MODEL SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN
DI KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI DIVISI
REGIONAL II JAWA TIMUR
RIZELLA TIARANITA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Rizella Tiaranita
ABSTRAK
RIZELLA TIARANITA. Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur. Dibimbing oleh B UDI KUNCAHYO.
Model simulasi pengelolaan hutan di KPH Bojonegoro merupakan suatu kegiatan membuat model mengenai pengelolaan hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu dengan menggunakan beberapa skenario dengan harapan mampu meningkatkan pendapatan KPH Bojonegoro dengan jangka waktu 2012 sampai 2021. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan membuat model simulasi pengelolaan hutan serta menentukan model pengelolaan hutan terbaik di KPH Bojonegoro melalui pembuatan berbagai skenario pengelolaan hasil hutan. Pembuatan model simulasi membutuhkan
software pemodelan yaitu Stella 9.02 dan Microsoft Excel 2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skenario pengelolaan hutan yang hanya memanfaatkan hasil hutan kayu menghasilkan nilai NPV yang terkecil yaitu Rp694 361 428 dan BCR 1.12 (skenario I), sedangkan skenario pengelolaan hutan yang memiliki nilai NPV terbesar adalah skenario pengelolaan usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan dengan nilai NPV Rp6 849 280 600 dan BCR 1.28 (skenario IV).
Kata kunci: kayu, hasil hutan bukan kayu, pengelolaan hutan, manfaat – biaya, model simulasi
ABSTRACT
RIZELLA TIARANITA. Forest Management Simulation Model in KPH Bojonegoro, the Public Company of Indonesian Forestry in the Regional Division II East Java. This thesis is supervised by BUDI KUNCAHYO.
Forest management simulation model in KPH Bojonegoro is an activity to make a model of forest products management both timber and non-timber has been developed by using several scenarios with the hopes of increasing revenue KPH Bojonegoro with a period of 2012 to 2021. This research was proposed to arrange and to make forest management simulation model and also to determine the best forest management in KPH Bojonegoro trough making some forest product scenario. In making the simulation model, it needs modeling software called Stella 9.02 and
Microsoft Excel 2010. The results of this research shows that forest management scenario which only utilized timber apparently produced the lowest value of NPV Rp694 361 428 and BCR 1.12 (skenario I), where as forest management scenario that have the largest NPV value is timber forest management products scenario, non-timber forest products and environmental services with a value of NPV Rp 6 849 280 600 and BCR 1.28 (scenario IV) .
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
MODEL SIMULASI PENGELOLAAN HUTAN
DI KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI DIVISI
REGIONAL II JAWA TIMUR
RIZELLA TIARANITA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur
Nama : Rizella Tiaranita NIM : E14100110
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah pengelolaan hasil hutan. Dengan judul Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur.
Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Bapak (Ir Mochamad Iskak), Ibu (RatnaYuristina), Kakak (Rinda Amalia SH, MH, Raisa Estarina, dan Mohammad Arifin), dan adik (Radityo Eko Setyo Wibowo) atas segala doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Kuncahyo, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bimbingan, nasihat, dan motivasi dalam menyelasaikan proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Yulius Hero, M Sc atas saran dan bimbingannya dalam penulisan ini, Bapak Dr Tatang Tiryana S Hut, MSc selaku ketua sidang komprehensif dan Bapak Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc selaku dosen penguji sidang komprehensif atas masukan, saran, nasihat dan motivasi yang telah diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir.H. Yahya Amin, MP selaku Sekretaris Divisi Regional II Jawa Timur, Bapak Anggar Widyatmoko S Hut selaku ADM KPH Bojonegoro, Bapak Agus Ruswanda selaku PSDH KPH Bojonegoro, Bapak Digwanto selaku KBKPH Pradok KPH Bojonegoro beserta seluruh Staf KPH Bojonegoro, serta Ibu Dahlia dari PDAM Kabupaten Bojonegoro dan Bapak Yanto dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Uus Saepul, S Hut atas bimbingan, masukan, dan sarannya Adisthi Febrianty, S Hut, Dyah Ayu Puspita Laksmi Tari, S Hut, Indri Setyawanti, S Hut, Fikri Bagus Wicaksono, S Hut, Gina Lugina S Hut, Nadya Ayu Oktariza, dan Rizka Permatayakti atas dukungan, semangat, dan kebersamaanya.
Semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan dan sedikit memberikan ide bagi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan.
Bogor, Desember 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Hutan Tanaman Industri 2
Hasil Hutan Bukan Kayu 2
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 3
Model Simulasi 3
Analisis Ekonomi 4
METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Tempat 4
Alat dan Bahan 4
Metode Pengumpulan Data 5
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Identifikasi isu, Tujuan, dan Batasan 6
Konseptualisasi Model 7
Spesifikasi Model 7
Evaluasi Model 13
Penggunaan Model 13
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 NPV komoditas HHBK pada tingkat penurunan harga yang berbeda 13 2 Perbandingan NPV dan BCR pada setiap jenis HHBK 15
3 Peringkat skenario pengelolaan usaha 17
DAFTAR GAMBAR
1 Submodel dinamika tegakan jati 8
2 Sub - submodel pengelolaan usaha porang 8
3 Sub - submodel pengelolaan usaha jarak pagar 9
4 Sub - submodel pengelolaan usaha wijen 9
5 Sub - submodel pengelolaan usaha lempuyang 10
6 Sub - submodel pengelolaan usaha kapulaga 10
7 Submodel pengelolaan usaha HHBK 11
8 Submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan 12
9 Model pengelolaan usaha KPH Bojonegoro 12
10 Perbandingan NPV metode penggunaan model 16
11 Perbandingan BCR metode penggunaan model 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Print out persamaan model 20
2 Evaluasi Model (NPV jenis HHBK jika terjadi penurunan harga) 24
3 Analisis kelayakan Usaha 26
4 Analisis Kelayakan Usaha Jenis HHBK 45
5 Laporan keuangan KPH Bojonegoro tahun 2012 26 6 Rekapitulasi produksi rencana tebangan A tahun 2012-2021
KPH Bojonegoro 47
7 Laporan pemasukan dan pengeluaran sumber mata Air Grogolan 48 8 Laporan pemasukan dan pengeluaran kawasan wisata
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perum Perhutani merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kehutanan memiliki visi dan misi melakukan pengelolaan hutan secara lestari dengan memperoleh hak pengelolaan atas hutan, sehingga Perum Perhutani harus berupaya mengelola hutan dengan memperhatikan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan. Prinsip pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari yaitu berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung daerah aliran sungai, meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestri serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan berkelanjutan (Perhutani 2011).
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro merupakan perusahaan umum yang memiliki hak pengelolaan sumber daya hutan di Kabupaten Bojonegoro. Potensi utama sumberdaya hutan yang dikelola sampai saat ini ialah Hasil Hutan Kayu (HHK) jenis kayu jati. Saat ini KPH Bojonegoro telah menggembangkan produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa porang. Luas kawasan KPH adalah 50 144 ha dengan luas kawasan hutan produksi 42 000.3 ha dengan luas kawasan KPH Bojonegoro yang cukup luas terdapat beberapa potensi yang dapat dikembangkan seperti pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan potensi jasa lingkungan. Pengembangan dari pemanfaatan HHBK yaitu dengan Pemanfaatan Lahan Di bawah Tegakan (PLDT) seperti pengelolaan usaha jarak pagar, wijen, lempuyang, dan kapulaga. Potensi jasa lingkungan berupa pemanfataan kawasan wisata dan pemanfaatan air bersih di lahan KPH Bojonegoro. Dengan mengembangkan pengelolaan HHBK dan pengelolaan jasa lingkungan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan KPH Bojonegoro. Oleh karena itu penelitian ini melakukan simulasi pemodelan sistem pada KPH Bojonegoro dengan menggunakan berbagai skenario pengelolaan hutan yang paling sesuai dengan kondisi saat ini dan harapan di masa datang.
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyusun dan membuat model simulasi pengelolaan hutan dan menentukan model pengelolaan hasil hutan terbaik di KPH Bojonegoro dengan berbagai skenario pengelolaan hasil hutan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Model simulasi pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu memberikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk perusahaan terhadap pengelolaan hasil hutan dalam rangka meningkatkan pendapatan perusahaan. 2. Memberikan informasi mengenai HHBK yang memiliki potensi untuk dapat
dikelola serta potensi jasa lingkungan di wilayah KPH Bojonegoro.
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Tanaman Industri
Hutan tanaman industri (HTI) adalah usaha hutan tanaman untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur sesuai dengan tapaknya dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan kayu maupun bukan kayu. Salah satu tujuan pembangunan HTI adalah meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (Hendrayana 2012).
Dari perspektif perusahaan, pembangunan hutan tanaman adalah investasi yang tipikal dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan di awal, proses produksi yang panjang dan penuh resiko kegagalan, serta hasil yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu pengusaha sangat berhati-hati dan penuh perhitungan yang cermat sebelum terjun ke sektor usaha hutan tanaman ini. Sebagai pertimbangan yang cermat seorang investor selalu melihat ke belakang dan sekaligus ke depan, menghubungkan antara potensi sumberdaya dengan potensi pasar, dimana perusahaan dapat menentukan faktor-faktor prospek investasi tersebut dari sisi kepastian berusaha, luas lahan, skala investasi dan struktur modal, teknologi yang diperlukan, dan keuntungan yang akan diperoleh.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35 / Menhut-II / 2007 Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.
3 HHBK memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar global antara lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain.
Secara ekonomis HHBK memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Walaupun memiliki nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif, sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Menurut Sudarmalik et al. (2006) HHBK memiliki prospek yang besar dalam pengembangannya karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan hasil kayu, sebagai berikut:
1. Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan yang besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu. Hal ini dikarenakan pemanenannya tidak dilakukan dengan menebang pohon, tetapi dengan penyadapan, pemetikan, pemangkasan, pemungutan, perabutan, dan lain-lain.
2. Beberapa HHBK memiliki nilai ekonomi yang besar per satuan volume (contohnya nilai jual gaharu per kg ataupun per cm3 sangat besar).
3. Pemanfaatan HHBK dilakukan oleh masyarakat secara luas dan membutuhkan modal kecil sampai menengah. Dengan demikian pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat dan usaha pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat.
4. Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah HHBK adalah teknologi sederhana sampai menengah.
5. Bagian yang dimanfaatkan adalah daun, kulit, getah, bunga, biji, kayu, batang, buah, dan akar cabutan. Dengan demikian pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan.
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Biofuel atau Bahan Bakar Nabati (BBN) adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari limbah produksi atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel yaitu ekstraksi atau pengepresan untuk memperoleh minyak untuk pembakaran, fermentasi tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas, fermentasi untuk menghasilkan alkohol dan ester, dan pembakaran langsung dari biomassa (BPPP PPPP 2009).
Bahan Bakar dari tanaman yang dikembangkan sesuai blue print
pengelolaan energi nasional meliputi biodiesel, bioetanol (gasohol), dan bio-oil. Biodiesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel. Gasohol untuk mesin-mesin berbahan bakar bensin. Sementara, bio-oil adalah pengganti minyak bakar atau minyak tanah (Mohammad dan Sri 2007).
Model Simulasi
4
sekumpulan formulasi matematika yang reintegrasi. Berikut langkah-langkah dalam pemodelan sistem:
1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan 2. Konseptualisasi model
3. Spesifikasi model 4. Evaluasi model 5. Penggunaan model
Analisis Ekonomi
Teknik analisis ekonomi dapat menggunakan teknik analisis kelayakan usaha. Teknik analisis rasio manfaat terhadap biaya atau Benefit Cost Ratio (BCR) adalah perbandingan antara besaran manfaat dengan besaran biaya yang diperoleh atau dikeluarkan oleh suatu investasi. Metode ini membandingkan antara manfaat dan biayanya, maka metode ini sering disebut metode analisis rasio manfaat dan biaya. Pada dasarnya BCR akan membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut. Pembandingan tersebut haruslah kompatibel dan didasarkan pada referensi waktu yang sesuai. Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (future), dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent) (Nugroho 2004). Sedangkan Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan (Umar 2007).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro Divisi Regional II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengolahan data berupa alat tulis, kalkulator, laptop dengan perangkat lunak (Software) seperti Microsoft Word 2010, Microsoft Excel 2010, dan Stella 9.02.
5 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari data sekunder dan primer.
1. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain: a. Letak dan luas areal hutan
b. Laporan keuangan KPH Bojonegoro tahun 2012
c. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) KPH Bojonegoro periode 2012-2021
d. Laporan kelola lingkungan KPH Bojonegoro tahun 2013
2. Pengumpulan data primer yang dibutuhkan dalam peneltian ini antara lain: a. Kegiatan pengelolaan HHK di KPH Bojonegoro
b. Kegiatan pengelolaan HHBK di KPH Bojonegoro
c. Kegiatan pengelolaan sumber mata air di PDAM Kabupaten Bojonegoro d. Kegiatan pengelolaan kawasan wisata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bojonegoro
Data primer diperoleh melalui kegiatan wawancara dan diskusi kepada Staf Perencanaan KPH Bojonegoro, Staf di lapangan (Mandor), Direktur PDAM Kabupaten Bojonegoro, dan Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro.
Prosedur Analisis Data
Menurut Purnomo (2012) prosedur kegiatan analisis data, sebagai berikut: 1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan untuk mengetahui pemodelan sebenarnya
perlu dilakukan.
2. Konseptualisasi model bertujuan untuk menetapkan konsep dan tujuan model untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh.
3. Spesifikasi model yaitu melakukan tahapan pemilihan struktur model, penentuan basic time unit, identifikasi hubungan fungsional, dan menjalankan model.
4. Evaluasi model mempunyai tujuan yaitu membandingkan kewajaran dan kelogisan model dengan data sebenarnya di lapangan.
5. Pengunaan model, tahapan ini dilakukan pembuatan skenario-skenario pengelolaan hutan ke depan. Skenario-skenario yang digunakan meliputi: a. Skenario pengelolaan usaha HHK
b. Skenario pengelolaan usaha HHK dan HHBK yang telah dikelola c. Skenario pengelolaan usaha HHK dan HHBK
d. Skenario pengelolaan usaha HHK dan HHBK di sertai jasa lingkungan e. Skenario pengelolaan usaha HHBK
f. Skenario pengelolaan usaha HHBK dan jasa lingkungan jika di asumsikan terjadi moratorium penebangan hutan
6. Analisis kelayakan finansial
Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengelolaan hutan. Kriteria yang digunakan antara lain Net Present Value
6
a. Net Present Value (NPV)
NPV = ∑
Keterangan:
Bt = pendapatan (benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t
i = suku bunga (discount rate) (%)
Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, sebagai berikut (Gittinger 2008):
NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan dapat dilaksanakan NPV = 0, maka proyek tidak menguntungkan dan tidak tidak rugi,
sehingga tergantung pihak manajemen perusahaan.
NPV < 0, maka proyek lebih baik tidak dilaksanakan karena mengalami kerugian.
b. Benefit Cost Ratio (BCR) BCR
=
∑
∑
Keterangan :
Bt = pendapatan (benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t
t = umur proyek (tahun)
i = suku bunga (discount rate) (%)
Dalam metode BCR terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, sebagai berikut (Gittinger 2008):
BCR >1 ; maka proyek layak atau menguntungkan
BCR <1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan
BCR = 1; maka proyek tidak mengalami keuntungan atau kerugian, sehingga tergantung pihak manajemen perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Model Simulasi Pengelolaan Hutan
Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
7 pengelolaan, suku bunga, dan jangka waktu pengelolaan. Batasan-batasan yang digunakan dalam perancangan model simulasi, sebagai berikut:
1. Dinamika tegakan yang digunakan hanya kelas perusahaan jati KPH Bojonegoro.
2. Penanaman didefinisikan sebagai besarnya tambahan jumlah pohon pada kelas umur terkecil selama periode tertentu.
3. Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon terhadap banyaknya pohon per hektar pada kelas umur tertentu yang berasal dari kelas umur di bawahnya selama periode waktu tertentu.
4. Umur berupa interval yang menentukan kelas umur jati, selama sepuluh tahun. 5. Harga adalah bentuk nominal yang digunakan untuk menilai suatu komoditas
dengan satuan rupiah.
6. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 13% (KUR 2014).
7. Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini sepuluh tahun mulai tahun 2012 sampai 2021.
Konseptualisasi Model
Model simulasi pengelolaan hutan ini terdiri dari model utama dengan beberapa sub model, sebagai berikut:
1. Submodel dinamika tegakan jati
2. Sub-submodel pengelolaan usaha porang 3. Sub-submodel pengelolaan usaha jarak pagar 4. Sub-submodel pengelolaan usaha wijen 5. Sub-submodel pengelolaan usaha lempuyang 6. Sub-submodel pengelolaan usaha kapulaga 7. Submodel pengelolaan usaha HHBK
8. Submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan
9. Model pengelolaan usaha KPH Bojonegoro (model utama)
Spesifikasi Model Submodel Dinamika Tegakan Jati (Tectona grandis)
Submodel dinamika tegakan jati menggambarkan perkembangan tegakan jati di KPH Bojonegoro. Pembuatan model ini bertujuan untuk memperoleh besarnya volume tebangan kayu per tahun. Dinamika tegakan jati dibagi ke dalam delapan Kelas Umur (KU) yaitu KU I hingga KU VIII. Tiap KU memiliki luasan yang berbeda. Luasan tegakan diperoleh berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang terdapat dalam RPKH tahun 2012 sampai 2021 pada rekapitulasi produksi rencana tebangan A terdapat pada lampiran 6). State variable dalam pemodelan ini yaitu KU I sampai KU VIII yang dipengaruhi oleh umur dan upgrowth. State variable
8
dapat dilihat pada model adanya transfer materi berupa upgrowth dari KU terkecil sampai KU terbesar.
Dinamika tegakan jati juga dipengaruhi adanya ingrowth berupa kegiatan penanaman (KU I) dan kegiatan penebangan di akhir daur (KU VIII). Besarnya penanaman diasumsikan sebanding dengan besarnya penebangan yang dilakukan, sedangkan volume panen dipengaruhi oleh luas KU VIII dan potensi kayu/ha. Spesifikasi submodel dinamika tegakan jati tersaji pada Gambar 1(Print out
persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
Gambar 1Submodel dinamika tegakan jati
Sub-Submodel Pengelolaan Usaha Porang (Amorphopallus oncophillus) Tanaman Porang (Amorphopallus oncophillus) merupakan HHBK yang telah dikelola di wilayah BKPH Deling RPH Klino KPH Bojonegoro dengan luas 27.6 ha. Bagian tanaman porang yang dimanfaatkan berupa umbinya. Manfaat umbi porang dapat digunakan sebagai bahan baku lem, bahan baku pembuat mie, bahan pembungkus kapsul, dan lain-lain. Tanaman porang baru dapat dipanen setelah berumur 3 tahun. Perawatan porang meliputi kegiatan penyiangan, pendangiran, dan pemupukan. Produksi tanaman porang akan meningkat dengan pertambahan umur tanaman. Saat ini harga jual di pasaran sebesar Rp4000/kg (Perum Perhutani 2013). Spesifikasi sub-submodel pengelolaan usaha porang disajikan dalam Gambar 2 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran1).
2Gambar 2 Sub-submodel pengelolaan usaha porang
KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI Sub M odel Dinamika Tegakan Jati
Suku Bunga
9 Sub-Submodel Pengelolaan Usaha Jarak Pagar (Jatropha curcas)
Jarak pagar merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati bahan baku industri, dengan kandungan minyak lebih dari 40%. Pada saat ini harga biji jarak sebesar Rp3000/kg. Pemanfaatan utama minyak jarak pagar sekarang ini sebagai tanaman potensial alternatif penghasil BBM pengganti solar atau disebut biodiesel dan manfaat turunannya untuk bahan campuran pembuatan cat, vernis, bahan pelapis, kosmetika, dan dalam industri otomotif minyak jarak digunakan untuk bahan pelumas (Mohammad dan Sri 2007). Spesifikasi sub-submodel pengelolaan usaha jarak pagar disajikan dalam Gambar 3 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
3Gambar 3 Sub-submodel pengelolaan usaha jarak pagar Sub-Submodel Pengelolaan Usaha Wijen (Sesamum indium)
Tanaman wijen berpotensi untuk dikembangkan di KPH Bojonegoro. Biji wijen mengandung minyak 45-55%. Selain digunakan sebagai bahan baku makanan wijen juga berpotensi digunakan sebagai bahan bakar nabati dan apabila diproses lebih lanjut dapat menjadi bahan baku biodiesel (BPPP PPPP 2009). Spesifikasi sub-submodel pengelolaan usaha wijen disajikan dalam Gambar 4 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
Gambar 4 Sub-submodel pengelolaan usaha wijen Sub-Submodel Pengelolaan Usaha Lempuyang (Zingiber zerumbet)
Lempuyang merupakan salah satu jenis tanaman rimpang yang mengandung minyak atsiri sekitar 0.8%, rimpang lempuyang dimanfaatkan sebagai bahan ramuan jamu seperti untuk obat gatal, obat nyeri perut, obat disentri,
Suku Bunga
BCR Jarak P agar
NP V Jarak P agar Luas lahan
potensi
Luas lahan potensi SUBMODEL P ENGELOLAAN USAHA JARAK P AGAR
10
obat sesak nafas, dan obat wasir. Tanaman baru dapat dipanen setelah berumur 9 bulan setelah ditanam dan panen berikutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali. Saat ini harga lempuyang sebesar Rp4500/kg dengan volume produksi sebesar 3.5 ton/ha (MTIC 2002). Spesifikasi sub-submodel pengelolaan usaha lempuyang disajikan pada Gambar 5 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
Gambar 5 Sub-submodel pengelolaan usaha lempuyang Sub-Submodel Pengelolaan Usaha Kapulaga (Elletria cardamomum)
Kapulaga merupakan rempah-rempah yang dikenal dengan kegunaannya sebagai bahan makanan dan bahan untuk jamu atau obat. Kapulaga dipanen pada tahun ketiga setelah tanam, namun produksinya akan terus meningkat setiap tahunnya dengan bertambahnya umur tanaman hingga mencapai umur 6 tahun. Harga kapulaga di pasar saat ini mencapai Rp5500/kg (Selisiyah 2011). Spesifikasi sub-submodel pengelolaan usaha kapulaga disajikan pada Gambar 6 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
4Gambar 6 Sub-submodel pengelolaan usaha kapulaga Submodel Pengelolaan Usaha HHBK
Membangun submodel pengelolaan usaha HHBK terdiri dari gabungan dari pengelolan usaha HHBK yang telah dikelola (sub–submodel pengelolaan usaha porang) di KPH Bojonegoro dengan menambahkan pengelolaan usaha HHBK yang berpotensi untuk ditanami (sub–submodel pengelolaan usaha jarak
Suku Bunga
potensi Luas lahanpotensi
Sub Model P engelolaan Usaha Lempuyang
Jangka W aktu
11 pagar, wijen, lempuyang, dan kapulaga) dengan luasan lahan yang berpotensi untuk ditanami yaitu 2000 ha di wilayah yang sesuai untuk ditanami yaitu di BKPH Dander, BKPH Clebung, BKPH Pradok, dan BKPH Deling KPH Bojonegoro. Spesifikasi submodel pengelolaan usaha HHBK ini dapat dilihat pada Gambar 7 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
5Gambar 7 Submodel pengelolaan usaha HHBK Submodel Pengelolaan Usaha Jasa Lingkungan
Submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan memiliki dua komoditas yang dapat dikelola di lahan milik KPH Bojonegoro yaitu mata air dan kawasan wisata. Komoditas sumber mata air berada di RPH Grogolan, BKPH Pradok, KPH Bojonegoro, sedangkan kawasan wisata terdiri dari Waduk Pacal, Tirta Wana Dander, dan Kayangan Api. Komoditas jasa lingkungan pada submodel ini sebenarnya telah dikelola oleh instansi lain. Sumber air Grogolan dikelola oleh PDAM Kabupaten Bojonegoro, sedangkan ketiga kawasan wisata telah dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro (Laporan pemasukan dan pengeluaran sumber mata air Grogolan dan kawasan wisata dapat dilihat pada lampiran 7 dan lampiran 8). Submodel ini akan mensimulasikan pengelolaan usaha mata air dan kawasan wisata tersebut dikelola oleh KPH Bojonegoro dengan maksud untuk mengetahui potensi jasa lingkungan yang ada di lahan KPH Bojonegoro. Spesifikasi submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan dapat dilihat pada Gambar 8 (Print out persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
Pengeluraa n
Porang Pemasukan
Jarak P engeluaran HHBK
Terdiskonto
12
6Gambar 8 Submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan Model Pengelolaan Usaha KPH Bojonegoro
Model pengelolaan usaha KPH Bojonegoro adalah simulasi dari kegiatan pengelolaan usaha hasil hutan secara keseluruhan dengan menggabungkan submodel yang telah dibuat sebelumnya yaitu submodel pengelolaan usaha HHBK, pengelolaan usaha dinamika tegakan jati, dan submodel pengelolaan usaha jasa lingkungan. Model ini terdiri dari driving variable berupa pemasukan pengelolaan kayu, pemasukan HHBK, pemasukan jasa lingkungan, biaya usaha, pengeluaran pengelolaan kayu, pengeluaran HHBK, dan pengeluaran jasa lingkungan (sudah terdiskonto). Selanjutnya diteruskan ke auxiliary variable
pemasukan dan pengeluaran KPH Bojonegoro dan kemudian akan disalurkan ke dalam variabel NPV dan BCR KPH Bojonegoro, sehingga dapat diketahui kelayakan usaha pengelolaan usaha KPH Bojonegoro selama 10 tahun. Spesifikasi model pengelolaan usaha KPH Bojonegoro dapat dilihat Gambar 9 (Print out
persamaan model dapat dilihat pada lampiran 1).
Gambar 9 Model pengelolaan usaha KPH Bojonegoro
Biaya sumber air
Suku Bunga
P emasukan sumber air Biaya pengolahan air
Biaya transmisi dan distribusi P emasukan sumber
air terdiskonto
Vol air terjual
Tarif dasar P engeluaran sumber air
P engeluaran sumber air terdiskonto
NP V sumber air
BCR Sumber air
NP V Jasa Lingkungan
BCR Jasa Lingkungan
NP V kawasan wisata
BCR kawasan wisata
Suku BungaJangka W aktu Jangka W aktuSuku Bunga
P emasukan Sub model jasa lingkungan
Jangka W aktu
P emasukan P engelolaan Kayu
By Ops Volume panen
P engeluaran P engelolaan Kayu
NP V KP H Bojonegoro
BCR KP H Bojonegoro
Volume panen
Pemasukan Terdiskonto HHBK
13
Evaluasi Model
Evaluasi model digunakan untuk menguji kelogisan atau kewajaran model dengan cara memperbandingkan data simulasi dengan data real (data sebenarnya di lapang). Evaluasi model dapat dilakukan dengan melakukan analisis sensitivitas model (Purnomo 2012). Analisis sensitivitas ialah cara untuk meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 2008). Analisis sensitivitas model digunakan dengan melakukan uji sensitivitas dengan tujuan untuk memahami seberapa sensitif harga jual komoditas HHBK yang fluktuatif di pasaran terhadap nilai NPV pada setiap jenis HHBK. Pengujian dilakukan terhadap setiap NPV HHBK apabila harga jual komoditas HHBK mengalami penurunan harga sebsesar 25%, 50%, dan 75% dari harga jual saat penelitian dilakukan. Hasil analisis sensitivitas terhadap nilai NPV yang diperoleh selama sepuluh tahun dengan tingkat suku bunga 13% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 NPV komoditas HHBK pada tingkat penurunan harga yang berbeda Jenis HHBK
Harga simulasi (saat ini) (Rp/kg)
NPV jika terjadi penurunan harga 25% (Rp.) 50% (Rp.) 75% (Rp.)
Porang 4000 5.13∙10⁹ 3.42∙10⁹ 1.71∙10⁹
Jarak Pagar 3000 8.01∙10 5.25∙10 1.24∙10
Wijen 12 000 2.48∙10 1.59∙10 7.09∙10
Lempuyang 4500 3.84∙10 2.52∙10 1.19∙10
Kapulaga 5500 7.40∙10 4.89∙10 2.38∙10
Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa nilai NPV pada semua jenis HHBK peka terhadap perubahan harga baik terjadi penurunan harga sebesar 25%, 50%, dan 75%. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai NPV dari semua jenis HHBK layak untuk dikelola dan dapat menghasilkan keuntungan, sehingga berdasarkan hasil evaluasi model dapat bermanfaat untuk mengembangkan berbagai macam skenario dalam rangka mencari alternatif kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan. Evaluasi model dengan menggunakan Stella 9.02 menunjukkan hasil yang sama, nilai NPV dari setiap jenis HHBK menunjukaan hasil yang sensitif sehingga model dari setiap jenis HHBK dapat mewakili dunia nyata dikarenakan adanya jarak interval ketika terjadi penurunan harga (Evaluasi model nilai NPV jenis HHBK ketika terjadi penurunan harga dapat dilihat pada lampiran 2). Menurut Nugroho (2004), apabila terjadi perubahan kondisi meskipun sedikit, dan kondisi tersebut dapat merubah nilai NPV, maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut peka terhadap perubahan kondisi yang terjadi.
Penggunaan Model
14
atau kelayakan usaha. Analisis finansial adalah analisis suatu proyek yang dilihat dari sudut pandang orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek. Aspek finansial digunakan untuk mengetahui perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan suatu proyek dalam jangka waktu tertentu (Muhammad 2004). Skenario pengelolaan usaha pada pemodelan ini diasumsikan lahan dikelola seluas 1 ha (Perhitungan analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada lampiran 3).
Skenario I: Pengelolaan Usaha Hasil Hutan Kayu (HHK)
Skenario pengelolaan usaha Hasil Hutan Kayu (HHK), diasumsikan perusahaan hanya melakukan kegiatan pengelolaan usaha hasil hutan kayu sebagai pendapatan utama perusahaan. Simulasi waktu pengelolaan selama sepuluh tahun menghasilkan nilai NPV Rp694 361 428 dengan nilai BCR yaitu 1.12 pada lahan satu hektar, tetapi jika dikelola pada luasan 588.1 ha diperoleh nilai NPV sebesar Rp35 785 761 227 dengan nilai BCR 1.11, sehingga skenario pengelolaan hasil hutan kayu dapat diterapkan untuk dikelola.
Skenario II: Pengelolaan Usaha HHK dan HHBK Saat Ini
Skenario yang dibangun sama dengan pengelolaan yang dilakukan KPH Bojonegoro saat ini. Perusahaan memperoleh keuntungan dari pengelolaan usaha HHK dan HHBK jenis porang. Waktu pengelolaan diakumulasikan selama 10 tahun dan diperoleh hasil pada tahun 2021 nilai NPV sebesar Rp660 847 347 dan BCR yang diperoleh 1.33, sehingga berdasarkan analisis kelayakan usaha skenario ini tetap layak untuk dikelola, walaupun memiliki nilai NPV yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario I hal ini dikarenakan porang baru dapat dipanen setelah berumur 3 tahun, sedangkan kayu jati dapat dipanen setiap tahunnya di KPH Bojonegoro.
Skenario III: Pengelolaan Usaha HHK dan HHBK
Skenario pengelolaan usaha HHK dan HHBK ini terdiri dari HHBK yang telah dikelola adalah jenis porang dan berpotensi untuk dikelola seperti jarak pagar, wijen, lempuyang, dan kapulaga. Hasil analisis kelayakan usaha pada skenario ini menunjukkan bahwa pengelolaan usaha mengalami peningkatan setiap tahun hingga tahun 2021 dengan memperoleh nilai NPV sebesar Rp2 338 420 890 dengan nilai BCR sebesar 2.80, sehingga skenario ini tetap dapat diterapkan oleh KPH Bojonegoro.
Skenario IV: Pengelolaan Usaha HHK, HHBK, dan Jasa Lingkungan
Skenario pengelolaan usaha HHK, HHBK, dan jasa lingkungan merupakan skenario yang menggabungkan seluruh sumber daya hutan yang terdapat pada lahan KPH Bojonegoro. Hasil analisis kelayakan usaha dengan waktu yang di akumulasikan selama sepuluh tahun menghasilkan nilai NPV Rp6 849 280 600 dan BCR sebesar 1.28, sehingga skenario pengelolaan usaha dapat diterapkan dan mampu meningkatkan keuntungan. Dibandingkan dengan skenario sebelumnya skenario ini memiliki nilai NPV tersebar.
Skenario V: Pengelolaan Usaha HHBK
15 perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan nilai NPV > 1 dan nilai BCR > 0, sehingga perusahaan tetap memperoleh keuntungan dari pengelolaan usaha HHBK tanpa melakukan pengelolaan usaha HHK dan apabila moratorium penebangan ditetapkan dan NPV yang diperoleh pada tahun kesepuluh yaitu Rp1 632 538 010 dan BCR sebesar 34.77 dalam luasan lahan 1 hektar, tetapi apabila ditanam di lahan seluas 2000 ha nilai NPV yang dihasilkan sebesar Rp3 292 225 570 196 dengan BCR 41.70. Skenario ini memiliki nilai NPV dan BCR yang terbesar.
2Tabel 2 Perbandingan NPV dan BCR pada setiap jenis HHBK
Jenis HHBK NPV (Rp.) BCR
Porang 319 904 030 6.69
Jarak Pagar 34 369 994 822 6.40
Wijen 24 493 840 458 7.09
Lempuyang 868 330 338 342 5.32
Kapulaga 483 591 960 425 4.76
Berdasarkan perbandingan nilai NPV dan BCR pada setiap jenis HHBK pada Tabel 2 dengan asumsi luasan lahan 2000 ha diperoleh hasil bahwa jenis HHBK yang menghasilkan NPV terbesar yaitu lempuyang sedangkan BCR terbesar adalah wijen (Perhitungan analisis kelayakan usaha pada setiap jenis HHBK dapat dilihat pada lampiran 4).
Skenario VI: Pengelolaan Usaha HHBK dan Jasa Lingkungan
Skenario pengelolaan HHBK dan jasa lingkungan merupakan skenario pengelolaan usaha yang dapat diterapkan apabila terjadi moratorium penebangan. Hasil analisis kelayakan usaha pada skenario ini memperoleh nilai NPV Rp548 997 152 dan BCR sebesar 1.50 pada tahun kesepuluh dengan suku bunga 13%. Pengelolaan usaha HHBK dan jasa lingkungan pada skenario ini memiliki nilai NPV terkecil dibandingkan skenario lainnya, hal ini dikarenakan pada pengelolaan usaha jasa lingkungan memiliki biaya pengeluaran yang besar setiap tahunnya hingga mencapai Rp22 816 497 047, sedangkan pemasukan hanya memperoleh Rp27 327 356 763.
Kombinasi Skenario Terbaik
16
Gambar 10 Perbandingan NPV metode penggunaan model
7Gambar 11 Perbandingan BCR metode penggunaan model
17
3
Tabel 3 Peringkat skenario pengelolaan usaha
Skenario Peringkat
skenario Pengelolaan usaha layak
Skenario I: Pengelolaan usaha HHK 4
Skenario II: Pengelolaan usaha HHK dan HHBK saat ini 5
Skenario III: Pengelolaan usaha HHK dan HHBK 2
Skenario IV: Pengelolaan usaha HHK, HHBK, dan jasa lingkungan 1
Skenario V: Pengelolaan usaha HHBK 3
Skenario VI: Pengelolaan usaha HHBK dan jasa lingkungan 6 Hasil analisis kelayakan usaha dengan berdasarkan nilai NPV terbesar, dapat digunakan untuk menentukan peringkat skenario pengelolaan usaha hasil hutan seperti yang dijelaskan oleh Gittinger (2008) bahwa untuk menentukan peringkat skenario pengelolaan usaha hasil hutan lebih baik menggunakan kriteria NPV. Hal ini dikarenakan jika menggunakan BCR dalam menentukan peringkat skenario dapat menyesatkan dan membingungkan dalam pengambilan keputusan kebijaksaan investasi karena BCR dipengaruhi oleh harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan, dan kenaikan harga yang sensitif berubah-ubah. Tabel 3 menunjukkan peringkat dari setiap skenario pengelolaan usaha hasil hutan. Peringkat skenario dapat mencerminkan urutan skenario mana yang lebih sesuai untuk diterapkan. Hasil dari peringkat skenario dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk para pengambil kebijakan yang kemudian dapat dipilih untuk menjadi pilihan kebijakan dalam rangka meningkatkan pendapatan perusahaan (Purnomo 2012).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
18
Saran
Pemilihan skenario terbaik hanya berdasarkan pada manfaat ekonomi, sehingga diperlukan pertimbangan aspek lainya seperti aspek ekologi dan sosial. Selain itu, dibutuhkan penelitian lanjutan dengan menemukan suatu metode yang dapat mengurangi biaya operasional pengelolaan kayu, sehingga kegiatan pengelolaan kayu dapat memberikan manfaat yang optimal dan meningkatkan pendapatan perusahaan dengan jangka waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
[BPPP PPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2009. Tanaman Perkebunan Penghasil Bahan Bakar Nabati ( BBN ). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.
Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah, Sutomo S dan Mangiri K. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia-Press. Terjemahan dari : Economic Analysis of Agriculture. Edisi ke-2.
Hendrayana Y. 2012. Hutan Tanaman Industri. [terhubung berkala]
http://hendrayana.staffsite.uniku.ac.id/2012/03/17/hutan-tanaman-industri/(22 Januari 2014)
[KUR]. Komite Kredit Usaha Rakyat.[internet]. [diakses 18 April 2014].Tersedia dari: http://www.komite-kur.com/bank-briasp
Mohammad N, Sri S. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Yogyakarta (ID): Kanisius
Muhammad R.2004. Sistem pengelolaan dan manfaat ekonomi hutan rakyat di Cianjur Selata (Studi kasus di Kecamatan Cibinong dan Sindang Barang) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
[MTIC] Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta (ID): PT Penebar Swadaya.
Nugroho B. 2004. Ekonomi Keteknikan (Engineering Economic): Analisis Finansial Investasi Kehutanan & Pertanian. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[PERPAMSI] Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia.[internet].[diakses 26 Oktober 2014]. Tersedia dari: http: //www.perpamsi.or.id/pdam-members/read/237/pdam-kabbojonegoro.html Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. 2011. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro. Bojonegoro (ID): Seksi Perencanaan Hutan I.
Perum Perhutani. 2013. Pedoman Budidaya Tanaman Porang (Amorphophallus Muelleri Blume). Jakarta (ID): Perum Perhutani Kantor Pusat
Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.
19 Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Sudarmalik Y, Rochmanto, Purnomo. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan Sumatera Barat. [Prosiding] Kontribusi Hutan Rakyat dalam Kesinambungan Industri Kehutanan. Bogor
20
Lampiran 1 Print out persamaan model Submodel Dinamika Tegakan Jati
KU_I(t) = KU_I(t - dt) + (penanaman - UP_1) * dt INIT KU_I = 15789
INFLOWS:
penanaman = KU_VIII OUTFLOWS:
UP_1 = KU_I/umur
KU_II(t) = KU_II(t - dt) + (UP_1 - UP_2) * dt INIT KU_II = 2567.3
INFLOWS: UP_1 = KU_I/umur OUTFLOWS: UP_2 = KU_II/umur
KU_III(t) = KU_III(t - dt) + (UP_2 - UP_3) * dt INIT KU_III = 1898.1
INFLOWS:
UP_2 = KU_II/umur OUTFLOWS: UP_3 = KU_III/umur
KU_IV(t) = KU_IV(t - dt) + (UP_3 - UP_4) * dt INIT KU_IV = 1336.7
INFLOWS:
UP_3 = KU_III/umur OUTFLOWS: UP_4 = KU_IV/umur
KU_V(t) = KU_V(t - dt) + (UP_4 - UP_5) * dt INIT KU_V = 300
INFLOWS:
UP_4 = KU_IV/umur OUTFLOWS: UP_5 = KU_V/umur
KU_VI(t) = KU_VI(t - dt) + (UP_5 - UP_6) * dt INIT KU_VI = 378.4
INFLOWS:
UP_5 = KU_V/umur OUTFLOWS: UP_6 = KU_VI/umur
KU_VII(t) = KU_VII(t - dt) + (UP_6 - UP_7) * dt INIT KU_VII = 87.8
INFLOWS:
UP_6 = KU_VI/umur OUTFLOWS: UP_7 = KU_VII/umur
KU_VIII(t) = KU_VIII(t - dt) + (UP_7 - Tebang) * dt INIT KU_VIII = 78.5
INFLOWS:
UP_7 = KU_VII/umur OUTFLOWS:
Tebang = KU_VIII+Luas_lahan Luas_lahan = 22434.8
Potensi_Kayu_ha = 116.31 umur = 10
21
Lampiran 1 Print out persamaan model (lanjutan)
Sub – Submodel Pengelolaan Usaha Porang
BCR_Porang = Pemasukan__Porang_Terdiskonto/Pengeluaran__Porang_Terdiskonto Harga_Porang = 4000
Luas_Lahan_Porang = 27.6
NPV_Porang = Pemasukan__Porang_Terdiskonto-Pengeluaran__Porang_Terdiskonto Pemanenan_Porang = 1320000*Luas_Lahan_Porang
Pemasukan__Porang = if time >=3 then (Harga_Porang*Vol_Prod_Porang)* (0.5) else 0 Pemasukan__Porang_Terdiskonto = Pemasukan__Porang*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pembibitan_Porang = 8000000*Luas_Lahan_Porang
Pemeliharaan_Porang = 7400000*Luas_Lahan_Porang Penanaman__porang = 5000000*Luas_Lahan_Porang
Pengeluaran__Porang_Terdiskonto = Pengeluraan__Porang*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pengeluraan__Porang = if time<3 then
Pembibitan_Porang+Pemeliharaan_Porang+Penanaman__porang else Pemanenan_Porang Vol_Prod_Porang = 10000
Sub – Submodel Pengelolaan Usaha Jarak Pagar
BCR_Jarak_Pagar = Pemasukan_JP_Terdiskonto/Pengeluaran__JP_Terdiskonto Harga_Biji_JP = 3000
Luas_lahan_potensi = 2000
NPV_Jarak_Pagar = Pemasukan_JP_Terdiskonto-Pengeluaran__JP_Terdiskonto Pemanenan_Jarak_Pagar = 937500*Luas_lahan_potensi
Pemasukan_JP_Terdiskonto = Pemasukan__Jarak_Pagar*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pemasukan__Jarak_Pagar = if time>=2 then (Vol_Prod_JP*Harga_Biji_JP)*(0.5) else 0 Pembibitan_Jarak_Pagar = 1875000*Luas_lahan_potensi
Pemeliharaan_Jarak_Pagar = 3000000*Luas_lahan_potensi Penanaman_Jarak_pagar = 5000000*Luas_lahan_potensi
Pengeluaran_Jarak_Pagar = if time<2 then
Pembibitan_Jarak_Pagar+Pemeliharaan_Jarak_Pagar+Penanaman_Jarak_pagar else
Pemanenan_Jarak_Pagar
Pengeluaran__JP_Terdiskonto = Pengeluaran_Jarak_Pagar*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Vol_Prod_JP = 4000*Luas_lahan_potensi
Sub – Submodel Pengelolaan Usaha Wijen
BCR_Wijen = Pemasukan_Wijen_Terdiskonto/Pengeluaran_Wijen_Terdiskonto Harga_Wijen = 12000
NPV_Wijen = Pemasukan_Wijen_Terdiskonto-Pengeluaran_Wijen_Terdiskonto Pemanenan_Wijen = 1320000*Luas_lahan_potensi
Lampiran 1 (lanjutan)
Pemasukan_Wijen = Vol_Prod_Wijen*Harga_Wijen
Pemasukan_Wijen_Terdiskonto = (Pemasukan_Wijen)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pembibitan_Wijen = 38700*Luas_lahan_potensi
Pemilharaan__Wijen = 7400000*Luas_lahan_potensi Penanaman__Wijen = 5000000*Luas_lahan_potensi
Pengeluaran_Wijen =
Pembibitan_Wijen+Penanaman__Wijen+Pemilharaan__Wijen+Pemanenan_Wijen
Pengeluaran_Wijen_Terdiskonto = (Pengeluaran_Wijen)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Vol_Prod_Wijen = 400*Luas_lahan_potensi
Sub – Submodel Pengelolaan Usaha Lempuyang
BCR_Lempuyang = Pemasukan_Lempuyang_Terdiskonto/Pengeluaran_Lempuyang_Terdiskonto Harga__Lempuyang = 4500
NPV_Lempuyang = Pemasukan_Lempuyang_Terdiskonto-Pengeluaran_Lempuyang_Terdiskonto Pemanenan_Lempuyang = 1320000*Luas_lahan_potensi
Pemasukan_Lempuyang_Terdiskonto =
22
Lampiran 1 Print out persamaan model (lanjutan)
Pemasukan__Lempuyang = IF TIME>=1 then Vol_Prod_Lempuyang*Harga__Lempuyang ELSE(0)
Pembibitan_Lempuyang = 3000000*Luas_lahan_potensi Pemeliharaan_Lempuyang = 7400000*Luas_lahan_potensi Penanaman_Lempuyang = 5000000*Luas_lahan_potensi
Pengeluaran_Lempuyang_Terdiskonto =
Pengeluaran__Lempuyang*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pengeluaran__Lempuyang =
Pembibitan_Lempuyang+Pemanenan_Lempuyang+Pemeliharaan_Lempuyang+Penanaman_Lemp uyang
Vol_Prod_Lempuyang = 35000*Luas_lahan_potensi
Sub – Submodel Pengelolaan Usaha Kapulaga
BCR_Kapulaga = Pemasukan_Kapulaga_Terdiskonto/Pengeluaran_K__Terdiskonto Harga__Kapulaga = 5500
NPV_Kapulaga = Pemasukan_Kapulaga_Terdiskonto-Pengeluaran_K__Terdiskonto Pemanenan_Kapulaga = 1320000*Luas_lahan_potensi
Pemasukan_Kapulaga_Terdiskonto = Pemasukan__kapulaga*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pemasukan__kapulaga = IF TIME>=3 then (Volume_Produksi*Harga__Kapulaga) else 0 Pembibitan_Kapulaga = 2000000*Luas_lahan_potensi
Pemeliharaan_Kapulaga = 7400000*Luas_lahan_potensi Penanaman_Kapulaga = 5000000*Luas_lahan_potensi
Pengeluaran_K__Terdiskonto = Pengeluaran__Kapulaga*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pengeluaran__Kapulaga = if time=0 then Pembibitan_Kapulaga else if time= 1 and 2 then
Pemeliharaan_Kapulaga+Penanaman_Kapulaga else if time >=2 then
Pemeliharaan_Kapulaga+Pemanenan_Kapulaga else 0 Volume_Produksi = 30000*Luas_lahan_potensi
Submodel Pengelolaan Usaha HHBK
Jangka_Waktu(t) = Jangka_Waktu(t - dt) + (In_Jangka_Waktu) * dtINIT Jangka_Waktu = 1 INFLOWS:
In_Jangka_Waktu = 1
BCR_HHBK = Pemasukan_Terdiskonto_HHBK/Pengeluaran_HHBK__Terdiskonto NPV_HHBK = Pemasukan_Terdiskonto_HHBK-Pengeluaran_HHBK__Terdiskonto Pemasukan_Terdiskonto_HHBK = Pemasukan__HHBK*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pemasukan__HHBK =
Pemasukan__Porang+Pemasukan__Jarak_Pagar+Pemasukan_Wijen+Pemasukan__Lempuyang+P emasukan__kapulaga
Pengeluaran_HHBK__Terdiskonto = Pengeluaran__HHBK*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pengeluaran__HHBK =
Pengeluraan__Porang+Pengeluaran_Jarak_Pagar+Pengeluaran_Wijen+Pengeluaran__Lempuyang +Pengeluaran__Kapulaga
Submodel Pengelolaan Usaha Jasa Lingkungan
BCR_kawasan_wisata =
Pemasukan__terdiskonto_kawasan_wisata/Pengeluaran__Terdiskonto_kawasan_wisata
BCR_Sumber_air = Pemasukan_sumber__air_terdiskonto/Pengeluaran__sumber_air_terdiskonto BCR__Jasa_Lingkungan = Pemasukan__jasa_lingkungan/Pengeluaran_jasa_lingkungan
Biaya_pengolahan_air = 449733225
Biaya_transmisi_dan_distribusi = 930341761 Biaya__sumber_air = 2086443623
NPV_Jasa_Lingkungan = Pemasukan__jasa_lingkungan-Pengeluaran_jasa_lingkungan
NPV_kawasan_wisata =
Pemasukan__terdiskonto_kawasan_wisata-Pengeluaran__Terdiskonto_kawasan_wisata
23
Lampiran 1 Print out persamaan model (lanjutan)
Pemasukan_sumber__air_terdiskonto =
(Pemasukan_sumber_air)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pemasukan__jasa_lingkungan =
Pemasukan_sumber__air_terdiskonto+Pemasukan__terdiskonto_kawasan_wisata Pemasukan__Kayangan_Api = 93570000
Pemasukan__terdiskonto_kawasan_wisata =
(Total_Pemasukan)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pemasukan__Tirta_Wana_Dander = 24429000
Pemasukan__Waduk_Pacal = 34935000
Pengeluaran_jasa_lingkungan =
Pengeluaran__sumber_air_terdiskonto+Pengeluaran__Terdiskonto_kawasan_wisata Pengeluaran_Kayangan_Api = 28000000
Pengeluaran_sumber_air =
Biaya__sumber_air+Biaya_pengolahan_air+Biaya_transmisi_dan_distribusi Pengeluaran_Tirta_Wana_Dander = 28000000
Pengeluaran__sumber_air_terdiskonto =
(Pengeluaran_sumber_air)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pengeluaran__Terdiskonto_kawasan_wisata =
(Total_Pengeluaran)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Pengeluaran__Waduk_Pacal = 28000000
Tarif_dasar = 2275
Total_Pemasukan =
Pemasukan__Waduk_Pacal+Pemasukan__Tirta_Wana_Dander+Pemasukan__Kayangan_Api
Total_Pengeluaran =
Pengeluaran__Waduk_Pacal+Pengeluaran_Tirta_Wana_Dander+Pengeluaran_Kayangan_Api Vol__air_terjual = 1597200
Model Pengelolaan Usaha KPH Bojonegoro (Model Utama)
Model Pengelolaan Usaha KPH Bojonegoro
BCR_KPH_Bojonegoro = Pemasukan__KPH_Bojonegoro/Pengeluaran__KPH_Bojonegoro Biaya_Usaha = 4820622645*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
By_Ops = 2898617.577
Harga_Kayu_per_meter_kubik = 4000000
NPV_KPH_Bojonegoro = Pemasukan__KPH_Bojonegoro-Pengeluaran__KPH_Bojonegoro
Pemasukan_Pengelolaan__Kayu =
(Volume_panen*Harga_Kayu_per_meter_kubik)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu)
Pemasukan__KPH_Bojonegoro =
Pemasukan_Pengelolaan__Kayu+Pemasukan_Terdiskonto_HHBK+Pemasukan__Jasa_Lingkunga n_Terdiskonto
Pengeluaran_Pengelolaan__Kayu = (Volume_panen*By_Ops)*((1+Suku_Bunga)^Jangka_Waktu) Lampiran 1 (lanjutan)
Pengeluaran__KPH_Bojonegoro =
24
Lampiran 2 Evaluasi Model (NPV jenis HHBK jika terjadi penurunan harga)
NPVPorang
NPV Jarak Pagar
NPV Wijen
21:22 10 Okt 2014 Page 1
2012.00 2014.25 2016.50 2018.75 2021.00
tahun
2012.00 2014.25 2016.50 2018.75 2021.00
tahun
25
Lampiran 2 (lanjutan)
NPV Lempuyang
NPV Kapulaga
21:32 10 Okt 2014 Page 1
2012.00 2014.25 2016.50 2018.75 2021.00 tahun
2012.00 2014.25 2016.50 2018.75 2021.00
Lampiran 3 Analisis kelayakan Usaha
Analisis Kelayakan Usaha Skenario I
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
A. Pemasukan
Panen HHK 366 120 000 451 080 000 463 000 000 452 840 000 476 600 000
TOTAL PEMASUKAN 2 209 640 000 2 209 640 000 1 843 520 000 1 392 440 000 929 440 000 476 600 000
B. Pengeluaran
Biaya perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
Biaya penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
Biaya pemungutan hasil hutan 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial
67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
TOTAL PENGELUARAN 304 364 071 304 364 071 304 364 071 304 364 071 304 364 071 304 364 071
2
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
A. Pemasukan
Panen HHK 366 120 000 451 080 000 463 000 000 452 840 000 476 600 000
TOTAL PEMASUKAN 2 209 640 000 1 843 520 000 1 392 440 000 929 440 000 476 600 000
B. Pengeluaran
Biaya perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
Biaya penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
Biaya pemungutan hasil hutan 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial
67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
TOTAL PENGELUARAN 304 364 071 304 364 071 304 364 071 304 364 071 304 364 071
3
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan) Analisis Kelayakan Usaha Skenario II
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
A. Pemasukan
Panen porang 40 000 000 40 000 000 40 000 000
Panen HHK 0 366 120 000 451 080 000 463 000 000 452 840 000 476 600 000
TOTAL PEMASUKAN 0 366 120 000 451 080 000 503 000 000 492 840 000 516 600 000
B. Pengeluaran
Bibit Porang 8 000 000
Penanaman
a. porang
1. Pembersihan lahan porang 600 000
2. Pembuatan lubang tanam 200 000
3. Penanaman bibit 200 000
4. Pemupukan awal 4 000 000
b. HHK
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 1 054 16186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. porang
1. Penyiangan 1 000 000 1 000 000
2. Pendangiran 1 000 000 1 000 000
3. Pembubunan 1 000 000 1 000 000
4
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
4. Pemupukan 4 400 000 4 400 000
b. HHK
1. Pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
2. Pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
Lampiran 3 (lanjutan
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
Pemanenan
1. Pemungutan 1 120 000 1 120 000 1 120 000
2. Pengangkutan 200 000 200 000 200 000
3. Pemungutan hasil hutan kayu 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial
67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
TOTAL PENGELUARAN 317 364 071 311 764 071 311 764 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071
5
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
A. Pemasukan
Panen porang 40 000 000 40 000 000 40 000 000 40 000 000 40 000 000
Panen HHK 528 400 000 495 280 000 531 360 000 470 840 000 479 480 000
TOTAL PEMASUKAN 568 400 000 535 280 000 571 360 000 510 840 000 519 480 000
B. Pengeluaran
Bibit Porang
Penanaman
a. porang
1. Pembersihan lahan porang
2. Pembuatan lubang tanam 3. Penanaman bibit
4. pemupukan awal
b. HHK
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. porang 1. Penyiangan
2. Pendangiran
3. Pembubunan 4. Pemupukan b. HHK
1. Pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
6
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
2. Pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
Pemanenan
1. Pemungutan 1 120 000 1 120 000 1 120 000 1 120 000 1 120 000
2. Pengangkutan 200 000 200 000 200 000 200 000 200 000
3. Pemungutan hasil hutan kayu 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial
67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
TOTAL PENGELUARAN 305 684 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071
Analisis Kelayakan Usaha Skenario III
Uraian
Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
A. Pemasukan
Panen HHBK 0 162 300 000 339 300 000 379 300 000 379 300 000 379 300 000
Panen HHK 0 366 120 000 451 080 000 463 000 000 452 840 000 476 600 000
TOTAL PEMASUKAN
B. Pengeluaran 0 528 420 000 790 380 000 842 300 000 832 140 000 855 900 000
Bibit HHBK
14 913 700
7
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
a. HHBK
1. Pembersihan lahan HHBK 600 000
2. Pembuatan lubang tanam 200 000
3. Penanaman bibit 200 000
4. pemupukan awal 4 000 000
b. HHK
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. HHBK
1. Penyiangan 1 000 000 1 000 000
2.Pendangiran 1 000 000 1 000 000
3. Pembubunan 1 000 000 1 000 000
4. Pemupukan 4 400 000 4 400 000
b. HHK
1. Pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
2. Pengendalian kebakaran dan
pengamanan hutan 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461185 56 461 185 56 461 185
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
Pemanenan
8
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
1. Pemungutan 1 120 000 1 120 000 1 120 000
2. Pengangkutan 200 000 200 000 200 000
3. Pemungutan hasil hutan kayu 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial
67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
TOTAL PENGELUARAN 324 277 771 311 764 071 311 764 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
A. Pemasukan
Panen HHBK 379 300 000 379 300 000 379 300 000 379 300 000 37 930 000
Panen HHK 528 400 000 495 280 000 531 360 000 470 840 000 479 480 000
TOTAL PEMASUKAN 907 700 000 874 580 000 910 660 000 850 140 000 858 780 000
B. Pengeluaran
Bibit HHBK
Penanaman
a. HHBK
1. Pembersihan lahan HHBK 2. Pembuatan lubang tanam
3. Penanaman bibit 4. pemupukan awal
9
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. HHBK 1. Penyiangan
2. Pendangiran
3. Pembubunan 4. Pemupukan
b. HHK
1. Pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776
2. Pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan
56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
Pemanenan
1. Pemungutan 1 120 000 1 120 000 1 120 000 1 120 000 1 120 000
2. Pengangkutan 200 000 200 000 200 000 200 000 200 000
3. Pemungutan hasil hutan kayu 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap
negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
TOTAL PENGELUARAN 305 684 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071 305 684 071
10
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan) Analisis Kelayakan Usaha Skenario IV
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
A. Pemasukan
Panen HHBK 0 162 300 000 339 300 000 379 300 000 379 300 000 379 300 000
Jasa Lingkungan 0 5 036 146 440 5036146440 5036146440 5036146440 5036146440
Panen HHK 0 366 120 000 451 080 000 463 000 000 45 2840 000 476 600 000
TOTAL PEMASUKAN 0 5 564 566 440 5 826 526 440 5 878 446 440 5 868 286 440 5 892 046 440
B. Pengeluaran
Bibit HHBK 14 913 700
Penanaman
a. HHBK
1. Pembersihan lahan 600 000
2. Pembuatan lubang tanam 200 000
3. Penanaman bibit 200 000
4. pemupukan awal 4 000 000
b. HHK
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. HHBK
1. Penyiangan 1 000 000 1 000 000
2. Pendangiran 1 000 000 1 000 000
3. Pembubunan 1 000 000 1 000 000
11
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
0 1 2 3 4 5
4. Pemupukan 4 400 000 4 400 000
b. HHK
1. Pemeliharaan dan pembinaan hutan 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 6 592 776 65 92 776
2. Pengendalian kebakaran dan pengamanan
hutan 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185 56 461 185
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773 16 084 773
Pemanenan
1. Pemungutan 1 120 000 1 120 000 1 120 000
2. Pengangkutan 200 000 200 000 200 000
3. Pemungutan hasil hutan kayu 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901 52 403 901
Biaya Pemenuhan kewajiban finansial terhadap
negara dan kewajiban terhadap lingkungan sosial 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338 67 370 338
jasa lingkungan
Biaya pengelolaan kawasan wisata
1. Kawasan wisata waduk pacal 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000
2. Kawasan wisata tirta wana dander 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000
3. Kawasan wisata kayangan api 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000 28 000 000
Biaya sumber air 2 086 443 623 2 086 443 623 2 086 443 623 2 86 443 623 2 086 443 623 2 086 443 623
Biaya Pengelolaan 449 733 225 449 733 225 449 733 225 44 9733 225 449 733 225 449 733 225
Biaya transmisi dan distribusi 930 341 761 930 341 761 930 341 761 93 041 761 930 341 761 930 341 761
TOTAL PENGELUARAN 3 874 796 380 3 862 282 680 3 862 282 680 3 856 202 680 3 856 202 680 3 856 202 680
12
Lampiran 3 Analisis Kelayakan Usaha (Lanjutan)
Uraian Tahun ke- (Rp.)
6 7 8 9 10
A. Pemasukan
Panen HHBK 379 300 000 379 300 000 379 300 000 379 300 000 379 300 000
Jasa Lingkungan 5 036 146 440 503 6146 440 5 036 146 440 50 361 46 440 5 036 146 440
Panen HHK 528 400 000 495 280 000 531 360 000 470 840 000 479 480 000
TOTAL PEMASUKAN 5 943 846 440 5 910 726 440 5 946 806 440 5 886 286 440 5 894926 440
B. Pengeluaran
Bibit HHBK
Penanaman
a. HHBK
1. Pembersihan lahan
2. Pembuatan lubang tanam
3. Penanaman bibit
4. Pemupukan awal
b. HHK
1. Perencanaan 34 912 34 912 34 912 34 912 34 912
2. Penanaman 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186 105 416 186
Pemeliharaan
a. HHBK
1. Penyiangan 2. Pendangiran