• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

MERIZA FITRI. Contamination of Eschericia coli in Chicken Meat in Traditional Markets in South Tangerang City. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN.

The aim of this study was to observe the total count of Eschericia coli in chicken meat in tradisional markets in South Tangerang City. This study was conducted using survey method by interviewing the vendors of chicken meat as respondents, observing the condition of marketplace using questionnaires, and sampling the chicken meat for laboratory examination. A total of 24 chicken meat samples was obtained purposively from three markets, i.e., Pasar Modern, Pasar Bukit, and Pasar Jombang, and was examined using spread plate method (plate count method). The result of the study showed that Pasar Modern had the best criteria of general hygienic practices. Nevertheless, the laboratory result found that the chicken meat samples from Pasar Jombang showed the highest number of E. coli (5.59 ± 5.64 log10 cfu/gram) and it was followed by Pasar Modern (5.38 ±

5.59 log10 cfu/gram) and Pasar Bukit (5.11 ±5.39 log10 cfu/gram), with the mean

of 5.40 ± 5.55 log10 cfu/gram. Compared to the maximum limit of microbial

contamination according to the Indonesia National Standard (SNI 7688:2009), 100% of chicken samples from Pasar Jombang were higher than the standard (maximum limit = 1 log10 cfu/gram), and then 100% of samples from Pasar

Modern and 100% of samples from Pasar Bukit were higher than standard. The high number of E. coli contamination in chicken meat was supposed in relation with market sanitation, proces eviceration, cross contamination with other food, inadequate personal hygiene practices and lack of cold chain from poultry processing plant until market place.

(2)

MERIZA FITRI. Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.

Daging ayam merupakan pangan asal hewan yang memiliki kadar protein tinggi. Setiap hari permintaan konsumen terhadap daging ayam semakin meningkat disebabkan harganya yang relatif terjangkau, kandungan lemak yang rendah, serta tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk pengolahannya (Álvarez-Astorga et al. 2002). Seiring dengan meningkatnya permintaan daging ayam diharapkan daging yang dikonsumsi memiliki kualitas aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

E. coli merupakan bakteri yang bisa hidup di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia. E. coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada hewan maupun manusia (Berg 2004; Manning 2010; Bhunia 2008). Genus Eschericia merupakan bakteri batang (1x4 µm), motil, dan mesofilik. Bakteri ini sering ditemukan di dalam pencernaan manusia, hewan berdarah panas, dan burung (Ray 2004; Duffy 2006). Banyak galur E. coli non-patogenik, tetapi beberapa galur patogenik pada manusia dan hewan karena bakteri ini merupakan agen penyebab foodborne illness. Foodborne illness adalah penyakit yang disebabkkan oleh makanan yang sudah tercemar mikroba (Ray 2004). E. coli dapat tumbuh pada suhu 7 ºC sampai 50 ºC dengan suhu optimum sekitar 37 ºC. Beberapa serotipe E. coli seperti galur enterotoxigenic E. coli (ETEC) dapat tumbuh pada suhu di bawah 4 ºC (Adams dan Moss 2008).

Galur E. coli yang menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC) (Meng dan Schroeder 2007; Laury et al. 2009; Manning 2010). Di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh infeksi E. coli seringkali menyebabkan gastroenteritis (Hidayati et al. 2002). EHEC dilaporkan sebagai penyebab penyakit yang serius pada

manusia dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak-anak di Amerika Serikat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah diare biasa sampai berdarah, hemorrhagic colitis (HC), dan hemolytic uremic syndrome (HUS). HUS menyebabkan 5-10% kematian dan menimbulkan kerusakan yang nyata pada saluran ginjal pasien (WHO 2011). Gambaran dari HUS dicirikan dengan gagal ginjal akut, trombositopenia, dan anemia hemolisis (Olsson dan Kaijser 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencemaran E. coli pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pencemaran bakteri E. coli pada daging ayam yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.

(3)

(Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang) dan diuji terhadap jumlah

dengan metode hitungan cawan (plate count method) menggunakan agar

Chromocult berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897 Tahun 2008.

Berdasarkan kuesioner didapatkan hasil bahwa pasar yang mempunyai kriteria paling baik adalah Pasar Modern. Hasil pengujian laboratorium ditemukan jumlah rata-rata E. coli dari ketiga pasar adalah 5.40 ± 5.55 log10

cfu/gram dan berdasarkan lokasi pasar maka jumlah rata-rata tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah Pasar Jombang (5.59 ± 5.64 log10 cfu/gram), Pasar

Modern (5.38 ± 5.59 log10 cfu/gram), dan Pasar Bukit (5.11 ±5.39 log10

cfu/gram). Dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI Nomor 7388 Tahun 2009, maka seluruh sampel daging ayam (100%) pada ketiga pasar (Pasar Modern, Pasar Jombang, dan Pasar Bukit) memiliki jumlah cemaran E. coli yang melebihi BMCM (10 cfu/gram atau 1 log10 cfu/gram). Tingginya jumlah E. coli ini berkaitan dengan sanitasi pasar,

proses eviserasi, pencemaran silang dengan bahan makanan lain, praktik higiene personal yang kurang, tidak adanya penerapan rantai dingin dari tempat pemotongan unggas sampai ke pasar. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat keberadaan E. coli pada daging ayam yang dapat menyebabkan foodborne infection. Foodborne infection adalah infeksi pada tubuh yang disebabkan oleh bakteri yang terbawa di dalam makanan.

(4)

CEMARAN

Eschericia coli

PADA DAGING AYAM DI PASAR

TRADISIONAL KOTA TANGERANG SELATAN

MERIZA FITRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

SUMBER INFOMASI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(6)

MERIZA FITRI. Contamination of Eschericia coli in Chicken Meat in Traditional Markets in South Tangerang City. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN.

The aim of this study was to observe the total count of Eschericia coli in chicken meat in tradisional markets in South Tangerang City. This study was conducted using survey method by interviewing the vendors of chicken meat as respondents, observing the condition of marketplace using questionnaires, and sampling the chicken meat for laboratory examination. A total of 24 chicken meat samples was obtained purposively from three markets, i.e., Pasar Modern, Pasar Bukit, and Pasar Jombang, and was examined using spread plate method (plate count method). The result of the study showed that Pasar Modern had the best criteria of general hygienic practices. Nevertheless, the laboratory result found that the chicken meat samples from Pasar Jombang showed the highest number of E. coli (5.59 ± 5.64 log10 cfu/gram) and it was followed by Pasar Modern (5.38 ±

5.59 log10 cfu/gram) and Pasar Bukit (5.11 ±5.39 log10 cfu/gram), with the mean

of 5.40 ± 5.55 log10 cfu/gram. Compared to the maximum limit of microbial

contamination according to the Indonesia National Standard (SNI 7688:2009), 100% of chicken samples from Pasar Jombang were higher than the standard (maximum limit = 1 log10 cfu/gram), and then 100% of samples from Pasar

Modern and 100% of samples from Pasar Bukit were higher than standard. The high number of E. coli contamination in chicken meat was supposed in relation with market sanitation, proces eviceration, cross contamination with other food, inadequate personal hygiene practices and lack of cold chain from poultry processing plant until market place.

(7)

MERIZA FITRI. Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.

Daging ayam merupakan pangan asal hewan yang memiliki kadar protein tinggi. Setiap hari permintaan konsumen terhadap daging ayam semakin meningkat disebabkan harganya yang relatif terjangkau, kandungan lemak yang rendah, serta tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk pengolahannya (Álvarez-Astorga et al. 2002). Seiring dengan meningkatnya permintaan daging ayam diharapkan daging yang dikonsumsi memiliki kualitas aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

E. coli merupakan bakteri yang bisa hidup di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia. E. coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada hewan maupun manusia (Berg 2004; Manning 2010; Bhunia 2008). Genus Eschericia merupakan bakteri batang (1x4 µm), motil, dan mesofilik. Bakteri ini sering ditemukan di dalam pencernaan manusia, hewan berdarah panas, dan burung (Ray 2004; Duffy 2006). Banyak galur E. coli non-patogenik, tetapi beberapa galur patogenik pada manusia dan hewan karena bakteri ini merupakan agen penyebab foodborne illness. Foodborne illness adalah penyakit yang disebabkkan oleh makanan yang sudah tercemar mikroba (Ray 2004). E. coli dapat tumbuh pada suhu 7 ºC sampai 50 ºC dengan suhu optimum sekitar 37 ºC. Beberapa serotipe E. coli seperti galur enterotoxigenic E. coli (ETEC) dapat tumbuh pada suhu di bawah 4 ºC (Adams dan Moss 2008).

Galur E. coli yang menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC) (Meng dan Schroeder 2007; Laury et al. 2009; Manning 2010). Di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh infeksi E. coli seringkali menyebabkan gastroenteritis (Hidayati et al. 2002). EHEC dilaporkan sebagai penyebab penyakit yang serius pada

manusia dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak-anak di Amerika Serikat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah diare biasa sampai berdarah, hemorrhagic colitis (HC), dan hemolytic uremic syndrome (HUS). HUS menyebabkan 5-10% kematian dan menimbulkan kerusakan yang nyata pada saluran ginjal pasien (WHO 2011). Gambaran dari HUS dicirikan dengan gagal ginjal akut, trombositopenia, dan anemia hemolisis (Olsson dan Kaijser 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencemaran E. coli pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pencemaran bakteri E. coli pada daging ayam yang dijual di pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan.

(8)

(Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang) dan diuji terhadap jumlah

dengan metode hitungan cawan (plate count method) menggunakan agar

Chromocult berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 2897 Tahun 2008.

Berdasarkan kuesioner didapatkan hasil bahwa pasar yang mempunyai kriteria paling baik adalah Pasar Modern. Hasil pengujian laboratorium ditemukan jumlah rata-rata E. coli dari ketiga pasar adalah 5.40 ± 5.55 log10

cfu/gram dan berdasarkan lokasi pasar maka jumlah rata-rata tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah Pasar Jombang (5.59 ± 5.64 log10 cfu/gram), Pasar

Modern (5.38 ± 5.59 log10 cfu/gram), dan Pasar Bukit (5.11 ±5.39 log10

cfu/gram). Dibandingkan dengan batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI Nomor 7388 Tahun 2009, maka seluruh sampel daging ayam (100%) pada ketiga pasar (Pasar Modern, Pasar Jombang, dan Pasar Bukit) memiliki jumlah cemaran E. coli yang melebihi BMCM (10 cfu/gram atau 1 log10 cfu/gram). Tingginya jumlah E. coli ini berkaitan dengan sanitasi pasar,

proses eviserasi, pencemaran silang dengan bahan makanan lain, praktik higiene personal yang kurang, tidak adanya penerapan rantai dingin dari tempat pemotongan unggas sampai ke pasar. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat keberadaan E. coli pada daging ayam yang dapat menyebabkan foodborne infection. Foodborne infection adalah infeksi pada tubuh yang disebabkan oleh bakteri yang terbawa di dalam makanan.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)

CEMARAN

Eschericia coli

PADA DAGING AYAM DI PASAR

TRADISIONAL KOTA TANGERANG SELATAN

MERIZA FITRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Tradisional Kota Tangerang Selatan

Nama : Meriza Fitri

NIM : B04080018

Disetujui

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Ketua

Diketahui

drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(12)

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kota Tangerang Selatan.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing Penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Tidak lupa juga Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak drh Suparno, M.Si. sebagai Kepala Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) Bogor yang telah memberikan ijin dan dukungannya dalam penelitian ini. Kepada Bapak drh. Imron Suandy, MVPH., Bapak drh. Eko, Ibu Tuti, Ibu drh. Eri, Ibu drh. Ika, Ibu Vera serta seluruh staf dan laboran di BPMPP yang telah banyak membantu kelancaran penelitian ini disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua saya dan adik-adik tersayang (Rizki Rahmat, Pepi Rizma Sari, Aidilla Afriza, dan Della Refni) serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang selalu diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian dan skripsi (Kiki dan Dian). Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman Avenzoar 45, keluarga besar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor, dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Payakumbuh (IKMP) yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu Penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Mei 1990 di Piladang, Sumatera Barat. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Zainal dan Ibu Ridarti. Pendidikan formal Penulis dimulai dari SD N 08 Piladang, Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 1996 hingga 2002. Pendidikan menengah pertama ditempuh Penulis di SMP N 4 Kota Payakumbuh pada tahun 2002 hingga 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Kecamatan Akabiluru, Kabupaten 50 Kota pada tahun 2005 hingga 2008.

(14)

xi

Pengujian E. coli dengan Metode Hitungan Cawan (SNI 2897 Tahun 2008) ... 21

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam ... 23

Kondisi Higiene Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam ... 24

Jumlah E. coli pada Daging Ayam ... 28

Peran Kesmavet dalam Keamanan Pangan Asal Hewan ... 31

SIMPULAN DAN SARAN ... 34

Simpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(15)

xii

Halaman

1 Hasil uji IMViC famili Enterobacteriaceae ………. 5

2 Perbedaan mekanisme infeksi grup E. coli ……..……… 5

3 Karakteristik foodborne illness ……… 6

4 Hasil uji E. coli untuk daging ayam di DKI Jakarta tahun 2006-2009.. 7 5 Infeksi E. coli O157:H7 dilaporkan oleh Center for Disease Control

and Prevention (CDC) ………. 9

6 Kasus HUS dan penderita HUS dengan onset diare sejak 2 Mei 2011

di Jerman ……….. 10

7 Total kasus dan kematian infeksi EHEC dan HUS pada tahun 2011 di

beberapa negara ……… 11

8 Prevalensi foodborneillness di supermarket dan pasar terbuka di

Thailand ………... 12

9 Karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai

responden di Kota Tangerang Selatan ... 23 10 Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil

sebagai responden di Kota Tangerang Selatan ... 26 11 Jumlah rataan E. coli dan persentase yang melebihi batas maksimum

cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar-pasar di

(16)

xiii

Halaman

1 Jumlah E. coli pada sampel daging ayam di pasar-pasar di Kota

Tangerang Selatan ... 40 2 Form kuesioner tentang karakteristik pedagang dan tempat penjualan

(17)

Latar Belakang

Daging ayam termasuk pangan sumber protein bagi tubuh manusia. Protein ini sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama protein hewani. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur fungsi tubuh manusia. Tubuh sangat membutuhkan protein untuk dapat menjalankan fungsi tubuh. Protein hewani mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Asam amino esensial ini diperoleh dari makanan karena tidak dapat diproduksi oleh tubuh sendiri (Anonim 2005).

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2009) melaporkan jumlah produksi daging ayam di Jawa Barat dari 2006 sampai 2008 meningkat, berturut-turut sebanyak 276195 ekor, 279851 ekor, dan 335151 ekor. Selain itu, dilaporkan konsumsi per kapita per minggu di Jawa Barat pada tahun 2008 sebanyak 0.073 untuk daging ayam.

Setiap hari permintaan masyarakat lebih cenderung mengonsumsi daging ayam disebabkan harganya yang relatif terjangkau, kandungan lemak yang rendah, dan tidak membutuhkan waktu yang panjang untuk pengolahannya (Álvarez-Astorga et al. 2002). Seiring dengan meningkatnya permintaan daging ayam diharapkan daging yang dikonsumsi memiliki kualitas aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Oleh karena itu, dituntut peran pemerintah dan dokter hewan dalam mengawasi kualitas daging ayam yang dikonsumsi oleh masyarakat baik dari pencemaran bahan organik maupun mikroba.

Kehadiran mikroorganisme patogen dalam daging ayam dan produk olahannya sangat berbahaya sehingga diperlukan kepedulian pedagang, konsumen, dan pejabat kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kehadiran bakteri patogen dalam bahan makanan ini harus dicegah. Hal ini tergantung pada daging unggas yang digunakan sebagai produk mentah, praktik-praktik higiene selama pengolahan, waktu, dan suhu penyimpanan (Álvarez-Astorga et al. 2002). Proses

(18)

pemasakan atau pengolahan yang kurang matang dan higienis menyebabkan kasus keracunan makanan masih sering terjadi.

Selama proses pengolahan daging ayam, sering terjadi pencemaran baik di peternakan, di rumah potong hewan (RPH) atau rumah potong unggas (RPU) oleh tenaga kerja penyembelihan hewan, dan oleh penjual daging ayam di pasar-pasar tradisional. Pencemaran berikut terjadi pada proses penanganan produk peternakan di pasar tradisional. Pencemaran yang biasa terjadi di pasar-pasar tradisional akibat daging diletakkan di atas meja tanpa dilengkapi lemari pendingin. Kondisi ini sangat berbeda dengan pasar swalayan karena telah dilengkapi dengan lemari pendingin. Tujuan adanya lemari pendingin adalah menekan pertumbuhan mikroba agar daging tidak cepat busuk.

Di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh infeksi E. coli seringkali menyebabkan penyakit gastroenteritis. Gastroenteritis merupakan penyakit akibat adanya gangguan saluran pencernaan makanan berupa peradangan. Hal ini terjadi karena makanan yang tercemar oleh agen patogen dapat bertindak sebagai agen penyebab penyakit gastroenteritis (Hidayati et al.2002). Daging merupakan salah satu media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Banyak bakteri yang bisa tumbuh dan berkembang biak pada daging misalnya daging ayam. Salah satu bakteri yang sering mencemari daging ayam adalah E. coli (Bhunia 2008).

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dalam Info POM tahun 2008 menyebutkan bahan pangan yang dikonsumsi manusia itu selain bergizi dan menarik, pangan juga harus bebas dari bahan-bahan berbahaya dapat berupa cemaran kimia, mikroba, dan bahan lainnya. Mikroba dapat mencemari pangan melalui air, udara, debu, tanah, alat-alat pengolah (selama proses produksi), dan juga seksresi usus dari usus manusia atau hewan. Umumnya bakteri yang selalu

terkait dengan penyebab tercemarnya pangan adalah E. coli, Salmonella,

(19)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencemaran E. coli pada daging ayam yang dijual di pasar-pasar tradisional Kota Tangerang Selatan.

Manfaat

(20)

Karakteristik E. coli

E. coli bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan. Seorang bakteriolog yaitu Theodor Escherich, pertama kali mengidentifikasi E. coli tahun 1885 dari babi yang menderita enteritis. Enteritis merupakan peradangan usus yang bisa menyebabkan sakit perut, mual, muntah, dan diare baik manusia maupun hewan. E. coli merupakan bakteri yang bisa hidup pada lingkungan yang berbeda. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, tanaman, hewan, dan manusia (Berg 2004; Bhunia 2008; Manning 2010).

Genus Eschericia merupakan bakteri berbentuk batang (1x4 µm), motil, dan mesofilik. Bakteri ini sering ditemukan di dalam pencernaan manusia, hewan berdarah panas, dan burung (Ray 2004; Duffy 2006; Bhunia 2008). Spesies terpenting dari genus Eschericia ialah E. coli (Ray 2004; Adams dan Moss 2008). E. Coli merupakan famili Enterobacteriaceae yang termasuk bakteri enterik. Bakteri enterik ialah bakteri yang bisa bertahan di dalam saluran pencernaan termasuk sruktur saluran pencernaan rongga mulut, esofagus, lambung, usus, rektum, dan anus. E. coli bisa hidup sebagai bakteri aerob maupun bakteri anaerob. Oleh karena itu, E. coli dikategorikan sebagai anaerob fakultatif (Manning 2010).

E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli bersifat katalase positif, oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7 ºC sampai 50 ºC dan suhu optimum sekitar 37 ºC (Adams dan Moss 2008). E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 ºC (Forsythe 2000).

(21)

Tabel 1 Hasil uji IMViC famili Enterobacteriaceae (Adams dan Moss 2008)

Bakteri Indole Methyl Red Voges Proskeur Citrate

E. coli + + - -

Salmonella Typhimurium - + - +

Citrobacter freundii - + - +

Klebsiella pneumonia - - + +

Enterobacter aerogens - - + +

Meskipun E. coli termasuk flora normal, namun terdapat banyak galur patogen yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Ada enam grup E. coli patogen yang telah diidentifikasi. Masing-masing grup memiliki virulensi dan mekanisme patogenik yang berbeda serta inang yang spesifik (Duffy 2006). Galur E. coli yang menyerang manusia diklasifikasikan ke dalam enam grup yaitu enteropathogenic E. coli (EPEC), enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), diffuse-adhering E. coli (DAEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC) (Duffy 2006; Meng dan Schroeder 2007; Bhunia 2008; Laury et al. 2009; Manning 2010). Pembagian grup utama dari E. coli berdasarkan mekanisme infeksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan mekanisme infeksi grup E. coli (Beauchamp dan Sofos 2010)

Pathotypes Tempat perlekatan Potensi invasi

Enteropathogenic E. coli (EPEC) Usus halus Sedang Enterotoxigenic E. coli (ETEC) Usus halus Tidak ada Enteroinvasive E. coli (EIEC) Usus besar (kolon) Tinggi Enteroaggregative E. coli (EAggEC) Usus halus dan usus besar Tidak ada Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) Usus besar (kolon) Sedang

(22)

penyakit yang dikarakteristik dengan adanya diare berdarah (Manning 2010). Karakteristik foodborne illness dari E. coli diperlihatkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik foodborne illness (Marriot 1997)

Agen Simptom Makanan terkait Tindakan preventif

Enterohemmorhagic salah satu galur EHEC yang bersifat zoonotik adalah serotipe O157:H7. Rentang

pertumbuhan E. coli O157:H7 antara 7-45 ºC, dengan suhu optimum kira-kira 37

ºC (Fernandes 2009). EHEC termasuk Shigatoxin E. coli, dikenal sebagai

verocytotoxin E. coli (VTEC). Hewan seperti sapi, kambing, domba, ayam, babi, anjing, dan kucing bisa membawa jenis STEC/VTEC di dalam intestinal dan bersifat patogenik pada manusia (WHO 2011; ECDC 2011).

EHEC dilaporkan sebagai penyebab penyakit yang serius pada manusia dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak-anak di Amerika Serikat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah diare biasa sampai berdarah, hemorrhagic colitis (HC), dan hemolytic uremic syndrome (HUS). HUS menyebabkan 5-10% kematian dan menimbulkan kerusakan yang nyata pada saluran ginjal pasien (WHO 2011; ECDC 2011).

Cemaran E. coli pada Daging

(23)

Pangan asal hewan (daging, susu, telur) dan olahannya merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya sebagai bahan pangan yang mudah rusak. Foodborne illness adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang mencemari makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, E. coli, Clostridium botulinum, dan Campylobacter sp. (Adiningsih 2009).

E. coli termasuk ke dalam agen patogen dari foodborne illness karena beberapa galur E. coli bersifat patogenik pada manusia dan hewan (Ray 2004). Sumber pencemaran E. coli pada daging unggas ialah proses selama pemotongan yang kontak dengan feses (Bhunia 2008). E. coli telah digunakan dalam produk unggas untuk menilai keamanan mikrobiologis, kondisi sanitasi selama pengolahan, dan menjaga kualitas produk kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Álvarez-Astorga et al. 2002).

E. coli O157:H7 adalah foodborne illness yang berhubungan dengan berbagai

produk makanan seperti daging, sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan lain (Niemira 2007). Adapun cara pencemarannya adalah melalui tangan, proses eviserasi, pencemaran tidak langsung melalui polusi air, dan pengemasan produk (Forsythe 2000). Berdasarkan hasil penelitian Setiowati dan Mardiastuty (2009)

memperlihatkan cemaran E. coli pada daging ayam di DKI Jakarta. Hasil

penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji E. coli untuk daging ayam di DKI Jakarta tahun 2006-2009

(Setiowati dan Mardiastuty 2009)

Tahun Jumlah sampel E. coli

< SNI > SNI

2006 172 149 23

2007 343 340 3

2008 385 221 164

2009 274 130 144

(24)

Prevalensi E. coli pada Beberapa Negara

EHEC dengan serotipe utamanya E. coli O157:H7, dilaporkan sebagai wabah

foodborne illness pada tahun 1982-1983. Bakteri ini umumnya tinggal di usus hewan khususnya sapi, tanpa menimbulkan gejala penyakit. Bakteri ini juga dapat diisolasi dari feses ayam, kambing, domba, babi, anjing, dan kucing. EHEC biasanya berkaitan dengan konsumsi daging, buah, sayuran yang tercemar khususnya di negara berkembang. Pangan asal hewan yang sering terkait dengan wabah EHEC di Amerika Serikat, Eropa, dan Kanada adalah daging sapi giling (ground beef), daging ayam, daging domba, dan susu segar maupun mentah (Duffy et al. 2006).

Menurut Ogden (2007), patogenik alami E. coli O157:H7 dilaporkan pertama

kali oleh Riley et al. (1983). E. coli menyebabkan penyakit gastrointestinal seperti nyeri abdominal. Pada awalnya diare kemudian diikuti dengan diare berdarah dan demam. Pada dasawarsa berikutnya, gejala ini menjadi umum dalam dunia kesehatan masyarakat, sehingga E. coli O157:H7 menjadi foodborne

illness. Kunci patogenitas dari E. coli O157:H7 dan EHEC lainnya adalah bisa

menempel pada dinding saluran pencernaan dan menghasilkan verotoksin.

Salah satu faktor penting yang berkontribusi dalam foodborne illness yang baru muncul (emerging) adalah peningkatan perjalanan (travel), khususnya perjalanan internasional. Setiap orang yang datang atau kembali dari suatu negara bisa membawa foodborne illness baru ke negara lain yang tidak mengenal sebelumnya. Salah satu contohnya yang berhubungan dengan diare perjalanan adalah E. coli. Faktor penting lainnya ialah perubahan dalam kebiasaan makan. Pilihan makanan seperti konsumsi susu mentah dan hamburger yang kurang

masak memicu pertumbuhan yang baik bagi E. coli O157:H7, sehingga

(25)

Tabel 5 Infeksi E. coli O157:H7 dilaporkan oleh Center for Disease Control and

Prevention (CDC) (Manning 2010)

Tahun Lokasi Jumlah orang yang diinfeksi

Diare HUS Meninggal

Infeksi E. coli O157:H7 patogen pada manusia telah menyebabkan 16000

kasus penyakit melalui makanan (foodborne illness) dan 900 orang meninggal per tahun di Amerika Serikat (AS). Kejadian wabah tunggal pada tahun 1993 di AS telah menyebabkan 700 orang menderita sakit dan empat orang meninggal (Sartika et al. 2005).

EHEC dikenal sebagai agen penyebab diare dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Infeksi EHEC sering terjadi pada anak-anak berkaitan dengan penyakit HUS. Gambaran dari HUS dicirikan dengan gagal ginjal akut, trombositopenia, dan anemia hemolisis (Olsson dan Kaijser 2005). E. coli juga memproduksi toksin yang disebut Shiga toxin Eschericia coli (STEC). STEC

merupakan foodborne zoonosis karena dapat menyebabkan penyakit dan

(26)

Beberapa negara di Eropa dihebohkan dengan wabah foodborne illness yang disebabkan oleh bakteri E. coli. Wabah E. coli yang melanda Benua Eropa telah menyebabkan 22 orang tewas dan 2300 orang sakit di Benua Eropa. Bakteri E. coli diduga berasal dari perkebunan organik tanaman tauge di Jerman. Tanaman tauge organik ini dikembangkan di wilayah Jerman Utara dan diduga penyebab berkembangnya wabah E. coli di Eropa (Anonim 2011). Jumlah kasus HUS di Jerman ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kasus HUS dan penderita HUS dengan onset diare sejak 2 Mei 2011 di Jerman (Frank et al. 2011)

Negara bagian Jumlah kasus HUS dan

penderita HUS Jumlah kejadian (per 100000 populasi)

Hamburg 59 3.33

Bremen 11 1.66

Schleswig-Holstein 21 0.74

Mecklenburg-Vorpommern 10 0.61

Hesse 31 0.51

Saarland 5 0.49

Lower Saxony 28 0.35

North Rhine-Westphalia 31 0.17

Berlin 3 0.09

Baden-Wurttemberg 8 0.07

Bavaria 5 0.04

Thuringia 1 0.04

Rhineland-Palatinate 1 0.02

Brandenburg 0 0.00

Saxony 0 0.00

Saxony-Anhalt 0 0.00

Total 214 0.26

(27)

terhadap analisis genetik menunjukkan, galur bakteri ini merupakan bentuk mutan dari dua bakteri (EAEC) dan EHEC. Menurut WHO kasus-kasus yang terjadi akibat E. coli telah dilaporkan pada beberapa negara di Eropa meliputi Austria, Denmark, Jerman, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris.

Total yang terinfeksi HUS dan EHEC pada beberapa negara dilaporkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Total kasus dan kematian infeksi EHEC dan HUS pada tahun 2011 di beberapa negara (WHO 2011)

Negara HUS EHEC

Kasus Meninggal Kasus Meninggal

Austria 1 0 3 0

(28)

Salah satu dampak infeksi E. coli terhadap kesehatan masyarakat yaitu adanya kejadian wabah hemorrhagic colitis (HC)dan hemolytic uremic syndrome (HUS) di Washington, Idaho, Kalifornia, dan Nevada antara 15 November 1992 dan 28 Februari 1993. Serotipe E. coli dari Washington sendiri adalah O157:H7

yang berhasil diisolasi dari 447 kasus dan diketahui tiga anak meninggal. Terdapat 14 orang positif terinfeksi E. coli O157:H7, empat orang dirawat di rumah

sakit, dan satu anak meninggal di Idaho, sedangkan di Nevada terdapat 58 kasus yang dapat didiagnosa, sembilan orang dirawat di rumah sakit, dan tiga orang berkembang menjadi HUS. Penyelidikan terhadap wabah regional ini diduga erat kaitannya dengan konsumsi hamburger di restoran siap santap, kemungkinan dagingnya dipasok dari RPH yang tercemar oleh E. coli O157:H7 (Sartika et al.

2005).

Masalah utama kesehatan di Thailand yaitu diare. Di negara tersebut kira-kira lebih dari 120000 kasus keracunan makanan dilaporkan setiap tahun. Salmonella, Listeria monocytogenes, Shigella, Vibrio parahaemolyticus dan E. coli biasanya sebagai agen bakteri yang terlibat dalam foodborne illness (Minami et al. 2010). Prevalensi foodborne illness di Thailand diperlihatkan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Prevalensi foodborne illness di supermarket dan pasar terbuka di Thailand (Minami et al. 2010)

Sampel Isolat Supermarket Prevalensi (%) terbuka (%) Pasar Prevalensi (%)

Sapi Listeria monocytogenes 2/68 3 0/40 0

E. coli 0/46 0 0/33 0

Salmonella 6/25 24 0/4 0

Ayam Listeria monocytogenes 1/28 4 5/81 6

E. coli 0/17 0 0/44 0

Salmonella 4/7 57 13/27 48

Babi Listeria monocytogenes 14/44 32 1/36 3

E. coli 0/24 0 0/22 0

(29)

Pencegahan dan Pengendalian E. coli pada Daging

Daging, ikan, dan makanan mentah lainnya mudah mengalami pencemaran silang dari bahan makanan lain. Cuci tangan setelah memegang makanan, peralatan, dan permukaan secara menyeluruh sebelum kontak dengan makanan lain khususnya yang telah dimasak dan siap untuk disajikan dapat mengurangi terjadinya pencemaran silang, serta cuci semua peralatan yang digunakan dengan air panas dan air biasa (Marwaha 2007).

Pencemaran merupakan keberadaan sesuatu organisme atau zat yang berbahaya atau tidak diharapkan dalam makanan atau minuman yang akan berisiko menimbulkan penyakit atau perasaan tidak nyaman atau kerusakan makanan. Pencemaran silang adalah perpindahan bakteri berbahaya atau pembusuk dari suatu makanan atau tempat ke makanan lainnya. Pencemaran silang ini bisa dari karkas ayam ke sayur-sayuran atau buah-buahan maupun sebaliknya (Meggitt 2003).

Pencemaran mikroba terhadap makanan dapat terjadi melalui tangan, talenan, pisau, alat masak lainnya, dan lingkungan. Tercemarnya makanan juga dapat disebabkan oleh kontak antara makanan dengan permukaan, pakaian, dan handuk. Pencemaran silang sering terjadi ketika makanan mentah bersentuhan dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi (pencemaran langsung), cairan dari makanan mentah yang kontak dengan makanan yang mempunyai risiko tinggi atau pencemaran tidak langsung, bakteri yang terbawa oleh tangan atau peralatan dari makanan mentah ke makanan yang mempunyai risiko tinggi atau kontaminasi tidak langsung (Meggitt 2003).

Menurut Marwaha (2007) keamanan pangan tidak hanya menyangkut kebersihan tetapi juga termasuk semua praktik yang terlibat dalam:

a. Menjaga makanan dari risiko pencemaran, termasuk bahaya bakteri, racun, dan benda asing;

b. Mencegah beberapa bakteri hadir berlipatganda di dalam makanan sampai

tingkat menyebabkan keracunan makanan dan kecacatan makanan; dan

c. Menghancurkan bahaya bakteri di dalam makanan dengan cara memasak.

(30)

seperti good hygienic practice (GHP); jaminan keamanan pangan berbasis hazard analysis control point (HACCP); mencegah pencemaran silang dengan makanan lain; mengendalikan rodensia, insekta, dan burung; mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah bahan pangan (Buncic 2006).

Menurut Center for Food Security and Public Health (CFSPH), E. coli bisa diinaktifkan dengan beberapa jenis desinfektan termasuk 1% sodium hipoklorit, etanol 70%, fenol atau iodin, glutaraldehid, dan formaldehid (CFSPH 2009). Organisme ini dapat diinaktifkan dengan pemanasan basah 121 ºC selama 15 menit atau pemanasan kering 170 ºC selama 1 jam. Makanan dapat diselamatkan dengan memasak pada suhu minimal 71 ºC. Selain itu, radiasi ionisasi atau pengobatan kimia dengan sodium hipoklorit bisa mengurangi atau mengeliminasi bakteri pada produk makanan.

E. coli termasuk bakteri gram negatif yang hidup pada usus besar manusia, sehingga bakteri ini disebut sebagai flora normal. Jika bakteri ini memasuki saluran pencernaan dari bahan makanan seperti bahan asal hewan dan produk olahannya dapat menyebabkan diare akut atau gastroenteritis. Namun dengan

proses pemasakan yang sempurna E. coli dapat musnah karena mikroba ini

bersifat sensitif terhadap panas pada suhu 60 ºC selama 30 menit (Setiowati dan Mardiastuty 2009).

E. coli adalah agen patogen yang menyebabkan perjangkitan penyakit HC dan HUS. Patogen ini ditemukan di dalam produk susu, air, jus apel, mayonaise, dan daging sapi mentah. Feses sapi bisa berisi bakteri ini dan bisa mencemari daging selama pengolaham. Pentingnya pemantauan dan pengendalian prosedur penyembelihan dan proses pengolahan daging untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini. Daging sapi seharusnya dimasak pada suhu internal 70 ºC (178 ºF) untuk menghancurkan patogen ini. Sebuah program sanitasi penting untuk mengurangi foodborne illness dari bakteri ini (Marriott 1997).

(31)

Daging mentah seharusnya tidak pernah dicampur dengan makanan lain serta daging seharusnya dimasak secara keseluruhan sampai matang (Manning 2010).

Menurut Raharjo (2003) yang dikutip dalam Wijanarko (2008) konsep

hazard analysis critical control point (HACCP) mempunyai peranan sangat strategis untuk menjamin keamanan produk pangan yang dihasilkan industri pangan sebagai acuan dalam pengelolaan keamanan pangan di seluruh dunia. Berdasarkan hasil penelitian, bakteri E. coli dan Staphylococcus aureus banyak ditemukannya pada sampel makanan, sehingga perlu pengecekan kebersihan dan sanitasi pada usaha jasa boga (catering).

Mikroba-mikroba yang ada dalam daging, susu, dan telur tidak bisa dihindari keberadaannya lewat pencemaran sekunder pada saat penanganan sejak panen sampai meja makan. Dengan adanya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pasteurisasi, sterilisasi, iradiasi, dan perlakuan antimikroba dapat mengurangi risiko adanya bakteri patogen dalam bahan pangan. Pemanfaatan tekanan tinggi dengan suhu tinggi (high pressure) dengan kombinasi suhu yang lebih rendah (dari 10 ºC) telah mampu mengeliminasi mikroba-mikroba berbahaya disamping dapat menghindari kerusakan gizi karena perlakuan panas tinggi. Bakteri patogen yang harus diwaspadai dalam bahan pangan adalah E. coli O157:H7, Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterolitica,

Salmonella spp, dan Campylobacter jejuni (Bintoro 2009).

WHO (2010) menyatakan lima kunci untuk keamanan pangan adalah:

1. Menjaga kebersihan

a. Mencuci tangan sebelum mengolah pangan dan sesering mungkin

selama pengolahan pangan;

b. Mencuci tangan sesudah dari toilet;

c. Mencuci dan melakukan sanitasi seluruh permukaan yang kontak

dengan pangan dan alat untuk pengolahan pangan; dan

d. Menjaga area dapur dan pangan dari serangga hama dan hewan

lainnya.

2. Memisahkan pangan mentah dari pangan matang

(32)

b. Menggunakan peralatan yag terpisah seperti pisau dan talenan untuk mengolah pangan mentah; dan

c. Menyimpan pangan dalam wadah untuk menghindari kontak antara

pangan mentah dan pangan matang.

3. Menjaga pangan pada suhu aman

a. Jangan membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam;

b. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari

pendingin (sebaiknya disimpan di bawah 5 ºC);

c. Mempertahankan suhu pangan lebih dari 60 ºC sebelum disajikan; d. Jangan menyimpan pangan terlalu lama dalam lemari pendingin; dan

e. Jangan membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.

4. Menggunakan air dan bahan baku yang aman

a. Menggunakan air yang aman atau beri perlakuan agar air aman;

b. Memilih pangan segar dan bermutu;

c. Memilih cara pengolahan yang menghasilkan pangan aman; dan

d. Jangan mengkonsumsi pangan yang sudah kadaluwarsa.

5. Memasak dengan benar

a. Memasak pangan dengan benar terutama daging sapi, daging unggas;

b. Merebus pangan sampai mendidih; dan

c. Memanaskan kembali pangan secara benar.

Pengujian Jumlah E. coli dengan Metode Chromogenic

(33)

Chromocult agar merupakan media efektif pengganti Mac Conkey agar dalam mempelajari fesesmanusia dan bermanfaat untuk membedakan E. coli dari koliform lain. Pengujian yang telah dilakukan menggunakan Chromocult agar medium adalah untuk mengisolasi dan menghitung Enterobacteriaceae dari sampel feses manusia. Media ini menunjukkan efektivitas dalam identifikasi E. coli dan koliform di dalam feses tanpa dibutuhkan uji biokimia pendamping untuk konfirmasi (Finney et al. 2003).

Prinsip uji dengan menggunakan media Chromocult yaitu mendeteksi

aktivitas β-glucuronidase biasanya digunakan untuk membedakan bakteri E. coli dengan bakteri koliform lainnya. Bakteri E. coli mempunyai uidA gene yang akan melakukan encoded pada enzim β-glucuronidase sedangkan pada bakteri koliform memiliki lacZ gen sehingga melakukan encoded pada enzim β-galactosidase (Bridson 2006). Akibatnya E. coli akan menghasilkan warna ungu karena dapat

mengikat semua chromogen, sedangkan koliform menghasilkan warna merah

muda karena hanya mengikat chromogen galactosida.

Karakteristik Pasar Sehat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008, kesehatan suatu populasi masyarakat ditentukan oleh ketersediaan layanan masyarakat, salah satu contohnya ialah pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan sarana penting untuk pemenuhan kebutuhan hidup, bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung serta proses tawar-menawar. Bangunan pada pasar tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los, dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain.

(34)

Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 ialah kondisi pasar bersih, nyaman,

aman, dan sehat melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam

menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat.

Persyaratan kesehatan lingkungan pasar dari aspek bangunan (tempat penjualan bahan pangan basah) telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Persyaratan tempat penjualan bahan pangan basah menurut Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat yaitu:

a. Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata dengan

kemiringan cukup sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tersedia lubang pembuangan air. Setiap sisi memiliki sekat pembatas dan mudah dibersihkan dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan tahan karat dan bukan dari kayu;

b. Penyajian karkas harus digantung;

c. Alas pemotong (talenan) tidak terbuat dari bahan kayu, tidak mengandung bahan beracun, kedap air, dan mudah dibersihkan;

d. Pisau untuk memotong bahan mentah harus berbeda dan tidak berkarat e. Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan seperti seperti: ikan dan daging

menggunakan rantai dingin (chold chain) atau suhu rendah (4-10 ºC); f. Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan;

g. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang

mengalir;

h. Saluran pembuangan limbah tertutup dengan kemiringan sesuai ketentuan

yang berlaku sehingga memudahkan aliran limbah serta tidak melewati area penjualan;

i. Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup dan mudah

diangkat; dan

j. Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya, seperti lalat, kecoa, tikus, dan nyamuk.

(35)
(36)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 sampai Agustus 2011. Sampel daging ayam diambil dari pasar-pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan. Pengujian untuk identifikasi E. coli di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP), Bogor, Jawa Barat.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daging ayam sebanyak 25 gram, buffered

peptone water (BPW), media Chromocult (Merck KGa A), alkohol 70%, dan larutan destillated water.

Alat yang digunakan antara lain adalah gunting; pinset (Meiden); plastik steril; spatula; tabung reaksi (Iwaki Pyrex volume 15 ml); pipet ukuran 2 ml, 5 ml, dan 10 ml (Iwaki Pyrex); labu erlenmeyer (Iwaki Pyrex volume 250 ml); rak tabung reaksi; pembakar bunsen; cawan petri (Normax, diameter 10 cm); jarum inokulasi (ose); inkubator (Memmert INB 500); autoklaf (Alfa ANNO200);

stomacher (Pbi International Anno 2000 043557); lemari steril (clean bench); freezer (Sansio Tropicalized Model 411-407-10 K); tube shaker (Vortex mixer VM-1000); botol media (Schott Duran GL 45, volume 1000 ml); pH meter (Thermo Orion); refrigerator (Sharp superior 00491); bulb karet (Marienfeld Germany); ice box (Igloo); timbangan analitik (Lucky scale FEH series); kotak pendingin (Ussel); marker, sarung tangan, masker, dan lampu.

Desain Penelitian

(37)

Pengambilan dan Jumlah Sampel

Jumlah sampel daging ayam yang diambil sebanyak 24 sampel. Sampel ini berasal dari 24 pedagang daging ayam yang ditetapkan sebagai responden. Pasar yang dipilih adalah Pasar Modern BSD, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang. Sampel yang diperoleh dari ketiga pasar ini sebanyak 24 sampel yaitu sepuluh sampel dari Pasar Modern BSD City, sebelas sampel dari Pasar Bukit, tiga sampel dari Pasar Jombang. Sampel daging ayam diambil minimum 100 gram. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, diberi label, dan disimpan dalam cool box berisi es selama proses transportasi. Sampel kemudian dipindahkan dan disimpan pada freezer sebelum dilakukan pengujian.

Pengujian E. coli dengan Metode Hitungan Cawan (SNI 2897 tahun 2008)

Untuk pengujian E. coli, sampel daging ayam ditimbang sebanyak 25 gram

kemudian dimasukkan ke dalam 225 ml BPW dan selanjutnya dihomogenkan

menggunakan stomacher. Tahap selanjutnya dilakukan pengenceran secara

berseri yaitu 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4. Pengenceran 10-1 diperoleh dari hasil pengenceran sampel yang telah dihomogenkan di stomacher. Sampel sebanyak 2 ml diambil, kemudian 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri (pengenceran 10-1), 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi (pengenceran 10-2). Tabung reaksi 10-2 kemudian homogenkan agar BPW 9 ml bercampur dengan sampel yang dimasukkan dari pengenceran 10-1. Untuk pengenceran selanjutnya 10-3 dan 10-4 dapat dilakukan dengan cara yang sama secara bertahap.

Cawan petri yang telah berisi sampel kemudian diisi media cromocult dengan cara dipipet sebanyak 17 ml untuk masing-masing cawan petri. Media

(38)

Langkah selanjutnya dapat dilakukan perhitungan koloni E. coli pada media Chromocult. Koloni E. coli yang diperoleh dari pembiakan pada media Chromocult ialah koloni berwarna ungu. Warna ungu terbentuk akibat adanya ikatan bakteri E. coli dengan enzim β-glucuronidase dan β-galactosidase. Adapun cara perhitungannya ialah dengan menghitung koloni yang tumbuh berwarna ungu pada setiap pengenceran. Rata-rata jumlah koloni diambil dari setiap pengenceran dengan jumlah koloni 15-300. Jika terdapat dua pengenceran yang jumlah koloninya 15-300, maka dicari rataan dan dikalikan dengan faktor pengencer terendah.

Analisis Data

(39)

Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam

Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang sebagai responden. Sebagian besar (66.7%) responden berjenis kelamin laki-laki. Komoditi ayam yang dijual oleh responden yaitu berupa 100% karkas utuh dan 95.8% karkas potongan, namun tidak ditemukan responden yang menjual jeroan. Sebagian besar responden (66.70%) menjual karkas ayam yang berasal dari hasil pemotongan sendiri, sedangkan responden 29.1% lainnya memperoleh karkas dari tempat pemotongan unggas atau rumah potong unggas (TPU/RPU). Terdapat juga responden yang memperoleh karkas ayam dari hasil pemotongan sendiri di TPU/RPU (4.2%). Karakteristik tempat penjualan daging ayam di pasar tradisional Tangerang Selatan yang diambil sebagai responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai

responden di Kota Tangerang Selatan

(40)

Berdasarkan hasil survei sebagian besar pedagang di Pasar Modern memperoleh karkas dari rumah potong khususnya rumah potong unggas (RPU). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Pasal 61 ayat (1a), rumah potong adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan beserta peralatannya dengan desain yang memenuhi persyaratan sebagai tempat menyembelih hewan antara lain sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan unggas bagi konsumsi masyarakat. Diharapkan dengan adanya RPU ini dapat menjamin bahwa karkas ayam aman, sehat, utuh dan halal untuk dikonsumsi masyarakat.

Ketiga pasar tempat pengambilan sampel merupakan pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung sehingga terjadi tawar-menawar harga. Bangunan pada pasar tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los, dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain.

Kondisi Higiene Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam

Umumnya (95.8%) tempat penjualan daging ayam di pasar tradisional Kota Tangerang Selatan berbentuk kios permanen. Secara keseluruhan (100%) tempat penjualan daging ayam responden memiliki atap sehingga karkas terlindung dari panas dan hujan serta memiliki penerangan yang cukup. Adanya penerangan yang cukup tempat penjualan terlihat bersih serta dapat melihat warna daging ayam dengan jelas. Sebagian besar (58.3%) tempat penjualan daging ayam bercampur dengan komoditi lain seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan bahan pangan lainnya. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran silang akibat pencemaran mikroorganisme dari karkas ayam ke sayur-sayuran atau buah-buahan maupun sebaliknya (Meggitt 2003).

(41)

air seperti beralaskan keramik, bahan yang tidak mudah berkarat, dan bahan yang mudah dibersihkan. Hampir seluruh kios memiliki talenan yang terbuat dari bahan kayu, tetapi sebagian besar (58.3%) kios tidak menggunakan pisau yang terbuat dari bahan antikarat. Ini terlihat dari pisau yang digunakan berwarna coklat kehitaman akibat korosif. Pencemaran mikroba terhadap makanan dapat terjadi melalui talenan, pisau, alat masak lainnya, dan lingkungan (Meggitt 2003). Hampir sebagian besar responden (45.8%) tidak memiliki fasilitas pencuci peralatan (misalnya bak air dan wastafel) di tempat penjualannya. Peralatan yang kotor ini merupakan media yang dapat menyebabkan pencemaran silang dari satu karkas ke karkas yang lain (Meggitt 2003).

Karkas daging ayam yang dijual umumnya (95.8%) tidak terlindung dan dapat disentuh oleh pembeli. Akibatnya karkas selalu kontak dengan tangan pembeli. Hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran silang. Pencemaran silang sering terjadi ketika makanan mentah bersentuhan dengan bakteri yang terbawa oleh tangan atau peralatan dari makanan mentah ke makanan yang mempunyai risiko tinggi atau pencemaran tidak langsung (Meggitt 2003). Beberapa responden (16.7%) menjual karkas ayam bersamaan dengan ayam hidup. Apabila diperhatikan dari aspek kebersihan, maka hanya sebagian kecil (20.8%) tempat penjualan daging ayam yang bebas dari serangga, rodensia dan hewan lain. Serangga, rodensia, dan hewan lain dapat berperan sebagai vektor foodborne illnes.

(42)

Tabel 10 Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan

(43)

Dilihat dari higiene sanitasi pada ketiga pasar, Pasar Modern lebih baik dibandingkan dengan Pasar Bukit dan Pasar Jombang. Hal ini terlihat dari kondisi

sanitasi pasar yang sudah memenuhi pedoman penyelenggaraan pasar sehat.

Kriteria Pasar Modern yang sudah memenuhi kriteria pasar sehat sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 yaitu tempat penjualan memiliki kios permanen dan tidak bercampur dengan komoditas pangan lain, permukaan yang kontak dengan karkas rata terbuat dari bahan kedap air dan mudah dibersihkan, memiliki penerangan yang cukup, tersedia tempat sampah basah dan kering, tersedia fasilitas pencuci tangan dan peralatan, pasar bebas dari serangga dan rodensia, pisau terbuat dari bahan antikarat, dan memiliki sumber air cukup.

Secara umum kios responden pada ketiga pasar memiliki penerangan yang cukup sehingga dapat dengan jelas melihat warna karkas ayam dengan jelas. Adanya pencahayaan yang cukup dapat melakukan pengolahan bahan makanan secara efektif dan pasar juga akan terlihat bersih.

Secara umum higiene personal pada ketiga pasar tidak terjaga karena sebagian besar responden tidak memakai apron, penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Menurut Zakour (2009) semua personal yang bekerja dalam proses pengolahan bahan makanan harus menjaga kebersihan, contohnya harus memakai pakaian dan peralatan bersih. Dengan adanya pemakaian apron, penutup kepala, masker, dan sarung tangan dapat menghindari pencemaran pada bahan pangan dan higiene personal tetap terjaga kebersihannya.

(44)

Pencucian tangan merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan. Hal ini terbukti bahwa cuci tangan cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan dikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba (Purnawijayanti 2001).

Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan adalah bak cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air, sabun, dan handuk atau tissue atau mesin pengering (Purnawijayanti 2001). Langkah mencuci tangan terdiri dari enam tahap, yaitu: (1) membasahi tangan, (2) memberi sabun, (3) menggosokkan busa ke seluruh bagian tangan dan sela-sela jari, (4) menyikat minimal 20 detik, (5) membilas dengan air yang mengalir, dan (6) pengeringan (WHO 2010).

Mikroba pada bahan pangan dapat menyebabkan keracunan, biasanya dapat dikontrol dengan cara pemanasan (dimasak) dan pendinginan. Mikroba dengan mudah dapat mencemari bahan pangan melalui tangan, papan alas atau talenan, pakaian, pisau, dan peralatan lainnya. Oleh karena itu makanan harus tetap dijaga dari pencemaran mikroba agar tetap aman dan sehat bagi tubuh.

Jumlah E. coli pada Daging Ayam

Menurut Lukman (2005) pengujian laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah pencemaran mikroorganisme pada bahan makanan baik jumlah mikroorganisme pencemar secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini diperlukan untuk melihat keberadaan mikroorganisme dalam bahan pangan terutama bahan pangan asal hewan dan produk olahannya, karena:

a. Mikroorganisme dapat menimbulkan cita rasa dan sifat fisik yang disukai, misalnya dalam beberapa olahan susu seperti keju, susu fermentasi, dan mentega.

b. Pangan yang tercemar oleh mikroorganisme patogen atau penghasil toksin

menjadi wahana transmisi penyakit kepada manusia atau hewan lain.

(45)

Pengujian mikrobiologis pada pangan baik pada bahan baku, selama proses, dan produk akhir dilaksanakan dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan. Pengujian mikrobiologis pada pangan bertujuan untuk mengetahui:

a. Jumlah mikroorganisme;

b. Keberadaan mikroorganisme tertentu;

c. Jumlah mikroorganisme indikator;

d. Jumlah mikroorganime patogen tertentu; dan e. Keberadaan mikroorganisme patogen tertentu.

Pengujian mikrobiologis juga dapat diterapkan untuk mengetahui keadaan (lingkungan) tempat pengolahan atau penanganan pangan antara lain: kualitas mikrobiologis udara, tingkat pencemaran mikroorganisme pada permukaan, dan kualitas mikrobiologik (Lukman 2005).

Hasil pengujian laboratorium diperoleh bahwa hampir seluruh sampel (100%) daging ayam yang diambil dari pasar-pasar tradisional di Tangerang Selatan tercemar oleh E. coli. Seluruh sampel daging ayam dari ketiga pasar

memiliki jumlah E. coli yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba

(BMCM) yang ditetapkan dalam SNI Nomor 7388 Tahun 2009 (BMCM E. coli 1

log10 cfu/gram). Jumlah rata-rata E. coli dari ketiga pasar adalah 5.40 ± 5.55

log10 cfu/gram dan berdasarkan lokasi pasar maka jumlah rata-rata tertinggi

(46)

Tabel 11 Jumlah rataan E. coli dan persentase yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan

Pasar Rataan ± simpangan baku (log10

cfu/gram)

BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI 7388 Tahun 2009 Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan

BMCM E. coli daging ayam segar = 1 log10 cfu/gram

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cemaran E. coli dan persentase sampel daging ayam yang melebihi BMCM tertinggi ditemukan pada sampel daging ayam dari Pasar Jombang. Hal ini dapat disebabkan higiene sanitasi di Pasar Jombang lebih buruk dibandingkan dengan Pasar Modern dan Pasar Bukit. Penyebab tingginya jumlah cemaran E.coli pada daging ayam dari Pasar Jombang adalah permukaan yang kontak dengan daging tidak kedap air, tempat penjualan bercampur dengan komoditi lain, kebersihan kios tidak terjaga, higiene sanitasi pasar yang buruk akibat banyak genangan air dan tumpukan sampah, ayam hidup bersamaan dengan karkas, tidak memiliki fasilitas pencucian peralatan, alas pemotong (talenan) terbuat dari bahan kayu, pisau yang digunakan tidak terbuat dari bahan anti karat, serta tidak diterapkannya prinsip cold chain karena daging tidak disimpan pada suhu dingin.

Sumber utama ditemukannya mikroba pada karkas atau daging adalah proses pemotongan hewan itu sendiri, proses pengolahan yang berkaitan dengan pekerja, dan kondisi lingkungan. Sumber pencemaran lainnya adalah permukaan tubuh bagian luar (kulit, bulu, dan kuku), saluran respirasi, dan saluran gastrointestinal (Fernandes 2009).

(47)

genangan air di sekitar kios menyebabkan sumber perkembangbiakan bakteri dan dapat mencemari karkas secara tidak langsung melalui polusi air.

Talenan berbahan kayu dan pisau tidak anti karat juga sumber pencemaran bagi karkas karena pisau dan talenan ini tidak mudah dibersihkan sehingga dapat menjadi tempat bakteri berkembang biak. Peralatan yang kotor ini merupakan media yang dapat menyebabkan pencemaran silang dari satu karkas ke karkas yang lain (Meggitt 2003).

Kontaminasi lainnya terjadi melalui pedagang terkait masalah higiene personal contoh kebersihan tangan. Proses pencucian tangan memiliki arti penting dalam pengolahan bahan pangan terutama bagi para pedagang. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus patogen dari tubuh, feses, dan sumber lain ke makanan. Pencucian tangan masih merupakan kegiatan ringan dan sering dilupakan. Pencucian tangan cukup efektif dalam upaya mencegah pencemaran pada bahan makanan contohnya karkas ayam. Hal ini terkait dengan higiene personal orang yang mengolah bahan pangan (Purnawijayanti 2001).

Faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat pangan atau makanan itu sendiri (pH, kelembaban, dan nilai gizi), keadaan lingkungan tempat bahan pangan diperoleh, serta kondisi pengolahan dan penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi/nilai gizi, dan merusak makanan tersebut (BPOM 2008).

Peran Kesmavet dalam Keamanan Pangan Asal Hewan

Daging ayam merupakan produk hewan yang berfungsi sebagai nutrisi bagi tubuh manusia. Untuk itu daging yang dikonsumsi oleh masyarakat harus dijamin ASUH agar tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu perlu adanya peran kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) untuk menjamin keamanan pangan asal hewan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

(48)

pada sistem keamanan pangan di sebagian besar negara berkembang sehingga menjadi efisien dalam pencegahan foodborne disease (WHO 2006).

Istilah Kesmavet atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai Veterinary Public Health (VPH) diperkenalkan pertama kali oleh World Health Organization (WHO) dan Food Agriculture Organization (FAO). Kesmavet didefinisikan sebagai seluruh kontribusi dari fisik, mental, dan sosial yang akan membawa pada pengertian dan penerapan ilmu kedokteran hewan (WHO 2006).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia. Menurut pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk:

1. Pengendalian dan penanggulangan zoonosis;

2. Penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, keutuhan dan kehalalan produk hewan; dan

3. Penjaminan higiene dan sanitasi.

Kesmavet merupakan penghubung antara bidang pertanian atau peternakan dan kesehatan. Ruang lingkup tugas dan fungsi kesmavet adalah administrasi dan konsultasi, pencegahan penyakit zoonotis, higiene makanan, riset, dan penyidikan penyakit hewan dan zoonosis, serta pendidikan kesmavet. Secara garis besar tugas dan fungsi kesmavet adalah menjamin keamanan dan kualitas produk-produk peternakan, serta mencegah terjadinya resiko bahaya akibat penyakit hewan atau zoonosis dalam rangka menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Direktorat Kesmavet 2010).

(49)
(50)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pasar tradisional yang mempunyai kriteria paling baik sesuai dengan

Pedoman Penyelenggaran Pasar Sehat adalah Pasar Modern.

2. Bakteri E.coliditemukan pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kota Tangerang Selatan yaitu Pasar Jombang (5.59 ± 5.64 log10 cfu/gram),

Pasar Modern (5.38 ± 5.59 log10 cfu/gram), dan Pasar Bukit (5.11 ±5.39

log10 cfu/gram). Keberadaan bakteri E. colipada daging ayam merupakan

ancaman bagi keamanan pangan dan kesehatan masyarakat.

3. Seluruh daging ayam pada Pasar Jombang, Pasar Modern, dan Pasar Bukit

tidak memenuhi BMCM (di atas 10 cfu/gram).

Saran

1. Diharapkan Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Tangerang Selatan

melakukan pengawasan dan pembinaan yang berkelanjutan terhadap pedagang-pedagang tentang pentingnya penerapan higiene sanitasi pada tempat pejualan, peralatan, dan pekerja.

2. Diharapkan Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Tangerang Selatan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan konsumen tentang pemilihan daging ayam yang baik.

(51)

Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology 3rd Edition. Cambridge: RSC Pub.

Adiningsih, MY. 2009. Aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan merak. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Álvarez-Astorga M, Capita R, Alonso-Calleja J, Moreno B, García-Fernández MC. 2002. Microbiological quality of retail chicken by-products in Spain. Meat Science 62:45-50.

[Anonim]. 2005. Amino Acids. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition (41):S12–S18.

[Anonim]. 2011. Sembilan Penyebab wabah bakteri E.coli di Eropa. [terhubung

berkala]. http://lifestyle.infospesial.net/read/1160/9penyebab-wabah-bakteri-e-coli-di-eropa.html. [17 September 2011].

Anna LK, Chandra A. 2011. Bakteri E. coli baru lebih mematikan. [terhubung berkala].http://helath.kompas.com/read/2011/06/03/09451571/Bakteri.E.coli .Baru.Lebih.Mematikan. [23 Januari 2012].

Berg HC. 2004. Eschericia coli in Motion. New York: Springer.

Beauchamp CS, Sofos JN. 2010. Diarheagenic Eschericia coli. Dalam: Kuneja VK, Sofos JN, editor. Pathogens and Toxin in Foods. Washington, DC: ASM Pr.

Bhunia A. 2008. Foodborne Microbial Pathogens. New York: Springer.

Bintoro V. 2009. Peranan Ilmu dan Teknologi dalam Peningkatan Keamanan

Pangan Asal Ternak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008.

Pengujian microbiologi pangan. Info Pengawas Obat dan Makanan 9:1-9.

Bridson EY. 2006. The Oxoid Manual Ed. Ke-9. England: Oxoid.

Buncic S. 2006. Integrated Food Safety and Veterinary Public Health. London: CABI.

(52)

Coombes K, Gilmour M, Goodman C. 2011. The evaluation of virulence in non- O157 Shiga toxin producing Eschericia coli. Frontiers in Microbiology 2:1-3.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Statistik Peternakan 2009. [terhubung berkala]. http://ditjennak.go.id. [17 Februari 2011].

Duffy G. 2006. Emerging Pathogenic E. coli. Dalam Motarjemi Y, Adams M, editor. Emerging Foodborne Pathogens. New York: CRC Pr.

[ECDC] European Centre for Disease Prevention and Control. 2011. Cluster of haemolytic uremic syndrome (HUS) in Bordeaux France. Stockholm: European Centre for Disease Prevention and Control.

Fernandes R. 2009. Microbiology Handbook Meat Products. Surrey:

Leatherhead Food International.

Finney M, Smullen J, Foster HA, Brokx S, Storey DM. 2003. Evaluation of Chromocult agar for detection and enumeration of Enterobacteriaceae from faecal sampel from healthy subjects. Journal Microbiology Methods 5(3):353-358.

Forsythe SJ. 2000. The Microbiology of Safe Food. London: Blackwell Science.

Frank C, Faber MS, Askar M, Bernard H, Fruth A, Gildorf A, Hohle M, Krause G, Prager R, Spode A, Stark K, Werber D. 2011. Large and ongoing outbreak of haemolytic uraemic syndrome Germany, May 2011. [terhubung berkala]. www.eurosurvailance.org. [23 Januari 2012].

Hidayati E, Juli N, Marwani E. Isolasi Enterobacteriaceae pathogen dari makanan

berbumbu dan tidak berbumbu kunyit (Curcuma longa L.) serta uji

pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma longa L.) terhadap pertumbuhan bakteri yang diisolasi. Jurnal Matematika dan Sains 7(2):43-52.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519/Menkes/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

Laury A, Echeverry A, Brashears M. 2009. Fate of Eschericia coli O157:H7 in

Meat. Dalam: Toldra F, editor. Safety of Meat and Processed Meat. Griffin: Springer.

Lukman DW. 2005. Pengujian Jumlah Bakteri pada Bahan Pangan Asal Hewan. Bahan Kuliah. [tidak dipublikasi]. Bogor: Bagian Kesmavet FKH IPB.

Manafi M. 2000. New development in chromogenic and fluorogenic culture media. International Journal Food Microbiology 60:205-218.

Gambar

Tabel 1  Hasil uji IMViC famili Enterobacteriaceae (Adams dan Moss 2008)
Tabel 5 Infeksi E. coli O157:H7 dilaporkan oleh Center for Disease Control and  (CDC) (Manning 2010)
Tabel 6 Kasus HUS dan penderita HUS dengan onset diare sejak 2 Mei 2011 di
Tabel 7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari beberapa fenomena di atas, dalam pelaksanaan PNPM-MP ekonomi bergulir kelompok yang belum optimal, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

Akurasi waktu penyinaran pesawat sinar-X tersebut memiliki penyimpangan terbesar pada titik 100 ms sebesar 1 % sedangkan nilai lolos uji yaitu &lt;10 % berarti

Internal controls and assessing control effectiveness (incl CIS) plus Appendix 1 (Documentation techniques) Appendix 2 (Transaction cycles) &amp; Appendix 5 (Data sources

It is important for an auditor to consider audit and business risk when planning, carrying out and coming to an opinion on the financial statements of a company..

dan pembimbing II Ibu Nurbaity, M.Kom. Bank Syariah merupakan salah satu bank Islam yang fokus utama kegiatan usahanya adalah penyaluran dana berdasarkan prisip

Banyak akun yang membahas tentang Persebaya dan Bonek, namun berdasarkan jumlah followers dan like, akun Bonek Persebaya memiliki followers terbanyak daripada

25 Sehingga, pada pasien hipertensi, penting sekali akan peranan serta dukungan keluarga untuk membantu mengawasi ketaatan pasien dalam minum obat dan melakukan

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan ide atau gagasan melalui proses berpikir kreatif