• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA

AGRIBISNIS

HANNA MILA HASIANNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Hanna Mila Hasianna

(4)

ABSTRAK

HANNA MILA HASIANNA. Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Kewirausahaan dan kepemimpinan adalah hal yang saling berhubungan. Untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang sukses diperlukan pembelajaran mengenai kepemimpinan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pembelajaran mengenai kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan 6 wirausaha yang bergerak dalam sektor agribisnis. Pengalaman pembelajaran wirausaha kemudian dieksplorasi dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi dan dibangun dengan teorisasi induktif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis dipelajari melalui: ada tidaknya cita-cita menjadi pemimpin, banyaknya pengalaman organisasi, pengalaman dari dalam dan luar lingkungan bisnis, serta pengaruh keluarga. Penelitian ini merupakan salah satu dari sedikit penelitian yang memperlihatkan proses pembelajaran kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis.

Kata kunci: metode fenomenologi, pembelajaran kepemimpinan, wirausaha agribisnis

ABSTRACT

HANNA MILA HASIANNA. Learning to Lead Entrepreneurial Agribusiness Context. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Entrepreneurship and leadership are connected to each other. Leadership learning is needed to be a succesful entrepreneur. The purpose of this study is to explore the leadership learning in the entrepreneur agribusiness by the entrepreneur’s perspective. The data is collected by using indepth interview method to six entrepreneurs in agribusiness. This entrepreneurship learning experience will be then explored using phenomenological qualitative method and built with inductive theory. The result of this study shows that agribusiness entrepreneur leadership can be learned from the possibility to lead, experience in organization and business environment, and family influence. This study is one of a few studies that shows entrepreneur leadership learning process from enterpreneur’s prespective.

Keywords: agribusiness entrepreneur, leadership learning, phenomenological method

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA

AGRIBISNIS

HANNA MILA HASIANNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis Nama : Hanna Mila Hasianna

NIM : H34090125

Disetujui oleh

Ir Lukman M. Baga, MA.Ec Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini mengambil tema mengenai kepemimpinan bisnis yang dilaksanakan selama bulan Februari 2013, dengan judul Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Lukman M Baga. MA.Ec sebagai pembimbing serta Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA yang telah memberikan banyak ide dalam awal pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev yang senantiasa membimbing penulis sebagai wali akademik. Selain itu, penghargaan penulis juga sampaikan kepada Bapak JS, Bapak SM, Ibu EL, Bapak AF, Ibu OS dan Bapak GG yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama dan seluruh keluarga atas dukungan dan doa yang diberikan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada lembaga LAZ-Alhurriyyah IPB, Persatuan Orangtua Mahasiswa IPB, Angkatan ke-13 IPB (ASTAGA), seluruh donator Karya Salemba Empat, dan Perusahaan Gas Negara atas kesediannya sebagai donator beasiswa selama masa perkuliahan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih dan sukses selalu untuk teman-teman Agribisnis 46 khususnya teman satu bimbingan, saudara-saudara di LAWALATA IPB serta penghuni Wisma Ash-Shohwa.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan 5

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha 6

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kewirausahaan dan Wirausaha 9

Karakteristik Wirausaha 11

Kepemimpinan 12

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengumpulan Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Gambaran Umum Responden 19

Karakteristik Usaha Responden 21

Jenis Usaha 21

Jumlah Karyawan 22

Sosio Demografi 23

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis 24

SIMPULAN DAN SARAN 36

(10)

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

RIWAYAT HIDUP 41

DAFTAR GAMBAR

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia tidak dapat menghindar dari adanya liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi menyebabkan produk-produk dalam negeri bersaing dalam kompetisi yang tinggi dengan banyaknya produk-produk dari luar pasar domestik. Hambatan yang semakin kecil dalam perdagangan dan investasi akan meningkatkan arus barang, jasa, dan modal di dalam negeri. Oleh sebab itu, Indonesia harus mulai meningkatkan kemampuan profesional sumber daya manusia (SDM) terutama dalam sektor agribisnis (Daryanto A dan Daryanto HKS 1999).

Indonesia juga menghadapi tantangan lain yaitu dalam menghadapi jumlah pengangguran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2013 mencapai 7 244 956 jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan dari bulan Januari 2013 sebanyak 0.18%. Keadaan ini diharapkan dapat terus terjadi sehingga bukan hanya dapat meminimalkan jumlah angkatan kerja yang menganggur tetapi juga dapat membantu memperbaiki perekonomian negara.

Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan SDM dan mengurangi jumlah pengangguran adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha. Wirausaha di berbagai bidang industri membantu perekonomian dengan menyediakan pekerjaan dan memproduksi barang dan jasa bagi konsumen di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi, dan kemajuan perekonomian akan datang dari para wirausaha, orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Longenecker et al. 2001). Keberadaan wirausaha dapat menyerap penggunaan sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang baru sehingga dapat bermanfaat bagi orang banyak. Wirausaha adalah pelaku perubahan yang mentransformasikan sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat dan seringkali hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan industrial (Winardi 2008). Pertumbuhan industrial inilah yang akhirnya memengaruhi tumbuh kembangnya sebuah negara. Menurut Ciputra, pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), untuk membangun ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan populasi. Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia melonjak tajam dari 0.2% menjadi 1.56% dari jumlah penduduk1.

Salah satu bidang wirausaha yang telah berkontribusi besar pada negara yaitu pada sektor agribisnis. Usaha pada sektor agribisnis memiliki banyak potensi dan kontribusi untuk negara, baik dari jumlah penyerapan tenaga kerja maupun Produk Domestik Bruto (PDB). Sampai saat ini belum ada data yang menggambarkan jumlah usaha maupun pekerja dalam bidang agribisnis secara keseluruhan. Namun, potensi dari agribisnis dapat terlihat dari besarnya data di sektor pertanian. Menurut (BPS) tahun 2013 tercatat bahwa 14.8% PDB Indonesia didapatkan dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Menurut

1

(12)

data dari Departemen Pertanian tahun 2012, menunjukkan jumlah perusahaan pertanian sebanyak 7 229 usaha meliputi 65 perusahaan di subsektor tanaman pangan, 322 perusahaan hortikultura, 1 877 perusahaan perkebunan, 2 408 perusahaan peternakan, 1 791 perusahaan perikanan, dan 799 perusahaan kehutanan2.

Pengembangan usaha agribisnis skala kecil sangat penting dan strategis. Saat ini terdapat lebih dari 32 juta usaha kecil dengan volume usaha kurang dari 2 miliar rupiah per tahun dan 90% diantaranya adalah usaha kecil dengan volume usaha kurang dari 50 juta rupiah per tahun. Sebanyak 21.3 juta unit usaha dari 90% usaha kecil adalah usaha rumah tangga yang bergerak di sektor pertanian. Apabila disertakan dengan keluarganya, maka jumlah pengusaha kecil dengan anggota rumah tangganya dapat mencapai 80% dari total penduduk Indonesia (Saragih 2010). Oleh sebab itu, sangat diperlukan wirausaha agribisnis dalam upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memanfaatkan peluang usaha agribisnis yang masih terbuka lebar.

Wirausaha agribisnis adalah wirausaha yang bekerja baik pada sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata maupun kehutanan. Wirausaha ini tidak hanya dibatasi pada subsistem budidaya, namun dapat mencakup usaha dalam subsitem penyediaan bahan baku sampai pengolahan hasil pertanian. Burhanuddin (2010) menyebutkan bahwa wirausaha (entrepreneur) diartikan sebagai inovator dan penggerak pembangunan3. Bahkan, seorang wirausaha adalah katalis yang agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Didukung dengan potensi pertanian yang sangat besar, maka wirausaha agribisnis memiliki posisi yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi.

Seorang wirausaha dituntut untuk dapat menerapkan berbagai strategi dalam menjalankan usahanya dan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Salah satu karakter wirausaha yang akan berpengaruh terhadap pengambilan strategi maupun kebijakan usaha agribisnis adalah kepemimpinan. Sosok wirausaha tidak dapat dilepaskan dari sosok pemimpin karena untuk dapat menjadi wirausaha yang baik seseorang harus memiliki kepemimpinan yang baik pula. Jika seseorang mampu memimpin berlangsungnya usaha maka seseorang tersebut dapat memiliki peluang menjadi seorang wirausaha yang sukses. Pada dasarnya kepemimpinan merupakan dorongan untuk selalu berbuat lebih, sehingga kepemimpinan dalam diri seorang wirausaha agribisnis akan sangat memengaruhi tindakan yang selalu berbuat lebih banyak dibandingkan dengan orang pada umumnya.

Kepemimpinan memiliki pengaruh besar dan penting dalam kesiapan organisasi bisnis menghadapi perubahan serta mencapai keberhasilan usaha. Selain itu, kepemimpinan juga akan menunjukkan bagaimana cara seseorang dalam membawa lingkungannya untuk meraih tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan seorang wirausaha akan menunjukkan kemana usaha akan dijalankan dan menentukan seberapa lama usaha tersebut akan berjalan dalam menghadapi permasalahan. Sebagai usaha yang banyak berdiri pada skala usaha kecil, peran kepemimpinan wirausaha agribisnis memiliki posisi penting. Meskipun hanya bergerak dalam lingkup yang kecil, wirausaha agribisnis telah mampu membuka lapangan pekerjaan serta menyumbang pendapatan bagi negara.

2

http: //ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/246-updating direktori-perusahaan-pertanian.html [diakses 2013 Des 11]

3

(13)

Kepemimpinan diperlukan dalam mengembangkan sistem agribisnis untuk mengintegrasikannya sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga mampu menghadapi dan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan (Maarif 1999). Menjadi seorang pemimpin juga merupakan transisi peran yang penting pada wirausaha untuk bersedia dan mampu merangkul orang-orang disekitarnya serta perlu terus melakukan proses pengembangan.

Dibalik pentingnya arti kepemimpinan pada sosok wirausaha, kepemimpinan sering menjadi salah satu penyebab besarnya kegagalan dalam usaha. Seperti yang dikutip dari Departemen Agribisnis (2004), beberapa hal yang menjadi faktor penentu kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis diantaranya: 1) tidak adanya strategi yang jelas, 2) diterapkan atau tidaknya good coorporate governance, 3) kecukupan pendanaan, 4) adanya rencana bisnis, 5) adanya kerjasama yang baik antar staf dalam bisnis tersebut, 6) masalah kepemimpinan atau pelaksanaan, dan 7) masalah waktu yang tepat. Usaha kelompok kecil seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, usaha kecil menengah sampai usaha skala besar pun sering mengalamai kegagalan usaha karena kurangnya sikap kepemimpinan yang baik pada wirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena moral hazard maupun tidak adanya pembelajaran yang berkelanjutan yang dilakukan oleh pemimpin untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memimpin usaha agribisnis. Seorang pemimpin harus terus belajar karena lingkungan akan selalu berubah. Pemimpin harus dapat menyadari perubahan yang terjadi di lingkungan maupun dalam perilaku yang ada di sekitarnya. Pembelajaran yang dilakukan harus mengikuti kedinamisan lingkungan baik dalam hal teknis maupun sikap kepemimpinan. Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan peluang suksesnya sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja serta solidaritas antara pemimpin dengan karyawan.

Pentingnya melakukan pembelajaran mengenai kepemimpinan sering tidak disadari oleh wirausaha itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan pembahasan maupun penelitian mengenai pembelajaran kepemimpinan jarang dilakukan. Penelitian mengenai kepemimpinan yang sering dilakukan berkisar antara teori kepemimpinan dan karakteristiknya dan dihubungkan dengan pekerja atau orang lain. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam tentang pandangan dan pengalaman yang membentuk kepemimpinan itu sendiri dari perspektif pemimpin (Kempster dan Cope 2010). Melihat hal tersebut, penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana wirausaha di sektor agribisnis belajar untuk memimpin usaha mereka.

Perumusan Masalah

(14)

Kepemimpinan menjadi salah satu karakteristik yang berpengaruh terhadap wirausaha. Kemampuan memimpin sangat penting bagi seorang wirausaha karena salah satu peran wirausaha adalah memimpin pegawainya mencapai visi misi perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan (Astamoen 2005). Penelitian-penelitian mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan yang telah dilakukan lebih banyak mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian yang membedakan antara keduanya. Penelitian yang telah banyak dilakukan sebelumnya lebih melihat mengenai perilaku yang pemimpin lakukan namun tidak mengidentifikasi siapa mereka dan mengkajinya sebagai proses sosial yang berpengaruh dalam konteks tertentu, sehingga dalam penelitian-penelitian tersebut kurang menekankan terhadap individu tertentu dan lebih mengarah pada interaksi antar individu dalam lingkungan tertentu. Namun pada kenyataannya, pembelajaran kepemimpinan wirausaha juga sangat menarik untuk dipelajari. Kepemimpinan seorang wirausaha akan mengalami proses yang berbeda dengan kepemimpinan yang dilakukan seorang manajer dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi lain, terutama apabila dikaitkan dengan pentingnya posisi wirausaha agribisnis dalam kemajuan ekonomi.

Selama seorang wirausaha menduduki kursi kepemilikan dan kepemimpinan sebuah usaha Ia harus selalu belajar mengenai bagaimana dapat memimpin usahanya dengan baik. Pembelajaran mengenai kepemimpinan oleh wirausaha agribisnis harus dilakukan secara berkelanjutan. Selain untuk meningkatkan peluang suksesnya sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja dan solidaritas antara pemimpin dengan karyawan. Proses belajar seorang wirausaha agribisnis terhadap kepemimpinan dapat dilakukan secara sadar maupun tidak, bergantung pada bagaimana wirausaha agribisnis tersebut memandang arti dari kepemimpinan itu sendiri. Namun, bagi wirausaha sukses yang telah mencapai keberhasilan usaha selama jangka waktu tertentu tentu melakukan pembelajaran kepemimpinan dilakukan secara terus menerus baik sadar maupun tidak. Masih terdapat banyak ruang untuk dilakukannya penelitian untuk mengembangkan dan menyoroti pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis di Indonesia. Manfaat yang sangat besar dapat diperoleh dengan melakukan penelitian bagaimana wirausaha dapat tumbuh menjadi pemimpin, baik untuk memotivasi calon wirausaha agribisnis maupun mengembangkan potensi kepemimpinan wirausaha agribisnis.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi pengalaman yang membentuk pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis.

Manfaat Penelitian

(15)

digunakan sebagai acuan wirausaha agribisnis yang baru dan berkembang untuk dapat meningkatkan jiwa kepemimpinan wirausahanya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini secara keseluruhan adalah mengeksplorasi pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis. Penelitian ini tidak mengkaji bagaimana wirausaha agribisnis tersebut menjalankan fungsi kepemimpinannya. Penelitian ini hanya melakukan analisis sederhana dengan mendeskripsikan hasil indepth interview yang dilakukan dengan responden. Penelitian ini hanya dihubungkan dengan wirausaha agribisnis. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian atau pembentukan terhadap teori apapun dan hanya membandingkan dengan teori yang telah ada. Penelitian ini dilakukan untuk melihat proses pembelajaran kepemimpinan wirausaha dari perspektif pemimpin secara mendalam. Pada pembahasannya, penelitian ini tidak menguji validitas jawaban dari para responden dan tidak melahirkan model maupun teori mengenai kepemimpinan.

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan

Penelitian berupa hal-hal umum antara hubungan konsep kepemimpinan dengan kewirausahaan telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang menghubungkan karakter wirausaha dengan kepemimpinan, seperti yang terdapat dalam Wiryasaputra (2004) dalam Suryana dan Bayu (2010) menyatakan bahwa ada 10 sikap dasar (karakter) wirausaha yaitu visioner, bersikap positif, percaya diri, asli, berpusat pada tujuan, tahan uji, siap menghadapi risiko, kreatif menangkap peluang, menjadi pesaing yang baik dan pemimpin yang demokratis. Meredith (2005) juga menyatakan bahwa ciri-ciri dan karakteristik dari wirausaha memiliki kesamaan antara percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan (Suryana dan Bayu 2010).

Wirausaha yang sukses tidak hanya membutuhkan kualitas hidup seperti yang dijelaskan di atas, namun juga memiliki kemampuan keterampilan manajerial, keterampilan konseptual, keterampilan memahami, berkomunikasi, berelasi dan keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan. Keterampilan-keterampilan tersebut tidak lain adalah keterampilan dalam sikap kepemimpinan. Singkatnya, Peren (2000) menyatakan “bahwa pada tingkat akal sehat dapat dianggap bahwa seorang wirausaha melakukan kegiatan pemimpin dan seorang pemimpin membutuhkan bakat wirausaha” (Kempster and Cope 2010).

(16)

sifat-sifat tersebut merupakan gambaran pemimpin ideal yang diharapkan dan diinginkan, sedangkan pada nyatanya sifat-sifat unggul tersebut jarang ditemukan terdapat pada seseorang secara komplit. R.F Tredgold dalam bukunya Human Relation in Modern Industry menyatakan bahwa kualitas-kualitas unggul tersebut justru banyak tidak dimiliki oleh pemimpin yang paling sukses sekalipun.

Berbagai kalangan telah mencoba meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan maupun pendidikan mengenai kewirausahaan. Pelatihan dan pendidikan baik secara formal maupun nonformal dilakukan untuk melatih pimpinan perusahaan maupun pada kalangan karyawan. Namun, hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Hal ini disebabkan pemikiran yang ada bahwa wirausaha cukup memiliki semangat dan kemampuan teknis saja. Pada kenyataannya 2 hal ini tidak mencukupi karena hal lain yang dibutuhkan yaitu kedisiplinan dan kepemimpinan. Oleh karena itu, disamping memiliki kemampuan dan keahlian, seorang wirausaha juga memiliki kualitas memimpin yang tinggi (Susanto 2002). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Buswari et al. (2004) pada Industri Keramik di Kota Malang menunjukkan bahwa kelompok pengusaha dengan nilai pribadi wirausaha yang menggunakan strategi proaktif memiliki kinerja yang lebih baik dari kelompok pengusaha dengan nilai pribadi konservatif yang menggunakan strategi reaktif. Hal ini memberikan arti bahwa pengusaha seharusnya berani mengambil risiko, memiliki kemampuan dan kerja keras, menghasilkan produktivitas lebih tinggi, tingkat keuntungan relatif lebih besar, biaya produksi relatif rendah dan lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan atau dengan kata lain, pengusaha juga harus memiliki kemampuan dan dorongan seperti pemimpin.

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha

Kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin merupakan ciri bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya, dan tidak dimiliki orang lain sehingga dia disebut sebagai born leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh sebab itu, sifat-sifat kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya juga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Pribadi pemimpin born leader

dianggap memiliki kepribadian yang unik dengan teknik dan cara-cara memimpin yang istimewa sehingga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Maka dari itu, tidak diperlukan teori dan ilmu kepemimpinan dan pemimpin tidak memerlukan pelatihan dan pendidikan sebelumnya.

Namun, pandangan seperti itu pada zaman modern ini telah banyak ditinggalkan. Saat ini banyak usaha yang beroperasi secara kooperatif dan membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan. Saat ini tumbuh ilmu kepemimpinan, yang pemimpin dipersiapkan, dilatih, dan dibentuk secara berencana serta sistematis. Pemimpin diberikan pelatihan dan pendidikan khusus membiasakan diri bertingkah laku menurut pola-pola tertentu sehingga dapat membawa kelompok yang dipimpinnya ke tujuan yang ingin dicapai. Kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja (Moeljono 2003).

(17)

menggunakan metode ex post pacto untuk membandingkan perubahan kompetensi mahasiswa yang diberikan dan tidak diberikan CBT. Hasilnya, implementasi model CBT dalam mata kuliah kewirausahaan menjadikan mahasiswa menguasai kompetensi personal, situasi strategik, dan bisnis. Penguasaan terhadap ketiga kompetensi ini akan memengaruhi kualitas rencana bisnis dan kualitas usaha riil. Seperti yang diungkapkan Bernman (2005) dalam penelitian Santra (2009) tersebut membagi kompetensi menjadi 2 yaitu: (1) Unit kompetensi yaitu sekelompok tugas yang menjadikan sebuah pekerjaan dan (2) Elemen kompetensi yaitu tugas yang dikerjakan dalam setiap fungsi pekerjaan tersebut. Pada penelitian tersebut juga (Munaishece dan Paputungan 2003), setiap kompetensi dapat dicapai melalui beberapa jalur pendidikan dan pengembangan; pengalaman hidup, pendidikan formal, on the job training, otodidak, serta program pelatihan dan pengembangan. Menurut Santra (2009), kegiatan-kegiatan tersebut dapat menghasilkan kemampuan dan peningkatan kompetensi seseorang melalui proses metode pengajar maupun para wirausaha yang telah berhasil.

Penelitian serupa mengenai pendidikan kewirausahaan juga dilakukan oleh Setianingsih et al. pada mahasiswa Pascasarjana Universitas Jember angkatan 2010/2011 mengenai pengaruh mata kuliah kewirausahaan terhadap minat berwirausaha. Hasil penelitian ini yaitu bahwa implementasi mata kuliah kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap variabel minat berwirausaha. Pemahaman terhadap mata kuliah kewirausahaan memicu mahasiswa untuk menerapkannya sehingga dapat menumbuhkan minat berwirausaha.

Salah satu rekomendasi strategi pengembangan UKM di Bantul yang dilakukan oleh Sriyana (2010) yaitu pengembangan sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produknya sehingga dapat tetap eksis. Oleh karena itu, dalam pengembangan usaha kecil dan menengah pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi, dan pengetahuan serta keterampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan, dan kerja sama usaha. Selain itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktikkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

(18)

memasukkan komponen-komponen manajemen fungsional seperti pemasaran, akutansi dan keuangan, manajemen, dan lain-lain kepada mahasiswa sebagai calon manajer agribisnis di masa yang akan datang.

Proses pembentukan karakter seorang wirausaha seperti dikutip dalam Suryana dan Bayu (2010) bahwa karakter tidak bisa dikembangkan di (dalam) kesenangan dan ketenteraman. Hanya melalui pengalaman percobaan dan penderitaan jiwa yang dapat diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami dan sukses dicapai. Proses membangun karakter memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instan. Unsur pokok dalam pengembangan kewirausahaan adalah kemauan (percaya diri, kerja sama, dan hormat), kemampuan (komunikasi dan profesional) dan kesempatan (bekerja keras dan mau belajar). Hal tersebut akhirnya dapat memperkenalkan apa, siapa, untuk apa, dan bagaimana caranya wirausaha dan kewirausahaan itu. Selain itu, sifat-sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri karena sifat ini berbeda-beda setiap orang. Perbaikan dapat dilakukan dengan menentukan kadar kemampuan kepemimpinan dan tidak meniru secara buta seorang pemimpin lain. Situasi untuk meningkatkan kepemimpinan dapat ditemui dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam pergaulan pemimpin dengan karyawan. Wirausaha adalah individu-individu yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan mereka sendiri. Cara yang baik untuk mempraktikkan keterampilan kepemimpinan adalah dengan menyadari adanya peluang untuk menunjukkan kemampuan kita memimpin dalam kegiatan sehari-hari.

Salah satu kemampuan wirausaha yang dapat berhasil dalam mengelola keberlangsungan bisnisnya yaitu apabila pemilik usaha dan karyawan memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam menjalankan usaha. Untuk memperoleh kesuksesan dalam bisnis, tidak cukup hanya bermodalkan ambisi, tujuan serta dorongan dan jiwa bersaing saja tetapi masih dibutuhkan adanya kemampuan teknik, manajerial, dan pengalaman untuk menciptakan aktivitas yang sesuai bagi perjalanan bisnis. Terlebih untuk bisnis yang bersifat teknis dan rumit diperlukan keterampilan yang lebih spesifik, yang hanya bisa diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.

Penelitian terdahulu belum banyak yang mempelajari mengenai proses pembelajaran kepemimpinan pada wirausaha terutama wirausaha agribisnis. Gupta (2004) menyatakan banyak penelitian berusaha untuk mendefinisikan atribut dari kepemimpinan kewirausahaan, namun tidak menyelidiki bahkan menjawab apakah kemampuan kepemimpinan dapat dipelajari atau didapatkan dari waktu ke waktu (Kempster dan Cope 2010). Penelitian mengenai bagaimana seorang pemimpin dapat memimpin dilakukan oleh Kempster (2006) dalam

(19)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kewirausahaan dan Wirausaha

Objek dari penelitian ini adalah wirausaha agribisnis. Wirausaha identik dengan keberanian akan risiko. Seperti yang diungkapkan oleh Zimmerer et al.

(2008) bahwa wirausaha adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi berbagai peluang penting dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan sumber daya-sumber daya itu. Selain itu, Susanto (2002) juga menyatakan bahwa wirausaha adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif, kemauan untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih dan keinginan berprestasi yang sangat tinggi, bersikap optimis, dan kepercayaan terhadap masa depan.

Wirausaha merupakan pihak yang bebas dan mampu hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usaha. Seperti halnya Longenecker et al. (2001) menyatakan bahwa wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang besar, Winardi (2008) mendefinisikan wirausaha sebagai pelaku perubahan yang mentransformasikan sumber daya -sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat dan seringkali hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan industrial. Secara keseluruhan, Hubeis (1997) menyatakan pengusaha harus melakukan pengembangan usaha melalui kiat-kiat dalam mengindra dan mengidentifikasi peluang bisnis dan mengarah pada penciptaan pasar, pengorganisasian dan penggerakkan berbagai sumber daya untuk mengoperasionalkan berbagai peluang bisnis dan mendayagunakan potensi sumber daya manusia yang ada di lingkungan perusahaan dengan menerapkan azas kebersamaan dan etika bisnis yang sehat. Seorang wirausaha akan selalu mencari peluang untuk berkreasi dengan sumber daya di sekitarnya untuk meningkatkan usaha dan kehidupannya.

Pengertian tersebut menyimpulkan bahwa wirausaha adalah seseorang yang berani mengambil risiko serta inovatif dalam menerima tanggung jawab, mendirikan dan mengelola usahanya sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Wirausaha bukan hanya memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, namun juga sumber daya manusia. Niat untuk membangun wirausaha sebetulnya dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

1. Ingin membuka lapangan pekerjaan.

2. Ingin mendapatkan penghasilan yang lebih baik. 3. Ingin mengekspresikan kemampuan diri.

4. Ingin mendapatkan kebebasan.

Longenecker et al. (2001) mengelompokkan wirausaha menjadi 3 kategori yaitu founders (pendiri perusahaan), general managers, dan franchisee. Founders

(20)

bertindak seorang diri atau bagian dari suatu grup, pendiri perusahaan membawa perusahaan menjadi nyata dengan melakukan survei di pasar, mencari dana, dan memberikan fasilitas yang diperlukan. General managers yaitu anggota generasi kedua atau wirausaha lain yang bertindak sebagai administrator bisnis yang membeli atau mendanai suatu perusahaan. Lain hal dengan franchisee, yaitu wirausaha yang memiliki keterbatasan dalam tingkat kebebasannya karena tuntutan yang diberikan dalam hubungan kontrak kerja dengan organisasi yang bergerak di bidang franchisee.

Smith dalam Longenecker et al. (2001) menggolongkan wirausaha menjadi wirausaha artisan dan wirausaha oportunistis. Wirausaha artisan adalah wirausaha yang menjalankan bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan sedikit pengetahuan bisnis. Sebaliknya, wirausaha oportunistis adalah wirausaha yang memulai suatu bisnis dengan keahlian manajemen yang rumit dan pengetahuan teknis.

Adapun kewirausahaan diartikan sebagai kemauan kuat untuk berkarya dengan semangat mandiri, maupun membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil risiko, kreatif dan inovatif, tekun, teliti dan produktif, berkarya dengan semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat (Hubeis 1997). Menurutnya, kewirausahaan dapat ditimbulkan dari berbagai latar belakang pendidikan, lingkungan keluarga dan pengalaman kerja, yang dicirikan oleh adanya sentuhan/jiwa kewirausahaan, latar belakang dan ciri-ciri wirausaha (lingkungan keluarga, pendidikan, kepribadian, umur dan sejarah pekerjaan), motivasi serta peranan model dan sistem pendukung (kerangka kerja pendukung moral dan profesional).

Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship

berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, menanggung risiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Suryana (2003) memberikan 6 konsep penting kewirausahaan, yaitu:

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Sanusi 1994).

2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker 1959).

3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang memperbaiki kehidupan (Zimmerer 1996).

4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan perkembangan usaha (Prawiro 1997).

5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberi nilai lebih. 6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan

mengombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.

(21)

letak perusahaan, bentuk perusahaan, pemasaran hasil produksi, pembelajaran dan lain-lain. Penanganan dari hal yang dikemukakan dapat ditangani dengan pendekatan cara tradisional (magang dengan kerja purna waktu kepada pengusaha yang sukses/maju, magang dari strata pekerja hingga pimpinan di lingkungan keluarga pengusaha yang dilengkapi dengan dukungan permodalan dan magang di lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan alih profesi) dan cara modern (pola inkubator, pola waralaba, pola kemitraan, pola PUMK, pola penumbuhan kewirausahaan dan pola terpadu) (Hubeis 1997).

Karakteristik Wirausaha

Karakter mengandung pengertian: (1) suatu kualitas positif yang dimiliki seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif, (2) reputasi seseorang, (3) seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Karakter dalam kamus Poerwadarminta diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter wirausaha dapat digolongkan ke dalam 5 golongan besar yaitu motivasi, orientasi ke depan, memiliki jaringan usaha yang luas, memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggap dan kreatif menghadapi perubahan (Suryana dan Bayu 2010). Zimmerer et al. (2008) menyebutkan bahwa karakteristik wirausaha yaitu hasrat akan tanggung jawab, lebih menyukai risiko menengah, meyakini kemampuannya untuk sukses, hasrat untuk mendapatkan umpan balik yang sifatnya segera, tingkat energi yang tinggi, orientasi masa depan, keterampilan organisasi, menilai prestasi lebih tinggi daripada uang, komitmen yang tinggi, toleransi terhadap ambiguitas, dan fleksibilitas.

Sikap mental harus dimiliki oleh seorang pengusaha agribisnis. Sikap mental yang harus dipersiapkan jika seseorang akan melakukan kegiatan agribisnis antara lain percaya diri, memiliki motivasi, berani untuk mencoba, tidak mudah putus asa, sadar terhadap proses pembelajaran, toleran terhadap ketidakpastian, inovatif, dan kepemimpinan yang bijaksana. Selain hal tersebut, Longenecker et al. (2001) menyebutkan karakteristik wirausaha yang terdiri atas kebutuhan akan keberhasilan, keinginan untuk mengambil risiko, percaya diri, dan keinginan kuat untuk berbisnis. Winardi (2008) menyebutkan karakteristik tipikal wirausaha antara lain mencakup:

1. Lokus pengendalian internal

Para wirausaha beranggapan bahwa mereka berkemampuan untuk mengendalikan nasib mereka sendiri, mereka mampu mengarahkan diri mereka dan menyukai otonomi.

2. Tingkat energi tinggi

Para wirausaha merupakan manusia yang persisten, yang bersedia bekerja keras, dan mereka bersedia untuk berupaya ekstra untuk meraih keberhasilan.

3. Kebutuhan tinggi akan prestasi

Para wirausaha termotivasi untuk bertindak secara individual untuk melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan yang menantang.

4. Toleransi terhadap ambiguitas

(22)

5. Kepercayaan diri

Para wirausaha merasa diri kompeten dan mereka yakin akan diri mereka sendiri dan mereka bersedia mengambil keputusan-keputusan.

6. Berorientasi pada tindakan

Para wirausaha berupaya agar mereka bertindak mendahului munculnya masalah-masalah, mereka ingin menyelesaikan tugas-tugas mereka secepat mungkin dan mereka tidak bersedia menghamburkan waktu yang berharga.

Seorang wirausaha tidak selalu dapat menjalani usahanya dengan lancar. Terdapat beberapa ciri wirausaha yang berhasil dan gagal dalam menjalani usaha. Ciri-ciri para wirausaha yang berhasil menurut Hornaday (1982) dalam Winardi (2008) yaitu:

1. Kepercayaan pada diri sendiri.

2. Penuh energi dan bekerja dengan cermat.

3. Kemampuan menerima risiko yang diperhitungkan. 4. Memiliki kreativitas.

5. Memiliki fleksibilitas.

6. Memiliki reaksi positif terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi. 7. Memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan.

8. Memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang-orang

Ciri wirausaha yang berhasil menurut Hubeis (1997) sekurang-kurangnya dapat dicirikan dari hal seperti motivasi untuk maju (driving force), kekuatan mental (mental ability), kemampuan menjalin hubungan antar manusia (human relation ability), kemampuan berkomunikasi (communication ability) dan pengetahuan teknis (technical knowledge). Menurut Zimmerer et al., faktor penyebab gagalnya wirausaha dalam menjalankan usaha baru yaitu:

1. Tidak kompeten dalam manajerial.

2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.

3. Kurang mampu mengendalikan keuangan.

4. Gagal dalam perencanaan sebagai titik awal dari suatu kegiatan. 5. Lokasi yang kurang memadai.

6. Kurangnya pengawasan peralatan yang berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas.

7. Sikap yang kurang bersungguh-sungguh dalam berusaha.

8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.

Kepemimpinan

(23)

menyebutkan terdapat 3 teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin, yaitu:

1. Teori genetis menyatakan sebagai berikut:

 Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.

 Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimana pun juga, yang khusus.

 Menurut filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.

2. Teori sosial, menyatakan sebagai berikut:

 Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan begitu saja.

 Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.

3. Teori ekologis atau sintesis

Menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pimpinan apabila sejak lahirnya Ia telah memiliki bakat kepemimpinan dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya.

Bagi sebagian besar, kepemimpinan adalah suatu sikap yang terlihat dalam ancangan wirausaha terhadap pencapaian tugas-tugasnya. Pemimpin biasanya bersedia menerima tantangan yang mengandung risiko maupun peluang yang besar. Seorang pemimpin mengerti tugas keseluruhan yang harus dicapai dan sering memutuskan cara baru yang inovatif untuk mencapainya. Suryana dan Bayu (2010) membagi fungsi yang harus disampaikan seorang pemimpin usaha diantaranya:

1. Koordinasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjalin koordinasi yang baik antar kegiatan dan antar organisasi.

2. Pengarahan, yaitu seorang pemimpin harus mampu memberikan pengarahan yang benar supaya tidak terjadi penyimpangan dan keterlambatan terhadap strategi dan kebijakan organisasi yang telah ditetapkan.

3. Komunikasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi baik terhadap atasan maupun bawahan.

4. Pelayanan, yaitu seorang pemimpin harus rendah hati dan mampu memberi pelayanan yang baik dan memuaskan.

Prinsip umum dari kepemimpinan yang baik adalah semakin besar perhatian pemimpin pada karyawan semakin keras mereka bekerja untuk pemimpin tersebut. Karakter yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha pada jiwa kepemimpinan wirausaha yaitu:

1. Keberanian untuk bertindak

Keberanian adalah hakikat wirausaha. Keberanian seseorang dalam wirausaha yang senantiasa dihadang oleh risiko merupakan wujud dari keberanian menembus ketidakpastian usaha. Oleh sebab itu, wirausaha membutuhkan perhitungan yang cermat, hati-hati, dan bersifat antisipatif terhadap segala kemungkinan timbulnya risiko yang mungkin terjadi. 2. Membangun tim yang baik

(24)

Kebersamaan karyawan dalam intern perusahaan mencerminkan keterlibatan dan kontribusi tenaga dan pikiran seluruh karyawan dengan membentuk tim yang baik sehingga target perusahaan dapat diwujudkan bersama.

3. Menjadi pendengar yang baik

Berpikir dan berjiwa besar merupakan ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan, optimis baik dalam pikiran mereka sendiri maupun orang lain. Untuk berpikir besar kita harus menggunakan bahasa yang menghasilkan citra atau gambar mental positif dan besar. 4. Berani mengambil risiko

Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko menempatkan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Seorang wirausaha yang berani menanggung risiko ialah orang yang selalu ingin menjadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.

5. Having mentor

Kemampuan seorang pemimpin wirausaha dan karyawan mungkin ada batas dan kekurangannya, oleh karena itu perlu untuk menggunakan mentor atau orang yang akan membimbing dan membina untuk mengembangkan usaha baik dalam bidang teknis maupun manajemen usaha. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dan merespon adanya perubahan dan perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang senantiasa berubah.

6. Pikiran yang terbuka

Seorang wirausaha yang terbuka terhadap ide baru inilah merupakan wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan. Pikiran yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk pembaruan, bisa lebih cepat berkembang dalam lapangan industri, tidak lepas dari suatu latar belakang, pendidikan dan pengalaman perjalanan yang banyak.

7. Adanya kepercayaan

Kepercayaan diri merupakan suatu panduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan dalam praktik. Sikap dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(25)

seorang wirausaha belajar untuk memimpin. Pembelajaran menjadi hal yang penting dilakukan oleh seorang wirausaha dalam memimpin usahanya. Alasan itulah yang kemudian menarik untuk dikaji sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana seorang wirausaha agribisnis belajar untuk memimpin.

Objek ada penelitian ini yaitu 6 orang wirausaha di Kota Bogor. Indepth interview yang dilakukan pada responden ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pandangan dan sejarah wirausaha melalui pengalaman hidupnya sebelum dan saat memimpin usahanya. Hasil wawancara di lapangan akan di analisis dengan metode fenomenologi dengan menggunakan analisis teori induktif. Interpretasi data dilakukan dengan merangkum data yang didapat di lapangan, mereduksi data yang diperlukan dengan memisahkan dari subyektif peneliti, dan mengelompokkan data berdasarkan tema yang ditentukan. Pengelompokkan jawaban yang telah didapatkan dibagi menjadi 3 jenis penjabaran hasil, informasi deskriptif mengenai pandangan dan pengalaman dari wirausaha agribisnis, perbandingan antara wirausaha agribisnis dan menyimpulkan dengan mencocokkan dengan teori yang telah ada. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran operasional penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara

purposive dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor merupakan daerah yang sangat potensial untuk dilakukannya usaha agribisnis, baik dari hulu sampai hilir sehingga dapat banyak ditemukan wirausaha agribisnis untuk dijadikan responden. Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Maret 2013.

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian Kepemimpinan sebagai karakteristik

utama wirausaha agribisnis

Proses pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis

Aspirasi sebagai pemimpin usaha

Pengaruh keluarga Pembelajaran

kepemimpinan dalam bisnis dan lingkungan bisnis Pengalaman

(26)

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari objek penelitian. Data primer pada penelitian ini berupa hasil wawancara yang didapatkan dengan melakukan wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada panduan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya serta observasi secara langsung di tempat usaha.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam dengan wirausaha agribisnis sebagai responden. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan data yaitu:

1. Observasi lapangan

Langkah ini dilakukan untuk melakukan pengamatan awal dengan mengamati lingkungan responden dan tindakan responden, tanpa melakukan wawancara. Sifat pengamatan awal ini hanya mendapatkan gambaran global tentang lingkungan fisik dan sosial subjek penelitian. 2. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk menggali pengalaman dan pandangan responden mengenai kepemimpinan bisnis. Wawancara yang akan dilakukan yaitu wawancara mendalam (indepth interview) yang bersifat terbuka. Panduan wawancara menggunakan

interview guide agar pokok-pokok pembicaraan tidak keluar dari konteks yang diharapkan. Pemurnian hasil dari wawancara dilakukan dengan tidak menggunakan serta melupakan pengertian dan teori tentang kepemimpinan dan berusaha mencatat dan merekam kalimat dari objek secara langsung. Hal ini bertujuan agar jawaban yang keluar dari responden tidak terpengaruh pandangan apapun dari peneliti. Responden dalam penelitian ini berjumlah 6 orang. Pemilihan responden dilakukan secara purposive. Metode ini dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian responden dengan karakteristik yang diinginkan. Karakteristik responden yaitu:

1. Masing-masing wirausaha harus bergerak dalam minimal 1 bidang usaha pada subsistem agribisnis dan mempunyai banyak pengalaman dalam bidang kewirausahaan.

2. Masing-masing wirausaha telah berwirausaha lebih dari 5 tahun mencapai pertumbuhan yang sukses

(27)

kemudahan dalam mengambil data. Setelah mendaftar sejumlah wirausaha agribisnis dengan kriteria di atas, peneliti mulai melakukan pendekatan dengan calon responden baik melalui pesan pendek maupun bertemu secara langsung. Calon responden yang memberikan sambutan positif kemudian ditemui oleh peneliti untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan secara langsung maksud penelitian dan dampak dari penelitian ini. Hal ini dilakukan agar responden dapat mengerti tujuan peneliti dan memberikan persetujuan untuk menjadi responden. Beberapa calon responden yang memenuhi semua kriteria dan memberikan tanggapan positif terhadap peneliti dapat langsung memberikan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. Peneliti juga melakukan pendekatan dengan responden dengan melakukan kegiatan bersama dan memperluas bahan perbincangan yang bertujuan mendapatkan kepercayaan dan memberikan kenyamanan pada responden dalam menceritakan pengalaman-pengalamannya. Pertemuan dengan responden dilakukan dengan pengulangan sebagai penegasan terhadap jawaban-jawaban yang telah diucapkan sebelumnya dengan durasi wawancara berkisar 60-90 menit.

Data sekunder didapatkan dari literatur-literatur, studi pustaka, internet dan tulisan yang berkaitan dengan pembelajaran kepemimpinan. Pemilihan mengenai penelitian dan teori-teori yang berhubungan dengan kepemimpinan dan kewirausahaan ini disesuaikan setelah data terkumpul untuk membandingkan dengan hasil yang didapatkan di lapangan.

Pengolahan dan Analisis Data

Metode Fenomenologi

Pembelajaran mengenai kepemimpinan yang dialami oleh seorang wirausaha agribisnis tidak dapat lepas dari pengalaman-pengalaman yang dialami selama hidupnya. Pengalaman yang dialami oleh wirausaha agribisnis dapat membentuk perspektif dan perilaku yang secara terus menerus diadopsi oleh wirausaha tersebut. Penelitian ini mengeksplorasi dan menjabarkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh wirausaha agribisnis tersebut sebagai suatu fenomena menggunakan metodologi penelitian kualitatif.

Metodologi penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif untuk menggali pengalaman dari subyek penelitian memiliki nilai tersendiri. Hal ini disebabkan dalam bisnis khususnya pengalaman merupakan realitas yang terbentuk secara sosial melalui interaksi individu dan lingkungannya yang diciptakan oleh manusia dan merupakan wacana simbolik yang dibentuk oleh individunya. Selain itu, tidak semua nilai, perilaku, dan interaksi antara aktor sosial dengan lingkungannya dapat dikuantifikasi, termasuk persepsi yang terbentuk dari pengalaman dan budaya. Jika pemakaian angka digunakan untuk mengkuantifikasi maka dapat menghasilkan sesuatu yang menyesatkan dan tidak dapat menggambarkan kondisi riil yang sebenarnya (Chariri 2009).

(28)

bukan menjelaskan atau menganalisisnya. Penelitian sosial yang dibangun dengan perspektif fenomenologi ini tidak untuk menguji hipotesis meskipun pada akhirnya penelitian yang bersangkutan menghasilkan hipotesis yang secara tidak langsung diuji oleh peneliti. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengarahkan pada terbangunnya model teoritis yang berdasar pada pembentukan makna berdasarkan pengalaman dalam kehidupan sosial dari aktor yang menjalani dunia yang bersangkutan (Nindito 2005).

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data digunakan sesuai dengan teorisasi induktif yaitu peneliti memfokuskan perhatiannya pada data di lapangan sehingga segala sesuatu tentang teori yang berhubungan dengan penelitian menjadi tidak penting. Pada penelitian kualitatif, pengolahan data dilakukan serempak dengan pengumpulan data. Adapun langkah analisis data dilakukan menurut Chariri (2009) dengan cara berikut:

1. Data Reduction

Data reduction ini adalah tahap mengurangi data yang tidak berhubungan dengan penelitian sehingga data yang terpilih dapat diproses lagi ke langkah selanjutnya. Pada penelitian kualitatif, data yang diperoleh dapat berupa simbol, statement, kejadian, dan lainnya. Oleh sebab itu timbul masalah karena data masih mentah dan jumlahnya sangat banyak kemudian data diorganisir kedalam format yang memungkinkan dianalisis. Data reduction yang mencakup kegiatan berikut ini:

a. Organisasi Data

Data hasil wawancara ditulis dengan lengkap dan dikelompokkan dengan format menurut beberapa kriteria, yaitu pengalaman berwirausaha, jumlah karyawan, dan jenis usaha yang dilakukan. Narasi yang sudah diorganisir dikelompokkan ke dalam tema tertentu dengan menggunakan kode. Pengelompokkan tema tersebut koheren dengan tujuan penelitian dan keyakinan yang dibuat oleh peneliti yaitu hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran kepemimpinan dalam berwirausaha.

b. Coding Data

Data yang diperoleh dari langkah di atas, kemudian dikelompokkan ke dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola temuan. Coding dilakukan sesuai dengan kerangka teoritis yang dikembangkan sebelumnya. Coding memungkinkan peneliti untuk mengkaitkan data dengan masalah penelitian.

2. Pemahaman

(29)

3. Interpretasi

Hasil interpretasi dilakukan dengan mengaitkan temuan penelitian dengan berbagai teori mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan yang telah dibuat sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Responden

Responden pada penelitian ini berjumlah 6 orang. Masing-masing responden yaitu JS, SM, OS, AF, EL, dan GG . Gambaran lebih jelas mengenai responden dijelaskan pada profil masing-masing reponden dibawah ini.

1. JS

Pengalaman usaha JS dimulai dengan menjual batik yang didapatkan dari daerah asalnya yaitu Pekalongan. Usaha batik pada awalnya dilakukan menggunakan modal sendiri. Saat permintaan batik semakin meningkat, Beliau menggunakan peluang dana hibah dan mulai membuka dengan skala usaha yang lebih besar. Namun, usaha batik yang dijalani tidak dapat menghadapi persaingan sehingga dengan sisa dana yang ada Beliau mengambil keputusan untuk menghentikan usaha batik dan pada tahun 2008 menekuni usaha budidaya pepaya. Selain melakukan budidaya pepaya, mulai dari pengadaan benih sampai pemasaran dalam bentuk segar, JS juga menjadi konsultan tanaman dan kini sedang memulai usaha penyulingan minyak nilam.

Hal yang melatarbelakangi JS memulai bisnis adalah keinginan sendiri. Baik orang tua maupun keluarga tidak mengarahkannya untuk menjadi seorang wirausaha, bahkan cenderung melarang. Namun, keinginan JS untuk berwirausaha yang kuat akhirnya mendapat dukungan dari keluarganya karena melihat usahanya semakin berkembang. JS tidak pernah memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama (kurang dari 2 tahun). Kini JS memiliki karyawan sebanyak 6 orang yang terpisah di beberapa lokasi kebun. 2. SM

(30)

Orang tua SM tidak memiliki latar belakang sebagai seorang wirausaha melainkan petani. Keluarganya pun tidak mendorong Beliau untuk menjadi seorang pengusaha. Keinginan berwirausaha diakuinya hanya berasal dari keinginan memiliki jaminan atas kelangsungan kerjanya. Meskipun pengalaman berwirausaha SM terbilang baru, namun Ia mengakui banyak mengambil pelajaran bagaimana memimpin usaha dari pengalaman saatnya bekerja.

3. OS

Keputusan untuk berwirausaha dipilih oleh OS disebabkan tuntutan dari kebutuhan sehari-hari. Awalnya usaha keripik singkong hanya dipasarkan ke warung-warung sekitar rumah dengan sistem konsinyasi. Namun seiring berkembangnya usaha, Beliau sering mengikuti pelatihan mengenai pembuatan keripik singkong agar produknya semakin berkualitas. Kini selain keripik singkong Beliau juga memproduksi keripik pisang dan pangsit singkong.

Untuk rutinitas produksi dan pemasaran, OS dibantu oleh 10 orang karyawan. Karyawan-karyawan tersebut merupakan tetangga-tetangga di sekitar rumahnya. Umur usaha yang dijalani OS dan suaminya ini sudah berusia 13 tahun. Dengan pengalaman pendidikan terbatas, OS belum pernah merasakan kerja menjadi karyawan. Untuk mendapatkan bahan baku singkong secara kontinyu, OS mengandalkan budidaya tanaman singkong yang dilakukan oleh suaminya serta beberapa pasokan dari tetangga yang melakukan budidaya singkong.

4. AF

AF telah menjalani usaha budidaya domba sejak Ia dan teman-teman timnya duduk di bangku kuliah. Usaha ini dimulai dari percobaan menjual domba saat hari raya kurban. Merasa telah memiliki pengalaman dan link usaha, AF dan teman-temannya mencoba memperluas usaha ini saat mereka lulus kuliah pada tahun 2005. Pasar dari usaha ini yaitu restoran-restoran, katering akikah maupun konsumen akhir saat hari raya kurban. Untuk membantu usaha ini, AF memiliki 15 karyawan tetap dan 15 karyawan tidak tetap. Domba yang dibudidayakan juga digunakan sebagai bibit serta kotorannya digunakan sebagai sumber penghasilan baru. Rumput sebagai bahan pakan domba pun mulai dibudidayakan sendiri untuk menjamin kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan.

Sejak lulus kuliah sampai saat ini, AF belum pernah bekerja di tempat lain. Meskipun dari latar belakang keluarganya tidak ada dorongan untuk berwirausaha, AF tidak pernah mendapat pertentangan dari keluarga untuk mencoba usaha sendiri. Ayahnya sebagai kepala pimpinan sebuah kantor juga tidak pernah secara diktator membentuk kepribadian kepemimpinan dari AF. Pengaruh terbesar AF diakuinya berasal dari teman-teman kuliah yang kini menjadi tim dalam usahanya.

5. EL

(31)

terbilang sangat kecil karena suami EL masih bekerja sehingga mengandalkan gaji rutin suami sebagai pemenuh kehidupan sehari-hari. Saat EL dan suami memutuskan sudah tidak ingin lagi bekerja di kantor, barulah usaha ini dijalani dengan tekun.

Usaha EL ini memiliki 5 orang karyawan di bagian produksi dan 3 orang karyawan di bagian pemasaran. EL merupakan anak bungsu dalam keluarga, sehingga selama tinggal bersama keluarga dan kuliah, Beliau mengaku tidak pernah diikutkan dalam proses pengambilan keputusan maupun pemberian tugas-tugas yang melatih jiwa kepemimpinannya. Ia pun awalnya sama sekali tidak bercita-cita untuk memiliki sebuah usaha dan hanya fokus mencari kerja di sebuah kantor. Namun, ketidakcocokan karakter yang dialami EL menyebabkan Ia hanya menjadi pegawai selama 3 tahun dan akhirnya memutuskan untuk berwirausaha.

6. GG

Kegiatan berwirausaha dirasakan oleh GG semenjak duduk di bangku kuliah S1. Dorongan itu semakin kuat saat Ia dan teman-temannya mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk memproduksi boneka horta yang saat itu pertama kali ada di Indonesia pada tahun 2007. Awalnya, usaha ini dilaksanakan dalam sebuah tim yang berjumlah 7 orang. Namun, saat lulus dari kuliah, satu persatu anggota tim memutuskan untuk beralih profesi. GG tidak pernah terpikir untuk bekerja dalam sebuah perusahaan sehingga Ia yang melanjutkan usaha ini seorang diri. Hal ini juga disebabkan latar belakang orang tua GG yang seorang pekerja sehingga tidak menginginkan dirinya menjalani hal yang serupa. Usaha GG kini semakin berkembang dengan semakin banyaknya distributor yang bekerja sama untuk memasarkan boneka horta. Bagian produksi usaha ini dilakukan oleh 25 orang karyawan. Selain mendirikan sebuah toko untuk usaha boneka horta ini, Ia juga membuka usaha kursus stir mobil dan mendirikan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan koperasi. Profil responden lebih ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.

Karakteristik Usaha Responden

Jenis Usaha

Wirausaha agribisnis adalah wirausaha yang bergerak dalam sistem usaha agribisnis. Agribisnis sendiri memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan bisnis pertanian pada umumnya. Agribisnis adalah suatu sistem terintegrasi dari berbagai subsistem, yakni subsistem hulu, subsistem produksi/on farm sampai dengan subsistem hilir. Responden pada penelitian ini tidak semuanya menjalani usaha agribisnis secara terintegrasi. Hal ini disebabkan, usaha agribisnis cukup sulit ditemukan karena belum tingginya kesadaran dari wirausaha bidang pertanian untuk melakukan semua subsistem agribisnis dalam usahanya secara terintegrasi disamping biaya yang cukup besar.

(32)

Tabel 1 Profil respondena melakukan kegiatan usahanya mulai dari subsistem penyediaan bahan baku, yaitu budidaya pepaya yang oleh JS, budidaya singkong oleh OS dan pembesaran domba oleh AF. Namun, hanya 2 orang responden yang melakukan sampai subsistem pengolahan yaitu OS yang mengelola hasil singkongnya menjadi panganan keripik singkong dan AF yang mengolah daging domba menjadi panganan untuk akikah sedangkan SM memiliki usaha pada subsistem budidaya yaitu budidaya tanaman jabon dan pada subsistem hilir yaitu pemasaran kayu. EL sebagai pengolah cokelat dan GG dalam pengolahan serbuk kayu mengandalkan penyediaan bahan bakunya dari pihak lain. Keenam responden melakukan subsistem pemasaran dari produk yang dihasilkannya sendiri-sendiri baik ke distributor maupun langsung ke konsumen. Usaha agribisnis juga dapat dibedakan menjadi agribisnis pangan dan agribisnis nonpangan. Pada penelitian ini, sebanyak 4 orang dari 6 orang responden melakukan kegiatannya di bidang agribisnis pangan sedangkan 2 sisanya melaksanakan usaha di bidang agribisnis nonpangan dalam hal ini yaitu kayu-kayuan.

Jumlah Karyawan

(33)

menengah merupakan usaha yang memiliki tenaga kerja sebanyak 20 sampai 99 orang.

Untuk memastikan bahwa responden adalah seorang pemimpin, baik pemimpin dalam arti pemilik usaha dan juga seseorang yang memiliki pengikut maka responden yang digunakan dalam penelitian ini haruslah memiliki karyawan. Jumlah karyawan pada tiap responden dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Jumlah karyawan milik responden

Sumber: Data primer (2013)

Sosio Demografi

Faktor sosio demografi yang menjadi perbandingan antarresponden yakni jenis kelamin, tingkatan pendidikan, pekerjaan orang tua, serta pengalaman dan umur usaha. Responden pada penelitian ini, sebanyak 4 orang (67%) laki-laki sedangkan 2 orang (33%) perempuan. Tingkat pendidikan responden cukup beragam, yakni 1 orang (17%) responden lulusan SMA/sederajat, 4 orang (67%) lulusan S1 dan 1 orang (17%) responden lulusan S2.

Penelitian yang dilakukan oleh Suharti dan Sirine (2011) menyatakan bahwa latar belakang pekerjaan orang tua dan pengalaman berwirausaha akan berpengaruh terhadap niat kewirausahaan. Masing-masing responden memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda, namun jika dikelompokkan sebanyak 4 orang responden (67%) memiliki keluarga yang memiliki latar belakang sebagai pekerja/pegawai, sedangkan 2 dari responden masing-masing orang tuanya bekerja sendiri baik dengan menjadi petani ataupun membuka warung kecil-kecilan. Salah satu kriteria wirausaha agribisnis yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu minimal telah menjadi wirausaha selama 5 tahun. Pengalaman berwirausaha ini dapat ditinjau dari banyaknya jenis usaha yang dilakukan dan lama usaha. Perbedaan lama berwirausaha dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti pengalaman bekerja sebelumnya, umur responden, dan variasi usaha yang pernah ditekuni. Dilihat dari umur usaha yang kini sedang ditekuni, dari 6 orang responden dengan 6 usaha yang berbeda, sebanyak 1 orang responden telah menjalankan usaha lebih dari 10 tahun, 3 orang responden telah menjalankan

6 8

10

15

8

25

0 10 20 30

Jibril Sasmito Onasih Afnaan Eli Gigin

Ju

ml

ah

ka

ryaw

an

(34)

usaha antara 5-10 tahun, dan 2 orang responden menjalankan usaha kurang dari 5 tahun.

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis

Pengolahan data hasil wawancara keenam responden dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi. Hal ini dilakukan untuk dapat menggambarkan secara jelas pandangan mengenai pengalaman hidup responden mengenai kepemimpinan bisnis yang telah dijalankan. Proses pengolahan data (reduksi data dan pemahaman data) menghasilkan 4 tema dominan yang didapatkan dari pengelompokkan data hasil di lapangan serta melihat dari literatur penelitian sebelumnya. Empat tema dominan yang menjadi pembahasan pada penelitian ini meliputi:

1. Apakah kepemimpinan sebagai suatu identitas yang dicita-citakan? 2. Pengalaman organisasi sebelumnya

3. Pembelajaran kepemimpinan dalam bisnis dan lingkungan 4. Pengaruh keluarga

1. Apakah kepemimpinan sebagai suatu identitas yang dicita-citakan?

a) Pandangan terhadap Kepemimpinan

Pemahaman mengenai kepemimpinan merupakan dasar bagi seorang pemimpin. Meskipun pada dasarnya jarang sekali ditemukan pengertian yang sama mengenai kepemimpinan. Hal ini disebabkan definisi mengenai kepemimpinan sangat bergantung pada siapa yang mendefinisikan dan apakah yang menjadi tujuan dari penjabaran definisi tersebut. Pada awal perbincangan mengenai pembelajaran kepemimpinan dalam bisnis, peneliti terlebih dahulu menanyakan pandangan para responden mengenai kepemimpinan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 6 responden dari berbagai tingkat pendidikan, usia, dan jenis kelamin memberikan pandangan yang hampir serupa. Mereka berpandangan hampir sama bahwa pemimpin adalah sosok yang bertanggung jawab mengambil keputusan, menentukan arah berjalan perusahaan (visi dan misi), menentukan pembagian kerja serta mengarahkan karyawan.

JS : “Ada 2 arti (kepemimpinan), baik secara luas atau sempit. Dalam arti luas, kepemimpinan bisnis sangat penting baik dalam pengambilan keputusan kemudian untuk kestabilan perusahaan itu sendiri. Itu semua didasari kepemimpinan bisnis. Dalam arti sempitnya, dalam setiap keputusan yang diambil akan sangat berpengaruh dalam keberlangsungan kita ke depan. Pemimpin akan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang ada dalam usaha itu terlepas dari solidaritas tim kerja, pemimpin yang akan menentukan akan kemana usaha itu berjalan, sebesar apa usaha itu akan berjalan dan dengan cara apa usaha akan dijalankan…… Akan dibutuhkan sebuah kepemimpinan, baik secara kolektif dalam sebuah tim manajemen atau dalam seorang personal.”

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
Tabel 1 Profil respondena
Gambar 2 Jumlah karyawan milik responden

Referensi

Dokumen terkait

Perpustakaan sebagai jantung dari ilmu pengetahuan yaitus sebuah ungkapan sebagai media dalam membangun budaya literasi. Jika pendidikan diibaratkan sebagai badan, maka

P1- Dilaknat oleh Allah / contohnya ibadat solat yang dilakukan tanpa erti perhambaan dan pengabdian kepada Allah tidak akan membawa sebarang maksud dalam hubungan manusia

Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus menyamai

pertanyaan berkaitan tentang ciri-ciri, sifat dan reproduksi virus dan protista ( mikroorganisme air ) Mengeksplorasi / Eksperimen  Melakukan kajian literatur

Kompres hangat adalah suatu tindakan pemberian kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot

Dari penelitian tentang kemampuan generik pada pembelajaran Biologi yang dilakukan oleh Rahman (2008) diperoleh hasil bahwa Program Pembelajaran Praktikum Berbasis Kemampuan

Tahapan pengujian faktor merupakan suatu tahapan yang digunakan untuk menguji faktor-faktor. Tahapan tersebut ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang harus diamandemen,

Reaktivitas : Tidak ada data tes khusus yang berhubungan dengan reaktivitas tersedia untuk produk ini atau bahan