PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DENGAN SCIENTIFIC APPROACH
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
PROSES SAINS SISWA SMA
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
oleh
Naila Ayadiya
4301410015
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Siswa SMA telah disetujui untuk diajukan dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada:
hari : Senin
tanggal : 11 Agustus 2014.
Semarang, Agustus 2014 Pembimbing
iii
Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA disusun oleh
Naila Ayadiya 4301410015
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada hari Senin, tanggal 11 Agustus 2014.
Panitia Ujian
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. Wiyanto, M. Si. Dra. Woro Sumarni, M. Si.
NIP. 196310121988031001 NIP. 196507231993032001
Penguji I, Penguji II,
Dr. Sri Susilogati Sumarti, M. Si. Drs. Eko Budi Susatyo, M. Si.
NIP. 195711121983032002 NIP. 19651111199031003
Anggota Penguji/
Pembimbing,
Dra. Woro Sumarni, M. Si.
iv
Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2014
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada: 1)Ibu Rianah, Bapak Isnaeni, Mas Amif,
dan Zaida. Terima kasih atas dukungan material dan spiritual sebagai keluarga yang luar biasa.
2)Sahabat – sahabatku, Diana, Dita, Selly, dan Keluarga Sastro Agastya. Terima
kasih telah menjadi teman sekaligus keluarga yang selalu memberikan motivasi.
3)Seluruh teman-teman Jurusan Kimia
vi
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika, Universitas Negeri Semarang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam penyusunan maupun penelitian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis terutama disampaikan pada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang
2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang
3. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
4. Dra. Woro Sumarni, M. Si., selaku pembimbing utama yang telah memberikan ilmu, petunjuk dan bimbingannya sehingga sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
5. Kepala SMA N 1 Kendal yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini. 6. Dra. Wiwik Sri Lestari, selaku guru mata pelajaran kimia kelas XI SMA N 1
Kendal yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNNES yang telah memberikan ilmu yang berharga kepada penulis.
8. Ibu, Bapak dan keluarga yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tidak sanggup rasanya penulis untuk membalas budi dan jasa beliau. Hanya
doa terpanjat semoga Allah SWT memberikan balasan yang sesuai dengan amal kebaikan beliau.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan penelitian yang lebih baik.
.
vii
dengan Scientific Approach untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA. Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Dosen
Pembimbing: Dra. Woro Sumarni, M.Si.
Kata kunci: discovery learning; keterampilan proses sains siswa; scientific approach
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA melalui model pembelajaran discovery learning dengan
scientific approach. Model pembelajaran discovery learning memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan keterampilan proses sains secara mandiri. Scientific approach digunakan agar pengembangan keterampilan sains siswa lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Penelitian terlaksana dalam dua siklus dimana masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dan observasi. Penilaian keterampilan proses sains siswa dilakukan dengan menggunakan instrumen lembar observasi. Hasil analisis deskriptif setelah penerapan model pembelajaran discovery learning
dengan scientific approach ditunjukkan adanya peningkatan nilai keterampilan
proses sains siswa sebesar 17,44% dari siklus I ke siklus II. Kesepuluh indikator keterampilan proses sains yang dinilai adalah mengamati, mengelompokkan atau mengklasifikasikan, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, dan mengkomunikasikan hasil. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning
viii
Improve High School Students’ Science Process Skills. Skripsi, Departement of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Semarang State University. Supervisor: Dra. Woro Sumarni, M.Si.
Keywords: discovery learning; scientific approach; the students’ science process
skills
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... ... 6
1.6 Pembatasan Masalah ... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Model Pembelajaran Discovery Learning ... 9
2.2 Scientific Approach (Pendekatan Ilmiah) ... 12
x
2.7 Kerangka Berpikir ... 28
2.8 Hipotesis Tindakan ... 30
3. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 31
3.2 Sumber Data ... 31
3.3 Teknik dan Alat Pengumpul Data ... 31
3.4 Validasi Data ... 32
3.5 Hasil Uji Coba Instrumen ... 38
3.6 Analisis Data ... 40
3.7 Indikator Kinerja ... 43
3.8 Prosedur Tindakan... 43
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1 Hasil Penelitian ... 46
4.1.1 Pra-penelitian ... 46
4.1.2 Siklus I ... 48
4.1.3 Siklus II ... 55
4.2 Pembahasan ... 61
5. SIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Simpulan ... 66
5.2 Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Indikator dan Sub-indikator KPS ... 16
2.2. Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi ... 22
2.3. Jenis-jenis Sistem Koloid ... 23
3.1 Format Data Analisis Faktor Uji Coba Instrumen ... 33
3.2 Format Tabel Perhitungan Validitas Butir ... 34
3.3 Format Tabel Perhitungan Reliabilitas KPS ... 34
3.4 Ringkasan Anava untuk Perhitungan Reliabilitas Rating ... 36
3.5 Format Tabel Perhitungan Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif ... 37
3.6 Ketentuan Kategori Nilai KPS Siswa ... 42
4.1 Analisis Nilai Ulangan Harian Siswa Kelas XI IPA 1 ... 47
4.2 Analisis Hasil Pretest dan Tes Akhir Siklus I... 53
4.3 Analisis Hasil Afektif Siswa pada Siklus I ... 53
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ... 29
3.1 Urutan Pelaksanaan PTK ... 44
4.1 Nilai Tiap Indikator KPS Siklus I ... 52
4.2 Nilai Tiap Indikator KPS Siklus II ... 59
4.3 Peningkatan Nilai Tiap Indikator KPS pada Siklus I dan II ... 62
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tahun ajaran 2013/2014 adalah awal penerapan kurikulum baru oleh
pemerintah di bidang pendidikan. Kurikulum yang dimaksud adalah
kurikulum 2013 sebagai pengganti dari KTSP yang telah digunakan selama
enam tahun terakhir. Perubahan kurikulum dilakukan sebagai upaya untuk
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia agar dapat bersaing di tingkat
internasional dan juga sebagai usaha untuk mengatasi perubahan yang
terjadi akibat arus globalisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa
(2004: 4) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional senantiasa
harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Penyusunan perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, serta penilaian proses
pembelajaran dengan strategi yang benar harus dipersiapkan dengan cermat
kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Seluruh ilmu yang dipelajari dalam tiap satuan pendidikan
harus mampu memenuhi standar kompetensi lulusan yang diamanatkan oleh
pemerintah.
Pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 mengamanatkan
penggunaan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach)
adalah pendekatan yang menonjolkan dimensi pengamatan, penalaran,
penemuan, pengabsahan, dan penjelasan mengenai suatu kebenaran.
Pendekatan ini memberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam melakukan observasi, bertanya, menalar, dan
mengkomunikasikan pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Melalui tahapan-tahapan dalam pembelajaran yang berpendekatan scientific,
siswa dibimbing secara bertahap untuk mengorganisasikan dan melakukan
penelitian. Proses pembelajaran dengan scientific approach meliputi ranah
kognitif, psikomotorik, dan afektif sehingga dapat membentuk siswa yang
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Ilmu kimia sebagai salah satu mata pelajaran dalam satuan pendidikan
juga harus mampu melaksanakan amanat tersebut. Kimia merupakan ilmu
yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen untuk mencari
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam
Pengenalan ilmu kimia dimulai sejak tingkat SMP, bergabung dengan
biologi dan fisika dalam mata pelajaran IPA. Pembelajaran kimia kemudian
dilanjutkan di tingkat SMA dan menjadi mata pelajaran mandiri yakni mata
pelajaran kimia.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, terlihat bahwa
pembelajaran kimia di SMAN 1 Kendal sudah cukup baik, yakni guru sudah
mengaitkan materi dengan hal-hal yang dialami dan mudah ditemukan siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Sistem pembelajaran yang dilakukan guru
membuat hasil belajar kognitif siswa cukup tinggi, terlihat dari rata-rata
nilai siswa kelas XI pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 adalah
80,75 dimana nilai tersebut lebih dari KKM yang hanya 77.
Peneliti juga telah melakukan wawancara dengan Dra. Wiwik Sri
Lestari sebagai salah satu guru kimia di SMAN 1 Kendal. Menurut Dra.
Wiwik Sri Lestari meskipun sudah dikaitkan dengan hal-hal yang ada dalam
kehidupan sehari-hari siswa masih pasif dalam proses pembelajaran. Guru
berfungsi sebagai sumber belajar utama yang menyajikan pengetahuan
kimia kepada siswa kemudian siswa hanya memperhatikan penjelasan dan
contoh yang diberikan oleh guru tanpa terlibat langsung dalam penemuan
dan pengonstruksian pengetahuan. Kegiatan pembelajaran masih kurang
mengembangkan proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik
dengan guru, dan sumber belajar pada suatu lingkungan. Selain itu,
berdasarkan wawancara dengan siswa, pembelajaran di laboratorium selama
dibenarkan oleh guru mata pelajaran kimia yang menyatakan bahwa
kegiatan praktikum hanya dilakukan pada materi-materi tertentu saja.
Kurangnya kegiatan praktikum menyebabkan rendahnya keterampilan
proses sains siswa.
Berdasarkan permasalahan yang ada, peneliti menerapkan model
pembelajaran discovery learning sebagai upaya meningkatkan keterampilan
proses sains. Model ini mengedepankan peran aktif siswa dalam
pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dalam membantu
siswa menemukan dan mengonstruksikan pengetahuan yang dipelajari.
Siswa bertugas untuk menyimpulkan suatu karakterisitik berdasarkan
simulasi yang telah dilakukan (De Jong & Joolingen, 1998: 180).
Menurut Roestiyah (2001: 20), discovery learning ialah suatu cara
mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Siswa secara aktif menemukan
sendiri konsep-konsep dalam pembelajaran dengan pengarahan secukupnya
dari guru. Proses penemuan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya dengan melakukan kegiatan praktikum di laboratorium. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Kolb (1984), bahwa pengetahuan
secara terus-menerus diperoleh dari pengalaman dan pengujian oleh
individu. Pembelajaran discovery learning memungkinkan proses
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga tertanam dengan baik dalam
Penelitian yang berjudul The Effect of Discovery Learning on
Students’ Success and Inquiry Learning Skills yang dilakukan oleh Ali
Gunay Balim (2009) menunjukkan bahwa penerapan discovery learning
dapat meningkatkan keterampilan inkuiri, kemampuan kognitif, dan daya
ingat siswa. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam penelitian
tersebut dengan mendasarkan kegiatan siswa pada discovery learning dalam
pembelajaran sains penting untuk hasil belajar yang lebih bermakna.
Melalui kegiatan praktikum, siswa memperoleh pengalaman serta
bukti yang melalui proses pengujian oleh dirinya sendiri sehingga mereka
senantiasa mengetahui konsep dari pembelajaran yang dilaksanakan. Proses
menemukan sendiri konsep yang dipelajari akan memberikan motivasi
kepada siswa untuk melakukan penemuan-penemuan lain sehingga minat
belajarnya semakin meningkat. Oleh karena itu, model pembelajaran
discovery learning sesuai jika diterapkan dalam kegiatan praktikum karena
di dalamnya terdapat proses merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan
hasil praktikum. Serangkaian keterampilan dalam praktikum ini dikenal
dengan Keterampilan Proses Sains (KPS).
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan, peneliti
mengidentifikasi masalah yang terkait kekurangan dalam proses
pembelajaran kimia:
(1) Siswa cenderung menunggu materi dari guru sehingga pembelajaran
(2) Keterlibatan siswa selama proses pembelajaran masih kurang.
(3) Guru cenderung memprioritaskan penyampaian materi di kelas daripada
melaksanakan pembelajaran di laboratorium.
(4) Kegiatan praktikum jarang dilaksanakan sehingga keterampilan proses
sains siswa rendah.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka permasalahan yang
akan diteliti adalah:
Apakah keterampilan proses sains siswa dapat meningkat dengan penerapan
model pembelajaran discovery learning dengan scientific approach?
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui adanya peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan
penerapan model pembelajaran discovery learning dengan scientific
approach.
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1.5.1 Manfaat bagi Siswa
(1) Meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
(2) Melatih kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain, guru,
dan lingkungan.
1.5.2 Manfaat bagi Guru
(1) Memberikan informasi atau wacana mengenai model pembelajaran
discovery learning.
(2) Memberikan informasi atau wacana mengenai scientific approach.
(3) Sebagai alternatif bagi guru dalam pembelajaran kimia untuk upaya
peningkatan KPS siswa.
1.5.3 Manfaat bagi Sekolah
Dapat memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan sistem
pembelajaran kimia dan sebagai bentuk inovasi pembelajaran yang dapat
diterapkan pada mata pelajaran lain.
1.5.4 Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti untuk menambah wawasan dan
sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian berikutnya.
1.6
Pembatasan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang
didasarkan pada masalah belajar yang muncul di kelas XI IPA 1, SMAN 1
Kendal. Berdasarkan identifikasi masalah, keterampilan siswa rendah dan
perlu adanya peningkatan.
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan praktikum
berdasarkan sepuluh indikator KPS. Indikator-indikator tersebut meliputi
keterampilan mengamati, mengelompokkan atau mengklasifikasi,
merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan
konsep, dan mengkomunikasikan hasil.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun
ajaran 2013/2014, materi koloid. Materi ini dipilih karena banyak
diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia dan
pemanfaatan serta produk-produknya sering digunakan dalam kehidupan
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Model Pembelajaran
Discovery Learning
Dewasa ini sudah banyak dikembangkan model-model pembelajaran
yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat sangat berperan dalam meningkatkan minat dan
semangat belajar siswa agar lebih aktif dan mencapai pemahaman konsep
yang maksimal.
Model pembelajaran discovery learning pertama kali diperkenalkan
oleh Jerome Bruner yang menekankan bahwa pembelajaran harus mampu
mendorong peserta didik untuk mempelajari apa yang telah dimiliki (Rifa’I
& Anni, 2011: 233). Menurut pandangan Bruner dalam Markaban (2008:
10) belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, di mana
seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang
tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.
Pembelajaran discovery learning memberikan kesempatan kepada siswa
untuk ikut serta secara aktif dalam membangun pengetahuan yang akan
mereka peroleh. Keikutsertaan siswa mengarahkan pembelajaran pada
proses pembelajaran yang bersifat student-centered, aktif, menyenangkan,
dan memungkinkan terjadinya informasi antar-siswa, antara siswa dengan
Model pembelajaran discovery learning berlandaskan pada teori-teori
belajar konstruktivis (Anyafulude, 2013: 2). Menurut pandangan
kostruktivisme, belajar adalah proses aktif siswa dalam mengonstruksi arti,
wacana, dialog, dan pengalaman fisik dimana di dalamnya terjadi proses
asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah
dipelajari (Rifa’i & Anni, 2011: 199).
Dalam pembelajaran discovery learning siswa tidak diberikan konsep
dalam bentuk finalnya, melainkan siswa diajak untuk ikut serta dalam
menemukan konsep tersebut. Siswa membangun pengetahuan berdasarkan
informasi baru dan kumpulan data yang mereka gunakan dalam sebuah
pembelajaran penyelidikan (De Jong & Joolingen, 1998: 193).
Keikutsertaan menemukan konsep dalam pembelajaran memberikan kesan
yang lebih mendalam kepada siswa sehingga informasi disimpan lebih lama
dalam memori para siswa. Proses menemukan sendiri konsep yang
dipelajari juga memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan
penemuan-penemuan lain sehingga minat belajarnya semakin meningkat.
Menurut Syah dalam Kemendikbud (2013: 5), prosedur yang harus
dilaksanakan dalam proses pembelajaran disvovery learning adalah:
(1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan )
Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memberikan
permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa untuk
melakukan penyelidikan yang lebih mengenai permasalahan tersebut.
praktikum, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.
(2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Langkah selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan pada kegiatan
awal. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik
yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk
menemukan suatu masalah. Masalah yang telah ditemukan kemudian
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis.
(3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Hipotesis yang telah dikemukakan, dibuktikan kebenarannya
melalui kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh siswa dengan
bimbingan guru. Pembuktian dilakukan dengan mengumpulkan data
maupun informasi yang relevan melalui pengamatan, wawancara,
eksperimen, jelajah pustaka, maupun kegiatan-kegiatan lain yang
mendukung dalam kegiatan membuktikan hipotesis.
(4) Data Processing (Pengolahan Data)
Data-data yang telah diperoleh selanjutnya diolah menjadi suatu
informasi yang runtut, jelas, dan bermakna. Pengolahan data dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti diacak, diklasifikasikan,
maupun dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
(5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan kebenaran hipotesis awal yang telah dikemukakan.
Pembuktian didasarkan pada hasil pengolahan data yang telah
dilakukan pada tahap sebelumnya.
(6) Generalization (Menarik Simpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi atau penarikan simpulan adalah proses menarik
sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil
verifikasi. Setelah penarikan simpulan, siswa harus memperhatikan
proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran
atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.2
Scientific Approach
(Pendekatan Ilmiah)
Sains bukanlah pengetahuan yang statis melainkan sebuah proses yang
terus menerus tentang penjelajahan dunia dan pencarian untuk mendapatkan
sebuah pengertian yang terpercaya mengenai hal tersebut (Jarrard, 2001: 2).
Sifat dinamis yang dimiliki oleh sains mengharuskan adanya pendekatan
yang sesuai dalam membelajarkan sains kepada siswa. Pendekatan
merupakan langkah-langkah yang diciptakan berorientasi pada pencapaian
Pelaksanaan kurikulum 2013 mengamanatkan pendekatan ilmiah
dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pendekatan ilmiah adalah suatu
pendekatan yang menonjolkan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Oleh karena itu,
proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah harus dilaksanakan
berdasarkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan atau kriteria ilmiah. Menurut
Komara (2013) terdapat beberapa kriteria suatu proses pembelajaran disebut
ilmiah, yakni :
(1) Materi pembelajaran berbasis fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
(2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
(3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
(4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
substansi atau materi pembelajaran.
(5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
(6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
Hasil pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan scientific
(Scientific Approach) diperoleh melalui kegiatan proses mengamati,
menanya, mencoba atau mengumpulkan data dan atau informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013: 5).
Penjelasan masing-masing proses adalah sebagai berikut:
(1) Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan
konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi,
melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
(2) Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun
pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, hukum dan
teori, hingga berpikir metakognitif. Tujuannnya agar siswa memiliki
kemapuan berpikir tingkat tinggi (critical thingking skill) secara kritis,
logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan
diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi
kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide/gagasan
dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah.
(3) Kegiatan mencoba bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan
dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreativitas, dan
keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan,
merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh,
menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk
mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini.
(4) Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan
berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi,
diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan
dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam
kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain
menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori,
menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan
lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan
mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (high
order thinking skills) hingga berpikir metakognitif.
Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah harus mengikuti beberapa
prinsip. Prinsip ini dibuat untuk membimbing guru dalam menyusun
langkah-langkah pembelajaran sehingga pendekatan yang digunakan terarah
dan sesuai. Menurut Kemendikbud (2013: 10) prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
(1) Pembelajaran berpusat pada siswa;
(2) Pembelajaran membentuk students’ self concept;
(4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi
dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip;
(5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa;
(6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru;
(7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi;
(8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
2.3
Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan
keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan
mengembangkan produk sains (Anitah, 2007: 8). KPS menekankan pada
pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan diartikan kemampuan
menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk
mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas.
Indikator dan sub-indikator keterampilan proses sains dapat dilihat
Tabel 2.1 Indikator dan Sub-indikator KPS
No. Indikator Keterampilan Proses Sains Sub-indikator Keterampilan Proses Sains 1 Mengamati - Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
- Mengumpulkan dan menggunakan fakta yang relevan 2 Mengelompokkan atau
klasifikasi
- Mencatat setiap pengamatan secara terpisah - Mencari perbedaan dan persamaan
- Mengontraskan ciri-ciri - Membandingkan
- Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan 3 Menafsirkan - Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
- Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan - Menyimpulkan
4 Meramalkan - Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
- Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati
5 Mengajukan pertanyaan - Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana. - Bertanya untuk meminta penjelasan.
- Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. 6 Merumuskan hipotesis - Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari suatu kejadian.
- Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah.
7 Merencanakan percobaan
- Menentukan alat, bahan dan sumber yang akan digunakan
- Menentukan variabel atau faktor penentu.
- Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat. - Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah
kerja 8 Menggunakan alat dan
bahan
- Memakai alat dan bahan
- Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan. - Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan. 9 Menerapkan konsep - Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru
- Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
10 Mengkomunikasikan hasil
- Mengubah bentuk penyajian
- Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram - Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis - Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
- Membaca grafik atau tabel atau diagram
- Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa.
2.4
Hubungan antara Model Pembelajaran
Discovery Learning
dengan
Scientific Approach
dan Keterampilan Proses Sains
Discovery learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswatidak diberikan pengetahuan dalam bentuk akhir, melainkan siswa berperan
aktif dalam menemukan dan membangun suatu konsep. Proses penemuan
konsep tersebut menggunakan langkah-langkah yang berorientasi pada
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan ilmiah (Scientific
Approach) yang berdasar atas kinerja para ilmuwan dalam menemukan
sesuatu, merupakan pendekatan yang sesuai untuk membimbing siswa
dalam proses penemuan layaknya seorang ilmuwan sehingga apa yang
ditemukan benar-benar terpercaya dan teruji.
Penemuan konsep dalam discovery learning dapat dilakukan melalui
berbagai kegiatan, salah satunya praktikum. Pelaksanaan praktikum yang
dimaksud tidak hanya kegiatan yang membuat siswa memiliki keterampilan
dalam melaksanakan praktikum saja, melainkan keterampilan yang
melibatkan 10 indikator keterampilan proses sains. Siswa dituntut untuk
terlibat dalam proses penemuan sebuah jawaban dari permasalahan yang
diberikan, sehingga keterampilan praktikum siswa dapat disebut sebagai
keterampilan proses sains. Oleh karena itu, dengan menerapkan model
pembelajaran discovery learning dengan scientific approach diharapkan
dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam lingkup materi
2.5
Kajian Penelitian yang Relevan
2.5.1 Scientific Discovery Learning with Computer Simulations of Conceptual Domains
Penelitian yang dilakukan oleh Ton de Jong dan Wouter R. van
Joolingen (1998) membahas mengenai penggunaan simulasi komputer
dalam pembelajaran dengan model Scientific Discovery Learning. Dalam
penelitiannya, De Jong dan Van Joolingen menyampaikan efektivitas dan
efisiensi pembelajaran discovery learning. Menurut mereka, tugas utama
siswa dalam pembelajaran discovery learning adalah mengetahui
karakteristik suatu model berdasarkan simulasi. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa discovery learning dengan simulasi dapat
menumbuhkan inisiatif siswa dalam proses pembelajaran.
2.5.2 The Effect of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry
Learning Skill
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Ali
Gunay Balim (2009) bertujuan untuk mengetahui pengaruh discovery
learning pada kemampuan inkuiri, pencapaian akademik, dan ingatan
mengenai pengetahuan siswa. Objek penelitian adalah siswa kelas VII.
Balim menyatakan bahwa discovery learning adalah sebuah model yang
mendorong siswa untuk menarik simpulan berdasarkan aktivitas dan
pengamatan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Hasil dan simpulan dari
penelitian ini adalah model discovery learning dapat meningkatkan
2.5.3 Studying the Effect of Guided Discovery Learning on Reinforcing the Creative Thinking of Sixth Grade Girl Students in Qom during 2012-2013 Academic Year
Tujuan utama dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali Gholamian
(2013) adalah mempelajari pengaruh guided discovery learning sebagai
salah satu model aktif membelajarkan siswa yang memiliki keterampilan
berpikir kreatif. Penelitian ini dilakukan kepada siswa perempuan kelas VI
yang berjumlah 50 orang. Siswa tersebut kemudian dibagi menjadi kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan
guided discovery learning, sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran
tradisional. Setelah dilakukan analisis data dapat disimpulkan bahwa guided
discovery learning adalah sebuah langkah yang efisien untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kreatif siswa.
2.5.4 Secondary School Students’ Assessment of Innovative Teaching Strategies
in Enhancing Achievement in Physics and Mathematics
Penelitian yang dilakukan oleh Agommuoh dan Ifeanacho (2013)
adalah sebuah penelitian deskriptif untuk meneliti penilaian siswa SMA
terhadap strategi pembelajaran inovatif dalam meningkatkan pencapaian
dalam fisika dan matematika. Pencapaian yang dimaksud meliputi
pengembangan keterampilan proses (mengobservasi, mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan, mengukur, mengestimasi, dan memprediksi),
keterampilan pemecahan masalah dan penyelidikan, berpikir logis,
menghubungkan, dan kreatif. Penelitian dilakukan dengan memilih 190
siswa dari 394 sekolah dengan teknik purposive sampling. Hasilnya adalah
inkuiri, discovery learning, diskusi, bermain peran, simulasi, permainan,
kelompok belajar, brainstorming, dan strategi sejenis dapat meningkatkan
pencapaian dalam fisika dan matematika. Peneliti merekomendasikan
strategi pembelajaran inovatif yang telah diteliti untuk digunakan dalam
proses pembelajaran fisika dan matematika di sekolah.
2.6
Analisis Materi Pokok
Materi koloid memiliki beberapa sub-materi yang harus dipahami
dengan baik oleh siswa. Sub-materi dalam materi pokok koloid adalah
sistem koloid, sifat koloid, dan pembuatan koloid. Pemahaman yang baik
akan diperoleh siswa melalui proses pembelajaran yang efektif. Oleh karena
itu, peneliti menganalisis hal tersebut.
2.6.1 Sistem Koloid
2.6.1.1 Pengertian Sistem Koloid
Campuran adalah penggabungan dua atau lebih zat di mana di
dalam penggabungan ini zat-zat tersebut mempertahankan identitasnya
masing-masing (Chang, 2008: 7). Berdasarkan ukuran partikel terlarut
dalam campuran, campuran dibagi menjadi 3, yaitu larutan, koloid, dan
suspensi (Davis, 2006: 425).
Koloid adalah campuran yang tidak mengendap atau memisah
menjadi fase yang berbeda (Jespersen et all, 2012: 264). Koloid terdiri
atas fase terdispersi dalam ukuran tertentu dalam medium pendispersi.
medium atau zat yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium
pendispersi (pelarut).
Sistem koloid banyak dijumpai dalam bidang kimia terapan dan
kimia industri, baik dalam proses pembuatan maupun hasilnya (Kasmadi
& Gatot, 2008: 253). Hasil-hasil industri ini banyak kita gunakan dan
mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti kosmetik,
detergen, margarin, susu, dan lain sebagainya.
Sistem koloid berbeda dengan larutan maupun suspensi.
Meskipun ketiganya merupakan campuran tetapi ketiganya mempunyai
sifat yang berbeda antar satu dan lainnya. Perbedaan antar campuran
[image:34.595.140.519.422.685.2]tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi
Larutan Koloid Suspensi
Homogen, tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra Homogen secara makroskopis tetapi heterogen jika dilihat dengan mikroskop ultra
Heterogen, baik secara makroskopis maupun mikroskopis
Ukuran partikelnya < 1 nm
Ukuran partikelnya antara 1 nm s.d 1000 nm
Ukuran partikelnya > 1000 nm
Terdiri atas satu fase Terdiri atas dua fase Terdiri atas dua fase
Stabil Pada umumnya stabil
(tidak memisah apabila didiamkan)
Tidak stabil
Tidak dapat disaring menggunakan penyaring biasa maupun penyaring ultra
Hanya dapat disaring menggunakan
penyaring ultra
Dapat disaring
2.6.1.2 Jenis-jenis Koloid
Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi
dan medium pendispersinya. Koloid yang mengandung fase terdispersi
padat disebut sol, koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut
emulsi, dan koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih
[image:35.595.168.527.288.438.2](Parning et all, 2006: 161). Jenis-jenis koloid disajikan pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Jenis-jenis Sistem Koloid
Jenis terdispersi Fase pendispersi Medium Contoh
Busa Gas Cair Buih sabun, krim kocok
Busa padat Gas Padat Batu apung, marshmallow
Aerosol cair Cair Gas Kabut, awan
Aerosol padat Padat Gas Asap, debu di udara, asbut
Emulsi Cair Cair Krim, mayonais, susu
Emulsi padat Cair Padat Mentega, keju
Sol Padat Cair Cat, jelli (agar-agar)
Sol padat Padat Padat Panduan logam, mutiara
(Jespersen et all, 2012: 624)
Selain digolongkan berdasarkan fase terdispersi dan medium
pendispersinya koloid juga dibedakan berdasarkan sifatnya terhadap
pelarutnya. Koloid yang “suka” terhadap pelarutnya disebut koloid liofil,
contohnya adalah kanji, sabun, dan tepung. Sedangkan koloid yang takut
pelarutnya disebut koloid liofob, contohnya adalah sol emas, besi (II)
hidroksida, arsen (III) sulfat, dan lain-lain (Kasmadi & Gatot, 2008: 26).
2.6.2 Sifat-sifat Koloid
Koloid memiliki sifat khas yang berbeda dengan larutan sejati dan
(1) Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah terhamburnya cahaya oleh partikel koloid.
Efek ini sering digunakan untuk membedakan larutan sejati dengan
koloid karena larutan sejati tidak menghamburkan cahaya.
(2) Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak zig-zag partikel koloid. Gerak ini dapat
diamati menggunakan mikroskop ultra. Gerak Brown terjadi akibat
tumbukan yang tidak seimbang antara fase terdispersi dengan medium
pendispersi. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang
menstabilkan koloid karena dengan adanya gerak Brown partikel koloid
dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak terjadi sedimentasi
(Purba, 2004: 288).
(3) Muatan Koloid
a. Elektroforesis
Partikel koloid ada yang bermuatan dan ada yang tidak
bermuatan. Muatan suatu partikel koloid dapat diketahui melalui
elektroforesis. Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid
dalam medan listrik.
b. Adsorpsi
Partikel koloid yang bermuatan dapat menyerap berbagai
macam zat pada permukaan. Penyerapan pada permukaan ini
disebut adsorpsi. Zat yang diadsorpsi bukan hanya ion maupun zat
Kemampuan adsorpsi partikel koloid dimanfaatkan dalam bidang
industri dan kehidupan sehari-hari, antara lain pemutihan gula tebu,
pembuatan norit, penjernihan air, pembuatan deodoran, dan
lain-lain.
(4) Koagulasi
Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi. Koagulasi dapat
terjadi jika terdapat dua sol yang bermuatan bercampur, penetralan
elektroforesis muatan sol oleh elektroda, pemanasan sol, dan
penambahan elektrolit pada sol. Semakin besar valensi suatu elektrolit
semakin mudah menggumpalkan sol (Kasmadi & Gatot, 2008: 27).
Sifat partikel koloid yang dapat terkoagulasi (menggumpal)
dimanfaatkan dalam berbagai proses, contohnya penjernihan air,
penggumpalan karet dalam lateks, dan pembuatan mesin Cotrell pada
pembuangan gas di pabrik-pabrik. Selain itu fenomena pembentukan
delta di muara sungai juga merupakan salah satu contoh peristiwa
koagulasi di alam.
(5) Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid perlu untuk dipecahkan. Akan
tetapi, di lain pihak koloid perlu dijaga supaya tidak menggumpal.
Perlindungan ini dilakukan dengan menambahkan suatu koloid
pelindung, yakni suatu koloid yang ditambahkan dalam sistem koloid
sifat koloid yang dapat digunakan sebagai koloid pelindung adalah
dalam pembuatan es krim, cat, dan tinta.
(6) Dialisis
Dialisis adalah suatu proses untuk menghilangkan ion-ion yang
mengganggu kestabilan koloid. Sistem kerja dialisis adalah dengan
memasukkan sistem koloid ke dalam suatu membran semipermeabel,
yakni membran yang dapat dilewati oleh partikel-partikel kecil seperti
ion dan molekul sederhana tetapi tidak dapat dilewati oleh partikel
koloid. Proses dialisis secara alamiah terjadi dalam proses pemisahan
hasil-hasil metaboliseme dalam darah oleh ginjal. Adaptasi proses ini
dilakukan dalam proses cuci darah bagi penderita penyakit ginjal.
2.6.3 Pembuatan Koloid
Suatu sistem koloid dapat dibuat dari larutan sejati maupun
suspensi (et all, 2006: 170). Pembuatan koloid dari larutan sejati dilakukan
dengan mengelompokkan partikel larutan sejati sehingga berukuran seperti
partikel koloid, cara ini disebut cara kondensasi. Cara kondensasi Parning
pada dasarnya adalah proses pembuatan koloid melalui reaksi kimia terlebih
dahulu (Kasmadi & Gatot, 2008: 27). Sedangkan pembuatan koloid dari
suspensi dilakukan dengan memperkecil partikel suspensi sehingga
berukuran seperti partikel koloid, cara ini disebut cara dispersi. Adapun
penjelasan masing-masing cara pembuatan sistem koloid adalah sebagai
(1) Cara kondensasi
a. Reaksi hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Reaksi ini umumnya
digunakan dalam pembuatan koloi-koloid basa dari suatu garam.
b. Reaksi redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai dengan perubahan
bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi
atau reduksi.
c. Pertukaran ion
Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid
dari zat-zat yang sukar larut (endapan) yang dihasilkan pada reaksi
kimia.
(2) Cara dispersi
a. Cara mekanik (dispersi langsung)
Cara ini dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel fase
terdispersi. Biasanya dilakukan dengan penggilingan atau
penggerusan menggunakan lumpang atau penggiling koloid. Hasil
penggerusan atau penggilingan kemudian diaduk dengan medium
pendispersi.
b. Homogenisasi
c. Peptisasi
Cara ini dilakukan dengan memecah partikel besar dari suspensi
menjadi partikel koloid dengan bantuan zar pemeptisasi (pemecah).
d. Busur Bredig
Mekanisme Busur Bredig merupakan gabungan dari cara dispersi
dan kondensasi. Biasanya digunakan dalam pembuatan sol-sol
logam.
2.7
Kerangka Berpikir
Materi kimia SMA memang membutuhkan pemahaman cukup tinggi
sehingga membuat siswa menjumpai banyak kesulitan dalam memahami
dan mendalaminya. Materi koloid berisi konsep-konsep yang banyak
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi memerlukan pemahaman
yang tinggi dalam mempelajari konsep-konsep tersebut. Pembelajaran yang
cenderung bersifat verbalisme kurang cocok diterapkan dalam materi ini
karena siswa akan cenderung menghafal sehingga lebih mudah lupa. Siswa
akan lebih paham jika melakukan praktikum karena mereka dapat
menemukan dan menguji sendiri konsep yang dipelajari. Berdasarkan
masalah pembelajaran tersebut, peneliti menyusun suatu kerangka berpikir
mengenai penerapan model pembelajaran discovery learning dengan
scientific approach untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa
SMA. Penerapan model dan pendekatan ini mendorong siswa untuk aktif
psikomotorik siswa karena siswa diajak untuk menemukan konsep melalui
berbagai kegiatan.
Masalah pembelajaran kimia di SMAN 1 Kendal
- Hasil belajar kognitif sudah baik ( > KKM 77)
- Siswa kurang aktif dalam pembelajaran - Kegiatan praktikum jarang dilakukan - Hasil belajar psikomotorik kurang
Keterampilan psikomotorik siswa perlu ditingkatkan
Penerapan model pembelajaran discovery learning
dengan scientific approach untuk meningkatkan
ketrampilan psikomotorik siswa melalui sepuluh indikator KPS
Keterampilan psikomotorik siswa meningkat Penelitian
Tindakan Kelas
Observasi Wawancara
[image:41.595.131.536.178.669.2]XI IPA 1
2.8
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir, maka hipotesis
tindakan penelitian ini adalah penerapan model discovery learning dengan
31
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang
dilakukan di kelas XI IPA 1 SMAN 1 Kendal tahun ajaran 2013/2014.
Teknik pemilihan kelas berdasarkan pertimbangan dari guru pengampu dan
pengamatan peneliti selama kegiatan PPL karena siswa kelas XI IPA 1
kurang aktif dalam pembelajaran dan KPS yang rendah sehingga perlu
ditingkatkan. Siswa kelas XI IPA 1 berjumlah 36 orang, terdiri atas 16 siswa
laki-laki dan 20 siswa perempuan.
3.2
Sumber Data
Data dalam penelitian ini meliputi penilaian psikomotorik siswa pada
keterampilan proses sains, penilaian afektif yang didasarkan pada hasil
pengamatan selama pembelajaran, dan penilaian kognitif siswa setelah
pembelajaran yang diperoleh melalui ulangan pada akhir bab.
3.3
Teknik dan Alat Pengumpul Data
3.3.1 Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan dokumen atau
data-data yang mendukung penelitian. Pengumpulan data meliputi daftar
nama siswa kelas XI IPA 1, nilai ulangan harian semester I, dan wawancara
3.3.2 Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui kinerja siswa
dalam melaksanakan praktikum di laboratorium dan sikap siswa dalam
pembelajaran. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar
pengamatan yang telah melalui tahap validasi dan dilakukan oleh tiga
pengamat. Kisi-kisi lembar pengamatan kinerja di laboratorium
dikembangkan berdasarkan sepuluh indikator KPS dalam lingkup materi
koloid.
3.3.3 Tes
Metode tes digunakan untuk mengetahui pencapaian siswa dalam
aspek kognitif setelah pembelajaran. Tes yang diberikan berupa soal uraian
yang diberikan setiap akhir siklus.
3.4
Validasi Data
3.4.1 Validitas Instrumen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Pengujian validitas instrumen non-tes dilakukan secara expert validity
yaitu validitas yang disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan serta
disetujui oleh ahli (Widodo, 2009: 60). Dalam hal ini ahli yang dimaksud
yaitu dosen dan guru pengampu.
Instrumen lembar observasi yang telah disetujui oleh para ahli
diujicobakan untuk mendapatkan validitas instrumen dan validitas butirnya.
Data yang telah ditabulasikan dilanjutkan dengan analisis faktor, yaitu
dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen. Analisis faktor
(1) Mengklasifikasikan faktor-faktor sesuai instrumen yang digunakan.
Pada lembar observasi yang telah dibuat dengan 18 butir,
diklasifikasikan butir-butir tersebut kedalam 3 (tiga) faktor yaitu:
persiapan praktikum (faktor 1), pelaksanaan praktikum (faktor 2), dan
pelaporan praktikum (faktor 3). Dimana faktor 1 terdiri atas lima butir,
faktor 2 terdiri atas tujuh butir, dan faktor 3 terdiri atas lima butir.
(2) Membuat tabel analisis faktor berdasarkan pengklasifikasian faktor
yang telah dibuat sebelumnya.
Tabel 3.1 Format Data Analisis Faktor Uji Coba Instrumen
No. Res.
Skor Faktor 1 untuk Butir No: Jml
1 (X1)
Skor Faktor 2 untuk Butir No: Jml
2 (X2)
Skor Faktor 3
untuk Butir No: Jml 3 (X3)
Jml Skor Total (Y) 1 2 3 4 5 6 7 8 ... 12 13 14 ... 18
R-01 R-02 R-03 R-04
R-05
(3) Menghitung korelasi antara jumlah faktor 1 (X1) dengan jumlah total
(Y) sebagai ry1, jumlah faktor 2 (X2) dengan jumlah total (Y) sebagai
Ry2 dan jumlah faktor 3 (X3) dengan jumlah total (Y) sebagai Ry3. Bila
korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya lebih dari 0,3 maka
faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat (Sugiyono, 2010: 178).
(4) Menghitung korelasi antara skor butir dengan skor total (Y) untuk
mendapatkan validitas butir. Sesuai jumlah butir, maka ada 17 koefisien
dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid sehingga
harus diperbaiki (Sugiyono, 2010: 179).
Perhitungan korelasi sederhana dihitung menggunakan rumus:
∑ (∑ ) ∑ √{ ∑ ∑ } { ∑ ∑ }
(Sudjana, 2005: 369)
Keterangan :
ryi = korelasi antara Xi dengan Y
N = jumlah responden
∑ = jumlah total Xi.Y
∑ = jumlah total Xi
∑ = jumlah total Y
∑ = jumlah kuadrat total Xi
[image:46.595.203.438.414.520.2]∑ = jumlah kuadrat total Y = 1, 2, 3
Tabel 3.2 Format Tabel Perhitungan Validitas Butir
No. Item Rhitung Rkritis Keputusan
R1y 0,3 Valid/ Tidak valid
R2y 0,3 Valid/ Tidak valid
R3y 0,3 Valid/ Tidak valid
... 0,3 Valid/ Tidak valid R17y 0,3 Valid/ Tidak valid
R18y 0,3 Valid/ Tidak valid 3.4.2 Reliabilitas Instrumen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Pengujian reliabilitas lembar observasi menggunakan pengujian
reliabilitas Raters dengan tiga observer. Data kemudian ditabulasikan
[image:46.595.152.471.659.742.2]seperti dalam Tabel 3.3,
Tabel 3.3 Format Tabel Perhitungan Reliabilitas KPS
Responden Nilai Observer ΣXp (ΣXp)2
Rater 1 Rater 2 Rater 3 Rater 4
R1 x1 x10 x19 X28 ΣX1 (ΣX1)2
R2 x2 x11 x20 X29 ΣX2 (ΣX2)2
R4 x4 x13 x22 X31 ΣX4 (ΣX4)2
R5 x5 x14 x23 X32 ΣX5 (ΣX5)2
R6 x6 x15 x24 X33 ΣX6 (ΣX6)2
R7 x7 x16 x25 X34 ΣX7 (ΣX7)2
R8 x8 x17 x26 x35 ΣX8 (ΣX8)2
R9 x9 x18 x27 x36 ΣX9 (ΣX9)2
ΣXp ΣXA ΣXB ΣXC
Σ(ΣXp) Σ(ΣXp)2
(ΣXp)2 (ΣXA)2 (ΣXB)2 (ΣXC)2
(Mardapi, 2000: 18)
Keterangan:
R1/ 2/ 3.. = responden atau subjek A/ B/ C = observer
x1/ 2/ 3... = nilai dari para observer np = jumlah responden
nr = jumlah raters atau observer
kemudian dihitung dengan rumus:
(1) Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = ( ∑ ∑
dbt = (np x nr) – 1
(2) Jumlah Kuadrat antar Raters (JKt)
JKt = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
dbt = nr – 1
(3) Jumlah Kuadrat antar Subjek (JKs)
JKs = ∑ ∑ ∑ ∑
dbt = np– 1
(4) Jumlah Kuadrat Residu (JKr)
JKr = JKT ─ JKt ─ JKs
Tabel 3.4 Ringkasan Anava untuk Perhitungan Reliabilitas Rating
Variasi JK Db MK
JKT ... (np × nr) - 1 ─
JK antar raters ... nr - 1 ─
JKs ... np - 1
(Vp)
JKr ... (np - 1) × 2
(Ve)
(Mardapi, 2000: 19)
Reliabilitas instrumen penilaian untuk seorang rater atau observer:
Sedangkan untuk besarnya reliabilitas rerata dari tiga rater atau observer
adalah:
Keterangan:
R11 = reliabilitas penilaian untuk seorang rater atau observer Rkk = reliabilitas rerata dari ketiga rater atau observer
Vp = varian untuk responden
Ve = varian untuk kesalahan
k = jumlah rater atau observer
3.4.3 Validitas Instrumen Penilaian Kognitif dan Afektif
Perangkat tes dikatakan telah memenuhi validitas konstruk setelah
diuji secara construct validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan
kurikulum dan dikonsultasikan serta disetujui oleh ahli (Sugiyono, 2010:
3.4.4 Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif
Penilaian dalam ranah kognitif menggunakan soal essay. Reliabilitas
instrumen dihitung dengan menggunakan Cronbach Alpha. Data yang
diperoleh ditabulasikan seperti dalam Tabel 3.5,
Tabel 3.5 Format Tabel Perhitungan Reliabilitas Instrumen
Penilaian Kognitif No.
Responden
Skor Jawaban
TOTAL TOTAL2
1 2 3 ... 25
R-01 R-02
… …
R-36 Jumlah Jumlah2
Kemudian dihitung dengan rumus:
[ ] [ ∑ ]
Keterangan:
r = koefisien reliabilitas instrumen (cronbach alpha)
k = banyaknya butir soal
∑ = total varians butir = total varians
a) Varians butir dihitung dengan cara sebagai berikut:
∑ ∑
b) Total varians dihitung dengan cara sebagai berikut:
∑ ∑
3.4.5 Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif
Reliabilitas untuk instrumen lembar observasi menggunakan rumus
Spearman Rank yaitu dengan pemberian rangking pada variabel yang akan
diukur, rumus yang digunakan yaitu :
Keterangan:
: reliabilitas instrumen : jumlah objek yang diamati : beda peringkat pengamat 1 dan 2
(Sugiyono, 2006: 229)
3.5
Hasil Uji Coba Instrumen
3.5.1.Validitas Instrumen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Instrumen yang telah disetujui para ahli diuji cobakan pada kelas uji
coba. Data yang telah ditabulasikan dilanjutkan dengan analisis faktor, yaitu
dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dengan menggunakan
rumus: ∑ (∑ ) ∑ √{ ∑ ∑ } { ∑ ∑ }
.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh:
1) Koefisien korelasi antara X1 dengan Y (ry1) = 0,733392
2) Koefisien korelasi antara X2 dengan Y (ry2) = 0,351835
Karena ry1, ry2, dan ry3 ≥ 0,3 maka instrumen lembar observasi dapat
dikatakan memiliki konstruk yang kuat.
Validitas butir didapat dengan menghitung korelasi antara skor butir
dengan skor total (Y). Sesuai jumlah butir, maka ada 18 koefisien korelasi
yang perlu dihitung. Bila harga korelasi dibawah 0,30 maka dapat
disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid sehingga harus
diperbaiki (Sugiyono, 2009: 179).
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nomor butir 5, 8, 12, 14
dan 15 memiliki koefisien korelasi < 0,3 sehingga dinyatakan tidak valid.
Butir yang tidak valid ini diperbaiki karena mewaliki indikator KPS yang
diajarkan.
3.5.2.Reliabilitas Instrumen Penilaian Keterampilan Proses Sains
Pengujian reliabilitas lembar observasi menggunakan pengujian
reabilitas Raters dengan tiga observer (Mardapi, 2000: 18). Setelah
dilakukan analisis data terhadap nilai KPS pada kelas uji coba, diketahui
reliabilitas untuk seorang rater atau observer sebesar 0,704083 dan
reliabilitas dari tiga observer sebesar 0,92246. Dengan α = 5% pada n = 36,
diperoleh rtabel = 0,32. Nilai rhitung ≥ rtabel sehingga dapat dikatakan bahwa
instrumen sudah reliabel. Reliabilitas raters menunjukkan kesepahaman
antar tiga observer sehingga dengan menggunakan instrumen ini hasil
3.5.3.Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif
Penilaian dalam ranah kognitif menggunakan soal essay. Reliabilitas
instrumen dihitung dengan menggunakan Cronbach Alpha.
Data yang diperoleh ditabulasikan kemudian dihitung dengan rumus
reliabilitas Cronbach-Alpha. Hasil perhitungan pada α=5% dengan n=36
diperoleh rhitung = 0,794. Karena rhitung > 0,6 jadi instrumen reliabel.
3.5.4 Reliabilitas Instrumen Penilaian Afektif
Reliabilitas untuk instrumen lembar observasi afektif menggunakan
rumus Spearman Rank yaitu dengan pemberian rangking pada variabel yang
akan diukur. Perhitungan menunjukkan rho hitung=0,556. Nilai rho hitung >
0,399 sehingga lembar pengamatan reliabel dan terjadi kesepakatan antara
pengamat I dan II.
3.6
Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengolah data yang diperoleh setelah
mengadakan penelitian, sehingga didapat suatu kesimpulan tentang keadaan
yang sebenarnya dari obyek yang diteliti. Analisis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.6.1.Uji Normalitas Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa
Uji kenormalan dilakukan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak
menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Uji statistik
∑
(Sudjana, 2005: 273)
Keterangan :
X2 = chi kuadrat
Oi = frekuensi hasil pengamatan Ei = frekuensi yang diharapkan K = banyaknya kelas
Harga X2hitung yang diperoleh dikonsultasikan dengan X2tabel dengan
taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (dk) = k – 3. Data berdistribusi
normal jika X2hitung < X2tabel (Sudjana, 2005: 273).
Setelah perhitungan diketahui bahwa data berdistribusi normal,
maka dilakukan uji statistika parametrik.
3.6.2.Uji Peningkatan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai KPS siswa
telah mengalami peningkatan secara signifikan. Rumus yang digunakan
sebagai berikut:
√ ⁄
(Sugiyono, 2010: 96)
Keterangan:
Sd = standar deviasi n = banyaknya siswa B = selisih rata-rata
Hipotesis yang diuji dalam analisis ini yaitu :
Ha : µ2≥ µ1 (nilai KPS meningkat secara signifikan)
Melalui uji pihak kiri, apabila thitung > ttabel dengan dk = n-1, maka
peningkatan nilai keterampilan proses sains siswa signifikan atau berarti.
3.6.3.Analisis Presentase Peningkatan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui presentase peningkatan
nilai KPS siswa dari siklus I ke siklus II, dihitung dengan rumus berikut ini:
Keterangan:
= rata-rata nilai KPS siswa siklus I
= rata-rata nilai KPS siswa siklus II
3.6.4.Kategorisasi Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa
Nilai KPS siswa dikonversikan pada skala 0 – 100 terlebih dahulu
dengan rumus sebelum nilai dikategorisasi:
(Sudjana, 2005: 47)
Kemudian nilai yang sudah dikonversikan, dikategorisasi sesuai ketentuan
[image:54.595.248.407.633.717.2]pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Ketentuan Kategori Nilai KPS Siswa
Rentang Nilai Kategori
85 ≤ x Sangat Baik
3.6.4 Analisis Ketercapaian Indikator Keberhasilan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui presentase ketercapaian
klasikal (keberhasilan kelas). Rumus yang digunakan untuk mengetahui
presentase ketercapaian indikator keberhasilan yaitu:
Keterangan:
n = jumlah seluruh siswa
X = jumlah siswa
(Anonim dalam Melly, 2009: 40)
3.7
Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini adalah lebih dari
sama dengan 70% dari jumlah siswa kelas XI IPA 1 mendapat nilai
keterampilan proses sains siswa dalam kategori minimal baik. Hal ini berarti
minimal 22 dari 36 siswa kelas XI IPA 1 mendapat nilai keterampilan
proses sains lebih dari sama dengan 75.
3.8
Prosedur Tindakan
Prosedur penelitian tindakan kelas pada penelitian ini didasarkan pada
pendekatan yang dikembangkan oleh Lewin yang terdiri atas perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi (Arikunto, 2006: 92). Adapun rancangan
Gambar 3.1 Urutan Pelaksanaan PTK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam dua siklus dimana setiap siklus terdiri atas empat langkah yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting). Berikut penjelasan mengenai empat tahap tersebut:
1. Perencanaan (Planning)
Langkah perencanaan merupakan skenario yang dilakukan untuk
melakukan tindakan, dimana di dalamnya dilakukan kolaborasi antara
peneliti dengan guru pengampu. Perencanaan tindakan meliputi
pembuatan RPP, persiapan bahan ajar, persiapan media pembelajaran,
dan instrumen penilaian.
Observasi Permasalahan Perencanaan
Tindakan
Pengamatan
Refleksi Perencanaan
Tindakan
Pengamatan
Refleksi
Siklus I
2. Tindakan (Acting)
Langkah tindakan merupakan implementasi dari apa yang telah
direncanakan. Dalam penelitian ini tindakan untuk tiap siklus adalah
mengajarkan keterampilan praktikum sebagai keterampilan proses sains
dengan model pembelajaran discovery learning dengan scientific
approach.
3. Pengamatan (Observing)
Pelaksanaan tindakan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan, dan
pengamatan dilakukan oleh tiga pengamat untuk menghindari
subjektivitas. Pengamatan dilakukan dengan instrumen lembar
observasi beserta panduan penilaian.
4. Refleksi (Reflecting)
Langkah refleksi merupakan langkah dimana pada tahap ini dianalisis
kemajuan keterampilan proses sains siswa dan kendala-kendala yang
muncul ketika dilaksanakan tindakan untuk perbaikan pada siklus
46
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terlaksana dalam dua siklus dan
dilakukan pada 6 Mei 2014 sampai 30 Mei 2014 pada materi koloid.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh data hasil penelitian
berupa angka-angka yang dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya
peningkatan KPS siswa setelah model pembelajaran discovery learning
dengan scientific approach diterapkan dalam pembelajaran. Data-data
tersebut meliputi hasil observasi KPS siswa, hasil tes kognitif, dan hasil
observasi afektif yang dilaksanakan selama penelitian.
4.1.1 Pra-penelitian
Penelitian ini diawali dengan kegiatan pra-penelitian sebelum masuk
ke siklus I. Kegiatan pra-penelitian bertujuan untuk mengetahui masalah
belajar siswa secara spesifik. Kolaborasi dengan guru pengampu dilakukan
dalam kegiatan ini karena guru pengampu merupakan pihak yang paling
mengetahui keadaan siswa.
Identifikasi masalah belajar siswa dilakukan melalui dokumentasi
nilai, observasi,