• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS CERPEN DENGAN PEMODELAN KARAKTER TOKOH WAYANG PANDAWA LIMA PADA SISWA KELAS XI – IPA 1 SMA KESATRIAN 2 SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS CERPEN DENGAN PEMODELAN KARAKTER TOKOH WAYANG PANDAWA LIMA PADA SISWA KELAS XI – IPA 1 SMA KESATRIAN 2 SEMARANG"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS CERPEN DENGAN PEMODELAN KARAKTER TOKOH WAYANG

PANDAWA LIMA PADA SISWA KELAS XI – IPA 1 SMA KESATRIAN 2 SEMARANG

Oleh :

Nama : Ayu Asih Sulistiyorini

NIM : 2101411058

Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii SARI

Sulistyorini, Ayu Asih. 2015. Peningkatkan Keterampilan Memproduksi Teks Cerpen dengan Pemodelan Karakter Tokoh Wayang

Pandawa Lima Pada Siswa Kelas Xi – Ipa 1 Sma Kesatrian 2

Semarang Tahnun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Falkutas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Mulyono, S.Pd., M.Hum.

Kata kunci: menulis cerpen, teknik pemodelan karakter, media tokoh wayang Pandawa lima

Berdasarkan observasi awal, diketahui bahwa keterampilan memproduksi teks cerpen siswa kelas XI IPA-1 SMA Kesatrian 2 Semarang masih rendah. Rendahnya keterampilan siswa dalam memproduksi teks cerpen disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari siswa, sedangkan faktor eksternal berasal dari teknik dan media yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu penelitian ini berusaha mencari solusi menggunakan teknik dan media baru, yaitu teknik pemodelan karakter menggunakan media tokoh wayang Pandawa lima. Pemilihan teknik menggunakan tokoh wayang Pandawa lima sesuai dengan tuntutan satuan pendidikan yang memberikan kebebasan kepada guru untuk memilih teknik dan media yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses pembelajaran keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA Kesatrain 2 Semarang?, (2) Bagaimana peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang?, (3) Bagaimana perubahan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA Kesatrian 2 Semarang?.

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan proses pembelajaran keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang, (2) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang, (3) Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. “Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut rahmat, orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan rukun Islam dan Pahala yang diberikan kepada sama dengan para Nabi” (HR. Dailani dari Anas r.a).

2. “Barang siapa yang ingin gembira dipanjangkan umurnya, dilapangkan rezekinya dan dihindarkan dari kematian buruk, maka hendaklah Ia bertaqwa kepada Allah dan Rasullullah, Ia menyambung tali persaudaraan (H.R. Bazzar).

Persembahan:

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

(8)

viii PRAKATA

Puji syukur atas ke hadirat Allah swt karena dengan segala cinta dan kasihnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis selalu mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat kepada Mulyono,S.Pd., M.Hum Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang

telah memberikan izin menelitian;

2. Ketua jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin dalam penyusun skripsi ini;

3. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan sastra Indonesia yang telah membimbing peneliti selama ini;

4. Kepala SMA Kesatrian 2 Semarang yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan;

5. Bapak Teguh guru Bahasa Indonesia di Sma Kesatrian 2 yang telah

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

JUDUL ...i

SARI ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iv

PENGESAHAN KELULUSAN ...v

PERNYATAAN ...vi

MOTTO PERSEMBAHAN ...vii

PRAKATA ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR BAGAN...xvi

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR DIAGRAM...xix

DAFTAR GAMBAR...xx

DAFTAR LAMPIRAN ...xxi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang Masalah ...1

1.2Identifikasi Masalah ...11

(11)

xi

1.4Rumusan Masalah ...12

1.5Tujuan ...12

1.6Manfaat ...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ...15

2.1 Kajian Pustaka ...15

2.2 Landasan Teoretis ...19

2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen ...19

2.2.1.1 Pengertian Menulis Cerpen...19

2.2.1.2 Kendala Menulis Cerpen ...20

2.2.1.3 Mengatasi Kendala Menulis Cerpen ...20

2.2.1.4 Strategi Menghasilkan Karya yang Baik ...21

2.2.1.5 Teknik Menulis Cerpen ...21

2.2.1.6 Beberapa Jurus Menulis Cerpen ...23

2.2.2 Hakikat Cerpen ...24

2.2.2.1 Pengertian Cerpen ...24

2.2.2.2 Unsur Pembangun Cerpen ...27

2.2.2.2.1 Tema ...28

2.2.2.2.2 Latar ...31

2.2.2.2.3 Alur ...33

2.2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan ...36

2.2.2.2.5 Sudut Pandang ...39

2.2.2.2.6 Gaya Bahasa ...40

(12)

xii

2.2.3 Penulisan Cerpen ...42

2.2.4 Struktur Teks Cerpen ...44

2.2.5 Hakikat Media Pembelajaran ...46

2.2.5.1 Pengertian Media Pembelajaran ...48

2.2.5.2 Nilai dan Manfaat Media Pengajaran ...49

2.2.5.3 Media Visual ...51

2.2.6 Media “ Tokoh Wayang Pandawa Lima” ...52

2.2.7 Pendidikan Karakter ...58

2.2.7.1 Pengertian Karakter ...58

2.2.7.2 Nilai-nilai Pembentukan Karakter ...63

2.2.7.3 Jangkauan Keterpaduan Pembentukan Karakter ...64

2.2.8 Pemodelan ...70

2.2.8 Kerangka Berpikir ...74

2.2.9 Hipotesis Tindakan ...79

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...80

3.1 Desain Penelitian ...80

3.1.1 Proses Tindakan Siklus I ...83

3.1.1.1 Perencanaan ...83

3.1.1.2 Pelaksanaan Tindakan ...84

3.1.1.3 Pengamatan ...86

3.1.1.4 Refleksi ...87

3.1.2 Proses Tindakan Siklus II ...87

(13)

xiii

3.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan ...88

3.1.2.3 Pengamatan ...91

3.1.2.4 Refleksi ...92

3.2 Subjek dan Onjek Penelitian ...92

3.3 Variabel Penelitian ...93

3.3.1 Variabel Keterampilan Menulis Cerpen ...93

3.3.2 Variabel Visual Menggunakan Tokoh Wayang Pandawa Lima ...93

3.3.3 Variabel Pemodelan Karakter ...93

3.4 Instrumen Penelitian ...94

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...103

3.5.1 Teknik Tes ...103

(14)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...111

4.1 Hasil Penelitian ...111

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ...111

4.1.1.1 Hasil Tes Siklus I ...111

4.1.1.1.1 Aspek Tokoh dan Penokohan ...114

4.1.1.1.2 Aspek Alur ...115

4.1.1.1.3 Aspek Latar ...116

4.1.1.1.4 Aspek Penggunaan Bahasa ...118

4.1.1.1.5 Aspek Kesesuaian ...119

4.1.1.2 Hasil Nontes Siklus I ...120

4.1.1.2.1 Hasil Observasi Siklus I ...120

4.1.1.2.2 Hasil Jurnal Siklus I ...124

4.1.1.2.2.1 Jurnal Siswa ...124

4.1.1.2.2.2 Jurnal Guru ...125

4.1.1.2.2.3 Hasil Wawancara Siklus I ...127

4.1.1.2.2.4 Hasil Dokumentasi Foto Siklus I ...128

4.1.1.3 Refleksi Siklus I ...135

4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ...135

4.1.2.1 Hasil Tes Siklus II ...135

4.1.2.1.1 Aspek Tokoh dan Penokohan ...140

4.1.2.1.2 Aspek Alur ...141

4.1.2.1.3 Aspek Latar ...142

(15)

xv

4.1.2.1.5 Aspek Kesesuaian ...144

4.1.2.2 Hasil Nontes Siklus II ...145

4.1.2.2.1 Hasil Observasi Siklus II ...145

4.1.2.2.2 Hasil Jurnal Siklus II ...149

4.1.2.2.2.1 Jurnal siswa ...150

4.1.2.2.2.2 Jurnal Guru ...150

4.1.2.2.3 Hasil Wawancara Siklus II ...153

4.1.2.2.4 Hasil Dokumentasi Foto Siklus II ...154

4.1.2.3 Refleksi Siklus II ...160

4.2 Pembahasan ...161

4.2.1 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen ...161

4.2.2 Perubahan Perilaku ...164

4.2.3 Hasil Jurnal Guru siklus II ...168

BAB V PENUTUP ...171

5.1 Simpulan ...171

5.2 Saran ...172

DAFTAR PUSTAKA ...174

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penilaian Proses ...95

Tabel 2 Penilaian Hasil Aspek Penilian unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen ...95

Tabel 3 Pedoman Penilaian Keterampilan menulis cerpen ...96

Tabel 4 Kriteria Penilaian Struktur Teks cerpen... ...99

Tabel 5 Hasil Tes Ketrampilan Memproduksi Teks Cerpen ...112

Tabel 6 Hasil Tes Aspek Tokoh dan Penokohan ...114

Tabel 7 Hasil Tes Aspek Alur ...115

Tabel 8 Hasil Tes Aspek Latar ...117

Tabel 9 Hasil Tes Aspek Penggunaan Bahasa ...118

Tabel 10 Aspek Kesesuaian ...119

Tabel 11 Hasil Observasi ...121

Tabel 12 Hasil Tes Keterampilan Menulis Cerpen Siklus II ...131

Tabel 13 Hasil Tes Aspek Tokoh dan Penokohan ...140

Tabel 14 Hasil Tes Aspek Alur ...141

(18)

xviii

Tabel 16 Hasil Tes Aspek Penggunaan Bahasa ...143

Tabel 17 Hasil Tes Aspek Kesesuaian ...144

Tabel 18 Hasil Observasi ...146

Tabel 19 Peningkatan Nilai Rata-rata Siklus I ke Siklus II ...162

(19)

xix

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Keterampilan menulis cerpen siklus I ...113

Diagram 2 Keterampilan Menulis Cerpen Siklus II ...139

Diagram 3 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Siklus I ke Siklus

(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Aktivitas ketika memperhatikan penjelasan materi ...129

Gambar 2 Kegiatan siswa memperhatikan paparan tokoh wayang Abimanyu ...130

Gambar 3 Kegiatan siswa sedang berdiskusi ...131

Gambar 4 Kegiatan siswa mengerjakan lembar kerja 1 ...132

Gambar 5 Aktivitas siswa ketika menulis cerpen ...133

Gambar 6 Aktivitas guru ketika melakukanpembimbingan dalam menulis cerpen ...134

Gambar 7 Kegiatan siswa ketika mengisi Angket ...135

Gambar 8 Aktivitas ketika memperhatikan penjelasan materi ...155

Gambar 9 Kegiatan memperhatikan paparan tokoh wayang Pandawa lima ...156

Gambar 10 Kegiatan siswa saat mengerjakan tugas dari guru ...157

Gambar 11 Aktivitas siswa ketika bertanya ...158

Gambar 12 Aktivitas guru ketika melakukan bimbingan dalam menulis cerpen ...159

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RRP Siklus I ...179

Lampiran 2 RPP Siklus II ...196

Lampiran 3 Lembar Observasi ...213

Lampiran 4 Lembar Hasil Observasi ...217

Lampiran 5 Jurnal Siswa ...221

Lampiran 6 Rekap Jurnal Siswa ...223

Lampiran 7 Jurnal Guru ...225

Lampiran 8 Hasil Jurnal Guru ...227

Lampiran 9 Pedoman Wawancara ...234

Lampiran 10 Hasil Wawancara ...236

Lampiran 11 Daftar Nama Siswa ...241

Hasil Jurnal

Hasil Wawancara

Hasil Kerja Lembar kerja 1

Hasil Kerja Lembar Kerja 2

(22)

xxii Hasil Kerja Lembar Kerja 4

Lembar Konsultasi

Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi

Surat Pemohonan Penelitian

Surat Keterangan Selesai Penelitian

(23)

1 1.1Latar Belakang

Menurut Nida 1957:19; Harris 1997:9; Tarigan 1981:1; Tarigan 1982:1) Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling mempengaruhi. Keempat komponen tersebut adalah menyimak (Listening skills), berbicara (Speaking skills), membaca (reading skills), dan menulis (writing skills) (dalam Mukh Doyin 2011:11)

Perolehan keempat keterampilan berbahasa melalui urutan yang teratur. Mula-mula, sejak kecil belajar menyimak kemudian kemudian disusul dengan berbicara. Baru pada waktu sekolah belajar membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat alamiah. Artinya, keterampilan berbahasa tersebut didapatkan oleh seseorang melalui peniruan yang bersifat alamiah dan langsung dalam proses komunikasi. Menyimak dan berbicara digunakan dalam komunikasi langsung dan tatap muka.

Keterampilan membaca dan menulis diperoleh secara sengaja melalui proses belajar. Oleh karena itu sering disebut dengan keterampilan berbahasa yang literer. Kedua bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi tertulis secara tidak langsung.

(24)

tidak didapatkan secara alamiah, tetapi melalui proses belajar dan berlatih. Berdasarkan sifatnya, menulis juga merupakan keterampilan merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan reseptif. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memamfaatkan grafologi, kosa-kata, struktur kalimat, pengembangan paragraf, dan logika berbahasa.

Sekurang-kurangnya ada tiga komponen dalam keterampilan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, antara lain meliputi kosa-kata , struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan pragmatik; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang kan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membantuk sebuah komposisi yang akan diinginkan seperti esai, artikel, cerita pendek, atau makalah.

Pembelajaran yang memerlukan keterampilan menulis adalah Bahasa Indonesia. Salah satu jenjang tingkatan pendidikan yang memerlukan keterampilan menulis adalah Sekolah Menengah Atas. Tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas keterampilan menulis dikurikulum 2013 berganti istilah menjadi memproduksi teks.

(25)

Memproduksi teks cerita pendek, pantun, cerita ulang, eksplanasi kompleks, dan film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.

Pada kompetensi dasar, materi yang dianggap menyulitkan siswa adalah memproduksi teks cerpen. Salah satu sekolah yang siswa didiknya mengalami kesulitan memproduksi teks cerpen adalah SMA Kesatrian 2 Semarang.

Berdasarkan wawancara singkat dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia, didapat kenyataan bahwa kemampuan siswa dalam memproduksi teks cerpen masih rendah. Hal ini diperkuat juga hasil penelitian yang dilakukan Rahmawati, nilai rata-rata memproduksi teks cerpen pada pretest adalah 63,84 sedangkan nilai postestnya adalah 71,21 dengan demikian nilai tersebut perlu ditingkatkan. Rendahnya kemampuan siswa dalam memproduksi teks cerpen juga dapat dibuktikan dari penelitian Seriana yang berjudul “Kemampuan Mencerpenkan Lagu “Bulan” Karya Ian Kasela ”

dalam penelitianya didapat data nilai rata-rata 36 orang siswa adalah 60, 77. Hal ini cukup memberi gambaran bagaimana kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

(26)

Dari wawancara yang dilakukan dengan guru Bahasa Indonesia di SMA Kesatrian 2 Semarang belum menyadari pentingnya latihan memproduksi teks sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan berbahasa siswa. Selama ini ada kecenderungan pembelajaran Bahasa Indonesia terlalu diarahkan pada segi-segi teori saja dari pada latihan memproduksi teks sehingga pengajaran memproduksi teks tidak akan tercapai dengan baik tanpa adanya latihan-latihan.

Keterampilan memproduksi teks menjadi salah satu pokok bahasan dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang harus benar-benar diajarkan secara tepat. Permasalahan-permasalahan di atas, perlu segera diatasi. Alternatif keberhasilan pembelajaran memproduksi teks cerpen dapat segera diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan teknik pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan sekolah tersebut. Teknik saat ini dianggap lebih cepat dan tepat sasaran atau komunikatif dalam penyampaian.

(27)

Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan mengasyikan serta siswa dapat berperan aktif. Dalam pembelajaran, wujud alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.

Modeling adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, medemostrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam teknik modeling, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar.

Dengan demikian, dalam pembelajaran memproduksi teks cerpen guru mengahadirkan contoh atau model dari karakter Tokoh Wayang Pandawa Lima. Hasil memproduksi teks cerpen akan baik dan benar. Jika siswa lebih dahulu mengatahui hal-hal yang berkaitan dengan memproduksi teks cerpen melalui pemodelan karakter yang dihadirkan oleh guru yaitu Tokoh Wayang Pandawa Lima. Guru juga dapat memberi contoh cara mengerjakan sesuatu atau memberi model tentang bagaimana cara belajar sebelum melaksanakan tugas, sehingga apa yang amati ditiru dalam demostrasi tersebut dapat dilakukan siswa dalam belajar. Namun demikan, tentunya guru bukan satu-satunya model pembelajaran. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar.

(28)

Lima. Peneliti menetapkan tokoh wayang Pendawa Lima ini karena cocok digunakan di sekolah tersebut. Alasannya karena tokoh wayang Pandawa Lima memiliki nilai kearifan lokal yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat membentuk karakter bagi siswa.

Menurut hasil wawancara dengan seniman di Kota Semarang yang bernama Bapak Suparto. Beliau mengungkapkan bahwa tokoh wayang Pandawa Lima memiliki nilai karakter dan kearifan lokal yang cocok diterapkan sebagai media pembelajaran yang muatan karakter. Pada setiap tokoh pewayangan Pandawa Lima memiliki sifat yang bisa ditiru oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembentuk karakter dalam kehidupannya.

Bapak Suparto juga setuju jika pemilihan media pembelajaran menggunakan tokoh Wayang Pandawa Lima karena selain sebagai media

pembelajaran pembentukan karakter tetapi juga sebagai media

memperkenalkan budaya yang ada di Indonesia kepada para siswa.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

(29)

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (K 13), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMA sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

(30)

aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.

Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

(31)

minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Merujuk pada permasalahan yang dirasakan oleh siswa, maka peneliti memilih sebuah media serta teknik yang cocok untuk memotivasi siswa agar mempunyai minat dan ketertarikan terhadap sastra khususnya memproduksi teks cerpen yang dianggap sulit. Salah satu cara untuk mempermudah guru dalam proses pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan menggunakan media “Tokoh Wayang Pandawa Lima” bagi siswa dengan Teknik pemodelan karakter.

Peneliti menerapkan sebuah teknik yang diambil dari teknik kesusastraan dalam memproduksi teks cerpen yaitu pemodelan. Teknik pemodelan ini merupakan sebuah teknik memproduksi teks cerpen dengan menggunakan model sebagai media pengembang imajinasi siswa menjadi sebuah cerpen dengan ide yang terkait dengan cerita tersebut. Teknik ini dapat mengurangi kesulitan siswa dalam memproduksi teks sebuah cerpen.

(32)

disisipkan nilai-nilai untuk siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dari pemodelan tersebut siswa diminta untuk menemukan ide di dalamnya, kemudian ide tersebut menjadi bekal untuk memproduksi teks sebuah cerpen dengan cara menyerap cerita tentang wayang tokoh Pandawa Lima ke dalam sebuah cerpen.

Media Tokoh Wayang Pandawa Lima ini menggunakan media visual, yaitu menggunakan wayang tokoh pendawa lima yang kemudian diceritakan kehidupan dan cara para tokoh dalam menyelesaikan masalah. Dari cara para tokoh masalah tersebut dapat diketahui bagaimana sifat dan karakter para tokoh dan kemudian cara tersebut dapat ditiru siswa dalam kehidupannya.

Hadirnya media “Tokoh Wayang Pandawa Lima” dengan teknik

pemodelan karakter tersebut dapat membantu siswa untuk menemukan ide dan mengurangi kesulitan dalam menentukan alur, tokoh dan penggunaan bahasa yang tepat. Diharapkan siswa juga dapat mengambil nilai yang terkandung di dalamnya sehingga mendapatkan hikmah setelah memproduksi teks cerpen. Untuk itu peneliti mengadakan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Memproduksi Teks Cerpen dengan

(33)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalah yang perlu dipecahakan. Pembelajaran memproduksi teks cerpen pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Kesatrian 2 Semarang belum optimal. Keterampilan siswa dalam memproduksi teks cerpen juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, pembelajaran kompetensi dasar memproduksi teks cerpen perlu ditingkatkan untuk lebih mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas siswa.

Berikut adalah identifikasi penyebab rendahnya keterampilan siswa dalam memproduksi teks cerpen. Pertama, faktor dari siswa. Siswa merasa sulit menemukan ide yang akan dituangkan dalam cerpen. Siswa beranggapan bahwa memproduksi teks cerpen merupakan keterampilan yang sulit dikuasai karena harus mengembangkan imajinasi dan kreasi. Kedua, faktor dari guru. Guru masih belum menerapkan Teknik yang tepat serta belum menggunakan media yang memudahkan siswa dalam memproduksi teks cerpen. Guru lebih cenderung menguatkan teori memproduksi teks daripada praktiknya, sehingga latihan memproduksi teks sangat minim.

(34)

Kesatrian 2 Semarang adalah dengan menggunakan media tokoh wayang Pandawa Lima dengan teknik pemodelan karakter.

1.3Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini dipusatkan pada upaya peningkatan penulis cerpen siswa pada kelas XI IPA-1 SMA Kesatrian 2 Semarang yang masih rendah. Permasalah tersebut akan diatasi dengan menggunakan teknik pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima. 1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembelajaran keterampilan memproduksi teks

cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA Kesatrain 2 Semarang?

2. Bagaimana peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen

dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang?

3. Bagaimana perubahan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran

memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA Kesatrian 2 Semarang?

1.5Tujuan

(35)

1. Mendiskripsikan proses pembelajaran keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang.

2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan memproduksi teks

cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang.

3. Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa ketika mengikuti

pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang

1.6Manfaat

Dilakukan penelitian ini diharapkan hasil dapat memberikan manfaat baik teoretis maupun praktsi untuk berbagai pihak.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang diperoleh adalah:

- Penelitian ini digunakan sebagai dasar pijakan untuk mengatasi permasalahan kebahasan khususnya pembelajaran memproduksi teks cerpen.

- Penelitian ini digunakan untuk penambahan wawasan bagi pembaca tentang memproduksi teks cerpen.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini dapat dimanfaat oleh:

(36)

- Mendapat kemudahan dalam mengembangkan keterampilan memproduksi teks cerpen

- Mempermudah dalam pencarian ide dan menciptakan tokoh,

penggunaan bahasa, serta jalan cerita yang akan ditulis ke dalam cerpen

b. Guru :

- Mempermudah dalam proses pelatihan atau bimbingan memproduksi

teks cerpen.

- Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih teknik

(37)

15 2.1 Kajian Pustaka

Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan dapat dijadikan kajian pustaka dalam penelitian ini, antara lain yang dilakukan oleh Purwanti (2006), Fitri (2007), Khasanah (2009), Meilanisa (2010),

Matarneh (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Structural Evaluation Of Maugham's: Before The Party, The Pool And Mackintosh

menunjukkan bahwa penggunaan teknik pemodelan lebih efektif dibanding menggunakan teknik lainnya.

Pada penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan penelitian peneliti. Persamaan terletak pada teknik yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan teknik pemodelan. Pada penelitian Matarneh menggunakan pemodelan cerpen dengan cerita yang berbeda dan pada peneliti menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima.

Purwanti (2006) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan

Kemampuan Bertelepon Melalui Teknik Pemodelan Pada Siswa Kelas VII A

Mts Al-Asror Patemon Gunung Pati Semarang menunjukkan bahwa

(38)

yang dicapai 64,34 atau sebesar 64,34%. Pada siklus II rata-rata mengalami peningkatan sebesar 12,45% menjadi 76,79 atau 76,79%.

Pada penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian peneliti. Persamaan terletak pada teknik yang digunakan, yaitu teknik permodelan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti menggunakan permodelan cerpen yang sudah ada, sedangkan peneliti menggunakan permodelan karakter “Tokoh Wayang Pandawa Lima”.

Perbedaannya pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti tidak bermuatan apapun, sedangkan pada penelitian peneliti bermuatan Karakter.

Fitri (2007) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan

Mengubah Cerpen Menjadi Teks Drama Dengan Pendekatan Kontekstual Elemen Pemodelan Pada Siswa Kelas IX di SMP Negeri 2 Pecangan Kabupaten Jepara” meningkat dalam mengubah teks cerpen jadi naskah

drama dari 60,07 pada saat prasiklus menjadi 68,95 pada siklus satu atau meningkat sebesar 8,88 dan 76,19 pada siklus II atau meningkat sebesar 7,24 dari siklus I atau 16,12 dari prasiklus. Peningkatan pada siklus I belum optimal karena belum mampu mencapai batas standart ketuntasan yang ditetapkan yaitu 70 sedangkan pada siklus II telah memuaskan karena telah mampu mencapai batas ketuntasan yaitu 70.

(39)

permodelan karakter “Tokoh Wayang Pandawa Lima”. Perbedaannya pada

penelitian yang dilakukan oleh Fitri tidak bermuatan apapun, sedangkan pada penelitian peneliti bermuatan karakter.

Khasanah (2009) dalam penelitiannya Peningkatan Keterampilan

Membaca Cepat Untuk Menemukan Ide Pokok dengan Teknik SKIPPING

Ayunan Visual Siswa Kelas X.11 SMA N Semarang menunjukkan peningkatan. Hasil tes kecepatan membaca pra-siklus menunjukkan nilai rata sebesar171 kpm atau 49,22% dan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 230 kpm atau 65,95%. Hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 16,73 %. Pada hasil tes pemahaman ide pokok pra-siklus sebesar 44,63% dan pada siklus I sebesar 55,13%. Pada tes ini juga mengalami peningkatan sebesar10,50%. Pada siklus II di peroleh nilai rata-rata kelas untuk tes membaca cepat sebesar 263 kpm atau 75,52%. Hal ini menujukan peningkatan pada siklus I ke siklus II sebesar 9,57%. Untuk tes pemahaman ide pokok diperoleh nilai rata-rata 74,38%. Hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan sebesar 19,25% dari siklus I.

(40)

Meilanisa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan

Keterampilan Menulis Pengalaman Pribadi Melalui Karangan Narasi dengan Teknik pemodelan pada siswa kelas VII E SMP N 2 Kudus” meningkat setelah mengikuti pelajaran menulis pengalaman pribadi melalui karangan narasi dengan teknik permodelan. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil tes keterampilan menulis pengalaman pribadi siklus 1 dan siklus II yang mengalami peningkatan. Hasil nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 59,47 berada pada kategori cukup. Hasil nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 76,60 berada dalam kategori baik. Selisih nilai rata-rata siswa pada siklus I dan siklus II sebanyak 17,13. Jadi, peningkatan keterampilan pengalaman pribadi antara siklus I dan siklus II sebesar 28,80%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Meilanisa memiliki perbedaan dan persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaan tersebut terletak pada Variabel yang dibahas. Jika Meilanisa membahas tentang menulis pengalaman pribadi, sedangkan Peneliti membahas tentang menulis cerpen. Selain dari apa yang dibahas media yang digunakan juga berbeda Meilanisa menggunakan karangan narasi, sedangkan peneliti menggunakan “Tokoh Wayang Pandawa Lima”. Persamaan yang ada terletak pada teknik

yang digunakan, sama-sama menggunakan teknik pemodelan.

(41)

tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik, metode, serta media yang beragam. Penelitian yang dilakukan peneliti adalah Peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen dengan permodelan karakter tokoh wayang pendawa lima pada siswa kelas XI – IPA 1 di SMA Kesatrian 2 Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya. Diharapkan penelitian-penelitian ini dapat memberi solusi terhadap permasalahan yang selama ini dihadapi siswa di sekolah, terutama mengenai rendahnya kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

2.2 Landasan Teoretis

Teori-teori yang dipaparkan berkaitan dengan penelitian ini meliputi hakikat cerpen, penulis cerpen, hakikat media pembelajaran, pengertian Teknik permodelan, Pendidikan Karakter dan pembelajaran menulis cerpen menggunakan media “ Tokoh Wayang Pandawa Lima” dengan teknik

pemodelan karakter.

2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen

Dalam hakikat menulis akan dibahas tentang pengertian menulis cerpen, kendala menulis cerpen, mengatasi kendala menulis cerpen, strategi menghasilkan karya yang baik, teknik menulis cerpen, dan jurus menulis cerpen.

2.2.1.1Pengertian Menulis Cerpen

(42)

writing (menulis kreatif). Agar tulisan itu ada maka jangan ditunda-tunda! Inspirasi atau gagasan datang kapan saja dan dimana saja. Bahkan dunia beserta peristiwa yang ada di dalamnya adalah sumber inspirasi.

2.2.1.2Kendala Menulis Cerpen

Menurut Kusmayadi (2010:34) kendala menulis cerpen sebagai berikut: 1) Tidak percaya diri (merasa tidak berbakat)

2) Takut salah atau malu-malu 3) Merasa tidak punya (ada) ide

4) Miskin atau kurang mempunyai perbendaharaan kosa kata

5) Tidak tahu memulainya dari mana (merasa tidak bisa membuat opening/ pembukaan)

6) Sulit membuat pembukaan

7) Ragu-ragu karena merasa kekurangan bahan

8) Berhenti di tengah jalan, malas melanjutkan

9) Mengulang-ulang penulisan

10)Tidak bisa membuat ending/ pengakhiran cerita 11)Dihantui “panjang karangan” (jumlah halaman)

12)Dibebani pesan/ mengejar nilai (khususnya para siswa 13)Dibebani “selera pasar” (takut tidak laku dijual)

2.2.1.3Mengatasi Kendala Menulis Cerpen

(43)

1) Siapa saja dapat menulis cerpen asalkan mau berlatih secara berkesinambungan dan disiplin.

2) Banyak membaca dan bergaul untuk memperkaya materi yang akan

ditulisnya sebagai cerpen.

3) Materi yang ditulis tidak hanya bersumber dari imajinasi belaka, tetapi didukung oleh fakta (peristiwa yang terjadi di sekitar dan data yang telah didokumentasikan) dan ditambah pengalaman pribadi.

4) Banyak membaca, bergaul, berdiskusi, memahami orang-orang

sekitar dan lingkungannya (masalah psikologi dan sosiologi).

5) Bebaskan diri dari beban: tidak percaya diri, malu, takut salah. Tanamkan ambisi: jadi pengarang dan bisa menjadi penulis.

6) Tidak ragu-ragu memulai menulis, melanjutkan dan mengakhirinya.

2.2.1.4 Strategi Menghasilkan Karya yang Baik

Menurut Kusmayadi (2010: 35) menghasilkan karya yang baik dapat dilakukan hal-hal berikut.

1) Menyerap bacaan sebagai pembanding pada saat berkarya.

2) Menulis secara rutin dengan disiplin waktu.

3) Berpikir dan bertindak bahwa menulis itu pekerjaan yang

menyenangkan.

4) Berambisi punya karya yang bernilai dan bermutu sebaik-baiknya. 2.2.1.5Teknik Menulis Cerpen

Teknik menulis cerpen menurut Kusmanyadi (2010:37) sebagai berikut.

(44)

Sebelum menulis cerpen, ada baiknya membuat perencanaan. Perencaan tersebut termasuk menentukan tema yang menarik.

2) Tema

Setiap tulisan harus memiliki pesn atau arti yang tersirat didalamnya. Sebuah tema seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita tempat menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya.

3) Tempo Waktu

Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan sebuah tempo waktu yang pendek.

4) Latar (Setting)

Latar adalah tempat kejadian berperan untuk turut mendukung jalannya cerita. Hal itu berarti dalam pemilihan latar kita harus berhati-hati.

5) Penokohan

Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyajk tokoh mbisa mengaburkan jalan cerita.

6) Dialog

(45)

Buat paragraf pembuka yang menarik, sehingga membuat pembaca penasaran untuk mengetahui cerita selanjutnya. Pastikan alur lengkap, artinya ada pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup.

8) Baca Ulang

Pembaca dapat dengan mudah terpengatuh oleh format yang tidak rapi, penggunaan tanda baca dan tata bahasa yang salah. Jangan biarkan semua mengganggu cerita, selalu periksa kembali.

2.2.1.6 Beberapa “ Jurus” Menulis Cerpen

Ada lima aturan mengenai cerpen menurut Edgar Alan (dalam Kusmayadi 2010:40) sebagai berikut.

1) Cerpen harus pendek. Artinya, cukup pendek untuk dibaca dalam sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada pembacanya secara terus-menerus tanpa terputus, sampai kalimat akhir.

2) Cerpen seharusnya mengarang untuk membuat efek yang tunggal

dan unik.

3) Cerpen harus ketat dan padat.

4) Cerpen harus tampak sungguhan. Seperti sungguhan adalah dasar dari semua seni mengisahkan cerita. Semua tokoh ceritanya dibuat sungguhan, berbicara, berlaku seperti manusia yang betul-betul hidup.

(46)

2.2.2 Hakikat Cerpen

Teori-teori yang ada pada hakikat cerita pendek (cerpen) mencangkupi pengertian cerpen dan unsur pembangun cerpen.

2.2.2.1Pengertian cerpen

Cerpen sebenarnya sudah banyak diketahui dan bahkan sering dinikmati oleh banyak orang. Namun, para ahli memberikan definisi atau batasan yang berbeda-beda. Thahar (2008:1) mengemukakan bahwa cerita pendek atau yang lebih popular dengan akronim cerpen merupakan salah satu jenis fiksi yang paling banyak ditulis orang.

Notosusanto dalam (Kusdmayadi 2010:8) menyatakan bahwa cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut. Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup dan permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek.

(47)

(fiction). Ciri dasar yang ketiga adalah sifat naratif atau penceritaan. Nugroho (2007: 23) juga mengungkapkan bahwa cerpen adalah cerita yang hanya menceritakan satu peristiwa dari keseluruhan kehidupan pelakunya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah cerita fiksi yang bentuknya pendek dan ruang lingkup per-masalahannya menyuguhkan sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang menarik perhatian pengarang dan keseluruhan cerita yang memberi kesan tunggal.

Menurut Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7), cerpen adalah karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah kisah pendek yang mengandung kesan tunggal.

Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7) mendeskripsikan cerpen sebagai cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan baerupa analisis argumentasi dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta relatif pendek. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentuknya yang jauh lebih dari novel, melainkan karena aspek masalahnya.

Menurut Edgar Allan poe (dalam Kusmayadi 2010:7), cerita pendek adalah cerita yang memiliki ukuran cukup pendek sehingga selesai dibaca dalam sekali duduk. Ia mampu membangkitkan aspek penasaran pada pembaca dan penggunaan kata dan kalimat harus ekonomis.

(48)

Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi 2010:7) mengatakan umumnya panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata. Untuk cerpen-cerpen anak tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun ceritanya tidak terlalu panjang, kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal, tengah, dan akhir cerita).

Pendapat (Kusmayadi, 2010:8) menyebutkan bahwa pedoman umum cerpen terdiri dari 2.000 kata sampai denagan 10.000 kata. Penggolonagan adalah sebagai berikut.

1. Cerita pendek (short story).

2. Cerita pendek yang pendek (short, short story).

3. Cerita pendek yang sangat pendek (very short-short story).

4. Cerpen yang pendek hanya terdiri dari 750 sampai dengan 1.000 kata. Carpen jenis ini biasanya disebut cerita mini yang lazim disingkat cermin. Di barat cermin disebut flash yang artinya sekilas atau sekelebatan membacanya. Jenis ini tergolong dalam very short-short story.

Adapun cerpen yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut dengan cerpen (cerita pendek yang panjang). Jenis cerpen ini bisa dikembangkan menjadi novel pendek. Karya-karya cerpen para sastrawan Eropa, Amerika Latin, dan AS tahun 1940 - 1960-an pada umumnya ditulis panjang dan layak disebut cerpen.

(49)

2. Bahasa dan isinya mudah dipahami. Dengan demikian,cerpen tersebut dapat dibaca kurang dari satu jam dan isinya tidak terlupakan oleh pembacanya sepanjang waktu.

Bagi siswa sekolah Dasar bisa menulis 1 – 3 lebar sudah bagus. Jika sering berlatih, akan mudah untuk memproduksi teks cerita dengan lebih lengkap dan ideal. Bahwa siswa Sekolah Dasar sudah ada yang mampu menulis novel atau kumpulan cerpen, seperti Sri Izzati dan Abdurahman Faiz. Mereka merupakan pengarang cilik yang di usia anak-anak sudah mampu menulis cerita bahkan menerbitkannya dalam bentuk buku.

2.2.2.2Unsur Pembangun Cerpen

Sebuah karya sastra dibangun atas unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur tersebut sangat menentukan keindahan dan keberhasilan sebuah karya. Tidak terkecuali sebuah cerpen. Kemenarikan dari sebuah cerpen sangat tergantung dari unsur-unsur yang terkandung dalam cerpen tersebut.

(50)

Tomi (2012:16) mengutarakan bahwa unsur-unsur intrinsik pembangun cerita pendek meliputi : 1) tema, 2) alur, 3) latar, 4) tokoh dan penokohan, 5) sudut pandang, 6) gaya bahasa, dan 7) amanat.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur intrinsik pembangun cerpen meliputi : 1) tema, 2) alur, 3) latar, 4) tokoh dan penokohan, 5) sudut pandang, 6) gaya bahasa, dan 7) amanat.

Berikut ini adalah pemaparan mengenai unsur-unsur pembangun cerpen.

2.2.2.2.1 Tema

Menurut Tarigan (2008:167) tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema suatu karya sastra imajinatif merupakan pikiran yang akan ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat membaca karya tersebut. Tema biasanya suatu komentar mengenai kehidupan atau orang-orang. Tema haruslah dibedakan dari tesis yang merupakan gagasan logis yang mendasari setiap esai yang baik. Juga tema harus dibedakan dari motif, subjek, atau topik. Tema dipergunakan untuk memberi nama untuk suatu pernyataan atau pikiran mengenai suatu subjek, motif, tema, atau topik.

Menurut Kartono (2011:24) tema adalah pemersatu seluruh tulisan. Bila menghadapi topik yang masih kabur atau sangat luas, lebih dahulu mencari dan menentukan temanya, untuk membatasi pembicaraan

(51)

semua isi tulisan akan jelas terpampang dari temanya. Memikirkan tema yang menarik akan sangat membantu ketika menuliskannya nanti.

Dalam kata lain, tema bisa juga dilihat sebagai bingkai tulisan. Menentukan tema sama berarti membuatkan figura untuk “lukisan” cerpen.

Bisa juga sebagai jendela, dimana kita bisa membuat keseluruhan isi cerpen yang akan ditulis. Bingkai pada dasarnya menegaskan batasan-batasan yang hendak kita tulis dan ingin disampaikan kepada pembaca. Sehingga sangat membantu pikiran kita untuk lebih fokus. Sehingga tidak terpancing memikirkan hal-hal yang berada di luar tema.

Menurut Septarianto (2012:18) diungkapkan bahwa tema adalah ide atau pokok permasalahan yang mendasari suatu karya sastra. Tema suatu cerpen berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca.

(52)

1. Jenis Tema

Tema fiksi umumnya diklasifikasikan kedalam lima jenis. Berikut kelima tema tersebut.

a. Tema jasmaniah merupakan tema yang cederung berkaitan dengan keadaan jasmani seorang manusia. Tema jenis ini terfokus pada kenyataan dari manusia sebagai jasad (jasmani).

b. Tema organik diterjemahkan sebagai tema tentang „moral‟ karena kelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral manusia. Hubungan ini diwujudkan dalam bentuk tolong menolong, saling menghargai, dan saling bebagai sesama teman.

c. Tema sosial meliputi hal-hal yang berada di luar masalah pribadi, misalnya masalah pendidikan, masalah anak-anak putus sekolah. d. Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi pribadi

yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.

e. Tema keutuhan merupakan tema yang berkaitan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Menurut Mansyur (2008:24), tema merupakan pokok permasalahan yang ada di dalam sebuah cerita. Dari sebuah cerita tema, cerita dibentuk dan di sajikan. Oleh karena itu, tema memegang peranan penting dari sebuah cerita. Banyak tema yang ada dapat dijadikan sebagai pokok cerita, misalnya kemiskinan, kemanusiaan, kecemburuan, dan sebagainya.

(53)

pengarang terhadap peristiwa atau pengalaman hidup. Berbagai peristiwa dapat diangkat menjadi cerpen. Dengan demikan, tema berfungsi sebagai media menyampaikan pesan cerita.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah roh atau nyawa dari sebuah cerita, jika nyawa dari sebuah cerita tidak menarik minat pembaca juga tidak akan banyak. Tema yang biasa digunakan oleh penulis biasanya adalah sesuai dengan kehidupan nyata dari sasaran pembacanya. 2.2.2.2.2 Latar

Menurut Mansyur (2008:26), latar dalam sebuah cerpen merupakan tempat maupun waktu yang akan menunjukkan peristiwa dalam sebuah cerpen terjadi. Fungsi latar adalah untuk menegaskan kenyakinan pembaca terhadap peristiwa yang terjadi. Selain itu latar dapat menunjukkan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

Menurut Septarianto (2012:24) latar adalah tempat,waktu,sosial, dan suasana terjadinya peristiwa yang dijadikan latar belakang penceritaan oleh pengarang. Jadi latar dari cerita pendek salah satu yang perlu diperhatikan karena latar akan mendukung kemenarikan sebuah cerita pendek.

(54)

garis besar saja, yang telah mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan.

Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung. Dalam pengertian yang lebih luas, latar mencangkup tempat dan waktu dan kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam kegiatan itu. Latar acap kali sangat penting dalam memberikan sugesti akan ciri-ciri tokoh, dan menciptakan suasana suatu karya sastra. Semua ini sering dikembangkan dalam pemberian dan deskripsi menurut Leverty ( dalam Tarigan 2008:164).

Menurut Kusmayadi (2010:23) latar dalam sebuah cerita, harus terjadi pada suatu tempat dan waktu. Seperti halnya kehidupan ini yang juga belangsung dalam ruang dan waktu. Fiksi adalah sebuah “dunia dalam kata”

yang di dalamnya terjadi pula kehidupan, yakni kehidupan para tokoh dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Jika di dalam cerita lama (klasik) tempat kejadian cerita dan tahun-tahun terjadinya disebutkan secara panjang lebar, pada umumnya tidak demikian halnya dengan cerita modern.

Secara garis besar latar cerita dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

a. Latar Tempat

(55)

b. Latar Waktu

Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu pada saat terjadinya peristiwa. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan cerita secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar belakangnya.

c. Latar sosial

Latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti kaya-miskin, pegawai negeri-buruh, dan sebagainya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latar adalah bagian dari cerpen yang berisi tentang tempat, waktu dan suasana yang menyangkut keadaan tempat sosial yang akan diceritakan oleh penulis. Latar biasanya dipilih sesuai dengan alur cerita yang dibuat dan yang menarik pembaca. 2.2.2.2.3 Alur

(56)

Menurut Kusmayadi (2010:24), unsur cerita yang tak kalah pentingnya adalah alur atau jalan cerita. Menarik atau tidaknya cerita ditentukan pula oleh penyajian peristiwa demi peristiwa. Jalinan peristiwa tersebut memiliki hubungan sebab akibat, sehingga jika salah satu bagian dihilangkan akan merusak jalannya cerita tersebut.

Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagian-bagian cerita, yakni sebagai berikut.

a. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan melalui dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian tersebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi:

1) Mulai melukiskan keadaan.

2) Peristiwa-peristiwa mulai gerak.

3) Keadaan mulai memuncak.

4) Mencapai titik puncak. 5) Peristiwa mulai menurun.

6) Pemecahan masalah/penyelesaian.

b. Pengarang menyusun peristiwa secara tidak berurutan. Pengarang dapat

memulainya dari peristiwa terakhir atau peristiwa yang ada di tengah. Kemudian, menengok kembali pada peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Susunan yang demikian disebut alur sorot balik (flashback).

(57)

conflict.keempat istilah ini bermakna “struktur” gerak atau laku dalam suatu

fiksi atau drama.

Menurut Pranoto (2010: 74) Plot yang ideal adalah yang berjenis well-made short story bila dilukiskan seperti garis liku sebagai berikut.

climax

Anti climax

Opening ending

Pada garis liku di atas, pada mulanya datar lalu menanjak, tinggi, tinggi menuju puncak dan sampai kepuncak lalu menurun, dan kemudian melandai. Daris liku tersebut dapat diperinci sebagai berikut.

- Pada garis datar adalah pembukaan cerita.

- Pada garis menanjak hingga puncak adalah bagian tengah yang berisi inti cerita atau klimaknya.

- Pada garis yang menurun dan kemudian melandai adalahan

bagian akhir dan penutup.

(58)

2.2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan

Menurut Kusmayadi (2010:20), aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih menarik perhatian. Dalam membaca atau memahami suatu karya sastra, pembaca sering tidak mempertanyakan apa yang kemudian terjadi, tetapi sering mempertanyakan “peristiwa yang terjadi kemudian itu menimpa siapa”.

Sebagian besar pembaca mengharapkan adanya tokoh-tokoh cerita yang bersifat alamiah (natural). Artinya, bahwa tokoh-tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berciri “hidup” sepertinya halnya kehidupan sehari-hari.

Meskipun cerita itu bersifat fiksi (khayalan), tetapi bisa menggambarkan keadan sehari-hari yang di alami. Pesan-pesan yang disampaikan pun akan bermanfaat bagi pembaca dalam menjalani kehidupan.

1. Penggambaran Watak Tokoh

Menurut Kusmanyadi (2010:20) setiap pengarang mempunyai cara berbeda dalam menggambarkan watak tokohnya ada beberapa metode penyajian watak tokoh atau metode penokohan.

Pertama, metode analitik atau tidak langsung. Pencerita tidak langsung menjelaskan karakter tokoh, tetapi pembaca yang harus menyimpulkannya sendiri. Pembaca dapat mengetahui karakter tokoh melalui pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.

(59)

perasaannya melalui deskrisi langsung. Sehingga pembaca langsung mendapat gambaran mengenai karakter tokoh tersebut.

2. Jenis Tokoh

Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral (toko utama) dan tokoh tambahan (bawahan). Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa cerita. Tokoh utama dapat ditentukan paling tidak dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Tiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

Berdasarkan watak atau karakternya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sederhana (simple) dan tokoh kompleks (complex). Tokoh yang sederhana atau datar yaitu tokoh yang kurang mewakili keutuhan dari manusia dan hanya ditonjolkan satu sisinya saja. yang termasuk dalam katogori tokoh sederhana atau datar adalah semua tipe tokoh yang sudah biasa atau yang sudah familier. Ciri bahwa seorang tokoh dapat dikatagorikan ke dalam stereotip tentu ialah bahwa watak tokoh tersebut dapat dirumuskan dalam suatu formula (pernyataan) yang sederhana, misalnya “tokoh ibu tiri yang selalu digambarkan berwatak kejam”, “gadis

pekerja yang miskin tetapi jujur”.

(60)

perkembangan. Tokoh bulat sering memunculkan segi wataknya yang tidak terduga.

Dalam konsep penokohan drama, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang menceminkan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal (baik) bagi kita. Tokoh ini biasanya menampilkan sosok jagoan, pahlawan kebenaran, dan pemenang dalam setiap konflik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menybabkan terjadinya konflik. Biasanya tokoh antagonis adalah tokoh yang melawan atau menentang tokoh protagonis.

Menurut Tarigan (2008: 147) penokohan atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas pengarang ialah membuat tokoh sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada. Cara untuk mencapai tujuan ini tentu beraneka ragam, termasuk pemberian atau analisis, apa yang dikatakan atau yang dilakukan oleh para tokoh, cara mereka beraksi dalam situasi-situasui tertentu, apa yang dikatakan oleh tokoh lain terhadap mereka atau bagaimana mereka bereaksi terhadapnya.

(61)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah seseorang yang melakukan peran seperti yang dituliskan oleh pengarang. Tokoh tersebut biasanya diambil dari kehidupan nyata yaitu protagonis dan antagonis.

2.2.1.2.5 Sudut Pandang

Menurut Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan

pengalamanmu sendiri, hakikatnya kamu menjadikan dirikan sebagai pusat cerita. Pusat pengisahan dalam cerita disebut juga sudut pandang.

Sudut pandang atau pusat pengisahan (point of view) digunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiawa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Oleh karena itu, sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa Ia merupakan sudut pandang yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita.

Secara garis besar, sudut pandang dibedakan dalam dua macam, yaitu sudut pandang orang pertama atau gaya “aku” dan sudut pandang orang ketiga atau gaya “dia”. Sudut pandang orang pertama meliputi:

1. “Aku” sebagai tokoh utama. 2. “Aku” sebagai tokoh tambahan. Sedangkan sudut pandang orang ketiga meliputi:

(62)

2. “Dia” terbatas,yaitu pengarang melukiskan apa yaang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, tetapi terbatas pada seorang tokoh saja.

Menurut Septarianto (2012:26), Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Setiap sudut pandang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu dalam menentukan sudut pandang penulis harus memperhatikan isi dan cerita yang akan ditulis. Sudut pandang manakah yang sesuai dan yang paling menghidupkan cerita.

Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pandang pengarang dalam memaparkan tokoh dalam cerita yang akan ditulis. Pada sudut pandang terdapat kelemahan dan kelebihan masing-masing.

2.2.2.2.6 Gaya Bahasa

Menurut Kusmayadi (2010:27) Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh pemilihan kata (diksi) yang tepat. Gaya merupakan cara mengungkapkan seseorang yang khas bagi seorang pengarang.

(63)

segala sesuatu yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa gaya adalah orangnya. Gaya pengarang adalah suara-suara pribadi pengarang yang terekam dalam karyanya.

2.2.2.2.7 Amanat

Menurut Kusmayadi (2009:32), amanat adalah merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan secara tersirat (Implisit). Melalui tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain itu, amanat dapat pula disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan, saran, peringatan, anjuran, atau nasehat, yang disampaikan secara langsung ditengah cerita.

Menurut Septarianto (2012:28), amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang ditulisnya. Amanat yang baik adalah amanat yang sesuai dengan tema. Suatu cerita akan lebih bermakna jika amanat yang terkandung di dalamnya dapat disampaikan pada pembaca.

Menurut Mansyur (2008:28), amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang terkandung di dalam sebuah karya sastra. Amanat ini berupa pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca. Amanat dalam cerpen dapat ditemukan dengan membaca secara detail cerpen yang bersangkutan.

(64)

2.2.3 Penulisan Cerpen

Cerpen tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling berkaitan erat satu sama lain. Keterkaitan antara unsur-unsur pembangun cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Koherensi dan kohesi semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan sastra..

Menurut Efendi (2013:51) sebelum menulis ada beberapa yang harus dilakukan oleh penulis yaitu menentukan: 1) tema, 2) menentukan tujuan tulisan, 3) menentukan media yang tepat, 4) membuat kerangka tulisan, dan 5) mengumpulkan informasi.

1. Tema

Menurut tema merupakan roh sebuah tulisan. Pemilihan tema yang menarik, padat, syarat makna, terang dan bermakna luas adalah kunci penting bagi keberhasilan sebuah tulisan. Gambaran semua isi tulisan akan jelas terpampang dari temanya. Memikirkan tema yang menarik akan sangat membantu ketika menuliskannya nanti.

Dalam kata lain, tema bisa juga dilihat sebagai bingkai tulisan. Menentukan tema sama berarti membuatkan figura untuk “lukisan” cerpen.

(65)

membantu pikiran untuk lebih fokus. Sehingga tidak terpancing memikirkan hal-hal yang berada di luar tema.

2. Tujuan Tulisan

Sebelum mulai menulis, sebaiknya menentukan terlebih dahulu apa tujuannya. Tujuan itu beragam sesuai dengan kepentingan dari penulis. Ada yang hanya sekedar untuk diri sendiri. Ada juga penulis yang mengungkapkan isi hatinya kepada kekasih isi hatinya. Sebagian yang lain ingin karyanya diterbitkan supaya bisa terkenal, dapat royalti, popularitas, dan sebagainya. Semua tujuan itu sah-sah saja tidak ada yang melarang.

3. Menentukan media yang tepat.

Mengenali media cetak sangat penting. Supaya cerpen tidak bernasib naas . cara yang efektif untuk mengenali karakter sebuah media massa, koran atau majalah adalah dengan membaca tulisan yang pernah dimuat dimedia tersebut. Misalkan, penulis menulis cerpen remaja tapi dikirim di majalah femina, yang khusus untuk wanita dewa, pasti tidak nyambung. Atau cerpen yang berisi sastra penulis kirim ke majalah bobo, yang seharusnya cocok ke Horison.

4. Membuat kerangka tulisan

(66)

pemula yang ingin menulis cerpen, sangat dianjurkan untuk menggunakan kerangka tulisan. Namun ini lebih ditekankan pada penulis yang dominan otak kiri yang butuh ada peta petunjuk jalan dalam mengembangkan tulisan nantinya.

5. Mengumpulkan informasi

Mengumpulkan informasi sangatlah penting untuk penulis sebagai bahan untuk referensi. Membaca referensi tambahan sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin menulis artikel, buku dan novel. Begitu juga dengan cerpen, akan lebih berbobot jika penulis menulis sebuah cerita yang kaya dengan latar belakang sosial budaya, tradisional, ddl. Yang mendukung jalannya cerita.

Menurut Septarianto (2012:31) langkah-langkah menulis kreatif yaitu : 1) tahap persiapan, 2) tahap inkubasi, 3) tahap saat inspirasi, 4) tahap penulisan, 5) merevisi atau menyunting, 6) print out

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah menulis yaitu : 1) pemilihan bahan, 2) menentukan media yang tepat, 3) membuat kerangka, 4) menulis opini, 5) berkhayal, 6) teknik penulisan, 7) merevisi atau menyunting, 8) print out.

2.2.4 Struktur Teks Cerpen

(67)

1. Abstrak

Abstrak merupakan ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa. Abstrak bersifat opsional artinya sebuah teks cerpen baleh tidak memakai abstrak.

2. Orientasi

Orientasi adalah struktur yang berisi pengenalan latar cerita yang berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan cerpen.

3. Komplikasi

Komplikasi berisi urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab akibat, pada struktur ini anda mendapatkan karakter atau watak pelaku cerita karena beberapa kerumitan mulai bermunculan.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan pemecahannya / penyelesainya.

5. Resolusi

(68)

6. Koda

Koda merupakan nilai nilai atau pelajaran yang dapat dipetik dari suatu teks oleh pembaca.

2.2.5 Hakikat Media Pembelajaran

(69)

Munurut Sudjana (2011: 1) proses belajar-mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan tingkah laku baik intelektual, maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pengajaran.

Lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencangkup tujuan ajaran, bahan pengajaran, metodologi pengajaran, dan penilaian pengajaran. Unsur-unsur tersebut dapat dikenali dengan komponen-komponen pengajaran. Tujuan pengajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dimiliki para siswa setelah Ia menempuh berbagai pengalaman belajarnya.

(70)

2.2.5.1Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Septarianto (2012:33) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

Media pembelajaran berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Dengan visual dapat menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata (Arsyad 2011: 91).

Lebih lanjut dikemukakan oleh Arsyad (2011: 91) bahwa bentuk visual bisa berupa: (1) gambar representasi seperti gambar, lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda; (2) diagram yang melukiskan hubungan konsep, organisasi dan struktur isi material; (3) peta yang menunjukkan hubungan ruang antara unsur-unsur dalam isi materi; (4)

grafik seperti tabel, grafik dan chart (bagan) yang menyajikan

gambaran/kecennderungan data atau antar hubungan seperangkat gambar atau angka-angka.

(71)

kerja, diaroma dan lain-lain; (3) media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain; dan (4) penggunaan lingkungan.

Menurut Levi dan Lentz dalam (Kustandi dan Sutjipto (2011: 19) fungsi media pembelajaran mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu :1) fungsi atensi, 2) fungsi afektif, 3) fungsi kognitif, dan 4) fungsi kompensatoris.

2.2.5.2Nilai dan Manfaat Media Pengajaran

Menurut Sudjana dan Rivai (2011: 3), media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain :

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata

Gambar

Tabel 1 : Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Tabel 1 Penilaian Proses
Tabel 3 Rublik Penilian Cerpen untuk pertemuan 1 dan pertemuan 2
Tabel 5 Kriteria Penilaian Struktur teks cerpen
+2

Referensi

Dokumen terkait

You want to update the device driver for the network adapter in your Windows 2000 Professional computer.. You log on the computer by using the local

Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah dan azas kerja sama antaranggota dalam bidang ekonomi, perdagangan (dan pada Negara-Negara tertentu juga dalam

Petunjuk Teknis Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Siswa Madrasah Berbasis Riset Tahun 2016 Page 2 Untuk menghidupkan kegiatan penelitian di kalangan siswa Madrasah Tsanawiyah

[r]

Dalam menyelesaikan soal cerita program linear selain memiliki daya nalar yang baik mahasiswa juga harus memiliki kemampuan pemahaman yang baik pula. Bagi mahasiswa yang hanya

Penelitian ini dapat memberikahn implikasi kepada perusahaan dalam strategi perusahaan khususnya mengenai perluasan merek yang dilakukan oleh perusahaan SAMSUNG dan LG. Dalam hal

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara karakteristik pekerjaan dengan motivasi kerja karyawan PT Charoen

Instrumen yang digunakan dalam tahap uji awal produk adalah model e-election yang dibuat.Sedangkan instrumen yang digunakan dalam uji coba penggunaan adalah