dengan 5% ekstrak mint; 3 = keju dengan 5% ekstrak dill; dan 4 = keju dengan 5% ekstrak kemangi) dan ulangan ke-j (1, 2, dan 3)

µ = nilai rataan umum (rendemen keju, total fenol, persentase penghambatan DPPH, persentase

penghambatan enzim α-amilase, dan populasi BAL dalam keju)

Pi = pengaruh perlakuan ke-i

Εij = galat dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

sedangkan model matematik yang digunakan untuk Kruskal Wallis menurut Casella (2008) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

ni = jumlah pengamatan dalam sampel ke-i (i = 1, 2, ..., k) n = ∑ni

Ri = jumlah dari ranking untuk sampel ke-i

(33)

30 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Susu Kambing

Susu kambing yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan keju adalah susu kambing penuh (whole milk) dari bangsa Peranakan Ettawa. Kualitas susu segar diuji secara kimia. Hasil uji dibandingkan dengan Thai Agricultural Standard. Kualitas susu kambing segar ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kualitas Susu Kambing Segar

Karakteristik Susu Segar1 Klasifikasi Kelas Susu2 Massa jenis pada suhu 27,5 oC (kg/l) 1,0305 ± 0,000

Total plate count (cfu/ml) 3,7 x 105 Tidak teridentifikasi3 Sumber: 1Hasil analisis Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2011)

2

Thai Agricultural Standard (2008)

3Jumlah TPC lebih tinggi dari batas maksimum TPC kelas standar

Hasil uji kimia kualitas susu kambing menunjukkan bahwa massa jenis susu kambing pada suhu 27,5 oC adalah 1,0305 kg/l. Massa jenis susu lebih tinggi dari massa jenis air murni yaitu 1 kg/l, karena terdapat komponen dalam bahan kering tanpa lemak yang memiliki massa per liter lebih dari 1 kg.

Keasaman susu sangat menentukan kualitas kerja renet dalam mengkoagulasikan susu. Oleh karena itu, keasaman susu sangat penting untuk diukur. Susu kambing pada kondisi normal memiliki pH 6,50-6,80. Keasaman dapat meningkat akibat pakan, sanitasi ataupun penyakit. Keasaman susu pada saat akan diolah berturut –turut untuk pH dan TAT adalah 5,90 dan 0,07% asam laktat serta negatif untuk hasil uji alkohol. Keasaman susu ternyata tidak diiringi dengan hasil negatif pada uji alkohol.

(34)

31 (> 105 - 2 x 105 cfu/ml). TPC susu segar sangat terkait dengan sanitasi dan hygiene pada saat pemerahan maupun penanganan susu pascapemerahan. Kelompok mikroorganisme dan mikroflora yang umumnya ditemui pada susu segar adalah Micrococci, Streptococci, Asporogenous Gram positif berbentuk batang, koliform, spora Bacillus dan Streptomycetes (Cousins dan Bramley, 1981). Keragaman komposisi susu dipengaruhi oleh genetik dan faktor lingkungan, beberapa diantaranya adalah interval menyusui, fase laktasi, umur, pakan dan penyakit (Nasution, 2010).

Susu segar selanjutnya dievaporasi secara vakum sebelum diolah menjadi keju. Evaporasi vakum merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menguapkan komponen air pada suatu produk. Evaporasi susu pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan bahan kering susu. Peningkatan bahan kering susu akan berkontribusi dalam penurunan volume whey yang dihasilkan dari proses koagulasi keju. Kondisi ini diharapkan mampu menekan terjadinya kehilangan BAL dan fitokonstituen dari ekstrak herbal ke dalam whey. Karakteristik susu evaporasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Susu Kambing yang Telah Dievaporasi

Karakteristik Susu Evaporasi

BJ pada suhu 27,5 oC (kg/l) 1,0393 ± 0,0010

Ph 5,54 ± 0,00

Kadar Protein (%) 5,85 ± 0,55

Kadar Lemak (%) 19,00 ± 0,00

BKTL (%) 25,01 ± 0,00

BK (%) 44,01 ± 0,00

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu Produksi Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2011)

(35)

32 juga oleh massa jenis susu evaporasi yang meningkat. Perubahan pH susu juga terjadi setelah dievaporasi. Penurunan pH susu yang telah dievaporasi diinisiasi oleh perubahan kimia protein selama pemanasan. Protein terdiri atas monomer berupa asam amino.Asam amino memiliki pH yang beragam dan bersifat ampoter. Asam amino yang dilepaskan dari rantai protein menyebabkan perubahan pH susu.

Karakteristik Herbal

Mint, dill dan kemangi adalah tiga dari beberapa jenis sayuran yang dihasilkan oleh petani di Agropolitan. Sayuran ini biasanya dipanen pada umur 2,5 sampai tiga bulan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan mint dan kemangi yang berumur 2,5 bulan, sedangkan dill berumur tiga bulan. Kemangi tersebut lebih dikenal dengan nama basil atau kemangi Jepang. Aroma kemangi yang umumnya dikonsumsi masyarakat (kemangi lokal) tercium lebih tajam dibandingkan dengan aroma kemangi tersebut, sehingga kemangi jenis ini dikenal juga dengan sebutan basil manis.

Taksonomi Herbal

Dua dari tiga jenis herbal yang digunakan dalam penelitian ini tergolong ke dalam famili Lamiaceae. Taksonomi ketiga herbal tersebut sama seperti yang dinyatakan oleh EMPP (2010), Cal-IPC (2006) dan USDA NRCS (2003) bahwa mint dan kemangi termasuk famili Lamiaceae, sedangkan dill termasuk famili Apiaceae. Kwon et al. (2006) menyatakan bahwa herbal dari famili Lamiaceae mengandung senyawa aktif yang berperan dalam manajemen hipertensi dan diabetes tipe 2. Taksonomi ketiga jenis herbal ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Taksonomi Ketiga Sampel Herbal

Peubah Mint Dill Kemangi

Nama umum Mentha (Min) Adas Selasih

Jenis Mentha arvensis L. Foeniculum vulgare

Mill Ocimum basilicum L.

Suku Lamiaceae Apiaceae Lamiaceae

(36)

33 Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal

Uji fitokimia ekstrak herbal dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis fitokonstituen dalam ekstrak dan konsentrasinya secara kualitatif. Konsentrasi fitokonstituen secara kuantitatif khususnya untuk total fenol, diuji lebih lajut dan ditampilkan pada sub bahasan uji kimia. Pengujian secara kualitatif dilakukan terhadap ekstrak herbal sebelum dan sesudah dievaporasi. Ekstraksi menggunakan akuades. Hal ini terkait dengan hasil penelitian yang mendapatkan bahwa metode ekstraksi herbal dari famili Lamiaceae dengan air menghasilkan profil fitokonstituen yang lebih baik. Profil tersebut dikaitkan dengan aktivitas penghambatan enzim yang berkorelasi terhadap diabetes tipe 2 (Kwon et al., 2006).

Ekstrak selanjutnya secara vakum dilakukan dengan empat tujuan utama, yaitu (1) meningkatkan konsentrasi fitokimia ekstrak herbal, (2) mengurangi fitokonstituen yang larut dalam whey; (3) mengurangi kerusakan fitokonstituen yang diinginkan dalam ekstrak akibat suhu dan (4) menurunkan populasi awal mikroorganisme yang tidak diinginkan yang kemungkinan ada pada ekstrak herbal. Jenis-jenis fitokonstituen dalam herbal dan konsentrasinya secara kualitatif pada ekstrak sebelum dan sesudah dievaporasi ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Kualitatif Karakteristik Fitokimia Ekstrak Herbal

Fitokonstituen Mint Dill Kemangi

* ** * ** * ** *Ekstrak herbal sebelum dievaporasi: hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2011)

**Ekstrak herbal setelah dievaporasi: hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2012)

(37)

34 saponin, tanin, triterpenoid dan glikoksida, namun saponin dan tanin memiliki konsentrasi yang lebih kuat. Konsentrasi saponin pada ketiga ekstrak herbal dinyatakan memiliki hasil yang sama, positif kuat. Berbeda dengan konsentrasi saponin, konsentrasi tanin pada ekstrak herbal bervariasi dengan konsentrasi terkuat hingga terlemah secara berurutan adalah kemangi, mint dan dill. Hal tersebut membuktikan bahwa pemanasan mempengaruhi konsentrasi fitokonstituen dalam ekstrak herbal. Pemanasan juga mempengaruhi penampakan fisik ekstrak. Perubahan fisik dari daun herbal segar sampai diperoleh ekstrak herbal dievaporasi disajikan pada Gambar 14.

Daun segar

Tepung herbal

Ekstrak herbal

Ekstrak herbal yang dievaporasi

(a) (b) (c)

(38)

35 Pengolahan daun herbal dalam beberapa tahapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 menyebabkan perubahan fisik seperti warna, viskositas dan aroma. Peruabahan warna diakibatkan oleh komponen pigmen pada daun seperti tanin serta reaksi kimia yang terjadi secara alami selama proses pemanasan. Tanin berwarna coklat kehitaman, sehingga ekstrak herbal yang telah dievaporasi berwarna lebih gelap dibandingkan dengan ekstrak herbal sebelum dievaporasi. Hilangnya sebagian air dari ekstrak herbal menyebabkan peningkatan konsentrasi komponen pigmen ekstrak herbal. Perubahan warna tersebut juga terkait dengan klorofil, salah satu pigmen pada herbal. McWilliam (2005) menyatakan bahwa pemanasan menyebabkan terjadinya pergantian ion magnesium dengan hidrogen pada gugus klorofil menjadi feofitin atau feoforbit. Feofitin atau feoforbit menyebabkan perubahan klorofil yang memberikan warna hijau pada ekstrak herbal menjadi pemberi warna kecoklatan pada ekstrak herbal.

Karakteristik Kultur Starter Keju

Kultur starter keju yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01. Pemeriksaan kultur starter bertujuan untuk mempelajari morfologi bentuk dan susunan bakteri, jenis Gram dan sifat katalase kedua jenis bakteri, sehingga menjamin bahwa kultur starter yang digunakan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Lb. acidophilus RRM-01 dan La. lactis RRM-01 tidak mengalami kontaminasi (Gambar 15).

(a) (b)

(39)

36 Hasil pewarnaan Gram mendapatkan bahwa Lb. acidophilus RRM-01 dan Lc. lactis RRM-01 tergolong ke dalam bakteri Gram positif. Kedua bakteri tersebut mampu mempertahankan warna ungu dari kristal violet meskipun telah ditetesi dengan alkohol 95% dan diberi pewarna tandingan, safranin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ray (2004) dan Surono (2004) yang menyatakan bahwa Lb. acidophilus dan Lc. lactis tergolong ke dalam bakteri Gram positif.

Mekanisme terbentuknya warna ungu-violet atau merah pada pewarnaan Gram berhubungan dengan struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri Gram positif dan Gram negatif memiliki perbedaan ketebalan dinding sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan dengan bakteri dalam kelompok Gram negatif. Bakteri Gram positif mengandung lemak dalam persentase yang lebih sedikit namun peptidoglikan dalam persentase yang lebih besar dibandingkan bakteri Gram negatif. Alkohol yang diteteskan ke preparat dalam proses pewarnaan Gram berfungsi untuk mengekstraksi lemak, sehingga akan meningkatkan porositas dinding sel. Ekstraksi tersebut menyebabkan ikatan kristal violet-iodin (KV-I) terdekolorisasi pada bakteri Gram negatif namun tetap dapat dipertahankan pada kelompok bakteri Gram positif (Pelczar et al., 1986).

Pemeriksaan kedua kultur starter keju menunjukkan koloni yang seragam. Lb. acidophilus RRM-01 berbentuk batang dan berantai pendek, sedangkan Lc. lactis RRM-01 berbentuk bulat dan berantai pendek. Morfologi hasil pengamatan sesuai dengan pernyataan Ray (2004) yang menyatakan Lb. acidophilus berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, bersifat anaerobik fakultatif dan tidak berspora serta Surono (2004) yang menyatakan Lc. lactis berbentuk bulat berantai pendek dan tidak berspora.

(40)

37 Karakteristik Fisik Keju Segar Susu Kambing

Waktu Koagulasi Awal

Susu segar yang diolah memiliki pH awal 5,90 dan turun menjadi 5,54 setelah dievaporasi, sehingga tidak memerlukan penurunan pH untuk membantu aktivitas renet. Kultur starter Lb. acidophilus dan Lc. lactis masing-masing memiliki pH awal sebesar 4,22 dan 4,11. Masing-masing pH keju pada jam ke-0 berbeda akibat penambahan ekstrak herbal. Ekstrak mint, dill dan kemangi yang dievaporasi masing-masing secara berurutan adalah 4,51; 5,25 dan 5,03. Ekstrak herbal termasuk asam karena kandungan fitokonstituen dalam ekstrak seperti fenol yang tergolong asam lemah.

Besarnya perubahan pH akibat penambahan asam atau basa menunjukkan kemampuan susu mempertahankan kisaran pH selama pengasaman. Kemampuan tersebut disebut sebagai kapasitas buffer susu. Kapasitas buffer menentukan sensitivitas perubahan pH akibat adanya penambahan asam atau basa. Kapasitas buffer susu dipengaruhi oleh senyawa asam dalam susu (Salaün, Mietton dan Gaucheron, 2005).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keju tanpa penambahan ekstrak herbal dan keju dengan penambahan ekstrak dill mengalami koagulasi awal pada menit ke-18,95. Keju dengan penambahan ekstrak mint dan kemangi mengalami koagulasi awal pada menit ke-30. Kecepatan koagulasi ditentukan oleh pH susu pada saat penambahan renet, suhu inkubasi, aktivitas kultur starter dalam mengasamkan susu dan aktivitas enzim pada renet. Keasaman susu saat akan ditambahkan renet mempengaruhi aktivitas kerja renet dalam mengkoagulasikan susu.

(41)

38 menyatakan bahwa perubahan kualitatif dan kuantitatif selama pengasaman ditentukan oleh komposisi susu. Komposisi susu tersebut lebih lanjut dipengaruhi oleh spesies atau bangsa ternak.

Hasil pengujian pada karakteristik mikrobiologis keju mendapatkan bahwa waktu koagulasi awal yang lebih lama pada keju dengan penambahan ekstrak herbal mint dan kemangi ternyata tidak diakibatkan oleh adanya penghambatan aktivitas kultur starter. Fitokonstituen dalam ekstrak herbal tidak menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat (Tabel 15). Hal ini secara lebih jelas akan dibahas pada sub bab karakteristik mikrobiologis keju. Koagulasi lebih ditentukan oleh kualitas kerja renet. Fitokonstituen dalam ekstrak menghambat aktivitas enzim renet. Penghambatan aktivitas enzim oleh fitokonstituen dalam ekstrak mint, dill dan kemangi sebelumnya telah diteliti. Hasil penelitian Kwon et al. (2006) menyatakan bahwa ekstrak mint, dill dan kemangi mampu menghambat aktivitas enzim penyebab hipertensi dan diabetes tipe 2.

Rendemen

Rendemen merupakan salah satu faktor ekonomis dalam memproduksi keju. Rendemen akhir keju ditentukan oleh penambahan bahan selain susu dalam pembuatan keju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak dill dan keamangi sangat berpengaruh menurunkan rendemen keju (P<0,01). Persentase rendemen keju disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Persentase Rendemen Keju

Keju Bobot Keju (g) Rendemen (% b/b)

Kontrol 454,45 ± 30,44 83,77 ± 6,69A

Mint 467,95 ± 12,84 81,53 ±3,45A

Dill 374,41 ± 16,21 66,20 ± 3,09B

Kemangi 387,98 ± 14,43 73,34 ± 1,81AB

Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

(42)

39 dari kambing Saanen maupun Peranakan Ettawa-Saanen (Pesa). Selain itu, proses evaporasi menyebabkan peningkatan bahan kering dari 16,49% pada susu segar menjadi 44,01% pada susu evaporasi. Peningkatan bahan kering menyebabkan peningkatan rendemen keju yang diperoleh.

Penambahan ekstrak dill berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan rendemen keju yang diperoleh. Pengaruh herbal diduga terkait dengan aktivitas penghambatan aktivitas kerja enzim dalam renet dan aktivitas kerja bakteri asam laktat selama proses fermentasi. Renet berperan dalam memperkuat matriks curd yang terbentuk, sehingga terkait dengan kemampuan curd mempertahankan zat cair yang ada dalam keju.

Karakteristik Kimia Keju Segar Susu Kambing Komposisi Nutrien Keju

Komposisi nutrien keju dianalisis dengan uji proksimat. Hasil analisis selanjutnya diolah untuk mengethaui kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) dan moisture free-fat-basis (MFFB) keju. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan jenis keju yang dihasilkan. Hasil analisis komposisi nutrien keju dalam 100% bahan kering disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi Nutrien, KLBK dan MFFB Keju

Peubah Kontrol Keju Mint Keju Dill Keju Kemangi

Kadar Abu (%) 8,73 5,88 8,55 7,19

Kadar Protein Kasar (%) 44,59 31,10 38,17 34,93

Kadar Serat Kasar (%) 0,97 1,03 0,87 0,65

Kadar Lemak Kasar (%) 10,97 14,66 15,77 17,27

Beta-N (%) 34,74 47,33 36,64 39,96

KLBK (%)1 10,97 14,66 15,77 17,27

MFFB (%)2 66,83 68,39 67,66 63,44

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

1Hasil perhitungan dengan rumus yang merujuk pada CAC (2001) 2Hasil perhitungan dengan rumus yang merujuk pada CAC (1978)

(43)

40 airnya, maka seluruh keju yang dihasilkan termasuk keju lunak dengan kadar air > 55% (Lampiran 5). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Banks (1998) yang menyatakan bahwa keju lunak memiliki kadar air 50%-80%. Hasil perhitungan KLBK keju diperoleh dan dibandingkan dengan standar Codex. KLBK keju kontrol dan keju herbal berada pada kisaran lebih besar 10% dan kurang dari 25%, sehingga tergolong jenis keju partially skimmed (CAC, 2001).

Keju merupakan produk yang dihasilkan dari koagulasi protein susu, sehingga keju kaya akan protein. Protein utama keju adalah kasein, sedangkan protein whey sebagian besar berada dalam whey. Kasein merupakan sumber penting peptida dan diperoleh setelah melewati proses hidrolisis enzimatis atau fermentasi. Peptida fungsional tersebut akan aktif jika berinteraksi dengan senyawa tertentu. Hal ini menunjukkan besarnya peran prose fermentasi dalam menghasilkan produk fungsional bagi penderita diabetes tipe 2.

Kadar lemak keju masih tergolong rendah meskipun diolah dari susu kambing penuh (whole milk). Lemak merupakan komponan yang tidak ikut terkoagulasi selama proses pembentukan curd, namun sebagian lemak ikut terikat dalam matriks yang terbentuk selama pembentukan curd, bersama dengan air dan komponen lainnya yang tidak lolos dalam penyaringan. Terikutnya lemak dalam whey menurunkan kadar lemak keju, namun kadarnya lebih tinggi pada keju herbal. Selain itu, hasil penelitian ini (Tabel 10) mendapatkan bahwa penambahan ekstrak herbal ternyata mampu meningkatkan kandungan lemak keju. Komponen fitokimia dalam ekstrak herbal merupakan komponen penting yang berperan dalam pengikatan lemak dan mempertahankannya tetap berada dalam keju.

Total Fenol

(44)

41 keju. Hasil analisis total fenol keju dan ekstrak herbal yang telah disetarakan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kadar Fenol Ekstrak Keju dan Herbal

Ekstrak Fenol Keju BK keju) ( g EAG/g Fenol Ekstrak Herbal

( g EAG)* Total Fenol Relatif**

Kontrol 108,01 ± 6,92B

Mint 283,41 ± 14,33A 33,10 ± 5,43 8,56

Dill 314,23 ± 0,36A 83,31 ± 4,18 3,77

Kemangi 316,14 ± 12,72A 143,41 ± 17,55 2,20

Keterangan: Superskrip yang berbeda (A, B) pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

*Konsentrasi ekstrak setara dengan konsentrasi ekstrak dalam satu gram bahan kering keju dengan penambahan ekstrak yang sejenis

**Rasio total fenol keju dengan ekstrak herbal setara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total fenol keju herbal lebih tinggi dari total fenol ekstrak pada konsentrasi ekstrak yang sama. Jika diasumsikan total fenol keju mint berasal dari komponen keju selain ekstrak dan ekstrak mint, maka hasilnya secara matematis adalah total fenol keju kontrol ditambahkan dengan total fenol eksrak mint. Secara matematis akan diperoleh nilai 141 g EAG, namun hasil uji menunjukkan bahwa total fenol keju mint adalah sebesar 283,41 ± 14,33 g EAG/g BK

keju. Artinya, proses pengolahan susu dengan penambahan ekstrak herbal difermentasikan menjadi keju lunak, mampu membentuk proses sinergis dalam menghasilkan fenol produk. Nilai total fenol relatif menunjukkan bahwa proses pengolahan 2,20 sampai 8,56 kali meningkatkan total fenol keju pada keju.

Vermerris dan Nicholson(2008) menyatakan bahwa total fenol suatu bahan dipengaruhi oleh bahan pelarut yang digunakan. Beberapa senyawa fenol termasuk senyawa yang larut dalam pelarut organik, namun sebagian senyawa fenol larut dalam air. Artinya, beberapa senyawa fenol termasuk senyawa hidrofilik dan sebagian termasuk ke dalam senyawa hidrofobik. Total fenol pada ekstrak keju lebih rendah dari total fenol ekstrak herbal karena hilangnya sebagian senyawa fenol bersama whey.

(45)

42 kefein, asam protokatekuin, reseveratol, katekin, katekol, asam kumarin dan kuersentin. Reseveratol dan asam kumarin memiliki aktivitas penghambatan ACE. Total fenol berkorelasi terhadap aktivitas antioksidan dan penghambatan enzim α -amilase.

Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan ekstrak keju diuji menggunakan metode DPPH (radikal 2,2-diphenyl-1-picryhydrazyl). Metode ini merupakan metode pengujian aktivitas antioksidan yang umum digunakan, namun DPPH memiliki keterbatasan dalam mendeteksi keberadaan senyawa antioksidan yang hidrofilik (Tabart et al., 2009).

Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yaitu pengujian untuk menentukan aktivitas antioksidan keju per gram bahan kering dan pengujian untuk menentukan tren aktivitas antioksidan terhadap dosis penggunaan. Aktivitas antioksidan diukur dari persen penghambatan bahan terhadap aktivitas radikal DPPH. Aktivitas antioksidan keju dalam satu miligram bahan kering keju disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Keju dan Herbal dalam Menghambat Aktivitas Radikal DPPH

Keju Penghambatan Aktivitas DPPH (% / mg BK keju )

Kontrol 0,17 ± 0,01

Mint 0,21 ± 0,01

Dill 0,23 ± 0,02

Kemangi 0,18 ± 0,01

Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak herbal dalam keju meningkatkan agen antioksidan keju. Secara alami, keju yang difermentasi mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Peran herbal, meskipun tidak banyak meningkatkan aktivitas antioksidan, tetapi peranannya penting ketika bersinergi dengan komponen lain dalam keju. Hal tersebut tercermin dalam karaktersitik fungsional lainnya yang dihasilkan dalam sinergi tersebut.

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011
Gambar 1. Sifat Fungsional Beberapa Peptida Susu
Gambar 7. Ocimum basilicum
Tabel 4. Klasifikasi Senyawa Fenol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus.Stroke adalah sindroma

[r]

pelestarian siklus hidup hewan berdasarkan lafal, intonasi dan ekspresi. Variabel bebas adalah PI-MTPS. PI-MTPS adalah pembelajaran yang.. menekankan siswa untuk mencari

Ada hubungan yang signifikan antara keterampilan metakognitif dengan hasil belajar kognitif mahasiswa program studi S1 PGSD pada perkuliahan Penelitian Tindakan

This study aims to determine the role of housewives in supporting the family economy and identify factors driving and inhibiting housewife in supporting the

Pada tabel tersebut, diketahui bahwa (1) nilai signifikansi antara kelas eksperimen I dengan kelas eksperimen II sebesar 1.000, berarti tidak ada perbedaan hasil belajar antara

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan penggunaan teknik Jarimatika pada Siklus I dan Siklus II pada materi berhitung perkalian sudah

Demikian pula dalam proses Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) Anggota Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam, instruktur dan peserta didik harus meyakini bahwa