• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Audience Terhadap Product/Brand Placement dalam Acara Televisi (Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Audience Terhadap Product/Brand Placement dalam Acara Televisi (Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di Kota Medan)"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

AUDIENCE

TERHADAP

PRODUCT/BRAND PLACEMENT

DALAM ACARA TELEVISI

(Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di kota Medan)

TESIS

OLEH

SUBAMBANG H

077019111/IM

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

AUDIENCE

TERHADAP

PRODUCT/BRAND PLACEMENT

DALAM ACARA TELEVISI

(Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di kota Medan)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Megister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUBAMBANG H

077019111/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP AUDIENCE

TERHADAP PRODUCT/BRAND PLACEMENT PADA ACARA TELEVISI

(Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di Kota Medan)

Nama Mahasiswa : Subambang H

Nomor Pokok : 077019111

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Paham Ginting, M.S.) (

Ketua Anggota

Dr. Endang S Rini, MSi)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Paham Ginting, M.S.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Paham Ginting, M.S. Anggota : 1. Dr. Endang S. Rini, M.Si.

(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP AUDIENCE TERHADAP PRODUCT/BRAND PLACEMENT

DALAM ACARA TELEVISI

(Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di kota Medan)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

AUDIENCE TERHADAP PRODUCT/BRAND PLACEMENT DALAM

ACARA TELEVISI (Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di kota

Medan).

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.

Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.

Medan, Desember 2011 Yang membuat pernyataan,

(6)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP AUDIENCE TERHADAP PRODUCT/BRAND

PLACEMENT DALAM ACARA TELEVISI

(STUDI KASUS PEMIRSA BUKAN EMPAT MATA DI KOTA MEDAN) ABSTRAK

Product/brand placement bukan merupakan hal baru dalam dunia pemasaran, termasuk di Indonesia setidaknya beberapa tahun terakhir. Dalam dunia perfilman di Amerika Serikat praktek ini pun sudah bisa ditemukan pada tahun 1920 an oleh perusahaan rokok, sedangkan sebuah fenomena product/brand placement yang dianggap sebagai salah satu puncak keberhasilan metode ini adalah film E.T: The Extra-Terrestrial pada tahun 1982 yang menampilkan permen Reese’s Pieces. Aplikasi product/brand placement dapat ditemukan secara luas di berbagai variasi medium mulai dari film, acara televisi dengan berbagai format tayangan, komik, video games, video klip, dll. Di Indonesia berbagai format acara televisi sudah mulai menjalankan product/brand placement seperti pada ‘Akademi Fantasi Indosiar’ AFI), ‘Indonesian Idol’, ‘Mamamia Show’, ‘Kontes Dangdut Indonesia (KDI)’, ‘ Bukan Empat Mata’, ‘Katakan Cinta’, ‘I-Gosip’ & ‘Cek & Ricek’ serta berbagai acara populer yang lain. Dalam aplikasinya terdapat tantangan bagi sponsor maupun perusahaan terkait (baik itu

production house, perusahaan televisi/broadcaster, percetakan, grup musik, dll) untuk bisa mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi sikap audience terhadap product/brand placement serta seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang ada. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey. Adapun sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory reseach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 101 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hasil uji serempak (Uji F) menunjukkan bahwa product familiarity, star linking/endorser, program involvement, attention, acceptance, reference serta interest berpengaruh signifikan terhadap sikap audience atas product/brand placement pada acara televisi. Secara parsial (uji t) diketahui bahwa product familiarity, star linking/endorser, program involvement,acceptance dan interest mempengaruhi sikap audience atas

product/brand placement sedangkan dua faktor yang lain yaitu, attention dan reference berpengaruh tidak signifikan terhadapsikap audience atas product/brand placement pada acara televisi.

(7)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING AUDIENCE ATTITUDES OF PRODUCT/BRAND PLACEMENT IN TELEVISION

(CASE STUDY AUDIENCE BUKAN EMPAT MATA IN MEDAN) ABSTRACT

Product/brand placement is not such a new matter in the marketing world, including in Indonesia in the last few years. These practice have been conducted at 1920 by cigarette’s company in USA, while on the success story can be found on E.T (Extra-Terrestrial): the movie by 1982 presenting Reese's Pieces candy.Product/brand placement can be found widely in various medium starting from movies, TV shows, comics,games, video clip, etc. Today, various TV shows like ‘Akademi Fantasi Indosiar (AFI)’, ‘Indonesian Idol’,‘Mamamia Show’, ‘Kontes Dangdut Indonesia (KDI)’, Bukan Empat Mata’, ‘Katakan Cinta’,‘I-Gosip’ & ‘Cek &Ricek’ are popular to advertise and become alternative medium for product / brand placement. In order to make the right decisions by conducting product/brand placement especially in TV shows, the company should know & understand several factors that influence audience attitude towards product/brand placement. This research using descriptive quantitative research, case study type, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responder 101 people.The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).Based on article entitled ‘audience attitude towards product placement in movies: a case from Turkey’ as a referred journal, the result of the research conducted have been formed seven factors influencing attitude of audience toward product/brand placement. The seven factors are product familiarity, star linking/endorser, program involvement,‘attention’, ‘acceptance’,‘reference’ and ‘interest’ with total variance explained equal to 75,7%. By conducting double linear regression analysis for this research, there are five factors influencing audience attitude toward product/brand placement. Five among other formed factors have several similar variables with the factor in the referred journal, while the two other factors compiled with only two variable/statement item for each

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, kehadirat ALLAH SWT, atas segala Karunia dan limpahan Rahmat-Nya dan shalawat beriring salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian tesis ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah: “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Audience terhadap Product/Brand Placement Dalam Acara Televisi (Studi Kasus Pemirsa Bukan Empat Mata di Kota Medan).”

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang mendukung, membantu, dan memberikan sumbangannya kepada penulis baik moril maupun materil selama proses pembuatan Tesis ini yang penulis tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdulrahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai ketua pembimbing atas bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini

(9)

4. Ibu Dr. Prihatin L. Raja, MSi selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Manajemen S3 dan juga selaku anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan dalam penulisan tesis.

5. Ibu Dr. Arlina Nurbaity, SE,MBA selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Manajemen (S2) dan juga selaku anggota Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan dalam penulisan tesis. 6. Bapak Drs. Syahyunan, Msi selaku anggota Komisi Pembanding yang juga

telah banyak memberikan masukan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda tercinta Tumin Harsono dan Ibunda tersayang (Alm) Nuryati.

8. Istri tersayang Jusmayarni Dalimunthe, SE.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca.

Medan, Desember 2011 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Subambang H, lahir di Pematang Siantar Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Desember 1978, anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan ayahanda Tumin Harsono dan Ibunda (alm) Nuryati. Menikah pada tahun 2003 dengan Jusmayarni Dalimunthe, SE dan dikaruniai dua orang anak yang bernama Khairunnisa P. Aurelia dan Muhammad Khohar.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Let.jend Jamin Ginting Berastagi Kabupaten Karo lulus pada tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi Kab. Karo lulus tahun 1994, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Berastagi Kab. Karo lulus tahun 1997, selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Ekonomi USU lulus tahun 2002, melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU Medan.

(11)
(12)

3.4. Metode Pengumpulan Data --- 52

3.5. Jenis dan Sumber Data --- 52

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel --- 53

3.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis --- 53

3.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis --- 54

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen --- 58

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Product/Brand Spending in Media --- 3

3.1. Definisi Variabel dan Indikator Hipotesis --- 56

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Product/Brand Familiarity (X1) --- 59

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Star Linking/Endorser (X2) --- 60

3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Program Involvement (X3) --- 61

3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Acceptance (X4) --- 62

3.6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Attention (X5) --- 63

3.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Reference (X6) --- 64

3.8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Interest (X7) --- 65

3.9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Variabel Sikap Audience atas Product/Brand Placement (Y) --- 65

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin --- 80

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur --- 81

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan --- 81

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir - 82 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal (Domisili) --- 83

4.6. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Product/Brand Familiarity (X1) --- 84

4.7. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Star Linking/ Endorser (X2) --- 85

4.8. Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Program Involvement (X3) --- 91

(15)
(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Produt/Brand Placement Spending in Media --- 3

2.1. Kerangka Konseptual --- 47

4.1. Logo Trans7 --- 74

4.2. Hasil Uji Normalitas Hipotesis --- 106

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian --- 125

2 Deskriptif Statistik --- 132

3 Hasil Uji Normalitas Hipotesis --- 133

4 Hasil Uji Multikolinieritas Hipotesis --- 135

5 Hasil Uji Heteroskredastisitas Hipotesis --- 136

(18)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP AUDIENCE TERHADAP PRODUCT/BRAND

PLACEMENT DALAM ACARA TELEVISI

(STUDI KASUS PEMIRSA BUKAN EMPAT MATA DI KOTA MEDAN) ABSTRAK

Product/brand placement bukan merupakan hal baru dalam dunia pemasaran, termasuk di Indonesia setidaknya beberapa tahun terakhir. Dalam dunia perfilman di Amerika Serikat praktek ini pun sudah bisa ditemukan pada tahun 1920 an oleh perusahaan rokok, sedangkan sebuah fenomena product/brand placement yang dianggap sebagai salah satu puncak keberhasilan metode ini adalah film E.T: The Extra-Terrestrial pada tahun 1982 yang menampilkan permen Reese’s Pieces. Aplikasi product/brand placement dapat ditemukan secara luas di berbagai variasi medium mulai dari film, acara televisi dengan berbagai format tayangan, komik, video games, video klip, dll. Di Indonesia berbagai format acara televisi sudah mulai menjalankan product/brand placement seperti pada ‘Akademi Fantasi Indosiar’ AFI), ‘Indonesian Idol’, ‘Mamamia Show’, ‘Kontes Dangdut Indonesia (KDI)’, ‘ Bukan Empat Mata’, ‘Katakan Cinta’, ‘I-Gosip’ & ‘Cek & Ricek’ serta berbagai acara populer yang lain. Dalam aplikasinya terdapat tantangan bagi sponsor maupun perusahaan terkait (baik itu

production house, perusahaan televisi/broadcaster, percetakan, grup musik, dll) untuk bisa mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi sikap audience terhadap product/brand placement serta seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang ada. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey. Adapun sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory reseach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 101 orang. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hasil uji serempak (Uji F) menunjukkan bahwa product familiarity, star linking/endorser, program involvement, attention, acceptance, reference serta interest berpengaruh signifikan terhadap sikap audience atas product/brand placement pada acara televisi. Secara parsial (uji t) diketahui bahwa product familiarity, star linking/endorser, program involvement,acceptance dan interest mempengaruhi sikap audience atas

product/brand placement sedangkan dua faktor yang lain yaitu, attention dan reference berpengaruh tidak signifikan terhadapsikap audience atas product/brand placement pada acara televisi.

(19)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING AUDIENCE ATTITUDES OF PRODUCT/BRAND PLACEMENT IN TELEVISION

(CASE STUDY AUDIENCE BUKAN EMPAT MATA IN MEDAN) ABSTRACT

Product/brand placement is not such a new matter in the marketing world, including in Indonesia in the last few years. These practice have been conducted at 1920 by cigarette’s company in USA, while on the success story can be found on E.T (Extra-Terrestrial): the movie by 1982 presenting Reese's Pieces candy.Product/brand placement can be found widely in various medium starting from movies, TV shows, comics,games, video clip, etc. Today, various TV shows like ‘Akademi Fantasi Indosiar (AFI)’, ‘Indonesian Idol’,‘Mamamia Show’, ‘Kontes Dangdut Indonesia (KDI)’, Bukan Empat Mata’, ‘Katakan Cinta’,‘I-Gosip’ & ‘Cek &Ricek’ are popular to advertise and become alternative medium for product / brand placement. In order to make the right decisions by conducting product/brand placement especially in TV shows, the company should know & understand several factors that influence audience attitude towards product/brand placement. This research using descriptive quantitative research, case study type, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responder 101 people.The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).Based on article entitled ‘audience attitude towards product placement in movies: a case from Turkey’ as a referred journal, the result of the research conducted have been formed seven factors influencing attitude of audience toward product/brand placement. The seven factors are product familiarity, star linking/endorser, program involvement,‘attention’, ‘acceptance’,‘reference’ and ‘interest’ with total variance explained equal to 75,7%. By conducting double linear regression analysis for this research, there are five factors influencing audience attitude toward product/brand placement. Five among other formed factors have several similar variables with the factor in the referred journal, while the two other factors compiled with only two variable/statement item for each

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Product/brand placement bukan merupakan suatu hal yang asing lagi dalam dunia pemasaran. Product/brand placement merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh banyak perusahaan periklanan maupun perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadaan produk seolah-olah menjadi bagian dari suatu tayangan.

Secara umum konsep ini hampir disebut mirip dengan strategi sponsorship, namun hal yang membedakan product/brand placement adalah bahwa keberadaannya tidak menyebutkan kata sponsor dalam tampilan film atau acara televisi yang diikutinya karena tampil sebagai bagian dari acara/tayangan.

Product/brand placement telah menjadi sebuah alternatif yang menarik terhadap iklan tradisional. Product/brand placement sebagai suatu praktek penempatan sebuah produk yang bermerek, kemasan. atau barang-barang bermerek dagang lainnya ke dalam suatu film, program televisi, maupun media lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan ingatan akan merek dan secara singkat dapat mempermudah dalam pengenalan suatu produk di suatu lokasi pembelian.

Penelitian tentang product/brand placement sendiri telah banyak dilakukan sejak tahun 90-an. Beberapa studi penelitian telah membahas tentang karakteristik dari audience dan hubungannya atau pengaruhnya terhadap sikap audience atas

(21)

audience atau konsumen yang diwakili oleh product familiarity (tingkat kefamiliaran atau pengetahuan akan produk tertentu) dan involvement (keterkaitan yang dimiliki konsumen dengan sesuatu hal) merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi sikap konsumen atas iklan. (Payne, 2001: 15). Hasil penelitian ini dapat juga diterapkan dalam konteks product/brand placement. Sikap audience terhadap product/brand placement juga turut dipengaruhi oleh tingkat keterkaian audience dengan program yang ditayangkan (program involvement), yang berkaitan dengan genre suatu program dan aktor-aktor yang ada dalam tayangan program tersebut (Norris dan Colman, 2003). Semakin tinggi tingkat keterkaian audience dengan program tersebut dimana akan mendukung pula perhatian terhadap product/brand placement yang terdapat dalam program tersebut. Penelitian lain dibidang periklanan juga menunjukkan bahwa tingkat keatraktifan yang dimiliki oleh model atau source yang terdapat dalam suatu iklan tersebut akan diproses oleh penontonnya. (McCraken, 2005: 145)

Tujuan dari Product/brand Placement ini adalah untuk menangkap

“exposure” para penonton sehingga merek tersebut secara sengaja mendapatkan perhatian dari penontonnya. Product/brand Placement tersebut terjadi karena adanya permasalahan yang dihadapi iklan tersebut, salah satu alasannya adalah

(22)

Product Placement Spending in Media

Every 5 Years *(1979 - 2009)

$

in

M

illio

n

Other Media $26 $39 $78 $122 $155 $187 $326

Film $93 $137 $246 $361 $511 $730 $1,255

Television $71 $104 $188 $330 $464 $709 $1,878

Total $190 $280 $512 $813 $1,130 $1,627 $3,458

1979 1984 1989 1994 1999 2004 2009

Dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaan Product/brand placement kini telah tersebar dan muncul di hampir setiap film dan program televisi dan salah satu faktor penting yang mendukung terjadinya produc/brand placement tersebut adalah karena product/brand placement mampu mengatasi zipping dan zapping

(penggantian saluran televisi) terhadap iklan televisi. Product/brand placement

memberi pemasar cara-cara alternatif untuk mengekpos produknya melalui suatu medium dimana audience-nya cenderung mau untuk menerimanya. Tabel 1.1 menunjukkan dana yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam menerapkan

product/brand placement dalam media (baik media televisi, film, dan media lain).

Sumber : PQ Media Research (www. pqmediareseach.com diakses 26 september 2011 pukul 10.00 wib)

(23)

Menurut PQ Media Research pasar product/brand placement meningkat 30.5% menjadi $ 3.46 juta pada tahun 2009, dan peningkatan pertumbuhan secara keseluruhan rata-rata sebesar 16,3% dari tahun 2004 sampai 2009. Sejak akhir tahun 1970-an total nilai product/brand placement naik rata-rata 10.5%. Nilai product/brand placement pada televisi naik dari 37.1% pada tahun 1979 menjadi 54.3% di tahun 2009.

Di Indonesia sendiri, dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaan

product/brand placement sendiri mulai ramai dalam beberapa acara televisi, film maupun media yang dapat dijadikan sasaran placement. Berbagai format acara televisi sudah menjalankan product/brand placement seperti pada acara televisi Akademi Fantasi Indosiar (AFI), Indonesian Idol, Mamamia Show, Kontes Dangdut Indonesia (KDI), Bukan empat mata, Katakan Cinta, I-Gosip, dan Cek & Ricek serta berbagai acara popular yang lain. Pada program reality show Cinta Lama Bersemi Kembali (SCTV) yang menampilkan penggunaan produk permen Relaxa oleh para pengisi acaranya. Begitu juga pada tayangan sinetron religi-komedi Para Pencari Tuhan (SCTV) dimana terlihat banyak produk yang sengaja dipertontonkan secara jelas di dalamnya, seperti produk minuman sirup merek ABC, Oli TOP 1 dan Tolak Angin.

(24)

Acara televisi yang bagus diharapkan mampu merangsang perhatian yang tinggi dari audience yang menonton acara tersebut. Perhatian yang tinggi terhadap acara televisi tersebut diharapkan akan dapat mendorong awareness yang tinggi terhadap suatu produk yang ditampilkan dalam acara televisi. Acara televisi yang sukses membuat produk-produk yang terdapat di dalamnya (product/brand placement) dapat terlihat oleh audience dalam jumlah yang cukup besar dan lebih dari sekali terjadi pengulangan, sehingga exposure yang dihasilkan akan sangat besar dan diharapkan memiliki efektifitas yang cukup besar pula dalam menimbulkan awareness akan suatu produk maupun merek (brand).

Salah satu contoh acara televisi yang laris dan sukses Indonesia sampai saat ini dan menggunakan product/brand placement didalamnya adalah Acara Bukan Empat Mata yang ditayangkan Trans7 sedangkan produk-produk yang melakukan placement di dalamnya antara lain Wafer Tango dan kacang Kayaking Tolak Angin, Yamaha, Oli Top One. Merek (brand) diletakkan diatas meja dan menempelkan stiker brand pada laptop dan mengambil gambar para penonton di studio yang mengenakan kaos bergambar merek produk tertentu pada beberapa episode.

(25)

1. Merupakan acara televisi yang berdasarkan penggalian pada penelitian pendahuluan paling banyak disebutkan sebagai contoh media yang melakukan product/brand placement.

2. Rating acara yang tinggi (yang umumnya menjadi daya tarik bagi pengiklan karena menjadi gambaran singkat akan popularitas acara/film tersebut bagi

audience berdasarkan publikasi artikel umum maupun klaim/pernyataan dari kedua perusahaan televisi terkait.

3. Jumlah penonton yang besar (terkait dengan peran televisi sebagai media yang paling luas jangkauannya/coverage).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah product/Brand familiarity, star linking/endorser (Tukul Arwana), Program Involvement (Bukan Empat Mata), kesesuaian (acceptance), perhatian (attention), referensi (reference) dan ketertarikan (interest) berpengaruh terhadap sikap audience atas product/brand placement pada acara televisi Bukan Empat Mata di kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pengaruh

product/Brand familiarity, star linking/endorser (Tukul Arwana), Program Involvement (Bukan Empat Mata) kesesuaian (acceptance), perhatian (attention), referensi (reference) dan ketertarikan (interest) terhadap sikap audience atas

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Hasil penelitian ini dapat sebagai sumbangan pemikiran kepada para perusahaan pengiklan & broadcaster khususnya, untuk mengetahui variabel yang dianggap berpengaruh & seberapa besar kontribusinya pada faktor-faktor yang mempengaruhi sikap audience terhadap product/brand placement.

2. Bagi pihak praktisi (marketer) sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan konsumen dan penerapan strategi penempatan merek atau produk dalam sebuah acara televisi maupun film, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menentukan penempatan produk/merek yang tepat dalam sebuah tayangan televisi maupun film dan juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sehingga target serta tujuan yang telah ditentukan dapat tepat sasaran dan efektif.

3. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam mengembangkan studi kepustakaan dan sebagai bahan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh sikap audience terhadap product/brand placement.

4. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan hal-hal yang berhubungan dengan product/brand placement.

(27)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang sikap audience terhadap product placement adalah Maerasoh (2007) dengan judul Analisis Pengaruh Brand Familiarity, Star Linking/Endorser, Program Involvement terhadap Sikap atas product Placement

(Studi kasus Product Placement Yamaha dalam Acara Bukan Empat Mata). Objek penelitian ini adalah product placement dalam acara Bukan Empat Mata. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada 102 responden mahasiswa FEUI. Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui sikap responden terhadap product placement dan mengetahui pengaruh variabel-variabel independen yaitu Brand Familiarity, Star Linking/Endorser dan Program Involvement terhadap Sikap atas product placement. Dengan metode penarikan sampel Convenience Sampling maka sampel yang digunakan berjumlah 102 orang responden. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hanya factor endorser, dan

brand familiarity yang secara signifikan berpengaruh terhadap sikap atas product placement, sedangkan program involvement tidak berpengaruh terhadap sikap atas

product placement.

Rumambi (2008) dengan judul ” Faktor yang mempengaruhi Sikap

(28)

sekitarnya (JABODETABEK). Dengan metode penarikan sampel

Convenience Sampling maka sampel yang digunakan berjumlah 115 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui faktor yang mempengaruhi sikap audience terhadap product placement. Metode analisis data dengan menggunakan metode Analisis Faktor Utama (Principal Component Factor Analysis) maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkan lima faktor (attention, acceptance, reference, ethics and regulation dan interest) yang tersusun, tiga diantaranya (attention, acceptance, ethics and regulation) lebih berpengaruh dibandingkan dua faktor lainnya (interest dan reference).

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kuntarto (2007) dengan judul Analisis Sikap Audience Remaja Terhadap Product Placement Dalam Film (Studi Kasus Film Fantastic Four: Rise of The Silver Surfer). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berdomisili di Jakarta dan Sekitarnya yang pernah menonton film Fantastic Four: Rise of The Silver Surfer di bioskop. Penarikan Sampel dengan menggunakan metode Convenience Sampling, maka sampel yang digunakan berjumlah 201 orang. Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan Analisis Faktor Utama (Principal Component Factor Analysis) untuk variable laten yaitu acceptance, reference, ethic and regulation, dan Movie Enjoyment. Kesimpulannya bahwa responden secara umum menunjukkan sikap yang positif terhadap product placement dalam film. Responden juga menunjukkan sikap yang positif terhadap seluruh variabel attention dan

(29)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Product /Brand Placement

2.2.1.1. Latar Belakang Perkembangan Product/Brand Placement

Dalam dunia pemasaran, product/brand placement bukan suatu hal yang asing. Di Amerika, product placement mulai dipraktekkan seabad lalu. Kala itu, hiburan yang paling populer adalah opera sabun radio. Kegiatan broadcast ini disebut opera sabun dikarenakan seringnya braadcaster menyebutkan berbagai produk sabun dalam alur cerita sebagai imbalan dukungan finansial dan sponsor yaitu perusahaan pembersih rumah tangga, salah satunya Procter and Gamble.

Pelopor dari product/brand placement itu sendiri adalah Lumiere bersaudara. Pada tahun 1980, ketika film pertamanya dirilis, Lumiere Bersaudara menggabungkan “Lever Sunlight Soap” ke dalam filmnya karena dilatarbelakangi adanya hubungan bisnis yang kuat dengan Lever publicist (Balasubramanian, 2006). Walaupun product/brand placement sudah dikenal sejak dahulu menjadi bagian dari entertainment, namun product/brand placement belum menjadi bagian yang penting dan strategi pemasaran hingga tahun 1980-an.

Pada awalnya, kegiatan placement ini berbentuk informal dan dimaksudkan untuk menghemat pengeluaran suatu film dengan melakukan perjanjian barter agar mendapatkan properti untuk film secara cuma-cuma (DeLornme, 1998). Baru kemudian pada pertengahan 1970, konsep brand management tentang penerapan brand placement dan product placement

(30)

tersebut mulai membayar untuk dapat menampilkan produknya di film atau televisi.

Ketertarikan terhadap product/brand placement dimulai pada tahun 1982, ketika Hersey Food Corporation mencapai kesuksesan dalam menempatkan produknya pada film E.T, Extra-Terrestial (Nebehnzahl dan Secunda, 1993). Kesuksesan ini dibuktikan dengan penjualan permen Reese Pieces yang meningkat sebesar 65% setelah 3 bulan film E.T dirilis. (Karrh, 1998). Disebabkan oleh kesuksesan E.T tersebut. pada tahun 1983, 20th Century Fox menjadi pionir Hollywood yang secara terorganisir dan terbuka menawarkan kepada perusahaan sebuah display yang spesifik untuk menempatkan brand

produknya dalam film. (Karrh, 1998).

Seperti di dalam film. penggunaan produk film dalam program tv diinspirasi oleh satu momen yang signifikan. Dalam sebuah episode Survivor 2000, sebuah reality show yang populer kala itu memberikan hadiah kepada peserta berupa sebuah tas dari Doritos and a Mountain Dew. Episode ini sukses meningkatkan penjualan Doritos and Mountain Dew. Sejak itu, product/brand placement menjadi bagian yang penting untuk hadiah pemenang dalam setiap acara reality show, seperti The Apprentice, America’s Next Top Model, Top Chef, Project Runway (d'Astous, dan Nathalie Seguin, 2007). Di Indonesia sendiri,

product placement banyak ditemui dalam program reality show, seperti Bukan Empat Mata. Ceriwis. Bedah Rumah, dan lain-lain.

2.2.1.2. Definisi Product/brand Placement

Dalam berbagai sumber yang ditemukan oleh penulis, product placement

(31)

dan periklanan (Karrh, 1998). Maka dari itu, dalam bagian ini penulis akan memperlakukan sama untuk kedua istilah tersebut.

Product placement memiliki beberapa definisi. Karrh (1998:31) mendefinisikan product placement sebagai “the paid inclusion of branded products or brand idenfiers, through audio and/or visual means, within mass

media programming”. Sedangkan George E. Belch dan Michael A. Belch mendefinisikan product placement sebagai“ a form of advertising and promotion which products are placed in television shows and/or movies to gain exposure

(Belch. 2004:245). Balasubramanian (1994) mendefinisikan product/brand placement sebagai “paid product message aimed at influencing movies or television audiences via the palnned and unobtrusive entry of a branded product

into a movie or television program”. Russel (1998) mendefinisikan product/brand placement sebagai “a promotional tactic where a real commercial product is used in fictional or non-fictional media in order to increase consumer interest in the

product”.

(32)

Dari definisi dan penjelasan yang diungkapkan di atas, maka bisa dibuat kesimpulan bahwa product/brand placement merupakan suatu bentuk iklan dan atau promosi yang dilakukan oleh pihak sponsor atau pihak yang berkepentingan dengan cara menempatkan nama produk atau brand pada suatu media massa seperti acara televisi, film, video music, novel, video game. dan lain sebagainya agar produk atau brand tersebut dapat terekspos.

Product/brand placement digunakan untuk meningkatkan pengetahuan akan merek (brand knowledge) diantara konsumen dalam setiap media beriklan yang digunakan (Panda, 2004:9). Disebutkan juga bahwa keunikan sebuah medium dapat dilihat dari proses menampilkan dan mengharmonisasikan/ menyesuaikan keberadaan merek atau produk di dalam suatu cerita atau media yang digunakan. Tidak ada kompetisi exposure dalam medium dan waktu yang sama, sehingga sangat berbeda dengan beriklan melalui televisi dan koran. Kondisi ini menjadi sangat penting karena dapat memperdalam tingkatan brand knowledge (Panda, 2004:9). Meningkatnya strategi product/brand placement

mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik ini untuk mempengaruhi

brand attitude konsumen (Avery ; Ferraro, di dalam Panda, 2004, 10). D’astous & Seguin (di dalam Panda, 2004 : 11) mendefinisikan product placement dalam tiga jenis, yaitu:

(a) Implicit Product Placement

Jenis ini disebut implisit karena merek, perusahaan atau produk ditampilkan dalam program/media tanpa ditekankan secara formal, dimana logo, nama merek/perusahaan muncul tanpa menampilkan product benefit

(33)

(b) Integrated Explicit Product Placement

Jenis product placement ini berupaya mengintegrasikan secara eksplisit dimana merek atau nama perusahaan secara formal disebutkan dan memainkan peran aktif, serta atribut dan manfaat produk juga secara jelas ditampilkan (D’astous & Seguin, di dalam Panda, 2004 : 11).

(c) Non-Integrated Explicit Product Placement

Jenis product placement ini menampilkan merek/perusahaan secara formal tapi tidak terintegrasi dalam isi program/media, umumnya ditampilkan di awal, di akhir atau dalam program title (D’astous & Seguin, di dalam Panda, 2004 : 11).

Russel (di dalam Panda, 2004, 11–12) membedakan product placement

dalam tiga dimensi, yaitu visual, auditory & plot connection. Dimensi visual

terlihat pada munculnya merek/produk pada tampilan layar yang juga bisa disebut sebagai screen placement. Dimensi auditory adalah pada saat merek/produk disebutkan dalam dialog yang juga bisa disebut sebagai script placement. Dimensi

plot connection sebagai dimensi ketiga digambarkan dengan seberapa merek/produk tersebut terintegrasi dalam cerita/story line. Konsep Russel sebenarnya sama dengan Cristel (di dalam Ming et al, 2007) yang menyebutkan bahwa product/brand placement terbagi menjadi tiga dimensi, yaitu screen placement, script placement & plot placement.

2.2.1.3. Tujuan Product/brand Placement

(34)

televisi, dirasakan menganggu kenikmatan audience yang sedang asyik-asyiknya menonton acara televisi tersebut, karena itu iklan tersebut cenderung tidak disukai dan dihindari oleh audience televisi (Argan, 2004). Jika hal tersebut ditambah dengan begitu banyaknya jumlah iklan yang ditayangkan pada setiap kali break

iklan pada suatu program, maka wajar saja jika iklan televisi saat ini semakin kehilangan efektifitasnya. Oleh karena itu banyak perusahaan pengiklan mulai menggunakan product/brand placement. Placements memberi pemasar cara-cara alternatif untuk mengekpos produknya melalui suatu medium dimana

audience-nya cenderung mau menerimanya. Metode ini dianggap lebih baik karena selain tidak menganggu program televisi yang ada, keberadaan suatu brand menjadi lebih dapat diterima karena dirasakan merupakan bagian yang wajar dalam adegan program televisi tersebut.

Seperti halnya metode promosi lainnya. Product/brand placement juga bertujuan mempengaruhi audience-nya. Product/brand placement diterapkan dalam suatu adegan film untuk menambah kesan nyata film tersebut bagi para penontonnya, namun dan sudut pandang para praktisi product/brand placement,

pengaruh yang ingin ditimbulkan berupa meningkatnya awareness dan keinginan untuk membeli brand yang ditampilkan tersebut (Gupta, 1997).

2.2.1.4. Media Product/Brand Placement

Media untuk menerapkan product/brand placement terdiri dan berbagai macam:

1. Film.

(35)

a. Menonton sebuah film menyita perhatian yang tinggi dan rnelibatkan aktivitas. Menampilkan product/brand placement dalam sebuah film kepada penonton yang sangat memperhatikannya dapat menghasilkan brand awareness yang sangat tinggi.

b. Film-film yang sukses dapat menarik penonton dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh. Terminator II selama pemutarannya di bioskop saja telah disaksikan oleh jutaan orang, dan ini belum termasuk pembelian dan penyewaan videonya, dan pemutarannya di televisi selama bertahun-tahun setelahnya. Karena itu, bila dilihat dan cost per viewer, product/brand placement dalam sebuah film akan sangat menguntungkan.

c. Product/brand placement merepresentasikan cara mempromosikan sebuah

brand yang alami, tidak agresif, dan tidak persuasif. Audience tereskpos terhadap sebuah brand dengan cara yang sealami mungkin yaitu dengan melihat bagaimana produk tersebut terlihat, disebutkan ataupun dipakai oleh sang aktor/aktris, tanpa adanya bujukan untuk memakai produk tersebut.

Strategi product/brand placement dalam sebuah film dapat dikategorikan menjadi tiga model (Gupta and Lord, 1998 : 23):

a. Visual only, Dengan menempatkan produk, logo, billboard, atau ciri khas visual brand lainnya, tanpa disertai dengan pesan atau suara (Smith, 1985).

b. Audio only, Dimana brand tidak ditampilkan tetapi disebutkan oleh aktor/aktris dalam dialog di suatu film (Russell, 2002 : 54).

(36)

2. Program Televisi (Villafranco and Zeltzer, 2006).

Product/brand placement kini juga sering kali dapat kita lihat di acara-acara televisi. Di Amerika, kisah sukses Survivor di tahun 2000, dimana jutaan permisa melihat bagaimana para kontestan Survivor yang kehausan dan kelaparan memperoleh hadiah seperti Doritos dan Mountain Dew, membuat para pengiklan mengantri untuk menjadi sponsor reality show berikutnya (Hollywood Reporter.com. 2005). Reality show seperti The Apprentice memperbesar kesempatan untuk brand placement karena jalan cerita dan format mereka yang sangat tergantung pada brand dan sponsor (Atkinson, 2004 : 67). Di Indonesia, contoh nyata terlihat pada program Bedah Rumah yang memang harus menggunakan bahan-bahan bangunan dan furniture dalam menjalankan misinya. Tidak jarang produk-produk tersebut mendapat sorotan khusus dalam penggunaannya.

Product/brand placement juga sering terlihat dalam program-program

(37)

awareness dan sikap konsumen terhadap efektifitas iklan dan produk-produk yang ditempatkan dalam program Bukan Empat Mata.

3. Video Games (Moser, Bryant. and Sylvester. 2003).

Anak-anak, remaja, dan bahkan dewasa, banyak yang menyukai bermain

video game sebagai hiburan. Beberapa diantara mereka bahkan tidak bisa lepas dan permainan dunia maya ini sehari saja. Hal ini tentu sangat menarik bagi para pemasar yang ingin mempromosikan produknya melalui video game.

Perkembangan dunia video game juga sangat mendukung bagi product/brand placement. Permainan yang semakin hari semakin tampak nyata dapat digunakan untuk menempatkan produk nyata dalam permainan tersebut. Kini para pengemar

video game dapat merasakan bagaimana mengemudikan mobil balap merck Ford, Chevrolet, Nissan, BMW, dan lainnya dalam permainan balapan, juga terekpos pada berbagai papan iklan di sepanjang lintasan seperti yang ada dibalapan sesungguhnya.

4. Musik (Gupta and Gould, 1997).

Product/brand placement juga dapat dilakukan melalui media musik. Mulai dari mensponsori pembuatan sebuah album seperti yang dilakukan McDonald untuk grup musik Club Eighties di album baru mereka, hingga menampilkan produk mereka dalam video clip si penyanyi seperti yang dilakukan Olay di video clip Audy yang menampilkan Nindy di tahun 2006.

5.Novel (Nelson. 2004).

(38)

6. Radio (Gupta and Gould, 1997).

Seperti halnya televisi, program-program radio juga sarat dengan

product/brand placement. Suatu produk sering kali dikait-kaitkan dengan suatu tema yang sedang dibahas oleh penyiar.

2.2.1.5. Keunggulan Product/brand Placement

Pembahasan karakteristik brand/product placement dalam Fill (2006 : 799–800) terbagi atas dua bagian yaitu kelebihan (strengths) dan kekurangan (weakness) dari strategi ini. Kelebihan product/brand placement adalah dengan menampilkan produk tersebut, bukan hanya memungkinkan untuk membangun

awareness, kredibilitas bisa ditingkatkan secara signifikan serta dapat juga untuk memperkuat citra merek. Audience dalam hal ini didampingi untuk mengidentifikasi atau menghubungkan dirinya dengan lingkungan yang digambarkan atau dengan selebritis yang menggunakan produknya (Fill, 2006 : 799). Kelebihannya yang lain adalah dapat mengurangi biaya produksi (Alsop, 1988), mencapai audience tertentu/captive audience (Hullin-Salkin, 1989), jangkauan yang lebih luas daripada periklanan tradisional (Loro, 1990), mendemonstrasikan kegunaan produk/merek dalam lingkup yang alami (Loro, 1990), menggambarkan setting yang lebih realistis (Sapolsky & Kinney, 1994) serta menawarkan peluang beriklan bagi produk-produk yang dibatasi media iklannya seperti rokok & alkohol.

(39)

setengah tahun, dengan penonton mencapai 75 juta orang, dan sebagian besar penggemar film adalah audience yang sangat serius ketika sedang menonton film. Ketika hal tersebut dikombinasikan dengan meningkatnya rental film dan TV kabel, potensi tereksposnya suatu produk yang ditempaikan dalam scbuah film menjadi sangat besar. Terlebih lagi bentuk exposure ini terbebas dari zapping,

setidaknya ketika diputar di bioskop, (2) Frequency, Tergantung pada bagaimana suatu produk digunakan dalam sebuah film atau program televisi, besar kemungkinan terjadinya exposure yang berulang-ulang. bagi mereka yang suka menonton sebuah program atau film lebih dan sekali. Misalnya bagi seorang penonton rutin suatu program yang terkandung placement di dalamnya. penonton tersebut akan mengalami exposure akan suatu produk yang terdapat dalam program tersebut lebih dan sekali atau secara terus-menerus pada setiap episode program tersebut ditayangkan, (3) Support for other media, Bagi klien yang menempatkan produknya pada suatu film, telah menjadi suatu tren untuk mempromosikan produk dan film tersebut secara bersama-sama dalam berbagai media. Dengan demikian ikatan antara produk dan film akan saling memperkuat upaya promosi satu sama lain dan makin diperkuat dengan adanya iklan, (4)

Source association, Ketika konsumen melihat selebriti atau artis kesukaan mereka menggunakan suatu brand (merek) tertentu, asosiasi yang terbentuk dapat memacu terciptanya product image yang diinginkan bahkan dapat sampai ke tahap penjualan. Pada suatu penelitian terhadap 524 anak dan remaja usia 8 hingga 14 tahun, 75 persen menyatakan bahwa mereka menyadari ketika suatu

(40)

brand akan membuat mereka ingin membeli brand tersebut. Penelitian lainnya terhadap orang dewasa menunjukkan bahwa sepertiga dan penonton menyatakan bahwa mereka mencoba sebuah produk setelah melihatnya di suatu acara televisi atau film, (5) Cost, Biaya penggunaan media ini sangat beragam, mulai dan gratis hingga $ 1 juta per produk. Namun dengan biaya termahal sekalipun perusahaan pengiklan masih tetap mengalami keuntungan oleh karena tingginya tingkat

exposure yang dihasilkan, (6) Recall, Sejumlah lembaga telah melakukan pengukuran recall product placement terhadap audience di hari berikutnya dengan rata-rata 38 persen audience-nya masih ingat akan brand yang dimunculkan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penampilan placement yang baik akan menghasilkan recall yang kuat (Gupta and Lord, 1998), (7) Bypassing regulations, Di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, beberapa produk tidak diijinkan untuk beriklan di televisi atau terhadap segmen pasar tertentu. Namun melalui product placement, beberapa produk tersebut seperti minuman keras dan rokok rnasih dapat ditampilkan, (8) Acceptance, Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa penonton dapat menerima product placement dan secara umum menilainya secara positif, walaupun untuk beberapa produk seperti alkohol. senjata api dan rokok kurang dapat diterima, (9) Targeting, Isi atau produk yang ditempatkan dalam suatu product placement dapat secara efektif menjangkau konsumen potensial tertentu yang memiliki minat yang tinggi pada suatu subjek tertentu (misalnya fashion, sepakbola).

Menurut Entertainment Resources and Marketing Association (ERMA),

(41)

tertentu, product placement berada dalam film itu sendiri, dan perhatian audience

tertuju pada produk tersebut tanpa adanya pengaruh untuk membeli, (2) Implied Endorsement, Penerapan product placement menjadi endorsement gratis yang dialami suatu brand dan bintang film atau televisi ataupun dan program yang menggunakan brand, (3) Low Cost, Biaya menggunakan product placement pada dasarnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan bentuk kegiatan above atau

below the line lainnya. Cost per thousand product placement terhadap iklan televisi ataupun iklan cetak adalah seperti sen berbanding dollar, (4) Less Obtrusive, Tidak seperti iklan, product placement tidak mengganggu jalannya cerita atau isi dan suatu program acara, (5) high Profile, Kampanye pemasaran sering kali mempromosikan suatu acara sehingga dapat meraih perhatian penonton sebelum acara tersebut diluncurkan. Tingkat perhatian yang dimiliki penonton terhadap acara tersebut pada akhirnya akan beralih kepada brand yang tampil pada acara tersebut, (6) Far Reach (life and global,. Besarnya tingkat pencapaian yang dialami product placement dipengaruh i oleh terus berkembangnya distribusi film dan program televisi secara global. Saat mi suatu film atau program televisi yang diciptakan di suatu negara sudah dapat disaksikan di belahan dunia lainnya. Bahkan untuk film. Siklusnya dapat menjadi sangat panjang, suatu film yang bagus akan terus diulang-ulang bahkan hingga puluhan tahun.

Beberapa keuntungan lain menggunakan product/brand placement adalah: (1) mengurangi biaya produksi film (DeLorme and Reid. 1999), Studio yang menerapkan product placement dapat memotong biaya properti karena tanpa

(42)

menggunakan produk-produk yang digunakan oleh konsumen sehari-hari (Standberg, 2001). Penggunaan produk palsu dalam film akan dapat merusak kenyataan yang coba digambarkan dalam film tersebut.

2.2.1.6. Kekurangan Product/brand Placement

Fill (2006 : 800) menyebutkan bahwa dengan menempatkan/melakukan

placement di dalam film bukan berarti tidak ada resiko bahwa produk tersebut tidak akan terlihat (unnoticed), khususnya dalam kondisi ini apabila placement

dilakukan pada adegan yang mengganggu/tidak menyenangkan (distracting). Selain itu yang juga berhubungan dengan kondisi ini, adalah tidak adanya kendali (lack of control) dari pengiklan atas kapan, dimana dan bagaimana produk tersebut akan ditampilkan. Saat produk itu muncul dan diperhatikan, sejumlah kecil/minoritas audience menyatakan bahwa bentuk komunikasi ini tidak etis (unethical), bahkan juga pernah disebut bahwa ini adalah bentuk subliminal advertising dimana bentuk ini disebut ilegal. Absolute cost dari product placement

dalam film bisa menjadi sangat tinggi apabila dihubungkan dengan low relative cost atau cost per contact. Hal lain juga menyebutkan bahwa kelemahan terkait dengan mediumnya adalah ketidakmampuan untuk menyediakan penjelasan, detil atau informasi penting (substantive information) tentang produk tersebut. Produk itu terlihat saat digunakan dan diharapkan dapat dihubungkan dengan kegiatan, individu atau obyek yang akan menyediakan source of pleasure, inspirasi atau aspirasi untuk individual viewer (Fill, 2006 : 800).

(43)

perhatian dan pihak studio untuk melakukan cross-promotions, yang juga menggiring cost menjadi lebih tinggi, (2) time of exposure, walaupun produk-produk yang ditampilkan melalui product/brand placement akan mendapatkan pengaruh yang kuat, namun tidak ada jaminan viewers akan sadar atau perhatian atas kehadiran produk-produk yang ditampilkan. Ketika produk yang ada tidak diperlihatkan secara menyolok, para pengiklan akan menghadapi resiko produk-produknya tidak akan dilihat atau terlihat oleh viewers, (3) Limited appeal, kesan yang dapat disampaikan menjadi terbatas. Kemungkinan untuk membahas kegunaan atau menyajikan informasi produk secara detail sangat kecil. Fleksibilitas dalam mendemonstrasikan produk kecil karena penggunaan produk yang bersangkutan disesuaikan dengan kegunaannya dalam media (program TV atau film, (4) lack of control, dalam banyak film, para pengiklan tidak dapat menentukan kapan dan seberapa sering produknya akan ditampilkan. Banyak diantara perusahaan menemukan bahwa placement yang mereka pasang dalam film tidak bekerja sesuai seperti yang diharapkan, (5) public reaction, banyak penonton televisi dan penggemar film menjadi marah akan ide penempatkan suatu iklan dalam suatu program maupun film. Jika placement terlalu mengganggu atau mencolok, akan menimbulkan sikap yang negatif kepada brand dan para penonton maupun penggemar film, (6) competition, meningkatnya product placement

(44)

produk tampil atau terlihat dalam adegan pembunuhan dalam suatu film, hal ini akan menimbulkan citra negatif pada produk tersebut, (8) clutter, perkembangan yang pesat pada product placement berdampak pada membanjirnya jumlah

placement dan penggabungan dan beberapa placement menjadi satu dalam suatu program TV atau film. Seperti advertising, terlalu banyaknya placements dan penggabungan akan menimbulkan kekusutan (clutter) dan mengurangi efektifitas dari placement.

2.2.1.7. Product/brand Placement dalam Film dan Acara TV di Indonesia Fill (2006) menyebutkan salah satu cara untuk mengurangi faktor gangguan oleh karena adanya iklan sebelum sebuah film diputar di bioskop adalah dengan menggabungkan produk yang ingin diiklankan tersebut bersamaan dengan film yang akan diputar atau dengan kata lain dengan menggunakan strategi

product/brand placement. Sejarah product placement (brand placement) dalam film sendiri dimulai lebih dari seabad yang lalu di Amerika Serikat. Pelopornya adalah Lumiere bersaudara yang menampilkan produk bermerek Lever Bros (sekarang dikenal dengan Unilever) pada film-film bisu di tahun 1890-an. (Villafranco dan Zeltzer, 2006). Namun ketertarikan terhadap product/brand placement dimulai pada tahun 1982, ketika Hersey Food Corporation mencapai kesuksesan dalam menempatkan produknya pada film E. T. the Extra-Terrestrial.

(45)

marak dilakukan pada film-film di Holywood. Beberapa film tersebut antara lain

Legally Blonde, James Bond (Aston Martin, Rolex), dan lain sebagainya.

Dalam Panda (2004) disebutkan bahwa penerapan product/brand placement dalam film agak berbeda dengan acara televisi, yaitu dalam film keterlibatan audience lebih tinggi dengan media yang mereka saksikan tersebut dibandingkan berbagai aktivitas yang dilakukan seseorang saat menonton televisi di rumah. Disebutkan juga bahwa tempat/setting dalam kondisi ini dapat memberi pengaruh pada tingkat perhatian audience dalam jangka waktu tertentu (attention span of the audience), sehingga bisa jadi mengurangi efektivitas secara umum untuk melakukan brand retention dengan strategi ini. Selain itu dengan adanya kemungkinan audience mengganti stasiun/channel TV yang lain akan mengurangi perhatiannya pada suatu acara televisi, kondisi ini membuat audience akan menerima berbagai iklan-iklan lain yang dapat menyebabkan media clutter

terjadi.

(46)

juga menjadi pembuat film tersebut melalui Softex Heritage Movie. Selain itu, film Denias, Senandung di Atas Awan (tahun 2006) juga menampilkan produk-produk seperti Blaster, Kare dan Formula. Pada tahun 2008, beberapa film Indonesia juga menampilkan product/brand placement, salah satunya adalah film Ayat-Ayat Cinta, salah satu film fenomenal Indonesia yang juga mendapatkan penghargaan dan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai film dengan penonton terbanyak dengan jumlah penonton 3,8juta lebih (situs Media Indonesia, 12/7/2008). Beberapa produk yang tampak dalam film tersebut adalah NU Green Tea, Mie Instan Selera Pedas ABC, Nokia, Apple dan Mercedes Benz. Menurut Adiyanto Sumarjono, direktur utama Investasi Film Indonesia, sebuah perusahaan konsorsium pendanaan film di Indonesia. Product/brand placement bisa menjadi sebuah alternatif beriklan yang jitu. Sebuah film layar lebar akan diputar di bioskop dan memiliki audience yang besar, apalagi jika film tersebut sukses. Selepas di putar di layar lebar, film tersebut memiliki kesempatan untuk ditayangkan di televisi dan kemudian dirilis dalam bentuk VCD dan DVD. Artinya, iklan product/brand placement akan dilihat terus setiap kali filmnya ditonton. Product/brand placement muncul di perfilman nasional karena para pembuat film di negeri ini tidak memiliki banyak dana dalam pembuatan film. Oleh karenanya, kehadiran sponsor melalui product/brand placement dapat menutup biaya produksi dan biaya promosi film yang bersangkutan.

(47)

Indonesian Idol telah menjadi reality show terbesar di Indonesia. Setelah kemunculan Indonesian Idol, banyak Reality Show lain yang ditayangkan. Indonesian Idol juga mendapatkan penghargaan dari Singapore Tourism Board saat kesebelas finalis Indonesian Idol berada di Singapura untuk menjadi pembuka tur dunia American Idol musim ketiga (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesian _Idol). Di Indonesian Idol, kontestan-kontestan yang beruntung akan ditayangkan background kehidupannya sebelum menghadap 4 juri Indonesian Idol. Kontestan yang diperlihatkan background nya biasanya adalah kontestan yang sudah pasti lolos ke babak berikutnya, dan juga kontestan yang dapat memberikan sensasi pada saat audisi. Pada musim pertama, terdapat 32.000 orang yang mendaftar dan audisi Indonesian Idol. Jumlah pun bertambah pada musim kedua, yaitu 37.000 orang. Dan pada musim ketiga, 48.000 orang audisi Indonesian Idol ketiga (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Idol).

(48)

yang menilai kemampuan suara, gaya & tampilan peserta saat beraksi di atas panggung (www.mamamiashow.com). Berdasarkan data AGB Nielsen Media Research, selama ini yang selalu masuk dalam kategori Top 25 program di seluruh stasiun TV adalah program sinetron. Tetapi, kelaziman itu telah terpatahkan (majalah MIX edisi 08–23 Agustus s/d 20 September 2007). Pada pekan ke-26 (24–30 Juni 2007), Mamamia mampu menempati posisi pertama, dengan rating 8,3 dan share 25,3%. Selain itu Mamamia Superdut program serupa Mamamia dengan genre dangdut yang disusulkan oleh Indosiar ternyata mampu mencetak rating yang tak kalah tingginya (majalah MIX edisi 08–23 Agustus s/d 20 September 2007). Pada periode yang sama Mamamia Superdut mampu menempati posisi kedua dengan perolehan rating 7,6 dan share 22,6%. Gufroni (Manager Humas Indosiar) menyebutkan bahwa Mamamia didominasi oleh penonton remaja dewasa, perempuan dan status sosial ekonomi (SES) A & B. 2.2.2. Teori Sikap

2.2.2.1. Definisi Sikap

Dalam pemasaran, sikap (attitude) merupakan salah satu topik yang dibahas dalam perilaku konsumen dan sering diteliti. Asumsi yang dipakai oleh pemasar adalah dengan rnengetahui sikap dapat dibuat suatu prediksi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap tersebut sehingga sesuai dengan kehendak pemasar.

Schiffman & Kanuk (2004 : 253) mendefinisikan sikap sebagai “a learned predisposition to respond to an object or class of objects in a consistently

(49)

Definisi ini menjelaskan bagian-bagian sikap yang sangat penting dan sangat diperlukan untuk memahami peranan sikap dalam perilaku konsumen, yaitu:

a. “objek” sikap.

Kata objek dalam definisi mengenai sikap yang berorientasi pada konsumen harus ditafsirkan secara luas meliputi konsep yang berhubungan dengan konsumsi atau pemasaran khusus, seperti produk, kategori produk, isu-isu, orang, iklan, situs internet, harga, medium, atau pedagang ritel. Dalam penelitian ini, objek yang akan dipelajari adalah iklan.

b. Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari

Hal ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku membeli dibentuk sebagai hasil dan pengalaman langsung mengenai objek. Sebagai kecederungan yang dipelajari, sikap mempunyai kualitas memotivasi; yaitu mereka dapat mendorong konsumen ke arah perilaku tertentu atau menarik konsumen dan perilaku tertentu.

c. Sikap mempunyai konsistensi

Biasanya perilaku konsumen akan sesuai dengan sikap mereka. Tetapi bukan berarti sikap harus selalu permanen melainkan sikap dapat berubah.

d. Sikap terjadi dalam situasi tertentu.

(50)

seorang konsurnen yang menyukai atau rnempunyai sikap positif terhadap mobil BMW tidak memilih untuk membeli BMW.

Menurut Wells (1998), sikap dapat bernilai negatif dan positif, yakni merupakan refleksi dan suka (like) atau tidak suka (dislike), berdasarkan pengalaman individu. Jika konsumen mengalami pengalaman buruk dengan produk. sebagus apa pun iklannya, konsumen akan bersikap negatif terhadap pesan yang disampaikan perusahaan.

Shimp (2000) juga merumuskan sikap sebagai suatu kecederungan positif maupun negatif ataupun penilaian evaluatif seseorang terhadap suatu objek. Beranjak dan definisi dasar sikap mereka maka menurut Shimp, ada 3 fitur dan sikap yang menonjol yaitu (1) dapat dipelajari, (2) relatif dapat bertahan lama atau

relatively induring, (3) mempengaruhi perilaku. Setelah melihat iklan seseorang lalu mengekspresikan perasaan dan mengevaluasi. Sikap yang dipelajari tersebut relatif bertahan lama sampai ada alasan kuat untuk mengubahnya. Lebih lanjut diharapkan bahwa penganut sikap ini akan berperilaku konsisten dengan evaluasi yang mereka buat. Deskripsi di atas juga menggambarkan bahwa sikap terdiri dan komponen afektif (perasaan suka terhadap iklan), kognitif (pengetahuan. persepsi, dan kepercayaan terhadap produk yang diiklankan), dan konatif (kecenderungan atau niat membeli).

Senada dengan Teracce Shimp, Shiffman, dan Kanuk juga mengelompokkan 3 komponen sikap (kognitif, afektif. dan konatif) yang diberi nama Tricomponent Attitude Models.

(51)

lalu berpersepsi bahwa produk yang diiklankan tersebut sangat menarik dan memiliki kualitas yang baik. Pengetahuan dan persepsi yang ditimbulkan biasanya mengambil bentuk kepercayaan, yaitu kepercayaan konsumen bahwa objek sikap mempunyai berbagai sifat dan bahwa perilaku tertentu akan menghasilkan hasil-hasil tertentu.

(2) Komponen afektif mengacu pada emosi atau perasaan terhadap suatu objek, seperti perasaan suka terhadap iklan. Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluatif sifatnya, yaitu mencakup penilaian seseorang terhadap objek sikap secara langsung dan menyeluruh atau sampai dimana seseorang menilai objek sikap “menyenangkan” atau “tidak menyenangkan”, “bagus” atau “jelek”. Misalnya seseorang bisa menyukai atau tidak menyukai iklan tersebut.

(3) Komponen konatif merepresentasikan tendensi atau kecenderungan untuk melakukan tindakan atas sebuah objek, misalnya konsumen menjadi menyukai iklan yang ia tonton sehingga berencana untuk membeli suatu produk. Menurut beberapa penafsiran. komponen konatif mungkin mencakup perilaku sesungguhnya itu sendiri.

Dari teori Terrence maupun Kanuk yang serupa itu, terlihat jelas bahwa sebuah sikap terbentuk dan alur berpikir (kognitif), merasa (afektif), dan bertindak (konatif).

2.2.2.2. Sikap terhadap Merek

(52)
(53)

2.2.2.3. Sikap Audience Terhadap Product/brand Placement

Nebenzahl dan Secunda (1993) adalah yang pertama kali melakukan penelitian terhadap sikap audience terhadap product/brandplacement dalam film. Mereka menyimpulkan bahwa responden pada umumnya memiliki sikap yang positif terhadap product placement dan menganggapnya sebagai perkembangan dari cinema advertising. Pada 1994, Ong dan Men 1994 menemukan bahwa para partisipan cenderung menghindari pernyataan “secara etik product/brand placement adalah hal yang tidak benar” dan “saya tidak menyukai product/brand placement’. Penelitian lain yang dilakukan di Skotlandia menyimpulkan bahwa 48% responden berpendapat bahwa product/brand placement adalah suatu bentuk

subliminal advertising atau promosi bawah sadar. dimana hanya 19% diantara seluruh responden yang menunjukkan pendapat yang negatif terhadap

product/brand placement. dan 23% menyatakan bahwa authence seharusnya diberi tahu terlebih dahulu bahwa akan ada brand yang ditampilkan dalam film (Karrh. Frith. and Callison. 2001). Menurut Gupta dan Gould (1997). mahasiswa di Amerika secara umum menunjukkan sikap yang positif terhadap product/brand placement. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Gould. Gupta. dan Grabner-Krauter (2000) terhadap responden di Amerika, Austria. dan Prancis. Penelitian ini juga menganalisis penelitian Gupta dan Gould (1997) dan menemukan bahwa segmen yang berpendapat “product/brand placement tidak terlihat seperti iklan” dan segmen yang menyatakan

“product/brand placement terlihat seperti iklan” keduanya menyikapi positif

product/brand placement dan mendukung ide bahwa product placement

(54)

Argan, Meltem dan Argan (2007), menyimpulkan. berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa sikap audience terhadap product/brand placement

dalam film dipengaruhi oleh lima dimensi yakni attention. acceptance, reference, interest dan ethics and regulation. Masing-masing dan ke empat dimensi ini memiliki sejumlah variabel indikator. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkan lima faktor (attention, acceptance, reference, ethics and regulation dan interest) yang tersusun, tiga diantaranya (attention, acceptance, ethics and regulation) lebih berpengaruh dibandingkan dua faktor lainnya (interest dan reference).

2.2.3. Product/brand Familiarity

Kotler (2008) mendefinisikan produk sebagal “anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might

satisfy a want or need”. Secara umum, produk terdiri dan objek fisik (barang), jasa, events, individu, tempat. organisasi, idea atau gabungan dan hal-hal tersebut. Dalam konteks penelitian ini produk yang dimaksud merupakan objek fisik atau biasa kita sebut sebagai barang.

Pengetahuan konsumen akan suatu produk terdiri dan dua komponen, yaitu familiarity dan expertise. (Alba dan Hutchinson 1987, dalam Rao 1988).

Familiarity merupakan salah satu komponen penting dalam consumer knowledge

(55)

(familiarity) merupakan level yang paling inclusive bagi konsumen hubungannya dengan sebuah produk atau barang (Alba dan Hutchinson, 1987).

Product/brand familiarity atau yang dapat diartikan sebagai tingkat kefamiliaran atau tingkat seberapa besar suatu produk dikenal dan diketahui oleh individu atau konsumen akan memberikan kemampuan yang lebih kepada konsumen yang bersangkutan untuk dapat menghimpun. mengintegrasikan dan menilai relevansi dan informasi-informasi mengenai produk tersebut, dimana hal tersebut akan menimbulkan tingkat memori yang cukup luar biasa dalam pikiran dan benak konsumen (Alba dan Hutchinson 1987, Rao and Monroe 1988). Semakin tinggi tingkat relevansi pesan atau informasi yang disampaikan kepada seorang individu. maka semakin tinggi pula kemauan seorang individu tersebut untuk lebih berusaha mengerti isi dan pesan tersebut. Termasuk pesan atau informasi yang disampaikan melalui product/brand placement dalam acara televisi.

2.2.4. Star Linking/Endorsement

Dalam konteks pemasaran, menurut Schiffman dan Kanuk (1997 : 178), yang dimaksud dengan endorsement adalah tipe dan daya tarik selebriti atau suatu

reference group lain dimana selebriti atau reference group tersebut meminjamkan namanya dan tampil mewakili suatu produk atau jasa.

Dalam penelitiannya, McCracken (1989 : 98) menjelaskan adanya berbagai tipe endorsement, yaitu:

Gambar

Gambar1.1. Product/Brand Placement Spending in Media
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Tabel 3.1. Definisi Variabel dan Indikator Hipotesis
gambar produk pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap besar pendapatan petani kopi rakyat di Kabupaten Jember adalah besar biaya pupuk dan biaya tenaga kerja

Pada bagian ujung belt conveyor ini dipasang telescopic chute, konstruksi dari merupakan chute yang memiliki saluran berbentuk silinder teleskopik yang akan mencurahkan

Penyesuaian diri ini menjadi suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang (Hurlock, 2002 h. Keempat subjek memiliki peran yang sama yang berhubungan dengan

Studi ini ditujukan untuk meneliti dan memperoleh bukti empiris tentang adanya pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan Corporate

Perkembangan pangsa pasar pinjaman (Rp dan Valas) BRI Malang Kawi terhadap Pinjaman (Rp dan Valas) Daerah Malang (Rp.Juta) ……….. Perkembangan pangsa pasar pinjaman KUK BRI

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran khususnya materi mengidentifikasi hak anggota keluarga melalui model

Adapun produk yang ditawarkan di Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Tekun Sahabat Mandiri Desa Kebonan Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali kepada masyarakat

Memohon kesediaan ibu untuk menjadi responden penelitian saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Varises Vena Tungkai Bawah pada