• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA KOTA MEDAN

OLEH:

TRILOLORIN SITORUS 100523007

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi serta daya saing sektor pariwisata kota Medan yang merupakan sektor penting sebagai pemberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan daerah.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (times series) PDRB Kota Medan dan PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Location Quotient (LQ) untuk menentukan potensi sektor pariwisata dan analisis Shift Share untuk mengetahui daya saing sektor pariwisata kota Medan.

Hasil dari kedua alat analisis, Location Quotient (LQ) dengan nilai perhitungan (1.43) menunjukkan bahwa nilai koefisien LQ>1, ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata kota Medan merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju atau berpotensi dan tumbuh dengan pesat, dan merupakan sektor basis. Berdasarkan hasil analisis

Shift Share, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB kota Medan sebesar (2312691.36) yakni menunjukkan nilai positif, yang berarti sektor pariwisata kota Medan memiliki daya saing yang kuat.

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the potential and compotitiveness of the tourism sector in Medan, which is an important sector as provider contribution to revenue (PAD), employment and regional development.

This study uses secondary data time series to the GDP of Medan, Norht Sumatera 2006-2010. The analysis method used is the method of analysis Location Quotient (LQ) to determine the potential of the toruism sector and Shift Share analysis to determine the competitiveness of the tourism sector in Medan.

The result of both analysis tools, Location Quotient (LQ) with values calculated (1.43) shows that the value of the coefficient LQ>1, this indicates that the tourism sector is the dominant sector in Medan with the criteria belong to the sector of advanced or potential and are growing rapidly, and a sector basis. Based on the Shift Share analysis, the contribution of the tourism sector to the GDP of the city of Medan (2312691.36), which indicates a positve value, which means tha the tourism sector in Medan has a strong competitive adege.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul " Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan ". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda J.Sitorus dan Ibunda

U.Purba yang selalu memberi do’a dan segala dukungan serta kasih sayangnya. Berbagai pihak telah memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak

langsung bagi penyelesaian dan penyusunan skripsi ini. Dengan hati yang tulus

ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku dosen pembimbing yang selama ini

telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku dosen pembaca penilai, atas

kesediaannya untuk membaca dan menilai skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan dan Dosen Fakultas

(5)

8. Seluruh Pegawai/staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan dan

Pegawai/staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Keluarga tercinta, Abang dan Kakak, Andi M. Sitorus, S.Pd.I, Fitri, S.Pd.I,

Yusnidawati Sitorus, AMK, adik-adik-ku, Dion Sitorus, ST, Suyanti Sitorus

dan Sofian Sitorus (Ajir).

10.Sahabat-sahabat penulis di Departemen Ekonomi Pembangunan: Jekta, Adli,

Mamik, Wina, Onik, Ika, Otik, Alex, Mike, Irma, Artis dan semua

teman-teman yang tidak dituliskan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena

keterbatasan pengetahuan, pengalaman yang dimiliki. Akhirnya dengan berserah

diri kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dengan segala kelemahan dan

kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Maret 2013

Penulis

Trilolorin Sitorus

NIM: 100523007

(6)
(7)

3.4.2 Shift Share Analisys ... 39

3.5 Definisi Operasional ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 43

4.1.1 Kota Medan Secara Geografis ... 43

4.1.2 Kota Medan Secara Demografis ... 46

4.1.3 Kota Medan Secara Dimensi Sejarah ... 48

4.1.4 Kota Medan Secara Kultural ... 48

4.1.5 Kota Medan Secara Sosial ... 49

4.1.6 Kota Medan Secara Ekonomi ... 50

4.1.7 Potensi Pariwisata ... 53

4.2 Hasil dan Pembahasan ... 55

4.2.1 Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan Berdasarkan Metode Location Quotion (LQ) ... 55

4.2.2 Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan Berdasarkan Metode Shift Share ... 58

4.2.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Sektor Pariwisata Kota Medan ... 61

4.2.4 Analisis Sektor Pariwisata Kota Medan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 70

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Struktur Perekonomian Kota Medan ... 3

4.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan . 47 4.2 Objek Wisata Kota Medan ... 53

4.3 Jumlah Hotel di Kota Medan Menurut Kelas Hotel ... 54

4.4 Tempat Hiburan Menurut Jenisnya ... 55

4.5 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotion (LQ) ... 57

4.6 Hasil Perhitungan Shift Share Kota Medan ... 59

4.7 Analisis Sift Share Sektor Pariwisata Kota Medan Berdasarkan Pertumbuhan Nasional/Regional (Ps) ... 61

4.8 Analisis Shift Share Sektor Pariwisata Kota Medan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional ... 62

4.9 Analisis Sift Share Sektor Pariwisata Kota Medan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah .... 63

4.10 Analisis Sektor Pariwisata Kota Medan ... 64

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep ... 36

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Strukur Perekonomian Kota Medan ... 71

2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk ... 71

3. Objek Wisata di Kota Medan ... 72

4 Jumlah Hotel Menurut Kelas Hotel ... 73

5 Tempat Hiburan Menurut Jenisnya ... 73

6 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) ... 74

7 Hasil Analisis Shift Share Kota Medan ... 75

(11)
(12)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis potensi serta daya saing sektor pariwisata kota Medan yang merupakan sektor penting sebagai pemberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan daerah.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (times series) PDRB Kota Medan dan PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2006-2010. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Location Quotient (LQ) untuk menentukan potensi sektor pariwisata dan analisis Shift Share untuk mengetahui daya saing sektor pariwisata kota Medan.

Hasil dari kedua alat analisis, Location Quotient (LQ) dengan nilai perhitungan (1.43) menunjukkan bahwa nilai koefisien LQ>1, ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata kota Medan merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju atau berpotensi dan tumbuh dengan pesat, dan merupakan sektor basis. Berdasarkan hasil analisis

Shift Share, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB kota Medan sebesar (2312691.36) yakni menunjukkan nilai positif, yang berarti sektor pariwisata kota Medan memiliki daya saing yang kuat.

(13)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the potential and compotitiveness of the tourism sector in Medan, which is an important sector as provider contribution to revenue (PAD), employment and regional development.

This study uses secondary data time series to the GDP of Medan, Norht Sumatera 2006-2010. The analysis method used is the method of analysis Location Quotient (LQ) to determine the potential of the toruism sector and Shift Share analysis to determine the competitiveness of the tourism sector in Medan.

The result of both analysis tools, Location Quotient (LQ) with values calculated (1.43) shows that the value of the coefficient LQ>1, this indicates that the tourism sector is the dominant sector in Medan with the criteria belong to the sector of advanced or potential and are growing rapidly, and a sector basis. Based on the Shift Share analysis, the contribution of the tourism sector to the GDP of the city of Medan (2312691.36), which indicates a positve value, which means tha the tourism sector in Medan has a strong competitive adege.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai

untuk menerangkan atau mengukur prestasi pembangunan suatu daerah dari

berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan

tingkat perubahan ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah menjadi

indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Sirojuzilam dan Mahali (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang

dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi

yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang

terjadi.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi terus-menerus akan menyebabkan

terjadinya perubahan dalam struktur perekonomian wilayah. Transformasi struktur

berarti suatu proses perubahan struktur perekonomian dari sektor primer ke sektor

sekunder atau sektor tersier, dimana tiap-tiap sektor akan mengalami proses

transformasi yang berbeda-beda.

Apabaila proses transformasi ekonomi terjadi, maka dapat dinyatakan

telah terjadi pembangunan ekonomi. Hal ini perlu dilakukan pengembangan lebih

lanjut, namun apabila tidak terjadi suatu proses transformasi maka pemerintah

(15)

sehingga kebijakan pembangunan yang disusun menjadi lebih terarah

sehingga tujuan pembangunan dapat dicapai.

Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan

dampak, baik langsung maupun tidak langsung terhadap penciptaan lapangan

kerja serta memberikan kontribusi bermakna pada peningkatan Pendapatan

Domestik Bruto (PDB) yang berujung terhadap pembangunan daerah maupun

nasional.

Dewasa ini sektor pariwisata merupakan sektor penting sebagai pemberi

kontribusi terhadap pembangunan nasional maupun regional. Hal ini terbukti pada

tahun 1990, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa

setelah komoditi minyak, gas bumi serta minyak kelapa sawit. Oleh karena itu,

sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan

sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Kegiatan sektor pariwisata semakin memberikan kontribusi penting dalam

penyerapan tenaga kerja, mendorong kesempatan berusaha pada sub-sub sektor

pariwisata seperti hotel, biro perjalanan (travel), restoran, rumah makan, jasa

pramuwisata, transportasi, MICE, industri-industri kerajinan di kawasan

kunjungan wisata. Perkembangan pariwisata juga mendorong, mempercepat

pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun

investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan

jasa.

Bagi kota Medan, proses pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan

(16)

produksi dari yang semula mengandalkan sektor primer menuju sektor sekunder

dan sektor tersier. Sektor pariwisata merupakan sektor yang penting untuk

dikembangkan. Peningkatan potensi kepariwisataan di Kota Medan telah

mendukung pencapaian hasil dan kemajuan yang ditunjukkan dengan

meningkatkan kontribusi sektor terkait dengan kepariwisataan dalam PDRB Kota

Medan sebagaimana tersaji dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Struktur Perekonomian Kota Medan Tahun 2006-2010 (Rp millyar)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Informasi yang tersaji dalam tabel 1.1 dapat dilihat bahwa struktur PDRB

Kota Medan tahun 2010 sangat mengandalkan sektor tersier dimana sektor ini

memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Medan sebesar 70,87%. Adapun

sub sektor tersier ini antara lain meliputi sub sektor perdagangan, hotel dan

restoran sebesar 26,92%, sub sektor ini bahkan merupakan sub sektor yang

memberikan kontribusi paling besar untuk PDRB Kota Medan. Sub sektor

(17)

sebesar 14,27%, sedangkan sub sektor jasa-jasa sebesar 10,72%. Informasi ini

menegaskan bahwa sektor tersier ini merupakan mover pembangunan ekonomi

Kota Medan yang harus mendapat perhatian besar dari para pemangku

kepentingan yang ada.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010, jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari 20 pintu masuk, sejumlah 7

juta jiwa (naik sekitar 10,74% dibandingkan tahun sebelumnya), dengan rata-rata

selama 7-8 hari dan rata-rata pengeluaran sejumlah kurang lebih 995 US$ (tahun

2009). Data ini menunjukkan bahwa dalam presfektif pembangunan nasional,

sektor pariwisata memiliki konstribusi bermakna pada peningkatan Pendapatan

Domestik Bruto (PDB).

Data BPS menunjukkan bahwa sebelas provinsi yang paling sering

dikunjungi oleh para turis adalah Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta,

Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten dan

Sumatera Barat. Sekitar 59 % turis berkunjung ke Indonesia untuk tujuan liburan,

sementara 38% untuk tujuan bisnis. Singapura dan Malaysia adalah dua Negara

dengan catatan jumlah wisatawan terbanyak yang datang ke Indonesia dari

wilayah ASEAN.

Kota Medan sebagai ibukota provinsi menjadi pintu gerbang masuknya

wisatawan ke Sumatera Utara, telah berkembang pesat menjadi kota metropolitan

dan memiliki banyak sejarah, objek-objek wisata seperti objek wisata alam,

budaya, kerajinan, kuliner, taman rekreasi dan hiburan. Hal ini, pengelolaan dan

(18)

dengan letak geografis Kota Medan yang berdekatan dengan kedua negara

tersebut.

Bila melihat negara tetangga yang sudah maju seperti Malaysia dan

Singapura, pengembangan akan daya tarik wisata kota menjadi menu yang sangat

menarik bagi wisatawan yang berkunjung. Ini menjadi salah satu contoh yang

menunjukkan bahwa wisata kota telah menjadi suatu potensi yang cukup besar

serta dapat dijadikan sebagai daya saing pariwisata kota.

Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor yang ada di Kota Medan,

diharapkan pemerintah Kota Medan dapat mampu memanfaatkan potensi yang

ada dan mentetapkan strategi kebijakan yang efektif dan efisien agar pariwisata

kota Medan dapat terus meningkat dan mampu berdaya saing dengan kota-kota

lain atau bahkan dengan provinsi-provinsi lain. Oleh karena itu perlu studi untuk

menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan

dari penelitain ini, yaitu :

1. Bagaimana potensi sektor pariwisata kota Medan?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas,

penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Menganalisis potensi sektor pariwisata kota Medan

2. Menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Medan terhadap sektor

pariwisata Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan, informasi dan pertimbangan bagi para pengambil

keputusan di tingkat daerah kota Medan dalam peranannya untuk

mengembangkan sektor pariwisata kota Medan.

2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi para yang memerlukan

serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan masukan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kenaikan

pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya

pertambahan penduduk dan disertai dengan adanya perubahan fundamental dalam

struktur ekonomi suatu negara/wilayah dan pemerataan pendapatan bagi

penduduk suatu negara/wilayah tersebut.

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat

multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap

perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan

kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks

pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003 dalam Sirojuzilam, 2010).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta

untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan

masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

(21)

(homogeneous region), daerah administrasi (administrative region) dan daerah

nodal (nodal region).

Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan

menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan

pendapatan antar daerah. Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan

bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

Ada beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional

yang lazim dikenal, diantaranya : (1) Teori Basis Ekspor (Export Base-Models); (2) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (3) Teori Pusat Pertumbuhan; (4) Teori

Neoklasik; (5) Model Kumulatif Kausatif; dan (6) Model Interregional.

Tambunan (1996) dalam Sirojuzilam (2010) memberi tahapan dalam

pembangunan ekonomi regional yaitu:

1. Dengan mempelajari terlebih dahulu karakteristik daerah yang

akan dibangun, misalnya jumlah jenis serta kondisi-kondisi sumber

daya alam yang ada dan keadaan pasar, sosial, ekonomi makro

(tingkat pendapatan) dan struktur politiknya.

2. Menentukan komoditas atau sektor unggulan dan jenis kegiatan

ekonomi lainya yang perlu dikembangkan, baik yang sudah ada

sejak lama maupun yang belum ada.

3. Menentukan sifat serta mekanisme keterkaitan antar sektor yang

ada di aderah tersebut serta mempelajari kelembagaan sosial

(22)

2.2. Teori Pusat Pertumbuhan

Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) adalah satu satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan

desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan

merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang

saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke

seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara

kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningatan volume variabel

ekonomi dari suatu sub sistem special suatu bangsa atau negara dan juga dapat

diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi

yang terjadi dapat dilihat dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang

diperoleh suatu wilayah.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat

dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah

masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi

daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu,

pembahasan tentang struktur dan faktor-faktor penentu pertumbuhan daerah akan

sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya

yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya

(Safrizal, 2008:86)

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkosentrasi pada

(23)

perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat

pemukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi

dinamakan : daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah pertanian, atau daerah pedesaan.

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya agglomerasi

disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) atau agglomeration

(economic of localization). Economic of scale adalah keuntungan karena dalam berproduksi sudah berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi menjadi lebih besar

dan biaya per unitnya menjadi lebih efisien. Economic of agglomeration adalah

keuntungan karena di tempat tersebut terdapat berbagai keperluan dan fasilitas

yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan perusahaan, seperti jasa

perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih,

tempat-tempat pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan produk, dan

lain sebagainya (Tarigan, 2006).

Hubungan antara kota (daerah maju) dengan daerah lain yang lebih

terbelakang dapat dibedakan sebagai berikut : (1) Generatif : hubungan yang

saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang lebih maju

dengan daerah yang ada di belakangnya; (2) Parasitif : hubungan yang terjadi

dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak banyak membantu atau

menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang

mulai tumbuh di daerah belakangnya; (3) Enclave (tertutup) : dimana daerah kota

(daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah

(24)

Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan

intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya

multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2006).

2.3 Potensi Wilayah

2.3.1 Keunggulan Komparatif

Pada awalnya istilah keunggulan komparatif (comperatif adventage) dikemukakan oleh David Ricardo (1917) dalam membahas perdagangan atara dua

Negara. Apabila dua negara saling berdagang dan masing-masing berkonsentrasi

untuk mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif maka negara

tersebut akan beruntung. Keunggulan komparatif itu tidak hanya berlaku pada

perdagangan internasional saja tetapi juga pada ekonomi regional.

Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah atau negara

adalah jika komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di

daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan

dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Apabila keunggulan itu adalah nilai

tambah maka dikatakan keunggulan absolut. Komoditi yang memiliki keunggulan

walaupun dalam bentuk perbandingan lebih menguntungkan untuk dikembangkan

dibanding komoditi lain yang sama-sama diproduksi oleh kedua Negara atau

daerah (Tarigan, 2005).

Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut

(25)

perdagangan bebas, mekanisme pasar mendorong masing – masing daerah

bergerak untuk memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif.

Keunggulan kompetitif (competitive adventange) adalah kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar negeri bahkan

global. Dalam hal ini akan melihat apakah suatu daerah dapat menjual produknya

di luar negeri secara menguntungkan, tidak lagi membandingkan potensi

komodidti yang sama di suatu Negara dengan Negara lainya tetapi

membandingkan potensi komoditi suatu Negara terhadap komoditi semua Negara

pesaingnya di pasar global.

Menurut Tarigan (2005) suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif

karena salah satu faktor atau gabungan dari beberapa faktor . Adapun

faktor-faktor yang dapat membuat suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki

keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu.

2. Masyarakatnya menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru)

untuk jenis produk tertentu.

3. Masyarakatnya menguasai keterampilan khusus.

4. Wilayah itu dekat dengan pasar.

5. Wilayah dengan aksesibilitas yang tinggi.

6. Daerah konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan sejenis.

(26)

8. Upah buruh yang rendah dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta

didukung oleh ketrampilan yang memadai dan mentalitas yang

mendukung.

9. Mentalitas masyarakat yang sesuai dengan untuk pembangunan: jujur,

terbuka, mau bekerja keras, dan disiplin sehingga lingkungan kehidupan

aman, tertib, dan teratur.

10.Kebijakan pemerintah.

2.3.2 Location Quotient (LQ)

Kuosien lokasi ( Location Quotient) disingkat dengan LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/ komoditi di suatu daerah

(kabupaten/kota) terhadap peraran sektor/ komoditi di daerah yang lebih tinggi

(provinsi / nasional). Dengan kata lain LQ menghitung share output sektor I di kabupaten dengan share output sektor i di provinsi.

Dengan rumus:

Si = Besaran dari suatu kegiatan tertentu sektor/komoditi yang akan di ukur di kawasan perencanaan

Ni = Besaran total dari suatu kegiatan tertentu sektor/komoditi yang akan di ukur di daerah yang lebih luas

S = Besaran total dari seluruh kegiatan sektor/komoditi yang akan di ukur di kawasan perencanaan

(27)

Apabila nilai LQ > 1 artinya peranan sektor/komoditi tersebut di daerah itu

lebih menonjol dibanding peranan sektor/komoditi secara nasional atau lebih luas.

Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka peranan sektor/komoditi tersebut lebih kecil dari

pada peranan sektor/komoditi tersebut secara nasional.

Ada beberapa keunggulan metode LQ antara lain:

1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak

langsung.

2. Metode LQ sederhana serta dapat digunakan untuk data historis untuk

mengetahui trend

Disamping keunggulan metode LQ terdapat pula kelemahanya yaitu:

1. Berasumsi bahwa pola permintaan di suatu bangsa identik dengan pola

permintaan di suatu daerah dan bahwa produktivitas tenaga kerja di

setiap sektor regional sama dengan produktivitas di sektor industri

pada tingkat nasional.

2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor bergantung pada tingkat agregasi

Analisis LQ sesuai dengan rumusnya memang sederhana dan apabila

digunakan dalam one shot analisys manfaatnya juga tidak terlalu besar hanya

melihat LQ berada di atas 1 atau tidak. Akan tetapi analisis dapat di buat menarik

apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya di analisis dalam kurun

waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ dapat dilihat untuk suatu sektor

tertentu pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi penurunan atau kenaikan.

(28)

nasional, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat membantu kita melihat

kekuatan/kelemahan wilayah kita dibangingkan secara relatif dengan wilayah

yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam strategi pengembangan

wilayah. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor di suatu wilayah

lemah perlu dipikikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas

(Tambunan, 2005).

2.3.3. Shift Share Analisys (SSA)

Metode analisis ini dapat digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan

ekonomi suatu daerah dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan

pedesaan (Tulus Tambunan, 1996). Analisis ini juga digunakan untuk

menganalisis sumbangan (share) kecamatan ke kabupaten dan sektor yang

mengalami kemajuan selama pengukuran. Hasil analisis shift share ini juga mampu menunjukkan keunggulan kompetitif suatu wilayah. Ada tiga sumber

penyebab pergeseran yaitu :

1. Komponen share, menunjukkan kontribusi pergeseran total seluruh sektor di total wilayah agregat yang lebih luas.

2. Komponen proportional shift, menunjukkan pergeseran total sektor

tertentu di wilayah agregat yang lebih luas.

3. Komponen differential shift, menunjukkan pergeseran suatu sektor tertentu

di suatu wilayah tertentu.

Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah

(29)

memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor ekternal (komponen

share dan proportional shift) tidak mendukung.

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (National share)

Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi atau

kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi

atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau

perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan

wilayah.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component)

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor

dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,

perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan

price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan

atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah

dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu

wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan

komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi

serta kebijakan ekonomi pada wilayah tersebut.

(30)

Keterangan:

X… = Nilai total aktifitas dalam total wilayah

Xi = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah

X ij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = Titik tahun akhir

t0 = Titik tahun awal

2.4 Pariwisata

Secara Etimologi istilah pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang

terdiri dari dua suaku kata yakni; “pari” dan “wisata”. Pari yang berarti: banyak,

berkali-kali, berputar-putar atau berkeliling-keliling. Sedangkan Wisata berarti

bepergian. Secara garis besarnya, maka kedua kata ini yakni “Pari-wisata” dapat

diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke

tempat yang lain.

Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 menyebutkan pariwisata adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan

daya tarik wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan

pariwisata, dengan demikian pariwisata meliputi :

1. Semua kegiatan yang berhubugan dengan perjalanan wisatawan,

2. Penguasaan objek dan daya tarik wisata seperti : kawasan wisata, taman

rekreasi, kawasan peninggalan sejarah, museum, waduk, penggelaran seni

budaya, tata kehidupan masyarakat atau yang bersifat alamiah : keindahan

alam, gunung berapi, danau, pantai.

3. Pengusaaan jasa dan sarana pariwisata yaitu : usaha jasa pariwisata (biro

perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi,

(31)

informasi periwisata), usaha sarana pariwisata yang terdiri dari akomodasi,

rumah makan, bar, angkutan wisata.

Sementara Marpaung (2002:13) mendefinisikan bahwa pariwisata adalah

perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari

pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Sedangkan pengertian

pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006:1) yakni: pariwisata adalah

fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa, yang sangat kompleks. Ia terkait

denga organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan

layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya.

Beberapa ahli juga mengemukanan pengertian pariwisata, antara lain

sebagai berikut:

1. Hunziker dan Kraff (dalam Pendit, 1995:38) menyatakan pariwisata adalah

sejumlah hubungan-hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari

tingalnya orang-orang asing, asalkan tingalnya mereka tidak menyebabkan

tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat sementara atau permanan

sebagai usaha mencari kerja penuh.

2. Yoeti (1996:113) mengemukakan bahwa pariwisata adalah sebuah

perjalanan yang dilaksanakan untuk sementara waktu, yang

diselenggarakan disuatu tempat ketempat lain dengan maksud bukan

mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tapi semata-mata untuk

memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam.

3. Spillane mengemukakan bahwa pariwisata adalah perjalanan dari suatu

(32)

maupun kelompok, sebagai usaha untuk mencari keseimbangan dan

kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya juga

alam dan ilmu.

4. Wahab (dalam Yoeti, 1996:114) mengemukakan pariwisata adalah suatu

aktifitas yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara

bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau diluar

negeri, meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara

waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda-beda

dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap.

Dari pengertian pariwisata yang dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa pariwisata adalah merupakan suatu aktivitas perjalanan yang

dilakukan manusia baik individu maupun kelompok untuk sementara waktu dari

dari tempat tinggalnya ke tempat lain untuk menikmati objek dan atraksi wisata.

2.4.1 Kepariwisataan

Kepariwisataan adalah suatu sistem yang mengikutsertakan berbagai pihak

dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi, yang mendorong

berlangsungnya dinamika fenomina mobilitas manusia tua-muda, pria-wanita,

ekonomi kuat-lemah, sebagai pendukung suatu tempat untuk melaksanakan

perjalanan sementara waktu secara sendiri atau berkelompok, menuju tempat lain

di dalam negeri atau diluar negeri dengan menggunakan teransportasi darat, laut

dan udara (Yoeti:2005).

Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

(33)

kaitannya denan perencanaan, pengaturan, pengawasan pariwisata baik yang

dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat (Undang-Undang

Nomor 9 tahun 2009). Humziker dank Kraff (Pendit, 1995) menyatakan

kepariwisataan adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari

seseorang atau beberapa orang dengan maksud memperoleh pelayanan yang

diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga yang digunakan

untuk maksud tersebut.

2.4.2 Wisatawan

Dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 2009, wisatawan didefinisikan

sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian ini,

semua orang yang malakukan kegiatan wisata disebut wisatawan. Apapun

tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk

mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Menurut International Union of

Official Travel Organization (dalam Damardjati, 2001:88) kata tourist atau

wisatawan haruslah diartikan sebagai :

1. Orang yang melakukan bepergian untuk bersenang-senang (pleasure),

untuk kepentingan keluarga, kesehatan dan lain sebagainya.

2. Orang-orang yang bepergian untuk kepentingan usaha.

3. Orang-orang yang datang dalam rangka perjalanan wisata walaupun

mereka singgah kurang dari 24 jam.

(34)

tinggal, mereka meliputi (1) orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan

untuk bersenang-senang, untuk keperluan pribadi, untuk keperluan kesehatan, (2)

orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk pertemuan, konfrensi,

mausyawarah atau sebagai utusan berbagai badan/organisasi, (3) orang-orang

yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis, (4) pejabat

pemerintah dan militer beserta keluarganya yang ditempatkan di negara lain tidak

termasuk kategori ini. Tetapi bila mareka megnadakan perjalanan ke negeri lain,

maka digolongkan wisatawan (Pendit, 1995).

2.4.3 Dampak Pengembangan Pariwisata

Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang pariwisata,

tujuan dari pengembangan pariwisata adalah untuk menciptakan multipler effect,

yakni:

1. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

2. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

3. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

Penyelengaraan pengembangan kepariwisataan merapakan suatu perangkat

yang sangat penting dalam pengembangunan daerah khsusunya dalam otonomi

daerah saat ini. Hal ini bidang pariwisata mempunyai peran yang sangat penting

dan strategis bagi pengembangan suatu daerah terlebih di era otonomi saat

sekarang, dimana deaerah-daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber

padndapatan daerah yang dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan asli

(35)

Menurut Suwardjoko dan Indira (2007) dampak pengembangan

pariwisata merambah ke berbagai sektor yang berkaitan langsung maupun tidak

langsung dengan kegiatan pariwisata, dan membentuk jaringan kegiatan

kepariwisataan yang sangat luas dan rumit. Bagi suatu Daerah Tujuan Wiata

(DTW), kegiatan pariwisata mempunyai saham sangat penting dalam menunjang

perekonomian daerah, karena kepariwisataan membuka peluang untuk :

1. Pertukaran atau aliran valuta asing. Kunjungan para wisatawan asing juga

berarti ‘kedatangan’ valuta asing di suatu DTW. Selain itu, belanja

wisatawan selama berada di DTW (membayar akomodasi, makan belanja

barang dan lain-lain) memperbesar kegiatan jual-beli di DTW yang

bersangkutan bahkan pertukaran valuta asing akan menambah penerimaan

daerah dari sektor pajak.

2. Peningkatan penerimaan Pajak. Perkembangan DTW akan menarik

sejumlah usaha yang berkaitan dengan pariwisata berupa usaha jasa

pelayanan angkutan, kerajinan, organisasi wisata/perjalanan, dan lain-lain

yang mendatangkan pajak bagi daerah yang bersangkutan.

3. Perambatan Pertumbuhan pada Sektor Ekonomi Lain (trackling down

effect). Peningkatan industri pariwisata secara langsung meningkatkan pasokan bahan baku bagi industri kepariwisataan yang pada gilirannya

akan merangsang perkembangan sektor ekonomi lain secara berantai.

Pengaruh ganda ini tidak hanya bagi DTW yang bersangkutan, tetapi dapat

(36)

4. Pemicu Daya Cipta Seni. Barang-barang kerajinan (seni), baik berasal dari

DTW itu sendiri maupun didatangkan dari dearah lain, adalah bagian yang

tak terpisahkan dari kepariwisataan. Daya cipta atau kreativitas seni akan

terpicu oleh adanya beraneka ragam kegiatan kepariwisataan. Berbagai

jenis dan bentuk cendra mata adalah salah satu produk daya cipta seni.

5. Peluang Lapangan Kerja. Berbagai ragam kegiatan kepariwasataan yang

berkaitan mengandung makna terbukanya kesempatan kerja di berbagai

bidang yang perlu diisi oleh tenaga kerja yang terampil. Dampak positif

akan dipetik di DTW yang bersangkutan bila tenaga kerja setempat yang

tersedia sesuai dengan kesempatan kerja yang terbuka, namun bila tenaga

kerja yang tersedia tidak terampil, tidak terididik dan tidak terlatih, maka

kesempatan kerja yang ada akan diisi oleh tenaga kerja pendatang, dan

tenaga kerja setempat ‘tersisihkan’.

Yoeti (2008) menyebutkan kontribusi pariwisata terhadap perkekonomian daerah

lebih lanjut adalah sebagi berikut :

1. Peningkatan perolehan devisa negara

2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha

3. Memperluas kesempatan kerja

4. Mempercepat pemerataan pendapatan.

5. Meningkatkan penerimaan pajak regional dan retribusi daerah.

6. Meningkatkan pendaptan nasional

(37)

8. Mendorong pertumbuhan pengembangan wilayah yang memiliki potensi

alam yang terbatas.

2.4.3 Objek Dan Daya Tarik Wisata

Objek dan atraksi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah

tujuan wisata yang merupakan faktor pendorong bagi wisatawan untuk

berkunjung ke suatu daerah objek wisata.

Menurut undang-undang No.9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, objek

dan daya tarik wisata dibagi menjadi dua jenis, diantaranya adalah :

1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan yang Maha Esa, yang berwujud

keadaan alam serta flora dan fauna.

2. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,

penginggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, agrowisata

taman rekreasi dan tempat hiburan.

Untuk menentukan sebuah daerah tujuan wisata, daerah itu harus memiliki

kriteria yang berpotensi. Yoeti mengatakan ada tiga kriteria yang menentukan

sebuah objek wisata dapat diminati oleh wisatawan, antara lain :

1. Something To See adalah objek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa dilihat atau dijadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan

kata lain objek wisata tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang

mampu untuk menarik minat wisatawan yang akan berkunjung ke daerah

tersebut.

(38)

perasaan senang, relex, dan bahagia berupa fasilitas baik arena permainan

atau arena makan terutama yang menyajikan makanan khas daerah

tersebut sehingga terasa berbeda dari daerah wisata lainnya dan mampu

membuat wisatawan lebih lama dan nyaman tinggal disana.

3. Something To Buy adalah fasilitas yang disediakan khsus sebagai tempat belanja bagi wisatawan yang pada umumnya adalah menjual benda yang

menjadi ciri khas dan merupakan ikon dari daerah tersebut, sehingga bisa

dijadikan sebagai oleh-oleh.

Atraksi wisata merupakan bagian dari daya tarik yang tak terlepas dari pengertian

dari produk wisata. Menurut Soekadijo (1997) atraksi wisata yang baik harus

dapat mendatangkan wistawan sebanyak-banyaknya, menahan mereka di tempat

atraksi dalam waktu yang cukup lama dan meberi kepuasan kepada wisatawan

yang datang berkunjung. Untuk mencapai hasil itu, beberapa syarat harus

dipenuhi yaitu :

1. Kegiatan (act) dan obyek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan baik;

2. Karena atraksi itu harus disajikan dihadapan wisatawan, maka cara

penyajiannya (presentasinya) harus tepat;

3. Atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas special, suatu

perjalanan. Oleh karena itu juga harus memenuhi semua determinan

mobilitas spasial, yaitu akomodasi, transportasi, dan promosi serta

pemasaran;

(39)

5. Kesan yang diperoleh wisatwan waktu menyaksikan antraksi wisata harus

diusahakan supaya bertahan selama mungkin.

2.5 Teori Daya Saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan

dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam

peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Poter (1990), daya

saing diidentifikasikan daengan masalah produktifitas, yakni dengan melihat

tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Meningkatnya

produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga

kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningaktan teknologi.

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing dilihat dari

beberapa indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada

juga keunggulan absolute. Menurut Tarigan (2005:76), Keunggulan komperatif

adalah suatu kegitatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan

bagi pegembangan daerah. Lebih lanjut menurut Tarigan (2005:75) istilah

comparative adventage (keunggulan komperatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara.

Dalam teori tersebut, Recardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara

saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk

mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komperatif

maka kedua negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut bukan saja

(40)

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat diciptakan

dan dikembangkan. Hal ini merupakan ukuran daya saing suatu aktivitas atas

kemampuan suatu negara atau daearah untuk memasarkan produknya diluar

daerah atau luar negeri. Maka dari itu, menurut Tarigan (2005:75) seorang

perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisa potensi

ekonomi wilayahnya. Dalam hal ini kemampuan pemerintah daerah untuk melihat

sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menajadi semakin

penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik

untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk

berkembang.

2.5.1 Konsep Daya Saing

Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter

(1990) dengan empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu: 1) kondisi

faktor, 2) kondisi permintaan, 3) industri pendukung dan terkait, serta 4) kondisi

strategi, struktur perusahaan dan persaingan. Selain keempat faktor tersebut, ada

dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu

peran pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-sama, faktor-faktor

tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang

disebut Porter’s Diamond Model.

Daya saing digunakan sebagai suatu konsep umum dalam ekonomi, seperti

daya saing perusahaan dalam persaingan pasar, daya saing daerah terhadap

daerah-daerah lain dan daya saing negara dalam persaingan internasional. Daya

(41)

ekonomi dan sebagai suatu konsep kunci bagi perusahaan, daerah/wilayah serta

negara untuk bisa berhasil, berpartisipasi dan unggul di pasar.

Dasa saing suatu negara tergantung pada kapasitas industrinya untuk

berinovasi dan melakukan pembaharuan. Perusahaan memperoleh keunggulan

terhahadap para pesaing dunia yang terbaik, karena tekanan dan tantangan.

Mereka mendapatkan manfaat dari memiliki pesaing domestik yang kuat,

pemasok berbasis daerah asal yang agresif, dan para pelanggan lokal demanding.

Konsep daya saing dapat ditinjau dari tingkat perusahaan, tingkat industri,

dan tingkat negara atau daerah. Masing-masing tingkat berhubungan erat yakni

daya saing perusahaan-perusahaan merupakan elemen pembentukan daya saing

pada tingkat industri, daya saing daerah merupakan elemen pembentukan daya

saing pada tingkat negara.

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar

luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Pengertian

daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan

produk yang dihasilkan negara realtif terhadap kemampuan negara lain (Porter,

1990).

Selanjutnya Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal

berikut (1) mendorong produktivitas dan mingkatkan kemampuan mandiri; (2)

dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi

(42)

Sementara daya saing menurut Pusat Studi dan Pendidikan

Kebanksentralan Bank Indonesia (2002) harus mempertimbangkan beberapa hal :

1. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produtivitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebh memilih

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perkonomian” dari

pada “kemampuan sektor swasta atau perusahan”.

2. Pelaku ekonomi atau economic agent bukan hanya perusahaan, akan tetapi

juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadau dalam

suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor

swasta, perusahaan dalam perekonomian.

3. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perkeonomian

tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam

perekonomian tersebut. Kesejahteraan atau level of living adalah konsep

yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah

besaran variabel seperti pertumbuha ekonomi. Pertumbuhan eknomi hanya

satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka penigkatan standar

kehidupan masyarakat.

4. Kata kunci dari konsep daya saing adalah kompetisi. Disinilah perean

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para competitor menjadi relevan.

Kata daya saing menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian

yang tertutup.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang

(43)

menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan

yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pagsa pasarnya, (2)

kemampuan menghunbungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan

meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang

menguntungkan. Dengan menggunakan kinerja atau melihat indicator tersebut

sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat keuat lemahnya daya saing.

Tingi rendahnya daya saing suatu industri/instansi tergantung kepada

faktor-faktor yang memengaruhinya. Ruang lingkung daya saing pada skala

makro menurut Sumihrdjo (2008) meliputi :

(1) Perekonomian daerah;

(2) Keterbukaan;

(3) Sistem keuangan;

(4) Infrastruktur

(5) Ilmu pengetahuan dan teknologi;

(6) Sumber daya;

(7) Kelembagaan;

(8) Govermence dan kebijakan pemerintah dan

(9) Menajemen dan ekonomi makro”

Muhtaron (2012) mangatakan untuk melihat kemapuan suatu negara dalam

memenangkan persaingan pada kehidupan pasar global dapat diperhatikan dari

indikator makro dan indikator mikro. Secara makro daya saing suatu negara dapat

digambarkan oleh tiga macam indek, yaitu : (1) Indek Kemampuan teknologi, (2)

(44)

Sementara itu pada indikator mikronya dapat dilihat dari: (1) Urutan Strategi dan

Operasional Perusahaan, dan (2) Urutan Kualitas Lingkungan Bisnis Nasional.

Muhtaron (2012) juga menjelaskan bahwa ada tiga faktor penting untuk

memperbaiki daya saing yang kesemuanya berada kekuatan internal perusahaan

dan berhubungan dengan produktifitas karena pada dasarnya perbaikan daya saing

salah satu kuncinya adalah penurunan ongkos. Ketiga faktor dimaksud adalah :

1. Adanya inonvasi dan perbaikan teknologi yang terus menerus menuju

penurunan biaya;

2. Pegembangan pemanfaatan teknologi komunikasi dan infornmasi untuk

meningkatkan produktivitas dan penghematan waktu; dan

3. Pemanfaatan jaringan kerjasama untuk pengembangan pasar secara

meluas.

Selain faktor-faktor di atas, beberapa faktor-faktor penentu yang

membedakan tingkat daya saing suatu negara, baik secara langsung maupun tidak

langsung (Tambunan, 2011), adapun faktor-faktor tersebut adalah:

1. Infrastr uktur

Infrastruktur merupakan faktor penentu dari kelancaran proses

pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi. Terbatasnya jumlah dan

kualitas infrastruktur dapat menghambat kelancaran dan mengurangi

tingkat efiseinsi dalam ditribusi faktor produksi maupun output. Akibatnya

biaya produksi meningkat yang selanjutnya mengurangi tingkat daya

(45)

2. Iklim Berusaha

Iklim berusaha suatu negara mempengaruhi daya saing negara, terutama

adanya kehadiran penanam modal asing (PMA). Iklim usaha yang tidak

kondusif berarti iklim berinvestasi yang tidak baik, artinya kemungkinan

mendapatkan keuntungan dalam melakukan bisnis akan berkurang, dan

dapat mengurangi niat PMA untuk masuk kengera tersebut.

3. Teknologi dan Inovasi

Dengan adanya teknologi dan inovasi, ada yang perlu untuk diamati yaitu

submer teknologi baru dan kemampuan perusahaan atau negara dalam

menyerap dan memanfaatkan teknologi yang baru secara optimal dalam

menciptakan produk-produk dan proses-proses produksi yang efisien,

lebih ramah lingkungan, lebih aman, dan menghasilkan output lebih

banyak dengan kualitas lebih baik.

4. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu

dalam menentukan daya saing negara. SDM meruakan hal penting karena

teknologi baru dan inovasi serta penemuan-penemuan baru tidak akan

terjadi jika tidak ada SDM berkualitas tinggi. SDM didalam ini tidak

hanya pekerja, tetapi ada pengusaha dan peneliti atau masyarakat umum.

2.6 Penelitian Terdahulu

Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor

(46)

deskripstif dengan pendekatan porter’s diamond menunjukkan bahwa anggaran

untuk kepariwisataan kota Bogor masih kurang, sarana dan prasarana kota masih

kurang lengkap, dan transportasi kota Bogor masih memerlukan penataan lebih

lanjut.

Berdasarkan hasil metode Probit, faktor-faktor yang mempengaruhi

preferensi wisatawan berwisata ke kota Bogor yaitu intensitas berwista,

pendidikan, kenyamanan kota Bogor, dan biaya yang dikeluarkan ketiwa

berwisata. Variabel-variabel tersebut signifikan pada tarif nyata 10 persen. Dari

hasil analisis keduanya yakni porter’s dan metode probit, dirumuskan suatu

strategi yaitu peningkatan kenyamanan kota Bogor dengan meningkatkan

anggaran dari pemerintah untuk kepariwisataan kota Bogor. Anggaran ini

dialokasikan untuk melengkapi sarana dan prasarana kota Bogor.

Trinawati, dkk (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya

Saing Industri Pariwisata Untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (Kajian

Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta)”

dengan menggunakan alat analisis kuantitatif index composite menyatakan bahwa

indeks daya saing pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi dibanding Surakarta.

Beberapa penyebab hal ini dapat dijelaskan pada setiap indikator yang

membentuk indeks daya saing di sektor pariwisata.

Berdasarkan human tourism indicator, hasil analisis menunjukkan bahwa

jumlah turis baik domestic maupun mancanegara lebih banyak di Yogyakarta.

(47)

(PAD) yang cukup besar bagi kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota

Surakarta.

Berdasarkan Price Competitiveness Indicator (PCI) menunjukkan bahwa indeks PPP lebih tinggi di kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta.

Berdasarkan Infrastructure Development Indicator (IDI) menunjukkan bahwa pendapatan perkapita di kedua destinasi tersebut adaalh tidak berbeda secara

nyata, tetapi pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi

dibandingkan kota Surakarta.

Berdasarkan Environtment Indicator (EI) menunjukkan bahwa tingkat

kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.

Berdasarkan Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan bahwa

indeks tehnologi di daerah destinasi Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan

destinasi Surakarta. Berdasarkan Human Resourseces Indicator (HRI)

menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi Yogyakarta lebih tinggi

dibandingkan Surakarta.

Berdasarkan Openess Indicator (OI) daya saing pariwisata destinasi

Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih tinggi dibandingkan dengan dengan

Surtakarta. Berdasarkan Social Development Indicator (SDI) menunjukkan bahwa

rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta.

2.7 Kerangka Konseptual

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai

(48)

tingkat perubahan ekonomi. Adanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah menjadi

indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus akan meyebabkan terjadinya

perubahan dalam struktur perekonomian wilayah. Transformasi struktur berarti

suatu proses perubahan struktur perekonomian dari sektor primer ke sektor

sekunder atau bahkan ke sektor tersier, dimana tiap-tiap sektor akan mengalami

proses transformasi yang berbeda-beda.

Dewasa ini sektor pariwisata terbukti mampu memberikan kontribusi

penting dalam penerimaan devisa negara. Hal ini merupakan sektor yang potensial

dari struktur ekonomi yang ada. Sektor pariwisata terus mengalami peningkatan,

ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata memiliki potensi yang besar. Untuk itu

perlu dikaji secara mendalam daya saing sektor pariwisata Kota Medan dimana

potensi dan pengembangan sektor ini dapat memberikan kontribusi selain

penerimaan devisa negara, sektor ini juga berdampak pada penyerapan tenaga

kerja, peningkatan pendapatan daerah dan pembangunan daerah.

Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilhat pada

(49)

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Konseptual

Keterangan:

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah merupakan analisis untuk melihat

variabel dari objek penelitian atau apa yang menjadi titik suatu penelitian. Adapun

variabel atau tolak ukur dalam analisis daya saing sektor pariwisata kota Medan

ini yakni, data sekunder berupa PDRB kota Medan menurut lapangan usaha atas

dasar harga konstan dan PDRB Sumatera Utara menurut lapangan usaha atas

dasar harga konstan.

3.2 Lokasi Penelitan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata

kota Medan dan kawasan wilayah kota Medan yang berhubungan dan berkaitan

dengan objek penelitian akan menjadi lokasi penelitain.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yang

diperoleh melalui studi kepustakaan dan mencataat teori-teori dari buku-buku

literature, bacaan-bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber

data-data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Medan dan

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Kota Medan serta Dinas

Pariwisata Propinsi Sumatera Utara. Dalam penelitian ini periode waktu yang

(51)

3.4 Metode Analisis

Pada peneltian ini, metode yang digunakan untuk menjawab

permasalahan-permasalahan digunakan alat analisis yaitu:

Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis potensi ekonomi dalam dalam hal ini menentukan potensi sektor pariwisata kota Medan.

Shift Share Analisys (SSA) digunakan untuk menegtahui daya saing sektor pariwisata kota Medan.

3.4.1 Location Quotient (LQ)

Analisis sektor basis dengan pendekatan LQ untuk mengetahui potensi

spesialisasi suatu daerah terhadap aktivitas ekonomi utama atau untuk mengetahui

sektor unggulanya. Dengan rumus:

PDRB tot KM = Total PDRB dari seluruh kegiatan sektor Kota Medan PDRB tot SUMUT = Besaran total dari seluruh kegiatan sektor Sumatera

Utara

Apabila nilai LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut di daerah itu lebih

menonjol dibanding peranan sektor secara nasional atau lebih luas. Sebaliknya,

apabila LQ < 1 maka peranan sektor tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor

(52)

Medan Atas Dasar Harga Konstan mulai tahun 2006 sampai tahun 2010 dan

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Sumatera Utara Tahun 2006-2010.

3.4.2 Shift Share Analisys (SSA)

Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran

sektor pada perekonomian wilayah Koa Medan. Hasil analisis shift share ini juga mampu menunjukkan keunggulan kompetitif wilayah Kota Medan melalui kinerja

sektor dalam PDRB dibandingkan Sumatera Utara. Kemudian dilakukan analisis

terhadap penyimpangan berdasarkan perbandingan tersebut. Jika penyimpangan

positif maka wilayah tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dan berdaya

saing. Data yang digunakan untuk analisi shift-share ini adalah PDRB Kota Medan dan Sumatera Utara berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan

tahun 2000.

Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan

(53)

KM = Kota Medan sebagai wilayah analisis.

PDRB = Nilai PDRB

I = Sektor dalam PDRB

T = Tahun 2010

t-1 = Tahun awal (2006)

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (Provincial share)

Komponen pertumbuhan nasional digunakan untuk mengetahui pergeseran

dan perubahan struktur perekonomiian Kota Medan dengan melihat nilai PDRB

Kota Medan sebagai daerah pengamatan dipengaruhi oleh perubahan

pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component)

Komponen Pertumbuhan Proporsional adalah pertumbuhan nilai tambah

bruto suatu sektor i pada Kota Medan dibandingkan total sektor di tingkat

Provinsi Sumatera Utara.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah adalah perbedaan antara

pertumbuhan ekonomi Kota Medan dan nilai tambah bruto sektor yang sama di

(54)

Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan

wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan

kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi pada wilayah

tersebut.

Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan Differential Shift

(D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan

internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal

yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalahakibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang

bersangkutan (Glasson, 1977).

Sektor-sektor di Kota Medan yang memiliki Differential Shift (D) positif

memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama pada Kabupaten/Kota

lain dalam Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki nilai

D positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di Kota Medan dan

mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya.

Apabila nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

3.5 Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan

dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan

definisi operasional sebagai berikut:

1. Sektor Potensial adalah sektor yang memiliki peranan (share) relatif besar

(55)

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah bruto (gross

value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan.

3. Sektor Ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang

mencakup 9 (sembilan) sektor utama.

4. Sektor Pariwisata yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lapangan Usaha

Gambar

Tabel 1.1 Struktur Perekonomian Kota Medan  Tahun 2006-2010 (Rp millyar)
Gambar 1.2 Kerangka Pikir Konseptual
Tabel: 4.1  Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan
Tabel: 4.2 Objek Wisata Kota Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kondisi faktor yang diwakili oleh jumlah objek wisata dan tenaga kerja pariwisata, sektor pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta berdaya saing cukup dengan nilai indeks yang

Ini di karenakan oleh semakin besarnya sektor-sektor lain yang memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDRB dan dikarenakan potensi ekonomi kota Medan adalah

Untuk mengukur daya saing industri pariwisata dapat menggunakan variabel daya saing dengan menggunakan kedelapan indikator diantaranya Human Tourism Indicator (HTI),

Hasil analisis ini memberi implikasi pada kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk mengembangkan sektor pariwisata karena dengan

Dalam faktor perekonomian daerah, variabel yang paling penting dalam memberikan kontribusi terhadap tingkat daya saing Kota Gunungsitoli adalah variabel struktur

Beberpa faktor yang bisa diandalkan untuk meningkatkan daya saing pariwisata di kabupaten Sambas adalah dengan peningkatan promosi, pengembangan industri pendukung

Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata

Di samping itu, didukung dengan beberapa variabel dalam sektor pariwisata yang berkaitan dengan indeks daya saing yang dimiliki, bahwasanya di Kota Batu jumlah wisatawan dan investor