• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik papan insulasi dari bambu dengan variasi jenis core

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik papan insulasi dari bambu dengan variasi jenis core"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PAPAN INSULASI DARI BAMBU

DENGAN VARIASI JENIS CORE

ANISA KARLIANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Anisa Karliani

(4)

ABSTRAK

ANISA KARLIANI. Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO.

Bambu merupakan alternatif bahan baku panel akustik yang berfungsi sebagai insulasi suara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis, mekanis, dan penyerapan suara dengan menggunakan face dan back dari anyaman bambu serta beberapa jenis core ramah lingkungan. Papan insulasi dibuat dengan menggunakan anyaman bambu sebagai face dan back, sedangkan core

menggunakan papan partikel, styrofoam, kayu Gmelina, dan potongan bambu. Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, kembang susut volume yang mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003, selanjutnya pengujian sifat mekanis meliputi Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), keteguhan geser rekat yang mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003, dan pembuatan contoh uji yang mengacu pada ASTM D 143 (2005). Selain itu, dilakukan pengujian kemampuan peredaman bunyi untuk melihat kelayakan papan insulasi dalam menyerap suara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai kadar air dan kerapatan yang sesuai pada standar JIS A 5908 : 2003 terdapat pada papan insulasi dengan core styrofoam. Untuk pengujian kembang susut bagian tebal, nilai pengembangannya lebih besar dibandingkan nilai penyusutan. Nilai MOE dan MOR pada papan insulasi yang memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 adalah papan insulasi dengan core papan partikel dan kayu gmelina. Namun demikian, pada uji absorbsi suara, papan insulasi dengan core styrofoam memiliki penyerapan paling baik dibandingkan dengan jenis core lainnya.

(5)

ABSTRACT

ANISA KARLIANI. Characteristics of Insulation Board made from Bamboo With Core Type Variation. Supervised by NARESWORO NUGROHO.

Bamboo is an alternative of raw materials acoustic panels which made to absorb and function as sound insulation. The purpose of this research was to test the physical properties, mechanical properties, and sound absorption by using face and back made from bamboo woven and core from environmentally-friendly materials. Insulation boards made using bamboo as the face and back with a variety of cores. Type of face and back were made of woven tali bamboo, than the variation cores used was particle board, styrofoam, Gmelina wood, and pieces of bamboo. Testing of physical properties include density, water content, volumetric swelling and volumetric shrinkage were done based on standards JIS A 5908 : 2003, whereas the MOE, MOR, and bonding strength were conducted based on JIS A 5908 : 2003 standard, meanwhile test sampling were made based on ASTM D 143 (2005). In addition, testing of the sound absorption were done by assessment the feasibility of insulation board as sound absorber. Results indicated that water content and density value is suitable with JIS A 5908 : 2003 standard was the insulation board with core of styrofoam. Based on shrinkage and swelling test of insulation board, swelling phase was larger than shrinkage phase. Furthermore, the MOE and MOR of sample core particle board and gmelina is suitable with JIS A 5908 : 2003. The test of sound absorption, insulation board with a styrofoam core has the best absorption compare with other types of cores. Keyword: adhesive isocyanate, bamboo woven, core variation, insulation board,

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK PAPAN INSULASI DARI BAMBU

DENGAN VARIASI JENIS CORE

ANISA KARLIANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core Nama : Anisa Karliani

NIM : E24100078

Disetujui oleh

Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas nikmat dan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga September 2014 ini ialah pemanfaatan bambu lapis sebagai papan insulasi, dengan judul Karakteristik Papan Insulasi dari Bambu dengan Variasi Jenis Core.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku dosen pembimbing, juga kepada Bapak Effendi Tri Bachtiar, S.Hut, MSi yang telah membimbing selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Suhada, Pak Kadiman, Pak Mahdi dan Mas Irfan selaku Laboran di Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB yang sabar dalam membantu penulis melakukan penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Pak Toni selaku laboran Laboran di Departemen Fisika yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, Ari, Nuri, Faitha, Dian, Uwi, Ale, Gigi, seluruh keluarga, kawan-kawan SMA dan kawan-kawan THH 47 atas doa, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan Penelitian 2

Alat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 3

Persiapan Bahan Baku 3

Persiapan Perekat 3

Pengempaan 4

Pengkondisian 4

Pembuatan Contoh Uji 4

Prosedur Pengujian 5

Kadar Air 6

Kerapatan 6

Pengembangan Volume 6

Penyusutan Volume 6

Modulus of Elasticity (MOE) 7

Modulus of Rupture (MOR) 7

Keteguhan Geser Rekat 7

Peredaman Bunyi 8

Prosedur Analisis Data 9

(12)

Kadar Air 9

Kerapatan 10

Pengembangan Volume 11

Penyusutan Volume 12

Keteguhan Geser Rekat 13

Modulus of Elasiticity (MOE) 14

Modulus of Rupture (MOR) 15

Absorpsi Suara 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20-23

RIWAYAT HIDUP 24

DAFTAR TABEL

1 Pola penyusunan face, core, dan back dengan ketebalan 4 cm 3

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pemotongan contoh uji 4

2 Sampel contoh uji fisis dan mekanis 5

3 Skema pembuatan papan insulasi 5

4 Pengujian Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture 7

5 Cara pengujian absorpsi suara 8

6 Nilai kadar air papan insulasi dengan variasi jenis core 10

7 Nilai kerapatan papan insulasi dengan variasi jenis core 11

8 Nilai pengembangan papan insulasi dengan variasi jenis core 12

9 Nilai penyusutan papan insulasi dengan variasi jenis core 13

10 Nilai keteguhan rekat papan insulasi dengan variasi jenis core 14

11 Nilai MOE papan insulasi dengan variasi jenis core 15

12 Nilai MOR papan insulasi dengan variasi jenis core 16

LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan manusia terhadap kayu untuk konstruksi, bangunan atau

furniture terus melaju pesat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan kayu sebagai bahan baku terus menurun. Mengingat ketersediaan kayu bulat yang mulai menipis, maka upaya yang sudah dikembangkan adalah pembuatan papan komposit (Lubis et al. 2009).

Papan insulasi sebagai salah satu bagian dari panel-panel, penggunaanya semakin meluas sejalan dengan perkembangan pertumbuhan penduduk yang membutuhkan hunian yang nyaman seperti perumahan dan perkantoran. Papan insulasi atau papan berkerapatan rendah biasa dipergunakan sebagai bahan pelapis tembok, panel interior dengan permukaan berlubang yang merupakan perlakuan akustik, sebagai pelapis dinding atau papan. Selain itu, untuk keperluan struktural seperti pintu, sekat atau dinding pemisah dan lantai struktural biasanya papan insulasi dilaminasi menjadi lapisan yang tebal (Emilia 2001).

Pentingnya kenyamanan akustik suatu ruangan sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemilihan bahan penyerap suara yang baik sehingga perlunya ada metode untuk menentukan koefisien absorpsi suara bahan penyerap bunyi yang sederhana, mudah, dan murah. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan tersebut adalah dengan mendesain sekat peredam yang dapat melingkupi sumber suara tersebut dengan membuat lapisan yang paling efektif untuk mereduksi kebisingan.

Lee (2003) dalam Khuriati (2006) menyatakan bahwa jenis bahan peredam bunyi yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator dan panel. Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan. Hal ini karena bahan berpori relatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Simatupang 2011). Pembuatan peredam suara ada berbagai macam, mulai dari bahan berserat, berlignoselulosa dan penggabungan bahan yang satu dengan yang lain atau yang sering dikenal dengan komposit.

Bambu merupakan tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia karena manfaatnya sangat luas, antara lain untuk bahan konstruksi pemukiman, pembuatan alat-alat perabot rumah tangga, dan hasil-hasil lain dari bambu yang dapat diperdagangkan. Penggunaan bambu sangat baik sebagai bahan konstruksi bangunan jika memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal dan beruas pendek (Dransfield dan Widjaya 1995).

(14)

2

Perumusan Masalah

Papan insulasi disusun dari lapisan face, core, dan back. Di lapisan core

dengan kombinasi empat jenis bahan core yang berbeda diantaranya yaitu papan partikel, styrofoam, kayu gmelina, dan potongan bambu. Pemanfaatan core dari bahan yang ringan (berat jenis rendah) untuk mengetahui nilai uji sifat fisis dan mekanis terutama pada absorpsi suara. Kelayakan papan insulasi dalam menyerap suara dilihat dari seberapa besar suara yang diserap dan seberapa rendah suara yang di resonansi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis serta sifat penyerapan suara papan insulasi dengan menggunakan face dan back

dari anyaman bambu serta core yang menggunakan bahan ramah lingkungan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan komponen dinding insulasi yang berkinerja tinggi dan ramah lingkungan. Selain itu, dapat memanfaatkan limbah bambu sebagai papan partikel, styrofoam, dan kayu lunak serta meningkatkan nilai mutu bambu. Penggunaan bambu sebagai papan insulasi dapat menggantikan bahan absorber yang diimpor dengan harga relatif mahal.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Februari – September 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Biokomposit dan Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengujian Absorpsi Suara dilakukan di Laboratorium Elektronika Fisika.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bambu Tali (Gigantochloa apus) dalam bentuk anyaman bambu diperoleh dari pengrajin anyaman yang berlokasi di Cifor, Bogor, Propinsi Jawa Barat. Perekat yang digunakan yaitu perekat Isosianat tipe H3M (waterbase) beserta hardener, parafin, serta bahan pengencer berupa toluena dan air.

Alat Penelitian

(15)

3

circular saw, cutter, cetakan berukuran 30 cm x 30 cm, rottary blender, spray gun. Alat pengujian panel bambu berupa alat uji Universal Testing Machine

(UTM) merk Instron. Peralatan pendukung lainnya berupa baskom, alumunium foil, sarung tangan, alat tulis, dan kamera.

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan Baku

Papan insulasi dibuat dengan anyaman bambu tali berukuran 40 cm x 40 cm dan ketebalan 4 cm dengan kombinasi 4 jenis core yang berbeda yaitu kayu Gmelina, papan partikel konvensional, styrofoam, dan potongan bambu serta bagian face dan back yaitu anyaman bambu lapis. Selain itu, papan partikel dari

1. Anyaman bambu Kayu gmelina Anyaman bambu

2. Anyaman bambu Papan partikel konvensional Anyaman bambu

3. Anyaman bambu Styrofoam Anyaman bambu

4. Anyaman bambu Potongan bambu Anyaman bambu

Papan insulasi yang dibuat menggunakan ukuran ketebalan 0.5 cm masing-masing untuk bagian face dan back, sedangkan untuk bagian core

ketebalannya 3 cm. Pada bagian face dan back dibuat dari anyaman bambu yang sebelumnya dilakukan penggabungan 3 buah anyaman bambu dengan menggunakan perekat Isosianat sehingga ketebalan mencapai 0.5 cm.

Persiapan Perekat

Perekat yang digunakan yaitu perekat Isosianat yang dilaburkan pada permukaan papan insulasi dengan menggunakan kuas. Pelaburan dilakukan pada dua permukaan (double spread) dengan berat labur 200 g/m2. Perekat yang akan dilaburkan disiapkan dengan menghitung kebutuhan perekat tiap papan insulasi berdasarkan luas permukaan bidang rekat dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x berat labur

(16)

4

A

D

B

C

spilasi sebanyak 5%, sehingga perekat dibuat dengan mencampurkan 29 g (waterbased) dan 5 g (hardener).

Pengempaan

Papan insulasi yang sudah dilabur dan disusun dengan jenis core nya untuk kemudian dikempa dingin (cold press) pada suhu kamar dengan tekanan 10 kg/cm2. Pengempaan dengan perekat isosianat membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Pengkondisian

Setelah proses pengempaan, papan insulasi dibiarkan di tempat terbuka selama 2 minggu untuk menghilangkan tegangan sisa yang terjadi pada saat pengempaan dan menyesuaikan dengan kadar air setempat.

Pembuatan Contoh Uji

Papan insulasi diuji sifat absorpsi suara, fisis, dan mekanisnya setelah masa conditioning. Masing-masing bambu lapis dibuat contoh uji sesuai dengan ukuran standar, untuk dilakukan pengujian kerapatan, kadar air, kembang susut, keteguhan rekat, dan keteguhan lentur statis (MOE dan MOR).

65 cm

F E

40 cm 5 cm

Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji Keterangan:

A = Contoh uji untuk pengujian keteguhan rekat (5 cm x 5 cm x 4 cm) B = Contoh uji untuk kadar air (10 cm x 10 cm x 4 cm)

C = Contoh uji untuk kembang susut (10 cm x 5 cm x 4 cm) D = Contoh uji untuk kerapatan (10 cm x 10 cm x 4 cm)

(17)

5

Pengujian

(a) Sampel uji fisis (b) Sampel uji mekanis (c) Sampel uji peredaman suara

Gambar 2 a). Sampel uji fisis, b). Sampel uji mekanis, dan c). Sampel uji peredaman suara

Gambar 3 Skema pembuatan papan insulasi Prosedur Pengujian

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis (kerapatan, kadar air, pengembangan volume dan penyusutan volume), pengujian sifat mekanis (MOE, MOR dan keteguhan geser rekat) dan pengujian kemampuan peredaman bunyi.

Persiapan Bahan Baku

Pembuatan Bambu Lapis dengan face &

back dari anyaman bambu

Pelaburan perekat Isosianat dengan berat labur 200 g/m²

Pengkondisian selama 2 minggu Cold Press

(P=10 kg/cm2, t= 3 jam)

Pembuatan contoh uji Perekatan dengan core (kayu gmelina, papan partikel, styrofoam,

(18)

6

Pembuatan contoh uji mengacu pada American Standard Test Methods (ASTM D143 2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Speciment of Timber, sedangkan untuk nilai pengujian sifat fisis dan mekanis mengacu pada Japanese Industrial Standard (JIS A 5908 : 2003).

Kadar Air

Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji berukuran (10 x 10 x 4) cm. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu (103 ± 2)oC selama 24 jam atau sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh uji berukuran (10 x 10 x 4) cm dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya dimensinya (DB). Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus:

(19)

7 Modulus of Elasticity (MOE)

Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran (65 x 5 x 4) cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE papan insulasi dilakukan dengan cara one point loading bending test. Nilai MOE dihitung dengan rumus:

MOE (kgf/cm2) =

∆P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kgf) L : Jarak sangga (cm)

∆Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm)

h : Tebal contoh uji (cm) Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian MOR panel insulasi dilakukan pada contoh uji yang sama dengan pengujian MOE. Pengujian MOR dilakukan sampai papan insulasi yang diberikan beban terpusat ditengah bentangnya mengalami kerusakan (Gambar 4). Nilai MOR dihitung dengan rumus:

(20)

8

) (cm direkat yang

permukaan Luas

(kgf) maksimum Beban

2

meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan geser rekat dihitung dengan rumus:

Keteguhan geser rekat (kgf/cm2) =

Peredaman Bunyi

Uji peredaman bunyi dilakukan dengan membuat kotak tertutup berdimensi (40 x 40 x 4) cm dengan menggunakan papan insulasi sebagai dinding didalamnya. Kabel pendeteksi absorpsi suara sebagai penghasil data input dan output diletakan di dalam dan luar kotak. Di sebelah kanan kotak diletakkan alat pembaca kuat suara yaitu osiloskop dan di sebelah kiri kotak terdapat alat penentu frekuensi yaitu Function Signal Generator.

Sumber bunyi berupa speaker dimasukkan dalam kotak. Kuat suara di dalam dan di luar kotak diukur dengan cara menghitung panjang amplitudo yang ditunjukkan grafik dari osiloskop tersebut. Signal generator ditetapkan pada range

frekuensi audiosonik, dari rentang 400-10000 Hz. Jumlah output yang lebih kecil daripada input menunjukkan kemampuan peredaman yang baik pada dinding insulasi. Redaman suara dihitung dengan rumus :

A = 20 log Voutput Vinput

Keterangan : A : rumus konversi dari Vpp menjadi decibel (dB) Voutput : besar redaman suara yang dihasilkan

Vinput : besar suara yang dialirkan dari speaker

Contoh Uji (tampak atas) Rangkaian Alat

(21)

9 Prosedur Analisis Data

Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0. Rancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor α (variasi core). Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Model umum rancangannya untuk semua pengujian adalah sebagai berikut :

Yij = μ + αi + εij Keterangan :

Yij = variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor α dan ulangan ke j

μ = komponen aditif dari rataan

αi = pengaruh utama faktor α taraf ke i

e(ij) = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ²) i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1, 2, 3

Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor perlakuan dan kombinasi perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. 2003). Kadar air papan insulasi hasil pengujian berkisar antara 11.44 - 19.62%, nilai kadar air tertinggi (19.62%) terdapat pada papan insulasi kayu gmelina dan yang terendah (11.44%) yaitu papan insulasi core styrofoam (Gambar 6). Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003 untuk nilai kadar air papan insulasi dibawah 13%, maka papan insulasi core styrofoam dan kontrol telah memenuhi standar, namun core lainnya belum memenuhi standar tersebut.

(22)

10

Gambar 6 menunjukkan kadar air yang rendah pada papan insulasi dengan

core styrofoam, hal ini disebabkan karena struktur yang berongga dan bahan yang bersifat hidrophobik (menolak air) (Martiandi 2010). Papan insulasi core gmelina mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan insulasi lainnya. Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980) dalam Dwianto dan Marsoem (2008), semakin rendah berat jenis atau kerapatan, maka tingkat absorbsi kayu semakin tinggi karena memiliki tempat penampung air yang lebih banyak. Kadar air pada core potongan bambu yang rendah diduga disebabkan karena mengeringnya bambu yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Peningkatan kadar air diduga disebabkan karena adanya perekat yang ditambahkan. Vick (1999) menyatakan bahwa perekat mengandung air sebagai pelarut, sehingga pada proses perekatan, air akan menguap dan diserap oleh kayu yang mengakibatkan kadar air nya dapat meningkat.

Kadar air papan insulasi dengan core styrofoam yang rendah mengindikasikan sifat bahan dari styrofoam yang menolak air (hydrophobic). Hasil analisa ragam pada nilai kadar air menunjukkan bahwa variasi core

memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air papan insulasi yang dihasilkan

(α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar air papan insulasi dengan jenis

core styrofoam dan kontrol memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan insulasi. Nilai kadar air papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan insulasi.

Kerapatan

Kerapatan merupakan suatu ukuran kekompakan suatu material dalam produk panel. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan produk (Bowyer et al. 2003). Pengujian kerapatan dilakukan pada produk papan insulasi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerapatan papan insulasi berkisar antara 0.25-0.60 g/cm³. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan kayu gmelina (Gambar 7).

Gambar 7 Nilai kerapatan papan insulasi dengan variasi jenis core

Gambar 7 menunjukkan bahwa papan insulasi dengan core styrofoam

(23)

11 sehingga kerapatan dan berat jenisnya lebih rendah dibandingkan dengan jenis

core lainnya. Core yang memiliki kerapatan lebih rendah dari bagian face dan

back akan menurunkan kerapatan produk, sedangkan core yang memiliki kerapatan lebih tinggi dari bagian face dan back akan mengalami peningkatan kerapatan.

Papan partikel dan kayu gmelina memiliki kerapatan yang tinggi. Menurut Mandang dan Pandit (1997), berat jenis kayu gmelina berkisar antara 0.42-0.61 sehingga termasuk kelas kuat II-IV dan kelas awet IV-V. Kerapatan papan yang tinggi mengindikasikan papan memiliki sifat mekanis yang tinggi. Menurut Haygreen et al. (2003), semakin tinggi nilai kerapatannya maka semakin tinggi pula nilai sifat mekanis dari papan insulasi tersebut. Selain itu, kerapatan papan juga merupakan sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap sifat akustik. Santoso et al. (2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bertambahnya kerapatan kayu laminasi dibanding bahan pembentuknya adalah adanya lapisan perekat dan pemadatan pada proses pengempaan.

Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan papan insulasi yang

dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kerapatan menunjukkan

bahwa jenis core styrofoam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core

potongan bambu dan kontrol juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan papan insulasi lainnya. Nilai kerapatan papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan gmelina memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan papan insulasi.

Pengembangan Volume

Pengujian pengembangan tebal dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi papan dengan bertambahnya ketebalan dari papan tersebut. Pengembangan tebal ini menentukan papan dapat digunakan untuk eksterior atau interior (Massijaya et al. (2000) dalam Hasni (2008). Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003, nilai pengembangan dimensi kayu maksimal dibawah 10%. Pengembangan volume papan insulasi hasil pengujian berkisar antara 4.23-11.59%, nilai pengembangan volume tertinggi (11.59%) terdapat pada papan insulasi papan partikel dan yang terendah (4.23%) yaitu papan insulasi core styrofoam (Gambar 8).

(24)

12

Berdasarkan hasil penelitian papan insulasi dengan core styrofoam, kayu gmelina, dan potongan bambu sesuai dengan standar tersebut. Nilai pengembangan volume terbesar pada papan insulasi core papan partikel, sedangkan yang terendah terdapat pada papan insulasi core styrofoam. Sifat pengembangan tebal ini berkorelasi dengan sifat penyerapan air, dimana tingginya penyerapan air akan disertai dengan peningkatan pengembangan tebal. Pada papan partikel dengan kerapatan lebih tinggi, air yang diserap lebih banyak dan hal ini akan mempengaruhi pengembangan volume partikelnya.

Pengembangan tebal juga disebabkan karena penetrasi perekat antar panel tidak dapat maksimal. Ruhendi dan Hadi (1997) menyatakan bahwa, kesesuaian jenis bahan yang direkat, jenis perekat, dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan penggunaan produk. Perlakuan terhadap produk sebelum dan selama penggunaan juga akan menentukan keutuhan ikatan. Selain itu, stabilisasi dimensi, penyerapan air dan pengembangan tebal bergantung kepada sifat serat dan penambahan bahan core.

Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa perbedaan variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap pengembangan volume papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa jenis core papan partikel, stryofoam, gmelina, dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap pengembangan volume papan insulasi. Sedangkan, nilai pengembangan volume menunjukkan bahwa kontrol memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap papan insulasi lainnya.

Penyusutan Volume

Susut volume mengindikasikan stabilitas dimensi papan terhadap pengaruh air. Menurut Tsoumis (1991) shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu. Hasil pengujian menunjukkan rata-rata penyusutan tebal papan insulasi berkisar antara 5.23-7.65%. JIS A 5908 : 2003 tidak menetapkan standar untuk nilai daya serap air. Nilai penyusutan terbesar pada papan insulasi core papan partikel (7.65%), sedangkan penyusutan terendah terdapat pada papan insulasi core gmelina (5.23%) (Gambar 9).

(25)

13 Gambar 9 menunjukkan core papan partikel memiliki nilai penyusutan tertinggi diduga karena semakin tinggi kerapatan papan, maka ikatan antar partikel semakin kompak sehingga rongga udara dalam lembaran papan mengecil. Keadaan ini menyebabkan air atau uap air menjadi sulit untuk mengisi rongga tersebut. Berdasarkan penelitian Massijaya (2010), pengujian daya serap air panel akustik papan partikel dilakukan untuk mengetahui ketahanan panel terhadap air. Stabilitas dimensi yang tinggi pada papan partikel, hal ini mengindikasikan bahwa jenis papan tersebut sangat tahan air atau kelembaban yang tinggi. Dengan karakteristik demikian, maka papan ini potensial dikembangkan untuk penggunaan eksterior.

Menurut Maloney (1993) air yang masuk ke dalam papan semakin meningkat dengan semakin banyaknya perekat yang tersubstitusi. Menurut Skaar (1972) salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kembang susut yaitu arah serat selain faktor lainnya seperti hilangnya air dari dinding sel, kerapatan, atau berat jenis kayu. Marra (1992) menyatakan bahwa keuntungan menggunakan perekat isosianat dibandingkan dengan perekat lainnya yaitu memiliki stabilitas dimensi yang dihasilkan lebih stabil. Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai penyusutan menunjukkan bahwa jenis variasi core tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penyusutan papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05).

Keteguhan Geser Rekat

Kemampuan material untuk menahan geseran pada luasan tertentu akibat adanya beban yang bekerja padanya disebut keteguhan geser. Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat. Pembebanan dilakukan secara perlahan sampai terjadi kerusakan pada contoh uji. Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat papan insulasi berkisar antara 0.22 – 11.18 kgf/cm² (Gambar 10).

Nilai keteguhan rekat papan insulasi terendah (0.22 kgf/cm²) terdapat pada papan insulasi core styrofoam, sedangkan nilai keteguhan rekat tertinggi (11.18 kgf/cm²) terdapat pada papan insulasi core kayu gmelina.

Gambar 10 Nilai keteguhan rekat papan insulasi dengan variasi jenis core

Gambar 10 menunjukkan nilai keteguhan rekat pada papan insulasi dengan

(26)

14

pelaburan perekat yang kurang merata. Pada core potongan bambu, kerusakan banyak terjadi pada ikatan garis rekat antara potongan bambu dengan bambu lapis. Kerusakan dimulai dari bagian ujung panel kemudian ikatan rekat antara bambu lapis dengan potongan bambu lepas. Menurut Sugiarti (2010), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keteguhan geser rekat, antara lain kadar zat ekstraktif, keadaan permukaan yang direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa.

Teknik perekatan yang tidak sempurna seperti pelaburan perekat dan luas bidang rekat yang sangat kecil juga mempengaruhi ikatan garis rekatnya (Ruhendi dan Hadi 1997). Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai keteguhan geser rekat menunjukkan bahwa jenis variasi core tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

keteguhan geser rekat papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05).

Modulus of Elasiticity (MOE)

Modulus of Elasiticity (MOE) dinyatakan sebagai suatu besaran yang menunjukkan sifat kekakuan bahan atau material. Sifat kekakuan tersebut merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan dan hanya berlaku sampai batas proporsi (Bowyer et al. 2003). Hasil MOE berkisar antara 2358-38013 kg/cm². Berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003 nilai MOE papan insulasi lebih dari 20000 kg/cm². Nilai MOE core papan partikel dan kayu gmelina sesuai dalam standar tersebut (Gambar 11).

Gambar 11 Nilai MOEpapan insulasi dengan variasi jenis core

Nilai MOE terendah (2358 kg/cm²) terdapat pada papan insulasi dengan

(27)

15 variasi nilai MOE yang dihasilkan pada kayu gmelina dan potongan bambu itu sendiri dalam tiap ulangannya.

Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai MOE menunjukkan bahwa perbedaan jenis variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOE

papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOE menunjukkan bahwa jenis core styrofoam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOE papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core potongan bambu juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOE papan insulasi lainnya. Sedangkan, nilai MOE papan insulasi dengan jenis core papan partikel dan gmelina memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai MOE papan insulasi.

Modulus of Rupture (MOR)

Modulus of Rupture (MOR) atau modulus patah merupakan kemampuan papan untuk menahan beban lentur hingga batas maksimum (keteguhan patah). MOR papan insulasi berdasarkan pengujian berkisar antara 40.66 - 389kg/cm². Gambar 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata keteguhan patah panel akustik yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 (>80 kg/cm²).

Gambar 12 Nilai MORpapan insulasi dengan variasi jenis core

Kayu gmelina dan papan partikel masuk dalam syarat standar tersebut. Rata-rata nilai MOR dari papan insulasi core gmelina dengan kerapatan 0.60 g/cm³ lebih tinggi dibanding nilai MOR papan insulasi core styrofoam dengan kerapatan 0.25 g/cm³. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kerapatan panel akustik yang dihasilkan maka sifat keteguhan patah papan insulasi juga akan semakin tinggi (Bowyer et al. 2003).

(28)

16

Berdasarkan hasil analisa ragam pada nilai MOR menunjukkan bahwa perbedaan jenis variasi core memberikan pengaruh nyata terhadap nilai MOR papan insulasi yang dihasilkan (α=0.05). Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOR menunjukkan bahwa jenis core papan partikel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOR papan insulasi lainnya. Selain itu, papan insulasi pada jenis core kayu gmelina juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai MOR papan insulasi lainnya. Nilai MOR papan insulasi dengan jenis core styrofoam dan potongan bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai MOR papan insulasi.

Absorpsi Suara

Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara dan tidak dapat merambat melalui ruang hampa (Baihaqi 2009). Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain menjangkau kayu, sebagian dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu (Tsoumis 1991). Baihaqi (2009) juga menambahkan pada umumnya kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun di kaca karena kayu memiliki pori-pori.

(a) Core Papan Partikel (b) Core Styrofoam

(c) Core Kayu Gmelina (d) Core Potongan Bambu Gambar 13 a). Core papan partikel, b). Core styrofoam, c). Core kayu Gmelina

dan d). Core potongan bambu

(29)

17 produk tersebut menyerap suara. Papan yang mampu meredam bunyi paling baik adalah papan insulasi dengan core styrofoam, sedangkan yang kurang baik adalah papan insulasi dengan core potongan bambu. Dilihat dari diagram, papan insulasi potongan bambu meresonansikan suara sebesar 16.90 dB (Gambar 13).

Redaman bunyi adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB). Hubungan antara nilai redaman bunyi dengan volume bunyi menghasilkan kurva logaritmic, artinya semakin meningkatnya volume bunyi, maka laju peningkatan redaman bunyi semakin menurun.

Penentuan Papan Insulasi Terbaik

Penentuan papan insulasi terbaik ditinjau dari kesesuaian nilai terhadap standar JIS A 5908-2003 dan nilai rata-rata yang dihasilkan pada sifat fisis dan mekanis papan insulasi. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan core styrofoam sudah memenuhi standar JIS, yaitu pada pengujan kadar air, kerapatan. Sedangkan core lainnya tidak memenuhi standar JIS. Untuk penambahan jenis

core papan partikel dan kayu gmelina memenuhi standar yaitu pada pengujian MOE dan MOR. Dapat disimpulkan bahwa papan insulasi core papan partikel dan gmelina lebih baik untuk penggunaan interior dan dapat digunakan untuk konstruksi ringan. Sedangkan papan insulasi core styrofoam meredam suara lebih besar dibandingkan dengan core lainnya sehingga cocok digunakan sebagai papan peredam suara atau akustik.

(30)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kualitas papan insulasi menggunakan perekat Isosianat memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik. Uji fisis dan mekanis menggunakan perekat Isosianat memenuhi standar JIS A 5908 : 2003. Papan insulasi yang menggunakan

core styrofoam memiliki sifat penyerapan suara yang lebih baik dibanding bahan lainnya. Papan insulasi yang dihasilkan mampu menyerap suara pada frekuensi 400 Hz-10000 Hz, sehingga dapat digunakan sebagai komponen dinding sekat pada studio musik, perumahan dan perkantoran.

.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan bambu dan jenis

core lainnnya untuk meningkatkan kualitas dari papan insulasi tersebut, serta perlu dilakukan uji keawetan kayu untuk meningkatkan sifat keawetan papan insulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Augistyra DD. 2012. Distribusi ikatan pembuluh, sifat fisis mekanis bilah bambu dan bambu laminasi dua lapis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baihaqi H. 2009. Hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis

lima jenis kayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood

Science An Introdution 4th Ed. Iowa State Press A Blackwell Publ. USA. Dransfield S, Widjaya EA (editors). 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 7 : Bamboos. Bogor: Yayasan PROSEA.

Emilia T. 2001. Sifat-sifat papan insulasi dari kertas bekas dan serat batang pisang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu pengantar. Terjemahan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik Balok Laminasi dari Kayu Mangium (Acacia Mangium Willd.). JITHH 1(1):1-8.

[JAS] Japanese Standard Association.2003. JIS A 5908-2003 Particleboards. Japan: JSA.

Khuriati A. 2006. Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Serabut Kelapa dan Pengukuran Koefesien Penyerapan Bunyinya. Semarang: Universitas Diponegoro.

Lubis M, Jamilah, Risnasari I, Nuryawan, Febrianto A. (2009). Kualitas Papan Komposit dari Limbah Batang Kelapa Sawit (elaeis guineensis jacq) dan Polethylene (Pe) Daur Ulang.

(31)

19 Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard

Manufacturing. San Fransisco. Miller Freeman Publications.

Mandang Y, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumberdaya Kehutanan.

Marra AA. 1992. Technologyof Wood Bonding : Principles in Practise. USA. Martiandi B. 2010. Karakteristik panel akustik komposit kayu afrika dengan

penambahan styrofoam dan polyfoam. Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor.

Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Subari WA. 2000. Penggunaan Limbah Plastik Sebagai Komponen Bahan Baku Papan Partikel. JTHH XIII (2):18-24.

Poerwadarminta WJS, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan V. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Praptoyo H. 2010. Sifat Anatomi dan Sifat Fisika Kayu Mindi (Melia azedarach Linn) dari Hutan Rakyat di Yogyakarta. Dalam Jurnal Ilmu Kehutanan vol IV No 1 : 21-27.

Prihandini FDA. 2012. Kayu laminasi asimetris sebagai komponen dinding sekat. Teknologi Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor.

Rismawati E. 2008. Penentuan koefisien absorbsi dengan metode dua mikrofon pada tabung impedansi. Jurusan Teknik Fisika. Institut Teknologi Sepuluh November.

Ruhendi S, Hadi YS. 1997. Perekat dan Perekatan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Santoso S. 2001. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.

Setiawan FD. 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi, Maximus, Yogyakarta.

Simatupang R. 2011. Pengaruh Penggunaan Serat Waru (Hibiscus Tiliaceus L) Sebagai Penguat Pada Komposit Polimer Dengan Matriks Polipropilena Masplein 2161 Terhadap Koefesien Serapan Bunyi. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Skaar C. 1972. Water in Wood. State University College of Forestry at Syracuse University. New York. Syracuse University Press.

Sugiarti. 2010. Kekuatan lentur glulam struktural yang terbuat dari papan sambung kayu tusam dan kayu manis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and technology of wood structure, properties, utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Madison, WI: Department of Agriculture, Forest Service, Forest Product Laboratory. USA.

Widjaja EA. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI dan Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriense.

(32)
(33)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil pengolahan data SPSS 16.0 ANOVA

KadarAir

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 248.002 4 62.001 49.622 .000

Within Groups 24.989 20 1.249

Total 272.991 24

KadarAir

Duncan

Core N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

K 5 10.6500

SF 5 11.4400

PP 5 14.0980

PB 5 14.5240

GM 5 19.6180

Sig. .277 .554 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ANOVA

Kerapatan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups .451 4 .113 281.875 .000

Within Groups .008 20 .000

(34)

21

Kerapatan

Duncan

Core N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

SF 5 .2480

PB 5 .3860

K 5 .4540

GM 5 .6000

PP 5 .6020

Sig. 1.000 1.000 1.000 .876

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ANOVA

Pengembangan Volume

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 135.925 4 33.981 7.095 .001

Within Groups 95.795 20 4.790

Total 231.720 24

Pengembangan

Duncan

Core N

Subset for alpha = 0.05

1 2

PP 5 4.2340

SF 5 4.2340

GM 5 4.4880

PB 5 6.0900

K 5 10.3280

Sig. .233 1.000

(35)

22

ANOVA

Penyusutan Volume

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 35.176 4 8.794 2.260 .099

Within Groups 77.835 20 3.892

Total 113.010 24

ANOVA

MOE

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 2.615E9 3 8.717E8 318.688 .000

Within Groups 2.188E7 8 2735188.083

Total 2.637E9 11

MOE

Duncan

core N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

SF 3 2.3577E3

PB 3 1.9800E4

PP 3 3.7793E4

GM 3 3.8012E4

Sig. 1.000 1.000 .875

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

ANOVA

MOR

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 240614.680 3 80204.893 87.162 .000

(36)

23

ANOVA

MOR

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 240614.680 3 80204.893 87.162 .000

Within Groups 7361.459 8 920.182

Total 247976.138 11

MOR

Duncan

Core N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

SF 3 40.6557

PB 3 44.6213

PP 3 1.7520E2

GM 3 3.8900E2

Sig. .877 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Keterangan :

PP = Core Papan Partikel Konvensional SF = Core Styrofoam

GM = Core Gmelina

PB = Core Potongan Bambu

(37)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 1 Juni 1992 yang merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan bapak Rusdani Sutiswara dan Rini Karlinah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Nusa Kambangan dan Gunung Slamet, Batu Raden pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Kutai Timber Indonsia, Probolinggo, Jawa Timur.

Gambar

Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji
Gambar 2 a). Sampel uji fisis, b). Sampel uji mekanis, dan c). Sampel uji
Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR
Gambar 5 Prosedur Pengujian Absorpsi Suara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target IHSG kami tetap di level 5,375 yang merefleksikan upside sebesar 12.8% , dengan valuasi PBV 2014 sebesar 3x (mencerminkan standar deviasi +1 dari rata-rata 5 tahun).

Sebagai bagian integral dari Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mendorong perkembangan kapasitas perguruan tinggi Indonesia

[r]

Untuk informasi lebih lanjut tentang tempat penyerahan limbah perangkat untuk didaur ulang, hubungi kantor dinas setempat, layanan pembuangan limbah rumah tangga atau toko

Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens hayati yang efektif mengendalikan Xoo pada benih, bibit, tanaman,

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Abdul Rokhman mahasiswa S2 jurusan keperawatan

Melalui historical method peneliti mendapat gambaran pendidikan kewirausahaan Nabi Muhammad dan praktiknya terhadap sahabat beliau, dan melalui observasi dan

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pandangan baru kepada pembaca mengenai interpretasi khalayak terhadap realitas yang dikonstruksi oleh