ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA
KOTA BOGOR
OLEH
ROCHMA AFRIYANI H14070025
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
ROCHMA AFRIYANI. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor (dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO).
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Sektor pariwisata kota Bogor merupakan salah satu sektor potensial untuk dikembangkan yang dimaksudkan untuk memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Pada tahun 2005-2009 PDRB pariwisata kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun bukan yang paling besar. Adapun jumlah kunjungan wisatawan ke kota Bogor tidak selalu mengalami peningkatan, sehingga harus lebih meningkatkan daya saing pariwisatanya.
Tidak dipungkiri pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain, artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain Kota Bogor. Keadaan ini akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product (GDP) bagi suatu negara dan daerah sehingga hal ini yang menyebabkan setiap daerah berlomba-lomba untuk memper-kenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun mancanegara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor dan yang terakhir menganalisis strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
Pada penelitian ini untuk menganalisis daya saing pariwisata kota Bogor digunakan shift share, komposit indeks, analisis radar, dan analisis kuadran. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer berupa jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata, serta data-data lain yang terkait penelitian.
dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Selanjutnya, sektor pariwisata tahun 2005-2006 dan 2007-2008 memiliki keunggulan yang tidak kompetitif namun berspesialisasi, sedangkan pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009 memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi.
Sesuai dengan analisis shift share pada tahun 2008-2009, hasil penelitian dari komposit indeks menunjukkan bahwa memang sektor pariwisata kota Bogor berdaya saing cukup tinggi dibandingkan daerah sekitarnya yaitu berada di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor dan berada di atas kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Bekasi, dan kota Sukabumi. Begitu juga dibandingkan seluruh kabupaten/kota Jawa Barat, cukup tinggi berada di peringkat empat dengan nilai indeks sebesar 36,92 dari rata-rata tertimbang keempat komponen pembentuk, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait.
Faktor-faktor yang dianggap unggul dalam menentukan daya saing pariwisata kota Bogor dilihat dari nilai komposit indeks yang tinggi adalah jumlah wisatawan nusantara, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah restoran, jumlah biro perjalanan wisata, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul dan menjadi tantangan bagi daya saing pariwisata kota Bogor adalah kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah objek wisata, dan jumlah hotel.
ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA
KOTA BOGOR
Oleh:
ROCHMA AFRIYANI H14070025
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rochma Afriyani
Nomor Register Pokok : H14070025
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rochma Afriyani lahir pada tanggal 21 April 1989 di Bogor, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Wagino Tugiman dan Teti Djunaeti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Taman Pagelaran, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Berbagai pihak telah memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
2) Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
3) Deni Lubis, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan perbaikan terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini.
4) Orang tua penulis, Bapak Wagino Tugiman dan Ibu Teti Djunaeti yang telah memberikan motivasi, pengorbanan, dan kasih saying yang tak terhingga. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.
5) Saudara-saudara penulis, Wahyu Oktaviani dan Robby Darmawanto yang selalu memberikan semangat selama penyelesaian skripsi ini.
6) Teman-teman satu bimbingan, Risa Pragari dan Muhammad Rinaldy Aulia Putra yang telah memberikan semangat dan berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi ini.
8) Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 44 yang telah memberikan saran dan kritik pada saat pengerjaan skripsi dan seminar hasil penelitian. 9) Seluruh jajaran staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis menyelesaikan pendidikan di bangku perkuliahan. 10) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
2.1. Tinjauan Teori dan Konsep ... 9
2.1.1. Pariwisata ... 9
2.1.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian ... 10
2.1.3. Teori Daya Saing ... 11
2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing ... 15
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu... 18
2.3. Kerangka Pemikiran ... 21
2.3.1. Alur Kerangka Penelitian ... 21
2.3.2. Kerangka Pikir Konseptual ... 23
III. METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data ... 26
3.2. Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian ... 26
3.3. Metode Analisis ... 27
3.3.1. Analisis Shift Share ... 27
3.3.2. Komposit Indeks ... 30
3.3.3. Analisis Radar ... 32
3.3.4. Analisis Kuadran ... 32
4.1. Gambaran Umum... 35
4.1.1. Kondisi Demografis ... 35
4.1.2. Kondisi Ekonomi ... 41
4.1.3. Kondisi Pariwisata ... 47
4.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor ... 54
V. PEMBAHASAN ... 58
5.1. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor Berdasarkan Metode Shift Share ... 58
5.1.1. Rasio Pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor .. 58
5.1.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 60
5.1.3. Pertumbuhan Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor ... 63
5.2. Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Dibandingkan Daerah Sekitar dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat ... 65
5.2.1. Kondisi Faktor ... 66
5.2.2. Kondisi Permintaan ... 69
5.2.3. Strategi Daerah ... 72
5.2.4. Industri Pendukung dan Terkait ... 76
5.2.5. Daya Saing PariwisataTotal ... 80
5.3. Faktor yang Menentukan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor ... 87
5.4. Strategi Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Kota Bogor ... 89
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
6.1. Kesimpulan ... 94
6.2. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2007-2009 ... 3 4.1. Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2009 ... 39 4.2. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) per Kecamatan di Kota Bogor Tahun
2005- 2009 ... 40 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun
2005-2009 ... 42 4.4. Perkembangan Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor
Tahun 2005-2009 ... 43 4.5. Perkembangan Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Total
Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 43 4.6. Proporsi Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Pendapatan Kota
Bogor Tahun 2005-2009 ... 44 4.7. Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun
2005-2009 ... 46 4.8. Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa terhadap Total
Belanja Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 47 4.9. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kota Bogor Tahun
2005-2009 ... 52 4.10. Perkembangan Jumlah Hotel di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 ... 53 4.11. Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 .. 54 5.1. Rasio Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor
Tahun 2005-2009 (Nilai ri, Ri, Ra) ... 59 5.2. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2005-2009 ... 60 5.3. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan
5.4. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2005-2009 ... 62 5.5. Analisis Shift Share Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Sektor
Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 63 5.6. Pertumbuhan Bersih (PB) Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009
... 64 5.7. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 67 5.8. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Jawa Barat Tahun 2009 ... 68 5.9. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 70 5.10. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Jawa Barat
Tahun 2009 ... 71 5.11. Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Daerah Sekitarnya Tahun 2009
... 73 5.12. Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Jawa Barat Tahun 2009 ... 74 5.13. Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Daerah
Sekitarnya Tahun 2009 ... 77 5.14. Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Jawa Barat
Tahun 2009 ... 78 5.15. Nilai dan Peringkat Indeks Total Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 80 5.16. Nilai dan Peringkat Indeks Total Jawa Barat Tahun 2009 ... 83 5.17. Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1. Bagan Porter’s Diamond ... 15 2.2. Kerangka Pikir Konseptual ... 25 3.1. Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata
Jawa Barat ... 34 4.1. Peta Administratif Jawa Barat dan Kota Bogor ... 35 4.2. Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun
2006-2009 ... 55 4.3. Perkembangan Kontribusi PDRB Pariwisata Kota Bogor Tahun
2006-2009 ... 56 4.4. Perkembangan Kontribusi Retribusi Daerah Kota Bogor Tahun
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2005-2009 ... 99
2. PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ... 100
3. APBD Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 101
4. Jumlah Objek Wisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 102
5. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 103
6. Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Jawa Barat Tahun 2009 ... 104
7. Panjang Jalan Kondisi Baik Jawa Barat Tahun 2009 ... 105
8. Anggaran Pemerintah untuk Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 106
9. Jumlah Hotel, Restoran, dan Biro Perjalanan Wisata Tahun 2009 ... 107
10. Pertanyaan Wawancara kepada Kepala Bidang Pariwisata Kota Bogor Tahun 2009 ... 108
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah
mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengelola berbagai
urusan penyelenggaran pemerintah bagi kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan
keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti
dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Antara Pusat dan
Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat untuk
mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan sumber daya dan
potensi yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing secara optimal, salah
satunya adalah sektor pariwisata.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dan
potensial dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini
karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk
menjadikan sektor ini sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara
setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan
lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor pariwisata merupakan sektor yang bersifat
dapat diperbarui kembali (renewable) dan terus dapat dikembangkan tanpa
membawa dampak pengurasan sumberdaya alam dan konservasinya. Namun,
sebagai alat untuk membangun perekonomian suatu daerah karena sektor
pariwisata tersebut berada di daerah masing-masing.
Kota Bogor yang memiliki potensi pariwisata harus memanfaatkan
sumberdaya yang ada untuk membangun perekonomian daerahnya. Sesuai dengan
misi satu kota Bogor yaitu “Mengembangkan Perekonomian Masyarakat yang
Bertumpu pada Kegiatan Jasa dan Perdagangan” dimana didalamnya
mengembangkan pariwisata daerah dengan sasaran meningkatkan kunjungan
wisatawan, maka pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk dapat
mengembangkan potensi-potensi daerahnya tersebut secara lebih efektif dan
efisien. Hal ini karena kota Bogor yang merupakan pintu gerbang provinsi Jawa
Barat, berjarak 60 km dari Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia
dan 120 km ke Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat menjadikan letak
geografis kota Bogor yang stategis bagi para wisatawan di luar kota Bogor. Selain
itu, dengan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai salah satu world haritage dan
Istana Bogor membuat kota Bogor menarik wisatawan dari luar daerah untuk
datang dan berkunjung ke kota Bogor.
Pengembangan sektor pariwisata kota Bogor dimaksudkan dalam rangka
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah. Tenaga kerja
yang terserap sektor pariwisata pada tahun 2009 sebanyak 5620 orang dari total
tenaga kerja 360.505 orang. Kemudian, dapat dilihat pada Tabel 1.1 dari tahun
2005 sampai 2009 pendapatan yang disumbang sub sektor pariwisata yang terdiri
dari sub sektor hotel, restoran, dan jasa hiburan rekreasi melalui Produk Domestik
pariwisata bukan merupakan penyumbang terbesar PDRB Kota Bogor. Pada tahun
2008 sektor pariwisata menyumbang PDRB sebesar Rp. 246.53 milyar kemudian
di tahun 2009 PDRB yang disumbang meningkat menjadi Rp. 255 milyar (BPS
Kota Bogor, 2010).
Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 12,62 12,32 12,72 13,12 13,54
Pertambangan 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12
Industri Pengolahan 1.002,37 1.059,34 1.126,54 1.197,77 1.273,76 Listrik, Gas, dan Air
bersih 112,49 119,97 128,09 136,83 146,24
Bangunan 266,04 276,74 288,02 299,80 312,10
Perdagangan, Hotel,
dan Restoran 1.071,25 1.140,16 1.205,11 1.267,52 1.331,87 Pengangkutan dan
Komunikasi 344,68 368,42 394,45 422,72 453,53
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan 489,53 522,98 560,78 602,52 648,63
Jasa- Jasa 268,14 282,23 296,91 312,42 328,92
Produk Domestik
Regional Bruto 3.567,23 3.782,27 4.012,74 4.252,82 4.508,71
Pariwisata 223,55 230,65 238,42 246,53 255
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
Sebagaimana diketahui, kota Bogor bukan daerah yang kaya akan
keindahan alam sebagai daya tarik wisatanya, mengunjungi kota Bogor seperti
memiliki berbagai kesan yang mendalam, serasa mengunjungi kota masa lampau
karena ada banyak peninggalan masa lalu, seperti: prasasti batu tulis dan
gedung-gedung peninggalan zaman penjajahan Belanda dulu. Tetapi, kondisi ini ternyata
tidak lantas menyurutkan minat para wisatawan baik lokal maupun mancanegara
untuk berkunjung dan berwisata ke kota Bogor. Walaupun pendapatan yang
peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, sektor pariwisata merupakan salah satu
sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, jika dilihat dari jumlah
kunjungan wisatawan dari tahun 2005-2009, petumbuhannya berfluktuatif dengan
kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005, jumlah kunjungan wisatawan, baik
mancanegara dan nusantara adalah sebanyak 1.856.991 orang, kemudian
meningkat pada tahun 2006 menjadi 2.137.083 orang, namun pada tahun 2007
menurun drastis menjadi 1.766.009, hingga pada tahun 2009 kembali meningkat
menjadi 2.985.266 orang (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011).
Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(Tahun 1999-2009), fungsi kota Bogor adalah :
1. Sebagai Kota Perdagangan
2. Sebagai Kota Industri
3. Sebagai Kota Permukiman
4. Wisata Ilmiah
Dengan melihat kondisi di atas, maka fungsi kota Bogor sebagai kota wisata dapat
terealisasikan.
Dapat dikatakan kota Bogor merupakan kota yang cukup mewakili kota
lain, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Namun persaingan pariwisata
dengan wilayah lain perlu diperhatikan agar perekonomian kota Bogor tetap
terjaga dengan baik, tidak mengalami kemunduran. Letak geografis Jawa Barat
yang berbatasan langsung dengan ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta,
menjadikan Jawa Barat memiliki potensi yang strategis bagi pengembangan
merupakan sumber pasar wisatawan. Disamping itu, keragaman daya tarik wisata
yang dimiliki kabupaten/kota di Jawa Barat memberikan alternatif pilihan
berwisata yang lebih bervariasi bagi wisatawan sehingga tidak dipungkiri
pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan
mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain,
artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain kota Bogor. Keadaan ini
akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan
daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya
saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata
merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product
(GDP) bagi suatu negara dan daerah. Hal inilah yang meyebabkan daerah
berlomba-lomba untuk memperkenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya
sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun
mancanegara. Berkembangnya sektor ini juga akan membawa dampak yang
cukup besar pada industri-industri yang terkait.
Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor apa saja yang mendukung
pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan sektor pariwisata kabupaten/kota lain
di Jawa Barat, diharapkan pemerintah dapat mampu memanfaatkan potensi yang
ada dan menetapkan strategi kebijakan yang efektif dan efisien agar pariwisata
kota Bogor dapat terus meningkat dan mampu berdaya saing dengan
kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Oleh karena itu perlu studi untuk menganalisis
daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan daerah sekitarnya
1.2 Perumusan Masalah
Letak kota Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Indonesia dan merupakan
pintu gerbang Jawa Barat menjadikan kota Bogor cukup strategis bagi para
wisatawan yang ingin mengunjungi objek wisata dan akomodasi lain. Namun
demikian, karena Jawa Barat memiliki banyak sekali objek wisata di
kabupten/kota lain membuat kota Bogor harus mampu berdaya saing dengan
wilayah lain di Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan strategi kebijakan yang
tepat untuk lebih meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
Dari uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya
dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat?
2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota
Bogor?
3. Strategi kebijakan apa yang perlu dilaksanakan pemerintah kota Bogor untuk
meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu
untuk:
1. Menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap sektor
2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota
Bogor.
3. Menganalisis strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan pemerintah daerah
untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat
daerah kota Bogor dalam peranannya untuk mengembangkan sektor pariwisata
kota Bogor.
2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta
sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor
difokuskan untuk melihat daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan
dengan sektor pariwisata daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk menganalisis daya saing sektor
pariwisata kota Bogor, menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan daya
saing pariwisata tersebut, dan menganalisis kebijakan apa yang perlu dilaksanakan
oleh pemerintah daerah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor
pariwisata setelah melihat faktor-faktor yang paling memengaruhi daya saing.
karena pada umunya, jika ingin melihat tren yang terjadi, minimal periode waktu
yang digunakan adalah lima tahun. Kemudian, kajian wilayah penelitian ini antara
lain kota Bogor, daerah sekitar kota Bogor (kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur,
kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi, dan kota Bandung), dan seluruh
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1 Pariwisata
Berdasarkan Undang-Undang No. 90 tentang kepariwisataan, pariwisata
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk
pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di
dalamnya. Selain batasan tersebut, pariwisata menurut Kodyat (1985) adalah
perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan
perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian
dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Selanjutnya, menurut Gromang (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat
(unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur
tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat
tujuan). Jadi, pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan
kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi
industri-industri klasik seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan,
transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri.
Banyak negara yang menjadikan industri pariwisata ini sebagai sumber
pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan.
yang dipakai oleh organisasi non-pemerintah untuk mempromosikan daerah
tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui
penjualan barang dan jasa kepadan wisatawan non-lokal.
2.1.2 Kontribusi Pariwisata Terhadap Perekonomian
Rahayu (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pariwisata
merupakan suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia
seutuhnya dan memiliki berbagai macam aspek yang penting, aspek tersebut
diantaranya yaitu aspek sosiologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, aspek
ekologis, dan aspek-aspek yang lainnya. Diantara sekian banyak aspek tersebut,
aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir merupakan
satu-satunya aspek yang dianggap sangat penting adalah aspek ekonomisnya. Bahkan
sektor pariwisata memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian
dunia. Sektor pariwisata telah menjadi pilar ekonomi bagi masing-masing di
dunia. Pengeluaran wisatawan untuk keperluan akomodasi, makanan, minuman,
belanja, transportasi, dan hiburan merupakan pemasukan bagi devisa suatu negara.
Pengembangan pariwisata harus tetap dilakukan dan ditingkatkan agar
sektor pariwisata menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk terus
memperbesar devisa atau pendapatan asli daerah, membuka lapangan kerja dan
kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat setempat. Pengembangan tersebut
akan berhasil dengan baik apabila masyarakat ikut berperan secara aktif. Dengan
peran masyarakat tersebut, maka mereka akan merasakan keuntungan-keuntungan
Menurut Hutabarat dalam Rahayu (2006), peranan pariwisata antara lain,
pertama, yaitu sebagai penghasil devisa negara; kedua, peranan sosial yaitu
sebagai penciptaan lapangan pekerjaan; ketiga, peranan budaya yaitu
memperkenalkan kebudayaan dan kesenian. Yoeti (2005) menyebutkan kontribusi
pariwisata terhadap perekonomian daerah lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kerja dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
2. Meningkatkan pendapatan daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).
3. Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah.
4. Memberikan efek multiplier dalam perekonomian Daerah Tujuan Wisata
(DTW).
2.1.3 Teori Daya Saing
Daya saing sering diidentikkan dengan produktivitas (tingkat output yang
dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktivitas
meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan
kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Pendekatan yang sering
digunakan untuk mengukur daya saing dilihat beberapa indikator yaitu
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolut.
Pada awalnya, dalam hal perdagangan, setiap negara akan memperoleh
manfaat perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi pada produk
yang mempunyai efisiensi produksi lebih baik dari negara lain, dan melakukan
perdagangan internasional dengan negara lain yang mempunyai kemampuan
efisien. Secara umum, teori absolut advantage (keunggulan mutlak) ini didasarkan
kepada beberapa asumsi pokok antara lain: a) Faktor produksi yang digunakan
hanya tenaga kerja saja; b) Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama;
c) Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang; d) Biaya transpor
ditiadakan.
Dengan kata lain, keunggulan absolut adalah keuntungan yang dimiliki
oleh suatu negara atau daerah atas negara atau daerah lain dalam memproduksi
suatu produk disebabkan oleh adanya keunggulan atau kelebihan yang dimilikinya
yang tidak dimiliki oleh negara atau daerah lain tersebut misalnya karena faktor
tenaga kerja yang melimpah dan murah, dan sumber daya alam.
Sementara itu, teori comparative advantage (keunggulan komparatif)
dikemukakan lebih mendalam lagi tentang keunggulan tiap negara atau daerah.
Dalam teori Ricardo tersebut membuktikan bahwa apabila ada dua negara yang
saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk
mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif,
maka kedua negara tersebut akan beruntung. Dalam ekonomi regional,
keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah adalah bahwa komoditi
itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian
unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk
nilai tambah riil. Dengan kata lain, Tarigan (2005) menyebutkan bahwa
keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut
Namun keunggulan komparatif ini memiliki keterbatasan sebagai suatu
konsep statis berdasarkan kepemilikan faktor produksi yang diasumsikan
memberikan tingkat pengembalian yang semakin menurun dan tingkat teknologi
yang sama antar negara. Selain itu, peran pemerintah dalam peningkatan daya
saing tidak dijadikan pertimbangan.
Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut kemudian memunculkan
pemikiran baru tentang keunggulan kompetitif yang dapat didefinisikan sebagai
suatu komoditi atau sektor ekonomi terbentuk dengan kinerja yang dimilikinya,
sehingga dapat unggul dari komoditi atau sektor ekonomi lainnya. Menurut
Sumihardjo (2008) keunggulan kompetitif adalah merujuk pada
kemampuan sebuah industri untuk memformulasikan strategi yang
menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan
perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa
mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah industri
pesaingnya.
Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter
(1990) dengan empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi
faktor, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta kondisi strategi,
struktur perusahaan dan persaingan. Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor
yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu peran
pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-sama, faktor-faktor tersebut
membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut
Lebih lanjut,daya saing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai
kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai
lingkungan yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu
perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang
dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan
kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat
posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan
perbedaan-perbedaan dengan lainnya. Selanjutunya Porter menjelaskan pentingnya daya
saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan
kemampuan mandiri ; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam
konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan
ekonomi meningkat ; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan
efisiensi.
Sementara dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan
untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna.
Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa
pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3)
kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan
posisi yang menguntungkan. Dengan menggunakan kinerja atau melihat indikator
2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing
Tinggi rendahnya daya saing suatu industri/institusi tergantung kepada
faktor-faktor yang memengaruhinya. Ruang lingkup daya saing pada skala makro
menurut Sumihardjo (2008) meliputi: “(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan,
(3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu
pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan,
(8) governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi
mikro.”
Sumber : Porter, 1995.
Gambar 2.1 Bagan Porter’s Diamond
Dalam hal ini, ruang lingkup penentu daya saing berdasarkan konsep
Porter’s Diamond. Adapun elemen-elemen daya saing yang dikaji dalam Porter’s
Diamond meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi strategi perusahaan
dan pesaing, serta industri pendukung dan terkait. Ada pula peran pemerintah dan Peran
Pemerintah
Kondisi Faktor
Kondisi Permintaan Kondisi Strategi
Perusahaan dan Pesaing
Peran Kesempatan Industri Pendukung dan
peran kesempatan yang tidak berpengaruh langsung terhadap daya saing. Hal ini
dapat digambarkan pada Gambar 2.1 di atas.
Penjelasan tentang komponen-komponen Porter’s Diamond dalam bagan
di atas adalah sebagai berikut (Daryanto dan Hafizrianda, 2010).
1. Kondisi faktor yaitu kondisi berdasarkan sumber daya alam, sumber daya
manusia, modal, teknologi, serta berbagai infrastruktur. Semakin tinggi kualitas
faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing
dan produktivitas.
a. Sumber daya alam merupakan faktor yang berupa ketersediaan lahan,
indikatornya kuantitas, kualitas, aksesibilitas, harga tanah, air, serta sumber daya
alam lainnya.
b. Sumber daya manusia yang terdiri dari indikator jumlah tenaga kerja, kualitas
tenaga kerja, dan tingkat upah serta standar jam kerja.
c. Teknologi yang merupakan faktor penting dalam persaingan agar tercipta
keefektifan dan keefisienan.
d. Infrastruktur yang berupa ketersediaan jenis, mutu/kualitas sarana prasarana
guna menunjang persaingan.
2. Kondisi permintaan merupakan kondisi dan sifat asal untuk barang dan
jasa yang sangat penting untuk keunggulan kompetitif. Kondisi ini sangat penting
dalam menciptakan keunggulan daya saing karena bagaimana perusahaan
menerima, menginterpretasikan, dan memberi reaksi pada kebutuhan
konsumen/pelanggan. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding
kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan
lokal. Namun, dengan adanya perdagangan internasional, kondisi permintaan
tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
3. Kondisi strategi dan struktur perusahaan meliputi strategi dan struktur
perusahaan domestik, tujuan perusahaan dan individu serta persaingan domestik.
Kondisi strategi ini penting karena akan mendorong perusahaan dalam industri
untuk melakukan inovasi, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan kualitas produk
yang dihasilkan. Dengan adanya persaingan yang ketat, perusahaan akan selalu
mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selau meningkatkan
efisiensi dan efektivitas.
4. Kondisi industri pendukung dan industri terkait yang mempunyai
keunggulan daya saing akan memberikan potensi keunggulan bagi industri di
suatu wilayah. Hal ini disebabkan industri pemasok menghasilkan input yang
digunakan secara meluas dan penting bagi inovasi dan internasionalisasi. Sinergi
dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing technology,
informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau
perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan
terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.
5. Peran pemerintah merupakan faktor yang tidak berpengaruh langsung
terhadap peningkatan daya saing akan tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor
penentu daya saingnya. Pengaruh pemerintah dapat terjadi melalui
kebijakan-kebijakan pemerintah. Pengaruh yang dapat diberikan pemerintah terhadap
a. Kondisi faktor produksi dipengaruhi melalui kebijakan-kebijakan publik seperti
subsidi dan kebijakan pendidikan.
b. Kondisi permintaan pasar dipengaruhi melalui penentuan standar produk lokal.
c. Industri-industri terkait dan pendukung di dalam suatu wilayah dipengaruhi
dengan melakukan pengontrolan terhadap media periklanan maupun melakukan
regulasi yang diperlukan.
d. Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan dipengaruhi melalui berbagai
perangkat lunak seperti regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan antitrust.
Selain itu, pemerintah memegang peranan dalam kemudahan akses birokrasi serta
perbaikan kualitas infrastruktur.
6. Peran kesempatan/peluang berada diluar kendali perusahaan atau
pemerintah yang akan menciptakan lingkungan bersaing dan memengaruhi tingkat
daya saing, seperti penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan
politik eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing, peran
kesempatan ini akan menciptakan atau menambah kekayaan tambahan.
2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama
dengan penelitian yang dilakukan sekarang, diantaranya:
Maulida (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Sektor Basis
dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi
Share, dan Porter’s Diamond menyatakan bahwa sektor pariwisata Kabupaten
Tasikmalaya merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004, tetapi pada tahun
2005-2007 menjadi sektor nonbasis. Berdasarkan analisis Shift Share dalam
komponen pertumbuhan wilayah, sektor pariwisata termasuk ke dalam kelompok
yang pertumbuhannya lambat dan kurang berdaya saing. Selain itu, potensi dan
kondisi yang memengaruhi daya saing pariwisata kabupaten Tasikmalaya dengan
menggunakan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi yang kurang berdaya
saing. Faktor yang menjadi keunggulan pariwisata kabupaten Tasikmalaya adalah
sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi permintaan domestik, peranan
pemerintah, persaingan, dan bisnis souvenir. Kelemahan pariwisata kabupaten
Tasikmalaya adalah sumberdaya modal, infrastruktur, industri pendukung dan
terkait, dan strategi pemasaran.
Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Penentu Daya saing dan preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor” dengan
menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan
bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah
kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas
kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk
pengembangan kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk mebiayai
Kemudian faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam
berwisata ke kota Bogor adalah variabel pendidikan, intensitas biaya, dan
kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel yang
berpengaruh positif yaitu intensitas, biaya, dan kenyamanan sehingga semakin
besar variabel-variabel tersebut semakin besar pula peluang wisatawan yang
preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh karena itu, strategi yang dapat
direkomendasikan adalah peningkatan anggaran dari pemerintah kota Bogor, yaitu
harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis
pariwisata dan gencar melakukan promosi tentang kepariwisataan kota Bogor.
Trisnawati, et al (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya
Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (Kajian
Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta)”
dengan menggunakan alat analisis kuantitatif index composite menyatakan bahwa
indeks daya saing pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta.
Beberapa penyebab hal ini dapat terjadi karena dijelaskan pada setiap indikator
yang membentuk indeks daya saing di sektor pariwisata.
Berdasarkan human tourism indicator, hasil analisis menunjukkan bahwa
jumlah turis baik domestik maupun mancanegara lebih banyak di Yogyakarta.
Bidang kepariwisataan juga telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang cukup besar bagi kota Yogyakarta dibandingkan Surakarta.
Berdasarkan Price Competitiveness Indicator (PCI) menunjukkan bahwa indeks
PPP lebih tinggi di kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta.
pendapatan perkapita di kedua destinasi tersebut adalah tidak berbeda secara
nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi
dibandingkan Surakarta.
Berdasarkan Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa tingkat
kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.
Berdasarkan Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan bahwa
indeks teknologi di daerah destinasi Yogyakarta lebih tinggi. Berdasarkan Human
Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Openess Indicator
(OI), daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih
tinggi. Terakhir, Berdasarkan Social Development Indicator (SDI) menunjukkan
bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di
Surakarta.
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Alur Kerangka Penelitian
Analisis Shift-Share merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun
sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Secara umum, terdapat tiga
komponen utama dalam analisis Shift Share (Budiharsono, 2001), yaitu komponen
Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan
Pada penelitian ini, metode shift share digunakan untuk menganalisis
apakah sektor pariwisata kota Bogor memiliki daya saing jika dibandingkan
sektor yang sama di kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Perhitungan berdasarkan
nilai mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik, sehingga
metode ini tidak dapat menganalisis perkembangan posisi daya saing sektor
tersebut di Jawa Barat.
Selanjutnya, posisi daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan
daerah sekitar dan seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat dapat diukur dan
dianalisis dengan komposit indeks yang telah diberi peringkat. Kemudian, dengan
analisis radar akan membandingkan daya saing sektor pariwisata relatif terhadap
daerah sekitar kota Bogor. Analisis radar ini memaparkan kesembilan komponen
pembentuk daya saing tersebut sehingga dapat terlihat komponen variabel apa
yang paling menentukan daya saing. Adapun variabel-variabel tersebut antara
lain, jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara,
jumlah wisatawan nusantara, anggaran pemerintah, infrastruktur jalan, jumlah
hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata. Perkembangan posisi daya saing sektor
pariwisata Jawa Barat dapat dijelaskan dengan analisis kuadran dimana analisis
ini pada umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada 2 kondisi yang
saling berkaitan. Perkembangan posisi daya saing tersebut dibentuk dari dua
kondisi yaitu sumbu X (peran kesempatan) dan sumbu Y (peran pemerintah).
Faktor-faktor penentu daya saing sektor pariwisata kota Bogor dapat
dianalisis menggunakan metode komposit indeks karena metode ini dapat
dari nilai indeks yang dibentuk. Kemudian dari faktor-faktor yang kurang unggul
karena nilai indeksnya yang kecil, dapat dibuat strategi kebijakan yang harus
dilakukan pemerintah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor
pariwisata.
2.3.2 Kerangka Pikir Konseptual
Setiap daerah pasti memiliki potensi yang dimiliki untuk pembangunan
perekonomiannya agar tidak tertinggal dengan wilayah lain. Pembangunan
ekonomi tersebut merupakan hasil dari kinerja sektor-sektor ekonomi daerah yang
potensial. Salah satu potensi yang dimiliki oleh kota Bogor adalah sektor
pariwisata. Sektor ini merupakan sektor yang cukup memberikan pendapatan
daerah yang tinggi melalui PDRB. Selain itu, sektor pariwisata kota Bogor
mampu menarik perhatian para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun
mancanegara karena banyak jenis objek wisata dan akomodasi yang memiliki
daya tarik tersendiri untuk para wisatawan tersebut.
Setiap daerah memiliki daya tarik sendiri menawarkan sektor
pariwisatanya. Hal ini karena masing-masing daerah memiliki potensi pariwisata
yang berbeda. Kota Bogor bukan satu-satunya daerah di Jawa Barat yang
mempunyai potensi pariwisata yang baik, masih banyak kabupaten/kota lain yang
mempunyai pariwisata yang menarik perhatian wisatawan. Untuk itu, perlu dikaji
secara lebih mendalam terhadap potensi dan faktor-faktor apa saja yang dapat
dijadikan kekuatan daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan
Referensi dalam meningkatkan daya saing pariwisata kota Bogor dapat
dilihat dari faktor-faktor yang menentukan daya saing tersebut yang terdiri dari
kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan
terkait. Pada penelitian ini kondisi faktor terdiri dari variabel jumlah objek wisata
dan jumlah tenaga kerja, kondisi permintaan terdiri dari jumlah wisatawan baik
mancanegara maupun nusantara (wisman dan wisnus), sementara faktor strategi
daerah terdiri dari variabel infrastruktur jalan dan anggaran pemerintah, kemudian
faktor terakhir industri pendukung dan terkait terdiri dari jumlah hotel, restoran,
dan biro perjalanan wisata. Komponen-komponen dari faktor tersebut dipilih
karena beberapa penelitian terdahulu menggunakan komponen tersebut untuk
menentukan daya saing dan memang dapat dijadikan indikator pariwisata.
Daya saing sektor pariwisata memberikan peranan yang cukup besar bagi
pembangunan ekonomi suatu daerah. Daya saing tersebut diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah kota Bogor seperti
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pemerintah kota Bogor
dapat menetapkan strategi kebijakan agar pariwisata kota Bogor terus berkembang
dan lebih mampu berdaya saing dengan daerah lain di Jawa Barat dan luar Jawa
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Konseptual Keterangan:
= pengaruh
Daya saing pariwisata kota Bogor
KONDISI PERMINTAAN - Jumlah wisman - Jumlah wisnus STRATEGI DAERAH
- Anggaran pemerintah - Infrastruktur jalan
INDUSTRI PENDUKUNG - Jumlah hotel
- Jumlah restoran
- Jumlah biro perjalanan wisata - Jumlah objek wisata - Jumlah tenaga kerja
Penyerapan tenaga kerja
Peningkatan pendapatan daerah
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dipakai dan dibutuhkan sebagai bahan analisis penelitian ini
adalah data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Data-data yang dikumpulkan
tersebut antara lain data yang berkaitan dengan variabel penelitian ini yaitu faktor
produksi, permintaan domestik dan mancanegara, strategi dan struktur perusahaan
serta pesaing, dan industri terkait dan pendukung serta data-data lain yang terkait
penelitian seperti dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Bogor. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Kota Bogor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)
Kota Bogor, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini
serta literatur dari internet.
3.2 Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan faktor-faktor daya saing, yaitu : kondisi
faktor produksi, permintaan, strategi dan struktur perusahaan, serta industri terkait
dan pendukung. Faktor-faktor tersebut dibangun melalui kombinasi sejumlah
variabel melalui metode indeksasi.
1. Kondisi faktor produksi
Faktor ini terdiri dari sumber daya alam dan sumber daya manusia berupa
2. Kondisi permintaan
Faktor ini terdiri dari jumlah wisatawan yakni jumlah wisatawan
mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara, baik wisatawan ke objek wisata
maupun ke hotel.
3. Strategi dan struktur perusahaan
Faktor ini terdiri dari infrasruktur jalan dan anggaran yang disediakan
pemerintah untuk pariwisata.
4. Industri pendukung dan terkait
Faktor ini terdiri dari jumlah hotel, jumlah restoran, dan jumlah biro
perjalanan.
3.3 Metode Analisis
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menjawab
permasalahan-permasalahan adalah shift share, komposit indeks, analisis radar,
analisis kuadran.
3.3.1 Analisis Shift Share
Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share
(Budiharsono, 2001). Ketiga komponen tersebut adalah komponen Pertumbuhan
Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proposional (PP), komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)
Merupakan perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang
kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi
perekonomian semua sektor dan wilayah.
2. Komponen Pertumbuhan Proposional (PP)
Komponen ini disebut juga dengan istilah Proportional Shift, timbul
karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam
ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan
dalam struktur dan keragaman pasar sehingga ditunjukkan perubahan relatif
(naik/turun) kinerja suatu sektor.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Komponen ini disebut juga dengan istilah Differential Shift, timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB/kesempatan kerja dalam suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat diketahui seberapa jauh
daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
Rumusan dari analisis shift share adalah sebagai berikut:
a. ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata kota Bogor)
Y’ij - Yij
ri = ………(3.1) Yij
Dimana:
ri = rasio output sektor i pada wilayah j.
Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Y’ij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis.
b. Ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata Jawa Barat) Y’i – Yi
Dimana:
Ri = rasio output/kesempatan kerja (provinsi) dari sektor i. Y’i = output (provinsi) dari sektor i pada tahun akhir analisis. Yi = output (provinsi) dari sektor i pada tahun dasar analisis
c. Ra (Laju pertumbuhan output Jawa Barat) Y’.. – Y..
Ra = ………..(3.3)
Y..
Dimana:
Ra = rasio output (provinsi).
Y’.. = output (provinsi) pada tahun akhir analisis. Y.. = output (provinsi) pada tahun dasar analisis.
d. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)
PNij = (Ra)Yij ………(3.4)
Dimana:
PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j. Yij = output kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
e. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
PPij = (Ri – Ra)Yij ……….(3.5)
Dimana:
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
Apabila:
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lamban.
PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat.
f. Komponen Pertumbuhan Pangsa wilayah (PPW)
Dimana:
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
Apabila:
PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik
dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.
PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan
dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.
g. Pertumbuhan Bersih (PB)
PB = PP + PPW ………(3.7)
Apabila:
PB > 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami kemjuan ekonomi (progresif)
PB < 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami perlambatan ekonomi
h. Keunggulan Kompetitif
Suatu sektor mempunyai keunggulan kompetitif apabila ri – Ri > 0.
i. Spesialisasi
Suatu sektor mempunyai spesialisasi apabila variabel wilayah nyata lebih
besar daripada variabel yang diharapkan ( Yij - Ŷij > 0).
Dimana : Ŷij = Yij(Yi/Y..)
3.3.2 Komposit Indeks
Indeksasi banyak digunakan sebagai metode menghitung tingkat daya
saing. Keragaan faktor dan variabel kompleks, sumberdaya yang berbeda antar
dengan mentabulasikan data dan mengolahnya dengan metode normalisasi data.
Keunggulan metode ini antara lain :
1. Prosesnya mudah atau sederhana untuk dilakukan;
2. Tidak memerlukan peralatan (software) tertentu maupun keahlian spesifik.
Hanya membutuhkan operasi matematika sederhana;
3. Pergerakan data pada setiap kriteria, sub kriteria, dan variabel dengan mudah
dapat ditelusuri, untuk keperluan analisis pada setiap kriteria maupun sub kriteria.
Tahapan analisis data yang dilakukan, yaitu:
1. Menghitung indeks pariwisata dari indikator-indikator (variabel) pembentuk
indeks daya saing yang telah dijelaskan sebelumnya dengan formula :
Xij – Minj
X’ij = ………...(3.8) (Maxj – Minj)
Dimana:
X’ij = Nilai kabupaten/kota ke-i untuk variabel ke-j, yang distandarisasi Xij = Nilai data asal kabupaten/kota ke-i variabel ke-j
Minj = Nilai minimum variabel ke-j Maxj = Nilai maksimun variabel ke-j
2. Dari hasil standarisasi data tersebut kemudian dihitung rata-rata pada
masing-masing kelompok variabel. Nilai dari rata-rata kelompok variabel tersebut
menghasilkan indeks daya saing daerah. Karena satu faktor yang dianalisis
menggunakan beberapa variabel, maka indeks untuk faktor yang dimaksud
disusun berdasarkan rata-rata nilai indeks seluruh variabel pembentuknya.
Rumusan indeks faktor daya saing yang dimaksud dapat dirumuskan secara
ivi,1 + ivi,2 + ivi,3 +…+ ivi,n
ifi,k = ………(3.9) n
Dimana:
ifi,k = Indeks faktor daya saing ke-k untuk daerah ke-i.
ivi,n = Indeks variabel ke-n (untuk masing-masing faktor daya saing k), untuk daerah ke-i.
n = Jumlah variabel untuk masing-masing faktor daya saing.
3. Setelah mengetahui nilai indeks tiap faktor, dapat membandingkan dan
menentukan posisi daya saing industri pariwisata kota Bogor dengan
kabupaten/kota lain di Jawa Barat dengan memberi peringkat pada tiap daerah.
3.3.3 Analisis Radar
Analisis yang digunakan untuk menjelaskan/menggambarkan bagaimana
perbandingan beberapa objek terhadap ukuran. Dalam penelitian ini, akan
membandingkan daya saing relatif terhadap daerah sekitar kota Bogor. Cara
memetakan analisis ini yaitu perbandingan objek kota Bogor dan daerah sekitar
(kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi,
dan kota Bandung) terhadap ukuran daya saing yang terdiri dari sembilan
komponen faktor sehingga dapat terbentuk radar tersebut.
3.3.4 Analisis Kuadran
Analisis kuadran umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada
dua kondisi yang saling berkaitan. Dengan demikian, melalui analisis kuadran ini
yang saling berkaitan. Sementara itu untuk melakukan analisis kuadran,
masing-masing objek dipetakan dalam satu Diagram Kartesius. Terdapat dua komponen
penting dalam Diagram Kartesius. Pertama garis potong (garis tolak) sumbu X
dan sumbu Y, serta kedua adalah empat kuadran yang dihasilkan dari perpotongan
sumbu X dan sumbu Y. Untuk menentukan titik potong digunakan nilai rata-rata
dari nilai X dan nilai Y seluruh objek (1,...,j), yaitu:
1 ∑ X(Y)j
j
X(Y) = ... (3.10) j
Dari kedua garis potong di atas akan dihasilkan empat kuadran. Kondisi
yang interpretasi masing-masing kuadran akan sangat bergantung pada arah dan
keterkaitan antara kedua ukuran yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan
pendekatan analisis kuadran seperti yang digunakan Briguglio (2004). Empat
kuadran yang dihasilkan diinterpretasikan sebagai empat skenario dimana
masing-masing kuadran dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kuadran 1, diintepretasikan dengan nilai pemerintah positif, tetapi peran
kesempatan negatif sehingga pada posisi ini masih dapat keluar dari area
kuadrannya.
2. Kuadran 2, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran
kesempatan positif sehingga posisinya sudah baik.
3. Kuadran 3, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah negatif, tetapi
peran kesempatan positif sehingga sama dengan kuadran 1, posisi ini masih
4. Kuadran 4, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran
kesempatan negatif sehingga sulit untuk keluar dari area kuadrannya.
Secara grafik dapat dijelaskan seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini. Pada
tingkatan aggregatif Provinsi, analisis ini dapat diketahui tingkat perkembangan
daya saing pariwisata seluruh daerah Jawa Barat.
Gambar 3.1 Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat
Kuadran 3
• Nilai peran pemerintah
negatif, tetapi peran kesempatan positif
• Posisi cukup baik, dapat
keluar dari area ini
Peran kesempatan
Peran pemeri
ntah
Kuadran 2
• Nilai peran pemerintah dan
peran kesempatan positif
• Posisi baik
Kuadran 1
• Nilai peran pemerintah positif
tetapi peran kesempatan negatif
• Posisi cukup baik, dapat keluar
dari area ini
Kuadran 4
• Nilai peran pemerintah dan
peran kesempatan negatif
• Posisi kurang baik, sulit keluar
dari area ini
Average (Y)
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Kondisi Demografis
4.1.1.1 Kondisi Geografis
Kota Bogor dengan luas 11.850 ha, terletak pada 106º 48’ Bujur Timur
dan 6º 36’ Lintang Selatan, ± 56 Km Selatan dari Ibu Kota Jakarta dan ± 130 Km
Barat Kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat. Wilayah Administrasi Kota
Bogor dibagi menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan, 758 RW dan 3.392 RT.
Peta Jawa Barat
Wilayah Kota Bogor berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Bogor.
b. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten
Bogor.
c. Sebelah Barat : Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor.
d. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten
Bogor.
Kota Bogor berada di ketinggian 190 – 330 mdpl, dengan kemiringan
lereng berkisar 0 – 2 persen sampai dengan > 40 persen, dengan luas menurut
kemiringan lereng yakni 0 – 2 persen (datar) seluas 1.763,94 ha, 2 – 15 persen
(landai) seluas 8.091,27 ha, 15 – 25 persen (agak curam) seluas 1.109,89 ha, 25 –
40 persen (curam) seluas 764,96 ha, dan > 40 persen (sangat curam) seluas 119,94
ha.
Suhu udara rata-rata setiap bulannya 26o C, dan kelembaban udara kurang
lebih 70 persen. Kota Bogor disebut kota Hujan karena memiliki curah hujan
rata-rata yang tinggi, yaitu berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun. Kota Bogor
memiliki struktur geologi aliran andesit seluas 2.719,61 ha, kipas aluvial seluas
3.249,98 ha, endapan seluas 1.372,68 ha, tufa seluas 3.395,17 ha, dan lanau breksi
tuf aan dan capili seluas 1.112,56 ha. Secara umum, kota Bogor ditutupi oleh
batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi,
berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan
permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil
hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi.
Tanah yang ada di seluruh wilayah kota Bogor umumnya memiliki sifat
agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay),
dengan tekstur tanah yang umumnya halus hingga agak kasar, kecuali di
Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Tengah yang terdapat tanah
yang bertekstur kasar. Wilayah kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar yaitu Sungai
Ciliwung dan Sungai Cisadane dan anak-anak sungai, yang secara keseluruhan
anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparigi, dan
Sungai Cibalok ) itu membentuk pola aliran pararel-sub pararel sehingga
mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar
tersebut. Kota Bogor memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku
bagi Perusahaan Daerah Air Minum.
Sumber air bagi kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air.
Kedalaman air tanah bervariasi sek itar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam
keadaan normal (musim hujan) berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau
kedalaman muka air tanah mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di kota Bogor
terbilang cukup baik. Sumberdaya alam lainnya berupa flora dan f auna juga
ditemukan di Kota Bogor. Sejumlah tanaman tropis yang langka dapat ditemui di
Kebun Raya Bogor yang dikenal memiliki koleksi tanaman tropis yang terlengkap
di dunia. Selain itu, tanaman sayuran dan buah - buahan serta tanaman hias dan
Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat. Kawasan rawan bencana di kota
Bogor adalah kawasan yang sering mengalami bahaya longsor dan kawasan yang
rawan banjir. Daerah yang sering longsor umumnya di sekitar tebing sungai,
sedangkan daerah yang rawan banjir hanya merupakan titik genangan yang
tersebar pada beberapa kecamatan.
Dengan kondisi geografis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan
wilayah lainnya di kawasan Jabodetabek, maka kota Bogor mempunyai potensi
yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI Jakarta, serta tujuan
wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan yang cepat ini harus
diiringi dengan upaya mempertahankan ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari
luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi untuk meningkatkan
penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit drainase yang ada
yang dapat menimbulkan banjir. Perkuatan kepada sempadan sungai maupun
tebing yang sewaktu -waktu dapat menimbulkan bencana longsor juga penting
untuk dilakukan.
4.1.1.2 Kondisi Penduduk
Jumlah penduduk kota Bogor terus mengalami pertumbuhan sehingga
menimbulkan tingkat kepadatan yang makin tinggi pula. Angka pertumbuhan
penduduk ini dipengaruhi oleh faktor alamiah (kelahiran dan kematian) dan
faktor migrasi masuk dan keluar. Jumlah penduduk kota Bogor pada tahun 2009
adalah 895.596 jiwa dengan luas wilayah 118,50 km2 kepadatan penduduk kota
Pada tahun 2009 jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin, paling banyak pada umur 20-24 tahun yaitu 107.588 jiwa, dengan
proporsi perempuan 55.435 jiwa dan laki-laki 52.153 jiwa. Sedangkan paling
sedikit pada umur 60-64 tahun yaitu 20.650 jiwa..
Tabel 4.1 Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009
Kelompok
Umur Laki-Laki Perempuan
Laki-laki +
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
4.1.1.3 Kondisi Pendidikan dan Kesehatan
Indikator yang digunakan untuk melihat pembangunan sektor pendidikan
salah satunya dengan melihat Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). RLS pada tahun
2009 adalah adalah 9,74 tahun meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
setara dengan SMA tahun pertama. Distribusi RLS antar kecamatan di kota Bogor